BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam penelitian ini terdapat beberapa teori yang digunakan sebagai landasan yang mendasari penelitian dibidang tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu stakeholder theory dan legitimacy theory. 2.1.1 Teori Stakeholder Freeman (1984:46) dalam Solihin (2010:49), mendefenisikan stakeholder sebagai “setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan perusahaan”. Pada awalnya yang dimaksud dengan stakeholder mencakup para pemengang saham (share owners), para karyawan (employees), para pelanggan (customers), para pemasok (suppliers), para pemberi pinjaman (lenders) dan masyarakat luas (society). Dill (Freeman dan Reid, 1983) dalam Solihin (2010:49) menekankan pentingnya memperhitungkan peran yang dapat dilakukan stakeholder dalam mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh manajer perusahaan. Dalam kaitan ini, Dill menyatakan : For a long time, we have assumed that the views and the initiative of stakeholders could be dealt with as externalities to the strategic planning and management process: as data to help management shape decisions, or as legal and social constraint to limit them. We have been reluctant, though, to admit the idea that some of these outside stakeholders might seek and earn active roles with management to make decicions. The more today is from stockholder influence towards stakeholder participation. Studi kasus di tersebut menceritakan bagaimana masyarakat luas dapat mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan, sehingga keberadaan mereka harus diperhitungkan sebagai pihak yang memiliki stake (kepentingan) terhadap operasional perusahaan. Perusahaan tidak hanya sekedar bertanggung jawab terhadap para pemilik (Shareholder) sebagaimana terjadi selama ini, namun bergeser menjadi lebih luas yaitu pada ranah sosial kemasyarakatan (Stakeholder), yang selanjutnya disebut dengan tanggung jawab social (Social responsibility). Fenomena seperti ini terjadi, karena adanya tuntutan dari masyarakat akibat negativeexternalities yang timbul serta ketimpangan sosial yang terjadi (Harahap, 2002) dalam Nor Hadi (2011:93). Untuk itu, tanggung jawab perusahaan yang semula hanya di ukur sebatas pada indikator ekonomi (economic focused) dalam laporan keuangan, kini harus bergeser dengan memperhitungkan faktor-faktor sosial (social dimentions) terhadap stakeholder, baik internal maupun external. Berdasarkan kedudukan stakeholders dalam pengelolaan perusahaan, Jones (1995) dalam Solihin (2010:51) membagi stakeholders ke dalam dua kategori, yaitu : 1. Inside Stakeholders Inside Stakeholders terdiri dari orang-orang yang memiliki kepentingan dan tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta berada di dalam organisasi perusahaan. Yang termaksuk ke dalam kategori inside stakeholders adalah pemegang saham (shareholders), para manajer (managers), dan karyawan (work force). 2. Outside Stakeholders Outside Stakeholders yaitu orang-orang maupun pihak-pihak (constituencies) yang bukan pemilik perusahaan, pemimpin perusahaan dan bukan pula karyawan perusahaan tetapi memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan / atau dipengaruhi oleh keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh perusahaan. Yang termasuk kategori outside stakeholders adalah pelanggan (customers), pemasok (suppliers), pemerintah (government), kreditor (creditors), serikat pekerja (unions), komunitas lokal (local communities), masyarakat umum (general public). 2.1.2 Teori Legitimasi Legitimasi merupakan keadaan psikologis keberpihakan orang dan kelompok orang yang sangat peka terhadap gejala lingkungan sekitarnya baik fisik maupun non fisik. O’Donovan (2002) dalam Nor Hadi (2011:87) berpendapat legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi merupakan manfaat atau sumberdaya potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (going concern). Kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan tempat perusahaan beroperasi. Hal ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan dalam kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (Haniffa dan Cooke, 2005). Sejalan dengan karakternya yang berdekatan dengan ruang dan waktu, legitimasi mengalami pergeseran bersamaan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan dan masyarakat di mana perusahaan berada (Dowling 1975) dalam Nor Hadi (2011:87). Perubahan nilai dan norma sosial dalam masyarakat sebagai konsekuensi perkembangan peradaban manusia juga menjadi motivator perubahan legitimasi perusahaan di samping juga dapat menjadi tekanan bagi legitimasi perusahaan (Lindblom,1994) dalam Nor Hadi (2011:88). Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan dan komunitas sekitarnya memiliki relasi sosial yang erat karena keduanya terikat dalam suatu “social contract”. Teori kontrak sosial menyatakan bahwa keberadaan perusahaan dalam suatu area karena didukung secara politis dan dijamin oleh regulasi pemerintah serta parlemen yang juga merupakan representasi dari masyarakat. Dengan demikian, ada kontrak sosial secara tidak langsung antara perusahaan dan masyarakat dimana masyarakat memberi cost dan benefits untuk keberlanjutan korporasi (Lako, 2011:6). Kontrak sosial (social contract) dibuat sebagai media untuk mengatur tatanan (pranata) sosial kehidupan masyarakat. Teori legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat (society), pemerintah individu dan kelompok masyarakat. Untuk itu, sebagai suatu sistem yang mengedepankan keberpihakan kepada society, operasi perusahaan harus sesuai dengan harapan masyarakat. 2.2 CorporateSocialPerformance (CSP) Pada awalnya konsep CSR terdiri atas empat komponen kewajiban perusahaan terhadap masyarakat (Carroll, 1979 dalam Solihin, 2008:102). Keempat komponen tersebut adalah economic responsibilities, legal responsibilities, ethical responsibilities, dan discretionary responsibilities. Beberapa ahli seperti Ackerman dan Bauer (Carroll, 1979) dikutip dari Solihin (2008:102), mengajukan kritik terhadap konsep CSR. Kritik mereka ditujukan kepada istilah social responsibility dalam konsep CSR, yang seolaholah hanya menekankan kepada kewajiban perusahaan untuk melakukan sesuatu kepada para pemangku kepentingan. Sebaliknya konsep CSR ini tidak menunjukkan berbagai upaya sosial yang dilakukan perusahaan dan memberi dampak terhadap para pemangku kepentingan yang dapat diukur hasilnya berupa kinerja (performance) bagi perusahaan. Di sisi lain, terdapat peneliti seperti Hay, Gray, dan Gates (Carroll,1979) dalam Solihin (2008:102), yang secara deskriptif menjabarkan dalam area apa saja perusahaan dianggap memiliki kewajiban terhadap masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari keputusan dan komitmen yang dibuat perusahaan untuk mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki dalam isu-isu tertentu seperti tanggung jawab sosial perusahaan untuk mengatasi masalah polusi, kemiskinan, diskriminasi rasial, serta berbagai area masalah sosial lainnya. Kebutuhan untuk mencari model CSR yang dapat mengukur dampak pelaksanaan CSR oleh perusahaan terhadap masyarakat serta sejauh mana pelaksanaan CSR sebagai suatu investasi sosial memberikan kontribusi bagi peningkatan kinerja keuangan perusahaan itulah yang mendorong lahirnya konsep Corporate Social Performance sebagai penyempurnaan atas konsep CSR sebelumnya (Solihin, 2008:101). Citra atau reputasi perusahaan sendiri merupakan salah satu aset yang sangat berharga. Corporate Social Performance merupakan hal yang cukup penting bagi citra (reputation) perusahaan, terutama untuk jangka panjang perusahaan yang dapat memberi kontribusi cukup berarti dalam pengembangan berkelanjutan bagi perusahaan. Dengan demikian Corporate Social Performance dapat menjadi salah satu ukuran bagi citra atau reputasi perusahaan. (Yunan, 2005 dalam Maulana, 2008). Wood mendefenisikan kinerja sosial perusahaan (Corporate Social Performance-CSP) sebagai “sebuah konfigurasi prinsip-prinsip organisasi bisnis dari tanggung jawab sosial, proses tanggapan sosial, dan kebijakan-kebijakan, program, dan hasil yang dapat diamati sebagai hubungan-hubungan tersebut kepada hubungan perusahaan dalam bermasyarakat. (Orlitzky et al,. 2003) Sedangkan menurut Karimi dalam Septiadini (2010) kinerja sosial perusahaan adalah penilaian kinerja sebuah perusahaan dilihat dari peran sosial CSR yang dimainkannya di tengah masyarakat. Semakin sebuah perusahaan mengimplementasikan CSR dengan baik, maka kinerja sosial perusahaan tersebut akan semakin terangkat. Hasil yang diharapkan, tentu kembali kepada perusahaan dalam bentuk dukungan publik dan penguatan faktor sosial terhadap pengelolaan dan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) dari masyarakat terhadap perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan pembahasan teori tersebut, keberadaan perusahaan tidak terlepas dari kepentingan berbagai pihak. Investor berkepentingan terhadap sumber daya yang diinvestasikan di perusahaan. Kreditor berkepentingan terhadap pengembalian pokok dan bunga pinjaman. Pemerintah berkepentingan terhadap kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku agar kepentingan masyarakat secara umum tidak terganggu. Namun yang tak kalah pentingnya adalah pihak-pihak yang selama ini kurang mendapat perhatian, yaitu karyawan, pemasok, pelanggan, dan masyarakat di sekitar perusahaan. Karyawan perlu mendapatkan penghasilan dan jaminan sosial yang layak. Bila memungkinkan, karyawan memerlukan pendidikan dan pelatihan teknis untuk meningkatkan keahlian sehingga dapat meningkatkan karier di perusahaan. Pemasok berkepentingan terhadap pelunasan utang dagang. Pelanggan berkepentingan terhadap kualitas produk perusahaan. Terakhir, masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan berkepentingan terhadap dampak sosial dan lingkungan yang berasal dari aktivitas perusahaan. Berdasarkan contoh dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan operasi perusahaan, maka tanggung jawab perusahaan tidak terbatas pada investor, yaitu memberikan pengembalian yang maksimal kepada investor. Kepentingan publik dan lingkungan juga perlu mendapat perhatian perusahaan sebagai dukungan atas operasi perusahaan. Pelestarian lingkungan di samping bermanfaat bagi masyarakat di sekitar juga bermanfaat bagi perusahaan khususnya perusahaan yang memanfaatkan lingkungan dan mendapatkan keuntungan dari lingkunganya. Penelitian ini akan menggunakan jenis pendekatan pengukuran isi laporan tahunan dengan aspek-aspek penilaian tanggung jawab sosial yang dikeluarkan oleh Global Reporting Initiative (GRI) yang diperoleh dari website www.globalreporting.org. Standar GRI dipilih karena lebih memfokuskan pada standar pengungkapan berbagai kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, rigor, dan pemanfaatan sustainability reporting dan merupakan aturan internasional yang telah diakui oleh perusahaan di dunia. GRI-G4 juga menyediakan panduan mengenai bagaimana menyajikan pengungkapan keberlanjutan dalam format yang berbeda: baik itu laporan keberlanjutan mandiri, laporan terpadu, laporan tahunan, laporan yang membahas norma-norma internasional tertentu, atau pelaporan online. Jenis pendekatan pengukuran GRI-G4 melalui isi laporan tahunan dengan aspek-aspek penilaian tanggungjawab sosial yang dikeluarkan oleh GRI (Global Reporting Initiative) yang diperoleh dari website www.globalreporting.org.Dalam standar GRI-G4 (2013) indikator kinerja dibagi menjadi 3 komponen utama, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial mencakup praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, hak asasi manusia, masyarakat, tanggung jawab atas produk dengan total kinerja indikator mencapai 91 indikator. (Sumber : www.globalreporting.org). Penjelasannya dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 2.1 91 Indikator Berdasarkan GRI-G4 KATEGORI EKONOMI -Kinerja Ekonomi EC1 EC2 EC3 EC4 -Keberadaan Pasar EC5 EC6 -Dampak Ekonomi Tidak Langsung EC7 EC8 -Praktek Pengadaan EC9 KATEGORI LINGKUNGAN -Bahan EN1 EN2 -Energi -Air EN3 EN4 EN5 EN6 EN7 EN8 EN9 EN10 Nilai ekonomi langsung yang dihasilkan dan didistribusikan Implikasi finansial dan risiko serta peluang lainnya kepada kegiatan organisasi karena perubahan iklim Cakupan kewajiban organisasi atas program imbalan pasti Bantuan financial yang diterima dari pemerintah Rasio upah standar pegawai pemula (entry level)menurut gender dibandingkan dengan upah minimum regional di lokasi-lokasi operasional yang signifikan Perbandingan manajemen senior yang dipekerjakan dari masyarakat local di lokasi operasi yang signifikan Pembangunan dan dampak dari investasi infrastruktur dan jasa yang diberikan Dampak ekonomi tidak langsung yang signifikan, termasuk besarnya dampak Perbandingan dari pembelian pemasok lokal di operasional yang signifikan Bahan yang digunakan berdasarkan berat atau volume Persentase bahan yang digunakan yang merupakan bahan input daur ulang Konsumsi energi dalam organisasi Konsumsi energi diluar organisasi Intensitas Energi Pengurangan konsumsi energi Konsumsi energi diluar organisasi Total pengambilan air berdasarkan sumber Sumber air yang secara signifikan dipengaruhi oleh pengambilan air Persentase dan total volume air yang didaur ulang dan digunakan kembali Lanjutan Tabel 2.1 91 Indikator Berdasarkan GRI-G4 -Keanekaragaman EN11 Lokasi-lokasi operasional yang Hayati dimiliki, disewa, dikelola didalam, atau yang berdekatan dengan, kawasan lindung dan kawasan dengan nilai keanekaragaman hayati tinggi diluar kawasan lindung EN12 Uraian dampak signifikan kegiatan, produk, dan jasa terhadap keanekaragaman hayati di kawasan lindung dan kawasan dengan nilai keanekaragaman hayati tinggi diluar kawasan lindung EN13 Habitat yang dilindungi dan dipulihkan EN14 Jumlah total spesies dalam iucn red list dan spesies dalam daftar spesies yang dilindungi nasional dengan habitat di tempat yang dipengaruhi operasional, berdasarkan tingkat risiko kepunahan Emisi gas rumah kaca (GRK) -Emisi EN15 EN16 EN17 EN18 EN19 EN20 EN21 -Efluen dan Limbah EN22 EN23 EN24 langsung (Cakupan 1) Emisi gas rumah kaca (GRK) energi tidak langsung (Cakupan 2) Emisi gas rumah kaca (GRK) tidak langsung lainnya (Cakupan 3) Intensitas emisi gas rumah kaca (GRK) Pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) Emisi bahan perusak ozon (BPO) NOX, SOX, dan emisi udara signifikan lainnya Total air yang dibuang berdasarkan kualitas dan tujuan Bobot total limbah berdasarkan jenis dan metode pembuangan Jumlah dan volume total tumpahan signifikan Lanjutan Tabel 2.1 91 Indikator Berdasarkan GRI-G4 Bobot limbah EN25 EN26 -Produk dan Jasa EN27 EN28 -Kepatuhan EN29 -Transportasi EN30 -Lain-lain EN31 yang dianggap berbahaya menurut ketentuan konvensi Basel2 Lampiran I, II, III, dan VIII yang diangkut, diimpor, diekspor, atau diolah, dan persentase limbah yang diangkut untuk pengiriman internasional Identitas, ukuran, status lindung, dan nilai keanekaragaman hayati dari badan air dan habitat terkait yang secara signifikan terkena dampak dari pembuangan dan air limpasan dari organisasi Tingkat mitigasi dampak terhadap dampak lingungan produk dan jasa Persentase produk yang terjual dan kemasannya yang direklamasi menurut kategori Nilai moneter denda signifikan dan jumlah total sanksi non-moneter atas ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan peraturan lingkungan Dampak lingkungan signifikan dari pengangkutan produk dan barang lain serta bahan untuk operasional organisasi, dan pengangkutan tenaga kerja Total pengeluaran dan investasi perlindungan lingkungan berdasarkan jenis -Asesmen Pemasok Atas Lingkungan EN32 EN33 -Mekanisme EN34 Pengaduan Masalah Lingkungan KATEGORI SOSIAL SUB-KATEGORI: PRAKTEK KENYAMANAN BEKERJA Persentase penapisan pemasok baru menggunakan kriteria lingkungan Dampak lingkungan negatif signifikan aktual dan potensial dalam rantai pasokan dan tindakan yang diambil Jumlah pengaduan tentang dampak lingkungan yang diajukan, ditangani, dan diselesaikan melalui mekanisme pengaduan resmi KETENAGAKERJAAN DAN -Kepegawaian Lanjutan Tabel 2.1 91 Indikator Berdasarkan GRI-G4 Jumlah total dan tingkat perekrutan LA1 LA2 LA3 -Hubungan Industrial LA4 -Kesehatan dan Keselamatan Kerja VV LA5 LA6 LA7 LA8 -Pelatihan dan Pendidikan LA9 LA10 karyawan baru dan turnover karyawan menurut kelompok umur, gender, dan wilayah Tunjangan yang diberikan bagi karyawan purnawaktu yang tidak diberikan bagi karyawan sementara atau paruh waktu, berdasarkan lokasi operasi yang signifikan Tingkat kembali bekerja dan tingkat retensi setelah cuti melahirkan, menurut gender Jangka waktu minimum pemberitahuan mengenai perubahan operasional, termasuk apakah hal tersebut tercantum dalam perjanjian bersama Persentase total tenaga kerja yang diwakili dalam komite bersama formal manajemen-pekerja yang membantu mengawasi dan memberikan saran program kesehatan dan keselamatan kerja Jenis dan tingkat cedera, penyakit akibat kerja, hari hilang, dan kemangkiran, serta jumlah total kematian akibat kerja, menurut daerah dan gender Pekerja yang sering terkena atau berisiko tinggi terkena penyakit yang terkait dengan pekerjaan mereka Topik kesehatan dan keselamatan yang tercakup dalam perjanjian formal dengan serikat pekerja Jam pelatihan rata-rata per tahun per karyawan menurut gender, dan menurut kategori karyawan Program untuk manajemen keterampilan dan pembelajaran seumur hidup yang mendukung keberkelanjutan kerja karyawan dan membantu mereka mengelola purna bakti Lanjutan Tabel 2.1 91 Indikator Berdasarkan GRI-G4 Persentase karyawan LA11 -Keberagaman dan Kesetaraan Peluang LA12 -Kesetaraan Remunerasi Perempuan dan Laki-laki LA13 -Asesmen Pemasok Terkait Praktik Ketenagakerjaan LA14 LA15 yang menerima reviuw kinerja dan pengembangan karier secara reguler, menurut gender dan kategori karyawan Komposisi badan tata kelola dan pembagian karyawan per kategori karyawan menurut gender, kelompok usia, keanggotaan kelompok minoritas, dan indikator keberagaman lainnya Rasio gaji pokok dan remunerasi bagi perempuan terhadap laki-laki menurut kategori karyawan, berdasarkanlokasi operasional yang signifikan Persentase penapisan pemasok baru menggunakan kriteria praktik ketenagakerjaan Dampak negatif aktual dan potensial yang signifikan terhadap praktik ketenagakerjaandalam rantai pasokan dan tindakan yang diambil SUB-KATEGORI: HAK ASASI MANUSIA Jumlah -Investasi HR1 HR2 -Non-Diskriminasi HR3 -Kebebasan Berserikat dan Perjanjian Kerja Bersama HR4 total dan persentase perjanjian dan kontrak investasi yang signifikan yang menyertakan klausul terkait hak asasi manusia atau penapisan berdasarkan hak asasi manusia Jumlah waktu pelatihan karyawan tentang kebijakan atau prosedur hak asasi manusia terkait dengan Aspek hak asasi manusia yang relevan dengan operasi, termasuk persentase karyawan yang dilatih Jumlah total insiden diskriminasi dan tindakan korektif yang diambil Operasi pemasok teridentifikasi yang mungkin melanggar atau berisiko tinggi melanggar hak untuk melaksanakan kebebasan berserikat dan perjanjian kerja bersama, dan tindakan yang diambil untuk mendukung hakhak tersebut -Pekerja Anak Lanjutan Tabel 2.1 91 Indikator Berdasarkan GRI-G4 Operasi dan pemasok yang HR5 -Pekerja Paksa Atau Wajib Kerja HR6 -Praktik Pengamanan HR7 -Hak Adat HR8 -Asesmen HR9 -Asesmen Pemasok Atas Hak Asasi Manusia HR10 HR11 -Mekanisme Pengaduan Masalah Hak Asasi Manusia HR12 SUB-KATEGORI: MASYARAKAT -Masyarakat Lokal SO1 SO2 diidentifikasi berisiko tinggi melakukan eksploitasi pekerja anak dan tindakan yang diambil untuk berkontribusi dalam penghapusan pekerja anak yang efektif Operasi dan pemasok yang diidentifikasi berisiko tinggi melakukan pekerja paksa atau wajib kerja dan tindakan untuk berkontribusi dalam penghapusan segala bentuk pekerja paksa atau wajib kerja Persentase petugas pengamanan yang dilatih dalam kebijakan atau prosedur hak asasi manusia di organisasi yang relevan dengan operasi Jumlah total insiden pelanggaran yang melibatkan hak-hak masyarakat adat dan tindakan yang diambil Jumlah total dan persentase operasi yang telah melakukan reviu atau asesmen dampak hak asasi manusia Persentase penapisan pemasok baru menggunakan kriteria hak asasi manusia Dampak negatif aktual dan potensial yang signifikan terhadap hak asasi manusia dalam rantai pasokan dan tindakan yang diambil Jumlah pengaduan tentang dampak terhadap hak asasi manusia yang diajukan, ditangani, dan diselesaikan melalui mekanisme pengaduan formal Persentase operasi dengan pelibatan masyarakat lokal, asesmen dampak, dan program pengembangan yang diterapkan Operasi dengan dampak negatif aktual dan potensial yang signifikan terhadap masyarakat lokal -Anti-Korupsi Lanjutan Tabel 2.1 91 Indikator Berdasarkan GRI-G4 Jumlah total dan persentase operasi SO3 SO4 SO5 -Kebijakan Publik SO6 -Anti Persaingan SO7 -Kepatuhan SO8 -Asesmen Pemasok Atas Dampak Terhadap Masyarakat S09 SO10 yang dinilai terhadap risiko terkait dengan korupsi dan risiko signifikan yang teridentifikasi Komunikasi dan pelatihan mengenai kebijakan dan prosedur anti-korupsi Insiden korupsi yang terbukti dan tindakan yang diambil Nilai total kontribusi politik berdasarkan negara dan penerima/penerima manfaat Jumlah total tindakan hukum terkait Anti Persaingan, anti-trust, serta praktik monopoli dan hasilnya Nilai moneter denda yang signifikan dan jumlah total sanksi non-moneter atas ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan peraturan Persentase penapisan pemasok baru menggunakan kriteria untuk dampak terhadap masyarakat Dampak negatif aktual dan potensial yang signifikan terhadap masyarakat dalam rantai pasokan dan tindakan yang diambil Jumlah pengaduan tentang dampak terhadap masyarakat yang diajukan, ditangani, dan diselesaikan melalui mekanisme pengaduan resmi -Mekanisme SO11 Pengaduan Dampak Terhadap Masyakat SUB-KATEGORI: TANGGUNGJAWAB ATAS PRODUK Persentase kategori produk dan jasa -Kesehatan PR1 yang signifikan dampaknya terhadap Keselamatan kesehatan dan keselamatan yang Pelanggan PR2 dinilai untuk peningkatan Total jumlah insiden ketidakpatuhan terhadap peraturan dan koda sukarela terkait dampak kesehatan dan keselamatan dari produk dan jasa sepanjang daur hidup, menurut jenis hasil Lanjutan Tabel 2.1 91 Indikator Berdasarkan GRI-G4 Jenis informasi produk dan jasa -Pelabelan PR3 yang diharuskan oleh prosedur Produk dan Jasa PR4 PR5 -Komunikasi Pemasaran PR6 PR7 -Privasi Pelanggan PR8 -Kepatuhan PR9 organisasi terkait dengan informasi dan pelabelan produk dan jasa, serta persentase kategori produk dan jasa yang signifikan harus mengikuti persyaratan informasi sejenis Jumlah total Insiden ketidakpatuhan terhadap peraturan dan koda sukarela terkait dengan informasi dan pelabelan produk dan jasa, menurut jenis hasil Hasil survei untuk mengukur kepuasan pelanggan Penjualan produk yang dilarang atau disengketakan Jumlah total Insiden ketidakpatuhan terhadap peraturan dan koda sukarela tentang komunikasi pemasaran, termasuk iklan, promosi, dan sponsor, menurut jenis hasil Jumlah total keluhan yang terbukti terkait dengan pelanggaran privasi pelanggan dan hilangnya data pelanggan Nilai moneter denda yang signifikan atas ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan peraturan terkait penyediaan dan penggunaan produk dan jasa Sumber: www.globalreporting.org. (Data Diolah) GRI-G4 dirancang agar dapat diterapkan secara universal untuk semua organisasi, besar dan kecil, di seluruh dunia. Pengukuran dilakukan berdasarkan indeks pengungkapan masing-masing perusahaan yang dihitung melalui pembagian antara jumlah item yang diungkapkan dengan jumlah item yang diharapkan diungkapkan perusahaan, yang dirumuskan sebagai berikut: CSRDIj = Keterangan: CSRIj nj ∑xij nj : Corporate Social Responsibility Indeks Perusahaan j : Jumlah kriteria pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk perusahaan j, nj ≤ 91 Xij : 1 = Jika kriteria diungkapkan; 0 = Jika kriteria tidak diungkapkan Dengan diprakarsai oleh IAI-KAM pada pertengahan 2005, telah didirikan lembaga semacam GRI yang diberi nama “National Center For Sustainability Reporting (NCSR)”. Lembaga independen ini memiliki misi: “Meyusun dan meyebarluaskan pedoman penyusunan laporan keberlanjutan untuk organisasi/perusahaan di Indonesia”. National Center forSustainability Reporting (NCSR) Indonesia adalah sebuah wadah (organisasi) independen dalam rangka pengembangan, pembinaan, pengukuran dan pelaporan atas implementasi keberlanjutan perusahaan (corporate sustainability). NSCR Indonesia memiliki anggota dari korporasi, organisasi, dan individu-individu profesional yang mempunyai visi dan komponen yang sama dalam menerapkan dan mengembangkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Terbentuknya pusat pelaporan nasional, National Center forSustainability Reporting (NCSR) pada tahun 2005. Lima organisasi independen penting, yaitu Institut Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI), Indonesia Netherlands Association (INA), National Committe on Governance (NCG), Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), dan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) mengumpulkan sumber daya mereka ke dalam prakarsa ini dengan visi menjadi pemimpin dalam menyediakan standar pelaporan keberlanjutan bagi perusahaan di Indonesia (Urip, 2014 : 99) 2.3 CorporateFinancialPerformance (CFP) 2.3.1 ROA Harahap (2010:305) “Return On Assets (ROA) menggambarkan perputaran aktiva diukur dari penjualan. Semakin besar rasio ini maka semakin baik dan hal ini berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba”. Return On Assets (ROA) menjadi salah satu pertimbangan investor di dalam melakukan investasi. Return on Asset adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi pulaROA, hal itu berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. Jika rasio ini mengalami penurunan maka akan mempengaruhi perusahaan dalam mencari laba. Karena rasio ini menurun di pengaruhi oleh dua indikator yaitu utang dan beban yang ditanggung oleh perusahaan lebih besar dari pada pendapatan yang di peroleh oleh perusahaan. Jadi penurunan rasio ini sangat berpengaruh pada laba yang di peroleh perusahaan. 2.3.2 ROE Return On Equity (ROE) merupakan sebuah rasio yang sering dipergunakan oleh pemegang saham untuk menilai kinerja perusahaan yang bersangkutan. ROE mengukur besarnya tingkat pengembalian modal dari perusahaan (Sawir, 2005:20). Weston dan Copeland (2002:241) mengatakan bahwa “rentabilitas usaha adalah hasil pengembalian atas ekuitas mengukur pengembalian nilai buku kepada pemilik perusahaan, rasio ini merupakan suatu rasio tujuan akhir. Return on Equity atau tingkat pengembalian ekuitas pemilik mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba yang menjadi hak bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi utang perusahaan makin besar maka rasio ini juga akan makin besar. Dengan demikian maka modal yang dimiliki oleh perusahaan tidak memberikan laba yang memuaskan bagi perusahaan. Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak.Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan sehingga kemungkinan suatu perusahaan dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Pemilik perusahaan lebih tertarik pada seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh keuntungan terhadap modal yang ia tanamkan. Kinerja keuangan (finansial) perusahaan dapat diukur dari laporan keuangan yang dikeluarkan perusahaan secara periodik yang memberikan suatu gambaran tentang posisi keuangan. Adapun jenis laporan keuangan yang lazim dikenal adalah: laporan neraca yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan, laporan laba/rugi yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dan laporan arus kas yang menggambarkan sumber dan penggunaan kas dalam suatu periode (Harahap, 2011:105). Analisis laporan keuangan adalah segala sesuatu yang menyangkut penggunaan informasi akuntansi untuk membuat keputusan bisnis dan investasi. Analisis keuangan dirancang bagi pengusaha, investor, dan kreditor di mana mereka harus memahami bagaimana membaca mengartikan serta menganalisis laporan keuangan. Laporan keuangan melaporkan posisi keuangan perusahaan pada suatu waktu tertentu maupun selama beberapa periode yang lalu (Astuti, 2004:29). Kinerja keuangan dipakai manajemen sebagai salah satu pedoman untuk mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Laporan dari kinerja keuangan dibuat untuk menggambarkan kondisi keuangan perusahaan masa lalu dan digunakan untuk memprediksi keuangan dimasa yang akan datang. Kinerja keuangan berperan penting karena digunakan sebagai indikator penilaian baik atau buruknya kondisi keuangan dan prestasi kerja suatu perusahaan dalam waktu tertentu. Teknik analisis laporan keuangan yang digunakan dalam penelitian ini untuk menilai kinerja keuangan perusahaan adalah analisis rasio. Teknik ini sudah banyak digunakan para analis keuangan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (Harahap, 2011:297). 2.4 Hubungan antara CorporateSocialPerformance (CSP) dengan Corporate FinancialPerformance (CFP) Peran perusahaan di tengah komunitas suatu bangsa adalah tidak hanya sebagai “institusi ekonomi” yang mengejar tujuan ekonomi, tetapi juga sebagai “institusi sosial”. Sebagai institusi sosial, perusahaan dituntut melakukan pembaruan-pembaruan sosial dan mendonasikan sumber daya ekonominya untuk membantu mengatasi isu-isu sosial dan lingkungan. Selain itu, setiap peningkatan skala operasi perusahaan juga secara otomatis akan meningkatkan skala dampak negatifnya pada lingkungan dan masyarakat, sementara profits-nya hanya dinikmati para pemegang saham. Hal ini menyebabkan ketidakadilan sehingga pebisnis dan korporasi harus bertindak adil dengan menyisihkan keuntungan untuk membantu mengatasi isu-isu sosial dan lingkungan. Meskipun dalam jangka pendek akan meningkatkan cost dan menurunkan laba, namun dalam jangka panjang akan mendatangkan economic benefits bagi perusahaan. Sebagai contoh, pangsa pasar yang meluas karena loyalitas konsumen kian banyak, kelangsungan bisnis yang aman dan kondusif karena meningkatnya kepercayaan para stakeholder, serta profitabilitas yang juga akan meningkat (Lako A, 2011:105). Hubungan antara CSP dan CFP menurut penelitian Poddi & Vergali (2009) menjelaskan bahwa biaya intangible lebih besar dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pengungkapan CSP. Sementara hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ROE lebih besar dimiliki oleh perusahaan yang secara sukarela mengungkapkan CSP dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan pengungkapan CSP. Penelitiannya juga menujukkan terdapat hubungan positif antara CSP dengan kinerja pasar perusahaan Hubungan positif antara CFP dengan CSP juga dijelaskan oleh Waddock & Graves, (1997) yang menyatakan jika perusahaan tidak berperilaku etis dan bertanggung jawab, dengan mencoba untuk mengurangi cost pertanggungjawaban sosial maka dalam jangka panjang perusahaan tidak akan mendapat manfaat berkelanjutan. Selain itu CSP dianggap sebagai Good Management yang akan meningkatkan hubungan dengan stakeholder dan dalam waktu yang sama akan meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Alasan berikutnya, dengan mendasarkan pada theory of scarce resources, bahwa perilaku CSP merupakan suatu konsekuensi dan bukan suatu sebab dari peningkatan kinerja. Ketika perusahaan memiliki sumber daya yang lebih besar maka sebaiknya dialokasikan untuk aktivitas semacam CSP, Menurut model teori stakeholder, perusahaan perlu menjalin hubungan dengan stakeholdernya, terutama stakeholder yang mempunyai power dalam mengendalikan ketersediaan sumber daya (Chariri dan Ghozali 2007:410). Perusahaan juga perlu mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan dari masingmasing kelompok stakeholder jadi bukan hanya kebutuhan dan keinginan dari shareholdernya saja yang perlu diakomodasi oleh perusahaan, melainkan seluruh stakeholdernya. Oleh karena itu perusahaan akan mempertimbangkan kepentingan dari pemangku kepentingan karena adanya komitmen moral dari manajemen perusahaan terhadap para pemangku kepentingan. Komitmen moral ini akan mendorong perusahaan untuk merumuskan strategi perusahaan di mana strategi perusahaan akan berpengaruh terhadap pencapaian kinerja keuangan perusahaan. Salah satu strategi untuk menjaga hubungan dengan stakeholder adalah dengan mengungkapkan CSR, dimana kinerja sosial perusahaan dilihat dari peran CSR yang dimainkannya ditengah masyarakat. Menurut model teori stakeholder ini juga menyebutkan bahwa kenaikan dan penurunan kinerja keuangan sejalan dengan kenaikan dan penurunan dari pengungkapan kinerja sosialnya. Teori legitimasi menegaskan bahwa perusahaan terus berupaya untuk memastikan bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam masyarakat atau lingkungan di mana perusahaan berada, di mana mereka berusaha untuk memastikan bahwa aktifitas mereka (perusahaan) diterima oleh pihak luar. Teori legitimasi kaitannya dengan kinerja sosial dan kinerja keuangan adalah apabila terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat (legitimacy gap) maka perusahaan dapat kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Untuk mensinergikan aktivitas operasionalnya dalam memperoleh tujuan finansialnya dengan suatu sistem sosial yang berlaku di masyarakat dalam rangka mendapatkan legitimasi sehingga dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan dalam waktu yang panjang. Perusahaan perlu merumuskan strategi yang dapat mengakomodasi ketidakselarasan tersebut yaitu salah satunya dengan mengungkapkan CSP yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja sosial perusahaan. berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kinerja sosial perusahaan dan kinerja keuangan adalah positif dimana hubungan positif tersebut menunjukkan arti yaitu pencapaian tinggi rendahnya kinerja keuangan sejalan dengan pencapaian tinggi rendahnya kinerja sosial perusahaan. 2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan 2.5.1 Size Ferry dan Jones (1979), ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, penjualan, log size, nilai pasar saham, kapitalisasi pasar, dan lain-lain yang semuanya berkorelasi tinggi. Semakin besar total aktiva, penjualan, log size, nilai pasar saham, dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium size), dan perusahaan kecil (small firm). Sedangkan Yusuf dan Soraya (2004) ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki perusahaan, ditunjukan oleh natural logaritma dari total aktiva. Menurut Sawir (2004:101)ukuran perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi untuk alasan yang berbeda : 1. Pertama, ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil umumnya kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir baik untuk obligasi maupun saham. Meskipun mereka memiliki akses, biaya peluncuran dari penjualan sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi penghambat. Jika penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas perusahaan kecil mungkin kurang dapat dipasarkan sehingga membutuhkan penentuan harga sedemikian rupa agar investor mendapatkan hasil yang memberikan return lebih tinggi secara signifikan. 2. Kedua, ukuran perushaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam kontrak keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih pendanaan dari berbagai bentuk hutang, termaksud penawaran spesial yang lebih menguntungkan dibandigkan yang ditawarkan perusahaan kecil. Semakin besar jumlah uang yang digunakan, semakin besar jumlah uang yang digunakan, semakin besar kemungkinan-kemungkinan pembuatan kontrak yang dirancang sesuai dengan preferensi kedua pihak sebagai ganti dari penggunaan kontrak standar hutang. 3. Ketiga, ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba. Pada akhirnya, ukuran perusahaan diikuti oleh karakteristik lain yang mempengaruhi struktur keuangan. Karakteristik lain tersebut seperti perusahaan sering tidak mempunyai staf khusus, tidak menggunakan rencana keuangan dan tidak mengembangakan sistem akuntansi mereka menjadi suatu sistem manajemen. Company Size didefinisikan sebagai ukuran suatu perusahaan yang dapat diukur dengan jumlah aset suatu perusahaan, penjualan dan kapasitas pasar. Dalam penelitian ini menggunakan jumlah aset sebagai cara untuk pengukuran company size. Karena total aset suatu perusahaan lebih stabil dari tahun ke tahun. Semakin banyak jumlah aset suatu perusahaan seharusnya semakin baik juga kondisi suatu perusahaan tersebut dan menarik perhatian bagi para investor untuk menanam sahamnya pada perusahaan tersebut (Yustiana, 2011). 2.6 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini telah dilakukan beberapa peneliti, secara ringkas adalah sebagai berikut: Hubungan positif antara CFP dengan CSP dijelaskan oleh Waddock & Graves, (1997) yang menyatakan jika perusahaan tidak berperilaku etis dan bertanggung jawab, dengan mencoba untuk mengurangi kos pertanggungjawaban sosial maka dalam jangka panjang perusahaan akan tidak akan mendapatkan manfaat berkelanjutan. Selain itu CSP dianggap sebagai Good Management yang akan meningkatkan hubungan dengan stakeholder dan dalam waktu yang sama akan meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Alasan berikutnya, dengan mendasarkan pada theory of scarce resources, bahwa perilaku CSP merupakan suatu konsekuensi dan bukan suatu sebab dari peningkatan kinerja. Ketika perusahaan memiliki sumber daya yang lebih besar maka sebaiknya dialokasikan untuk aktivitas semacam CSP. Ahmad (2013) meneliti tentang Pengaruh Corporate Social Performance terhadap Corporate Financial Performance. Hasil penelitian ini menunjukkan CSP berpengaruh secara segnifikan terhadap ROA dan ROE. Size berpengaruh signifikan terhadap hubungan CSP dan ROA namun tidak terhadap ROE. Leverage signifikan terhadap hubungan CSP dengan ROA dan ROE. Titisari (2010) meneliti tentang Pengaruh Corporate Financial Performance terhadap Corporate Social Performance. Hasil penelitian ini menunjukkan variabel financial performance yang di proxy dengan ROA berpengaruh secara signifikan terhadap social performance. Sedangkan variabel financial performance yang di proxy dengan ROE tidak signifikan mempengaruhi social performance. Rachmawati dan Sari (2010) juga meneliti tentang hubungan antara Corporate Social Performance (CSP) dengan Corporate Financial Performance (CFP). Hasil dari penelitian ini ialah Corporate Social Performance berpengaruh positif terhadap Corporate Financial Performance dan Size berpengaruh positif pada pengembalian asset di perusahaan. Fauzi, et al. (2007) meneliti hubungan antara kinerja sosial perusahaan (CSP) dengan kinerja keuangan perusahaan (CFP) untuk menentukan apakah CSP adalah terkait dengan kinerja perusahaan dengan menggunakan slack resource theory dan good management theory. Selain itu, mengkaji apakah ukuran perusahaan atau industri mempengaruhi hubungan antara CSP dan CFP. Hasil dari studi gagal untuk menemukan hubungan yang signifikan antara CSP dan CFP di kedua model. Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Peneliti (Tahun) Sandra A Waddock dan Samuel B Graves (1997) Judul Penelitian The Corporate Social PerformanceFinancial Performance Link Variabel Penelitian Kinerja sosial, kinerja keuangan. Metode Analisis Regresi Berganda 2. Zulfikar Ali Ahmad (2013) CSP, ROA, ROE, Size, Leverage Ordinary Least Square Regression Corporate Social Performanceberhubungan positif dengan Financial Performance. 3. Hasan Fauzi, Lois Mahoney, Azhar Abdul Rahman (2007) CSP, CFP, Ukuran Perusahaan, Tipe Industri Regresi Berganda Pada perusahaan Indonesia kinerja sosial dan keuangan tidak berhubungan, Temuan ini menunjukkan bahwa investor institusi tidak memasukkan CSP sebagai bagian dari keputusan investasi mereka. 4. Kartika Hendra Titisari (2010) Pengaruh Corporate Social Performance Terhadap CorporateFinan cial Performance Institutional Ownership and Corporate Social Performance: Empirical Evidence from Indonesian Companies Pengaruh Corporate Financial Performance Terhadap Corporate Social Performance CSP, ROA, ROE, DER, Beta dan PBV Regresi Berganda Variabel financial performance yang di proxi dengan ROA berpengaruh secara signifikan terhadap social performance. Sedangkan variabel financial performance yang di proxi dengan ROE tidak signifikan mempengaruhi social performance. 5. Rima Rachmawati dan Dina Sari (2010) CSP, ROA, ROE, Size Regresi Berganda Corporate Social Performance berpengaruh positif terhadap Corporate Financial Performance. Size berpengaruh positif pada pengembalian asset di perusahaan. No 1. Related Corporate Social Performance (CSP) and Corporate Financial Performance (CFP) Hasil Penelitian Hubungan positif antara CFP dengan CSP 2.7 Kerangka Konseptual Pemilik modal sebagai investor dalam suatu perusahaan akan memilih perusahaan yang baik pengelolaannya. Perusahaan yang baik pengelolaannya tidak hanya dalam pengelolaan keuangannya, tetapi juga dalam hal aktivitas sosialnya. Saat perusahaan melakukan suatu aktivitas sosial dan perusahaan juga mengungkapkannya di dalam laporan tahunan, secara otomatis pihak yang membaca laporan tahunan akan mengetahui bahwa perusahaan melakukan aktivitas sosial. Investor sebagai pemilik dana di perusahaan akan melihat bahwa perusahaan melakukan aktivitas yang baik sehingga mereka akan semakin percaya untuk menempatkan modalnya di perusahaan tersebut. Pada dasarnya tanggung jawab manajemen juga untuk meningkatkan kinerja keuangan. Komponen stakeholder seperti investor, kreditor, dan tenaga kerja sangat memperhatikan tentang kinerja perusahaan. Kinerja keuangan yang lebih tinggi menyebabkan peningkatan kemakmuran stakeholder. Selain itu, berdasarkan slack resource theory (Waddock dan Graves, 1997), peningkatan kinerja keuangan membuat perusahaan memiliki lebih banyak kesempatan untuk meningkatkan kinerja sosial dalam semua aspek. Ada banyak ukuran-ukuran yang digunakan untuk mewakili kinerja keuangan termasuk ROA (Return on Assets) dan ROE (Return on Equity) (Waddock dan Graves, 1997). Menurut Waddock dan Graves (1997) ukuran perusahaan berkaitan dengan kinerja sosial perusahaan, yaitu perusahaan-perusahaan besar berperilaku dengan cara yang lebih bertanggung jawab secara sosial daripada perusahaan kecil. Selain itu, ukuran perusahaan dapat memiliki hubungan dengan kepemilikan institusional, yaitu perusahaan-perusahaan besar mendapatkan lebih banyak perhatian dari kelompok stakeholder eksternal daripada perusahaan-perusahaan kecil, dan dengan begitu mereka perlu menanggapinya. Sebuah studi penting yang dilakukan oleh Profesor Stephen Erfle dan Michael Frantantuono menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki peringkat tertinggi dalam hal riwayat mereka pada berbagai isu sosial (termaksuk kegiatan amal, program bakti sosial, pemeliharaan lingkungan hidup, pemberdayaan perempuan, dan advokasi kelompok minoritas) juga memiliki kinerja keuangan yang lebih besar. Kinerja keuangan yang lebih baik dalam hal pertumbuhan laba operasi, rasio penjualan terhadap aset, pertumbuhan penjualan, pengembalian atas ekuitas (ROE), pertumbuhan laba terhadap aset, pengembalian atas investasi (ROI), pengembalian atas aset (ROA) dan pertumbuhan aset. (Hartman dan Desjardins, 2008:170) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Variable Independen (X) Variable Dependen (Y) Corporate Social Performance Corporate Financial Performance : 1. ROA 2. ROE Variable Moderating (Z) Size Sumber : Rachmawati dan Sari (2010) 2.8 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konseptual, makahipotesis dalam penelitian ini adalah: H1 : Corporate Social Performance berpengaruh terhadap Corporate Financial Performance yang diproxi dengan ROA H2 : Corporate Social Performance berpengaruh terhadap Corporate Financial Performance yang diproxi dengan ROE H3 : Size berpengaruh terhadap hubungan antara Corporate Social Performance dan Corporate Financial Performance yang diproxi dengan ROA H4 : Size berpengaruh terhadap hubungan antara Corporate Social Performance dan Corporate Financial Performance yang diproxi dengan ROE