1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Piaget (dalam Sagala, 2009 :1) pendidikan berarti menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak, walaupun suatu penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan penciptaan yang lain. Menurut Jean Piaget (dalam Sagala, 2009 :1) pendidikan sebagai penghubung dua sisi, di satu sisi individu yang sedang tumbuh dan di sisi lain nilai sosial, intelektual, dan moral yang menjadi tanggung jawab pendidik untuk mendorong individu tersebut. Individu berkembang sejak lahir dan terus berkembang, perkembangan ini bersifat kausal. Namun terdapat komponen normatif, juga karena pendidik menuntut nilai. Nilai adalah norma yang berfungsi sebagai penunjuk dalam mengidentifikasi apa yang diwajibkan, diperbolehkan, dan dilarang. Jadi, pendidikan adalah hubungan antara normatif individu dan nilai. Pandangan tersebut memberi makna bahwa pedidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi kelangsungan kehidupan manusia. Berawal dari kesuksesan di bidang pendidikan, suatu bangsa menjadi lebih maju. Melalui pendidikan sumber daya manusia yang berkualitas dicetak untuk menjadi motor penggerak kemajuan dan kemakmuran bangsa. Proses pendidikan sudah dimulai sejak manusia itu dilahirkan dalam lingkungan keluarga dilanjutkan ke jenjang pendidikan formal, terstruktut dan tersistematis dalam lingkungan sekolah. Di sekolah akan terjadi interaksi secara langsung antara siswa sebagai peserta didik dan guru sebagai pendidik dalam suatu proses pembelajaran. Pembelajaran fisika juga merupakan kegiatan pendidikan yang dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam mencapai kompetensi dasar. Fisika sebagai salah satu bagian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berusaha memahami aturan-aturan alam yang begitu indah dan dengan rapih dapat dideskripsikan secara matematis. Mata pelajaran Fisika di SMA bertujuan agar siswa mampu menguasai konsep-konsep Fisika dan keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap 2 ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Pengetahuan Fisika akan bermanfaat bagi siswa hanya jika pengetahuan tersebut mempunyai fleksibilitas terhadap studi lanjut maupun dunia kerja. Fisika menganggap bahwa benda-benda maupun segala peristiwa di alam dunia ini terjadi dengan mengikuti pola-pola tertentu serta dapat dipelajari dan dipahami melalui pembelajaran yang cermat dan sistematis. Fisika adalah mata pelajaran yang banyak menuntut intelektualitas yang relatif tinggi sehingga sebagian besar siswa mengalami kesulitan mempelajarinya. Keadaan yang demikian ini lebih diperparah lagi dengan penggunaan metode pembelajaran Fisika yang tidak tepat. Guru terlalu mengandalkan metode pembelajaran yang cenderung bersifat informatif sehingga pengajaran Fisika menjadi kurang efektif karena siswa memperoleh pengetahuan Fisika yang lebih bersifat nominal daripada fungsional. Akibatnya, siswa tidak mempunyai keterampilan yang diperlukan dalam pemecahan masalah karena siswa tidak mampu menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari untuk memecahkan soalsoal Fisika yang dihadapi. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru fisika yang mengajar di sekolah SMA Swasta Dharmawangsa Medan, adanya beberapa kendala pada proses pembelajaran, yaitu guru kurang menarik atau bersifat monoton saat menyampaikan pembelajaran sehingga pemahaman konsep siswa kurang baik dan berakibat dalam proses pembelajaran siswa hanya menghafal rumus. Kendala tersebut mengakibatkan banyak siswa yang memperoleh hasil belajar di bawah batas ketentuan ketuntasan. Hal ini sesuai dengan hasil angket yang diberikan oleh peneliti kepada siswa di SMA Swasta Dharmawangsa Medan pada Desember 2016 dengan memberikan daftar pertanyaan berupa angket kepada 40 siswa. Dan data yang diperoleh dari angket tersebut adalah 77,5% (31 siswa) mengatakan fisika itu sulit. Berdasarkan data bisa dilihat bahwa sebahagian besar siswa menganggap bahwa fisika itu sulit dikarenakan cara mengajar guru yang kurang menarik. Bisa dilihat dari data yang di peroleh dari angket bahwa 70% (28 siswa) mengatakan bahwa guru mengajar di kelas dengan sistem mencatat dan 3 mengerjakan latihan, cara guru membuka pelajaran juga kurang menarik dikuatkan dengan pernyataan 77,5% (31 siswa) mengatakan guru membuka pelajaran dengan menanyakan tugas. Hal inilah yang terjadi di sekolah, siswa menjadi tidak aktif saat proses pembelajaran, kurangnya kegiatan praktikum, dan menunjukkan bahwa proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered) atau cenderung mengutamakan keaktifan guru dibandingkan siswa sehingga keingintahuan siswa tentang fisika cukup rendah walaupun 62,5% (25 siswa) memiliki buku fisika lebih dari dua, dan selebihnya ada juga yang memiliki buku fisika hanya satu buah,. Kurangnya keaktifan siswa tersebut dinyatakan dengan teknik belajar menghafal dari apa yang diterimanya dari guru tanpa harus siswa menemukan sendiri makna fisis dari konsep yang diajarkan. Upaya untuk memecahkan permasalahan pembelajaran yang demikian perlu dilakukan upaya antara lain berupa perbaikan strategi pembelajaran yaitu mengubah model dan metode pembelajaran yang dapat memfasilitasi terjadinya komunikasi antara siswa dengan guru dan guru dengan siswa, sehingga mampu menumbuhkan rasa ingin tahu siswa. Ada beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh pendidik atau guru, seperti problem solving, inquiry, dan cooperative. Pada strategi problem solving lebih memberikan tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Inquiry menuntut usaha siswa untuk menemukan konsep atau prinsip yang dihadapkan kepada siswa. Cooperative adalah pengajaran yang diarahkan oleh siswa, dan siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kemampuan belajar temannya. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Dalam pembelajaran ini juga bisa dipadukan dengan metode discovery. Dimana metode discovery tersebut mirip dengan inquiry. Perbedaannya dengan inquiry ialah bahwa pada discovery masalah yang dihadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti akan mengajukan proses pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi aktif dan mampu bekerja sama 4 dalam proses pembelajaran dan berfokus pada penemuan konsep melalui percobaan-percobaan sederhana sehingga siswa mampu memahami konsep yang akan dipelajari. Hal tersebut sesuai dengan penggunaan model Cooperative Learning dengan metode Discovery Learning yang ingin mengubah proses pembelajaran yang pasif menjadi aktif, dan sebagai cara belajar memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Menurut Zamroni (dalam Trianto, 2011 : 57) “bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas social yang kuat.” Menurut Sadirman (dalam Suardin, 2016 :2) “dalam mengaplikasikan metode discovery learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif sebagaimana pendapat bahwa guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.” Dalam pembelajaran model Cooperatif Learning dengan metode discovery learning siswa atau peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui melalui pembelajaran dengan berkelompok, dilanjutkan dengan mencari informasi kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Metode Discovery Learning dilakukan melalui observasi, klasifikais, pengukuran, prediksi, dan penentuan. 1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, ditemukan beberapa identifikasi masalah antara lain : 1. Pembelajaran fisika masih didominasi oleh guru (teacher centered). 2. Proses pembelajaran yang berlangsung masih bersifat konvensional dengan model pembelajaran klasikal. 5 3. Siswa kurang aktif saat mengikuti pembelajaran sehingga pemahaman siswa menjadi kurang maksimal dan akibatnya siswa hanya menghafal materi. 4. Siswa menganggap pembelajaran fisika sebagai hal yang sulit. 1.3 Batasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah, maka batasan dalam penelitian ini adalah: 1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Cooperative Learning dengan metode Discovery Learning. 2. Pemahaman siswa mengenai konsep-konsep. 3. Hasil belajar siswa kelas XI semester II SMA Swasta Dharmawangsa Medan. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana hasil belajar siswa dengan menggunakan model Cooperative Learning dengan metode Discovery Learning pada materi pokok Fluida Dinamik di kelas XI semester II pada SMA Swasta Dharmawangsa Medan Tahun Pelajaran 2016/2017? 2. Bagaimana hasil belajar siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional yaitu model klasikal pada materi pokok Fluida Dinamik di kelas XI semester II pada SMA Swasta Dharmawangsa Medan Tahun Pelajaran 2016/2017? 3. Bagaimana pengaruh model Cooperative Learning dengan metode Discovery Learning terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok Fluida Dinamik di kelas XI semester II Tahun Pelajaran 2016/2017? 6 1.5 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Untuk mengetahui pengaruh model Cooperative Learning dengan metode Discovery Learning pada materi pokok Fluida Dinamik di kelas XI semester II di SMA Swasta Dharmawangsa Medan Tahun Pelajaran 2016/2017. 2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional yaitu model klasikal pada materi pokok Fluida Dinamik di kelas XI semester II di SMA Swasta Dharmawangsa Medan Tahun Pelajaran 2016/2017. 3. Untuk mengetahui pengaruh model Cooperative Learning dengan metode Discovery Learning terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok Fluida Dinamik di kelas XI semester II di SMA Swasta Dharmawangsa Medan Tahun Pelajaran 2016/2017. 1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan informasi bagi guru fisika untuk memilih metode pembelajaran yang lebih baik dan tepat dalam proses pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Manfaat untuk siswa dengan penggunaan model Cooperative Learning dengan metode discovery learning diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai konsep-konsep fisika. 1.7 Definisi Operasional Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. “Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simple dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup.” (Trianto, 2011: 17). 7 2. “Model Cooperative Learning adalah pendekatan pengajaran yang diarahkan oleh siswa, dan lingkungan Cooperative learning membutuhkan perhatian pada sejumlah tugas manajemen unik yang agak sulit.” (Arends, 2008 : 25). 3. “Metode discovery merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan reflektif.” (Suryosubroto, 1997 : 192). 4. “Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.” (Dimyati dan Mudjiono, 2012 : 3).