PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ( DK PBB ) DALAM MENANGANI KRISIS NUKLIR DI KOREA UTARA YANG BERDAMPAK TERHADAP STABILITAS KEAMANAN DUNIA INTERNASIONAL DITINJAU DARI BAB V-VII PIAGAM PBB 1945 Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh: HANAFI DWI ATMOJO NIM. E0008350 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 i ii iii iv ABSTRAK Hanafi Dwi Atmojo, E 0008350. 2012. PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ( DK PBB ) DALAM MENANGANI KRISIS NUKLIR DI KOREA UTARA YANG BERDAMPAK TERHADAP STABILITAS KEAMANAN DUNIA INTERNASIONAL DITINJAU DARI BAB V-VII PIAGAM PBB 1945. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan tindakan DK PBB terkait dengan perannya dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara serta mengkaji kesesuaian tindakan DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara Berdasarkan Bab V-VII Piagam PBB. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan teknik studi pustaka dan data lain yang bersumber dari internet. Tindakan DK PBB dalam menangani krisis nuklir Korea Utara adalah melakukan penyelidikan, menganjurkan serta mendukung Six Party Talks, dan memberikan sanksi kepada Korea Utara dengan Resolusi 1698, 1718, dan 1874. Tindakan DK PBB tersebut berlandaskan pada Pasal 24 ayat (1) Bab V, Pasal 33 ayat (1) dan (2) Bab VI , Pasal 34 Bab VI, Pasal 39 Bab VII, 41 Bab VII Piagam PBB. Kata Kunci : Peran DK PBB, Krisis Nuklir, Piagam PBB v ABSTRACT Hanafi Dwi Atmojo, E 0008350. 2012. ROLE OF UNITED NATIONS SECURITY COUNCIL IN HANDLING OF NORTH KOREA NUCLEAR CRISIS WHICH IMPACT IN WORLD INTERNATIONAL SECURITY STABILITY FROM CHAPTER V-VII OF THE UN CHARTER 1945 POINT OF VIEW. Faculty of Law Sebelas Maret University Surakarta This study aims to identify and describe the action done by UN Security Council related to its role in dealing with the nuclear crisis in North Korea as well as assessing the suitability of the UN Security Council action in dealing with the nuclear crisis in North Korea with the provisions of Chapter V-VII of the UN Charter. This research is prescriptive normative law. The type of data used is secondary data, which are consist primary legal materials, legal materials and secondary and tertiary legal materials. Data collection techniques used are library research techniques and other data sourced from the internet. UN Security Council action in addressing the North Korean nuclear crisis are investigated, recomended and supported the Six Party Talks, and provide sanctions against North Korea with Resolution 1698, 1718, and 1874. UNSC action is based on Article 24 paragraph (1) Chapter V, Article 33 paragraph (1) and (2) Chapter VI, Article 34, Chapter VI, Article 39 of Chapter VII 41 Chapter VII of the UN Charter. Keywords: Roles the UN Security Council, Nuclear Crisis, UN Charter vi MOTTO Sesuatu yang membingungkan dan keraguan berasal dari dalam diri dan untuk menghilangkan perasaan tersebut dengan berdoa dan berusaha (Septa fajar Adi Kusuma) Nobody Perfect (Hanafi Dwi Atmojo) Remember the force will be with you, always (Star Wars) vii PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan kepada : Allah SWT yang memberi segala kenikmatan dan karunia-Nya, selalu memberi yang terbaik buat saya. Ibuku Sulistyawati serta Ayahku Sulanji yang paling aku cintai, terima kasih doa, bimbingan, dan kasih sayangnya hingga saya bisa mewujudkan harapan meskipun tidak semuanya dapat saya penuhi, ucapan terima kasih tidak cukup untuk membalas segala yang telah diberikan kepadaku, semoga Allah SWT selalu memuliakan Bapak dan Ibu di dunia dan akhirat, Amin. Kakakku Novandhi Setyawan dan Reni Widyowati serta Amirna Dewi Suryani, Shaquell Bhadrika Louvin. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan arti hidup ini dan selalu membuatku tersenyum. Almamaterku, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. viii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam atas segala anugrah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, dengan judul : Peranan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara Yang berdampak terhadap stabilitas keamanan dunia internasional ditinjau dari Bab V-VII Piagam PBB 1945. Penelitian hukum ini didasarkan pada kewenangan yang diberikan Piagam PBB kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) sebagai Organisasi Internasional yang mempunyai peran serta kewenangan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan prinsip-prinsip dan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk menyelidiki setiap sengketa atau perselisihan internasional, untuk merekomendasikan metode penyelesaian perselisihan sesuai ketentuan. Dalam menjalankan tugasnya DK PBB berwenang untuk menentukan adanya ancaman penyelidikan dan pengenaan sanksi terhadap keamanan internasional, kepada negara yang telah melakukan pelanggaran terhadap Keamanan Internasional serta melanggar prinsip-prinsip yang terdapat dalam Piagam PBB. Dalam melakukan tugasnya, khususnya dalam menangani krisis nuklir DK PBB dibantu oleh organisasi internasional yaitu Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Penulis menyadari bahwa penulisan hukum (skripsi) ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta, beserta seluruh Pembantu Rektor ; 2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, beserta seluruh Pembantu Dekan; juga selaku ix Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan ; 3. Sri Lestari Rahayu, S.H., M.Hum, selaku Ketua Bagian Hukum Internasional pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penulisan hukum ini sekaligus selaku dosen pembimbing pertama dengan segala kesabarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan hukum ini ; 4. Ayub Torry Satriyo Kusumo, S.H.,M.H, selaku dosen pembimbing kedua dengan segala kesabarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan hukum ini ; 5. Aminah,S.H.,M.H, selaku pembimbing akademik yang telah membimbing; 6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan bekal ilmu selama masa perkuliahan yang akan sangat berguna ke depannya ; 7. Kedua orang tuaku Bapak Sulanji, S.Pd., Ibu Sulistyawati, S.Pd., kedua kakak-kakakku Novandhi Setyawan, S.E., Reni Widyowati, S.ST., dan Keponakanku Shaquell Bhadrika Louvin yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, doa, semangat, dukungan, kepercayaan dan segalanya dari jauh ; 8. Amirna Dewi suryani ; 9. Sahabat-sahabatku Dimas Yuda Asmara, Putut Eko Cahyono, Prasetyo Adi Nugroho, Septa Fajar, Erwan Adi, Tabah dan Mbak Damay ; 10. Sahabat seperjuangan dalam penulisan hukum (Skrips) Hukum Internasional Shelma Yusminar Hajar, Stefanus Donatumar, Mohammad Ali Potera Lesmana; 11. Sahabatku Astri Dyah Utami, Nityadin Pradinantia, Danny Saputra; Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulisan hukum (skripsi) ini langsung maupun tidak langsung. x xi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv ABSTRAK .......................................................................................................... v ABSTRACT ....................................................................................................... vi MOTTO ..............................................................................................................vii PERSEMBAHAN ............................................................................................ viii KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ............................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ................................................................................. 5 C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 6 E. Metode Penelitian .................................................................................... 6 F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................................. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori....................................................................................... 11 1. Tinjauan Umum Tentang Organisasi Internasional ........................ 11 a. Pengertian Organisasi Internasional ....……………………….. 11 b. Wewenang Organisasi Internasional ..………………………... 13 c. Prinsip-prinsip yang dianut dalam organisasi internasional ...... 14 d. Klasifikasi Organisasi Internasional ….……………………..... 15 e. Pendirian Organisasi Internasional ………………..………….. 17 2. Tinjauan Umum tentang Perserikatan Bangsa Bangsa ......……….. 18 a. Sejarah berdirinya PBB …………….…………….................... 18 xii b. Dasar dan tujuan PBB ……..................…………..………....... 21 c. Prinsip-prinsip PBB dalam pemeliharaan perdamaian ….......... 22 3. Tinjauan Umum tentang Piagam PBB ………………….………... 24 a. Peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya Piagam PBB ..............................................................................………......... 25 b. Isi dalam Mukadimah Piagam PBB ………...…..………….… 26 c. Kekuatan mengikat Piagam PBB dalam hukum internasional .. 26 4. Tinjauan umum tentang Dewan keamanan (DK) ............................ 27 a. Kewenangan Dewan Keamanan ................................................ 28 b. Hak istimewa.............................................................................. 29 c. Sanksi Dewan Keamanan .......................................................... 29 d. Prosedur Pemungutan suara ....................................................... 30 5. Tinjauan umum tentang penyelesaian sengketa internasional ......... 31 a. Pengertian sengketa internasional .............................................. 31 b. Macam-macam sengketa internasional ...................................... 32 c. macam-macam penyelesaian sengketa internasional ................. 32 6. Tinjauan tentang nuklir .................................................................... 37 7. Tinjauan Umum Badan Tenaga atom Internasional (IAEA) .......... 38 a. Sejarah berdirinya ...................................................................... 38 b. Tugas IAEA ............................................................................... 38 B. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 40 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 42 1. Gambaran dan kronologis mengenai krisis nuklir di Korea Utara .. 42 B. Pembahasan ……………………………………………………..…..... 49 1. Tindakan yang dilakukan DK PBB terkait dengan perannya dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara ............................... 49 xiii a. Penyelidikan IAEA mengenai program nuklir Korea Utara .............................................................................. 49 b. Negosiasi multilateral oleh enam negara (Six Party Talks) ...................................................................... 53 c. Penyelesaian di bawah DK PBB ............................................. 71 2. Kesesuaian tindakan DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara dengan ketentuan ynag tercantum dalam Bab V-VII Piagam PBB ........….................................................... 76 BAB IV PENUTUP A. Simpulan ………………………………………………....………….. 85 B. Saran ……………………………………………………..…...……... 86 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 87 LAMPIRAN xiv DAFTAR GAMBAR DAN TABEL DAFTAR GAMBAR GAMBAR 1 : Kerangka Pemikiran ..................…………..………….. 40 GAMBAR 2 : Peta lokasi pabrik pengolahan nuklir Korea Utara ........ 44 GAMBAR 3 : Struktur Dewan Keamanan PBB ...................................77 DAFTAR TABEL TABEL 1 : Kronologis krisis nuklir Korea Utara ............................ 46 TABEL 2 : Isi usulan Amerika Serikat ............................................ 57 xv 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keamanan merupakan cita-cita dari setiap negara di dunia. Perbedaan kepentingan suatu negara kadangkala akan menciptakan suatu sengketa antar negara, sengketa antar negara ini berpeluang merusak perdamaian. Untuk menjaga keamanan dan perdamaian maka dibentuklah sebuah organisasi internasional yang sifatnya permanen, yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tujuan utama dari PBB adalah untuk melindungi umat manusia dari bahaya ancaman perang, dan piagam PBB memuat ketentuan-ketentuan secara terperinci mengenai pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional (Sumaryo Suryokusumo, 1987:8). Pada umumnya, dalam melangsungkan hidup manusia memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena itu, manusia harus bekerja sama, berdampingan, dan hidup dengan damai. Namun, kadang terjadi benturan kepentingan dalam mencapai tujuannya. Demikian pula halnya dengan negara yang ingin bekerja sama dengan negara lain, adakalanya, benturan kepentingan pun tidak dapat dihindari, oleh sebab itu dibentuk PBB. Saat ini isu senjata nuklir dan krisis nuklir sedang menjadi perhatian masyarakat dunia internasional. Kekhawatiran negara-negara tentang penggunaan nuklir untuk pengembangan dan penggunaan senjata nuklir mendorong lahirnya traktat internasional di bidang persenjataan nuklir. Salah satu traktat internasional dalam bidang persenjataan nuklir adalah Treaty on the Non Proliferation of Nuclear Weapon (NPT) yang ditandatangani oleh para peserta perjanjian tanggal 1 Juli 1968 (Kemlu, http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=16&l=id). Pelaksanaan traktat NPT di awasi oleh Badan Tenaga Atom Internasional/ International Atomic Enegy Agency (IAEA) yang bertugas mengawal dan mengawasi terhadap semua peralatan, bahan-bahan dan 2 instalasi nuklir. Badan Tenaga Atom Internasional ini merupakan sebuah badan otonom di bawah kendali PBB (Anonim,http://www.bbc.co. uk/ indonesian/news/story/2005/10/printable/051007_elbaradeisw.shtml), dimana setiap tahun melaporkan tentang kegiatannya kepada Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB (DK PBB). Negara-negara peserta NPT mempunyai kewajiban untuk memberi akses bagi IAEA terhadap setiap program nuklir yang akan maupun tengah dijalankan sehingga diharapkan laporan IAEA tersebut dapat meyakinkan negara lain bahwa program nuklir negara peserta NPT hanya ditujukan untuk kepentingan damai, yakni untuk pembangkit energi listrik, bukan untuk pembuatan senjata nuklir. Proliferasi senjata nuklir menjadi perdebatan internasional setelah adanya Traktat Non Proliferasi 1968. Proliferasi adalah pengembangan, pengembangan nuklir diperbolehkan untuk beberapa pengecualian seperti pengembangan energi dan pendidikan. Salah satu isu yang masih berkembang adalah program nuklir Korea Utara. Senjata nuklir telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Semenanjung Korea selama lebih dari 50 tahun. Program nuklir Korea Utara dimulai oleh Kim Il Sung yang mencoba untuk meluncurkan program nuklirnya sendiri. Program nuklir Korea Utara dimulai pada tahun 1964-an di daerah Yongbyon dengan bantuan dari Uni Sovyet. Selama lebih dari dua dekade, antara tahun 1970-an dan 1980-an, Cina ikut membantu dan berperan serta di dalam program nuklir Korea Utara ini. Latar belakang pemimpin Korea Utara ini untuk mengembangkan senjata nuklir adalah dikarenakan pada saat Perang Korea pada tahun 1950-1953 yang pada saat itu musuh dari Korea Utara yaitu Korea Selatan mendapatkan dukungan dari Amerika Serikat yang pada saat itu mempunyai Nuklir (Norris. http://www.thebulletin.org /article_nn.php?art_ofn=ma03norris ). Program nuklir Korea Utara berkembang dan memunculkan kekhawatiran bagi dunia internasional. Kekhawatiran itu muncul dari reaktor grafit yang dibangun Korea Utara. Reaktor grafit tersebut memiliki teknologi memproduksi pembelahan plutonium. Hasil pembelahan plutonium dapat 3 digunakan sebagai bahan pembuatan persenjataan. Kekhawatiran masyarakat internasional berhasil diredakan untuk sementara ketika Korea Utara menandatangani Perjanjian Pelarangan Pengembangan Persenjataan Nuklir pada bulan Desember 1985 (cuming.http://www.mtholyoke.edu/acad/intrel/ cumings.htm). Krisis nuklir di Semenanjung Korea bermula pada bulan Maret 1993 ketika Korea Utara mengumumkan pengunduran dirinya dari Perjanjian NonProliferasi Nuklir (NPT). Pada bulan Juni 1994, Korea Utara setuju untuk menunda pengunduran dirinya dari NPT setelah mengadakan pembicaraan dengan perwakilan dari pihak Amerika Serikat. Namun, akhirnya Korea Utara mengumumkan pengunduran dirinya dari NPT pada 10 Januari 2003. Situasi semakin rumit ketika pada tanggal 4 Juli 2006 Korea Utara melakukan uji coba sedikitnya enam rudal, termasuk rudal jarak jauh Taepodong (Anonim.http://www.nautilus.org/0684KCNA.html). Korea Utara kembali mengejutkan dunia dengan mengklaim bahwa mereka sukses melakukan uji coba nuklir bawah tanahnya Pada 9 Oktober 2006, Korea Utara berhasil melakukan uji coba nuklir pertamanya, yang diuji pada sebuah terowongan di pantai timur, dan ledakan yang terjadi menimbulkan gempa berkekuatan 4,2 Mb (body wave magnitude) yang langsung mendapatkan banyak protes dari negara tetangga terdekatnya, yaitu Korea Selatan dan Jepang (Anonim. http://www .nautilus. org/0684KCNA .html). Uji coba ini merupakan ancaman terhadap stabilitas regional dan mengancam stabilitas keamanan dunia internasional, serta melanggar kehendak DK-PBB. Pada saat itu, Korea telah mendapat kecaman keras dari masyarakat internasional dan PBB, untuk segera menghentikan program nuklirnya dan secara damai kembali dalam NPT. Tahun 2008 Korea Utara mau menuruti kehendak masyarakat internasional untuk menghentikan uji coba senjata nuklirnya. Belum satu tahun, pada Mei 2009 Korea Utara meluncurkan rudal diatas Jepang yang diklaim sebagai rudal pengecek cuaca (virgiany,http://witnyvirgiany .blogspot.com2009/10/ implikasi- 4 perkembangan-senjata-nuklir.html). Peluncuran rudal ini menjadi penyebab kemarahan dunia internasional terhadap Korea Utara, karena dengan nyata telah menunjukkan adanya ancaman terhadap perdamaian negara lain. Oleh karena itu, mereka meminta kepada DK PBB agar Korea Utara dijatuhkan sanksi berdasarkan Bab VII (Tujuh) dari Piagam PBB yang mengatur mengenai ancaman terhadap ketentraman dan tindakan untuk melakukan agresi, maka ditetapkan sanksi embargo kepada Korea Utara. Perwakilan Energi Atom Internasional melaporkan bahwa uji coba nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara telah mengancam rezim anti pengembangan bahan nuklir dan juga telah menciptakan konflik keamanan yang cukup serius, tidak hanya pada kawasan Asia Timur tetapi juga untuk seluruh masyarakat Internasional (Anonim,http://kanakini.blogspot.com/2011/12/dilematis-nuklir-korea utara.html). Saat ini krisis nuklir di Korea Utara sedang ditangani oleh PBB. PBB merupakan organisasi internasional yang salah satu tujuan utamanya adalah menciptakan perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan Pasal 1 Piagam PBB 1945 (Huala Adolf, 2004:95). Ada ketentuan yang harus dipatuhi oleh DK PBB dalam melaksanakan tugasnya agar permasalahan tidak berkembang menjadi suatu konflik yang semakin serius. Ketentuan tersebut tercantum dalam Piagam PBB 1945 Bab V, bab VI, dan bab VII. Dalam Bab V Pasal 24 dijelaskan mengenai fungsi dan kekuasaan dari DK PBB, dalam Bab VI mengatur mengenai penyelesaian pertikaian secara damai, dan dalam Bab VII mengatur tindakan-tindakan yang berkaitan dengan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan. Instrumen hukum tersebut merupakan acuan dan dasar hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh DK PBB dalam menangani krisis nuklir Korea Utara dan menyelesaikan sengketa internasional. 5 Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis mengadakan penelitian terhadap peran DK PBB dalam menangani krisis nuklir Korea Utara dalam skripsi yang berjudul PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN MENANGANI BANGSA-BANGSA KRISIS NUKLIR DI ( DK KOREA PBB ) DALAM UTARA YANG BERDAMPAK TERHADAP STABILITAS KEAMANAN DUNIA INTERNASIONAL DITINJAU DARI BAB V-VII PIAGAM PBB 1945 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Tindakan apa yang dilakukan DK PBB terkait dengan perannya dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara ? 2. Apakah tindakan DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara sudah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Bab V- VII Piagam PBB ? C. Tujuan Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan oleh penulis agar dapat menyajikan data akurat sehingga dapat memberi manfaat dan mampu menyelesaikan masalah. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian mempunyai tujuan obyektif dan tujuan subyektif sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mendeskripsikan tindakan apa yang dilakukan DK PBB terkait dengan perannya dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara. b. Untuk mengkaji kesesuaian tindakan DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara dengan ketentuan yang tercantum dalam Bab VVII Piagam PBB. 6 2. Tujuan Subyektif a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam bidang hukum internasional khususnya mengenai peran DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara yang berdampak terhadap stabilitas keamanan dunia internasional ditinjau dari Bab V-VII Piagam PBB. b. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar S1 dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan bermanfaat bagi penulis maupun orang lain. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain: 1. Manfaat teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran dan menambah khasanah pustaka kajian Hukum Internasional pada umumnya dan Hukum Organsisasi Internasional pada khususnya. b. Menambah informasi semua pihak mengenai perkembangan krisis nuklir di Korea Utara dan peran DK PBB. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. 2. Manfaat Praktis a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. b. Untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. E. Metode Penelitian Penelitian hukum dimulai dengan melakukan penelusuran bahan hukum sebagai dasar untuk membuat suatu keputusan hukum terhadap kasus-kasus hukum yang konkret. Pada sisi lainnya, penelitian hukum juga merupakan kegiatan ilmiah untuk memberikan refleksi dan penilaian terhadap keputusan- 7 keputusan hukum yang telah dibuat terhadap kasus-kasus hukum yang pernah terjadi atau akan terjadi (Johny Ibrahim, 2006:299). Metode penelitian Skripsi ini adalah : 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukumnya itu sendiri (Johny Ibrahim, 2006:57). Sebagai konsekuensi pemilihan topik permasalahan hukum, maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif (Johny Ibrahim, 2006:295). 2. Sifat Penelitian Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan (Peter Mahmud Marzuki, 2009:22). Ilmu hukum yang bersifat preskriptif berarti ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam aturan hukum. Sifat preskriptif dari penelitian ini yaitu penulis mempelajari konsep hukum mengenai peran DK PBB, kemudian menelaah peran DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara serta kesesuaian tindakan yang dilakukan DK PBB terhadap Piagam PBB. 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan perundang-undang. Suatu penelitian hukum normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral 8 suatu penelitian (Johny Ibrahim, 2006:32). Dalam penelitian ini, pendekatan perundang-undangan dilakukan terhadap instrumen internasional yang mengatur peran serta tugas DK PBB. 4. Jenis dan sumber bahan hukum Dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data (Peter Mahmud Marzuki, 2009:141), yang ada dalam penelitian hukum adalah bahan hukum. Bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan berdasarkan hierarkinya. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kasus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain (Johny Ibrahim, 2006:295). Bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Piagam PBB 1945; b. Treaty on the Non Proliferation of Nuclear Weapon (NPT); c. Resolusi 1695 tentang pelarangan pengiriman barang-barang yang berkaitan dengan rudal dari Korea Utara; d. Resolusi DK PBB 1718 tentang penjatuhan sanksi keuangan dan senjata terhadap Korea Utara; e. Resolusi DK PBB 1874 tentang penjatuhan sanksi kepada Korea Utara. Bahan hukum sekunder yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku tentang Hukum Organisasi Internasional, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Hukum Internasional, Jurnal-jurnal, Majalah, Pendapat para ahli, yang terangkum dalam makalah-makalah. 9 Bahan hukum tersier yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah Kamus, dan data-data lain yang bersumber dari internet. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik studi pustaka. Pengumpulan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier diinventarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dipaparkan, disistemisasi, kemudian dianalisis untuk menginterpresentasikan hukum yang berlaku (Johny Ibrahim, 2006:296). 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis yang digunakan adalah metode penalaran hukum. Metode penalaran hukum adalah kegiatan penalaran ilmiah terhadap bahan-bahan hukum yang dianalisis dapat menggunakan penalaran deduksi, induksi, dan abduksi. Teknis analisis bahan hukum yang digunakan penulis ini adalah dengan metode deduktif, yaitu cara berpikir berpangkal pada prinsip-prinsip dasar. Kemudian Penelitian menghadirkan objek yang akan diteliti yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi (Johny Ibrahim, 2006:393). Penulis menganalisis permasalahan yang bersifat umum yaitu krisis nuklir Korea Utara, kemudian penulis menghadirkan objek yang diteliti yakni peran Dewan Keamanan PBB dan terakhir adalah fakta yang bersifat khusus yakni tindakan Dewan Keamanan PBB dalam menangani krisis Nuklir Korea Utara serta kesesuaian tindakan Dewan Keamanan PBB dengan Piagam PBB. F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, 10 maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi kedalam sub-sub bagian yang dimaksud untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini. Sistematika penulisan hukum ini terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisikan latar belakang permasalahan dari topik dan permasalahan yang diangkat didalam penulisan hukum, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab tinjauan pustaka penulisan hukum ini, penulis membagi bab tinjauan pustaka menjadi dua sub-bab yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori terdiri dari teori-teori yang relevan dengan penelitian hukum ini yaitu : tinjauan umum mengenai Hukum Organisasi Internasional, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Perserikatan Bangsa-bangsa, Piagam PBB, Dewan Keamanan PBB, Ketenagaan nuklir. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berisi uraian mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari proses penelitian. Berdasarkan rumusan masalah yang dibahas dalam bab ini yaitu tindakan apa yang dilakukan DK PBB terkait dengan perannya dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara serta kesesuaian tindakan DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara dengan ketentuan yang tercantum dalam Bab V- VII Piagam PBB. BAB IV PENUTUP Berisi uraian mengenai kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait. DAFTAR PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Organisasi Internasional a. Pengertian Organisasi Internasional Organisasi internasional diperlukan dalam rangka kerjasama dan mencari kompromi untuk meningkatkan kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama serta mengurangi pertikaian yang timbul. Organisasi internasional juga diperlukan dalam menjajagi sikap bersama dan mengadakan hubungan dengan negara lain. Dapat dicatat bahwa ciri organisasi internasional yang mencolok ialah merupakan suatu organisasi yang permanen untuk melanjutkan fungsinya yang telah ditetapkan. Organisasi itu mempunyai instrumen dasar (constituent instrument) yang akan memuat prinsipprinsip dan tujuan, struktur maupun cara organisasi itu bekerja. Organsisasi Internasional adalah suatu organisasi yang dibentuk dengan perjanjian internasional oleh dua negara atau lebih berisi fungsi, tujuan, kewenangan, asas, struktur organisasi (Sefriani, 2011:142). Organisasi internasional dibentuk berdasarkan perjanjian, dan biasanya agar dapat melindungi kedaulatan negara, organisasi itu mengadakan kegiatannya sesuai dengan persetujuan atau rekomendasi serta kerjasama, dan bukan semata-mata bahwa kegiatan itu haruslah dipaksakan atau dilaksanakan (Sumaryo Suryokusumo, 1990:10). Pada intinya organisasi internasional adalah sebuah lembaga yang dibentuk berdasar perjanjian dan menjalin kerjasama antar negara. Organisasi internasional juga berisi fungsi, tujuan, kewenangan, asas, dan struktur dari organisasi itu sendiri. Organisasi internasional tidak semata-mata untuk dipaksakan. 12 Adapun pengertian organisasi internasional menurut para ahli, sebagai berikut 1) Bowet D.W Tidak ada suatu batasan mengenai organisasi publik internasional yang dapat diterima secara umum. Pada umumnya organisasi ini merupakan organisasi permanen yang didirikan berdasarkan perjanjian internasional yang kebanyakan merupakan perjanjian multilateral daripada perjanjian bilateral yang disertai beberapa kriteria tertentu mengenai tujuannya (Ade Maman Suherman, 2003:46). 2) Starke Starke hanya membandingkan fungsi, hak dan kewajiban serta wewenang dari lembaga internasional dengan negara yang modern, starke berpendapat “In the first place, just as the function of the modern state and the rights, duties and powers of its instrumentalities are governed by a branch of municipal law called state constitutional law, so international institution are similiarly conditioned by a body of rules may will be described as international constitutional law”(Ade Maman Suherman, 2003:46). 3) Sri Setianingsih Suwardi Organisasi internasional merupakan wadah negara-negara dalam menjalankan tugas bersama, baik dalam bentuk kerjasama yang sifatnya koordinatif maupun subordinatif (Sri Setianingsih Suwardi, 2004:5). 4) Boer Mauna Boer Mauna sendiri dalam bukunya ―Hukum Internasional; pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global‖ membahas mengenai pengertian organisasi internasional menurut pasal 2(1) Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian internasional, yang mana dalam pasal itu disebutkan bahwa organisasi internasional adalah organisasi antar pemerintah. Menurut Boer Mauna, definisi yang diberikan konvensi ini sangat semnpit karena hanya membatasi diri pada hubungan antar pemerintah. Menurutnya, definisi ini mendapat tantangan dari para penganut definisi yang luas termasuk NGO‘s (Boer Mauna, 2000:419). 5) T. May Rudy T.May Rudy berpendapat bahwa secara sederhana organisasi internasional dapat didefinisikan sebagai “Any Cooperative arrangement instituted among states, usually by a basic agreement, to perform some mutually advantageous function 13 implemented through periodic meetings and staff activities”. (Pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal balik yang diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan staf secara berkala (T.May Rudy, 2002:93-94). 6) Vik Kanwar International organizations are usually created by treaties or other ordinary means of international law-making, but at times they also gain autonomy in their ability to interpret, make, and over-rule existing international law. (Organisasi-organisasi internasional biasanya dibuat oleh perjanjian biasa atau undang-undang internasional yang dibuat secara biasa, tetapi pada waktu mereka juga mendapatkan otonomi mereka di kemampuan mereka untuk menafsirkan, membuat, dan lebih-aturan hukum internasional yang ada) (Vik Kanwar, 2009:171) 7) Chistiane Ahlborn An international organization is the result of the freedom of contract of States, which allows them to create new legal persons. It is therefore not only the international agreement perse that defines an international organization, but also the fact that it is created by States or othersubjects of international law, more broadly speaking. (Sebuah organisasi internasional adalah hasil dari kebebasan berkontrak Negara, yang memungkinkan mereka untuk menciptakan badan hukum baru. Oleh karena itu tidak hanya perjanjian internasional yang menetapkan organisasi internasional, tetapi juga fakta bahwa itu dibuat oleh Negara atau subyek hukum internasional, yang lebih luas berbicara) (Christine Ahlborn, 2011:10). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa organisasi internasional ialah lembaga yang terdiri dari beberapa negara yang dibentuk dengan akta konstitutif dan sudah ditentukan segala hal yang terkait termasuk prinsip, dasar hukum, tujuan, dsb dalam anggaran dasar. b. Wewenang organisasi internasional Penentuan wewenang organisasi internasional merupakan campuran pengaturan hukum internasional dengan akta konstitutif. Pada dasarnya wewenang organisasi internasional dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu (Boer Mauna, 2000:440-444): 14 1) Wewenang Implisit Kewenangan yang dimiliki untuk melakukan sesuatu walau tidak secara terang-terangan disebut dalam akta konstitutif, misalnya dengan mengijinkan organ-organ tertentu membentuk organorgan subsider yang dianggap perlu dalam pelaksanaan fungsinya. 2) Wewenang Normatif Kewenangan yang dimiliki oleh organisasi internasional untuk membuat norma-norma seperti ketentuan hukum atau keuangan. 3) Wewenang Operasional Kewenangan yang dimiliki organisasi internasional di luar wewenang normatif, seperti misalnya bantuan keuangan, bantuan ekonomi, bantuan militer, dan lain sebagainya. 4) Wewenang Pengawasan Kewenangan yang dimiliki organisasi internasional untuk mengawasi anggota-anggotanya yang tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah disepakati sebelumnya. 5) Wewenang Sanksi Kewenangan yang dimiliki organisasi internasional untuk memberikan sanksi atas setiap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya. Tata cara pemberian dan jenis sanksi ini diatur dalam masing-masing akte konstitutif organisasi internasional. c. Prinsip-prinsip yang dianut dalam organisasi internasional. Agar diakui statusnya di dalam hukum internasional, organisasi internasional harus memenuhi 3 syarat, yaitu(Sumaryo Suryokusumo, 1997:131): 1) Adanya persetujuan internasional seperti instrumen pokok itu akan membuat prinsip-prinsip dan tujuan maupun cara organisasi itu bekerja; 2) Organisasi internasional haruslah mempunyai paling tidak satu badan; 3) Organisasi internasional haruslah dibentuk di bawah hukum internasional. Persetujuan internasional biasanya dilaksanakan di 15 bawah hukum internasional sesuai ketentuan-ketentuan dalam hukum perjanjian. Di dalam praktik, prinsip keanggotaan suatu organisasi internasional tergantung pada maksud dan tujuan organisasi, fungsi yang akan dilaksanakan dan perkembangan apakah yang diharapkan dari organisasi internasional tersebut. Prinsip universalitas keanggotaan dan terbatas dapat dibedakan (selective). antara Prinsip prinsip keanggotaan universalitas tidak membedakan sistem pemerintahan, ekonomi ataupun politik yang dianut oleh negara anggota. Sedangkan dalam prinsip terbatas (selective) menekankan syarat-syarat tertentu bagi keanggotaan. Syarat tersebut adalah sebagai berikut (Sri Setianingsih Suwardi, 2004:46-47): 1) Keanggotaan yang didasarkan pada kedekatan letak geografis. 2) Keanggotaan yang didasarkan pada kepentingan yang akan dicapai. 3) Keanggotaan yang didasarkan pada sistem pemerintahan tertentu atau pada sistem ekonomi. 4) Keanggotaan yang didasarkan pada persamaan kebudayaan, agama, etnis, dan pengalaman sejarah. 5) Keanggotaan yang didasarkan pada penerapan hak-hak asasi manusia. d. Klasifikasi Organisasi Internasional Ada berbagai macam pendapat para ahli mengenai klasifikasi organisasi internasional, diantaranya yaitu pendapat dari (Ade Maman Suherman, 2003:54) : 1) Schemers Beliau memberikan klasifikasi Organiasi Internasional sebagai berikut : a) Organiasi Internasional publik: sebuah organisasi yang didirikan berdasarkan perjanjian antar negara, dengan syarat bahwa organisasi tersebut harus didirikan berdasarkan Hukum Internasional; b) Organisasi Privat Internasional: Organisasi ini didirikan berdasarkan hukum internasional privat yang dalam hal ini sudah masuk dalan yurisdiksi hukum nasional yang membidangi masalah privat da tunduk pada hukum nasional suatu negara; 16 c) Organisasi yang berkarakter universal: Organisasi ini berkarakteristik universalitas, ultimate necessity dan heteroginity; d) Organisasi Internasional tertutup: bahwa persekutuan tidak akan menerima keanggotaan selain dari grupnya atau komunitasnya secara terbatas; e) Organisasi Antar Pemerintah: Schemers membatasi pada organisasi antar pemerintah terbatas pada organ tertentu, yakni eksekutif; f) Organisasi Supranasional: merupakan organisasi kerjasama baik dalam bidang legislasi, yudikasi, dan eksekutif bahkan sampai pada level warga negara; g) Organisasi Fungsional: sering disebut dengan organisasi teknis yang memiliki kekhususan dalam bidang fungsi spesifik dari suatu organisasi; h) Organisasi Umum; sering disebut dengan political organization. 2) Bowet Beliau mengklasifikasikan Organisasi Internasional berdasarkan: a) Fungsi; organisasi politik, organisasi administrasi, organisasi-organisasi yang mempunyai kompetensi luas dan organisasi-organisasi yang mempunyia kompetensi terbatas; b) Sifat: global dan regional; c) Perjanjian: antar negara dan antar pemerintah dan non pemerintah; d) Kewenangan: memepunyai kewenangan supranasional dan tidak mempunyai kewenangan supranasional. 3) Sri Setianingsih Suwardi Sri Setianingsih menyatakan bahwa organisasi internasional dapat diklasifikasikan menurut beberapa cara sesuai dengan kebutuhan atau menurut cara peninjauan organisasi tersebut, yaitu sebagai berikut (Sri Setianingsih Suwardi, 2004:21): a) Klasifikasi yang didasarkan antara organisasi internasional permanen dan tidak permanen; b) Klasifikasi didasarkan pada organisasi internasional publik dan privat; c) Klasifikasi yang didasarkan pada keanggotaannya, organisasi universal, dan organisasi tertutup; d) Organisasi internasional yang didasarkan pada sifat organisasi, yaitu supransasional; e) Klasifikasi yang didasarkan pada fungsinya. 17 e. Pendirian Organisasi internasional Suatu Prasyarat untuk berdirinya suatu organisasi internasional adalah adanya keinginan untuk bekerjasama yang jelas-jelas kerjasama internasional tersebut akan bermanfaat dalam bidangnya dengan syarat organisasi tidak melanggar kekuasaan dan kedaulatan negara suatu anggota (Ade Maman Suherman, 2003:61). Suatu organisasi internasional baru ada bila negara-negara menghendakinya dan kehendak tersebut dirumuskan dalam suatu perjanjian internasional. Bila negara sepakat untuk mendirikan suatu organisasi internasional maka kesepakatan tersebut dirumuskan dalam suatu instrumen yuridik. Instrumen dinamakan Mauna, akta konstitutif(Boer yuridik tersebut 2000:423). Dapat dipastikan suatu organisasi internasioanl mempunyai anggaran dasar atau akta konstitutif sebagai landasan bekerjanya organisasi internasional tersebut (Sri Setianingsih Suwardi, 2004:183). Akta konstitutif dapat berasal dari suatu perjanjian internasional yang baru atau perjanjian internasional yang merubah perjanjian sebelumnya dengan sekaligus merubah personalitas yuridiknya. Dalam hal kedua, prosedur yang dipakai adalah prosedur revisi yang tercantum dalam perjanjian sebelumnya. Dalam hal pertama, prosedur pembuatan adalah prosedur yang biasanya berlaku bagi pembuatan perjanjian-perjanjian multilateral dalam kerangka suatu konferensi internasional (Boer Mauna, 2000:424). Ade Maman Suherman memberikan rincian tentang persyaratan organisasi sebagai berikut (Ade Maman Suherman, 2003:62) : 1) Dibuat oleh negara sebagai para pihak; 2) Berdasarkan perjanjian tertulis dalam satu, dua, atau lebih instrumen; 3) Untuk tujuan tertentu; 4) Dilengkapi dengan organ; 18 5) Berdasarkan Hukum Internasional. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa suatu prasyarat untuk berdirinya suatu organisasi internasional adalah adanya keinginan untuk bekerjasama dari masing masing negara. Bila negara sepakat untuk mendirikan suatu organisasi internasional maka kesepakatan tersebut dirumuskan dalam suatu instrumen yuridik yang disebut akta konstitutif. Akta konstitutif dapat berasal dari suatu perjanjian internasional yang baru atau perjanjian internasional yang merubah perjanjian sebelumnya. 2. Tinjauan Umum Tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa a. Sejarah berdirinya PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan organisasi internasional yang paling besar selama ini dalam sejarah pertumbuhan kerjasama semua bangsa di dunia di dalam berbagai sektor kehidupan internasional. Organisasi ini telah meletakkan kerangka konstitusionalnya melalui suatu instrumen pokok berupa piagam dengan tekad semua anggotanya untuk menghindari terulangnya ancaman perang dunia yang pernah terjadi dua kali. Disamping itu Piagam PBB juga telah meletakkan tujuan dan prinsip yang mulia dalam rangka memelihara perdamaian dan keamanan internasional, meningkatkan hubungan bersahabat dan mencapai kerjasama internasional disemua bidang, termasuk adanya kewajiban-kewajiban internasional semua negara untuk (Sumaryo Suryokusumo, 1987:1) : 1) Menghormati persamaan kedaulatan bagi semua bangsa; 2) Tidak menggunakan ancaman atau kekerasan terhadap kemerdekaan, kedaulatan, dan keutuhan wilayah suatu negara; 3) tidak mencampuri urusan dalam negeri suatu negara; 4) Berusaha menyelesaikan pertikaian antar negara secara damai 19 The United Nations is an international organization founded in 1945 after the Second World War by 51 countries committed to maintaining international peace and security, developing friendly relations among nations and promoting social progress, better living standards and human rights (http://www.un.org/en/aboutun/ index.shtml), artinya bahwa PBB adalah sebuah organisasi internasional yang di dirikan pada tahun 1945 setelah Perang Dunia II oleh 51 negara yang berkomitmen untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa dan mempromosikan kemajuan sosial, standar hidup yang lebih baik dan hak asasi manusia. Peran dari PBB memang kompleks, hal ini terlihat dari banyaknya fungsi PBB. Organisasi internasional seperti PBB dikategorikan sebagai organisasi yang memiliki peranan amat kompleks karena memiliki fungsi sebagai berikut (Mandalangi, 1986:56): 1) Berfungsi sebagai Yudisial, artinya bahwa PBB menjalankan fungsi yudisial melalui badan prinsipalnya yang terkenal yaitu the international Court of justice (ICJ), demikian pula melalui the Administrative tribunal of the ILO yang dibentuk berdasarkan Pasal 37 Konstitusi ILO serta melalui suatu badan kuasi-yudisial seperti the committee on freedom of Association yang bertindak sewaktu-waktu atas nama governing Body dari ILO; 2) Berfungsi sebagai legislatif atau administratif, dikatakan demikian karena PBB menjalankan fungsi legislatif atau administratif melalui resolusi-resolusi dan keputusan-keputusan yang diambil dalam sidang majelis umum; demikian pula melalui keputusan dan berbagai peraturan yang dibuat oleh Dewan Ekonomi Sosial (the economic and social council), melalui beraneka ragam konvensi (conventions), regulations dan 20 procedures yang dihasilkan dalam Internasional Labour Organization (ILO) dan lain-lain; 3) Berfungsi sebagai eksekutif atau politik, dikatakan demikian karena melalui badan-badan prinsipalnya (principal organs) seperti Majelis Umum (General Assembly) dan Dewan Keamanan (Security Council) dalam arti memelihara perdamaian dan keamanan internasional, melalui ―related agency‖ yang bukan badan-badan khusus seperti the international atomic energy agency (IAEA), bahkan seterusnya melalui ‗pasukan darurat PBB (United Nations Emergency Force) yang pernah bertugas misalnya di Korea, Congo, Cyprus, Timur Tengah dan sebagainya. Berdirinya PBB diawali dengan kegagalan Liga BangsaBangsa mencegah Perang Dunia Ke-2. Kegagalan tersebut mendorong negara-negara sekutu pada tahun 1941 membentuk suatu organisasi publik negara-negara untuk mencapai suatu sistem kolektif yang dapat melindungi masyarakat internasional dari bencana perang. Organisasi tersebut diberi nama ―The United Nations‖ dan pada tahun 1943 Deklarasi Moskow mengakui perlunya mendirikan suatu organisasi internasional publik yang dapat bekerja dalam waktu segera, yang didasarkan atas prinsip persamaan kedaulatan dari seluruh negara cinta damai, besar maupun kecil, untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Formulasi rencana pasti bagi PBB diperbaharui dalam beberapa tahap, di Teheran tahun 1943, di Dumbarton Oaks tahun 1944, di Yalta tahun 1945 dan akhirnya dalam Konferensi San Fransisco tanggal 25 April sampai 26 Juni tahun 1945 dimana 50 negara dengan dasar proposal Dumbarton Oaks yang dipersiapkan oleh empat negara sponsor bersama-sama menyusun Charter of The United Nations/Piagam PBB (Bowett, 1995:30). Piagam tersebut 21 dirancang atas usul oleh wakil-wakil dari Tiongkok, Perancis, Uni Sovyet, Inggris Raya, dan Amerika Serikat. Dengan berdirinya PBB, maka muncul satu kerangka kerja untuk kerjasama internasional dalam satu skala yang belum pernah ada sebelumnya dalam sejarah. Lima dasawarsa kemudian keanggotaan organisasi dunia tersebut telah menjadi tiga kali lipat. Untuk merayakan berdirinya PBB pada tahun 1945, hari PBB diperingati setiap tahun pada tanggal 24 Oktober, ketika piagam PBB telah diratifikasi oleh Tiongkok, Perancis, Uni Sovyet, Inggris Raya, Amerika Serikat dan negara-negara penting lainnya. b. Dasar dan tujuan PBB Tujuan utama PBB ada 4 yaitu; 1) To keep peace throughout the world (Untuk menjaga perdamaian di seluruh dunia); 2) To develop friendly relations among nations (Untuk mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa); 3) To help nations work together to improve the lives of poor people, to conquer hunger, disease and illiteracy, and to encourage respect for each other’s rights and freedoms(Untuk membantu negara-negara bekerja sama untuk meningkatkan kehidupan orang-orang miskin, untuk menaklukkan kelaparan, penyakit dan buta huruf, dan untuk mendorong rasa hormat terhadap hak-hak masing-masing dan kebebasan); 4) To be a centre for harmonizing the actions of nations to achieve these goals (Untuk menjadi pusat untuk harmonisasi tindakan negara-negara untuk mencapai tujuan bersama) (http://www.un.org/en/ aboutun/index.shtml). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa peran dan tujuan utama PBB adalah pada dasarnya menjadi organisasi internasional yang bertujuan untuk kepentingan damai dan menjadi tempat untuk membangun kerjasama baik antar negara. Tujuan lainnya adalah 22 membantu negara yang sedang berkembang untuk membangun dibidang ekonomi,sosial,dan budaya. Dasar dan tujuan PBB juga dipertegas dalam Pasal 1 Piagam PBB, yaitu: 1) Memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan untuk tujuan itu diadakan tindakan-tindakan bersama yang tepat untuk mencegah dan melenyapkan ancaman-ancaman bagi perdamaian, dan meniadakan tindakan-tindakan penyerangan ataupun tindakan lainnya yang mengganggu perdamian, menyelesaikan sengketa dengan jalan damai, dan sesuai dengan asas-asas keadilan dan hukum internasional, mengatur atau menyelesaikan pertikaianpertikaian internasional atau keadaan-keadaan yang dapat mengganggu perdamaian; 2) Memajukan hubungan persahabatan antara bangsa-bangsa berdasarkan penghargaan atas asas-asas persamaan hak dan hak bangsa-bangsa untuk menentukan nasib sendiri dan mengambil tindakan-tindakan lain yang tepat untuk memperteguh perdamaian dunia; 3) Mewujudkan kerjasama internasional dalam memecahkan persoalan-persoalan internasional di lapangan ekonomi, sosial, kebudayaan, atau yang bersifat kemanusiaan, dan berusaha serta menganjurkan adanya penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan-kebebasan dasar bagi semua umat manusia tanpa membedakan bangsa, jenis, bahasa, atau agama; dan 4) Menjadi pusat bagi menyelaraskan segala tindakan-tindakan bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan bersama tersebut. c. Prinsip-Prinsip PBB dalam pemeliharaan perdamaian Berkaitan dengan usaha-usaha pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, PBB telah meletakkan lima prinsip dalam Piagamnya, meliputi (Sumaryo Suryokusumo, 1987:8) 1) Prinsip menyelesaikan perselisihan internasional secara damai Pasal 2 ayat 3 jo Bab VI dan Bab IV Piagam PBB memberikan ketentuan-ketentuan mengenai langkah-langkah apa yang harus diikuti oleh negara, baik sebagai negara anggota PBB maupun bukan negara anggota PBB apabila terlibat di dalam suatu perselisihan. Apabila perselisihan itu sedemikian rupa tidak dapat diselesaikan, maka pihak yang bersengketa atau setiap 23 anggota PBB ataupun Sekjen PBB dapat membawa masalahnya kepada DK atau Majelis Umum PBB. 2) Prinsip untuk tidak menggunakan ancaman atau kekerasan Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB meletakkan salah satu prinsip dasar PBB. Sebagai organisasi yang dibentuk untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, keberhasilan PBB sangat tergantung dari sejauh mana para anggotanya menjunjung tinggi prinsip dasar tersebut dan sejauh mana pula badanbadannya berfungsi secara efektif dalam memikul tangung jawab untuk untuk mencapai tujuan itu. 3) Prinsip mengenai tanggung jawab untuk menentukan adanya ancaman Pasal 39 Piagam PBB, dalam pengenaan sanksi-sanksi lebih selektif dan lebih bersifat politis, di mana Piagam menempatkan DK sebagai suatu badan politik. Ini tercermin di dalam tanggung jawabnya dalam menentukan, apakah sesuatu keadaan merupakan ancaman bagi perdamaian, pelanggaran perdamaian atau memang agresi, di mana DK akan menentukan langkah-langkah yang akan diambilnya. 4) Prinsip mengenai pengaturan persenjataan Salah satu tanggung jawab yang diletakkan oleh piagam adalah bagaimana merumuskan rencana membuat suatu sistem untuk mengatur persenjataan yang dapat dipertimbangkan oleh para anggota PBB, dengan Komisi Staf Militer dalam rangka pemeliharaan perdamaain. Masalah persenjataan diangggap oleh penyusun piagam sebagai salah satu pendekatan subsider untuk pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, hal ini diatur dalam pasal 26 Piagam PBB. 24 5) Prinsip umum mengenai kerjasama di bidang pemeliharaan dan kerjasama internasional Bagian pokok dari kegiatan keseluruhan PBB di bidang perdamaian dan keamanan telah menimbulkan pengembangan terhadap prinsip-prinsip umum, aturan dan tata cara, hal ini diatur dalam pasal 11 ayat 1 Piagam PBB. Kegiatan tersebut merupakan tanggung jawab khusus dan sumbangan Majelis Umum PBB, yang menurut ketentuan piagam merupakan badan yang diberikan tanggung jawab untuk menangani prinsip-prinsip umum mengenai kerjasama di bidang pemeliharaan dan perdamaian internasional, meningkatkan kerjasama internasional di bidang politik, dan mendorong perkembangan kemajuan hukum internasional beserta kodifikasinya. Dari kelima prinsip PBB dalam pemeliharaan damai tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa PBB lebih mengutamakan jalan damai dalam penyelesaian suatu sengketa atau masalah. Prinsip yang terlihat dalam upaya menjaga perdamaian adalah pada prinsip menyelesaikan perselisihan internasional secara damai dan prinsip untuk tidak menggunakan ancaman atau kekerasan. 3. Tinjauan Umum tentang Piagam PBB Sebagaimana diketahui Piagam PBB lahir berdasarkan Konferensi San Francisco yang ditandatangani pada tanggal 26 Juni 1945. Dan baru secara resmi dinyatakan berlaku pada tanggal 24 Oktober 1945, setelah diratifikasi oleh negara-negara peserta konferensi tersebut. Ratifikasi adalah persetujuan dari dewan legislatif, karena setiap perjanjian internasional tidak begitu saja berlaku setelah ditandatangani negara peserta, tetapi juga membutuhkan persetujuan dari dewan legislatif negara yang bersangkutan (Anonim.http://www.ut.ac.id/ html/suplemen/ppkn4419/_private/Piagam%20PBB.htm).Dalam sejarah 25 kelahiran PBB ini, Konferensi San Francisco bukan merupakan satusatunya peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Piagam PBB. a. Peristiwa penting yang melatarbelakangi lahirnya Piagam PBB antara lain : 1) Piagam Atlantik (Atlantic Charter) yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1941. Ini dari isi piagam ini adalah hak setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiir (right of self determination) serta penolakan dan pencegahan terhadap segala macam cara kekerasan bagi penyelesaian suatu sengketa atau pertikaian internasional; 2) United Nations Declaration yang ditandatangani pada tanggal 1 Januari 1945 di Washington DC oleh 26 negara peserta. Isi Deklarasi ini pada intinya menyokong prinsip yang terdapat pada Atlantic Charter; 3) Konferensi Moskow, yang diadakan pada tanggal 19 sampai dengan 30 Oktober 1943. Konferensi ini membicarakan masalah peperangan, masalah Polandia dan masalah kerja sama setelah perang, juga membicarakan tentang organisasi dunia untuk perdamaian; 4) Konferensi Yalta, pada tanggal 4 sampai dengan 11 Pebruari 1945. Konferensi ini menyetujui untuk mengadakan pembicaraan lebih lanjut tentang masalah pembentuk organisasi perdamaian dunia (PBB) yang rencananya akan diadakan di Amerika pada bulan April 1945; 5) Konferensi San Francisco, diadakan pada tanggal 25 April 1945 sampai dengan 26 Juni 1945, menghasilkan piagam PBB (Anonim.http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ppkn4419/_private/P iagam%20PBB.htm). Piagam PBB ini memuat beberapa ketetapan mengenai hak-hak asasi manusia. Mukadimah Piagam tersebut berisi suatu tekad rakyat PBB untuk menyatakan kembali keyakinan pada hak asasi manusia, 26 pada martabat dan nilai manusia, pada persamaan hak antara pria dan wanita, dan antara negara besar dan negara kecil. Pasal 1 (3) dalam Piagam ini mencantumkan bahwa salah satu tujuan PBB adalah menggalakkan dan mendorong penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan asasi bagi semua orang tanpa membedakan jenis kelamin, ras bahasa atau agama (Anonim.http://www.ut.ac.id/ html/suplemen/ppkn4419/_private/Piagam%20PBB.htm). b. Isi dalam Mukadimah Piagam PBB berisi antara lain (Sri Setianingsih Suwardi, 2004:265): 1) Bertekad meyelamatkan generasi yang akan datang dari kesengsaraan yang disebabkan perang; 2) Memperteguh kepercayaan pada hak-hak asasi manusia, pada harkat dan derajat manusia, persamaan hak bagi pria maupun wanita dan bagi segala bangsa besar maupun kecil; 3) Menegakkan keadaan di mana keadilan dan penghormatan terhadap kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjianperjanjian dan lain-lain sumber hukum internasional dapat terpelihara; 4) Meningkatkan kemajuan sosial dan memperbaiki tingkat kehidupan dalam alam kebebasan yang luas. Jadi Piagam PBB adalah dasar hukum bagi PBB, Piagam PBB merupakan akta konstitutif yang di ratifikasi oleh para anggotanya. Ratifikasi adalah persetujuan dari dewan legislatif. Piagam PBB ini memuat beberapa ketetapan mengenai hak-hak asasi manusia. c. Kekuatan mengikat Piagam PBB dalam hukum internasional Piagam PBB ini merupakan traktat multilateral, yakni penuangan kesadaran masyarakat internasional dalam memelihara perdamaian dan keamanan kolektif, maka Piagam ini secara hukum menciptakan kewajiban yang mengikat bagi semua negara anggota PBB. Piagam PBB merupakan perjanjian yang mempunyai 27 pengecualian, yakni perjanjian yang dapat mempunyai akibat pada negara ketiga tanpa persetujuan negara ketiga. Pengecualian ini terdapat dalam Pasal 2 (6) Piagam PBB yang antara lain menyatakan bahwa Organisasi ini harus memastikan bahwa negara-negara bukan anggota PBB bertindak sesuai dengan asas PBB sejauh mungkin bila dianggap perlu untuk perdamaian dan keamanan internasional. Jadi, negara bukan anggota PBB sepanjang mengenai perdamaian dan keamanan internasional harus bertindak sesuai dengan asas dari Piagam (Boer Mauna, 2000:144-145). Implikasi dari perjanjian multilateral adalah timbulnya kewajiban yang dibebankan kepada negara-negara, baik sebagai peserta maupun bukan. Kewajiban yang dikenakan terhadap negaranegara peserta merupakan kewajiban yang dikenakan terhadap negara-negara peserta merupakan kewajiban yang mengikat sebagaimana yang dimiliki oleh suatu negara peserta terhadap traktat biasa. Sedangkan terhadap negara non-peserta traktat multilateral mengikat selama ketentuan-ketentuan yang ada mencerminkan hukum kebiasaan. Jadi, kewajiban yang muncul adalah disebabkan karena norma atau kewajiban tersebut berasal dari hukum yang sebelumnya terdapat dalam kebiasaan yang kemudian dimodifikasi dalam traktat multilateral (Jawahir Tontowi dan Pranoto Iskandar, 2006:60-61). 4. Tinjauan Umum tentang Dewan Keamanan PBB (DK PBB) Dewan Keamanan PBB adalah badan pelaksana yang bertanggung jawab atas keamanan dan perdamaian dunia. Dewan Keamanan PBB juga mempunyai tanggung jawab untuk menentukan apakah suatu keadaan tertentu merupakan ancaman bagi perdamaian, pelanggaran terhadap perdamaian atau adanya agresi. Anggota DK semula terdiri dari atas lima anggota tetap (Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Perancis, Cina) dan enam anggota 28 tidak tetap. Anggota tak tetap dipilih oleh Majelis Umum. Dengan amandemen yang mulai berlaku 31 Agustus tahun 1965, jumlah anggota DK diubah menjadi lima anggota tetap (Amerika Serikat, Uni Sovyet, Inggris, Perancis, Cina) dan sepuluh anggota tidak tetap. Jadi, sampai sekarang jumlah anggota DK seluruhnya ada 15 negara. Kewenangan Dewan Keamanan 1) to maintain international peace and security in accordance with the principles and purposes of the United Nations (untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan prinsip-prinsip dan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa); 2) to investigate any dispute or situation which mightlead to international friction (untuk menyelidiki setiap sengketa atau gesekan internasional); 3) to recommend methods of adjusting such disputes or the terms of settlement (untuk merekomendasikan metode penyelesaian perselisihan sesuai ketentuan); 4) to formulate plans for the establishment of a system to regulate armaments (untuk merumuskan rencana untuk pembentukan suatu sistem yang mengatur persenjataan); 5) to determine the existence of a threat to the peace or act of aggression and to recommend what action should be taken (untuk menentukan adanya ancaman terhadap perdamaian atau tindakan agresi dan merekomendasikan tindakan apa yang harus diambil); 6) to call on Members to apply economic sanctions and other measures not involving the use of force to prevent or stop aggression (memanggil anggota untuk menerapkan sanksi ekonomi dan tindakan lain yang tidak melibatkan penggunaan kekuatan untuk mencegah atau menghentikan agresi); 7) to take military action against an aggressor (untuk mengambil tindakan militer terhadap agresor); 29 8) to recommend the admission of new Members (untuk merekomendasikan penerimaan Anggota baru); 9) to exercise the trusteeship functions of the United Nations in "strategic areas" (untuk melaksanakan fungsi amanah tersebut Perserikatan Bangsa-Bangsa di "daerah strategis"); 10) to recommend to the GeneralAssembly the appointment of the Secretary-General and, together with the Assembly, to elect the Judges of the International Court of Justice (untuk merekomendasikan kepada majelis Umum untuk pengangkatan Sekretaris Jenderal dan, bersama-sama dengan Majelis, untuk memilih Hakim Mahkamah Internasional). (UN, http://www.un.org/Docs/sc/unsc_functions.html) a. Hak istimewa Anggota tetap DK mempunyai hak istimewa, yaitu hak veto (hak menolak/membatalkan keputusan). Dalam sidang dewan kemanan berlaku ketentuan bahwa setiap anggota mempunyai satu suara. Keputusan diambil berdasarkan sekurang-kurangnya sembilan suara setuju dari 15 anggota. Untuk keputusan-keputusan yang penting berlaku pula ketentuan seperti tersebut di atas dengan catatan bahwa dari sembilan suara termasuk suara setuju kelima anggota tetap. Kalau salah satu dari kelima anggota tetap tidak setuju, maka keputusan tiak dapat dibuat. Hak kelima anggota tetap tersebut disebut hak veto. Bila salah satu anggota tetap bersikap abstain atau tidak memberikan suara, berarti tidak mendukung tetapi juga tidak menghalangi pelaksanaan keputusan DK dengan hak vetonya (Safril Djamain, 1993: 18). b. Sanksi Dewan Keamanan Sesuai dengan Bab VII piagam maka sanksi DK dikenakan kepada negara anggotanya dalam 3 hal : jika negara itu mengadakan tindakan yang dapat mengancam perdamaian, melanggar perdamaian atau melakukan suatu agresi terhadap negara lainnya. Tindakan yang 30 dilaksanaan dalam rangka pasal 34 untuk menyelesaikan sengketa antar negara adalah tidak diikat dengan sanksi. Sedangkan tindakan DK atas dasar VII dikenakan kepada negara yang melanggar prinsipprinsip PBB yang langsung dapat mengancam perdamian dan jika tidaak dipatuhi dapat dikenakan sanksi ekonomi yang kemudian dapat diikuti dengan sanksi militer. Sanksi ekonomi dilakukan tanpa menggunakan kekerasan militer yang tujuannya agar keputusan-keputusan dapat dipatuhi. DK dapat menyerukan kepada segenap anggota PBB untuk menentukan langkah-langkah yang menurut Pasal 41 Piagam PBB dirinci yaitu pemutusan hubungan ekonomi, komunikasi udara, laut, kereta api, radio, dan komunikasi lainnya yang dapat dilakukan baik sebagian maupun sekuruhnya serta untuk memutuskan hubungan diplomatik. Tujuan sanksi ekonomi tersebut adalah agar negara yang tidak mentaati keputusan DK itu tidak lagi dapat memperoleh kebutuhankebutuhan strategis sehingga negara itu tidak dapat berbuat apa-apa selain untuk mentaati keputusan DK. Sedangkan sanksi militer menurut pasal 42 yaitu DK dapat mengadakan tindakan militer melalui udara, laut, darat, mengadakan demonstrasi-demonstrasi, blokade. c. Prosedur Pemungutan Suara Prosedur pemungutan suara dikemukakan dalam pasal 27 Piagam PBB, yaitu : 1) Setiap anggota DK memiliki satu suara. 2) Keputusan-keputasan DK mengenai masalah-masalah prosedural harus ditetapkan dengan suara setuju dari 9 anggota. 3) Keputusan DK mengenai hal lainnya diputuskan dengan melalui suara setuju dari anggota termasuk suara bulat dari anggotaanggota tetap dengan ketentuan bahwa, dalam keputusankeputusan berdasarkan Bab VI, dan menurut ayat 3 Pasal 52 pihak yang bersengketa tidak diperkenankan memberikan suara. Keputusan DK PBB mempunyai kekuatan mengikat secara hukum (legally binding) berdasarkan Pasal 25 Piagam PBB, adapun bunyi Pasal tersebut adalah, ―Anggota-anggota Perserikatan Bangsa- 31 Bangsa menyetujui untuk menerima dan menjalankan keputusankeputusan Dewan Keamanan sesuai dengan Piagam ini‖. Keputusan DK PBB mempunyai dampak bagi suatu negara yang terlibat konflik atau sengketa untuk mematuhi dan melaksanakannya sehingga bagi negara yang melanggar akan dikenakan sanksi sebagaimana yang telah diatur dalam Piagam PBB (Elfia Farida, 2004:131). 5. Tinjauan Umum Tentang Penyelesaian sengketa Internasional a. Pengertian Sengketa Internasional Istilah sengketa-sengketa internasional (international disputes) mencakup bukan saja sengketa-sengketa antara negara-negara, melainkan juga kasus-kasus lain yang berada dalam lingkup pengaturan internasional, yakni beberapa kategori sengketa tertentu antara negara di satu pihak dan individu, badan-badan korporasi serta badan-badan bukan negara di pihak lain. Sengketa internasional memungkinkan terjadi bukan hanya negara dengan negara, tetapi bisa dengan antar subyek hukum internasional lainnya. Sengketa internasional adalah sengketa yang bukan secara eksklusif merupakan urusan dalam negeri suatu negara. Sengketa internasional juga tidak hanya eksklusif menyangkut hubungan antarnegara saja mengingat subyek-subyek hukum internasional saat ini sudah mengalami perluasan sedemikian rupa melibatkan banyak aktor non negara (Sefriani, 2011:322). Perluasan dalam hal subyek hukum internasional akan menambah kompleksitas dalam sengketa internasional. Menurut Mahkamah Internasional, sengketa internasional adalah suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajibankewajiban yang terdapat dalam perjanjian (Huala Adolf, 2004: 2). Sengketa antar negara merupakan sengketa yang tidak dapat 32 mempengaruhi kehidupan internasional dan dapat pula merupakan sengketa yang mengancam perdamaian dan ketertiban internasional. b. Macam-macam sengketa internasional Sengketa internasional ada dua macam, diantaranya : 1) Sengketa politik Sengketa politik adalah sengketa ketika suatu negara mendasarkan tuntutan tidak atas pertimbangan yurisdiksi melainkan atas dasar politik atau kepentingan lainnya. Sengketa yang tidak bersifat hukum ini penyelesaiannya secara politik. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian politik hanya berbentuk usul-usul yang tidak mengikat negara yang bersengketa. Usul tersebut tetap mengutamakan kedaulatan negara yang bersengketa dan tidak harus mendasarkan pada ketentuan hukum yang diambil. 2) Sengketa hukum Sengketa hukum yaitu sengketa dimana suatu negara mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum internasional. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian sengketa secara hukum punya sifat yang memaksa kedaulatan negara yang bersengketa. Hal ini disebabkan keputusan yang diambil hanya berdasarkan atas prinsip-prinsip hukum internasional. c. Macam-macam penyelesaian sengketa internasional Secara garis besar penyelesaian sengketa menurut hukum internasional dan menurut Piagam PBB dapat digambarkan sebagai berikut : 1) Secara damai Gagasan mengutamakan penyelesaian sengketa secara damai daripada penggunaan kekerasan sudah dimunculkan sejak lama sekali yaitu sejak jaman Yunani (Indira, http://indira- 33 afisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail59895PrinsipPrinsip%20Hu kum%20InternasionalPenyelesaian20Sengketa%20Internasional.h tml). Penyelesaian secara damai akan tercapai yaitu apabila para pihak telah dapat menyepakati untuk menemukan suatu solusi yang bersahabat. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai Penyelesaian secara damai sengketa internasional yang terdiri dari: a) Negosiasi Negosiasi adalah perundingan yang diadakan secara langsung antara para pihak dengan tujuan untuk mencari penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga (Sefriani, 2011:328). Tidak ada tata cara khusus untuk melakukan negosiasi, negosiasi dapat dilakukan secara formal maupun informal. Negosiasi meskipun dipandang mudah dan sederhana tetapi banyak yang sering mengalami kegagalan. b) Jasa Baik Ketika negosiasi tidak dapat menyelesaikan sengketa, pada umumnya pihak bersengketa akan menggunakan jasa pihak ketiga. Keterlibatan pihak ketiga dalam jasa baik tidak lebih dari mengupayakan pertemuan pihak-pihak yang bersengketa untuk berunding tanpa terlibat dalam perundingan itu sendiri (Sefriani, 2011:329). c) Konsiliasi Konsiliasi menurut The Institue of International Law melalui Regulations on the Procedure of International Concilition yang diadopsi pada tahun 1961 dalam Pasal 1 dinyatakan sebagai suatu metode penyelesaian pertikaian bersifat intenasional dalam suatu komisi yang dibentuk oleh pihak-pihak, baik sifatnya permanen atau sementara 34 berkaitan dengan proses penyelesaian pertikaian (Jawahir Tontowi dan Pranoto Iskandar, 2006: 229). d) Mediasi Mediasi atau perantaraan merupakan negosiasi tambahan, tapi dengan mediator atau perantara sebagai pihak yang aktif, mempunyai wewenang, dan memang diharapkan, untuk mengajukan proposalnya sendiri dan menafsirkan, juga menyerahkan, masing-masing proposal satu pihak pada pihak lain (J.G Merrills, 1986: 21). Apabila dibandingkan dengan Good Offices, pihak ketika sangat berpengaruh dalam mediasi. e) Pencari Fakta Fungsi dari pencari fakta adalah untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa dengan mencari kebenaran fakta, tidak memihak, melalui investigasi secara terus menerus sampai fakta yang disampaikan salah satu pihak dapat diterima oleh pihak yang lain (Sefriani, 2011:331). Pencari fakta dapat dilaksanakan oleh suatu komisi yang permanen. f) Organisasi internasional (PBB) Ada 4 kelompok tindakan PBB dalam menciptakan perdamaian dan keamanan internasional. Keempat kelompok tindakan tersebut adalah Preventive Diplomacy, Peace Making, Peace Keeping, dan Peace Building. Disamping keempat hal tersebut, ada istilah Peace Enforcement (penegakan perdamaian). Yang dimaksud dengan istilah ini adalah wewenang DK berdasarkan Piagam untuk menentukan adanya suatu tindakan yang merupakan ancaman terhadap perdamaian atau adanya suatu agresi. Dalam menghadapi situasi seperti ini, Dewan berwenang memutuskan penerapan sanksi ekonomi, politik, atau militer. 35 Loekito Santoso berpendapat bahwa pada taraf perdamaian, maka jalan terbaik adalah melibatkan PBB sebagai forum perdamaian internasional serta memberikan kesempatan untuk menjadi penengah (Loekito Santoso, 1986: 29). g) Arbitrase Internasional Arbitrase merupakan cara penyelesaian yang telah dikenal jauh di masa lampau. Arbitrase adalah suatu cara penyelesaian sengketa dengan cara mengajukan sengketa kepada orang-orang tertentu, yang dipilih secara bebas oleh pihak-pihak yang bersengketa untuk memutuskan sengketa tersebut (F. Sugeng Istanto, 1998: 92). h) Pengadilan Internasional Pengadilan internasional yaitu penyelesaian masalah dengan menerapkan ketentuan hukum oleh badan-badan pengadilan internasional yang dibentuk secara teratur. Pengadilan internasional dapat dilakukan oleh Mahkamah Internasional karena merupakan satu-satunya pengadilan tetap yang dapat digunakan dalam masyarakat internasional. Pengadilan internasional juga dapat digunakan oleh badan lain berdasar persetujuan pihak-pihak yang bersengketa. Pengadilan internasional merupakan sebuah lembaga hukum yang sebelumnya suatu negara dapat dengan permohonan secara unilateral membawa persengketaannya dengan negara lain dan memangggilnya untuk hadir di depan pengadilan tanpa terlebih dulu mencapai persetujuan tentang susunan pengadilan dan masalah yang akan diajukan dan menyatakan bahwa negara lain telah menerima yurisdiksi dari pengadilan yang bersangkutan (Rebecca M M. Wallace, 1986: 281). 2) Penyelesaian dengan kekerasan 36 Penyelesaian sengketa dengan kekerasan sering disebut juga sebagai penyelesaian secara tidak damai, dapat berupa : a) Retorsi Retorsi adalah tindakan tidak bersahabat yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain yang telah lebih dahulu melakukan tindakan yang tidak bersahabat (Sefriani, 2011:349). Retorsi merupakan tindakan pembalasan terhadap negara lain yang telah melakukan perbuatan tidak sopan atau tindakan tindakan tidak adil. Wujud retorsi dapat berupa pemutusan hubungan diplomatik, pencabutan hak-hak istimewa diplomatik, penghentian bantuan ekonomi. b) Reprisal Reprisal atau pembalasan adalah salah satu istilah yang telah dikenal sejak lama, meskipun para sarjana hukum internasional waktu itu belum memperoleh kesepakatan mengenai makna yang harus diberikan pada reprisal. Reprisal diartikan sebagai upaya pemaksaan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain dengan maksud untuk menyelesaikan sengketa yang timbul karena negara yang dikenai reprisal telah melakukan tindakan yang ilegal atau tindakan yang tidak bisa dibenarkan (Sefriani, 2011:350). Wujud tindakan reprisal adalah pemboikotan barang, demonstrasi angkatan laut. c) Blokade damai Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. Kadang-kadang digolongkan sebagai suatu pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade untuk menaati permintaan ganti rugi kerugian 37 yang diderita oleh negara yang memblokade (JG Strake, 2001: 679). d) Perang dan tindakan bersenjata non perang Keseluruhan tujuan dari perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan untuk membebankan syaratsyarat penyelesaian di mana negara yang ditaklukan itu tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya. Perang bertujuan untuk menaklukkan negara lawan sehingga negara yang kalah tidak memiliki alternatif lain kecuali menerima syarat-syarat penyelesaian yang ditentukan oleh negara pemenang perang (Sefriani, 2011:353). e) Intervensi Menurut piagam PBB Pasal 2 ayat 4, intervensi tidak boleh berkembang menjadi ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap intergrasi teritorial atau kemerdekaan politik negara-negara manapun (JG. Strake, 2001: 137). f) Embargo Embargo merupakan prosedur lain untuk memperoleh ganti rugi dari negara lain. Embargo adalah larangan ekspor barang ke negara yang dikenai embargo. Selain itu embargo dapat diterapkan sebagai sanksi bagi negara yang banyak melakukan pelanggran hukum internasional (Sefriani, 2011:353). 6. Tinjauan tentang nuklir Menurut kamus fisika, tenaga nuklir merupakan tenaga yang dilepaskan dalam reaksi atau peralihan (transisi) nuklir (Liek Wilardo dan H.C. Yohannes, 1993:151). Tenaga nuklir ini juga disebut energi nuklir, tenaga inti, atau tenaga atom. Senjata nuklir adalah senjata yang mendapat tenaga dari reaksi nuklir dan mempunyai daya pemusnah yang dahsyat, sebuah bom nuklir mampu memusnahkan sebuah kota. Istilah ‗senjata nuklir‘ berarti 38 senjata yang menggunakan energi yang dikeluarkan dari reaksi nuklir seperti fisi dan fusi untuk tujuan merusak. Senjata nuklir bisa dikategorikan secara garis besar sesuai dengan tipe reaksi nuklir. Senjata nuklir dengan reaksi (bom atom) dan senjata nuklir dengan fusi (bom hidrogen). Selain itu, sesuai dengan perkembangan teknologi, juga melahirkan bom neutron yang menggunakan radiasi neutron dalam volume besar yang dikeluarkan selama fusi nuklir putaran pertama untuk membangkitkan reaksi fusi nuklir putaran kedua. (Anonim.http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_0 3.htm) 7. Tinjauan Umum Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) a. Sejarah berdirinya Badan Tenaga Atom Internasional IAEA adalah organisasi internasional yang bertujuan membatasi penggunaan energi nuklir hanya untuk tujuan kesejahteraan manusia. Organisasi itu pertama kali diusulkan oleh presiden AS , Eisenhower di sidang umum PBB ke-8 yang diadakan pada Desember, 1953. Rancangan untuk membangun IAEA itu ditandatangani 1956 oleh 80 negara , maka IAEA akhirnya diluncurkan pada 29 Juli , 1957. Tujuan IAEA untuk membatasi penggunaan energi nuklir untuk bertujuan damai, kesehatan, dan kesejahteraan manusia dan melarang penggunaannya untuk tujuan militer (Anonim.http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq _03.htm). b. Tugas IAEA Sejalan dengan tujuan itu, IAEA bertugas sebagai berikut: 1. Promosi penggunaan energi nuklir secara damai; 2. penetapan pedoman keamanan kesehatan; 3. pemasokan bantuan teknologi kepada negara yang sedang berkembang; 39 4. pertukaran informasi teknologi ilmu pengetahuan dan tenaga ahli dan; 5. pembangunan dan manajemen fasilitas pelindung -radioaktif. Sesuai dengan regulasi NPT, IAEA menandatangani persetujuan keamanan nuklir dengan negara anggota dan kemudian melakukan inspeksi, monitoring dan mengelolanya. Walapun IAEA membantu untuk mempromosikan kebijakan PBB dan juga mengajukan laporan kepada badan internasional itu, tetapi IAEA bukan badan PBB secara resmi. Korea Selatan menjadi negara anggota IAEA pada tahun 1957, dan Korea Utara pada 1974. Markas besar IAEA terletak di Vienna, Austria (Anonim.http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/fa q_03.htm). 40 B. Kerangka Pemikiran Piagam PBB 1945 Dewan Keamanan PBB Tugas DK PBB Memelihara stabilitas keamanan internasional Menyelesaikan sengketa yang memungkinkan terancamnya perdamaian Krisis nuklir Korea Utara Berdampak terhadap stabilitas keamanan internasional penyelesaian sengketa harus sesuai dengan Piagam PBB Gambar 1 : Kerangka Pemikiran Keterangan : Piagam PBB 1945 merupakan dasar hukum dan menjadi pedoman dari pelaksanaan tugas keamanan DK PBB. Piagam PBB yang disahkan pada tahun 1945 dan menjadi landasan berdirinya PBB ini memuat dasar atau asas dan tujuan PBB yang diantaranya yakni mempertahankan dan memelihara keamanan, perdamaian, dan menyelesaikan sebaik-baiknya 41 perselisihan-perselisihan yang memungkinkan terancamnya perdamaian dan keamanan internasional. Saat ini dunia internasional sedang mengalami ketegangan, hal ini dikarenakan semakin parahnya krisis nuklir di Korea Utara. Korea Utara telah mengaku kepada dunia internasional bahwa telah memilki senjata nuklir. Dengan adanya senjata nuklir, masyarakat internasional mengalami kepanikan. Stabilitas keamanan dunia internasional saat ini semakin terancam. Untuk itu PBB dalam hal ini Dewan Keamanan PBB telah melaksanakan tugasnya, yaitu untuk menjaga stabilitas serta memelihara keamanan internasional. Dalam menangani krisis nuklir di Korea utara DK PBB harus memperhatikan segala peraturan dan berpedoman pada Piagam PBB 1945, hal ini dilakukan agar krisis nuklir di Korea Utara saat ini tidak berkembang menjadi konflik yang semakin parah. Dalam Piagam PBB 1945 mengatur secara jelas dan terperinci mengenai kewenangan dan batas-batas DK PBB dalam menyelesaikan sengketa atau permasalahan yang mengancam keamanan dunia internasional. 42 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan selama beberapa waktu guna penyelesaian penulisan hukum ini mendapatkan hasil sebagai berikut : 1. Gambaran dan kronologis mengenai krisis nuklir di Korea Utara Program nuklir Korea Utara dimulai pada tahun 1953 ketika sebuah perjanjian dengan Uni Soviet dalam kerjasama penggunaan damai energi nuklir ditandatangani. Dalam perjanjian ini, Korea Utara mulai mengirim para ilmuwan dan teknisi ke Uni Soviet untuk mendapatkan pelatihan dalam program Moscow yang bertujuan untuk melatih para ilmuwan dari negara komunis lain. Sejak tahun 1980-an, Korea Utara sudah memproduksi rudal jarak menengah yang diekspor ke Timur Tengah. Tahun 1990-an telah berhasil memproduksi rudal balistik dengan jarak tempuh yang jauh.(http://www.iisip.ac.id/content/atau-six-party-talks- dalam-mengatasi-ancaman-nuklir-korea-utara-tahun-2002-2007). Melalui penelitian yang dilaksanakan secara independen yang terfokus pada lingkaran bahan bakar nuklir (yaitu penyulingan bahan bakar nuklir dan perubahan ) dan teknologi pengolahan, pada 1970an, Korea Utara berhasil meningkatkan kapasitas reaktor nuklir tujuan penelitian mereka. Korea Utara kemudian mulai membangun reaktor tujuan penelitian kelas 5 M watt ( reaktor kedua) pada 1980an. Operasi fasilitas penyulingan uranium dan transformasi bahan dimulai pada tahun 1986, dan memulai pembangunan pabrik tenaga nuklir kelas 200 MW di Taechon pada tahun 1989. Lebih jauh, kegiatan itu memfokuskan pada perolehan fasilitas yang dibutuhkan untuk penggunaan praktis energi nuklir maupun memiliki sistem pengembangan nuklir melalui pembangunan massal fasilitas daur ulang di Yongbyeon. Korea Utara nampaknya secara sukses melengkapi lingkaran bahan bakar nuklir 43 (prosedur dari perolehan bahan bakar nuklir sampai ke daur ulang) sampai tahun 1990an. Namun, sulit mengetahui secara pasti apakah Korea Utara sebenarnya memiliki senjata nuklir. Hal itu karena informasi tentang pengembangan dan pengetesan tentang alat peledak yang membutuhkan teknologi tercanggih dan rinci) belum dikonfirmasi, dan hal lain yang juga belum dikonfirmasi adalah kemampuan Korea Utara mengembangkan jarak tembak rudal, kemampuan untuk memasang hulu ledak nuklir. Tetapi dengan mempertimbangkan kemampuan ekstrasi plutonium mereka, hampir dapat diyakini bahwa Korea Utara memiliki kemampuan untuk memproduksi senjata nuklir untuk kemampuan yang sederhana (http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_02.htm). Berikut adalah instalasi-instalasi nuklir berbahan dasar plutonium yang dioperasikan Korea Utara.(Larry A. Niksch, ―North Korea‘s Nuclear Weapons Program,‖ CRS Issue Brief for Congress, 2007 : 6) a. Sebuah reaktor dengan kapasitas sekitar 5 MW yang mulai beroperasi tahun 1987. Instalasi ini mampu menghasilkan bahan bakar uranium yang cukup untuk memproduksi sekitar 7 kilogram plutonium setiap tahun. Korea Utara pada tahun 1989 menutup reaktor ini selama tujuh puluh hari. Pada bulan Mei 1994, Korea Utara menghentikan reaktor tersebut dan memindahkan 8000 balok bahan bakar yang dapat diproses menjadi plutonium yang bisa dijadikan 4-6 senjata nuklir. Korea Utara kembali mengoperasikan reaktor pada bulan Februari 2003. b. Dua reaktor lebih besar (diperkirakan berkapasitas 50 MW dan 200 MW) dibangun di Yongbyon dan Taechon sejak 1984. Menurut Duta Besar AS Robert Gallucci, kedua pabrik ini jika beroperasi mampu memproduksi 200 kg plutonium yang kemudian dapat menghasilkan sekitar 30 bom atom setiap tahun. c. Pabrik pengelolaan plutonium yang panjang bangunannya mencapai 600 kaki dan tingginya beberapa lantai. Pabrik ini akan memisahkan 44 plutonium untuk kemudian dimasukkan ke hulu ledak ataupun struktur bom atom. Gambar 2 : Peta lokasi pabrik pengolahan nuklir Korea Utara (Sumber World KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesia/event/nkoreanuclear/news03.htm) Krisis nuklir di Semenanjung Korea bermula pada bulan Maret 1993 ketika Korea Utara mengancam pengunduran dirinya dari Perjanjian NonProliferasi Nuklir (NPT) dan berhasil meluncurkan misilnya yang bernama Nodong (R.Aditia Harisasongko, 2008 : 196). Pengunduran diri Korea Utara telah ditunda setelah Amerika Serikat melakukan diplomasi terhadap Korea Utara, Pada bulan Juni 1994, Korea Utara setuju untuk menunda pengunduran dirinya dari NPT setelah mengadakan pembicaraan dengan perwakilan dari pihak Amerika Serikat. Pada tahun 1995, Korea Utara setuju setelah setahun negosiasi dengan AS untuk menghentikan pengembangan senjata nuklirnya dan akan mendapatkan reaktor air ringan untuk menuntaskan masalah energinya sebagai imbalan, hingga krisis nuklir putaran pertama berakhir (http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/ nkorea_nuclear/faq_01.htm). 45 Korea Utara melakukan kembali proyek program pengembangan nuklir secara rahasia. Korea Utara pada bulan Agustus 1998 melakukan uji coba misilnya yang bernama Taepodong-1(R.Aditia Harisasongko, 2008 : 196). Proyek program pengembangan nuklir ini telah ditemukan oleh Amerika Serikat (AS). Proyek itu ditemukan setelah asisten menteri luar negeri AS, James Kelly mengunjungi Pyongyang pada Oktober 2002, dan mitranya dari Korea Utara secara pribadi mengakui mereka memiliki progam nuklir. (http://world.kbs.co.kr/indonesian/event nkorea_nuclear/ faq_0 .htm). Ancaman Korea Utara mundur dari NPT pada tahun 1993 akhirnya terjadi pada tahun 2003, hal ini semakin menciptakan ketegangan antar negara. In 2003, North Korea became the first state that withdrew from the Nuclear Non-proliferation Treaty (NPT). It was estimated that in 2004 North Korea possessed enough highly enriched plutonium to produce between four to six atomic bombs (Pada tahun 2003, Korea Utara menjadi negara pertama yang mundur dari Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Diperkirakan bahwa pada tahun 2004 Korea Utara memiliki cukup plutonium yang bisa untuk menghasilkan antara empat hingga enam bom atom) (Yewon Ji, 2009 ; 2). Situasi krisis nuklir Korea Utara menjadi perhatian ketika pada tanggal 4 Juli 2006 Korea Utara melakukan uji coba sedikitnya enam rudal, termasuk rudal jarak jauh Taepodong-2. DK PBB memutuskan untuk menjatuhkan sanksi kepada Korea Utara atas uji coba rudalnya. Resolusi PBB tersebut berisi larangan ekspor dan impor materi rudal Korea Utara. Namun Korea Utara menolak untuk menghentikannya dan mengumumkan akan melaksanakan uji coba nuklir guna memperkuat pertahanan dirinya dalam menghadapi sikap permusuhan militer AS Pada bulan April 2009, Korea Utara meluncurkan roket yang diklaim sebagai satelit komunikasi. Roket ini melewati wilayah udara Jepang. Dengan adanya pelucuran roket ini, diperkirakan Korea Utara telah memproduksi 40-50 kilogram plutonium dan memiliki lima hingga 46 sepuluh senjata nuklir. Diperkirakan pula bahwa Korea Utara telah memproduksi 75 kilogram HEU sejak tahun 2005 yang dapat menghasilkan tiga senjata HEU setiap tahunnya, HEU adalah uranium yang berkadar tinggi (Jon B. Wolfsthal, 2003 : 88)., HEU merupakan bahan dasar dalam pembuatan senjata nuklir. Berikut ini adalah tabel sederhana tentang kronologi krisis nuklir di Korea Utara. 1985 1992 -Korea Utara meratifikasi NPT -Korea Utara mencapai perjanjian pengawasan dengan Badan Tenaga Atom (IAEA) 1994 -Krisis nuklir mulai terjadi karena Pyongyang menolak memberikan izin penyelidikan kepada IAEA terhadap fasilitas nuklirnya di Yongbyeon 1994. -Pencapaian persetujuan, penutupan reaktor nuklir light water (Air Ringan) dan Korut menerima minyak solar sebagai imbalan penutupan reaktor nuklirnya. 1998. -Korut meluncurkan rudal dengan jangkauan jelajah 1.700-2.200 km sebagai uji coba. 2001. -IAEA menuduh Korut memiliki 1-2 senjata nuklir 2002 -Korea Utara mengakui kepada utusan khusus AS pada waktu itu bahwa Pyongyang memiliki program untuk mengembangkan senjata nuklir, pengayaan uranium -AS menghentikan pemasokan minyak solar - Pyongyang mulai mengoperasikan kembali fasilitas nuklirnya dan mengusir tim pemantau IAEA dari negara mereka. 2003 -Pyongyang mengumumkan pengunduran diri dari NPT -Pertemuan segi enam pertama untuk menuntaskan masalah nuklir Korea Utara dibuka. 47 2004 -Pembukaan pertemuan segi enam ke-2. -Pembukaan pertemuan segi enam ke-3 2005 -Korut mengumumkan secara resmi kepemilikan senjata nuklirnya dan tidak akan hadir dalam pertemuan segi enam tanpa batas waktu. -Korut mengumumkan melalui Kantor Berita Sentral Choseon; bahwa pemerintahaan Bush putaran kedua menunjukkan kesetiaan dan kejujuran, Korea Utara berniat untuk berpartisipasi dalam pertemuan segi enam setelah syarat untuk bersikap adil dari semua negara peserta untuk membuka kembali pertemuan dipenuhi secara tepat. -Korut mengumumkan bahwa ekstraksi batang bahan bakar limbah telah selesai. - Utusan khusus Deplu AS, Joseph De Trani dan kepala bagian urusan Korea Deplu AS, Jim Foster, bertemu dengan duta besar Korut untuk PBB, Park Gil-yun, dan wakil duta besar Han Sungryeol di New York. - Presiden AS Bush mengeluarkan pernyataan tentang upaya untuk ―penuntasan masalah nuklir Korea Utara secara diplomatik‖ -Utusan khusus Deplu AS, Joseph DeTrani dan kepala bagian urusan Korea di Deplu AS, Jim Foster, bertemu dengan duta besar Korut untuk PBB, Park Gil-yun, dan wakil duta besar Han Sungryeol di New York. -Kesepakatan dalam KTT Korea Selatan dan AS untuk upaya normalisasi hubungan, apabila Korea Utara membuang program nuklirnya‖. -Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-il bertemu dengan menteri Unifikasi Korsel, Chung Dong-young di Ruang Penerimaan Tamu di Pyongyang, mengekspresi niat Pyongyang untuk ―kembali ke meja perundingan pertemuan segi enam pada bulan Juli ‖. -Pertemuan tingkat menteri Korsel dan Korut diadakan di Seoul. 48 Kesepakan untuk melaksanakan tindakan praktis untuk menuntaskan masalah nuklir Korea Utara melalui dialog secara damai. 2006 -Korea Utara meluncurkan rudal jarak jauh ‗Daepodong-2‘ sebagai uji coba. -Dewan Keamanan PBB mengesahkan secara bulat resolusi kecaman peluncuran rudal negara komunis itu. Korea Utara menolak resolusi itu. 2007 -Juru bicara Deplu Korut mengatakan bahwa pihak Pyongyang berniat untuk memulai proses pelumpuhan fasilitas nuklir utamanya yang disetujui dalam persetujuan 13 Februari, kalau pengiriman uang ke Korea Utara dari BDA dapat diselesaikan. -Rombongan tingkat kerja IAEA mengunjungi fasilitas nuklir di Yongbyeon Korea Utara. Mereka mengatakan reaktor utama masih beroperasi, waktu penutupan fasilitas nuklir di Yongbyeon akan ditentukan dalam pertemuan nuklir segi ernam -Tim investigasi IAEA mengunjungi Korut. IAEA menyegel 5 fasilitas nuklir di Korea Utara , dan mengkonfirmasi penutupannya. -Ketua IAEA, Mohamed ElBaradei mengkonfirmasi bahwa 5 fasilitas nuklir Korut telah ditutup. Tabel 1: Tabel kronologis krisis nuklir Korea Utara (Sumber: World KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/news_02.htm) 49 B. Pembahasan Permasalahan atau isu hukum dalam penulisan hukum ini akan dianalisis dengan berlandaskan pada fakta-fakta dan hasil penelitian yang dikaitkan dengan teori-teori yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka beserta bahan-bahan hukum, baik berupa bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Pembahasan atas isu hukum tersebut akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut : 1. Tindakan yang dilakukan DK PBB terkait dengan perannya dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara Krisis nuklir Korea Utara telah mengancam keamanan serta perdamaian kawasan Asia, bahkan telah mengancam masyarakat internasional. Dewan Keamanan PBB saat ini telah menangani krisis nuklir di Korea utara, ada beberapa langkah yang telah dilakukan DK PBB untuk meyelesaiakan krisis ini yaitu: a. Penyelidikan IAEA mengenai program nuklir yang ada di Korea Utara Badan Tenaga Atom Internasional IAEA adalah organisasi internasional yang bertujuan membatasi penggunaan energi nuklir hanya untuk tujuan kesejahteraan manusia. Tujuan IAEA untuk membatasi penggunaan energi nuklir untuk bertujuan damai, kesehatan, dan kesejahteraan manusia dan melarang penggunaannya untuk tujuan militer.(KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/fa q_03.htm) Berdasarkan struktur, IAEA merupakan sebuah badan otonom di bawah naungan PBB yang setiap tahun melaporkan tentang kegiatankegiatannya kepada Majelis Umum, kepada Dewan Keamanan dan Dewan Ekonomi dan Sosial. Laporan IAEA dalam bidang nuklir menjadi bahan masukan DK PBB dalam melakukan suatu tindakan yang diperlukan bila dianggap telah mengancam perdamaian dan keamanan internasional. Sesuai dengan regulasi NPT, IAEA 50 menandatangani persetujuan keamanan nuklir dengan negara anggota dan kemudian melakukan inspeksi, monitoring dan mengelolanya. Walapun IAEA membantu untuk mempromosikan kebijakan PBB dan juga mengajukan laporan kepada badan internasional itu, tetapi IAEA bukan badan PBB secara resmi.(KBS,http://world.kbs.co.kr/ indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_03.htm). Korea Utara mulai bergabung dengan NPT pada tahun 1985 namun tidak bersedia melengkapi perjanjian pengawasan dengan IAEA. Korea Utara pada akhirnya memenuhi ketetapan IAEA saat Amerika serikat menarik senjata nuklirnya yang berada di Korea Selatan. Pada tanggal 27 September 1991 Presiden George H.W. Bush mengumumkan penarikan seluruh senjata nuklir taktisnya yang diletakkan di Korea Selatan. Pada 31 Desember 1991, kedua negara Korea menandatangani South-North Joint Declaration on Denuclearization. April 1992, Korea Utara pada akhirnya meratifikasi perjanjian pengawasan dengan IAEA(US and North Korea Key Security Development (Anonim, http:// www.ncnk.org/ resources/briefingpapers/ all-briefing-papers/dprk- security-and-non-proliferation-key-events,) IAEA telah melakukan enam kali inspeksi di Korea Utara, diantaranya adalah inspeksi yang bersifat khusus. Inspeksi khusus dilaksanakan saat inspeksi sementara dan reguler tidak cukup menuntaskan kecurigaan tentang senjata nuklir negara tertentu. Inspeksi khusus dilakukan apabila laporan suatu negara dianggap ada selisih antara isi laporan mereka dan hasil investigasi sementara dari IAEA, atau saat menemukan bukti yang dicurigai melalui investigasi reguler. Inspeksi khusus dilaksanakan supaya mengetahui status pengembangan senjata nuklir atau kepemilikan senjata nuklir. Inspeksi khusus yang pertama adalah pada 19 Februari 1992. Korea Utara diharuskan mendeklarasikan kepemilikan material nuklir sesuai yang disyaratkan oleh IAEA. Namun berdasarkan analisa lingkungan dan gambar yang terdeteksi oleh satelit AS memperlihatkan bahwa 51 Korea Utara memiliki jumlah plutonium yang lebih banyak dari yang dideklarasikan. Korea Utara melaporkan bahwa mereka hanya mengekstraksi 90 gram plutonium berbeda dengan kenyataan, tetapi inspeksi ternyata menemukan cukup bukti yang mencurigakan bahwa ada beberapa kilogram materi yang telah diekstraksi selama ini (KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_01.htm) IAEA meminta pemeriksaan khusus dengan alasan perbedaan laporan dari pihak Korea Utara dengan inspektor yang kemudian ditolak oleh Korea Utara. IAEA meminta Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk mendapatkan izin inspeksi khusus. Korea Utara merasa tersinggung dan mengancam untuk menarik keanggotaannya dari NPT pada tahun 1993. Kemudian pada tahun 2002 IAEA melakukan inspeksi lagi terhadap fasilitas nuklir di Korea Utara, akan tetapi pihak IAEA telah di tolak oleh pihak Korea Utara. (KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_01.htm) Inspeksi terakhir adalah pada 14-17 Juli 2007, Sebanyak delapan anggota IAEA telah tiba di Pyongyang, ibukota Korea Utara. Inspeksi ini merupakan verifikasi terhadap kesediaan negara komunis itu untuk menutup fasilitas nuklir yang dimilikinya. Para inspektor tersebut kembali mengunjungi Yongbyon, setelah akhir Juni melakukan pemeriksaan terhadap reaktor utama nuklir Korut itu berlokasi. Dari delapan anggota IAEA, enam diantaranya bertugas menutup dan menyegel reaktor Yangbyon. Sedangkan dua anggota lainnya bertugas mengawasi sekaligus memastikan tidak terjadi kekeliruan yang fatal selama operasi penutupan dilakukan (http://www.suaramerdeka.com/ cybernews/harian/0707/09/int1.htm). Jepang sebagai negara yang telah merasakan dampak dari krisis Nuklir Korea Utara juga ikut memantau dengan ketat setiap kegiatan yang berlangsung di Korut. Sementara itu, dewan gubernur IAEA menggelar rapat darurat untuk mendiskusikan hasil-hasil yang diperolehnya selama di Korut dan juga perkembangan yang terjadi. 52 Korea Utara bersedia menutup fasilitas nuklirnya melalui perundingan enam negara yang mendesak negara komunis itu segera menutup fasilitas nuklirnya, kata sepakat dicapai pada Februari 2007 (Suara Merdeka,http://www.suaramerdeka.com/cybernews/harian/0707/09/int1 .htm). IAEA telah melaksanakan Inspeksi kepada Korea Utara terkait krisis nuklir di Korea Utara, inspeksi yang dilakukan adalah inspeksi khusus. Inspeksi ini merupakan salah satu bentuk usaha IAEA untuk melakukan penyelidikan nuklir di Korea Utara. Penyelidikan digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah sengketa dengan dasar bukti-bukti dan permasalahan yang timbul, kemudian IAEA akan mengeluarkan sebuah fakta. Fakta ini berupa apakah nuklir tersebut digunakan untuk damai atau untuk kepentingan yang membahayakan dunia internasional. Pada prinsipnya tujuan utama dari IAEA ini adalah untuk memberikan laporan kepada para pihak serta kepada DK PBB mengenai fakta yang ditelitinya. Dengan adanya pencarian fakta-fakta demikian, diharapkan proses penyelesaian sengketa di antara para pihak dapat segera diselesaikan. Apabila suatu fakta menunjukkan bahwa suatu negara menyalah gunakan Nuklir maka DK PBB akan menangani hal tersebut, hal ini seperti yang terjadi di Korea Utara yang telah terang-terangan menggunakan nuklir sebagai bahan pembuatan senjata. IAEA merupakan organisasi yang mempunyai hubungan dengan DK PBB, kedudukan IAEA ialah dibawah DK PBB. Kedua organisasi ini bekerjasama dalam bidang Keamanan terkait penggunaan nuklir. Pembentukan IAEA ini adalah untuk mengawasi dan mengembangkan penggunaan energi nuklir dengan menekankan pada kerjasama internasional yang secara bersama-sama mengembangkan penggunaan nuklir secara damai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa IAEA mempunyai misi atau fungsi pokok yaitu pemeriksaan dan penyelidikan fasilitas energi nuklir, apabila hasil pemeriksaan nuklir 53 tersebut membahayakan stabilitas keamanan dunia internasional maka IAEA wajib melaporkan fakta-fakta tersebut ke DK PBB. b. Negosiasi multilateral oleh enam negara (Six Party Talks) Korea Utara mengundurkan diri dari NPT pada tahun 2003 dan menolak segala jenis intervensi internasional. Implikasi dari kejadian tersebut adalah dibentuknya upaya resolusi konflik yang diinisiasi oleh Korea Selatan, Jepang, Rusia, Cina, dan Amerika Serikat bernama SixParty Talks atau Negosiasi multilateral. (D.Chaffee, North Korea's Withdrawal from Nonproliferation Treaty Official' , http://www.wagingpeace.org/articles/2003/04/10_chaffee_korea npt.htm). Tindakan yang dilakukan DK PBB selanjutnya adalah menganjurkan pihak yang bersengketa untuk melaksanakan negosiasi. In July 2003, Beijing tried to find a formula for multilateral talks concerning the North Korean, nuclear issue. Finally, China persuaded North Korea to agree to a series of Six-Party Talks (involving the US, China, Russia, Japan, North Korea, and South Korea) with the inducement of extra food and oil supplies (Pada bulan Juli 2003, China (Beijing) berusaha untuk menemukan formula untuk pembicaraan multilateral mengenai masalah nuklir Korea Utara. Akhirnya, Cina membujuk Korea Utara untuk menyetujui serangkaian Negosiasi enam pihak (melibatkan AS, China, Rusia, Jepang, Korea Utara, dan Korea Selatan) dengan merayu memberikan makanan tambahan dan pasokan minyak) (Yufan Fao, 2007 : 31). Negosiasi multilateral yang dikenal dengan Six Party Talks atau pertemuan segi enam ini dipelopori oleh tiga anggota tetap DK PBB, yaitu Cina, Rusia, dan Amerika. Selain itu ada dua negara Asia yang ikut dalam negosiasi tersebut yaitu Jepang dan Korea Selatan, kedua negara ini merupakan pihak yang merasakan langsung dampak dari krisis nuklir di Korea Utara. Berikut dibawah ini adalah hasil dan isu utama dari Six Party Talks. 54 1) Six Party Talks tahap pertama Hasil dari Six Party Talks tahap pertama gagal untuk mencapai kesepakatan, hanya mengumumkan pernyataan singkat ketua pertemuan untuk mengadakan pertemuan berikutnya. Isu utama dalam Six Party Talks pertama adalah : a) Pembahasan tentang penyerahan bantuan politik dan ekonomi tidak bisa dibahas sampai Korea Utara menyelesaikan pelucutan senjata secara menyeluru; b) Menolak pertemuan bilateral antara AS dan Korea Utara untuk menuntaskan krisis; c) Korea Utara mengklaim bahwa walaupun Korea utara memiliki prinsip denuklirisasi, tetapi kebijakan permusuhan AS terhadap Korut mamaksa pihak Pyongyang untuk memiliki kekuatan nuklir untuk pertahanan diri; d) AS mengendurkan kebijakan bermusuhan sebagai kunci utama untuk menuntaskan krisis Korea Utara menuntut : Perjanjian non-agresi AS dan Korea Utara, normalisasi hubungan AS dan Korut,Pencabutan sanksi ekonomi; e) Tindakan untuk menuntaskan masalah krisis nuklir harus dilaksanakan dengan bentuk tindakan yang berkelanjutan(KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_0 1a.htm). 2) Six Party Talks tahap kedua Hasil dari Six Party Talks tahap kedua adalah pengumuman pernyataan dari ketua yang terdiri dari 7 pasal, yang merupakan kesepakatan pertama yang dijadikan dokumen oleh pertemuan Six Party Talks. Kesepakatan tersebut meliputi tentang denuklirisasi Semenanjung Korea, pembahasan masalah nuklir melalui dialog secara damai, dan mengambil tindakan koordinasi satu sama lain untuk menuntaskan krisis nuklir. kemudian sepakat menjaga momentum pertemuan dengan mengadakan pertemuan ketiga 55 dengan semua negara peserta selama triwulan kedua tahun 2004 serta sepakat untuk mengorganisir pertemuan kelompok kerja untuk menyiapkan pertemuan ketiga itu (http://world.kbs.co.kr/ indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01b.htm). Isu Utama dari Six Party Talks kedua ini antara lain: a) Seperti saat pertemuan pertama, Korea Utara terus mengklaim bahwa kesepakatan atau perjanjian dengan AS akan menjadi siasia, apabila pihak AS tidak membuang kebijakan bermusuhannya. Korea Utara menuntut perjanjian non–agresi oleh AS dan menghormati kedaulatan Korea Utara, normalisasi hubungan AS dan Korut, serta pencabutan sanksi ekonomi sebagai bukti bahwa AS membuang kebijakan bermusuhan terhadap Pyonyang; b) AS mereaksi permintaan Korut terkait keamanan dan mengajukan kemungkinan pemberian jaminan tertulis serta akan dapat dibahas dalam kerangka pertemuan tingkat kerja berikutnya; c) Korut menyangkal memiliki HEU atau pengayaan uranium; d) Korea Utara sekarang berada dalam posisi sulit untuk memutuskan pembuangan energi nuklir untuk tujuan damai, karena kesulitan ekonomi dan terbatasnya kapasitas untuk memenuhi permintaan listrik nasional; e) Gagal untuk mencapai persetujuan tingkat kerja karena AS dan Korea Utara tidak bisa mempersempit perbedaan pandangan tentang konsep; f) Korea Selatan mengusulkan 3 tahap proses dalam kerangka kerjasama antara AS, Jepang, Korea Selatan, yang nanti akan menjadi dasar pertemuan segi enam berikutnya; g) Korea Selatan juga menunjukkan inisiatif dengan mengajukan rancangan pemberian bantuan energi dari Korsel sejalan dengan perkembangan pembuangan program nuklir Korut, sehingga 56 menerima dukungan dari Cina , Rusia dan disetujui oleh AS dan Jepang (KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_n uclear/world_01b.htm). 3) Six Party Talks tahap ketiga Hasil dari Six Party Talks tahap ketiga yaitu berisi tentang kegagalan untuk mengumumkan pernyataan mengenai penegaskan kembali tekat untuk denuklirisasi di Semenanjung Korea, menekan agar segera menetapkan skop dan waktu, cara verifikasi untuk sebagai tahap pertama menuntaskan krisis dan menekankan betapa pentingnya perkembangan proses secara bertahap. hasil yang kedua adalah setuju untuk mengadakan pertemuan ke empat di Beijing sebelum September 2004 (KBS, http://world.kbs.co.kr/ indonesian/event/nkorea_nuclear/ world_01c.htm). Isu Utama dari Six Party Talks tahap ketiga adalah Amerika Serikat untuk pertama kali mengajukan usulan tentang cara penyelesaian. Penyelesaian yang diajukan oleh Amerika Serikat secara garis besar berisi mengenai hubungan timbal balik, Amerika serikat akan memberikan imbalan apabila Korea Utara melakukan perintah dari Amerika Serikat.Isi Utama usulan Amerika Serikat dijelaskan dalam tabel berikut. 57 Tindakan Korea Imbalan (pelaksanaan secara Utara bertahap) a) Deklarasi tentang a) Kesepakatan Korsel ,China pembuangan ,Jepang ,Rusia untuk memberikan program nuklir minyak kepada Korut. (termasuk pengayaan b) Jaminan keamanan multilateral, termasuk perjanjian non-agresi. uranium HEU). c) Pemasokan energi non-nuklir. d) Pembahasan; AS untuk mencabut Korut dari daftar negara pendukung terorisme. a) Denuklirisasi a) Pembahasan normalisasi hubungan secara AS dan Korut. sempurna. Tabel 2: Isi usulan Amerika Serikat (Sumber KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01c.htm) 4) Six Party Talks tahap keempat Pertemuan Six Party Talks pada tahap keempat ini terjadi dalam dua sesi.Hasil sesi pertama nihil, dikarenakan gagal untuk membuat Deklarasi Bersama dalam pertemuan sepanjang 13 hari, karena selisih pandangan AS dan Korea Utara tentang penggunaan energi nuklir tujuan damai. Isu Utama dari Six Party Talks tahap keempat sesi pertama ini adalah: a) Tentang masalah hak Korea Utara untuk menggunakan teknologi nuklir bertujuan damai. Korea Utara bersikukuh tentang hak mereka untuk menggunakan teknologi nuklir untuk tujuan damai; 58 b) Menuntut bahwa penggunaan nuklir secara damai adalah hak bagi negara yang berdaulat, dan terkait hal itu, Korea Utara mengatakan pihaknya tidak bisa membuang program reaktor nuklir air ringan (light water); c) Wakil Menlu Korut, Kim Gye-gwan mengatakan bahwa selama masa istirahat pertemuan Amerika Serikat harus mengubah posisinya yang tidak menginginkan kepemilikan nuklir Korea Utara dalam bentuk apapun. Amerika serikat menuntut bahwa Korea Utara tidak bisa memiliki reaktor nuklir air ringan (light water), semua program nuklir harus dibuang; d) Korea Utara kemungkinan melanggar Perjanjian menggunakan reaktor Jenewa air 1994 ringan dan untuk mengembangkan senjata. Oleh karena itu, Korea Utara harus membuang semua program nuklirnya. Yaitu, semua jenis teknologi nuklir harus dibuang dan Korut harus mentaati perjanjian internasional (kembali ke keanggotaan NPT dan lain-lain); e) Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, menegaskan agar delegasi Korea Utara segera ke Pyongyang dan menjelaskan bahwa agenda tentang pemberian reaktor air ringan (light water) kepada Korut tidak ada di atas meja perundingan; f) China mengusulkan agar Korea Utara menaati kewajibannya dan menikmati hak-haknya di bawah perjanjian NPT,usulan itu ditolak oleh Korea Utara; g) Korea Selatan mengusulkan bahwa Korea Utara harus menaati kewajiban dan menikmati haknya untuk menggunakan teknologi nuklir tujuan damai sebagai anggota NPT, tetapi usulan itu ditolak oleh pihak Amerika Serikat (KBS, http:// 59 world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01d.ht m) Hasil Six Party Talks tahap keempat sesi kedua berbeda dengan sesi pertama. Sesi kedua ini menghasilkan kesepakatan yang terdiri dari 6 Pasal, kesepakatan tersebut antara lain: a) Enam pihak secara bulat menegaskan kembali bahwa tujuan pertemuan segi enam adalah mewujudkan denuklirisasi di Semenanjung Korea dengan cara yang bisa diverifikasi secara damai. Korea Utara berjanji untuk membuang semua senjata nuklir dan program nuklir yang ada, dan kembali ke perjanjian non-proliferasi (pengembangan) senjata nuklir (NPT) dan pengawasan Badan Tenaga Atom Internasional IAEA dalam waktu dekat. Amerika Serikat menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki senjata nuklir di Semenanjung Korea dan tidak memiliki niat untuk menyerang atau menginvasi Korea Utara dengan senjata nuklir atau konvensional. Korea Selatan menegaskan kembali janjinya untuk tidak menerima atau menempatkan senjata nuklir sejalan dengan Pernyatan Bersama 1992 tentang denuklirisasi Semenanjung Korea, dan menegaskan bahwa tidak ada senjata nuklir di wilayah Korea Selatan. Deklarasi Bersama 1992 tentang denuklirisasi Semenanjung Korea harus ditaati dan dilaksanakan. Korea Utara menyatakan bahwa pihaknya memiliki hak untuk menggunakan energi nuklir secara damai. Pihak lain menyatakan menghormati posisi Korea Utara tersebut dan setuju untuk membahas pemasokan reaktor air ringan (light water) kepada Korea Utara dalam yang waktu tepat di kemudian hari; b) Enam pihak, dalam hubungan mereka menaati tujuan dan prinsip Piagam PBB dan mengakui kaidah dalam hubungan internasional. Korea Utara dan Amerika Serikat setuju untuk 60 menghormati kedaulatan satu sama lain, hidup bersama secara damai dan mengambil langkah untuk normalisasi hubungan mereka, sejalan dengan kebijakan bilateral masing-masing. Korea Utara dan Jepang berjanji untuk mengambil langkahlangkah normalisasi hubunga sejalan dengan Deklarasi Pyongyang pada tahun 2002 berdasarkan landasan upaya untuk menyelesaikan masa lalu yang tidak menguntungkan dan menuntaskan hal-hal yang masih tersisa; c) Enam pihak setuju untuk mempromosikan kerjasama ekonomi di bidang energi, perdagangan, dan investasi secara bilateral maupun multilateral. China, Jepang, dan Korea Selatan, Rusia dan Amerika Serikat menyatakan niat mereka untuk memberikan bantuan energi kepada Korea Utara. Korea Selatan menegaskan kembali usulannya 12 Juli 2005, terkait pemasokan 2 juta Kilowat energi listrik kepada Korea Utara; d) Enam pihak berjanji untuk bersama-bersama berupaya untuk melanjutkan perdamaian dan kestabilan di kawasan Asia Timur Laut. Negara peserta yang terkait langsung akan melakukan negosiasi untuk membentuk sistem perdamaian permanen di Semenanjung Korea di forum lain yang tepat. Enam pihak setuju untuk mencari jalan dan cara untuk meningkatkan kerjasama keamanan di kawasan Timur Laut; e) Enam pihak setuju untuk melakukan langkah koordinasi untuk melaksanakan konsensus yang telah diungkapkan sebelumnya, sejalan dengan prinsip; f) Enam pihak setuju untuk mengadakan pertemuan segi-6 ke-5 di Beijing pada awal Nopember 2005 dan waktu tepat akan ditetapkan melalui pembahasan satu sama lain (KBS, http:// world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01e.ht m). 61 5) Six Party Talks tahap kelima Pertemuan Six Party Talks pada tahap kelima ini terjadi dalam tiga sesi. Sesi pertama pertemuan kelima menunjukkan bahwa pembangunan kepercayaan antara Ameria Serikat dan Korea Utara adalah kunci utama dalam pelaksanaan perdamaian. Hasil dari tahap kelima sesi pertama ini adalah enam pihak menegaskan kembali ke prinsip dan tujuan Deklarasi Bersama dan setuju untuk membahas bagaimana cara pelaksanaannya. Hasil selanjutnya adalah untuk mengadakan pertemuan lebih lanjut. (KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/worl d_01f.htm). Isu utama dalam tahap kelima sesi pertama ini adalah: a) Pembangunan kepercayaan dengan langkah awal Walaupun para pengamat menduga pertemuan segi-6 ke-5 akan terfokus pada proyek konstruksi reaktor air ringan, namun, poin utama konflik adalah masalah pembangunan kepercayaan, dalam memenuhi tuntutan AS untuk membekukan reaktor nuklir Yongbyeon Korut dan tuntutan Korea Utara untuk mencabut sanksi keuangan AS; b) Pembekuan Reaktor Yongbyeon, masalah itu dibahas secara mendalam pada pertemuan bilateral antara Korea utara, Korea Selatan dan Amerika Serikat. Ketua juru runding A.S. Christopher Hill menuntut Korea Utara menghentikan pengoperasian rektor nuklir 5-megawatt di Yongbyon; c) Sanksi Amerika Serikat terhadap Korea Utara Berkenaan tuntuan Amerika Serikat tentang penghentian operasi reaktor nuklir Yongbyeon, Korea Utara mengatakan bahwa sanksi Amerika Serikat terhadap Korea Utara adalah pelanggaran prinsip. (KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea _nuclear/world_01f.htm). Sesuai dengan hasil pertemuan Six Party Talks tahap kelima sesi pertama para anggota berkomitmen untuk bertemu kembali. 62 Sesi kedua nihil, hanya komitmen pertemuan tingkat kerja bilateral antar Korea Utara dan AS tentang pembekuan rekening Korea Utara di Banco Delta Asia di Macao yang dilaksanakan atas permintaan Pyongyang. Isu utama dalam sesi kedua tersebut antara lain: a) Amerika Serikat membekukan sekitar 24 juta dolar rekening Korea Utara di Banco Delta Asia di Macao, dengan tuduhan bahwa rekening itu digunakan untuk pemalsuan dan pencucian uang dolar. Korea Utara memprotes pembekuan rekening itu, dan menetapkan hal itu sebagai tindakan sanksi keuangan terhadap Korea Utara, dan menghubungkan resolusi masalah itu dengan perkembangan pertemuan segi enam , sedangkan Amerika Serikat bersikukuh bahwa hal itu adalah masalah hukum di luar lingkup pertemuan segi enam. Maka , hal itu menyebabkan Korea Utara menolak pertemuan segi enam selama 13 bulan dan melakukan tes nuklir pertamanya; b) Amerika Serikat mengusulkan dalam pertemuan trilateral dengan Korea Utara dan China pada Nopember agar Pyongyang melakukan beberapa tindakan langkah awal yang akan bisa membuktikan niat Korea Utara untuk menyerahkan program nuklirnya. Penuntasan masalah nuklir Korea Utara akan dimulai dengan pengumuman Pyongyang bahwa pihaknya akan membuang program nuklirnya, dan kemudian mengambil langkah untuk melaksanakan pengumuman itu. Sebagai reaksi terhadap pengumuman Pyongyang, pihak lain akan mengambil langkah yang disebut tindakan imbalan untuk memberi insentif kepada Pyongyang (KBS, http:// world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01g.ht m). Sesi ketiga adalah pertemuan terakhir dalam Six Party Talks tahap kelima. Hasil dari sesi ketiga ini adalah dengan adanya 63 pernyataan bersama dari enam pihak, pernyataan tersebut antara lain: a) Para peserta mengadakan pembahasan serius dan produktif tentang langkah yang akan diambil masing masing peserta dalam tahap awal untuk melaksanakan Pernyatanan Bersama 19 September 2005. Semua pihak menegaskan kembali tujuan dan tekat bersama untuk mencapai denuklirisasi di Semenanjung Korea lebih cepat dengan cara damai dan berjanji kembali bahwa mereka akan secara setia memenuhi janji masing-masing dalam Pernyataan Bersama; b) Para peserta setuju untuk mengambil tindakan secara pararel dalam langkah awal. Yaitu Korea Utara akan menutup dan menyegel fasilitas nuklir Yongbyeon untuk tujuan akhir yaitu pembuangan nuklir, termasuk fasilitas daur ulang dan mengundang kembali personil IAEA untuk melaksanakan semua pengawasan yang dibutuhkan dan verifikasi seperti kesepakatan antara IAEA dan Korea Utara. Korea Utara akan membahas dengan pihak lainnya tentang daftar semua program nuklirnya seperti dijelaskan dalam Pernyataan Bersama, termasuk plutonium yang dihasilkan dari limbah batang bahan bakar, yang akan dibuang sesuai dengan persetujuan Pernyataan Bersama; c) Para peserta menyetujui pembentukan kelompok kerja untuk melakukan tindakan awal antara lain denuklirisasi Semenanjung Korea, normalisasi hubungan Korut dan AS, normalisasi hubungan Korut dan Jepang, kerjasama ekonomi dan energi, mekanisme perdamaian dan keamanan di kawasan Asia Timur Laut; d) Kalau tindakan awal dilaksanakan, para peserta segi enam akan segera mengadakan pertemuan tingkat menteri untuk mengkonfirmasi pelaksanaan Pernyatan Bersama itu dan 64 mencari jalan dan cara untuk meningkatkan kerjasama keamanan di kawasan Asia Timur Laut; e) Para peserta menegaskan kembali bahwa mereka akan mengambil langkah positif untuk meningkatkan kepercayaan satu sama lain, dan akan berupaya bersama untuk melanjutkan perdamaian dan kestabilan di kawasan Asia Timur Laut. Negara Peserta yang terlibat langsung akan membahas sistem perdamaian permanen di semenjung Korea dalam forum di tempat lain secara tepat; f) Peserta setuju untuk mengadakan pertemuan segi-6 tahap ke-6 pada 19 Maret 2007 untuk membahas tentang langkah berikutnya (KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/ nkorea_nuclear/world_01h.htm) 6) Six Party Talks tahap keenam Prospek untuk pertemuan tahap keenam ini berpeluang sukses karena AS dan Korea Utara mengumumkan persetujuan mereka untuk mencairkan semua dana Korea Utara yang selama ini dibekukan di Banco Delta Asia (BDA). Maka, enam peserta mengharapkan persetujuan tentang peta jalan denuklirisasi untuk langkah awal pembekuan dan penyegelan fasilitas nuklir Korea Utara dalam batas waktu selama 60 hari akan mudah tercapai, kemudian langkah berikutnya yaitu pelumpuhan fasilitas nuklir Korea Utara dan laporan program nuklirnya. Hasil dari Pertemuan keenam tahap keenam ini sebenarnya pada awalnya diduga akan berkembang lancar karena AS dan Korea Utara telah mencapai kesepakatan untuk mencairkan rekening dana Korea Utara yang selama ini dibekukan di Banco Delta Asia (BDA) di Macao. Tetapi, Pyongyang bersikukuh bahwa pihaknya hanya akan berpartisipasi dalam pertemuan setelah transfer dana BDA ke Korut diselesaikan. Karena transfer dana tertunda akibat masalah teknis keuangan, pertemuan tidak bisa 65 berkembang seperti yang dijadwalkan. Dengan konsekuensi itu, enam pihak memutuskan mengistirahatkan sesi pertemuan tanpa menetapkan jadwal untuk pertemuan berikutnya (KBS, http:// world.kbs. co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01i. htm). Isu utama dari pertemuan keenam ini pada awalnya dijadwalkan untuk menyediakan peta jalan untuk denuklirisasi termasuk meninjau kembali hasil pembahasan kelompok kerja, peninjauan kembali hasil pelaksanaan langkah awal Korea Utara, pelumpuhan fasilitas nuklir dan laporan program nuklir, dan pembahasan tentang imbalan terhadap langkah awal. Tetapi, di luar dugaan masalah teknis dalam transfer dana Korea Utara dari BDA ternyata menjadi isu utama dalam pertemuan itu (KBS, http:// world. kbs. co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01i.htm) 7) Six Party Talks tahap ketujuh Pembukaan kembali pertemuan oleh ketua negosiasi segi enam membutuhkan lebih banyak waktu daripada dugaan semula. pertemuan segi enam dihentikan pada 22 Maret 2007, karena konflik rekening Korea Utara di Banco Delta Asia. Masalah keuangan itu terjadi saat Korea Utara menuntut keras pencairan 25 juta dolar yang dibekukan di bank delta Asia di Macao, yang masuk daftar hitam Amerika Serikat dengan tuduhan membantu tindakan pencucian uang dan kegiatan keuangan ilegal lain Korea Utara. Amerika Serikat dan Korea Utara akhirnya menyetujui pencairan dana Korea Utara itu, setelah pertemuan segi enam tahap keenam. Tetapi uangnya tidak disampaikan kepada Korea Utara, dan hal itu menjadi hambatan dalam negosiasi. Korea Utara memboikot pertemuan, menunggu transfer uang. Pertemuan akhirnya berakhir tanpa perkembangan apapun pada Maret. Setelah menuntaskan isu itu, ketua juru runding segi enam baru bisa membuka kembali pertemuan multilateral itu pada bulan Juli(KBS, 66 http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01j. htm). Pertemuan Six Party Talks tahap tujuh ini telah menghasilkan persetujuan di antara para pihak. Persetujuan ini amat lah penting, karena berisi mengenai tindak lanjut untuk menutup fasilitas nuklir Korea Utara. Berikut adalah persetujuan keenam negara secara rinci: a) Mereka sepakat bahwa akan melaksanakan rencana yang di susun dalam Six Party Talks yang sebelumnya; b) Korea Utara akan memenuhi janjiannya untuk menyelesaikan Pernyataan Program dan Pelumpuhan fasilitas nuklirnya; c) Korea Utara akan menerima bantuan ekonomi, energi dan kemanusiaan setara dengan 950.000 ton minyak solar; d) Semua peserta akan memenuhi kewajiban mereka yang disetujui pada 19 September dan persetujuan 13 Februari. Tindakan untuk melaksanakan persetujuan; e) Sebelum akhir Agustus, kelompok kerja akan mengadakan pertemuan tingkat kerja yang membahas 5 agenda utama. (Denuklirisasi Semenanjung Korea, normalisasi hubungan antara Korea Utara dan Amerika serikat, normalisasi hubungan Korea Utara dan Jepang, kerjasama ekonomi dan energi, dan mekanisme perdamaian dan keamanan Asia Timur Laut) ; f) Mereka akan mengadakan pertemuan lagi dalam waktu secepat mungkin(KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorean uclear/world_01j.htm) 8) Six Party Talks tahap kedelapan Pertemuan kali ini sangat penting, karena para juru runding bisa membuat rincian dan peta jalan untuk memasuki tahap denuklirisasi nyata untuk menuntaskan krisis nuklir Korea Utara. Korea Utara menghentikan operasi fasilitas terkait nuklir sebagai langkah pertama dan langkah itu bisa dikatakan bersifat awal. 67 Sedangkan, dengan tindakan langkah kedua, Korea Utara telah memasuki langkah denuklirisasi secara nyata dengan pelumpuhan fasilitas nuklirnya dan laporan program nuklir. Sehingga para juru runding akan menghadapi banyak masalah sensitif dan rumit. Hasil pertemuan tahap ini secara keseluruhanya tidak memuaskan, tetapi penetapan peta jalan dalam negosiasi kali ini bisa dinilai sebagai prestasi(KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_ nuclear/world_01k.htm). Pertemuan pada tahap kedelapan ini menghasilkan persetujuan yang sangat penting. Persetujuan tersebut berisi tentang komitmen dari Korea Utara untuk menghentikan atau menutup fasilitas nuklirnya. Berikut adalah isi persetujuan secara rinci: a) Korea Utara akan menyelesaikan pelumpuhan fasilitas nuklirnya sampai 31 December, 2007; b) Korea Utara akan melaporkan program nuklirya hingga 31 Desember 2007; c) Korea Utara menegaskan kembali janjinya untuk tidak akan mentransfer bahan, teknologi , dan pengetahuan nuklir mereka; d) Korea Utara dan Amerika Serikat akan tetap menjaga komitmen, yaitu upaya untuk normalisasi hubungan (Amerika Serikat akan memulai proses untuk itu, termasuk mencabut Korea Utara dari daftar negara pendukung teror); e) Korea Utara dan Amerika Serikat berupaya untuk normalisasi hubungan diplomatik; f) Korea Utara akan menerima bantuan ekonomi, energi dan bantuan kemanusian, sesuai dengan kesepakatan 13 Pebruari, dan peserta akan mengadakan pertemuan lagi (KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world _01k.htm). 68 9) Six Party Talks tahap kesembilan Pada tahap ini para Peserta dinilai berhasil memproduksi hasil nyata, karena mereka bisa menemukan jalan keluar untuk verifikasi nuklir Korea Utara, yang merupakan hambatan terbesar dalam negosiasi. Dengan hasil itu, pertemuan segi enam dan upaya menuju denuklirisasi Semenanjung Korea kembali ke rencana semestinya. Tetapi negosiator gagal untuk membuat kalimat persetujuan yang jelas mengenai perbedaan pandangan verifikasi yang akan dilakukan kepada fasilitas-fasilitas nuklir Korea Utara, sehingga masalah sensitif masih tersisa karena belum diselesaikan(KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_n uclear/world_01l.htm). Hal-hal sensitif itu kapan saja dapat kembali menimbulkan kontroversi dalam proses pelaksanaan persetujuan. Misalnya, para juru runding masih memiliki perbedaan pendapat tentang bagaimana membawa masuk peralatan untuk verifikasi nuklir ke Korea Utara, dan jadwal mengenai kunjungan tim ahli untuk mengunjungi tempat fasilitas nuklir. Tahap kesembilan ini merupakan perwujudan dan tindakan nyata dari para pihak. Pertemuan ini menghasilkan beberapa langkah atau upaya nyata hasil dari penutupan fasilitas nuklir Korea Utara. Para pihak sepakat mengenai Pembangunan Sistem Verifikasi dan Monitoring sebagai berikut: a) Pembangunan mekanisme verifikasi terdiri atas ahli dari 6 negara; b) Mengambil 3 tindakan verifikasi—kunjungan tim ahli nuklir ke tempat, pemeriksaan dokumen dan wawancara dengan personel teknisi; c) Membangun mekanisme monitoring yang terdiri atas ketua juru runding dari 6 negara. Pemasokan bantuan ekonomi dan energi; 69 d) Lima perserta lain kecuali Korea Utara, akan menyelesaikan pemasokan minyak solar dan bantuan non-minyak kepada Korea Utara sampai akhir Oktober 2008; e) Korea Utara akan berupaya menyelesaikan pelumpuhan fasilitas nuklir hingga Oktober 2008 (KBS, http://world.kbs.co .kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01l.htm). Tujuan dipilihnya serta dibentuknya Six Party Talks ini adalah untuk menawar kebijakan pengembangan senjata nuklir Korut dengan berbagai perimbangan yang sebisa mungkin menjadi win win solution bagi semua negara. Diantaranya ialah pemulihan hubungan Korut dengan negara-negara yang pernah bersitegang dengannya, bantuan ekonomi, dan lainnya (http://luar- negeri.kompasiana.com/2010/11/24/korea-utara-menghimpunperhatian/). Tindakan DK PBB selanjutnya adalah mendorong dilakukannya negosiasi dalam menyelesaikan krisis nuklir di Korea Utara. Anggota DK PBB yang mendorong untuk dilakukannya negosiasi multilateral adalah Cina dan Amerika Serikat. Negosiasi multilateral ini disebut dengan Six Party Talks. Tujuan dari Six-Party Talks adalah untuk mengidentifikasi tindakan untuk membawa keamanan dan stabilitas di Semenanjung Korea. Masalah utama yang dibahas dalam perundingan adalah program senjata nuklir Korea Utara. Six Party Talks dimulai tahun 2003, tak lama setelah Korea Utara mengumumkan keinginannya untuk menarik dari NPT. Six Party Talks terdiri dari sembilan tahap, dalam prakteknya negosiasi multilateral ini tidak berjalan lancar. Dari kesembilan negosiasi multilateral ini hanya beberapa pertemuan saja yang menghasilkan keputusan, pertemuan pertama, ketiga, dan keenam mengalami kegagalan dan tidak menghasilkan putusan apapun. 70 Dalam hukum internasional negosiasi atau perundingan adalah cara penyelesaian sengketa yang paling penting dan banyak ditempuh serta efektif dalam menyelesaikan sengketa internasional. Negara-negara lebih cenderung untuk menggunakan sarana negosiasi sebagai langkah awal untuk menyelesaikan sengketanya. Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua digunakan oleh umat manusia. Penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling penting. Banyak sengketa diselesaikan oleh negosiasi tanpa adanya publisitas atau menarik perhatian publik. Negosiasi dalam hukum internasional merupakan penyelesaian sengketa secara damai yang bersifat politis. Dari negosiasi multilateral tersebut penulis menyimpulkan bahwa ada segi positif dari negosiasi multilateral tersebut. Segi positif dari negosiasi tersebut antara lain yaitu pertama para pihak sendiri yang melakukan perundingan secara langsung dengan pihak lainnya, kedua para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana penyelesaian secara negosiasi ini dilakukan menurut kesepakatan mereka, ketiga para pihak mengawasi atau memantau secara langsung prosedur penyelesaiannya, keempat negosiasi menghindari perhatian publik dan tekanan-tekanan politik di dalam negeri, kelima dalam negosiasi para pihak berupaya mencari penyelesaian yang dapat diterima dan memuaskan para pihak sehingga tidak ada pihak yang menang dan kalah tetapi diupayakan kedua belah pihak menang. Selain ada segi positif, negosiasi juga ada hal negatifnya. Segi negatif tersebut adalah ketika salah satu pihak menolak suatu putusan atau beda pendapat dalam negosiasi sehingga tidak menghasilkan putusan apapun. Sisi negatif negosiasi ini terlihat dalam Six Party Talks tahap pertama, ketiga, dan keenam. 71 c. Penyelesaian di bawah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa Penyelesaian krisis Nuklir di Korea Utara telah dilakukan Dewan Keamanan PBB dengan mengeluarkan tiga resolusi. Resolusi yang pertama adalah resolusi 1695 pada tanggal 15 Juli 2006, kedua resolusi 1718 pada tanggal 14 Oktober 2006, ketiga resolusi 1874 pada tanggal 12 Juni 2009. Untuk lebih rincinya berikut adalah inti isi putusan yang ditetapkan DK PBB secara rinci: 1) Resolusi 1695 tentang larangan semua negara untuk mengirim barang-barang yang berkaitan dengan rudal ke atau dari Korut. a) Condemns the multiple launches by the DPRK of ballistic missiles on 5 July 2006 local time (Mengutuk meluncurkan beberapa beberapa peluncuran rudal balistik DPRK pada tanggal 5 Juli 2006 Waktu Lokal); b) Demands that the DPRK suspend all activities related to its ballistic missile programme, and in this context re-establish its pre-existing commitments to a moratorium on missile launching (Menuntut bahwa DPRK menangguhkan semua kegiatan yang berkaitan dengan program rudal balistik, dan dalam konteks ini membangun kembali pra komitmen yang ada untuk moratorium peluncuran rudal); c) Requires all Member States, in accordance with their national legal authorities and legislation and consistent with international law, to exercise vigilance and prevent missile and missile-related items, materials, goods and technology being transferred to DPRK’s missile or WMD programmes (Memerlukan semua Negara Anggota sesuai dengan otoritas nasional hukum dan undang-undang dan konsisten dengan hukum internasional untuk tetap waspada dan mencegah item rudal dan bahan, barang dan teknologi yang terkait rudal yang ditransfer ke DPRK atau program WMD); d) Requires all Member States, in accordance with their national legal authorities and legislation and consistent with international law, to exercise vigilance and prevent the procurement of missiles or missile related-items, materials, goods and technology from the DPRK, and the transfer of any financial resources in relation to DPRK’s missile or WMD programmes. (Memerlukan semua Negara Anggota, sesuai dengan otoritas nasional hukum dan undang-undang dan konsisten dengan hukum internasional untuk tetap waspada dan mencegah pengadaan rudal atau barang terkait rudal, bahan, barang dan teknologi dari DPRK, dan transfer setiap 72 sumber daya keuangan dalam kaitannya dengan rudal DPRK atau program WMD); e) Underlines, in particular to the DPRK, the need to show restraint and refrain from any action that might aggravate tension, and to continue to work on the resolution of nonproliferation concerns through political and diplomatic efforts(Menggarisbawahi, khususnya untuk DPRK, kebutuhan untuk menahan diri dan menahan diri dari setiap tindakan yang mungkin memperburuk ketegangan, dan untuk terus melanjutkan melaksanakan pada resolusi non-proliferasi melalui upaya politik dan diplomatik); f) Strongly urges the DPRK to return immediately to the SixParty Talks without precondition, to work towards the expeditious implementation of 19 September 2005 Joint Statement, in particular to abandon all nuclear weapons and existing nuclear programmes, and to return at an early date to the Treaty on Non-Proliferation of Nuclear Weapons and International Atomic Energy Agency safeguard (Mendesak DPRK untuk segera kembali ke pembicaraan enam pihak tanpa prasyarat, untuk bekerja menuju pelaksanaan Pernyataan bersama pada 19 September 2005, khususnya untuk meninggalkan semua senjata nuklir dan program nuklir yang ada, dan kembali ke Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir dan Badan Energi Atom Internasional); g) Supports the six-party talks, calls for their early resumption, and urges all the participants to intensify their efforts on the full implementation of the 19 September 2005 Joint Statement with a view to achieving the verifiable denuclearization of the Korean Peninsula in a peaceful manner and to maintaining peace and stability on the Korean Peninsula and in north-east Asia (Mendukung pembicaraan enam pihak, menyerukan dimulainya kembali, dan mendesak semua peserta untuk mengintensifkan upaya mereka pada implementasi penuh dari Pernyataan Bersama 19 September 2005 dengan maksud untuk mencapai denuklirisasi diverifikasi di Semenanjung Korea secara damai dan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea Utara dan di Asia Timur ) (UN, http://daccess-ddsny.un.org/ doc/UNDOC/ GEN/ N06/431 /64/PDF/N0643164.pdf?OpenElement) 73 2) Resolusi 1718 tentang larangan Korut melakukan semua kegiatan yang berkaitan dengan program roket dan senjata atom. a) Korea Utara dilarang menjalankan sembarang uji coba nuklir atau meluncurkan rudal dengan hulu ledak nuklir, menangguhkan senmua rencana aktivitas yang berkaitan dengan uji coba nuklirnya,menghapuskan semua senjata nuklir yang dimiliki, menghentikan semua program nuklir secara keseluruhan yang dilakukan secara resmi oleh negara ini; b) Korea Utara harus bersedia berunding kembali tanpa syarat dengan pembicaraan enam negara (Six Party Talks) untuk membahas ulang masalah kepemilikan senjata nuklirnya; c) Kiriman kargo dari dan menuju Korea Utara dihentikan dengan tujuan untuk melakukan pemeriksaan terhadap kepemilikan senjata nuklir dan senjata pemusnah massal yang dimiliki dan senjata-senjata yang berkaitan dengan hal terssebut; d) Penghentian aktivitas ekspor dan impor atas barang-barang yang terdiri atas pesawat tempur, helikopter penyerang, kapal perang, misil dengan hulu ledak nuklir, dan ragam jenis senjata yang berhubungan dengan nukir yang selama ini digunkaan oleh Korea Utara; e) Anggota DK PBB membekukan aset yang dimiliki Korea Utara baik perorangan maupun negara yang berada di luar wilayah Korea Utara yang terlibat dalam program pengayaan senjata nuklir Korea Utara. Juga dilakukan pelarangan perjalanan lintas negara yang diberlakukan bagi semua pihak yang terlibat dalam program pengayaan senjata nuklir yang terdiri atas para pekerja di reaktor nuklir dan keluarganya; f) Negara anggota Dewan Keamanan PBB dilarang melakukan ekspor barang mewah kedalam wilayah Korea Utara. (RR.Emilia Yustiningrum, 2007 : 28-29). 3) Resolusi 1874 tentang pengetatan embargo senjata dan laranganlarangan berkaitan dengan keuangan seperti larangan ekspor import senjata. a) Tuntutan bahwa Korea Utara tidak boleh melakukan uji coba nuklir lebih lanjut atau memulai menggunakan teknologi rudal balistik; b) Memutuskan bahwa Korea Utara akan menangguhkan semua kegiatan yang berhubungan dengan program rudal balistik; 74 c) Tuntutan bahwa Korea Utara segera sepenuhnya mematuhi kewajibannya di bawah resolusi Dewan Keamanan yang relevan, khususnya dalam resolusi 1718 (2006); d) Tuntutan bahwa Korea Utara segera mencabut pengumuman dari penarikan dari NPT; e) Memutuskan bahwa Korea Utara akan meninggalkan semua senjata nuklir dan program nuklir akan diverifikasi secara lengkap oleh IAEA sesuai NPT f) semua Negara harus memeriksa semua kargo yang akan ke Korea Utara dan keluar dari Korea Utara di wilayah mereka termasuk pelabuhan laut dan bandar udara; g) Memutuskan memberikan melarang layanan Negara-negara pengisian bahan Anggota untuk bakar, seperti penyediaan bahan bakar atau pasokan, atau melayani kapal Korea Utara di wilyah mereka yang membawa barang-barang pasokan, penjualan, transfer, atau ekspor yang dilarang oleh ayat 8 (a), 8 (b), atau 8 (c) dari resolusi 1718 (2006); h) Menyerukan kepada negara-negara anggota, selain melaksanakan kewajiban mereka sesuai dengan paragraf 8 (d) dan (e) resolusi 1718 (2006), untuk mencegah penyediaan jasa keuangan atau transfer ke, melalui, atau dari wilayah mereka, atau oleh warga negara mereka atau entitas yang didirikan berdasarkan hukum mereka (termasuk cabang luar negeri), atau orang-orang atau lembaga keuangan di wilayah mereka, dari setiap keuangan atau lainnya aset atau sumber daya yang dapat memberikan kontribusi pada Korea Utara terkait nuklir, rudal balistik yang berhubungan, atau senjata pemusnah massal; 75 i) Semua Anggota PBB tidak boleh memberikan dukungan keuangan publik untuk perdagangan Korea Utara (termasuk pemberian ekspor, jaminan kredit atau asuransi untuk warga negara mereka atau badan yang terlibat dalam perdagangan tersebut)( UN,http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/ N09/368/49/PDF/N0936849.pdf?OpenElement). Pasal 37 Piagam PBB mensyaratkan para pihak yang bersengketa untuk menyerahkan sengketanya kepada Dewan Keamanan PBB manakala penyelesaian melalui cara-cara yang terdapat dalam pasal 33 ternyata tidak mungkin terwujud. Dewan Keamanan PBB dapat pula menjatuhkan sanksi kepada suatu negara dengan tujuan agar negara tersebut menghentikan perbuatannya (yang diduga keras melanggar hukum internasional). Sanksi DK PBB terhadap Korea Utara adalah berupa resolusi. Implikasi dari dikeluarkannya resolusi ini adalah Korea Utara sebagai negara anggota PBB harus mau menerima dan melaksanakan resolusi tersebut. Sedangkan DK PBB juga harus melaksanakan kekuasaannya secara adil, tidak melebihi dari apa yang ditentukan dalam Piagam PBB. Kekuasaan DK PBB yang begitu besar ini dapat menimbulkan suatu kekuasaan yang luar biasa dan kadang-kadang di luar kekuasaan yang ditetapkan oleh Piagam PBB. Hal ini bisa terjadi dengan alasan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Walaupun begitu, tidak berarti kekuasaanya tidak terbatas melainkan tetap mempunyai batasan-batasan secara hukum. Oleh karena itu dalam menyelesaikan krisis nuklir di Korea Utara DK PBB harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 1 ayat (1), dan Pasal 2 ayat (7) Piagam PBB. Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan tiga resolusi. Resolusi yang pertama adalah resolusi 1695 pada tanggal 15 Juli 2006, kedua resolusi 1718 pada tanggal 14 Oktober 2006, ketiga resolusi 1874 pada tanggal 12 Juni 2009. Ketiga resolusi tersebut pada umumnya berisi sanksi kepada Korea Utara yang isinya larangan semua negara untuk mengirim 76 barang-barang yang berkaitan dengan rudal ke atau dari Korut, tentang larangan Korut melakukan semua kegiatan yang berkaitan dengan program roket dan senjata atom, dan tentang pengetatan embargo senjata dan larangan-larangan berkaitan dengan keuangan seperti larangan ekspor import senjata. 2. Kesesuaian tindakan Dewan Keamanan PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara dengan ketentuan yang tercantum dalam Bab V-VII Piagam PBB Sesuai dengan pembahasan pada sub bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa DK PBB telah melaksanakan tindakan untuk menyelesaikan krisis nuklir. Dalam sub bab ini dianalisis tindakan DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara menurut Bab V-VII Piagam PBB. DK PBB memiliki tanggung jawab untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional yang diberikan oleh negara-negara anggota PBB di seluruh dunia. Tanggung jawab tersebut membuat para anggota DK PBB yang beranggotakan 15 negara terus berupaya menegakkan amanat Piagam PBB. Lima negara anggota tetap DK PBB diberi status luar biasa, hal ini lah yang mendorong agar DK PBB untuk menyelesaikan krisis nuklir di Korea Utara. Tanggung jawab DK PBB dalam memelihara perdamaian dan kemanan internasional terdapat dalam Pasal 24 ayat (1) Bab V Piagam PBB, yang disebutkan bahwa: ―Untuk menjamin agar Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat menjalankan tindakannya dengan lancar dan sempurna, maka anggotaanggotanya memberikan tanggung jawab utama kepada Dewan Keamanan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, dan menyetujui agar supaya Dewan Keamanan dalam menjalankan kewajibankewajibannya di bawah tanggung jawab ini bertindak atas nama mereka.‖ Tindakan yang dilakukan Dewan Keamanan PBB yang pertama adalah melakukankan Penyelidikan terkait program nuklir Korea Utara. Penyelidikan ini dilakukan oleh IAEA yang dalam hal ini dibawah pengawasan DK PBB. Laporan IAEA dalam bidang nuklir menjadi bahan 77 masukan DK PBB dalam melakukan suatu tindakan yang diperlukan bila dianggap telah mengancam perdamaian dan keamanan internasional. IAEA merupakan badan otonom dibawah kendali PBB, berikut adalah struktur yang menunjukkan bahwa IAEA adalah bagian dari DK PBB. Majelis Umum Komite Tindakan Kolektif Komisi Perlucutan Senjata Dewan Keamann Badan Energi Atom Internasio nal Kepala-kepala staff Angota-anggota Tetap Dewan Keamanan BADAN-BADAN AD HOC Komite Para Ahli - Komite Mengenai Izin Masuk Anggota Baru - Komite Staff MIliter - Namibia Hak-Hak Rakyat Palestina Resolusi 421 (1977) mengenai Afrika Selatan Benin Apartheid UNTSO UNDOF UNFICYP UNMOGIP Gambar 3: Struktur Dewan Keamann PBB Sumber: DW Bowett,1995:37 Dasar hukum dari wewenang DK untuk melakukan penyelidikan adalah dalam Pasal 34 Bab VI Piagam yang menyatakan bahwa: ―Dewan keamanan dapat menyelidiki setiap pertikaian, atau setiap keadaan yang dapat menimbulkan pertentangan intenasional atau menimbulkan suatu pertikaian, untuk menentukan apakah berlangsungnya pertikaian atau keadaan itu dapat membahayakan terpeliharanya perdamaian serta keamanan internasional.‖ Wujud nyata dari penyelidikan tersebut adalah dengan mengutus IAEA untuk melakukan pemeriksaan. IAEA telah melakukan enam kali inspeksi di Korea Utara, diantaranya inspeksi yang bersifat khusus. Inspeksi khusus dilaksanakan supaya mengetahui status pengembangan senjata nuklir atau kepemilikan senjata nuklir di Korea Utara. 78 Saat itu IAEA meminta pemeriksaan khusus dengan alasan perbedaan laporan dari pihak Korea Utara dengan inspektor yang kemudian ditolak oleh Korea Utara. IAEA meminta Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk mendapatkan izin inspeksi khusus. Kemudian pada tahun 2002 IAEA melakukan inspeksi lagi terhadap fasilitas nuklir di Korea Utara, akan tetapi pihak IAEA telah di tolak oleh pihak Korea Utara. Inspeksi selanjutnya adalah pada 14-17 Juli 2007. Delapan anggota IAEA bertugas untuk melakukan investivigasi dan inspeksi. Inspeksi ini merupakan verifikasi terhadap kesediaan negara komunis itu untuk menutup fasilitas nuklir yang dimilikinya. Selanjutnya Pasal 39 Bab VII Piagam PBB memberi wewenang DK PBB untuk melaksanakan salah satu prinsip PBB mengenai tanggung jawab untuk menentukan ancaman dimana DK PBB dapat menentukan langkah-langkah yang dianggap mengganggu keamanan dan perdamaian internasional berdasarkan apa yang tercantum dalam Bab VII Pasal 39 yang berbunyi: ―Dewan Keamanan akan menentukan adanya sesuatu ancaman terhadap perdamaian, pengacauan terhadap perdamaian, atau tindakan agresi dan akan memajukan anjuran-anjuran atau memutuskan tindakan apa yang akan diambil sesuai dengan Pasal 1 dan 42, untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional.‖ Menurut Pasal 39 tersebut, keterlibatan DK PBB dalam menentukan suatu keadaan yang dianggap mengganggu perdamaian dan keamanan internasional sangat diperlukan. Oleh karena itu, DK PBB berwenang melakukan tindakan-tindakan untuk menyelesaikannya. Dari Pasal 39 dapat disimpulkan bahwa DK PBB mempunyai wewenang untuk menentukan adanya suatu ancaman terhadap perdamaian, dalam kasus nuklir Korea Utara tersebut DK PBB merasa bahwa hal tersebut merupakan ancaman bagi perdamaian. Masukan laporan dari IAEA merupakan dasar bagi DK PBB untuk menentukan adanya ancaman terhadap perdamaian. 79 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tindakan yang diambil DK PBB mempunyai dasar hukum yang terdapat dalam Piagam PBB. Pertama, DK PBB mempunyai tanggung jawab dari negara anggota lain untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia, hal ini didasarkan pada Pasal 24 ayat (1) Bab V Piagam PBB. Tindakan DK PBB dalam melakukan penyelidikan terkait nuklir Korea Utara di dasarkan pada Pasal 34 Bab VI Piagam PBB 1945, DK PBB menyelidiki keadaan Krisis nukilir Korea Utara yang dapat menimbulkan pertentangan internasional atau menimbulkan suatu pertikaian. Penyelidikan yang dilaksanakan DK PBB ini untuk menentukan apakah berlangsungnya keadaan itu dapat membahayakan terpeliharanya perdamaian serta keamanan internasional. DK PBB juga telah menentukan adanya suatu ancaman terhadap perdamaian yang ditimbulkan dari program nuklir Korea Utara. Penentuan adanya ancaman terhadap keamanan dan perdamaian didasarkan dari hasil penyelidikan IAEA yang kemudian dilaporkan kepada DK PBB, landasan hukum DK PBB menentukan adanya ancaman adalah Pasal 39 Bab VII Piagam PBB. Tindakan yang dilakukan DK PBB selanjutnya adalah memberikan ide atau gagasan tentang penyelesaian sengketa secara damai dengan cara berunding, ide perundingan secara multilateral tersebut dikenal dengan Six Party Talks. Inisiatif yang di gagas oleh China, Amerika Serikat, dan Rusia merupakan bentuk peran serta anggota DK PBB dalam penyelesaian sengketa nuklir Korea Utara, penyelesaian sengketa secara damai dianjurkan dalam Pasal 33 ayat (1) dan (2) Bab VI tentang penyelesaian pertikaian secara damai Piagam PBB yang berbunyi: ―Pasal 1: Negara-negara yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang terus menerus yang mungkin membahayakan terpeliharanya perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus mencari penyelesaian dengan jalan perundingan, penyelidikan, dengan peraturan, permufakatan, perwasitan, penyelesaian menurut hukum, 80 melalui badan-badan atau persetujuan-persetujuan setempat, atau dengan cara damai lainnya yang dipilih sendiri.‖ ―Pasal 2: Dewan keamanan, bila dianggap perlu, akan meminta kepada pihak-pihak yang bertikai untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan cara-cara demikian.‖ Pasal 33 ayat (1) dan (2) Bab VI Piagam PBB tersebut merupakan anjuran kepada negara yang sedang mengalami sengketa untuk menyelesaikan sengketa mereka secara damai, dari pasal 2 menjelaskan bahwa DK PBB bila dianggap perlu akan meminta pihak-pihak yang bertikai untuk menyelesaikan pertikaan tersebut dengan damai. Dalam krisis nuklir Korea Utara DK PBB sudah menganjurkan cara damai, bahkan tiga anggota tetap DK PBB yaitu Cina, Amerika Serikat, dan Rusia mengajak Korea Utara untuk negosiasi multilateral atau Six Party Talks. DK PBB menangani krisis nuklir Korea Utara berlandaskan pada kewenangannya yaitu untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan prinsip-prinsip dan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa(UN, http://www.un.org/Docs/sc/unsc_functions.html), DK PBB juga berperan dalam menarik kembali Korea Utara untuk kembali kepada Six Party Talks, hal ini tertulis dalam Resolusi 1718 tentang larangan Korut melakukan semua kegiatan yang berkaitan dengan program roket dan senjata atom. Tindakan yang dilakukan selanjutnya oleh DK PBB adalah mengeluarkan tiga Resolusi. Pertama adalah Resolusi 1695, Dewan Keamanan PBB menetapkan sanksi sanksi yang mengharuskan semua negara mencegah pengiriman barang-barang yang berkaitan dengan rudal ke atau dari Korut(Nuklir Sebagai Alat Diplomasi (Diplomasi Koersif Korea Utara Dalam Politik Internasional) http://fisip.unand.ac.id/hi/ blog/?p=260). Sekitar hampir tiga bulan disahkannya Resolusi Nomor 1695, pada 9 Oktober 2006 Korea Utara telah melaksanakan uji coba nuklir yang dilakukan di bawah tanah, tepatnya yaitu berada di sebuah terowongan di pantai timur Korea Utara. Dari hasil uji coba tersebut telah 81 berdampak dengan timbulnya gempa berkekuatan 4,2 Mb (body wave magnitude). Negara tetangga Korea Utara yaitu Korea Selatan dan Jepang langsung memprotes tindakan uji coba yang dilakukan Korea Utara tersebut (http://witnyvirgiany. blogspot.com/ 2009/10/implikasi- perkembangan-senjata-nuklir.html). Seismograf Rusia yang dipasang di seluruh penjuru negeri telah mencatat bahwa ada getaran yang ditimbulkan dari uji coba itu. Lembaga Penelitian Sumber Daya Alam dan Geologi Korea Selatan juga telah merinci, uji coba itu menimbulkan guncangan berskala 3,5-3,7 skala Richter. Laporan intelijen melengkapinya, lokasi uji coba sama dengan lokasi uji coba rudal Taepodong 2. Uji coba itu Nuklir Korea Utara tersebut juga menimbulkan gempa besar di Gedung Putih, di Markas Dewan Keamanan (DK) PBB, dan negara-negara Asia Timur lainnya, yakni Korea Selatan, Jepang, dan China, serta seluruh penjuru dunia, hal ini akan mempengaruhi stabilitas keamanan dunia serta terancamnya perdamaian (Lilly, http://lilyyuliantifarid.com/mengapa- korea-utara-tak-gentar-20.php). Terancamnya stabilitas keamanan dunia internasional sudah dimulai ketika Korea Utara mengeluarkan diri dari Perjanjian Non-profelasi Nuklir (NPT) pada tanggal 10 Januari 2003, dan pada tahun 2005, langsung mengklaim bahwa telah memiliki sejumlah senjata nuklir aktif yang tidak digunakan untuk kepentingan publik dan perdamaian tapi untuk kepentingan militer. Sedangkan krisis nuklir di Korea Utara mulai ada sejak Korea Utara mengancam keluar dari NPT pada tahun 1993. Nuklir Korea Utara telah berdampak bagi stabilitas keamanan internasional khususnya kawasan Asia Timur. Dampak tersebut adalah munculnya efek spiral di antara negara-negara di kawasan Asia Timur. Artinya, ketika Korea Utara mampu memproduksi senjata nuklir maka yang terjadi adalah adanya reaksi dari suatu negara untuk melakukan hal yang sama yaitu memproduksi senjata nuklir atau memperkuat sistem persenjataanya untuk mengantisipasi serangan dari negara lain. Kondisi ini akan semakin rumit ketika antara negara-negara tersebut pernah terlibat 82 dalam konflik. Sehingga dalam kondisi ini memunculkan efek yang sangat besar dalam hal perlombaan senjata (Fatkurrohman, http://fatkurrohman. blogspot.com/2007/07/dampak-nuklir-korea-utara.html). Akhirnya DK PBB kembali menetapkan Resolusi untuk Korea Utara, yaitu Resolusi 1718 yang disahkan pada 14 Oktober 2006 yang berisi tentang larangan bagi Korea Utara melakukan segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan program nuklir dan pengembangan senjata pemusnah massal termasuk pengiriman senjata dari dan ke Korea Utara. Pada bulan Juli 2007 Korea Utara mulai menutup fasilitas nuklirnya di Yeongbyeon hingga meyakinkan AS untuk mencabut Korut dari daftar negara-negara pendukung teroris. Namun hal tersebut juga tidak berlangsung lama karena pada bulan April 2009 Korea Utara kembali meluncurkan roket jarak jauhnya. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK-PBB) memutuskan untuk menambah dan menegaskan sanksi atas Korea Utara setelah negara itu melakukan uji nuklir kedua. Keputusan ini diambil melalui pemungutan suara anonim dengan hasil suara bulat, Jumat 12 Juni 2009 (Vivanews, http://dunia.vivanews.com/news/read/66277-dkpbbtetap kansanksibaruuntukkorut). Resolusi tersebut adalah Resolusi DK-PBB 1874, Resolusi tersebut dikeluarkan dikarenakan proyek pengembangan nuklir Korea Utara yang tetap dijalankan dan uji coba nuklir yang berlangsung pada 25 Mei 2009. Uji coba nuklir yang berlangsung pada bulan Mei 2009 tersebut telah melanggar resolusi-resolusi sebelumnya. Akan tetapi desakan DK-PBB terhadap Korea Utara untuk segera mengakhiri program senjata nuklir dan peluru kendalinya malah ditanggapi Korut dengan melancarkan provokasi. Resolusi 1874 merupakan Resolusi ketiga yang dikeluarkan DK PBB pada 12 Juni 2009 di markas besar PBB, New York dengan suara bulat. Inti dari Resolusi tersebut adalah memperkeras sanksi terhadap Korea Utara berupa pengetatan embargo senjata dan larangan-larangan baru berkaitan dengan keuangan seperti larangan ekspor import senjata 83 yang notabene memiliki sanksi lebih berat dari resolusi-resolusi sebelumnya seperti larangan bagi Korea Utara untuk melakukan eksporimpor senjata dan pemeriksaan terhadap kapal-kapal laut dan pesawat milik Korut yang mencurigakan. Dasar hukum dikeluarkannya ketiga Resolusi tersebut adalah Pasal 41 Bab VII Piagam PBB yang berbunyi: ―Dewan Keamanan dapat memutuskan tindakan-tindakan apa yang tidak termasuk digunakannya kekuatan senjata untuk dapat melaksanakan keputusan-keputusannya, dan dapat meminta kepada anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melaksanakan tindakantindakan itu. Dalam hal ini termasuk tindakan-tindakan untuk memutuskan seluruhnya atau sebagian daripada hubungan-hubungan ekonomi, termsuk hubungan kereta api, alut, udara, pos, kawat, radio, dan alat-alat lainnya serta perhubungan diplomatik.‖ Pasal 41 tersebut memberikan legitimasi bagi DK PBB untuk melakukan tindakan-tindakan pemaksaan dalam menyelesaikan suatu kasus. Menurut Pasal 41, DK PBB dapat memaksakan suatu negara untuk melaksanakan tindakan dengan tidak melibatkan pengggunaan senjata atau dengan jalan sanksi ekonomi berupa embargo maupun pengucilan dari pergaulan internasional. Resolusi yang dikeluarkan oleh DK PBB harus di taati oleh Korea Utara. Keluarnya Resolusi tersebut berlandaskan hukum Piagam PBB. Piagam PBB ini merupakan traktat multilateral, yakni penuangan kesadaran masyarakat internasional dalam memelihara perdamaian dan keamanan kolektif, maka Piagam ini secara hukum menciptakan kewajiban yang mengikat bagi semua negara anggota PBB (Boer Mauna, 2000:144-145). Keputusan-keputusan DK PBB mempunyai dampak bagi suatu negara yang terlibat konflik atau sengketa untuk mematuhi dan melaksanakan keputusan tersebut (Elfia Farida, 2004 : 134). Selain itu Korea Utara juga wajib menyetujui untuk menerima dan menjalankan keputusan-keputusan Dewan Keamanan, hal ini berdasarkan Pasal 25 Bab V Piagam PBB yang bunyinya: 84 ―Anggota-anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui untuk menerima dan menjalankan keputusan-keputusan Dewan Keamanan sesuai dengan Piagam ini.‖ Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara telah mempunyai landasan hukum yang terdapat dalam Piagam PBB. DK PBB menyelesaikan krisis tersebut berlandaskan Piagam PBB, yaitu Pasal 24 ayat (1) Bab V, Pasal 33 ayat (1) dan (2) Bab VI , Pasal 34 Bab VI, Pasal 39 Bab VII, 41 Bab VII Piagam PBB. Tindakan yang dilakukan DK PBB tidak hanya sampai seperti yang dijelaskan sebelumnya, tetapi dapat berupa penyelesaian dengan kekerasan. Apabila negara-negara yang bersengketa tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa secara damai maka dapat dimungkinkan dengan cara kekerasan, sarana penyelesaian sengketa dengan kekerasan itu terdapat dalam Pasal 42 Bab VII Piagam PBB. ―Apabila Dewan Keamanan menganggap bahwa tindakan-tidnakan yang ditentukan dalam Pasal 41 tidak mencukupi atau telah terbukti tidak mencukupi, ia dapat mengambil tindakan dengan mempergunakan angkatan udara, laut, atau darat bila dianggap perlu untuk mempertahankan atau memulihkan perdamaian serta kemanan internasional. Dalam tindakan itu termasuk pula demonstrasidemonstrasi, blokade, dan tindakan-tindakan lain dengan mempergunakan angkatan udara, laut, atau darat dari anggotaanggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.‖ Pasal 42 menjelaskan bahwa DK PBB dapat menggunakan kekerasan dengan melibatkan militer. Namun penerapan sanksi yang bersifat keras sebagaimana yang tercantum dalam 42 tersebut sebisa mungkin dihindari dalam menyelesaikan sengketa dan DK PBB lebih mengutamakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur damai, yaitu diplomasi terlebih dahulu. 85 BAB IV PENUTUP A. Simpulan 1. Tindakan yang dilakukan DK PBB terkait dengan perannya dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara yaitu : a. Penyelidikan IAEA mengenai program nuklir yang ada di Korea Utara, dimana DK PBB memberi ijin IAEA untuk melakukan inspeksi krisis nuklir Korea Utara. Penyelidikan ini merupakan tindakan yang dilakukan oleh DK melalui badan khusunya yaitu IAEA. b. Negosiasi multilateral oleh enam negara (Six Party Talks), tindakan yang dilakukan DK PBB selanjutnya adalah menganjurkan pihak yang bersengketa untuk melaksanakan negosiasi multilateral. Negosiasi multilateral yang dikenal dengan Six Party Talks atau pertemuan segi enam ini dipelopori oleh tiga anggota tetap DK PBB, yaitu Cina, Rusia, dan Amerika. c. Penyelesaian di bawah DK PBB dengan mengeluarkan tiga resolusi. Resolusi yang pertama adalah resolusi 1695 pada tanggal 15 Juli 2006 tentang larangan semua negara untuk mengirim barang-barang yang berkaitan dengan rudal ke atau dari Korut, kedua resolusi 1718 pada tanggal 14 Oktober 2006 tentang larangan Korut melakukan semua kegiatan yang berkaitan dengan program roket dan senjata atom, ketiga resolusi 1874 pada tanggal 12 Juni 2009 tentang pengetatan embargo senjata dan larangan-larangan berkaitan dengan keuangan seperti larangan ekspor import senjata. 2. Tindakan Dewan Keamanan PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 24 ayat (1) Bab V, Pasal 33 ayat (1) dan (2) Bab VI , Pasal 34 Bab VI, Pasal 39 Bab VII, 41 Bab VII Piagam PBB. 86 B. Saran Dalam rangka meningkatkan peran DK PBB dalam menangani krisis nuklir Korea Utara, maka perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan baik dari DK PBB. Beberapa saran yang dapat penulis berikan antara lain 1. Perlu adanya reformasi Dewan Keamanan DK PBB, yaitu terutama pada perluasan kenggotaan tetap DK PBB dari kawasan Afrika, Asia, serta Amerika latin. 2. DK PBB perlu meningkatkan keefektifan pengambilan keputusan anggota Dewan Keamanan DK PBB dengan cara senantiasa melakukan konsultasi diantara anggota -anggota Dewan Keamanan DK PBB dengan negara penerima keputusan. 3. Korea Utara harus mematuhi dan menjalankan resolusi yang dikeluarkan DK PBB sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 25 Bab V Piagam PBB. Resolusi tersebut antara lain resolusi 1695 tentang larangan semua negara untuk mengirim barang-barang yang berkaitan dengan rudal ke atau dari Korut, resolusi 1718 tentang larangan Korut melakukan semua kegiatan yang berkaitan dengan program roket dan senjata atom, resolusi 1874 tentang pengetatan embargo senjata dan larangan-larangan berkaitan dengan keuangan seperti larangan ekspor import senjata. 4. Memunculkan pilihan atau opsi yang menguntungkan kedua belah pihak dalam negosiasi, sehingga Deadlock dapat diminimalisir. 87 DAFTAR PUSTAKA Buku: Ade Maman Suherman, 2003. Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi. Jakarta: PT Ghalia Indonesia. Boer Mauna. 2000. Hukum Internasional:Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Bandung:Alumni D.W. Bowett. 1995. Hukum Organisasi Internasional. Terjemahan Bambang Iriana Djajaatmadja dari The Law of International Institutional (1982). Jakarta: Sinar Grafika. F. Sugeng Istanto. 1984. Hukum Internasional. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Hualaa Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Jakarta: Sinar Grafika. Jawahir Tontowi dan Pranoto Iskandar. 2006. Hukum Internasional Kontemporer. Bandung: PT. Refika Aditama. J.G Merrills. 1986. Penyelesaian Sengketa Internasional. Terjemahan Achmad Fauzan Fauzan dari International Dispute Settlement (tanpa tahun). Bandung. J.G. Starke. 2001. Pengantar Hukum Internasional 2. Terjemahan dari Bambang Iriana Djajaatmadja dari Introduction to International Law (1989).Jakarta:SinarGrafika. Johny Ibrahim. 2006. Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:Bayu Media. Liek Wilardo dan H.C. Yohannes. 1993. Kamus Fisika: Fisika dan Teknologi Nuklir. Jakarta: Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Loekito Santoso. 1986. Orde Perdamaian Memecahkan Masalah Perang (Penjelajahan Polemologik). Jakarta: UI-Press. 88 Mandalangi, J.Pareira. 1986. Segi-segi Hukum Organisasi Internasional. Bandung:Bina Cipta. Peter Mahmud Marzuki. 2009. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media. Rebecca M M. Wallace. 1993. Hukum Internasional. Terjemahan Bambang Arumanadi dari International Law (1986). Semarang: IKIP Semarang Press. Safril Djamain. 1993. Mengenal Lebih Jauh PBB dan Negara-Negara di Dunia. Klaten: PT. Intan Pariwara. Sefriani. 2011. Hukum Internasional Suatu Pengantar. Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada. Sri Setianingsih suwardi. 2004. Pengantar Hukum Organisasi Internasional. Jakarta: UI Press Soemaryo Suryokusumo. 1987. Organisasi Internasional. Jakarta: UI-Press. -----------------. 1990. Hukum Organisasi Internasional. Jakarta: UI-Press. -----------------. 1997. Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional. Jakarta: UI-Press T.May Rudy. 2002. Hukum Internasional 2. Bandung: PT. Refika Aditama. Produk Perundang-Undangan: Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1945 (Charter of United Nations) Treaty on the Non Proliferation of Nuclear Weapon (NPT) Internet : Kemlu, http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=16&l=id diakses 10 Januari 2012, pukul 13.15 WIB. UN, http://www.un.org/en/aboutun/index.shtml), diakses 18 februari 2012, pukul 16.30 WIB. UN, http://www.un.org/Docs/sc/unsc_functions.html, diakses 17 Maret 2012, pukul 19.05 WIB. 89 UN,http://daccess-ddsny.un.org/ doc/UNDOC/ GEN/ /64/PDF/N0643164.pdf?OpenElement, diakses 17 Maret 19.15 N06/431 2012, pukul WIB. UN,http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/ N09/ 368/49/ PDF/ N0936849 .pdf? OpenElement, diakses 17 Maret 2012, pukul 19.15 WIB. Anonim.http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ppkn4419/_private/Piagam%20P BB.htm, diakses 6 Maret 2012, pukul 13.15 WIB. Anonim,http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2005/10/printable/0510 07_elbaradeisw.shtml, diakses 10 februari 2012, pukul 11.15 WIB. Norris. http://www.thebulletin.org diakses 8 Januari cuming. /article_nn.php?art_ofn=ma03norris 2011, pukul 19.15 WIB. http://www.mtholyoke.edu/acad/intrel/cumings.htm diakses 8 Januari 2011, pukul 19.17 WIB. Anonim.http://www.nautilus.org/0684KCNA.html diakses 8 Januari 2011, pukul 19.15 WIB. virgiany,http://witnyvirgiany.blogspot.com/2009/10/implikasiperkembangan-senjata- nuklir.html diakses 8 Januari 2011, pukul 19.24 WIB. Anonim,http://kanakini.blogspot.com/2011/12/dilematis-nuklir-korea utara.htm http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/ nkorea_nuclear/faq_01.htm, diakses 5 November 2011, pukul 18.15 WIB. http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_02.htm, diakses 5 November 2011, pukul 18.15 WIB. Anonim.http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_03.htm, diakses 5 November 2011, pukul 18.15 WIB. http://world.kbs.co.kr/indonesia/event/nkoreanuclear/news03.htm, diakses 5 November 2011, pukul 18.15 WIB. http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01a.htm, diaks es 5 November 2011, pukul 18.15 WIB. 90 (http://world.kbs.co.kr/ diakses 5 KBS, indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01b.htm, November 2011, pukul 18.15 WIB. http://world.kbs.co.kr/ world_01c.htm, diakses 5 indonesian/event/nkorea_nuclear/ November 2011, pukul 18.15 WIB. KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01d.htm, diakses 5 November 2011, pukul 18.15 WIB. KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01e.htm), diakses 5 November 2011, pukul 18.15 WIB. KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01f.htm, diakses 5 November 2011, pukul 18.15 WIB. KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01g.htm, diakses 5 November 2011, pukul 18.15 WIB. KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/ nkorea_nuclear/world_01h.htm, diakses 5 November 2011, pukul 18.15 WIB. KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01i. htm, diakses 5 November 2011, pukul 18.15 WIB. KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01j.htm, diakses 5 November 2011, pukul 18.15 WIB. KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_ nuclear/world_01k.htm, diakses 5 November 2011, pukul 18.15 WIB. KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01l.htm, diakses 5 November 2011, pukul 18.15 WIB. http://luar-negeri.kompasiana.com/2010/11/24/korea-utara-menghimpun perhatian/, diakses 3 April 2012, pukul 13.05 WIB. http://www.iisip.ac.id/content/atau-six-party-talks-dalam-mengatasiancaman-nuklir- korea-utara-tahun-2002-2007, diakses 9 juli 2012, pukul 15.10 WIB. http://www.suaramerdeka.com/cybernews/harian/0707/09/int1.htm, diakses 9 Juli 2012, pukul 15.15 WIB. http://www.wagingpeace.org/articles/2003/04/10_chaffee_korea diakses diakses 18 Juli 2012, pukul 18.25 WIB. npt.htm), 91 http://fisip.unand.ac.id/hi/blog/?p=260, diakses 19 Agustus 2012, pukul 10.20 WIB. http://dunia.vivanews.com/news/read/66277-dkpbbtetap kansanksibaruuntukkorut, diakses 20 Agustus 2012, pukul 00.10 WIB. http://fatkurrohman.blogspot.com/2007/07/ dampak-nuklir-korea-utara.html , diakses pada 20 Oktober 2012, pukul 19.05 WIB. Lilly, http://lilyyuliantifarid.com/mengapa-korea-utara-tak-gentar-20.php, diakses pada 20 Oktober 2012, pukul 19.05 WIB Jurnal : Elfia Farida. 2004. ―Dampak keputusan Dewan Keamanan PBB bagi Suatu Negara‖. Jurnal Hukum Respublica. Vol.3,No 2. R.Aditia Harisasongko.2008. ―Global&Strategis‖. Th.2, No2. RR.Emilia Yustiningrum. 2007. ―Masalah Senjata Nuklir dan Masa Depan Perdamaian Dunia‖. jurnal Penelitian Politik Vol. 4 No. 1. Yewon Ji. 2009. ―Three Paradigms of North Korea‘s Nuclear Ambitions‖. Journal of Political Inquiry. Vol 2. Yufan Fao.2007.‖China and the korean peninsula:a chinese view on the north korean nuclear issue‖. international journal of korean unification studies.Vol 16, No1. Paper : Christiane Ahlborn. ORGANIZATIONS 2011. AND THE THE RULES OF INTERNATIONAL LAW OF INTERNATIONAL RESPONSIBILITY. ACIL Research Paper No 2011-03 (SHARES Series), Amsterdam Center for International Law University of Amsterdam Vik Kanwar. 2009. Two Crises of Confidence: Securing Non-Proliferation and the Rule of Law Through Security Council Resolutions.OHIO NORTHERNUNIVERSITY LAW REVIEW Vol 35. Ohio Northen University. 92 Larry A. Niksch.2007. ―North Korea‘s Nuclear Weapons Program‖. CRS Issue Brief for Congress. Jon B. Wolfsthal. 2003 ―Estimates of North Korea‘s Unchecked Nuclear Weapon Production and Sustaianbility, No. 38. Potential‖. Nautilus Institute for Security