HUBUNGAN KEPATUHAN MENJALANI HEMODIALISA DENGAN

advertisement
HUBUNGAN KEPATUHAN MENJALANI HEMODIALISA
DENGAN QUALITY OF LIFE PASIEN CHRONIC KIDNEY
DISEASE DI RUANG HEMODIALISA
RUMKITAL Dr. RAMELAN
SURABAYA
Muhammad Afan Abrory., Ns. Christina Yuliastuti,M.Kep
ABSTRACT
Compliance can affect health status, extend life expectancy and affect
social relations change, so that it can affect the quality of life in patients with
chronic kidney disease. This study aims to determine the relationship of
compliance undergoing hemodialysis quality of life of patients with chronic
kidney disease in Hemodialysis room Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
This study design using correlational. The independent variables were
undergoing hemodialysis and variable compliance depedent are quality of life of
patients chronic kidney disease. The sample was 96 patients with chronic kidney
disease, using purposive sampling, this research instrument using the WHOBREEF questionnaire and observation sheet. Analysis of data using Chisquare
with significance p <0.05.
Results showed the majority of patients with chronic kidney disease
undergoing hemodialysis obedient, most patients with chronic kidney disease have
a high quality of life and their relationships undergo hemodialysis compliance
with the quality of life of patients chonic kidney disease In Space Hemodilisa
Rumkiital Dr. Ramelan Surabaya (p = 0.000 <α 0.05).
Nurses should develop knowledge relating to hemodialysis in order to
provide knowledge about compliance undergoing hemodialysis quality of life of
patients with chronic kidney disease. In addition to other researchers could be
further study in managing patients with hemodialysis therapy.
Keywords: Compliance hemodialysis, quality of life, patient, chronic kidney
disease
Pendahuluan
Penyakit ginjal kronik (PGK) atau
untuk mempertahankan metabolisme
chronic kidney disease (CKD) adalah
dan
suatu proses patofisiologis dengan
elektrolit
etiologi
uremia (Black & Hawk, 2009;
mengakibatkan
yang
beragam,
penurunan
keseimbangan
sehingga
cairan
dan
menyebabkan
fungsi
Smeltzer & Bare, 2008; Sudoyo
ginjal yang irreversible dan progresif
dkk,2006). Salah satu masalah besar
dimana kemampuan tubuh gagal
yang berkontribusi pada kegagalan
1
hemodialisis
adalah
kepatuhan.
Cvengros et al 2004 dalam Kamerrer,
Kepatuhan (adherence) didefinisikan
2007). Peneliti melakukan observasi
sebagai tingkatan perilaku seseorang
di ruang hemodialisa Rumkital Dr.
yang
pengobatan,
Ramelan
dan
atau
beberapa pasien CKD yang tidak
melaksanakan perubahan gaya hidup
patuh dalam menjalanihemodialisa,
sesuai dengan rekomendasi pemberi
sehingga
pelayanan kesehatan (WHO. 2003).
hipertensi,
Kepatuhan
komplikasi lainnya.
mendapatkan
mengikuti
diet,
pasien
terhadap
rekomendasi dan perawatan dari
Surabaya
pasien
edema
Indonesia
mengalami
dan
berbagai
Renal
Registry,
pemberi pelayanan kesehatan adalah
suatu
penting
suatu
Perhimpunan Nefrologi Indonesia,
intervensi. Ketidakpatuhan menjadi
pada tahun 2008 jumlah pasien
masalah yang besar terutama pada
hemodialisis (cuci darah) mencapai
pasien yang menjalani hemodialisis
2260 orang. tahun 1991 dan 2002
dan dapat berdampak pada berbagai
dijumpai ± 45 % dari 14 klien
aspek perawatan pasien, termasuk
dengan status gizi kurang. CKD
konsistensi
disebabkan
untuk
kunjungan,
pengobatan
makanan
kesuksesan
serta
dan
regimen
pembatasan
oleh
registrasi
banyak
dari
faktor.
Faktor utama penyebab CKD di
telah
Indonesia
menurut
persatuan
diperkirakan bahwa sekitar 50 %
nefrologi
Indonesia
(Pernefri)
pasien
mematuhi
dengan presentasi terbanyak adalah
setidaknya sebagian dari regimen
Glomerulonefritis 46,39%, Diabetes
hemodialisis mereka (Kutner 2001,
Melitus
HD
cairan.
kegiatan
mendapati
tidak
2
18,65%,
Obstruksi
dan
infeksi 12,85%, Hipertensi 8,46%,
DR. Ramelan Surabaya, didapatkan
penyebab lain yang tidak diketahui
jumlah
13,65% (Lubis, 2006). Sebuah studi
mengalami
yang dipublikasikan oleh Saran et al
tahunnya yaitu pada tahun 2013
(2003), pasien dianggap tidak patuh
sekitar 120 orang dan pada tahun
jika mereka sudah melewatkan satu
2014 sebanyak 128 orang.
atau lebih sesi dialisis dalam satu
bulannya,
memperpendek
penderita
CKD
peningkatan
Hemodialisis
juga
setiap
merupakan
waktu
salah satu terapi pengganti ginjal
dialisis dengan satu atau lebih sesi
(TPG) yang paling umum dijalani
dengan lebih dari 10 menit perbulan,
oleh pasien CKD (United States
memiliki tingkat kalium serum lebih
Renal Data System [USRDS], 2009
besar dari 6 mEq/L, kadar fosfat
pada Kim, 2010). Ketika seseorang
serum lebih besar dari 7,5 mg/ dl,
memulai
atau IDWG lebih besar dari 5,7 %
(hemodialisis) maka ketika itulah
dari berat badan. Melewatkan satu
klien harus merubah seluruh aspek
atau lebih dialisis dalam sebulan
kehidupannya.
dihubungkan
persen
mendatangi unit hemodialisa secara
peningkatan risiko kematian, dan
rutin 2-3 kali seminggu, konsisten
memperpendek
terhadap obat-obatan yang harus
dengan
30
waktu
dialisis
terapi ginjal
Klien
pengganti
harus
dikaitkan dengan 11 % lebih tinggi
dikonsumsinya,
memodifikasi
Risiko Relatif (RR) dari kematian
dietnya
besar-besaran,
(Kamerrer,
2007).
mengatur asupan cairan hariannya
observasi
pendahuluan
Berdasarkan
secara
yang
serta mengukur balance cairan setiap
dilakukan peneliti data di Rumkital
harinya. Masalah lainnya berupa
3
pengaturan-pengaturan
sebagai
melaksanakan perubahan gaya hidup
dampak penyakit ginjalnya seperti
sesuai dengan rekomendasi pemberi
dampak penurunan hemoglobin yang
pelayanan kesehatan (WHO. 2003).
lazim terjadi pada pasien gagal
Kepatuhan
ginjal, pengaturan kalium, kalsium,
rekomendasi dan perawatan dari
Fe
pemberi pelayanan kesehatan adalah
dan
lain-lain.
Hal
tersebut
menjadi beban yang sangat berat
penting
bagi
intervensi,
klien
yang
menjalani
pasien
untuk
terhadap
kesuksesan
tetapi
suatu
ketidakpatuhan
hemodialisis. Termasuk pula masalah
menjadi masalah yang besar terutama
psikososial
tentunya
dan
akan
menyebabkan
ekonomi
yang
pada
berdampak
besar
hemodialisis. Dan dapat berdampak
klien
seringkali
pada
pasien
yang
berbagai
aspek
perawatan
menderita kelelahan yang luar biasa.
pasien,
Sehingga
menyebabkan
kunjungan, regimen pengobatan serta
kegagalan terapi dan memperburuk
pembatasan makanan dan cairan.
prognosis klien dengan CKD (Kim,
Secara
2010).
diperkirakan bahwa sekitar 50 %
akhirnya
Masalah
besar
berkontribusi
pada
hemodialisis
adalah
yang
kegagalan
pasien
termasuk
menjalani
konsistensi
keseluruhan,
HD
tidak
telah
mematuhi
masalah
setidaknya sebagian dari regimen
umum
hemodialisis mereka (Kutner 2001,
kepatuhan (adherence) didefinisikan
Cvengros et al 2004 dalam Kamerrer,
sebagai tingkatan perilaku seseorang
2007).
yang
pengobatan,
tersebut,
dan
kualitas hidup klien, meningkatnya
kepatuhan
klien.
Secara
mendapatkan
mengikuti
diet,
atau
4
Dampak
ketidakpatuhan
dapat
mempengaruhi
biaya
perawatan
meningkatnya
kesehatan,
morbiditas
penting agar klien tetap merasa
nyaman pada saat sebelum, selama
dan sesudah terapi hemodialisa
(Imelda, 2010). Kepatuhan berarti
pasien harus meluangkan waktu
dalam menjalani pengobatan yang
dibutuhkan seperti dalam pengaturan
diet maupun cairan (Potter & Perry,
2006). Pang et al (2001) dalam
Barnet et al (2007) kepatuhan
terhadap
regimen
terapi
dan
mencegah
atau
meminimalkan
komplikasi adalah faktor penting
yang berkontribusi untuk bertahan
dan kualitas hidup. Perawat sebagai
satu profesi yang menggunakan
proses
keperawatan
dalam
menangani pasien, telah memiliki
serangkaian
intervensi
dalam
mencegah dan menangani masalah
adherence. Intervensi keperawatan
yang digunakan pada masalah
adherence, yang telah tertuang dalam
Nursing Intervention Classification
(NIC),
meliputi : pendidikan
kesehatan,
petunjuk
sistem
kesehatan,
menetapkan
tujuan
bersama, pengaturan nutrisi, kontrak
dengan pasien, bantuan modifikasi
diri,
fasilitasi
tanggung-jawab
pribadi, dan mengajar pasien
(Dochterman & Bulechek, 2004).
Perawat bersama pasien dapat
mengenali faktor pendukung dan
penghambat kepatuhan, mengenali
harapan dan keinginan pasien dalam
mematuhi anjuran kesehatan, serta
mampu memotivasi pasien untuk
patuh (Dochterman & Bulechek,
2004).
Anees,
(2011)
mengungkapkan bahwa kualitas
hidup 89 pasien CKD yang
menjalani hemodialisis berada pada
level rendah untuk domain kesehatan
fisik, domain psikologis, sedangkan
untuk domain hubungan sosial dan
lingkungan berada pada level sedang.
Salah satu syarat keberhasilan terapi
dan
mortilitas klien(Block et al., 2004;
Leggat et al., 1998; Saran et al.,
2003; Sezer et al, 2002; Szczech et
al., 2003 pada Kim, 2010). Penelitian
yang dilakukan oleh Drennan &
Cleary (2005), terhadap 97 pasien
CKD
yang
sedang
menjalani
hemodialisis, menunjukkan adanya
penurunan
kualitas
hidup
diantaranya: keterbatasan vitalitas,
fungsi fisik dan peran fisik. Mereka
juga melaporkan fungsi fisik jauh
lebih rendah, dan skor kesehatan
mental yang kurang baik. komplikasi
dapat
mengakibatkan
timbulnya
masalah baru yang lebih kompleks
antara
lain
menjngkatkan
mempengaruhi
ketidaknyamanan,
stress
dan
kulitas
hidup,
memperburuk kondisi pasien bahkan
menimbulkan kematian.
Kepatuhan dalam menjalani
hemodialisa dan pembatasan tersebut
5
gagal ginjal kronik adalah kerjasama
yang baik antara pasien, keluarga,
dengan dokter yang mengobati.
Disamping perlu kerja sama antara
pasien, keluarga dan dokter, juga
masing-masing
pihak
perlu
meningkatkan kepatuhan dalam
terapi hemodialisa dibidang gagal
ginjal kronik agar tujuan pengobatan
tecapai. Hemodialisa yang adekuat
dapat meningkatkan kelangsungan
hidup dengan komplikasi yang
minimal, meningkatkan kualitas
hidup sehingga hidup lebih sehat dan
lebih baik. Rendahnya kualitas hidup
pasien hemodialisa dilaporkan oleh
pasien dengan kesehatan fisik yang
buruk. Kualitas hidup pasien
hemodialisa berfluktuasi, karena
dipengaruhi oleh kesehatan fisik,
psokologis, tingkat kemandirian,
hubungan
social,
kepercayaan
pribadi dan hubungan mereka dengan
lingkungan. Komplikasi ini perlu
diantisipasi,
dikendalikan
serta
diatasi agar kualitas hidup pasien
tetap optimal dan kondisi yang lebih
buruk tidak terjadi. Dengan latar
belakang di atas, maka perlu
dilakukan
penelitian
guna
mengetahui hubungan kepatuhan
menjalani
hemodialisa
dengan
quality of life pasien chronic kidney
disease di ruangan Hemodialisa
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
Bahan Dan Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan
desain penelitian analitik korelatif
dengan pendekatan cross sectional,
dimana
akan
diteliti
tentang
hubungan
kepatuhan
menjalani
hemodialisa dengan quality of life
pasien chonic kidney disease di
ruang hemodialisa rumkital dr.
ramelan surabaya
Penelitian ini dilaksanakan
pada tanggal 28 juni – 1 juli 2015 di
ruang hemodialisa rumkital dr.
ramelan Surabaya. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua pasien
Chronic Kidney Disease di Ruang
Hemodialisa Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya periode satu tahun terakhir
(November 2014 - Januari 2015)
dengan jumlah 127 orang. dengan
menggunakan purposive sampling,
maka sampel pada penelitian ini
adalah seluruh pasien chronic kidney
disease di ruang hemodialisa
rumkital dr. ramelan Surabaya
sejumlah 96 pasien sebagai populasi.
Teknik pengumpulan data yang
dilakukan
peneliti
yaitu
pengumpulan data dilakukan setelah
peneliti mendapatkan ijin dan
persetujuan dari bagian akademik
Program Studi STIKES Hang Tuah
Surabaya. Setelah mendapatkan ijin
dari bagian akademik, peneliti
mengajukan surat ijin
studi
pendahuluan untuk mengambil data
pendahuluan
mengenai
jumlah
pasien chronic kidney disease di
Ruang hemodialisa Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya dari STIKES
Hang Tuah Surabaya yang ditujukan
kepada pimpinan Rumkital Dr.
Ramelan
surabaya.
Setelah
mengajukan ijin, peneliti mencari
data mengenai pasien chronic kidney
disease dari buku registrasi pasien di
Ruang hemodialisa Rumkital Dr.
Ramelan
surabaya.
Peneliti
mengajukan surat permohonan ijin
untuk penelitian dari STIKES Hang
Tuah Surabaya yang ditujukan
kepada pimpinan Rumkital Dr.
Ramelan
Surabaya.
Setelah
mendapatkan balasan surat ijin
penelitian dari Rumkital
Dr.
Ramelan Surabaya kemudian peneliti
menjelaskan tujuan penelitian kepada
6
kepala ruangan atau tenaga kesehatan
yang bertanggung jawab terhadap
pasien chronic kidney disease.
Peneliti memperkenalkan diri kepada
calon
responden
kemudian
melakukan
pengkajian
dan
menetapkan calon responden sesuai
kriteria inklusi dan eksklusi yang
telah ditetapkan sebagai responden
yang layak untuk diteliti dengan
menggunakan metode purposive
sampling. Memberikan penjelasan
dan memberikan waktu pada calon
responden untuk bertanya seputar
penelitian kemudian ketika calon
responden setuju maka peneliti
meminta calon responden untuk
menandatangani inform consent.
Pada minggu pertama hari pertama
dan kedua reponden diberikan
kuesioner. Pada minggu ketiga
peneliti
memantau
kehadiran
responden selama 3 minggu terakhir
dengan melihat absen dan daftar
pasien
b. Karakteristik
Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil Penelitian
1. Data
Umum
Responden
a. Karakteristik
Berdasarkan Usia
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari
96 pasien chronic kidney disease,
didapatkan rata–rata adalah SMA
sebanyak 37 pasien (38,1%), S1
sebanyak 21 pasien (21,6%), tidak
tamat SD sebanyak 15 pasien
(15,5%), SD sebanyak 10 pasien
(10,3%), SMP sebanyak pasien
(8,2%) dan Diploma sebanyak 5
pasien (5,2%)
Usia
18-35
36-55
56-60
Total
Frekuensi
14
50
32
96
Jenis kelamin
laki-laki
Perempuan
Total
Frekuensi
58
38
96
Prosentase
60.4
39.6
100.0
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari
96 pasien chronic kidney disease,
didapatkan rata – rata adalah lakilaki yaitu sebanyak 58 pasien
(60,4%) dan sebanyak 38 pasien
(39,6%) adalah perempuan
c. Karakteristik
Responden
Berdasarkan pendidikan
Demografi
Responden
Prosentase
14.6
52.1
33.3
100.0
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari
96 pasien chronic kidney disease,
didapatkan rata – rata adalah usia 36
- 55 tahun sebanyak 50 pasien (52,1),
usia 56 – 60 tahun sebanyak 32
pasien (33,3%), usia 18 – 35 tahun
sebanyak 14 pasien (14,6%)
7
Pendidikan
Frekuensi
Prosentase
tidak tamat SD
15
15.5
SD
SMP
SMA
Diploma
10
8
37
5
10.3
8.2
38.1
5.2
S1
Total
21
96
21.6
99.0
d. Karakteristik
Responden
Berdasarkan Pekerjaan
pekerjaan
tidak bekerja
pegawai negeri
karyawan swasta
Wirausaha
Pensiunan
Pedagang
lain-lain
Total
f.Karakteristik
Berdasarkan
lama
hemodialisa
frekuensi prosentase
17
17.7
16
16.7
16
16.7
8
8.3
20
20.8
2
2.1
17
17.7
96
100.0
Status
belum menikah
Menikah
Janda
Duda
Total
Prosentase
5.2
85.4
8.3
1.0
100.0
2. Data Khusus
1.
Kepatuhan
menjalani
hemodialisa dengan quality of life
pasien chronic kidney disease Di
Ruang Hemodialisa Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya
e. Karakteristik
Responden
Berdasarkan Status Pernikahan
frekuensi
5
82
8
1
96
Frekuensi
5
82
8
1
96
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari
96 pasien chronic kidney disease,
didapatkan rata-rata pada pasien
yang
menikah
sebanyak
82
orang(85,4%), pada pasien janda
sebanyak 8 orang (8,3%), pada
pasien
yang
belum
menikah
sebanyak 5 orang (5,2%) dan pada
pasien berstatus duda sebanyak 1
pasien (1,0%).
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari
96 pasien chronic kidney disease,
didapatkan rata–rata adalah pada
pensiunan 20 pasien (20,8%), yang
tidak bekerja sebanyak 17 pasien
(17,7%), pekerjaan yang lainnya
(17,7%), pegawai negeri dan
karyawan swasta sebanyak 16 pasien
(16,7%) dan wirausaha terdapat 8
pasien (8,3%).
Status pernikahan
belum menikah
Menikah
Janda
Duda
Total
Responden
menjalani
prosentase
5.2
85.4
8.3
1.0
100.0
Kepatuhan
Frekuensi
Prosentase
Patuh
80
83.3
Tidak Patuh
16
16.7
Total
96
100.0
Berdasarkan tabel 5.7 hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 96 pasien
chronic kidney disease yang bersedia
menjadi responden, 81 orang
(84,4%) patuh dalam menjalani
terapi hemodialisa dan 15 orang
(15,6%) tidak patuh
dalam
menjalani terapi hemodialisa.
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari
96 pasien chronic kidney disease,
didapatkan rata-rata pada pasien
yang
menikah
sebanyak
82
orang(85,4%), pada pasien janda
sebanyak 8 orang (8,3%), pada
pasien
yang
belum
menikah
sebanyak 5 orang (5,2%) dan pada
pasien berstatus duda sebanyak 1
pasien (1,0%).
8
2. Quality of life pasien chornic
kidney
disease
Di
Ruang
Hemodialisa
Rumkital
Dr.
Ramelan Surabaya
Quality of Life
Quality of Life
tinggi
Quality of Life
rendah
Total
Frekuensi
Prosentase
81
84.4
15
15.6
96
100.0
untuk hubungan keptuahn menjalani
hemodialisa dengan quality of life
pasien chronic kidney disease Di
Ruang Hemodialisa Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya, bahwa hasil
kuesioner diperoleh nilai signifikan
uji Chisquare yang didapat sebesar
0,000. Berdasarkan uji statistik
Chisquare Test didapatkan nilai
0,000<α
(0.05),
artinya
ada
hubungan
kepatuhan
menjalani
hemodialisa dengan quality of life
pasien chronic kidney disease Di
Ruang Hemodialisa Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya
Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan
bahwa 81 pasien (84,4%) orang
bersedia
menjadi
responden
mempunyai quality of life yang
tinggi dan yang mempunyai quality
of life rendah sebanyak 15 pasien
(15,6%).
Pembahasan
1.
Kepatuhan
Menjalani
Hemodialisa
Hasil penelitian menunjukkan
sebagian
besar
pasien
patuh
menjalani hemodialisa. Hal ini dapat
dijelaskan dari faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan.
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan
bahwa
proporsi
responden
berdasarkan
usia
didapatkan lebih banyak responden
yang berusia dewasa atau kurang dari
dengan 36 tahun dibandingkan
responden yang berusia lebih dari 36
tahun. Responden yang berusia lebih
dari 36 tahun sebanyak 85,4 % (82
orang), sedangkan responden yang
berusia kurang dari atau sama
dengan 36 tahun sebanyak 14,6% (14
orang).
Hasil
penelitian
ini
mendukung studi DOPPS (the
Dialysis Outcomes and Practice
Patterns Study) yang menemukan
bahwa
prediktor
peluang
ketidakpatuhan
lebih
tinggi
mengenai usia yang lebih muda
(saran et al, 2003). Berdasarkan
model
perilaku
Green,
usia
merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi perilaku, yang
termasuk
dalam
kategori
3. Hubungan
kepatuhan
menjalani hemodialisa dengan
quality of life pasien chronic
kidney disease
Quality Of Life
Kepatuha
n
Patuh
Tidak
Patuh
Total
Total
Tinggi
Rendah
f
%
f
%
8
0
100
0
0
1 93.
5
8
8 84. 1 15.
1
4
5
6
P = Chisquare = 0,000
1
6.2
f
%
8
0
1
6
10
0
10
0
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari
80 pasien yang patuh menjalani
hemodialisa,
didapatkan
semua
pasien (100%) memiliki quality of
life tinggi. Sedangkan dari 16 pasien
yang
tidak
patuh
menjalani
hemodialisa didapatkan sebanyak 1
pasien (6,2) memiliki quality of life
tinggi dan 15 pasien (93,8%)
memiliki quality of life rendah.
Berdasarkan pengujian chisquare
9
predisposing factors (Green, 1980
dalam
Notoatmodjo,
2007).
Sedangkan dalam Model Kepatuhan
Kamerrer (2007), usia termasuk
dalam salah satu komponen dari
faktor
pasien
yang
mampu
mempengaruhi kepatuhan seseorang.
Seperti yang dikemukakan oleh
Azwar (2005) dalam 1 dari 2
hipotesisnya, yang beranggapan
bahwa semakin lama (tua) individu
akan semakin tahan terhadap
persuasi. Dalam hipotesis ini
dinyatakan bahwa orang akan lebih
rawan terhadap persuasi sewaktu
masih muda dan kemudian dengan
bertambahnya usia akan semakin
kuat sehingga menjadi semakin stabil
(Rohman, 2007). Usia dewasa pada
umumnya merupakan seseorang
yang aktif dengan memiliki fungsi
peran yang banyak, mulai dari
perannya sebagai dindividu itu
sendiri, keluarga, di tempat kerja,
maupun dalam kelompok-kelompok
social mereka. Ketika seorang yang
dewasa mengalami sakit kronis,
maka akan terdapat konflik, sehingga
individu dewasa beresiko untuk
menjadi tidak patuh. Berdasarkan
hasil penelitian ini, diketahui bahwa
prediktor ketidakpatuhan pada usia
adalah bahwa usia muda beresiko
untuk tidak patuh dibandingkan usia
yang lebih tua. Kondisi ini dapat
dikaji ulang berdasarkan tugas
perkembangan yang terjadi pada
dewasa tua. Menurut Erikson, 1982
tugas perkembangan utama usia
dewasa
adalah
mencapai
generativitas. Generativitas adalah
keinginan keinginan untuk merawat
dan membimbing orang lain. Dewasa
tengah dapat mencapai generativitas
dengan anak-anaknya atau anak-anak
sahabat atau melalui bimbingan
dalam interaksi sosial dengan
generasi selanjutnya. Jika pada masa
ini gagal mencapai generativitas,
akan terjadi stagnasi, yang dapat
ditunjukkan
dengan
perilaku
merugikan diri sendiri ataupun orang
lain.
Havighurts,
1972
juga
mengatakan bahwa usia dewasa
merupakan
masa
pencapaian
tanggung jawab sosial, membantu
anak-anak menjadi orang dewasa
yang bertanggung jawab.(Perry &
Potter, 2005). Penting bagi perawat
dalam
memahami
berbagai
karakteristik usia dalam upaya
meningkatkan kepatuhan pasien
hemodialisa, mengingat mayoritas
pasien hemodialisa adalah usia
muda,
dan
juga
mengingat
prosentase terbanyak pasien yang
tidak patuh adalah usia muda.
Pendidikan kesehatan yang sampai
saat ini diyakini sebagai intervensi
baku emas, perlu memperhatikan
strategi
pendidikan
kesehatan
berdasarkan usia. Misalnya untuk
lansia harus (1) memperbanyak
percobaan untuk mentransfer materi
pelajaran baru untuk memori jangka
panjang, (2) memberi kesempatan
untuk lebih sering mempelajari
materi baru, dan (3) menggunakan
self-paced.
Pada faktor jenis kelamin
didapatkan hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa
proporsi
responden berdasarkan jenis kelamin
didapatkan lebih banyak responden
laki-laki yang berjumlah 58 orang
(60,4 %) dibandingkan responden
perempuan yang berjumlah 38 (39,6
%). Hasil penelitian ini mendukung
studi DOPPS (the Dialysis Outcomes
and Practice Patterns Study) yang
menemukan
bahwa
prediktor
peluang ketidakpatuhan lebih tinggi
mengenai perempuan (Saran et al,
2003). Hasil penelitian ini juga
memperlihatkan bahwa responden
laki-laki yang berjumlah 48 orang
10
(60,0%) memiliki peluang untuk
patuh lebih besar dibandingkan
dengan responden perempuan yang
berjumlah 32 orang (40,0%).
Menurut pendapat peneliti hal
tersebut dikarenakan perempuan
umumnya dipengaruhi banyak faktor
dalam
mempertahankan
suatu
perilaku
disamping
biasanya
perempuan lebih labil dibandingkan
laki-laki
lebih
stabil
dalam
mempertahankan keyakinan maupun
perilakunya.
Pada faktor pendidikan Hasil
penelitian ini memperlihatkan bahwa
proporsi mayoritas responden adalah
berlatar
belakang
pendidikan
menengah (SMA) yaitu berjumlah 33
orang (41,2 %). Adapun responden
sisanya berlatar belakang pendidikan
tinggi yaitu sebesar 21 orang (20,0
%) dan pendidikan rendah/ dasar
(SMP dan dibawahnya) yaitu
berjumlah 27 orang (33,7 %).
Beberapa bukti menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan pasien berperan
dalam kepatuhan, tetapi memahami
instruksi pengobatan dan pentingnya
perawatan mungkin lebih penting
daripada tingkat pendidikan pasien
(Krueger et al, 2005 dalam
Kamerrer, 2007). Menurut peneliti
fenomena kepatuhan yang banyak
ditemukan pada responden yang
justru berpendidikan rendah, agaknya
menunjukkan bahwa tidak selalu
pendidikan
tinggi
menjamin
seseorang untuk patuh.
Faktor lamanya hemodialisa
menunjukkan Hasil penelitian bahwa
mayoritas responden telah menjalani
hemodialisis lebih dari 1 tahun, yaitu
sebanyak 46 pasien (55,0 %).
Sedangkan
sisanya
menjalani
hemodialisa kurang dari 1 tahun
yaitu sebanyak 34 pasien (42,5 %).
Periode sakit dapat mempengaruhi
kepatuhan. Beberapa penyakit yang
tergolong penyakit kronik, banyak
mengalami masalah kepatuhan.
Pengaruh sakit yang lama, belum lagi
perubahan pola hidup yang kompleks
serta komplikasi-komplikasi yang
sering muncul sebagai dampak sakit
yang lama mempengaruhi bukan
hanya pada fisik pasien, namun lebih
jauh emosional, psikologis dan social
pasien. Pada pasien hemodialisis
didapatkan
hasil
riset
yang
memperlihatkan
perbedaan
kepatuhan pada pasien yang sakit
lebih dari 1 tahun dengan yang
kurang dari 1 tahun. Semakin lama
sakit yang diderita, maka resiko
terjadi penurunan tingkat kepatuhan
semakin rendah (Kamerrer, 2007).
2. Quality Of Life
Hasil penelitian menunjukkan
sebagian besar pasien memiliki
quality of life yang tinggi. Hal ini
dapat dijelaskan dari faktor-faktor
yang mempengaruhi quality of life.
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan
bahwa
proporsi
responden
berdasarkan
usia
didapatkan lebih banyak responden
yang berusia dewasa atau kurang dari
dengan 36 tahun dibandingkan
responden yang berusia lebih dari 36
tahun. Responden yang berusia lebih
dari 36 tahun sebanyak 85,4% (82
orang), sedangkan responden yang
berusia kurang dari atau sama
dengan 36 tahun sebanyak 14,6% (14
orang). Hal ini dapat dijelaskan
dalam teori Avis (2005) bahwa
peningkatan usia mempengaruhi
tingkat kematangan sesorang untuk
mengambil keputusan yang terbaik
untuk dirinya. Orang dewasa
cenderung mampu mempertahankan
peningkatan kepatuhan terhadap
program terapi yang diberikan terkait
pembatasan cairan terutama pada
pasien CKD. Hal ini dapat
11
berimplikasi terhadap peningkatan
quality of life pasien chronic kidney
disease.
Pada faktor jenis kelamin
didapatkan hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa
proporsi
responden berdasarkan jenis kelamin
didapatkan lebih banyak responden
laki-laki yang berjumlah 49 orang
(60,5 %) dibandingkan responden
perempuan yang berjumlah 32 (39,5
%). Banyaknya air dalam tubuh akan
berdampak pada peningkatan berat
badan dan mempengaruhi aktifitas
dan kegiatan seseorang yang
menderita CKD dengan terapi
hemodialisis. Igbokwe & Obika
(2007), mengungkapkan bahwa
perempuan dan laki-laki mempunyai
perbedaaan ambang haus, Ambang
haus laki laki lebih rendah dibanding
dengan
perempuan
yang
menyebabkan laki-laki lebih banyak
mengalami peningkatan berat badan
diantara dua waktu hemodialysis dan
akan mempengaruhi quality of life
pasien chronic kidney disease
Pada faktor pendidikan Hasil
penelitian ini memperlihatkan bahwa
proporsi mayoritas responden adalah
berlatar
belakang
pendidikan
menengah (SMA) yaitu berjumlah 33
orang (40,7 %). Adapun responden
sisanya berlatar belakang pendidikan
tinggi yaitu sebesar 21 orang (25,9
%) dan pendidikan rendah/ dasar
(SMP dan dibawahnya) yaitu
berjumlah 27 orang (33,1 %).
Pendidikan merupakan hal yang
sangat penting dalam kehidupan
manusia dan sebagai wahana
pengembang sumber daya manusia.
Melalui pendidikan manusia dapat
melepaskan
diri
dari
keterbelakangan. Pendidikan juga
mampu menanamkan kapasitas baru
bagi manusia dalam mempelajari
pengetahuan dan keterampilan baru,
sehingga dapat diperoleh manusia
yang produktif
(Tilaar,2005).
Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka dia akan cenderung
untuk berperilaku positif karena
pendidikan yang diperoleh dapat
meletakkan dasar-dasar pengertian
dalam diri seseorang (Azwar, 2007).
Sehingga semakin tinggi pendidikan
pasien akan berpengaruh dengan
quality of life pasien chronic kidney
disease
Pada
faktor
pekerjaan
didapatkan hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa
proporsi
responden berdasarkan pekerjaan
didapatkan lebih banyak responden
bekerja yang berjumlah 67 orang
(82,7 %) dibandingkan responden
yang tidak bekerja yang berjumlah
14 (17,3 %). Memiliki pekerjaan
pada usia dewasa muda akan
mempengaruhi kualitas hidup serta
mempengaruhi
kebahagiaan
individu. Bekerja sebagai salah satu
faktor demografi yang penting
mempengaruhi
kebahagiaan
dibandingkan faktor demografi lain.
Pekerjaan menjadi hal yang utama
karena
pekerjaan
memberikan
aktivitas
yang
menghabiskan
sepertiga waktu individu (8 jam
perhari), dimana waktu ini setara
dengan waktu yang dihabiskan
individu untuk tidur dan melakukan
berbagai aktivitas lainnya. Selain itu,
bila dikaitkan dengan fenomena
pengangguran, berbagai dampak
negatif dan positif dari kondisi tidak
bekerja tentu juga akan berpengaruh
terhadap kebahagiaan yang ia
rasakan dan lebih jauh lagi dapat
mempengaruhi kualitas hidupnya
Penelitian yang dilakukan di negaranegara Eropa menunjukkan bahwa
seseorang yang tidak bekerja
memiliki tingkat kebahagiaan dan
kualitas hidup yang paling rendah
12
dibandingkan dengan kelompok yang
lain (pegawai swasta, wirausaha,
pedagang, petani, dan lain-lain) dan
pekerja full time memiliki tingkat
kebahagiaan yang paling tinggi
(Kurtus, 2005). Clark dan Oswald
(2001), dalam Dowling,
(2005)
mengemukakan bahwa kehilangan
pekerjaan memiliki dampak yang
lebih buruk pada kesejahteraan dan
kebahagiaan daripada peristiwa lain,
seperti perceraian dan perpisahan.
Sehingga peneliti berpendapat bahwa
semakin pasien tidak bekerja maka
quality of life pasien akan rendah dan
bila pasien mempunyai kegiatan
bekerja maka pasien akan memilki
quality of life tinggi dan terhindarkan
dari perceraian dan perpisahan.
Pada faktor status pernikahan
didapatkan hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa
proporsi
responden
berdasarkan
status
pernikahan didapatkan lebih banyak
responden telah menikah yang
berjumlah 69 orang (82,7 %)
dibandingkan responden yang tidak
menikah yang berjumlah 5 (6,2 %).
Didukunga oleh teori dari (Clark dan
Oswald (2001), dalam Dowling,
(2005) bahwa Manusia senantiasa
hidup, berkembang sesuai dengan
pengalaman yang diperoleh melalui
proses belajar dalam hidupnya.
Manusia tercipta sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial. Sebagai
makhluk sosial manusia senantiasa
membutuhkan orang lain, selalu
berinteraksi, saling bersosialisasi
maupun bertukar pengalaman serta
untuk
meneruskan
keturunan.
Meneruskan
keturunan
dapat
ditempuh melalui proses pernikahan,
yang kemudian terbentuklah sebuah
keluarga. Pada dasarnya manusia
terpanggil untuk hidup berpasangpasangan.
Manusia
dapat
menemukan makna hidupnya dalam
pernikahan.
Sebagian
orang
menganggap bahwa pernikahan
membatasi kebebasannya, tetapi
bagaimanapun juga sebagian besar
dari masyarakat mengakui bahwa
pernikahan memberikan jaminan
ketentraman hidup, meningkatkan
kualitas hidup. Bagi mereka yang
telah menyandang status nikah Ia
merasa hidupnya lebih berarti dan
lebih lengkap dibandingkan dengan
sebelumnya,
sehingga
peneliti
berpendapat bahwa pasien yang
sudah menikah cenderung lebih
memiliki quality of life tinggi dan
kehidupannya lebih berarti.
Faktor lamanya hemodialisa
menunjukkan Hasil penelitian bahwa
mayoritas responden telah menjalani
hemodialisis lebih dari 1 tahun, yaitu
sebanyak 47 pasien (58,0 %).
Sedangkan
sisanya
menjalani
hemodialisa kurang dari 1 tahun
yaitu sebanyak 34 pasien (42,0 %).
Semakin lama pasien menjalani
hemodialisis adaptasi pasien semakin
baik karena pasien telah mendapat
pendidikan kesehatan atau informasi
yang diperlukan semakin banyak dari
petugas kesehatan. Hal ini didukung
oleh pernyataan bahwa semakin lama
pasien
menjalani
hemodialisis,
semakin patuh dan pasien yang tidak
patuh cenderung merupakan pasien
yang
belum
lama
menjalani
hemodialisis, karena pasien sudah
mencapai tahap accepted (menerima)
dengan adanya pendidikan kesehatan
dari petugas kesehatan. Tahap
accepted memungkinkan sesorang
menjalani program hemodialisis
dengan
penuh
pemahanan
pentingnya pembatasan cairan dan
dampak dari peningkatan berat badan
diantara dua hemodialisa terhadap
kesehatan dan kualitas hidupnya
(Avis, 2005). Sehingga peneliti
berpendapat bahwa pasien yang lebih
13
lama menjalani akan memiliki
quality of life yang tinggi atau bagus.
Faktor
lain
yang
mempengaruhi quality of life tinggi.
Skor quality of life ttinggi yaitu 410
dimana terbanyak responden puas
dengan dukungan yang diberikan
oleh keluarga. Hal ini dapat
dijelaskana pada teori Hakim (2005)
bahwa keberadaan keluarga mampu
memberikan motivasi yang sangat
bermakna pada pasien disaat pasien
memiliki berbagai permasalahan
perubahan pola kehidupan yang
demikian
rumit,
menjenuhkan
dengan segala macam program
kesehatan
dan
dapat
akan
berpengaruh terhadap quality of life.
Skor tertinggi ke-2 adalah
402 dimana responden puas terhadap
akses pelayanan kesehatan. Hal ini
dapat dalam Sarah et al (2003)
bahwa faktor akses pelayanan
kesehatan meliputi : fasilitas unit
hemodialisis, kemudahan mencapai
pelayanan
kesehatan
(termasuk
didalamnya
biaya,
jarak,
ketersediaan transportasi, waktu
pelayanan
dan
keterampilan
petugas), sehingga pasien merasa
puas dengan akses pelayanan pada
saat
terapi
hemodilisa
akan
dilakukan.
Sedangkan quality of life
yang rendah bisa dilihat dari skor
quality of life yaitu 216 dimana
pasien tidak merasakan feeling blue
(kesepian), putus asa, cemas dan
deperesi. Hal ini dapat dijelaskan
dalam teori Hakim (2005) bahwa
keberadaan
keluarga
mampu
memberikan motivasi yang sangat
bermakna pada pasien disaat pasien
memiliki berbagai permasalahan
perubahan pola kehidupan yang
demikian
rumit,
menjenuhkan
dengan segala macam program
kesehatan
dan
dapat
akan
berpengaruh terhadap quality of life.
Quality of life terendah kedua
bisa dilihat dari skor yaitu 253
dimana pasien ridak memiliki
vitalitas
yang
cukup
untuk
beraktivitas sehari-hari. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa fungsi ginjal
menurun 20-25 % dari normal,
hiperpospatemia dan hipocalsemia
terjadi
sehingga
timbul
hiperparathyroidisme
sekunder.
Metabolisme vitamin D terganggu.
Dan
bila
hiperparathyroidisme
berlangsung dalam waktu lama dapat
mengakibatkan osteorenaldystrophy
(Suwitra,2006).
Sehingga
akan
berpengaruh
terhadap
aktivitas
sehari-hari.
SIMPULAN
Hasil penelitian yang dilakukan di
ruang hemodialisa rumkital dr.
ramelan Surabaya pada tanggal 28
juni – 1 juli 2015, dapat ditarik
beberapa
kesimpulan
sebagai
berikut:
1. Sebagian besar pasien chronic
kidney disease patuh menjalani
hemodialisa.
2. Sebagian besar besar pasien
chronic kidney disease memiliki
quality of life tinggi
3. Terdapat hubungan kepatuhan
menjalani hemodialisa dengan
quality of life pasien chronic
kidney
disease
di
ruang
hemodialisa
Rumkital
Dr.
Ramelan Surabaya.
SARAN
1. Perawat
ruang
hemodialisa
hendaknya
memberi
sarana
seperti shuttle car untuk pasien
hemodialisa yang tidak dapat
menjalani hemodialisa karena
masalah transportasi
14
2. Pasien chronic kidney disease
hendaknya
mempertahankan
dalam kepatuhan dengan cara
selalu menaati jadwal terapi
hemodialisa.
3. Peneliti selanjutnya hendaknya
bisa mengembangkan judul ini,
seperti
“Hubungan
Ketidakpatuhan
Menjalani
Hemodialisa Dengan Quality Of
Life Pasien Kanker Ginjal Di
Ruang Hemodialisa Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya”
Drennan & Cleary. (2005). Quality
Of Life Of Patients On
Haemodialysis For End-Stage
Renal Disease Journal Of
Advanced Nursing Volume
51, Issue 6, Pages 577–586,
September 2000. Diperoleh
Tanggal 18 February 2015
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F.,
Geisster, Ac, 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan Dan
Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Edisi 3.
Alih Bahasa : I Mode Kariasa
Dan Ni Made Sumarwati,
Jakarta : Egc.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. (2006). Pemilihan
Diet Edisi Baru, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Farquahan, M. (1995), Elderly
People Definitions Of Quality
Of Life, Social Science And
Medicine. 41 : 1436 – 1446
Anees, Hameed F, Mumtaz, Ibrahim
M., & Khan S. (2011).
Dialysis-Related
Factors
Affecting Quality Of Life In
Patients On Hemodialysis.
Iranian Journal Of Kidney
Diseases (Ijkd). 5(1), 9-14.
Hudak, C.M., Gallo, B.M., Fontaine,
D.K., & Morton, P.G. (2006).
Critical Care Nursing: A
Holistic Approach. (8thed).
Lippincott:Williams
&
Wilkins.
Black & Hawks (2009). Medical
Surgical Nursing : Clinical
Management For Positive
Outcome. 8 Ed. St Louis
Missouri : Elsevier Saunders
Kallenbach Et Al. 2005, Review Of
Hemodialysis For Nursing
And Dialysis Personnel 7th
Edition. Elsevier Saunders. St
Louis Missouri.
Black, J.M. & Hawks, J.H.. (2005).
Medical-Surgical
Nursing.
Clinical Management For
Positive
Outcomes.
7th
Edition. St. Louis. Missouri.
Elsevier Saunders.
Kammerer J., Garry G., Hartigan M.,
Carter B., Erlich L., (2007),
Adherence In Patients On
Dialysis:
Strategies
For
Succes, Nephrology Nursing
Journal: Sept-Okt 2007, Vol
34, No.5, 479-485.
Brenner, B.M. (2004). Brenner &
Rector’s The Kidney. 7th
Edition. Philadelphia:
Elsevier
15
Kurtus. R. (2005). University Of
Toronto Quality Of Life
Model.
Http://Www.Schoolforchamp
ions.Com/Life/Toronto_Univ
_Quality_Life Htm Diperoleh
Tanggal 18 February 2015
Rahardjo P., Susalit E., Suhardjon
(2006). Hemodialisis. Dalam
Sudoyo, Dkk. Buku Ajar
Ilmu
Penyakit
Dalam.
Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam
Fakultas
Kedokteran
Universitas Indonesia.
Lubis, A.J. (2006). Dukungan Sosial
Pada Pasien Gagal Ginjal
Terminal Yang Melakukan
Terapi Hemodialisa. Program
Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran
Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Morgan, Lois. Bsn, Rn, (2000): A
Decade Review: Methods To
Improve Adherence To The
Treatment Regimen Among
Hemodialysis
Patients,
Nephrology Nursing Journal;
Jun 2000; 27,3; Academic
Research Library, Pg 299.
Roesli. R (2006). Terapi Pengganti
Ginjal
Berkesinambungan.
Dalam Sudoyo, Dkk. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam
Fakultas
Kedokteran
Universitas Indonesia.
Rohman (2007), Faktor-Faktor Yang
Berhubungan
Dengan
Pemberian Asuhan Spiritual
Oleh Perawat Di Rs Islam
Jakarta,
Tesis,
Jakarta:
Universitas Indonesia, Tidak
Dipublikasikan.
Muttaqin, A., & Sari, K. (2011).
Asuhan
Keperawatan
Gangguan
Sistem
Perkemihan.
Jakarta:
Salemba Medika.
Potter & Perry. (2006). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan. Jakarta :
Egc.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle,
J.L., & Cheever, K.H. (2008).
Textbook
Of
Medical
Surgical Nursing. 12 Ed
Philadelphia:
Lippincott
Williams & Wilkins.
Price, S.A. & Wilson, L.M. (2006).
Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses
Penyakit.
Edisi Ke- 6. (Brahm U.
Pendit & Huriawati Hartanto,
Terj.). Jakarta: EGC. (Naskah
Asli Dipublikasikan Tahun
2002).
Suwitra, K (2006). Penyakit Ginjal
Kronik. Dalam Sudoyo, Dkk.
Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.
Jakarta:
Pusat
Penerbitan
Departemen
Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia.
Thomas. (2002). Renal Nursing 2 Nd
Edition. Elsevier Saunders. St
Louis Missouri.
16
Tilaar.
(1999).
Pendidikan
Kebudayaan Dan Masyarakat
Madani Indonesia, Bandung :
Remaja Rosyda Karya.
U.S Renal Data System. (2005).
Usrds 2005 Annual Data
Report : Atlas Of End Stage
Renal Disease In The United
State
WHO. (2003). Adherence LongTerm Therapies. Evidence
For Action, Diperoleh Dari
Http://
Www.Emro.Who.Int/Ncd/Pub
licity/Adherence Report In
Diabetic
Patient/Pada
Tanggal. 18 February 2015
WHO
Quality Of Life-BREF.
(1994).
Http://Www.Who.Int/Substan
ce_
Abuse/Research_Tool
/Whoqolbref/En. Diperoleh
Tanggal 18 February 2015
17
Download