BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian terhadap Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Perbankan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Apakah korporasi (Bank) dapat dipertanggungjawabkan secara pidana dalam Tindak Pidana Perbankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan? a) Pengaturan korporasi sebagai subjek hukum pidana belum diatur secara menyeluruh dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal ini menimbulkan keraguan dan kerancuan tentang kedudukan korporasi sebagai subjek hukum pidana. b) Dalam UU Perbankan kedudukan korporasi sebagai subjek hukum pidana sudah diatur, akan tetapi mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi pada Pasal 46 ayat (2) pertanggungjawaban pidana korporasi dibebankan kepada perorangan bukan kepada korporasi sebagai badan. Pengaturan pertanggungjawaban pidana bagi korporasi dalam UU Perbankan menetapkan sistem pertanggungjawaban pidana bagi korporasi sebagai pembuat dan penguruslah yang bertanggungjawab. Rumusan Pasal 46 UU Perbankan menyatakan bahwa suatu tindak pidana dapat dilakukan oleh badan hukum (korporasi), akan tetapi tanggungjawab untuk itu menjadi beban dari pengurus badan hukum (korporasi) tersebut. 2. Bagaimana Ius Constituendum pertanggungjawaban korporasi dalam Tindak Pidana Perbankan? a) Bahwa UU Perbankan yang berlaku saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman dan teknologi serta sudah tidak mampu lagi untuk memberikan perlindungan kepastian hukum kepada masyarakat. b) UU Perbankan yang ada saat ini, mengenai pertanggungjawaban pidana belum mampu untuk dapat mempertanggungjawabkan korporasi secara pidana. c) Adanya RUU Perbankan konsep tahun 2012, sudah mengalami pergeseran paradigma mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi. Dalam hal ini pertanggungjawaban pidan korporasi diatur dalam Pasal 102, dimana secara tegas dinyatakan bahwa pidana dapat dijatuhkan terhadap korporasi dan/atau personil pengendali korporasi yang melakukan tindak pidana perbankan. B. Saran 1. Pemerintah seharusnya menciptakan peraturan yang lebih tegas dalam mengatur mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana perbankan. Hal ini tentu saja akan semakin memberikan jaminan kepastian bahwa apabila korporasi melakukan tindak pidana perbankan akan tetap dapat dipertanggungjawabkan. 2. Pemerintah dan lembaga legislatif segera membuat dan mengesahkan peraturan perundang-undangan perbankan yang baru, dimana mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi agar dapat dipertanggungjawabkan sebagai badan, tidak lagi melalui perorangan yang ada di dalam korporasi. Perlu adanya konsistensi dalam pengaturan mengenai penentuan kapan suatu tindak pidana diakatakan sebagai tindak pidana korporasi, siapa yang dapat dituntut dan dijatuhi pidana dalam kejahatan korporasi, serta jenis-jenis sanksi apa yang tepat untuk korporasi yang melakukan kejahatan korporasi, terutama dalam rangka memberikan pemenuhan dan pemulihan atas adanya kerugian yang diakibatkan oleh kejahatan korporasi.