BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah suatu

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah suatu hal yang sangat mahal, karena dengan badan yang
sehat kita bisa
melakukan suatu pekerjaan dengan hasil yang lebih baik
dibandingkan di saat kita sakit. Maka dari itu, pelayanan kesehatan yang baik
sangat dibutuhkan guna untuk mendapatkan kesehatan. Puskesmas adalah unit
pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas
merupakan salah satu ujung tombak dalam hal pelayanan kesehatan yang dapat
membantu mewujudkan derajat kesehatan yang dapat membantu mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal. Hal itu dikarenakan puskesmas mempunyai dua
pokok fungsi, yaitu melakukan peningkatan upaya kesehatan pribadi dan upaya
kesehatan masyarakat (Depkes RI, 1997). Menurut Kepmenkes RI Nomor
128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat,
upaya kesehatan tersebut merupakan upaya pelayanan kesehatan tingkat pertama
yang kemudian dikelompokkan menjadi dua yaitu upaya kesehatan wajib dan
upaya kesehatan pengembangan. Selain upaya kesehatan wajib dan pengembangan
ada pula upaya kesehatan yang wajib diselenggarakan oleh puskesmas karena
merupakan upaya penunjang dari setiap upaya kesehatan wajib dan upaya
kesehatanpengembangan. Upaya tersebut adalah laboratorium medis, laboratorium
kesehatan, dan upaya pencatatan laporan.
Upaya pencatatan laporan di sini termasuk layanan rekam medis. Rekam
medis adalah kompilasi (ringkasan) fakta-fakta sejarah kehidupan dan kesehatan
pasien, termasuk penyakit lama dan sekarang serta pengobatannya, ditulis oleh
professional kesehatan yang ikut mengasuh pasien tersebut (Huffman, 1994). Salah
satu fungsi rekam medis adalah untuk mendokumentasikan kondisi penyakit pasien
dan pengobatan yang diberikan selama perawatan serta digunakan sebagai alat
komunikasi antara petugas medis dan petugas lainnya dalam menyediakan
perawatan bagi pasien (Hatta, 2008). Rekam medis menurut Huffman (1994) dapat
digunakan dalam beberapa hal, antara lain :
a. Manajemen Perawatan Pasien.
b. Untuk mendokumentasikan kondisi penyakit pasien dan pengobatan yang
diberikan selama perawatan.
c. Untuk berkomunikasi antara petugas medis dan petugas kesehatan profesional
lainnya dalam menyediakan perawatan bagi pasien.
d. Untuk sumber informasi bagi petugas medis profesional dalam memberikan
perawatan lanjutan.
Unit rekam medis mempunyai sistem penerimaan pasien, sistem pengelolaan
berkas rekam medis, dan sistem statistik. Untuk sistem pengelolaan berkas rekam
medis terdiri dari beberapa subsistem yaitu assembling, coding, indexing, filing, dan
retensi (Budi, 2011).
Pelaksanaan pengodean (coding) diagnosis harus lengkap dan akurat sesuai
dengan arahan ICD-10 (WHO, 2010). Kegiatan pengodean (coding) adalah
pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf dan angka atau kombinasi
antara huruf dan angka yang mewakili komponen data (Budi, 2011).
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
50/MENKES/SK/I/1998 tentang pemberlakuan klasifikasi statistik internasional
mengenai penaykit revisi kesepuluh, yaitu memberlakukan kasifikasi ICD-10 secara
nasional di Indonesia dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
844/MENKES/SK/X/2006
tentang
Penetapan
Standar
Kode
Data
Bidang
Kesehatan, bahwa InternationalStatistical Classification of Diseases and Related Health
Problems Tenth Revision (ICD-10) merupakan acuan yang digunakan di Indonesia
untuk mengode diagnosis.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 55 Tahun 2013 Tengtang
Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis, salah satu kewenangan ahli madya
rekam medis dan informasi adalah melaksanakan sistem klasifikasi klinis dan
kodefikasi penyakit yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis sesuai
terminologi medis yang benar.
Berdasarkan
studi pendahuluan yang peneliti laksanakan melalui
wawancara, observasi dan studi dokumentasi pada tanggal 4 Agustus 2014 di
Puskesmas Jepon Kabupaten Blora diketahui bahwa di Puskesmas Jepon Kabupaten
Blora tidak mempunyai petugas rekam medis. Pelaksanaan pengodean diagnosis di
Puskesmas Jepon Kabupaten Blora dilaksanakan oleh bidan dan perawat. Di
Puskesmas Jepon Kabupaten Blora pengodean diagnosis digunakan untuk
kepentingan pelaporan LB I dan rujukan. Setelah ditegakkan diagnosis pasien,
diagnosis ditulis pada lembar rekam medis pasien, semua berkas rekam medis
dikembalikan ke bagian tempat pendaftaran pasien untuk diberikan kode pada
berkas rekam medis, buku register pasien dan diinput pada primary care BPJS untuk
pasien yang memiliki kartu jaminan BPJS. Penentuan kode diagnosis di Puskesmas
Jepon kabupaten Blora hanya berpedoman daftar kode diagnosis yang tidak
berpedoman ICD 10. Selain melakukan wawancara, peneliti juga melakukan studi
dokumentasi pada 49 kode diagnosis pasien yang berkunjung pada tanggal 27
Januari 2015 yang tercantum dalam daftar register pasien, prosentase ketidaktepatan
kode diagnosis yang diberikan oleh bidan dan perawat adalah 42. 86%. Berikut
beberapa analisisnya:
Tabel 1
Analisis Ketidaktepatan Kode Diagnosis
No
Diagnoisi
Koder Pusk. Koder Pusk.
ICD 10
Jepon
Ngawen
1. Kejang demam
R56
R56. 0
R56. 0
2. Migren
G43
G43. 9
G43. 9
3. Asthma
J45
J45. 9
J45. 9
4. Febris (newborn)
A99
P81. 9
P81. 9
5. Batuk
A37
R05
R05
Sesuai sengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 55
tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis, kegiatan klasifikasi
dan kodefikasi penyakit adalah kompetensi perekam medis, sedangkan dalam
standar kompetensi perawat dan bidan tidak disebutkan bahwa mereka memiliki
kompetensi untuk melakukan pengodean diagnosis. Berdasarkan uraian tersebut
peneliti tertarik untuk mengetahui pelaksanaan pengodean diagnosis di Puskesmas
Jepon Kabupaten Blora. Oleh karena itu peneliti mengambil judul “Pelaksanaan
Pengodean diagnosis di Puskesmas Jepon Kabupaten Blora”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti ingin mengetahui
bagaimana pengodean diagnosis di Puskesmas Jepon Kabupaten Blora.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui
pelaksanaan
pengodean
diagnosis
di
Puskesmas
Jepon
Kabupaten Blora.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tahapan-tahapan pengodean diagnosis.
b. Mengetahui kendala yang muncul dalam menetapkan kode diagnosis.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan
pemikiran dalam menghadapi kendala-kendala yang muncul saat penetapan
pengodean diagnosis pasien.
2. Bagi Peneliti
a. Mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dengan mengetahui
perbandingan antara teori yang didapat dengan kenyataan yang ada di
puskesmas;
b. Mendapat pengalaman dan keterampilan dalam penyelenggaraan rekam
medis terutama dalam bidang pengodean diagnosis.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Peneliti berharap hasil penelitian ini akan memperkaya ilmu pengetahuan
khususnya bagi Program Studi D3 Rekam Medis Sekolah Vokasi Universitas
Gadjah Mada dan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang
terkait dengan masalah tersebut.
4. Bagi Peneliti Lain
Dapat dijadikan sebagai bahan referensi oleh peneliti lain, terutama dalam
penelitian yang berkaitan dengan upaya dalam menghadapi kendala pengodean
diagnosis pasien.
E. Keaslian Penelitian
Menurut pengamatan peneliti, penelitian ini belum pernah dilakukan
sebelumnya. Namun ada beberapa penelitian terdahulu yang menyerupai penelitian
ini yaitu:
1. Amalina (2005) “Kesesuaian Penulisan Diagnosis Utama pada Lembar Resume
Medis Dibandingkan dengan ICD-10 di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta”.
Hasil dari penelitian ini adalah rata-rata prosentase ketidaksesuaian penulisan
diagnosis utama pada lembar resume medis dibandingkan dengan ICD-10
sebesar 75, 7% atau sebanyak 18 kasus dan jumlah terbanyaknya adalah kode
K56. 6 (Obstructive Ileus NOS), kode C50 (Malignant Neoplasm of Beast), kode K35.
1 (Abcess of Appendix), kode I84. 2 (Internal Haemorrhage NOS), kode S09. 8 (Other
Specified Injury of Head), kode S02. 6 (Fracture of Mandible). Hal ini berpengaruh
terhadap pelaksanaan pengodean diagnosis, yaitu menyulitkan koder dalam
menentukan kode diagnosis yang pasti. Faktor-faktor yang mempengaruhi
ketidaksesuaian penulisan diagnosis utama dibandingkan ICD-10 adalah belum
adanya aturan khusus tertulis mengenai penulisan diagnosis berdasarkan ICD10, kurangnya sosialisasi antara dokter dan koder dan keterbatasan waktu bagi
dokter yang disebabkan beban kerja yang tinggi.
Persamaan : penelitian ini sama-sama memiliki tujuan untuk mengetahui
bagaimana pelaksanaan pengodean diagnosis pasien.
Perbedaan : dari segi waktu dan tempat penelitian ini jelas sangat berbeda
dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Selain itu penelitian Amalina
memiliki tujuan khusus untuk mengetahui prosentase penulisan diagnosis
utama pada lembar resume medis dibandingkan dengan ICD-10 pada pasien
rawat inap kasus bedah umum bulan Juli 2005, sedangkan penelitian ini
memiliki tujuan khusus untuk mengetahui tahapan pengodean diagnosis,
kendala pengodean diagnosis di Puskesmas Jepon Kabupaten Blora.
2. Kurwanzari (2013) “Tinjauan Kesesuaian dan Ketepatan Kode Diagnosis pada
Lembar Verifikasi dengan Berkas Rekam Medis Pasien Jiwa Jamkesmas di
Rumah Sakit Jiwa Dr. RM Soedjarwadi Klaten”. Hasil dari penelitian ini adalah
pelaksanaan pengodean dilakukan oleh dua orang petugas pengodean lulusan
D3 Rekam Medis. Petugas pengodean melaksankan pengodean pada lembar
verifikasi Jamkesmas petugas tidak mengode pada berkas rekam medis.
Pelaksaaan pengodean menggunakan buku pintar dan ICD-10. Pelaksanaan
pengodean masih terlambat karena petugas pengodean tidak hanya melakukan
tugas
pengodean
saja
akan
tetapi
masih
terjadi
rangkap
tugas.
Tingkatkesesuaian dan keterisian kode dan keterisian kode dan diagnosis antara
lembar verifikasi dan berkas rekam medis pada pasien rawat jalan sebesar 6%
dan pada rawat inap sebesar 41, 33%. Tingkat ketepatan kode pada lembar
verifikasi pada rawat jalan sebesar 72, 33% dan pada rawat inap sebesar 82, 33%.
Faktor penyebab ketidak sesuaian dan ketidaklengkapan kode dan diagnosis
dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang terdiri dari dokter dan petugas
pengodean dan kurangnya sarana dan prasarana, sedangkan faktor penyebab
ketidaktepatan kode diagnosis pada lembar verifikasi disebabkan oleh sumber
daya manusia dan prosedur tetap yang ada. Dampak dari ketidaksesuaian dan
ketidaktepatan kode diagnosis mengakibatkan kurangnya mutu dari isi rekam
medis, menyulitkan petugas dalam mengolah data, menghambat untuk
mahasiswa penelitian dan dalam proses klaim Jamkesmas menyebabkan adanya
pihak yang dirugikan.
Persamaan : penelitian ini sama-sama memiliki tujuan untuk mengetahui
bagaimana pelaksanaan pengodean diagnosis pasien.
Perbedaan : dari segi waktu dan tempat penelitian ini jelas sangat berbeda
dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Selain itu penelitian Kurwanzari
memiliki tujuan khusus untuk mengetahui tingkat kesesuaian dan ketepatan
kode diagnosis dan mengetahui faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian dan
ketidaktepatan juga dampak yang terjadi di RS Jiwa Dr. RM Soedjarwadi Klaten,
sedangkan penelitian ini memiliki tujuan khusus untuk mengetahui tahapan
pengodean diagnosis, kendala pengodean diagnosis di Puskesmas Jepon
Kabupaten Blora.
3. Rubiyanti (2008) “Penyebab Ketidaklengkapan Pengisian Diagnosis Lembar
Ringkasan Masuk Keluar di RSUD Saras Husada Purworejo”. Hasil dari
penelitian ini adalah pengisian diagnosis masuk dan utama pada lembar
ringkasan masuk dan keluar sebanyak 57, 65% tidak terisi sama sekali dari 85
berkas. Penyebabnya adalah kesibukan dokter membuat dokter menunda untuk
melengkapi rekam medis rawat inap. Selain itu penyebab lainnya adalah pasien
pulang paksa sebelum hasil pemeriksaan diperoleh sehingga diagnose utama
tidak bisa ditegakkan.
Persamaan : penelitian ini sama-sama menggunakan metode penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan rancangan penelitian cross sectional.
Perbedaan : dari segi waktu dan tempat penelitian ini jelas sangat berbeda
dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Selain itu penelitian Rubiyanti
bertujuan untuk mengetahui penyebab ketidaklengkapan pengisian diagnosis di
RSUD Saras Husada Purworejo, sedangkan penelitian ini memiliki tujuan
khusus untuk mengetahui tahapan pengodean diagnosis, kendala pengodean
diagnosis di Puskesmas Jepon Kabupaten Blora.
Download