BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam penelitian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Dalam penelitian ini terdapat beberapa teori yang digunakan sebagai
landasan yang mendasari penelitian dibidang tanggung jawab sosial perusahaan,
yaitu stakeholder theory dan legitimacy theory.
2.1.1
Teori Stakeholder
Freeman (1984:46) dalam Solihin (2010:49), mendefenisikan stakeholder
sebagai “setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh pencapaian tujuan perusahaan”. Pada awalnya yang dimaksud
dengan stakeholder mencakup para pemengang saham (share owners), para
karyawan (employees), para pelanggan (customers), para pemasok (suppliers),
para pemberi pinjaman (lenders) dan masyarakat luas (society).
Dill (Freeman dan Reid, 1983) dalam Solihin (2010:49) menekankan
pentingnya memperhitungkan peran yang dapat dilakukan stakeholder dalam
mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh manajer perusahaan. Dalam kaitan ini,
Dill menyatakan :
For a long time, we have assumed that the views and the initiative of
stakeholders could be dealt with as externalities to the strategic
planning and management process: as data to help management shape
decisions, or as legal and social constraint to limit them. We have been
reluctant, though, to admit the idea that some of these outside
stakeholders might seek and earn active roles with management to make
decicions. The more today is from stockholder influence towards
stakeholder participation.
Studi kasus di tersebut menceritakan bagaimana masyarakat luas dapat
mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan, sehingga keberadaan mereka harus
diperhitungkan sebagai pihak yang memiliki stake (kepentingan) terhadap
operasional perusahaan.
Perusahaan tidak hanya sekedar bertanggung jawab terhadap para pemilik
(Shareholder) sebagaimana terjadi selama ini, namun bergeser menjadi lebih luas
yaitu pada ranah sosial kemasyarakatan (Stakeholder), yang selanjutnya disebut
dengan tanggung jawab social (Social responsibility). Fenomena seperti ini
terjadi, karena adanya tuntutan dari masyarakat akibat negativeexternalities yang
timbul serta ketimpangan sosial yang terjadi (Harahap, 2002) dalam Nor Hadi
(2011:93). Untuk itu, tanggung jawab perusahaan yang semula hanya di ukur
sebatas pada indikator ekonomi (economic focused) dalam laporan keuangan, kini
harus bergeser dengan memperhitungkan faktor-faktor sosial (social dimentions)
terhadap stakeholder, baik internal maupun external.
Berdasarkan kedudukan stakeholders dalam pengelolaan perusahaan,
Jones (1995) dalam Solihin (2010:51) membagi stakeholders ke dalam dua
kategori, yaitu :
1. Inside Stakeholders
Inside Stakeholders terdiri dari orang-orang yang memiliki kepentingan
dan tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta berada di dalam organisasi
perusahaan.
Yang termaksuk ke dalam kategori inside stakeholders adalah pemegang
saham (shareholders), para manajer (managers), dan karyawan (work force).
2. Outside Stakeholders
Outside
Stakeholders
yaitu
orang-orang
maupun
pihak-pihak
(constituencies) yang bukan pemilik perusahaan, pemimpin perusahaan dan bukan
pula karyawan perusahaan tetapi memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan /
atau dipengaruhi oleh keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh perusahaan.
Yang
termasuk
kategori
outside
stakeholders
adalah
pelanggan
(customers), pemasok (suppliers), pemerintah (government), kreditor (creditors),
serikat pekerja (unions), komunitas lokal (local communities), masyarakat umum
(general public).
2.1.2
Teori Legitimasi
Legitimasi merupakan keadaan psikologis keberpihakan orang dan
kelompok orang yang sangat peka terhadap gejala lingkungan sekitarnya baik
fisik maupun non fisik. O’Donovan (2002) dalam Nor Hadi (2011:87)
berpendapat legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan
masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari
perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi merupakan manfaat
atau sumberdaya potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (going concern).
Kelangsungan
hidup
perusahaan
juga
tergantung
dari
hubungan
perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan tempat perusahaan beroperasi. Hal
ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan
memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan
nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok
kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Jika terjadi ketidakselarasan
antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan
dalam kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan
hidup perusahaan (Haniffa dan Cooke, 2005).
Sejalan dengan karakternya yang berdekatan dengan ruang dan waktu,
legitimasi
mengalami
pergeseran
bersamaan
dengan
perubahan
dan
perkembangan lingkungan dan masyarakat di mana perusahaan berada (Dowling
1975) dalam Nor Hadi (2011:87). Perubahan nilai dan norma sosial dalam
masyarakat sebagai konsekuensi perkembangan peradaban manusia juga menjadi
motivator perubahan legitimasi perusahaan di samping juga dapat
menjadi
tekanan bagi legitimasi perusahaan (Lindblom,1994) dalam Nor Hadi (2011:88).
Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan dan komunitas sekitarnya
memiliki relasi sosial yang erat karena keduanya terikat dalam suatu “social
contract”. Teori kontrak sosial menyatakan bahwa keberadaan perusahaan dalam
suatu area karena didukung secara politis dan dijamin oleh regulasi pemerintah
serta parlemen yang juga merupakan representasi dari masyarakat. Dengan
demikian, ada kontrak sosial secara tidak langsung antara perusahaan dan
masyarakat dimana masyarakat memberi cost dan benefits untuk keberlanjutan
korporasi (Lako, 2011:6). Kontrak sosial (social contract) dibuat sebagai media
untuk mengatur tatanan (pranata) sosial kehidupan masyarakat. Teori legitimasi
merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan
terhadap masyarakat (society), pemerintah individu dan kelompok masyarakat.
Untuk itu, sebagai suatu sistem yang mengedepankan keberpihakan kepada
society, operasi perusahaan harus sesuai dengan harapan masyarakat.
2.2 CorporateSocialPerformance (CSP)
Pada awalnya konsep CSR terdiri atas empat komponen kewajiban
perusahaan terhadap masyarakat (Carroll, 1979 dalam Solihin, 2008:102).
Keempat
komponen
tersebut
adalah
economic
responsibilities,
legal
responsibilities, ethical responsibilities, dan discretionary responsibilities.
Beberapa ahli seperti Ackerman dan Bauer (Carroll, 1979) dikutip dari
Solihin (2008:102), mengajukan kritik terhadap konsep CSR. Kritik mereka
ditujukan kepada istilah social responsibility dalam konsep CSR, yang seolaholah hanya menekankan kepada kewajiban perusahaan untuk melakukan sesuatu
kepada para pemangku kepentingan. Sebaliknya konsep CSR ini tidak
menunjukkan berbagai upaya sosial yang dilakukan perusahaan dan memberi
dampak terhadap para pemangku kepentingan yang dapat diukur hasilnya berupa
kinerja (performance) bagi perusahaan.
Di sisi lain, terdapat peneliti seperti Hay, Gray, dan Gates (Carroll,1979)
dalam Solihin (2008:102), yang secara deskriptif menjabarkan dalam area apa
saja perusahaan dianggap memiliki kewajiban terhadap masyarakat. Hal ini dapat
dilihat
dari
keputusan
dan
komitmen
yang
dibuat
perusahaan
untuk
mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki dalam isu-isu tertentu seperti
tanggung jawab sosial perusahaan untuk mengatasi masalah polusi, kemiskinan,
diskriminasi rasial, serta berbagai area masalah sosial lainnya.
Kebutuhan untuk mencari model CSR yang dapat mengukur dampak
pelaksanaan CSR oleh perusahaan terhadap masyarakat serta sejauh mana
pelaksanaan CSR sebagai suatu investasi sosial memberikan kontribusi bagi
peningkatan kinerja keuangan perusahaan itulah yang mendorong lahirnya konsep
Corporate Social Performance
sebagai penyempurnaan atas konsep CSR
sebelumnya (Solihin, 2008:101).
Citra atau reputasi perusahaan sendiri merupakan salah satu aset yang
sangat berharga. Corporate Social Performance merupakan hal yang cukup
penting bagi citra (reputation) perusahaan, terutama untuk jangka panjang
perusahaan yang dapat memberi kontribusi cukup berarti dalam pengembangan
berkelanjutan bagi perusahaan. Dengan demikian Corporate Social Performance
dapat menjadi salah satu ukuran bagi citra atau reputasi perusahaan. (Yunan, 2005
dalam Maulana, 2008).
Wood mendefenisikan kinerja sosial perusahaan (Corporate Social
Performance-CSP) sebagai “sebuah konfigurasi prinsip-prinsip organisasi bisnis
dari tanggung jawab sosial, proses tanggapan sosial, dan kebijakan-kebijakan,
program, dan hasil yang dapat diamati sebagai hubungan-hubungan tersebut
kepada hubungan perusahaan dalam bermasyarakat. (Orlitzky et al,. 2003)
Sedangkan menurut Karimi dalam Septiadini (2010) kinerja sosial
perusahaan adalah penilaian kinerja sebuah perusahaan dilihat dari peran sosial
CSR yang dimainkannya di tengah masyarakat. Semakin sebuah perusahaan
mengimplementasikan CSR dengan baik, maka kinerja sosial perusahaan tersebut
akan semakin terangkat. Hasil yang diharapkan, tentu kembali kepada perusahaan
dalam bentuk dukungan publik dan penguatan faktor sosial terhadap pengelolaan
dan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) dari masyarakat
terhadap perusahaan yang bersangkutan.
Berdasarkan pembahasan teori tersebut, keberadaan perusahaan tidak
terlepas dari kepentingan berbagai pihak. Investor berkepentingan terhadap
sumber daya yang diinvestasikan di perusahaan. Kreditor berkepentingan terhadap
pengembalian pokok dan bunga pinjaman. Pemerintah berkepentingan terhadap
kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku agar kepentingan
masyarakat secara umum tidak terganggu. Namun yang tak kalah pentingnya
adalah pihak-pihak yang selama ini kurang mendapat perhatian, yaitu karyawan,
pemasok, pelanggan, dan masyarakat di sekitar perusahaan. Karyawan perlu
mendapatkan penghasilan dan jaminan sosial yang layak. Bila memungkinkan,
karyawan memerlukan pendidikan dan pelatihan teknis untuk meningkatkan
keahlian sehingga dapat meningkatkan karier di perusahaan. Pemasok
berkepentingan terhadap pelunasan utang dagang. Pelanggan berkepentingan
terhadap kualitas produk perusahaan. Terakhir, masyarakat yang tinggal di sekitar
perusahaan berkepentingan terhadap dampak sosial dan lingkungan yang berasal
dari aktivitas perusahaan.
Berdasarkan contoh dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan operasi
perusahaan, maka tanggung jawab perusahaan tidak terbatas pada investor, yaitu
memberikan pengembalian yang maksimal kepada investor. Kepentingan publik
dan lingkungan juga perlu mendapat perhatian perusahaan sebagai dukungan atas
operasi perusahaan. Pelestarian lingkungan di samping bermanfaat bagi
masyarakat di sekitar juga bermanfaat bagi perusahaan khususnya perusahaan
yang memanfaatkan lingkungan dan mendapatkan keuntungan dari lingkunganya.
Penelitian ini akan menggunakan jenis pendekatan pengukuran isi laporan
tahunan dengan aspek-aspek penilaian tanggung jawab sosial yang dikeluarkan
oleh
Global
Reporting
Initiative
(GRI)
yang
diperoleh
dari
website
www.globalreporting.org. Standar GRI dipilih karena lebih memfokuskan pada
standar pengungkapan berbagai kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan
perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, rigor, dan pemanfaatan
sustainability reporting dan merupakan aturan internasional yang telah diakui
oleh perusahaan di dunia.
GRI-G4 juga menyediakan panduan mengenai bagaimana menyajikan
pengungkapan keberlanjutan dalam format yang berbeda: baik itu laporan
keberlanjutan mandiri, laporan terpadu, laporan tahunan, laporan yang membahas
norma-norma internasional tertentu, atau pelaporan online. Jenis pendekatan
pengukuran GRI-G4 melalui isi laporan tahunan dengan aspek-aspek penilaian
tanggungjawab sosial yang dikeluarkan oleh GRI (Global Reporting Initiative)
yang diperoleh dari website www.globalreporting.org.Dalam standar GRI-G4
(2013) indikator kinerja dibagi menjadi 3 komponen utama, yaitu ekonomi,
lingkungan, dan sosial mencakup praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan
bekerja, hak asasi manusia, masyarakat, tanggung jawab atas produk dengan total
kinerja indikator mencapai 91 indikator. (Sumber : www.globalreporting.org).
Penjelasannya dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2.1
91 Indikator Berdasarkan GRI-G4
KATEGORI EKONOMI
-Kinerja Ekonomi
EC1
EC2
EC3
EC4
-Keberadaan Pasar
EC5
EC6
-Dampak Ekonomi
Tidak Langsung
EC7
EC8
-Praktek Pengadaan
EC9
KATEGORI LINGKUNGAN
-Bahan
EN1
EN2
-Energi
-Air
EN3
EN4
EN5
EN6
EN7
EN8
EN9
EN10
Nilai ekonomi langsung yang
dihasilkan dan didistribusikan
Implikasi finansial dan risiko serta
peluang lainnya kepada kegiatan
organisasi karena perubahan iklim
Cakupan kewajiban organisasi atas
program imbalan pasti
Bantuan financial yang diterima dari
pemerintah
Rasio upah standar pegawai pemula
(entry
level)menurut
gender
dibandingkan
dengan
upah
minimum regional di lokasi-lokasi
operasional yang signifikan
Perbandingan manajemen senior
yang dipekerjakan dari masyarakat
local di lokasi operasi yang
signifikan
Pembangunan dan dampak dari
investasi infrastruktur dan jasa yang
diberikan
Dampak ekonomi tidak langsung
yang signifikan, termasuk besarnya
dampak
Perbandingan
dari
pembelian
pemasok lokal di operasional yang
signifikan
Bahan yang digunakan berdasarkan
berat atau volume
Persentase bahan yang digunakan
yang merupakan bahan input daur
ulang
Konsumsi energi dalam organisasi
Konsumsi energi diluar organisasi
Intensitas Energi
Pengurangan konsumsi energi
Konsumsi energi diluar organisasi
Total
pengambilan
air
berdasarkan sumber
Sumber
air
yang
secara
signifikan
dipengaruhi
oleh
pengambilan air
Persentase dan total volume air
yang didaur ulang dan digunakan
kembali
Lanjutan Tabel 2.1
91 Indikator Berdasarkan GRI-G4
-Keanekaragaman
EN11
Lokasi-lokasi operasional yang
Hayati
dimiliki,
disewa,
dikelola
didalam, atau yang berdekatan
dengan, kawasan lindung dan
kawasan
dengan
nilai
keanekaragaman hayati tinggi
diluar kawasan lindung
EN12
Uraian
dampak
signifikan
kegiatan, produk, dan jasa
terhadap keanekaragaman hayati
di kawasan lindung dan kawasan
dengan nilai keanekaragaman
hayati tinggi diluar kawasan
lindung
EN13
Habitat yang dilindungi dan
dipulihkan
EN14
Jumlah total spesies dalam iucn
red list dan spesies dalam daftar
spesies yang dilindungi nasional
dengan habitat di tempat yang
dipengaruhi
operasional,
berdasarkan
tingkat
risiko
kepunahan
Emisi gas rumah kaca (GRK)
-Emisi
EN15
EN16
EN17
EN18
EN19
EN20
EN21
-Efluen dan
Limbah
EN22
EN23
EN24
langsung (Cakupan 1)
Emisi gas rumah kaca (GRK)
energi tidak langsung (Cakupan 2)
Emisi gas rumah kaca (GRK) tidak
langsung lainnya (Cakupan 3)
Intensitas emisi gas rumah kaca
(GRK)
Pengurangan emisi gas rumah kaca
(GRK)
Emisi bahan perusak ozon (BPO)
NOX, SOX, dan emisi udara
signifikan lainnya
Total air yang dibuang berdasarkan
kualitas dan tujuan
Bobot total limbah berdasarkan
jenis dan metode pembuangan
Jumlah dan volume total tumpahan
signifikan
Lanjutan Tabel 2.1
91 Indikator Berdasarkan GRI-G4
Bobot limbah
EN25
EN26
-Produk dan Jasa
EN27
EN28
-Kepatuhan
EN29
-Transportasi
EN30
-Lain-lain
EN31
yang dianggap
berbahaya
menurut
ketentuan
konvensi Basel2 Lampiran I, II, III,
dan VIII yang diangkut, diimpor,
diekspor,
atau
diolah,
dan
persentase limbah yang diangkut
untuk pengiriman internasional
Identitas, ukuran, status lindung,
dan nilai keanekaragaman hayati
dari badan air dan habitat terkait
yang secara signifikan terkena
dampak dari pembuangan dan air
limpasan dari organisasi
Tingkat mitigasi dampak terhadap
dampak lingungan produk dan jasa
Persentase produk yang terjual dan
kemasannya yang direklamasi
menurut kategori
Nilai moneter denda signifikan dan
jumlah total sanksi non-moneter
atas
ketidakpatuhan
terhadap
undang-undang dan peraturan
lingkungan
Dampak lingkungan signifikan dari
pengangkutan produk dan barang
lain serta bahan untuk operasional
organisasi,
dan
pengangkutan
tenaga kerja
Total pengeluaran dan investasi
perlindungan
lingkungan
berdasarkan jenis
-Asesmen
Pemasok Atas
Lingkungan
EN32
EN33
-Mekanisme
EN34
Pengaduan
Masalah
Lingkungan
KATEGORI SOSIAL
SUB-KATEGORI:
PRAKTEK
KENYAMANAN BEKERJA
Persentase penapisan pemasok baru
menggunakan kriteria lingkungan
Dampak
lingkungan
negatif
signifikan aktual dan potensial
dalam rantai pasokan dan tindakan
yang diambil
Jumlah pengaduan tentang dampak
lingkungan
yang
diajukan,
ditangani, dan diselesaikan melalui
mekanisme pengaduan resmi
KETENAGAKERJAAN
DAN
-Kepegawaian
Lanjutan Tabel 2.1
91 Indikator Berdasarkan GRI-G4
Jumlah total dan tingkat perekrutan
LA1
LA2
LA3
-Hubungan
Industrial
LA4
-Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
VV
LA5
LA6
LA7
LA8
-Pelatihan dan
Pendidikan
LA9
LA10
karyawan baru dan turnover
karyawan menurut kelompok umur,
gender, dan wilayah
Tunjangan yang diberikan bagi
karyawan purnawaktu yang tidak
diberikan bagi karyawan sementara
atau paruh waktu, berdasarkan
lokasi operasi yang signifikan
Tingkat kembali bekerja dan
tingkat
retensi
setelah
cuti
melahirkan, menurut gender
Jangka
waktu
minimum
pemberitahuan
mengenai
perubahan operasional, termasuk
apakah hal tersebut tercantum
dalam perjanjian bersama
Persentase total tenaga kerja yang
diwakili dalam komite bersama
formal manajemen-pekerja yang
membantu
mengawasi
dan
memberikan
saran
program
kesehatan dan keselamatan kerja
Jenis dan tingkat cedera, penyakit
akibat kerja, hari hilang, dan
kemangkiran, serta jumlah total
kematian akibat kerja, menurut
daerah dan gender
Pekerja yang sering terkena atau
berisiko tinggi terkena penyakit
yang terkait dengan pekerjaan
mereka
Topik kesehatan dan keselamatan
yang tercakup dalam perjanjian
formal dengan serikat pekerja
Jam pelatihan rata-rata per tahun
per karyawan menurut gender, dan
menurut kategori karyawan
Program
untuk
manajemen
keterampilan dan pembelajaran
seumur hidup yang mendukung
keberkelanjutan kerja karyawan
dan membantu mereka mengelola
purna bakti
Lanjutan Tabel 2.1
91 Indikator Berdasarkan GRI-G4
Persentase
karyawan
LA11
-Keberagaman dan
Kesetaraan
Peluang
LA12
-Kesetaraan
Remunerasi
Perempuan dan
Laki-laki
LA13
-Asesmen
Pemasok Terkait
Praktik
Ketenagakerjaan
LA14
LA15
yang
menerima reviuw kinerja dan
pengembangan
karier
secara
reguler, menurut gender dan
kategori karyawan
Komposisi badan tata kelola dan
pembagian karyawan per kategori
karyawan
menurut
gender,
kelompok
usia,
keanggotaan
kelompok minoritas, dan indikator
keberagaman lainnya
Rasio gaji pokok dan remunerasi
bagi perempuan terhadap laki-laki
menurut
kategori
karyawan,
berdasarkanlokasi operasional yang
signifikan
Persentase penapisan pemasok baru
menggunakan
kriteria
praktik
ketenagakerjaan
Dampak negatif aktual dan
potensial yang signifikan terhadap
praktik
ketenagakerjaandalam
rantai pasokan dan tindakan yang
diambil
SUB-KATEGORI: HAK ASASI MANUSIA
Jumlah
-Investasi
HR1
HR2
-Non-Diskriminasi
HR3
-Kebebasan
Berserikat dan
Perjanjian Kerja
Bersama
HR4
total dan persentase
perjanjian dan kontrak investasi
yang signifikan yang menyertakan
klausul terkait hak asasi manusia
atau penapisan berdasarkan hak
asasi manusia
Jumlah waktu pelatihan karyawan
tentang kebijakan atau prosedur
hak asasi manusia terkait dengan
Aspek hak asasi manusia yang
relevan dengan operasi, termasuk
persentase karyawan yang dilatih
Jumlah total insiden diskriminasi
dan tindakan korektif yang diambil
Operasi pemasok teridentifikasi
yang mungkin melanggar atau
berisiko tinggi melanggar hak
untuk melaksanakan kebebasan
berserikat dan perjanjian kerja
bersama, dan tindakan yang
diambil untuk mendukung hakhak tersebut
-Pekerja Anak
Lanjutan Tabel 2.1
91 Indikator Berdasarkan GRI-G4
Operasi dan pemasok yang
HR5
-Pekerja Paksa
Atau Wajib Kerja
HR6
-Praktik
Pengamanan
HR7
-Hak Adat
HR8
-Asesmen
HR9
-Asesmen
Pemasok Atas Hak
Asasi Manusia
HR10
HR11
-Mekanisme
Pengaduan
Masalah Hak
Asasi Manusia
HR12
SUB-KATEGORI: MASYARAKAT
-Masyarakat Lokal
SO1
SO2
diidentifikasi berisiko tinggi
melakukan eksploitasi pekerja anak
dan tindakan yang diambil untuk
berkontribusi dalam penghapusan
pekerja anak yang efektif
Operasi dan pemasok yang
diidentifikasi
berisiko
tinggi
melakukan pekerja paksa atau
wajib kerja dan tindakan untuk
berkontribusi dalam penghapusan
segala bentuk pekerja paksa atau
wajib kerja
Persentase petugas pengamanan
yang dilatih dalam kebijakan atau
prosedur hak asasi manusia di
organisasi yang relevan dengan
operasi
Jumlah total insiden pelanggaran
yang
melibatkan
hak-hak
masyarakat adat dan tindakan yang
diambil
Jumlah total dan persentase operasi
yang telah melakukan reviu atau
asesmen dampak hak asasi manusia
Persentase penapisan pemasok baru
menggunakan kriteria hak asasi
manusia
Dampak negatif aktual dan
potensial yang signifikan terhadap
hak asasi manusia dalam rantai
pasokan dan tindakan yang diambil
Jumlah pengaduan tentang dampak
terhadap hak asasi manusia yang
diajukan, ditangani, dan
diselesaikan melalui mekanisme
pengaduan formal
Persentase operasi dengan pelibatan
masyarakat lokal, asesmen dampak,
dan program pengembangan yang
diterapkan
Operasi dengan dampak negatif
aktual
dan
potensial
yang
signifikan terhadap masyarakat
lokal
-Anti-Korupsi
Lanjutan Tabel 2.1
91 Indikator Berdasarkan GRI-G4
Jumlah total dan persentase operasi
SO3
SO4
SO5
-Kebijakan Publik
SO6
-Anti Persaingan
SO7
-Kepatuhan
SO8
-Asesmen
Pemasok Atas
Dampak Terhadap
Masyarakat
S09
SO10
yang dinilai terhadap risiko terkait
dengan
korupsi
dan
risiko
signifikan yang teridentifikasi
Komunikasi
dan
pelatihan
mengenai kebijakan dan prosedur
anti-korupsi
Insiden korupsi yang terbukti dan
tindakan yang diambil
Nilai total kontribusi politik
berdasarkan
negara
dan
penerima/penerima manfaat
Jumlah total tindakan hukum
terkait Anti Persaingan, anti-trust,
serta praktik monopoli dan hasilnya
Nilai
moneter
denda
yang
signifikan dan jumlah total sanksi
non-moneter atas ketidakpatuhan
terhadap
undang-undang
dan
peraturan
Persentase penapisan pemasok baru
menggunakan
kriteria
untuk
dampak terhadap masyarakat
Dampak negatif aktual dan
potensial yang signifikan terhadap
masyarakat dalam rantai pasokan
dan tindakan yang diambil
Jumlah pengaduan tentang dampak
terhadap masyarakat yang diajukan,
ditangani, dan diselesaikan melalui
mekanisme pengaduan resmi
-Mekanisme
SO11
Pengaduan
Dampak Terhadap
Masyakat
SUB-KATEGORI: TANGGUNGJAWAB ATAS PRODUK
Persentase kategori produk dan jasa
-Kesehatan
PR1
yang signifikan dampaknya terhadap
Keselamatan
kesehatan dan keselamatan yang
Pelanggan
PR2
dinilai untuk peningkatan
Total jumlah insiden ketidakpatuhan
terhadap peraturan dan koda sukarela
terkait dampak kesehatan dan
keselamatan dari produk dan jasa
sepanjang daur hidup, menurut jenis
hasil
Lanjutan Tabel 2.1
91 Indikator Berdasarkan GRI-G4
Jenis informasi produk dan jasa
-Pelabelan
PR3
yang diharuskan oleh prosedur
Produk dan Jasa
PR4
PR5
-Komunikasi
Pemasaran
PR6
PR7
-Privasi
Pelanggan
PR8
-Kepatuhan
PR9
organisasi terkait dengan informasi
dan pelabelan produk dan jasa,
serta persentase kategori produk
dan jasa yang signifikan harus
mengikuti persyaratan informasi
sejenis
Jumlah total Insiden ketidakpatuhan
terhadap peraturan dan koda
sukarela terkait dengan informasi
dan pelabelan produk dan jasa,
menurut jenis hasil
Hasil survei untuk mengukur
kepuasan pelanggan
Penjualan produk yang dilarang
atau disengketakan
Jumlah total Insiden ketidakpatuhan
terhadap peraturan dan koda
sukarela
tentang
komunikasi
pemasaran,
termasuk
iklan,
promosi, dan sponsor, menurut
jenis hasil
Jumlah total keluhan yang terbukti
terkait dengan pelanggaran privasi
pelanggan dan hilangnya data
pelanggan
Nilai
moneter
denda
yang
signifikan atas ketidakpatuhan
terhadap
undang-undang
dan
peraturan terkait penyediaan dan
penggunaan produk dan jasa
Sumber: www.globalreporting.org. (Data Diolah)
GRI-G4 dirancang agar dapat diterapkan secara universal untuk semua
organisasi, besar dan kecil, di seluruh dunia. Pengukuran dilakukan berdasarkan
indeks pengungkapan masing-masing perusahaan yang dihitung melalui
pembagian antara jumlah item yang diungkapkan dengan jumlah item yang
diharapkan diungkapkan perusahaan, yang dirumuskan sebagai berikut:
CSRDIj =
Keterangan:
CSRIj
nj
∑xij
nj
: Corporate Social Responsibility Indeks Perusahaan j
: Jumlah kriteria pengungkapan Corporate Social Responsibility
(CSR) untuk perusahaan j, nj ≤ 91
Xij
: 1 = Jika kriteria diungkapkan; 0 = Jika kriteria tidak diungkapkan
Dengan diprakarsai oleh IAI-KAM pada pertengahan 2005, telah didirikan
lembaga semacam GRI yang diberi nama “National Center For Sustainability
Reporting (NCSR)”. Lembaga independen ini memiliki misi: “Meyusun dan
meyebarluaskan
pedoman
penyusunan
laporan
keberlanjutan
untuk
organisasi/perusahaan di Indonesia”.
National Center forSustainability Reporting (NCSR) Indonesia adalah
sebuah wadah (organisasi) independen dalam rangka pengembangan, pembinaan,
pengukuran dan pelaporan atas implementasi keberlanjutan perusahaan (corporate
sustainability). NSCR Indonesia memiliki anggota dari korporasi, organisasi, dan
individu-individu profesional yang mempunyai visi dan komponen yang sama
dalam menerapkan dan mengembangkan pembangunan berkelanjutan di
Indonesia.
Terbentuknya pusat pelaporan nasional, National Center forSustainability
Reporting (NCSR) pada tahun 2005. Lima organisasi independen penting, yaitu
Institut
Akuntan
Manajemen
Indonesia
(IAMI),
Indonesia
Netherlands
Association (INA), National Committe on Governance (NCG), Forum for
Corporate Governance in Indonesia (FCGI), dan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI)
mengumpulkan sumber daya mereka ke dalam prakarsa ini dengan visi menjadi
pemimpin dalam menyediakan standar pelaporan keberlanjutan bagi perusahaan
di Indonesia (Urip, 2014 : 99)
2.3 CorporateFinancialPerformance (CFP)
2.3.1
ROA
Harahap
(2010:305)
“Return
On
Assets
(ROA)
menggambarkan perputaran aktiva diukur dari penjualan. Semakin
besar rasio ini maka semakin baik dan hal ini berarti bahwa aktiva
dapat lebih cepat berputar dan meraih laba”.
Return On Assets (ROA) menjadi salah satu pertimbangan
investor di dalam melakukan investasi. Return on Asset adalah
salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dapat mengukur
kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan
dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan.
Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi
pulaROA, hal itu berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam
penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. Jika rasio ini
mengalami penurunan maka akan mempengaruhi perusahaan dalam
mencari laba. Karena rasio ini menurun di pengaruhi oleh dua
indikator yaitu utang dan beban yang ditanggung oleh perusahaan
lebih besar dari pada pendapatan yang di peroleh oleh perusahaan.
Jadi penurunan rasio ini sangat berpengaruh pada laba yang di
peroleh perusahaan.
2.3.2
ROE
Return On Equity (ROE) merupakan sebuah rasio yang
sering dipergunakan oleh pemegang saham untuk menilai kinerja
perusahaan yang bersangkutan. ROE mengukur besarnya tingkat
pengembalian modal dari perusahaan (Sawir, 2005:20).
Weston dan Copeland (2002:241) mengatakan bahwa
“rentabilitas usaha adalah hasil pengembalian atas ekuitas
mengukur pengembalian nilai buku kepada pemilik perusahaan,
rasio ini merupakan suatu rasio tujuan akhir. Return on Equity atau
tingkat pengembalian ekuitas pemilik mengukur seberapa besar
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba yang menjadi hak
bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini dipengaruhi oleh besar
kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi utang perusahaan
makin besar maka rasio ini juga akan makin besar. Dengan
demikian maka modal yang dimiliki oleh perusahaan tidak
memberikan laba yang memuaskan bagi perusahaan. Rasio ini
digunakan untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan dalam
mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah
pajak.Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan
yang dicapai perusahaan sehingga kemungkinan suatu perusahaan
dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Pemilik perusahaan lebih
tertarik pada seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh
keuntungan terhadap modal yang ia tanamkan.
Kinerja keuangan (finansial) perusahaan dapat diukur dari laporan
keuangan yang dikeluarkan perusahaan secara periodik yang memberikan suatu
gambaran tentang posisi keuangan. Adapun jenis laporan keuangan yang lazim
dikenal adalah: laporan neraca yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan,
laporan laba/rugi yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dan laporan arus
kas yang menggambarkan sumber dan penggunaan kas dalam suatu periode
(Harahap, 2011:105).
Analisis
laporan keuangan adalah segala sesuatu yang menyangkut
penggunaan informasi akuntansi untuk membuat keputusan bisnis dan investasi.
Analisis keuangan dirancang bagi pengusaha, investor, dan kreditor di mana
mereka harus memahami bagaimana membaca mengartikan serta menganalisis
laporan keuangan. Laporan keuangan melaporkan posisi keuangan perusahaan
pada suatu waktu tertentu maupun selama beberapa periode yang lalu (Astuti,
2004:29).
Kinerja keuangan dipakai manajemen sebagai salah satu pedoman untuk
mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Laporan dari kinerja
keuangan dibuat untuk menggambarkan kondisi keuangan perusahaan masa lalu
dan digunakan untuk memprediksi keuangan dimasa yang akan datang. Kinerja
keuangan berperan penting karena digunakan sebagai indikator penilaian baik atau
buruknya kondisi keuangan dan prestasi kerja suatu perusahaan dalam waktu
tertentu.
Teknik analisis laporan keuangan yang digunakan dalam penelitian ini
untuk menilai kinerja keuangan perusahaan adalah analisis rasio. Teknik ini sudah
banyak digunakan para analis keuangan untuk mengetahui kondisi keuangan
perusahaan. Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan
dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan
yang relevan dan signifikan (Harahap, 2011:297).
2.4 Hubungan antara CorporateSocialPerformance (CSP) dengan Corporate
FinancialPerformance (CFP)
Peran perusahaan di tengah komunitas suatu bangsa adalah tidak hanya
sebagai “institusi ekonomi” yang mengejar tujuan ekonomi, tetapi juga sebagai
“institusi sosial”. Sebagai institusi sosial, perusahaan dituntut melakukan
pembaruan-pembaruan sosial dan mendonasikan sumber daya ekonominya untuk
membantu mengatasi isu-isu sosial dan lingkungan. Selain itu, setiap peningkatan
skala operasi perusahaan juga secara otomatis akan meningkatkan skala dampak
negatifnya pada lingkungan dan masyarakat, sementara profits-nya hanya
dinikmati para pemegang saham. Hal ini menyebabkan ketidakadilan sehingga
pebisnis dan korporasi harus bertindak adil dengan menyisihkan keuntungan
untuk membantu mengatasi isu-isu sosial dan lingkungan. Meskipun dalam jangka
pendek akan meningkatkan cost dan menurunkan laba, namun dalam jangka
panjang akan mendatangkan economic benefits bagi perusahaan. Sebagai contoh,
pangsa pasar yang meluas karena loyalitas konsumen kian banyak, kelangsungan
bisnis yang aman dan kondusif karena meningkatnya kepercayaan para
stakeholder, serta profitabilitas yang juga akan meningkat (Lako A, 2011:105).
Hubungan antara CSP dan CFP menurut penelitian Poddi & Vergali
(2009) menjelaskan bahwa biaya intangible lebih besar dilakukan oleh perusahaan
yang melakukan pengungkapan CSP. Sementara hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa ROE lebih besar dimiliki oleh perusahaan yang secara
sukarela mengungkapkan CSP dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan
pengungkapan CSP. Penelitiannya juga menujukkan terdapat hubungan positif
antara CSP dengan kinerja pasar perusahaan
Hubungan positif antara CFP dengan CSP juga dijelaskan oleh Waddock
& Graves, (1997) yang menyatakan jika perusahaan tidak berperilaku etis dan
bertanggung jawab, dengan mencoba untuk mengurangi cost pertanggungjawaban
sosial maka dalam jangka panjang perusahaan tidak akan mendapat manfaat
berkelanjutan. Selain itu CSP dianggap sebagai Good Management yang akan
meningkatkan hubungan dengan stakeholder dan dalam waktu yang sama akan
meningkatkan
kinerja
secara
keseluruhan.
Alasan
berikutnya,
dengan
mendasarkan pada theory of scarce resources, bahwa perilaku CSP merupakan
suatu konsekuensi dan bukan suatu sebab dari peningkatan kinerja. Ketika
perusahaan memiliki sumber daya yang lebih besar maka sebaiknya dialokasikan
untuk aktivitas semacam CSP,
Menurut model teori stakeholder, perusahaan perlu menjalin hubungan
dengan stakeholdernya, terutama stakeholder yang mempunyai power dalam
mengendalikan ketersediaan sumber daya (Chariri dan Ghozali 2007:410).
Perusahaan juga perlu mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan dari masingmasing kelompok stakeholder jadi bukan hanya kebutuhan dan keinginan dari
shareholdernya saja yang perlu diakomodasi oleh perusahaan, melainkan seluruh
stakeholdernya.
Oleh karena itu perusahaan akan mempertimbangkan kepentingan dari
pemangku kepentingan karena adanya komitmen moral dari manajemen
perusahaan terhadap para pemangku kepentingan. Komitmen moral ini akan
mendorong perusahaan untuk merumuskan strategi perusahaan di mana strategi
perusahaan akan berpengaruh terhadap pencapaian kinerja keuangan perusahaan.
Salah satu strategi untuk menjaga hubungan dengan stakeholder adalah dengan
mengungkapkan CSR, dimana kinerja sosial perusahaan dilihat dari peran CSR
yang dimainkannya ditengah masyarakat. Menurut model teori stakeholder ini
juga menyebutkan bahwa kenaikan dan penurunan kinerja keuangan sejalan
dengan kenaikan dan penurunan dari pengungkapan kinerja sosialnya.
Teori legitimasi menegaskan bahwa perusahaan terus berupaya untuk
memastikan bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam
masyarakat atau lingkungan di mana perusahaan berada, di mana mereka berusaha
untuk memastikan bahwa aktifitas mereka (perusahaan) diterima oleh pihak luar.
Teori legitimasi kaitannya dengan kinerja sosial dan kinerja keuangan adalah
apabila terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai
masyarakat (legitimacy gap) maka perusahaan dapat kehilangan legitimasinya,
yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan.
Untuk mensinergikan aktivitas operasionalnya dalam memperoleh tujuan
finansialnya dengan suatu sistem sosial yang berlaku di masyarakat dalam rangka
mendapatkan legitimasi sehingga dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan
dalam waktu yang panjang. Perusahaan perlu merumuskan strategi yang dapat
mengakomodasi
ketidakselarasan
tersebut
yaitu
salah
satunya
dengan
mengungkapkan CSP yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja sosial
perusahaan. berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara
kinerja sosial perusahaan dan kinerja keuangan adalah positif dimana hubungan
positif tersebut menunjukkan arti yaitu pencapaian tinggi rendahnya kinerja
keuangan sejalan dengan pencapaian tinggi rendahnya kinerja sosial perusahaan.
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan
2.5.1
Size
Ferry dan Jones (1979), ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana
dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara
lain: total aktiva, penjualan, log size, nilai pasar saham, kapitalisasi pasar, dan
lain-lain yang semuanya berkorelasi tinggi. Semakin besar total aktiva, penjualan,
log size, nilai pasar saham, dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran
perusahaan tersebut. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga
kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium size),
dan perusahaan kecil (small firm). Sedangkan Yusuf dan Soraya (2004) ukuran
perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki perusahaan,
ditunjukan oleh natural logaritma dari total aktiva.
Menurut
Sawir
(2004:101)ukuran
perusahaan
dinyatakan
sebagai
determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi untuk alasan yang
berbeda :
1.
Pertama, ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan
perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil umumnya
kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir baik untuk obligasi
maupun saham. Meskipun mereka memiliki akses, biaya peluncuran dari
penjualan sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi penghambat. Jika
penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas perusahaan kecil mungkin
kurang dapat dipasarkan sehingga membutuhkan penentuan harga
sedemikian rupa agar investor mendapatkan hasil yang memberikan return
lebih tinggi secara signifikan.
2.
Kedua, ukuran perushaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam
kontrak keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih pendanaan dari
berbagai bentuk hutang, termaksud penawaran spesial yang lebih
menguntungkan dibandigkan yang ditawarkan perusahaan kecil. Semakin
besar jumlah uang yang digunakan, semakin besar jumlah uang yang
digunakan, semakin besar kemungkinan-kemungkinan pembuatan kontrak
yang dirancang sesuai dengan preferensi kedua pihak sebagai ganti dari
penggunaan kontrak standar hutang.
3.
Ketiga, ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat
perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba. Pada
akhirnya, ukuran perusahaan diikuti oleh karakteristik lain
yang
mempengaruhi struktur keuangan. Karakteristik lain tersebut seperti
perusahaan sering tidak mempunyai staf khusus, tidak menggunakan
rencana keuangan dan tidak mengembangakan sistem akuntansi mereka
menjadi suatu sistem manajemen.
Company Size didefinisikan sebagai ukuran suatu perusahaan yang dapat
diukur dengan jumlah aset suatu perusahaan, penjualan dan kapasitas pasar.
Dalam penelitian ini menggunakan jumlah aset sebagai cara untuk pengukuran
company size. Karena total aset suatu perusahaan lebih stabil dari tahun ke tahun.
Semakin banyak jumlah aset suatu perusahaan seharusnya semakin baik juga
kondisi suatu perusahaan tersebut dan menarik perhatian bagi para investor untuk
menanam sahamnya pada perusahaan tersebut (Yustiana, 2011).
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini telah dilakukan
beberapa peneliti, secara ringkas adalah sebagai berikut:
Hubungan positif antara CFP dengan CSP dijelaskan oleh Waddock &
Graves, (1997) yang menyatakan jika perusahaan tidak berperilaku etis dan
bertanggung jawab, dengan mencoba untuk mengurangi kos pertanggungjawaban
sosial maka dalam jangka panjang perusahaan akan tidak akan mendapatkan
manfaat berkelanjutan. Selain itu CSP dianggap sebagai Good Management yang
akan meningkatkan hubungan dengan stakeholder dan dalam waktu yang sama
akan meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Alasan berikutnya, dengan
mendasarkan pada theory of scarce resources, bahwa perilaku CSP merupakan
suatu konsekuensi dan bukan suatu sebab dari peningkatan kinerja. Ketika
perusahaan memiliki sumber daya yang lebih besar maka sebaiknya dialokasikan
untuk aktivitas semacam CSP.
Ahmad (2013) meneliti tentang Pengaruh Corporate Social Performance
terhadap Corporate Financial Performance. Hasil penelitian ini menunjukkan
CSP berpengaruh secara segnifikan terhadap ROA dan ROE. Size berpengaruh
signifikan terhadap hubungan CSP dan ROA namun tidak terhadap ROE.
Leverage signifikan terhadap hubungan CSP dengan ROA dan ROE.
Titisari
(2010)
meneliti
tentang
Pengaruh
Corporate
Financial
Performance terhadap Corporate Social Performance. Hasil penelitian ini
menunjukkan variabel financial performance yang di proxy dengan ROA
berpengaruh secara signifikan terhadap social performance. Sedangkan variabel
financial performance yang di proxy dengan ROE tidak signifikan mempengaruhi
social performance.
Rachmawati dan Sari (2010) juga meneliti tentang hubungan antara
Corporate Social Performance (CSP) dengan Corporate Financial Performance
(CFP). Hasil dari penelitian ini ialah Corporate Social Performance berpengaruh
positif terhadap Corporate Financial Performance dan Size berpengaruh positif
pada pengembalian asset di perusahaan.
Fauzi, et al. (2007) meneliti hubungan antara kinerja sosial perusahaan
(CSP) dengan kinerja keuangan perusahaan (CFP) untuk menentukan apakah CSP
adalah terkait dengan kinerja perusahaan dengan menggunakan slack resource
theory dan good management theory. Selain itu, mengkaji apakah ukuran
perusahaan atau industri mempengaruhi hubungan antara CSP dan CFP. Hasil dari
studi gagal untuk menemukan hubungan yang signifikan antara CSP dan CFP di
kedua model.
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
Peneliti
(Tahun)
Sandra A
Waddock
dan Samuel
B Graves
(1997)
Judul
Penelitian
The Corporate
Social
PerformanceFinancial
Performance
Link
Variabel
Penelitian
Kinerja sosial,
kinerja
keuangan.
Metode
Analisis
Regresi
Berganda
2.
Zulfikar Ali
Ahmad
(2013)
CSP, ROA,
ROE, Size,
Leverage
Ordinary
Least Square
Regression
Corporate
Social
Performanceberhubungan
positif dengan Financial
Performance.
3.
Hasan Fauzi,
Lois
Mahoney,
Azhar Abdul
Rahman
(2007)
CSP, CFP,
Ukuran
Perusahaan,
Tipe Industri
Regresi
Berganda
Pada perusahaan Indonesia
kinerja sosial dan keuangan
tidak berhubungan, Temuan
ini menunjukkan bahwa
investor institusi tidak
memasukkan CSP sebagai
bagian dari keputusan
investasi mereka.
4.
Kartika
Hendra
Titisari
(2010)
Pengaruh
Corporate
Social
Performance
Terhadap
CorporateFinan
cial
Performance
Institutional
Ownership and
Corporate
Social
Performance:
Empirical
Evidence from
Indonesian
Companies
Pengaruh
Corporate
Financial
Performance
Terhadap
Corporate
Social
Performance
CSP, ROA,
ROE, DER,
Beta dan PBV
Regresi
Berganda
Variabel
financial
performance yang di proxi
dengan ROA berpengaruh
secara signifikan terhadap
social
performance.
Sedangkan
variabel
financial
performance yang di proxi
dengan
ROE
tidak
signifikan
mempengaruhi
social
performance.
5.
Rima
Rachmawati
dan Dina
Sari
(2010)
CSP, ROA,
ROE, Size
Regresi
Berganda
Corporate
Social
Performance berpengaruh
positif terhadap Corporate
Financial
Performance.
Size berpengaruh positif
pada pengembalian asset di
perusahaan.
No
1.
Related
Corporate
Social
Performance
(CSP) and
Corporate
Financial
Performance
(CFP)
Hasil Penelitian
Hubungan positif antara
CFP dengan CSP
2.7 Kerangka Konseptual
Pemilik modal sebagai investor dalam suatu perusahaan akan memilih
perusahaan yang baik pengelolaannya. Perusahaan yang baik pengelolaannya
tidak hanya dalam pengelolaan keuangannya, tetapi juga dalam hal aktivitas
sosialnya. Saat perusahaan melakukan suatu aktivitas sosial dan perusahaan juga
mengungkapkannya di dalam laporan tahunan, secara otomatis pihak yang
membaca laporan tahunan akan mengetahui bahwa perusahaan melakukan
aktivitas sosial. Investor sebagai pemilik dana di perusahaan akan melihat bahwa
perusahaan melakukan aktivitas yang baik sehingga mereka akan semakin percaya
untuk menempatkan modalnya di perusahaan tersebut.
Pada dasarnya tanggung jawab manajemen juga untuk meningkatkan
kinerja keuangan. Komponen stakeholder seperti investor, kreditor, dan tenaga
kerja sangat memperhatikan tentang kinerja perusahaan. Kinerja keuangan yang
lebih tinggi menyebabkan peningkatan kemakmuran stakeholder. Selain itu,
berdasarkan slack resource theory (Waddock dan Graves, 1997), peningkatan
kinerja keuangan membuat perusahaan memiliki lebih banyak kesempatan untuk
meningkatkan kinerja sosial dalam semua aspek. Ada banyak ukuran-ukuran yang
digunakan untuk mewakili kinerja keuangan termasuk ROA (Return on Assets)
dan ROE (Return on Equity) (Waddock dan Graves, 1997).
Menurut Waddock dan Graves (1997) ukuran perusahaan berkaitan
dengan kinerja sosial perusahaan, yaitu perusahaan-perusahaan besar berperilaku
dengan cara yang lebih bertanggung jawab secara sosial daripada perusahaan
kecil. Selain itu, ukuran perusahaan dapat memiliki hubungan dengan kepemilikan
institusional, yaitu perusahaan-perusahaan besar mendapatkan lebih banyak
perhatian dari kelompok stakeholder eksternal daripada perusahaan-perusahaan
kecil, dan dengan begitu mereka perlu menanggapinya.
Sebuah studi penting yang dilakukan oleh Profesor Stephen Erfle dan
Michael Frantantuono menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki
peringkat tertinggi dalam hal riwayat mereka pada berbagai isu sosial (termaksuk
kegiatan
amal,
program
bakti
sosial,
pemeliharaan
lingkungan
hidup,
pemberdayaan perempuan, dan advokasi kelompok minoritas) juga memiliki
kinerja keuangan yang lebih besar. Kinerja keuangan yang lebih baik dalam hal
pertumbuhan laba operasi, rasio penjualan terhadap aset, pertumbuhan penjualan,
pengembalian atas ekuitas (ROE), pertumbuhan laba terhadap aset, pengembalian
atas investasi (ROI), pengembalian atas aset (ROA) dan pertumbuhan aset.
(Hartman dan Desjardins, 2008:170)
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Variable Independen (X)
Variable Dependen (Y)
Corporate Social
Performance
Corporate Financial
Performance :
1. ROA
2. ROE
Variable Moderating (Z)
Size
Sumber : Rachmawati dan Sari (2010)
2.8 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual, makahipotesis dalam penelitian ini
adalah:
H1 : Corporate Social Performance berpengaruh terhadap Corporate Financial
Performance yang diproxi dengan ROA
H2 : Corporate Social Performance berpengaruh terhadap Corporate Financial
Performance yang diproxi dengan ROE
H3 : Size berpengaruh terhadap hubungan antara Corporate Social Performance
dan Corporate Financial Performance yang diproxi dengan ROA
H4 : Size berpengaruh terhadap hubungan antara Corporate Social Performance
dan Corporate Financial Performance yang diproxi dengan ROE
Download