KARYA ILMIAH AKHIR PEMENUHAN KEBUTUHAN NARAPIDANA LANJUT USIA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I KOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Bidang Pekerjaan Sosial Dosen Pembimbing : Drs. Nono Sutisna, M.H Dra. Lina Favourita, M.si Disusun Oleh : Muhammad Ilham Agushari G 09.04.320 SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG 2013 ABSTRAKSI Muhammad Ilham Agushari G. Pemenuhan Kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Kota Makassar. dibimbing oleh Nono Sutisna dan Lina Favourita Penelitian ini mengenai pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Kota Makassar, Penulis melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan dikarenakan kepedulian Penulis terhadap Lanjut Usia yang mendapatkan hukuman Pidana dan tidak mendapatkan Pelayanan Sosial sesuai dengan usia yang dimiliki oleh Narapidana Lanjut Usia. Tujuan Penelitian ini memperoleh gambaran mengenai: karakteristik Infrorman, pemenuhan kebutuhan Biologis,Kesehatan,Psikologis dan Sosial, cara mengakses pemenuhan kebutuhan, hambatan dalam pemenuhan kebutuhan, Peran Petugas Pemasyarakatan dalam pemenuhan kebutuhan serta harapan Narapidana Lanjut Usia dalam pemenuhan kebutuhan. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metoda Pendekatan Kualitatif dengan menggunakan studi kasus dan menggunakan teknik purposife sampling, dengan tujuan agar memperoleh gambaran tentang kondisi Narapidana Lanjut Usia, adapun teknik yang dipakai dalam melakukan Penelitian yaitu wawancara mendalam, Studi dokumentasi dan observasi yang bertujuan memeroleh gambaran pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut Usia. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa untuk pemenuhan kebutuhan Biologs, Kesehatan, Psikologis, dan Sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan masih dikatakan relatif rendah dan ada yang tidak terpenuhi, hal tersebut dikarenakan kurangnya peranan Petugas Pemasyarakatan dalam melakukan fungsi dan tugasnya sebagai salah satu sumber internal yang ada di Lembaga Pemasyarakatan. Program pemecahan masalah yang ditawarkan untuk mengatasi masalah ini adalah Peningkatan Kualitas Pelayanan Sosial Terhadap Narapidana Lanjut Usia melalui Peningkatan Kapasitas Petugas Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan. Tujuan Program ini agar meningkatnya Kualitas Petugas Pemasyarakatan dalam menangani Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar. KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji dan Syukur hadirat Sang Pencipta, Allah SWT sumber pemberi hidup dan penghidupan bagi sekalian Manusia Ciptaannya, maka Penulis yang diberkahi Kesehatan Jasmani dan Kekuatan Rohani telah menempuh Misi Akademis sebagai Seorang Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung yang ditandai dengan sebuah Karya Ilmiah dengan judul: Pemenuhan Kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Karya sederahana ini semata dilakukan karena kepedulian terhadap Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan selain itu Penulis adalah Mahasiswa Ikatan Dinas dari Pemerintah Kota Makassar Pada Tahun Angkatan 2009 di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung. Berhubung dengan Tugas akhir Perkuliahan ini terdapat kerjasama berbagai pihak utamanya dari Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung dan Pemerintah Kota Makassar maka dari hati yang tulus iklas disampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada. 1. Drs. Nono Sutisna, M.H dan Dra. Lina Favourita, Ms.i selaku dosen pembimbing penulisan KIA 2. Dr. Kanya Eka Santi, MSW selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung 3. Kantor Wilayah Hukum dan HAM Sulawesi Selatan Klas I Makassar yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. 4. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar yang telah membantu pada saat proses pengumpulan data. 5. Kepada Agus dan Adi yang telah memberikan akses untuk dapat melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar 6. Kepada Devy Yulitha yang telah meberikan dukungan serta motivasi pada saat penelitian hingga proses penyusunan Karya Ilmiah ini 7. Teman-teman seperjuangan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Hmpunan Mahasiswa Sulawesi Selatan (HMSS). Semoga Karya Ilmiah Akhir (KIA) ini dapat bermanfaat sebagai Pengembanagan Ilmu Pekerjaan Sosial dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung, serta dapat dijadikan bahan bagi Peneliti-Peneliti berikutnya. Akhirnya kepada Allah SWT penulis berserah diri, semoga apa yang telah dilakukan ini mendapt ridhonya. Bandung, Agustus 2013 Muhammad Ilham Agushari G. 09.04.320 DAFTAR ISI ABSTRAK……………………………………………………………….. i KATA PENGANTAR…………………………………………………… ii DAFTAR ISI…………………………………………………………….. iii DAFTAR TABEL………………………………………………………... iv DAFTAR GAMBAR……………………………………………………. v BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah....................................................... 1 B. Perumusan Masalah.............................................................. 7 C. Tujuan Penelitian.................................................................. 8 D. Manfaat Penelitian................................................................ 9 BAB II E. Sistematika Penulisan.......................................................... 9 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………… 11 A. Tinjauan Pemenuhan Kebutuhan.......................................... 11 B. Tinjauan Lanjut Usia............................................................ 15 C. Tinjauan Narapidana............................................................. 22 D. Tinjauan Lembaga Pemasyarakatan..................................... 24 E. Tinjauan Kapasitas............................................................... 27 F. Relevansi Masalah dengan Pekerjaan Sosial ......………..... 28 BAB III METODE PENELITIAN……………………………………... 32 A. Latar Penelitian...………………......……………………… 32 B. Desain Penelitian.............................………………………. 33 C. Teknik Sampel...................…………………..…………… 34 D. Sumber Data………………..................................………... 35 E. Teknik Pengumpulan Data.........................……………….. 36 F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data.................................. 38 G. Rancangan Analisis Data...................................................... 41 H. Jadwal dan Langkah Penelitian............................................ 43 BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN…...................... 45 A. Gambaran Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar….... 45 B. Deskripsi Hasil Penelitian.....….........……………...……... 49 C. Analisis Masalah................................................................... 82 D. Identifikasi dan Analisis Sumber.......................................... 85 BAB V RENCANA PEMECAHAN MASALAH.………….…............ 89 A. Landasan Pemikiran............................................................. 89 B. Program Pemecahan Masalah.............................................. 92 C. Metoda dan Teknik.............................................................. 98 D. Analis Kelayakan Program.................................................. 99 E. Pengorganisasian dan Penganggaran................................... 102 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI.................................. 106 A. Kesimpulan........................................................................... 106 B. Rekomendasi........................................................................ DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 109 DAFTAR TABEL Tabel 1 Jadwal dan Langkah Penelitian.................... .................... 41 Tabel 2 Jumlah Petugas Pemasyarakatan........................................ 49 Tabel 3 Tahapan Program................... ............................................ 96 Tabel 4 Rincian Biaya Pelaksanaan................................................. 105 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar................. 48 Gambar 2 Narapidana Lanjut Usia............................................... 50 Gambar 3 Proses Wawancara....................................................... 60 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya setiap Negara mempunyai aturan-aturan di negaranya masing-masing yang bertujuan agar masyarakat di Negara tersebut dapat berjalan lancar dan nyaman. Salah satu dari Negara di dunia ini adalah Idonesia. Indonesia merupakan negara yang mempunyai aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar oleh masyarakat maupun Pemerintah yang membuat aturan itu sendiri. Seiring dengan kemajuan perkembangan peradaban manusia dari masa ke masa dan ditambah dengan sulitnya lapangan pekerjaan yang disediakan maka kebutuhan manusia semakin bertambah. Hal ini tentu membawa dampak negatif sebab akan mengakibatkan bertambahnya kemungkinan terjadinya kejahatan. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang beraneka ragam sering menghalalkan berbagai cara tanpa mengindahkan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Selain merupakan suatu hal yang sama sekali tidak menyenangkan bagi pihak yang tertimpa musibah kejahatan tersebut, disatu sisi kejahatan juga beberapa masyarakat menilai wajar. Hal ini pasti bertentangan dengan budaya-budaya masyarakat. Pada umumnya semua tindak kejahatan akan dihukum oleh penegak Hukum, Manusia yang melakukan kejahatan atau melanggar aturan dinamakan pelaku tindak pidana. dapat ketahui bahwa pelaku tindak pidana tidak mengenal umur, semua manusia dapat melakukan tindak pidana dikarenakan beberapa penyebab dari permasalahan manusia tersebut. Tindak pidana akan diberikan sangsi oleh penegak Hukum salah satu sangsi bagi tindak pidana yaitu pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyrakatan yang dibawahnaungi oleh Kementrian Hukum dan HAM membina pelaku tindak pidana yang dinamakan Narapidana. Narapidana yang menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan mempunyai aturan-aturan proses binaan sehingga mereka dapat sadar dan dibekali ilmu pengetahuan agar dapat kembali ke masyarakat menjadi mastarakat yang baik dan taat aturan. Hal ini sesuai dengan tujuan Lembaga Pemasyrakatan secara umum yaitu reSosialisasi. Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan mempunyai permasalahan baik itu dari dirinya sendiri maupun orang lain dan masyarakat kedepannya. Adapun permasalahan dari dirinya sendiri yaitu meliputi Kesehatan, orang lain yaitu Narapidana di sekitarnya berupa kekerasan dan di masyarakat berupa stigma Narapidana. permasalahan tersebut merupakan kewajiban bagi Lembaga Pemasayarakatan untuk memperbaiki semua perilaku, sifat dan karakter Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Di Sulawesi Selatan terdapat 9 Lembaga Pemasyarakatan antara lain Lembaga Pemasyarakatan Klas II B, Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Bulukumba, Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Maros, Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Palopo, Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Watampone, Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Takalar, Lembaga Pemasyarakatan narkotika Klas II A Sungguminasa, Lembaga Pemasyarakatan wanita Klas II A Sungguminasa dan terakhir Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar. Adapun Rumah Tahanan yang berada di setiap Kabupaten yang berada di Sulawesi Selatan sebanyak 14 Rumah Tahanan. Dari beberapa Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan yang berada di Sulawesi Selatan tersebut diketahui bahwa Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar yang mempunyai Warga Binaan atau Narapinda yang melebihi kapasitas Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar mempunyai Narapidana berjumlah 686 Narapidana dan mempunyai jumlah Narapidana Lanjut Usia sebanyak 15 Lanjut Usia dan diantara Lembaga Pemasyarakatan yang ada di Sulawesi Selatan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar yang mempunyai banyak Narapidana Lanjut Usia. Pelaku tindak Pidana yang telah Lanjut Usia merupakan salah satu Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar yang harus mendapatkan pembinaan dan pengarahan yang intensif. Lanjut Usia atau Lansia atau Lanjut Usia adalah seseorang yang mempunyai umur atau usia diatas 60 tahun. Lanjut Usia selama menjalani proses hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar mendapatkan binaan yang sama dengan binaan Narapidana yang lainnya seperti aturan yang telah ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar, namun dilihat dari segi keberfungsian organisme yang telah kemasakan dan ditambah dengan fisik lansia tersebut para lansia tersebut sudah tidak dapat sepenuhnya untuk menjalani proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar. Pada umumnya, setiap orang memiliki kebutuhan di tiap-tiap fase kehidupannya, termasuk juga dalam rentang kehidupan Lanjut Usia. Masalah Lanjut Usia biasanya disebabkan kerena ketidakberdayaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan pada rentang kehidupan Lanjut Usia seperti kebutuhan primer (kebutuhan Biologis, kebutuhan ekonomi, kebutuhan Kesehatan, kebutuhan Psikologis dan kebutuhan Sosial) dan kebutuhan sekunder (kebutuhan dalam melakukan aktifitas, kebutuhan yang bersifat keagamaan, kebutuhan dalam pengisian waktu luang, kebutuhan yang bersifat kebudayaan dan kebutuhan yang bersifat politis). Berbagai macam kebutuhan dan keluhan Lanjut Usia yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar, jika dilihat dari Lanjut Usianya sendiri seperti tidak mendapatkannya perhatian dan kasih sayang dari keluarga yang mengakibatkan gangguan pada kognitifnya yang dapat menimbulkan stres. Stres merupakan suatu permasalahan yang sering timbul pada Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar, stres tersebut dikarenakan tidak seimbangnya kondisi Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. Lanjut Usia di Lembaga Pemasyrakatan yang kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari keluarganya tentunya secara langsung Lanjut Usia tersebut juga sulit mengakses atau mendapatkan sistem sumber yang ada seperti kebutuhan obat-obatannya. Lanjut Usia Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar tidak mendapatkan pendampingan oleh petugas pemasyarakatan, mereka yang sudah Lanjut Usia membutuhkan bantuan sesuai dengan status Lanjut Usia yang mereka alami. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar memiliki bidang Medis yang membantu Lanjut Usia dari permasalahan dan keluhan sakit yang lansia alami, dari bantuan medis yang dimiliki oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar beberapa Lanjut Usia yang masih sehat dapat terbantu namun ada ada juga Lanjut Usia yang sudah tidak dapat terobati dari bantuan medis yang tersedia di Lembaga Pemasyarakatan. Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar juga tidak dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam Lembaga Pemasyarakatan, Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan lebih di arahkan ke pembinaan agama. Hal ini tentu saja bertentangan dengan UU nomor 13 tahun 1988. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, Lanjut Usia adalah orang yang telah berusia 60 tahun ke atas. Dengan demikian, berkisar usia 60 tahun sampai 70 tahun ke atas akan terjadi penurunan Kesehatan dan keterbatasan fisik, maka diperlukan perawatan sehari-hari yang cukup. Perawatan tersebut dimaksudkan agar lansia mampu mandiri atau mendapat bantuan yang minimal. Perawatan yang diberikan berupa kebersihan perorangan seperti kebersihan gigi dan mulut, kebersihan kulit dan badan serta rambut. Sementara itu, pemberian informasi pelayanan Kesehatan yang memadai juga sangat diperlukan bagi lansia agar dapat mendapatkan pelayanan Kesehatan yang memadai, di samping itu pemberian fasilitas sehari-hari yang memadai dan kedudukan yang istimewa dalam tiap peran Sosialnya adalah merupakan salah satu pilar terpenting dalam rangka memberikan kebutuhan dan perawatan yang efektif bagi Narapidana Lanjut Usia. Pekerjaan Sosial Koreksional merupakan subsistem pada sistem Peradilan Pidana. Pekerjaan Sosial Koreksional adalah pelayanan profesional pada seting Koreksional yang meliputi Lembaga Pemasyarakatan dan seting lain dalam sistem peradilan kriminal. Pekerjaan Sosial Koreksional di Lembaga Pemasyarakatan bertujuan untuk membanntu memecahkan permasalahan Narapidana agar Narapidana tersebut dapat meningkatkan keberfungsian Sosialnya. Pekerja Sosial di seting Koreksional merupakan sebuah profesi Pekerjaan Sosial yang dapat membantu Narapidana Lanjut Usia dengan mendampingi, mengayomi dan memberikan atau membantu permaslahan yang dialami oleh Lanjut Usia. Pekerjaan Sosial Koreksional di Lembaga Pemasyarakatan berperan sebagai guru, motivator konselor dan penghubung bagi Narapidana secara umumnya di Lembaga Pemasyarakatan. Hal tersebut dapat menjadikan Narapidana dapat menyalurkan semua permasalahan dan keinginginan mereka alami. Pelayanan Sosial yang diberkan oleh Pekerja Sosial Koreksional di Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu proses pemenuhan kebutuhan Narapidana khususnya Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. B. Perumusan Masalah Dari uraian dan pemaparan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar dengan pertanyaan pokok yaitu “Bagaimanakah Pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar”. Selanjutnya untuk lebih memahami rumusan masalah tersebut, maka rumusan masalah penelitian dijabarkan dalam sub-sub rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik informan. 2. Bagaimana pemenuhuhan kebutuhan Biologis, Kesehatan, Psikologis dan kebutuhan Sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. 3. Bagaimanana cara mengakses sumber-sumber pemenuhan kebutuhan Biologis, Kesehatan, Psikologis dan Kebutuhan Sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. 4. Bagaimanakah hambatan dalam pemenuhan kebutuhan Biologis, Kesehatan, Psikologis dan kebutuhan Sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. 5. Bagaimana peranan Petugas Pemasyarakatanan dalam pemenuhan Kebutuhan Biologis, Kesehatan, Psikologis dan kebutuhan Sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. 6. Harapan Narapidana Lanjut Usia dalam pemenuhan kebutuhan Biologis, Kesehatan, Psikologis dan kebutuhan Sosial di Lembaga Pemasyarakatan. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar. Berdasarkan dari rumusan masalah, maka penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Memperoleh gambaran karakteristik informan. 2. Memperoleh gambaran mengenai pemenuhuhan kebutuhan Biologis, Kesehatan, Psikologis, dan kebutuhan Sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. 3. Memperoleh gambaran mengenai cara mengakses sumber-sumber pemenuhan kebutuhan Biologis, Kesehatan, Psikologis dan kebutuhan Sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. 4. Memperoleh gambaran mengenai hambatan pemebuhan kebetuhan Biologis, Kesehatan, Psikologis dan kebutuhan Sosial Narapidanana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. 5. Memperoleh gambaran mengenai Peranan Petugas pemasyarakatanan dalam pemenuhan kebutuhan Biologis, Kesehatan, Psikologis dan kebutuhan Sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. 6. Memperoleh gambaran mengenai Harapan Narapidana Lanjut Usia dalam pemenuhan kebutuhan Biologis, Kesehatan, Psikologis, dan kebutuhan Sosial di Lembaga Pemasyarakatan. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penulisan KIA ini adalah. 1. Memberikan motivasi, arahan dan bimbingan serta pemenuhan kebutuhan Biologis, Kesehatan, Psikologis dan kebutuhan Sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar dan memberikan penguatan kepada Narapidana Lanjut Usia selama mengikuti proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. 2. Bagi Penulis, Penulisan KIA ini merupakan pembelajaran media untuk menambah wawasan berfikir serta mengaplikasikan ilmu yang didapat diperkuliahan. 3. Memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Pekerjaan Sosial/Kesejahteraan Sosial. E. Sistematika Penulisan BAB I: Pendahuluan memuat tentang latar belakang masalah, permasalahan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematis penulisan. BAB II: Tinjauan pustaka memuat tentang kerangka pemikiran secara teoritik dan bagan kerangka pikir. BAB III: Metode penelitian memuat tentang desain penelitian,sumber data, teknik pengumpulan data, teknik pemeriksaan keabsahan data dan rancangan analisis data. BAB IV: Pembahasan hasil penelitian memuat tentang hasil penelitian, indentifikasi sumber dan analisis masalah. BAB V: Desain program pemecahan masalah memuat tentang landasan pemikiran, program pemecahan masalah, tujuan pemecahan masalah, metode dan teknik pemecahan masalah, langkah-langkah pemecahan masalah, analisis kelayakan program pemecahan masalah, dan indikator keberhasilan program pemecahan masalah. BAB VI: Kesimpulan dan saran memuat tentang kesimpulan penulisan dan saran-saran terhadap pelaksanaan program. Daftar Pustaka Lampiran - Lampiran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pemenuhan Kebutuhan 1. Pengertian Pemenuhan Kebutuhan Manusia pada dasarnya mempunyai kebutuhan-kebutuhan dalam dalam keberlangsungan hidupnya dan apabila kebutuhan dasar pada Manusia tersebut tidak terpenuhi maka akan timbul suatu permasalahan dalam keberlangsungan hidup Manusia. Menurut Abraham Maslow (1943) mengatakan bahwa : Manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatantingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Kebutuhan maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya. Lima (5) kebutuhan dasar Abraham Maslow tersebut disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial yaitu : a. b. c. d. e. Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan Kebutuhan Sosial Kebutuhan Penghargaan Kebutuhan aktulaisasi diri Dari pendapat pemenuhan kebutuhan Manusia dari Abraham Maslow tersebut dapat simpulkan bahwa berbagai macam kebutuhan Manusia, pemenuhan kebutuhan Manusia tersebut dapat dimiliki sesuai dengan kemampuan Manusia itu sendiri dalam memenuhi kebutuhannya namun pada dasarnya kebutuhan Manusia sebaiknya memenuhi kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan. Dari pendapat pemenuhan kebetuhan Manusia dari Abraham Maslow tersbut juga dapat dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan bagi Narapidanana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan yaitu. a. fisiologis Jenis kebutuhan ini dikaitkan dengan Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar semua Manusia seperti, makan, minum, menghirup udara, seks dan sebagainya. Jika kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, maka tubuh Lanjut Usia akan menjadi bertambah rentan terhadap penyakit, bertambah lemah, tidak fit, sehingga proses untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya dapat terhambat. b. Kebutuhan Rasa Aman dan Keselamatan. Ketika kebutuhan fisiologis Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan rasa aman mulai muncul. Keadaan aman dan perlindungan yang dirasakan oleh Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan mulai membaik dalam mengikuti proses pembinaannya di Lembaga Pemasyarakatan, Namun hal ini bertentangan dalam status yang dimiliki oleh Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan yaitu Narapidanana. c. Kebutuhan Sosial. Pemenuhan kebutuhan Sosial Manusia pada Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan meliputi lingkungan di Lembaga Pemasyarakatan bagaimana yang meliputi Narapidana, Petugas pemasyarakatan dan sebagainya yang berhubungan dengan Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan namun yang lebih yang diperhatikan dalam kebutuhan Sosial Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan yaitu meliputi perhatian dan kasih sayang oleh Keluarga. Jika kebutuhan Sosial Lanjut Usia tidak terpenuhi maka akan timbul permasalahan seperti kesepian tidak fokus dalam melaksanakan kewajiban dan dapat menimbulkan depresi. d. Kebutuhan akan harga diri Setelah pemenuhan kebutuhan fisiologis keselamatan dan Sosial tersebut maka akan timbul perasaan pada Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan yaitu harga diri dan kepercayaan diri, harga diri pada Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan seperti akan merubah perilaku yang kurang baik yang menyebabkan mendapatkan hukuman dan kepercayaan diri yaitu yakin dapat akan merubah perilaku tersebut. e. Kebutuhan Aktualisasi diri Jenis kebutuhan ini jika dikaitkan dengan Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan berkaitan dengan keinginan untuk mengembangkan kemampuan dalam Pemasyarakatan. menjalani Kebutuhan proses aktualisasi hukuman pada di Lanjut Lembaga Usia ini memerlukan banyak berinteraksi dengan Petugas pemasyarakatan dalam mengembangkan kemampuan Lanjut Usia. 2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Dasar Manusia Pemenuhan kebutuhan dasar Manusia tentunya mempunyai sebab mengapa kebutuhan dasar tersebut perlu dimiliki. Menurut Abraham Maslow mengatakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar Manusia meliputi (a)Penyakit, (b)konsep diri, (c)hubungan keluarga, (d)tahap perkembagan”. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar Manusia menurut pendapat Abraham Maslow tersebut dapat di jelaskan pada Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan yaitu. a. Penyakit Narapidana Lanjut Usia akan rentan penyakit, jika dalam keadaan sakit maka beberapa fungsi dari organ tubuh Lanjut Usia memerlukan kebutuhan yang lebih banyak. b. Hubungan Keluarga Hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya bagi Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. c. Konsep Diri Konsep diri bagi Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan memberikan perasaan positif bagi Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri. Lanjut Usia yang merasakan dirinya positif akan dapat mengubah perilaku kesalahan yang telah Lanjut Usia itu alami dan membantu dalam memenuhi kebutuhan serta mengembangkan Lanjut Usia itu sendiri. d. Tahap Perkembangan Lanjut Usia disini dalam tahap perkembanganya dapat di maksudkan selama proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. B. Tinjauan Lanjut Usia 1. Pengertian Lanjut Usia Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, mengemukakan bahwa “Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”. Sedangkan Menurut World Health Organitation (WHO) atau organisasi kesehatan dunia tentang pembagian umur Lanjut Usia, seperti yang dikutip oleh Tody Lalenoh (1993) bahwa. a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 tahun sampai usia 59 tahun. b. Usia lanjut (elderly) ialah kelompok usia 60 tahun sampai usia 74 tahun. c. Usia tua (old) ialah kelompok usia 75 tahun sampai 89 tahun. d. Usia sangat tua (very old) ialah kelompok usia 90 tahun ke atas. Berdasarkan kriteria tertentu sebagaimana dikemukakan oleh Buckly Mary yang dikutip oleh Tody Lalenoh (1996), bahwa seseorang yang dikatakan Lanjut Usia adalah. a. Dipandang sebagai usia kronologis, bahwa faktor yang menentukan seseorang dikatakan sebagai Lanjut Usia adalah faktor feriabilitas (pengamatan) dan waktu, dimana orang yang dikategorikan sebagai Lanjut Usia adalah mereka yang telah mencapai umur tertentu. b. Dipandang usaha fungsional, bahwa Manusia dikategorikan sebagai Lanjut Usia apabila kemampuannya secara fisik maupun mental sudah menurun. Dari beberapa pendapat menuturut para ahli tersbut dapat dijelaskan bahwa Lanjut Usia adalah seseorang yang berumur 60 tahun keatas dan mempunyai bergam macam keluhahan serta permaslahan yang di alaminya. 2. Karakteristik Lanjut Usia Lanjut Usia di masa-masa penuannya mempunyai karakteristik dan ciri-ciri tersendiri dalam menjalani masa keberlangsungannya adapun ciriciri Lanjut Usia menurut Tody Lalenoh (1996), ada 5 yaitu. a. Usia Seseorang dikatakan Lanjut Usia apabila orang tersebut berusia tua dan harus mengerti dan menghayati sebagai orang tua. Pada umumnya Lanjut Usia memiliki pengertian psikologis dan kultural yang berbeda-beda dalam masyarakat. Masyarakat menganggap bahwa Lanjut Usia adalah sesuatu yang mengkhawatirkan atau menakutkan. Demikian pula Lanjut Usia itu sendiri merupakan penolakan masyarakat terhadap Lanjut Usia, merupakan penolakan dirinya sendiri terhadap usia tua yang dialaminya dan pada gilirannya menyebabkan seorang Lanjut Usia secara emosional merasa tidak tentram dalam kehidupannya. b. Kematian Kematian merupakan fakta kehidupan bagi semua orang, tetapi kematian sebagai ancaman yang tidak dapat dihindarkan merupakan fakta yang dirasakan dan ditanggapi secara berbedabeda oleh Lanjut Usia. Lanjut Usia adalah seseorang yang secara berangsur-angsur berada dalam dunia kehidupan yang semakin menyempit, merasa khawatir akan kekuatan-kekuatannya akan semakin menurun dan menghadapi kematian yang setiap hari datang semakin dekat. c. Intensifikasi (Peningkatan) Pada umumnya orang Lanjut Usia asyik memikirkan atau merenungkan tentang kematian, agama, dirinya sendiri dan keadaan jasmaninya. Keadaan ini merupakan reaksi-reaksi pertahanan diri Lanjut Usia terhadap penolakan kepada Lanjut Usia tersebut bersifat alamiah dan diperlukan oleh Lanjut Usia. d. Penyakit Pada umunya seorang Lanjut Usia berada dalam keadaan sakit dan yang perlu dipahami adalah akibat-akibat emosional dari penyakit terhadap semangat dan kekuatan Lanjut Usia. e. Keterasingan, kesepian, tekanan jiwa, dan ketergantungan. Dari pendapat Tody Lalenoh tersebut dapat dijelaskan bahwa Lanjut Usia mempunyai ciri-ciri tersendiri yang meliputi perasaann dan psikosialnya. Hal tersebut dikarenakan usia yang dia miliki merupakan masa-masa akhir dari kehidupannya. 3. Kebutuhan-kebutuhan Lanjut Usia Setiap individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu untuk menjaga kelangsungan hidupnya, baik yang berhubungan dengan kebutuhan fisik, psikologis, maupun Sosial. Kebutuhan setiap individu sangat tergantung pada tahap perkembangannya, seperti kebutuhan seorang bayi, anak, remaja, dan dewasa akan berbeda-beda. Demikian pula pada Lanjut Usia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dalam menjaga kelangsungan hidupnya. Kebutuhan Lanjut Usia menurut Tody Lalenoh (1993) adalah sebagai berikut. a. Kebutuhan-kebutuhan primer atau utama, yaitu. 1) Kebutuhan biologis yang meliputi kebutuhan makan, gizi, seksual, pakaian, dan perumahan. 2) Kebutuhan ekonomi, yaitu berupa penghasilan yang memadai. 3) Kebutuhan kesehatan berupa kesehatan fisik, mental, perawatan,dan keamanan. 4) Kebutuhan psikologis, yaitu meliputi rasa kasih sayang, adanya tanggapan dari orang lain, ketentraman, merasa berguna, memiliki jati diri dan status yang jelas. 5) Kebutuhan Sosial, yaitu peranan-peranan dalam hubungan dengan orang lain, hubungan antar pribadi dalam keluarga, teman-teman dan hubungan dengan organisasi Sosial. b. Kebutuhan-kebutuhan sekunder, yaitu. 1) Kebutuhan dalam melakukan aktivitas. 2) Kebutuhan dalam mengisi waktu luang dan rekreasi. 3) Kebutuhan yang bersifat kebudayaan, seperti informasi, pengetahuan, keindahan dan sebagainya. 4) Kebutuhan yang bersifa politis, yaitu meliputi status dan perlindungan hukum, partisipasi dan keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. 5) Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat keagamaan, seperti memahami makna kehadiran dirinya di dunia ini dan memahami hal-hal yang tidak diketahui atau di luar kehidupan termasuk kematian. Dari pendapat mengenai kebutuhan Lanjut Usia menurut Tody Lalenoh tersebut dapat di simpulkan bahwa kebutuhan Lanjut Usia merupakan kebutuhan dasar dari Manusia namun bedanya bagi Lanjut Usia itu sendiri di pisah menjadi 2 bagian yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder dan apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan mengakibatkan permasalahan bagi Lanjut Usia, oleh karena itu pemenuhan kebutuhan dalam melakukan aktivitas Lanjut Usia sangat penting untuk mencapai keberfungsian Sosialnya. 4. Faktor-Faktor yang Sangat Berpengaruh Terhadap Lanjut Lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan Lanjut Usia yang dikutip dalam jurnal Hariyanto, (2009) yang berjudul belajar psikologi mengatakan bahwa. a. Penurunan Kondisi Fisik Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun Sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. b. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual Penurunan fungsi dan potensi seksual pada Lanjut Usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer. Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain: 1) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia 2) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya. 3) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya. 4) Pasangan hidup telah meninggal. 5) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb. c. Perubahan Aspek PsikoSosial Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. d. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas. e. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil. Dari pendapat hariyono tersebut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi Lanjut Usia dapat disimpulkan bahwa faktor faktor yang sangat berpengaruh terhadap Lanjut Usia itu berkesinambungan yang meliptuti penuruna kondisi fisik, penurunan fungsi dan potensi seksual, perubahan aspek psikoSosial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan dan perubahan yang berkaitan dengan peranan lanut usia di masyrakat. namun hal ini dapat diartikan peranan Lanjut Usia diLembaga Pemasyarakatan. 5. Permasalahan Lanjut Usia Menurut Tony Setiabudi (1999) permasalahan umum Lanjut Usia adalah. Masih besarnya lanjut usia yang berada dibawah garis kemiskinan, makin melemahnya nilai kekerabatan, lahirnya kelompok masyarakat industri, rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga professional pelayanan lanjut usia, masih terbatasnya sarana dan prasarana pelayanan serta fasilitas khusus bagi lanjut usia, belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lanjut usia. Sedangkan Permasalahan umum Lanjut Usia yang dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock (1991) adalah sebagai berikut. a. Keadaan fisik yang lemah dan tidak berdaya sehingga harus tergantung pada orang lain. b. Status ekonomi yang terancam sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola kehidupannya. c. Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik. d. Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah meninggal atau pergi jauh atau cacat. e. Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah. f. Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar dan menjadi dewasa. g. Menjadi korban atau dimanfaatkan oleh para penjual obat, buaya darat dan kriminalitas karena mereka tidak sanggup lagi mempertahankan diri. Sedangkan Menurut Tody Lalenoh (1993), mengatakan bahwa Lanjut Usia yang tergolong bermasalah adalah. a. b. c. d. Lanjut Usia tidak memiliki bekal hidup yang memadai. Tanpa bekal dan penghasilan Tidak mempunyai keluarga yang dapat memberikan bantuan. Memiliki gangguan fisik, mental, dan Sosial. Permasalahan tersebut dapat dikembangkan menjadi permasalahan fisik, permasalahan psikologis dan permasalahan Sosial-ekonomi. Dari uraian berbagi ahli tersebut dapat diketahui bahwa Lanjut Usia yang tidak memiliki bekal hidup serta penghasilan, tentunya akan mempunyai masalah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, apalagi keluarganya tidak mampu serta Lanjut Usia tersebut memiliki gangguan fisik mental dan Sosial. C. Tinjauan Narapidana 1. Pengertian Narapidana Dalam pengertian sehari-hari Narapidana adalah orang-orang yang telah melakukan kesalahan menurut hukum dan harus dimasukkan ke dalam penjara. Menurut Ensiklopedia Indonesia “status Narapidana dimulai ketika terdakwa tidak lagi dapat mengajukan banding, pemeriksaan kembali perkara atau tidak ditolak permohonan agrasi kepada presiden atau menerima keputusan hakim pengadilan”. Status terdakwa menjadi status terhukum dengan sebutan napi sampai terhukum selesai menjalani hukuman penjara atau dibebaskan. Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan Narapidana adalah “terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan”. Sedangkan menurut Wilson yang dikutip oleh Adi Purnama (1995) mengatakan Narapidana “adalah Manusia bermasalah yang dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan baik.” Dari beberapa penjelesan mengenai Narapidana tersebutmaka dapat disimpulkan bahwa Narapidana adalah seseorang yang melakukan tindak kejahatan dan telah menjalani persidangan dan telah diponis hukuman pidana serta ditempatkan dalam suatu wadah yang disebut Lembaga Pemasyarakatan. 2. Pembinaan Narapidana Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai suatu sistem perlakuan bagi Narapidana baik di dalam maupun diluar Lembaga Pemasyarakatan yang kemudian masuk dalam pola pembinaan. Pembinaan adalah suatu proses untuk memperbaiki, meningkatkan kemapuan seseorang baik melalui bimbingan, pendidikan maupun latihan. didalam pembinaan menekankan pada pengembangan sikap dan kemampuan sehingga orang tersebut memiliki kualitas dalam kehidupan masyarakat. Pembinaan dari pengertian Narapidana tersebut, merupakan suatu sistem yang pemasyarakatan. bekerja secara Pemasyarakatan sinergi itu dalam sendiri mencapai tujuan merupakan sistem pembinaan bagi Narapidana selama menjalani masa hukumannya dimulai pada sejak masuk dalam Lembaga Pemasyarakatan sampai dengan keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. Menurut Bambang Purnomo (1986) ada dua pola untuk pembinaan Narapidana yaitu pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan yang meliputi pembinaan mental, fisik, keahlian serta finansial dan material yang dibutuhkan Narapidana agar menjadi warga binaan yang baik dan berguna serta pembinaan yang diluar Lembaga Pemasyarakatan. berdasarkan peraturan Mentri Hukum dan HAM RI nomor M.01 PK.04.10 tahun 2007 ada 4 bentuk pembinaan diluar Lembaga Pemasyarakatan yaitu “asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat”. Pembinaan Narapidana diluar Lembaga Pemasyarakatan pada prinsipnya yaitu mengembalikan Narapidana atau reintegrasi kepada masyarakat agar terjalin suatu komunikasi yang baik sehingga bisa menunjang kembali Narapidana ke masyarakat. Dari pengertian tersebut bahwa setiap Lembaga Pemasyarakatan melaksanakan proses pembinaan yang meliputi berbagai bentuk binaan yang dapat membantu Narapidana pada tujuan Lembaga Pemasyarakatan tersebut yaitu reSosialisasi. D. Tinjauan Lembaga Pemasyarakatan 1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Masyarakat modern yang sangat kompleks itu sering menumbuhkan materiil tinggi dan sering disertai oleh ambisi-ambisi Sosial yang tidak sehat yaitu adanya keinginan dalam pemenuhan kebutuhan secara berlebihan tanpa mempunyai kemampuan untuk mencapai dengan jalan yang wajar. Sehingga dari ambisi tersebut dapat mendorong individu untuk melakukan tindakan kriminal, Dengan kata lain dapat dinyatakan jika terdapat ketidaksesuaian antara ambisi-ambisi dengan kemampuan pribadi maka peristiwa sedemikian ini mendorong orang untuk melakukan tindak kriminal. Atau, terdapat ketidaksesuaian antara aspirasi-aspirasi dengan potensi-potensi individu, maka akan terjadi “maladjustment” ekonomis (ketidakmampuan menyesuaikan diri secara ekonomis), yang mendorong orang untuk bertindak jahat atau melakukan tindakan pidana. Pada umumnya Lembaga Pemasyarakatan adalah suatu tempat bagi Narapidana yang menjalani proses hukumannya setelah melalui proses persidangan. Menurut UU RI nomor 12 tahun 1995 pada ketentuan umum ayat satu pasal 2 adalah : Lembaga Pemasyarakatan selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan anak didik pemasyarakatan dan suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina dan di bina serta masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun (2005) bahwa “Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat orang orang menjalani hukuman pidana penjara” berdasarkan pengertian tersebut maka Lembaga Pemasyarakatan adalah suatu tempat dibawah naungan Hukum dan HAM yang bertugas untuk membina dan membimbing warga binaan pemasyarakatan agar mereka tidak mengulangi kesalahannya dan dapat diterima kembali oleh masyarakat. Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa sistem pemasyarakatan berisikan pedoman atau petunjuk didalam melaksanakan pembinaan terhadap Narapidana dengan tujuan agar mereka menyadari setiap kesalahan yang telah dilakukannya, sehingga kembali hidup sebagai masyarakat yang baik. Dalam melaksanakan pembinaan terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan memiliki peran menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. (Pasal 3, UU No. 12 Tahun 1995). 2. Tujuan dan fungsi Lembaga Pemasyarakatan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan mendapatkan pembinaan dari Petugas pemasyarakatan dengan aturan-aturan pemasyarakatan. Tujuan dan fungsi Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri menurut Harosono yang dikutip oleh Adi Purnama (1995) bahwa “Meningkatkan kesadaran (conciousness) Narapidana akan eksistensinya sebagai Manusia”. Pencapaian kesadaran dilakukan melalui tahap intropeksi, motivasi dan self development. Kesadaran dimaksudkan agar Narapidana akan sebagai Manusia yang memiliki akal dan budi, yang memiliki budaya dan potensi sebagai makhluk yang spesifik. Sedangkan maksud intropeksi diri yaitu agar Narapidana mengenal diri sendiri karena hanya dengan mengenal diri sendiri maka seseorang dapat merubah dirinya sendiri. 3. Petugas Lembaga Pemasyarakatan Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang dimaksud dengan Petugas pemasyarakatan adalah “pejabat fungsional penegak Hukum yang melaksanakan tugas dibidang pembinaan, pengamanan dan bimbingan warga binaan pemasyarakatan”. Mengacu pada pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa Petugas kemasyarakatan memiliki fungsi dan peranan yang sangat baik dalam memulihkan keberfungsian Sosial seorang Narapidana yang menjalani hukuman, sehingga Narapidana tersebut kembali menyadari bahwa segala perbuatannya bertentangan dengan norma atau aturan masyarakat, dengan demikian Narapidana yang telah sadar dapat kembali ke masyarakat untuk menjalani hidup sebagai warga Negara yang baik. E. Tinjauan Kapasitas 1. Pengertian Pengembangan Kapasitas Menurut United Nation Development Program (UNDP) yang dikutip oleh Anwar Syarif (2013) dalam artikel Pengembangan Kapasitas Sumber daya Manusia menjelaskan bahwa. Pengembangan kapasitas sebagai suatu proses yang dialami oleh Individu, Kelompok, organisasi, Lembaga dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka agar dapat melaksanakan fungsifungsi essensial, memecahkan masalah, menetapkan dan mencapai tujuan, dan mengerti. menangani kebutuhan pengembangan diri mereka dalam suatu lingkungan yang lebih luas secara berkelanjutan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan kembali bahwa pengembangan kapasitas kegiatan yang bertujuan menggali kemampuan seseorang yang ikut serta dalam kegiatan pengembangan kaspitas yang bertujuan mengoptimalkan kemampuannya. 2. Kegiatan Pembelajaran dalam Pengembangan Kapasitas. Salah satu faktor kunci dalam pengembangan kapasitas adalah pembelajaran. Pembelajaran terjadi pada tingkat Individu, tingkat Organisasi dan tingkat masyarakat. Pengembangan kapasitas adalah suatu proses yang berlangsung dalam jangka panjang secara berkesinambungan dimana orang-orang belajar untuk lebih capable (lebih mampu melaksanakan pekerjaannya). Mereka belajar agar dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, dan mengubah perilaku mereka untuk mencapai tujuan mereka, yakni memperbaiki kualitas hidup. Dalam pengembangan kapasitas kita tidak dapat memandang orang sebagai sebuah gelas kosong. Kita tahu bahwa mereka, baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok, memiliki pengalaman hidup yang dapat menjadi sebuah sumber yang kaya bagi proses pembelajaran. Mereka memiliki kemampuan untuk menetapkan tujuan-tujuan mereka sendiri. Dalam diri mereka telah ada kemampuan yang mungkin untuk dikembangkan. F. Relevansi Masalah dengan Pekerjaan Sosial 1. Pengertian Pekerjaan Sosial Pengertian Pekerjaan Sosial yang dikemukakan oleh Charles Zastrow (1982), yang dikutip oleh Dwi Heru Sukoco (1991) sebagai berikut. Pekerjaan Sosial merupakan kegiatan profesional untuk membantu individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat guna meningkatkan atau memperbaiki kemampuan mereka dalam berfungsi Sosial serta menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai tujuan. Definisi tersebut menunjukkan bahwa Pekerjaan Sosial merupakan profesi pertolongan yang ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat agar mereka memiliki kemampuan dalam berfungsi Sosial serta menciptakan kondisi yang memungkinkan mereka mencapai tujuan yang diinginkan. Narapidana disini sebagai warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan yang mengalami berbagai macam permasalahan yang mereka telah lakukan tentunya membutuhkan sebuah profesi Pekerjaan Sosial yang dapat membantu mereka sehingga untuk meningkatkan keberfungsian Sosialnya. Pengertian keberfungsian Sosialitu sendiri menurut Dwi Heru Sukoco (1991) mengatakan bahwa “keberfungsian Sosial dapat dilihat dari beberapa hal yaitu kemampuan melaksanakan peranan Sosial, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan memecahkan permasalahan Sosial yang dialaminya sendiri”. Sedangkan menurut Leonora Seraficade Guzman dalam Dwi Heru Sukoco (1991) juga menyatakan ada tiga fungsi pokok Pekerjaan Sosial sebagai berikut : a. Fungsi restoratif, yang mencakup kegiatan penyembuhan (treatment/curative) dan rehabilitasi. b. Fungsi preventif/pencegahan, yaitu berupa kegiatan untuk menemukan secara awal, mengontrol dan menghapuskan kondisikondisi yang menyebabkan orang, kelompok atau masyarakat tidak mampu berfungsi Sosial c. Fungsi pengembangan, yaitu difokuskan pada pengembangan keberfungsian Sosial seseorang, kelompok, masyarakat secara optimal sehingga dapat terealisasi potensi-potensinya dan peningkatan kemampuan. Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan kembali bahwa keberfungsian Sosial merupakan perbandingan antara permasalahan Sosial dengan status Sosial, peranan Sosial yang harus dilakukan oleh seseorang sesuai dengan yang diharapkan lingkungan Sosialnya. Jika seseorang tidak mampu menjalankan fungsi Sosialnya sesuai dengan lingkungan Sosialnya maka orang tersebut bisa dikatakan tidak berfungsi Sosial/disfungsi Sosial. 2. Pengertian Pekerjaan Sosial Koreksional Dalam Lembaga Pemasyarakatan mempunyai suatu profesi Pekerjaan Sosial atau biasa dikatakan dalam Lembaga Pemasyarakatan yaitu Petugas Pemasyarakatan yang membantu narapidana, adapun pengertian Pekerjaan Sosial di setting Koreksional menurut Dorang Luhpuri dan Satriawan, (2010) dalam modul diklat Pekerjaan Sosial Koreksional adalah. Pekerjaan Sosial merupakan sub sistem pada sistem peradilan pidana. Pekerjaan Sosial Koreksional adalah pelayanan profesional pada seting Koreksional yang meliputi Lembaga Pemasyarakatan, rumah tahanan, bapas narkoba dan setting lain dalam sistem peradilan indonesia yang bertujuan untuk membantu pemecahan masalah klien serta dapat meningkatkan keberfungsian Sosialnya. Dari penjelasan tersebut bahwa Pekerjaan Sosial Koreksional merupakan bagian profesi Pekerjaan Sosial yang bersinergi antara penegakan hukum, pengadilan dan lembaga Pemasyarakatan. Narapidana yang mempunyai permasalahan di dalam atau di luar Lembaga Pemasyarakatan merupakan tanggung jawab dari Pekerjaan Sosial Koreksional. 3. Tujuan Pekerjaan Sosial Koreksional Dengan mengacu pada uraian mengenai pengertian Pekerjaan Sosial tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tujuan pekerjaan Sosial dibidang Koreksional adalah membantu Narapidana untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengatasi masalah yang dialami oleh Narapidana selama menjalani proses hukuman. Adapun tujuan Pekerjaan Sosial bidang Koreksional yang lebih spesifik mengarah pada tindakan menurut Dorang Luhpuri dan Satriawan, (2010) dalam modul diklat Pekerjaan Sosial Koreksional adalah. a. Membantu Narapidana agar dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan Lembaga Pemasyarakatan. b. Membantu klien memahami diri mereka sendiri (Narapidana), relasi dengan orang lain, dan apakah harapan mereka sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan mereka. c. Membantu Narapidana melakukan perubahan sikap dan tingkah laku agar sesuai dengan nilai dan norma masyarakat. d. Membantu Narapidana melakukan penyesuaian diri yang baik dalam masyarakat. e. Membantu Narapidana memperbaiki relasi Sosial dengan orang lain (keluarga, isteri/suami, tetangga, dan lingkungan Sosial). 4. Peranan Pekerja Sosial Koreksional Berkaitan dengan permasalahan profesi Pekerjaan Sosial mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya perlindungan Sosial bagi Narapidana. Peran pekerja Sosial dalam membantu Narapidana merubah pola tingkah laku agar konstruktif (menyesuaikan) dengan orang lain dan lingkungan Sosialnya. Adapun peranan Pekerjaan Sosial Koreksional menurut Dorang Luhpuri dan Satriawan, (2010) dalam modul diklat Pekerjaan Sosial Koreksional adalah. a. Bekerja dengan individu untuk membantu mereka berubah melalui pemahaman yang baik mengenai diri, kekuatan dan sumbersumber dalam diri sendiri. b. Modifikasi lingkungan menjadi iklim Sosial yang sehat, dimana ia akan tinggal. Maksud dari pernyataan tersebut adalah pekerjaan Sosial bidang Koreksional bekerjasama dengan Keluarga Narapidana dan sumber- sumber eksternal yang berkaitan dengan Narapidana khususnya Narapidana Lanjut Usia. Pekerja Sosial dapat berperan mulai pada saat Narapidana tertangkap sampai masa terminasi, kemudian pekerja Sosial melakukan intervensi. Intervensi yang dapat dilakukan oleh pekerja Sosial adalah intervensi secara tidak langsung kepada Narapidana dan masyarakat sedangkan intervensi secara langsung kepada pimpinan Lembaga Koreksional khususnya Pembina Narapidana dan lingkungan terdekatnya 5. Fungsi Pekerja Sosial Koreksional Dalam melaksanakan peranan sebagai pekerja Sosial dibidang Koreksional, maka pekerja Sosial memiliki fungsinya sebagai pekerja Sosial dalam pelayanan Koreksional. Berikut fungsi Pekerjaan Sosial Koreksional menurut Dorang luhpuri dan Satriawan, (2010) dalam modul diklat Pekerjaan Sosial Koreksional adalah. a. Membantu Narapidana memperkuat motivasinya. b. Memberikan kesempatan kepada Narapidana untuk menyalurkan perasaan-perasaannya dan memberikan informasi kepada Narapidana. c. Membantu pelanggar hukum untuk membuat keputusan-keputusan. d. Membantu Napidana merumuskan situasi yang dialaminya. e. Memberikan bantuan dalam hal merubah/memodifikasi lingkungan keluarga dan lingkungan dekat. f. Membantu pelanggar hukum mengorganisasi kembali pola-pola perilakunya dan memfasilitasi kegiatan rujukan. dari penjelasan tersebut dapat diartikan kembali bahwa Fungsi Pekerjaan Sosial adalah membantu Narapidana yang membutuhkan pertolongan dan masalah, seperti Narapidana Lanjut Usia yang yang berbagai macam keluhan serta ketidak mampuannya untuk mengikuti proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan BAB III METODE PENELITIAN A. Latar Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Tujuan yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Kota Makassar dengan mendeskripsikan hasil temuan penelitian yaitu pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitiatif. Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mengungkapkan atau menarasikan sesuatu seperti suatu hal apa yang nyata di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar dan menghubungkan sebab dan akibat yang terjadi pada saat penelitian, dengan tujuan memperoleh realita mengenai pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan, Hal tersebut dikaitkan dengan pengertian metodologi kualitatif menurut Djama’an Satori dan Aan Komariah (2009) bahwa : “pendekatan kualitatif merupakan suatu paradigma penelitian untuk mendeskripsikan peristiwa, perilaku, orang atau suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi”. Selanjutnya Lexy Moleong (2000) mendefinisikan pendekatan kualitatif bahwa “Prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Pada awalnya peneliti melakukan wawancara dengan Petugas Pemasyarakatan mengenai pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar mengenai seperti apa saja proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, kasus apa saja yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar, usia-usia Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan serta bagaimana pelayanan pemenuhan kebutuhan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar. Dari hasil wawancara dengan Petugas Pemasyarakatan maka terdapat golongan usia Narapidana yang merupakan Lanjut Usia yaitu di atas 60 tahun, maka peneliti tertartik melakukan penelitian dengan fokus penelitian yaitu pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar. B. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan harapan agar penelitian yang dilakukan bisa memberikan gambaran secara mendalam dan terarah. Maxfield dalam Nazir (1988) menyatakan bahwa “Studi kasus adalah penelitian tentang subyek penelitian yang berkenaan dengan satu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Subyek penelitian dapat saja individu, kelompok dan masyarakat”. Berdasarkan definisi tersebut maka studi kasus yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sejauh mana pemenuhan kebutuhan Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar dan sejauh mana pemenuhan kebutuhan sosial yang ada di Lembaga Pemasyarakatan terhadap Narapidana Lanjut Usia. Melalui penelitian ini, peneliti mencoba mewawancarai serta mengamati secara langsung bagaimana pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyrakatan. Desain ini diarahkan pada latar individu tersebut secara utuh Sehingga pendekatan kualitatif mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari suatu individu dalam suatu setting konteks yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komorehensif dan holistik. C. Teknik Sampel Dengan memakai metodologi pendekatan kualitatif dan desain studi kasus maka penarikan sampelterhadap fokus penelitian pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar, maka peneliti akan menggunakan penarikan sampel dengan cara teknik purposive sampeling. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Djama’an Satori dan Aan Komariah (2009) bahwa. Purposive sampeling yaitu proses menentukan subjek atau objek sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan demikian pertimbangan pribadi yang sesuai dengan topik penelitian, peneliti memilih subjek atau objek sebagai unit analisis. Peneliti memlih unit analisis tersebut berdasarkan kebutuhan berdasarkan kebutuhannya dan menganggap bahwa unit analisis tersebut representatif Dari pendapat menurut Djama’an Satori dan Aan Komariah (2009) mengenai teknik purposive sampeling tersebut dapat dikaitkan dengan jumlah Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan sebanyak 15 Lanjut Usia yang berdasarkan kasus tindak krimnal atau pidana dan selanjutya dipilih sebagai sebagai sumber data yang nantinya akan meberika data yang representatif. D. Sumber Data Seperti dijelaskan Lexi Moleong (2000) bahwa. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lainlain”.Dengan teknik wawancara (interview), teknik obsevasi (observation), dan studi Dokumentasi. Dari penjelasan Lexi Meleong tersebut sumber data dalam penelitian kualitatif adalah suatu proses yang dilakukan peneliti dengan informan berdasarkan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi sehingga peneliti mendapatkan data lebih mendalam terkait dengan pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Adapun Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah. 1. Sumber Data Primer Sumber data primer dalam penelitian ini Narapidana Lanjut Usia dan Petugas Pemasyarakatan bagian pembinaan dan perawatan. 2. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu Kepala bagian umum Lembaga Pemasyarakatan klas I Makassar. Peneliti disini mengkaji studi dokumentasi serta dokumen yang berhubungan dengan Narapidana Lanjut Usia. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Wawancara Mendalam (in-depth interview) Wawancara mendalam merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan dengan informan melalui instrumen yang telah dibuat sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Pedoman wawancara bersifat fleksibel dan dapat dikembangkan lebih lanjut di lapangan. Dengan wawancara mendalam peneliti memperoleh data yang repsentatif. Adapun pertanyaan dalam wawancara peneliti tersebut meliputi. a. Bagaimana pemenuhan kebutuhan biologis, ekonomi, kesehatan, psikologis dan kebutuhan sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. b. Bagaimana cara mengakses sumber pemenuhan kebutuhan biologis, ekonomi, kesehatan, psikologis dan kebutuhan sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. c. Bagaimana hambatan-hambatan pemenuhan kebutuhan biologis, ekonomi, kesehatan, psikologis dan kebutuhan sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. d. Bagaimana peranan Petugas Pemasyarakatan dalam pemenuhan kebutuhan biologis, ekonomi, kesehatan, psikologis dan kebutuhan sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. e. Harapan Lanjut Usia dalam pemenuhan kebutuhan biologis, ekonomi, kesehatan, psikologis dan kebutuhan sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. 2. Observasi Observasi merupakan aktivitas fenomena yang dilakukan secara sistematis, observasi yang akan dilakukan oleh peneliti di sini adalah observasi tanpa ikut berpartisipasi dalam kehidupan objek penelitian. Peneliti hanya mengamati tanpa memberikan peran serta dan partisipasi dalam kehidupan objek penelitian. Observasi ini dilakukan dengan terjun langsung ke Lembaga Pemasyarakatan tersebut sehingga dapat mengamati secara langsung dan peneliti memperoleh informasi tentang kegiatankegiatan yang dilakukan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar, pelayanan Petugas Pemasyarakatan terhadap Narapidana Lanjut Usia serta Melakukan pengamatan umum terhadap Lembaga Pemasyarakatan dalam pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut Usia. 3. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi merupakan salah satu teknik pendukung dalam proses pengumpulan data yaitu dengan cara mempelajari dokumen dokumen atau literatur dan bahan-bahan yang tertulis yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Bogdan dalam Sugiyono (2008) menyatakan bahwa. hasil penelitian dari observasi atau wawancara, akan lebih kredibel atau dapat dipercaya kalau didukung oleh sejarah pribadi kehidupan dimasa kecil, di sekolah, tempat kerja, di masyarakat, dan auto biografi. Hasil penelitian juga akan semakin kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada. Terkait dengan fokus penelitian terhadap pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan, maka peneliti melakukan studi dokumentasi dengan mengumpulkan data keberadaan Narapidana, memperoleh data tentang jumlah Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, memperoleh data tentang gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar, memperoleh data tentang kegiatan yang dilaksanakan Narapidana Lanjut Usia, memperoleh data kebutuhan Narapidana Lanjut Usia F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Untuk dapat mempertanggungjawabkan data secara akurat dan benar, diperlukan pemeriksaan keabsahan data yang telah diperoleh dari hasil penggalian data maka sebelum diberikan kesimpulan diperlukan pemeriksaan keabsahan data. Hal ini dilakukan karena tidak tertutup kemungkinan bahwa data yang diperoleh dari informan tidak benar, hal ini dilakukannya karena beberapa hal, misalnya salah mengajukan pertanyaan yang berarti jawabannya juga salah, dan keinginan untuk menyenangkan peneliti. Uji keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Uji Kredibilitas a. Ketekunan pengamatan, yaitu suatu teknik pemeriksaan keabsahan data melalui pengamatan secara cermat dan berkesinambungan. Mengenai ketekunan pengamatan ini memberikan penjelasan Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Teknik ini dilakukan untuk memeriksa dengan cermat informasi yang telah diperoleh dari informan yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan secara berkesinambungan terhadap data dan informasi yang diperoleh terkait permasalahan penelitian. b. Triangulasi, diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, dengan berbagai cara dan dengan berbagai waktu. Pengecekan dengan triangulasi sumber data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam triangulasi sumber ini peneliti tidak hanya mewawancarai informan saja akan tetapi dikroscek dengan para Petugas dan Keluarga yang berkunjung untuk menjenguk Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Selain itu peneliti juga mewawancari Narapidana di Lembga Pemasyarakatan untuk mengetahui dan mengecek kebenaran data yang diperoleh saat wawancara dengan informan. Pengecekan dengan triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda misalnya wawancara, observasi dan dokumentasi. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam tehnik pengumpulan data diatas, bahwa dalam menguji apakah data yang didapat sesuai dengan kenyataan yang ril di lapangan. Disamping itu tehnik-tehnik tersebut akan saling melengkapi kekurangan dalam mengumpulkan data dari tehnik yang lain. Pengecekan dengan triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan data yang diperoleh dalam waktu yang sesuai dengan jalannya proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. c. Mengadakan member check, yaitu suatu proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Melalui member check akan diketahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan yang diinformasikan oleh sumber data. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memeriksa kembali data yang diperoleh, apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti data tersebut valid, sehingga semakin kredibel/dipercaya. 2. Transferability Peneliti berusaha agar dapat memberikan uraian rinci, jelas, sistematis dan dapat dipercaya sehingga pembaca mengetahui secara jelas atas hasil penelitian ini dan dapat memutuskan bisa atau tidaknya untuk mengaplikasikan hasil penelitian ini di tempat yang berbeda dengan karakteristik yang sama. 3. Dependability Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian terjadinya kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan dan menginterprestasikan data sehingga data dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Kesalahan sering dilakukan oleh manusia itu sendiri terutama peneliti karena keterbatasan pengalaman, waktu, pengetahuan. Cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertanggung jawabkan melalui audit dependability oleh auditor independen yaitu dosen pembimbing. 4. Confirmability Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan informasi serta interpretasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan audit. Uji confirmability mirip dengan uji dependability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. G. Rancangan Analisis Data Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh, baik dari hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Peneliti menggunakan teknik analisa seperti yang dijelaskan oleh Lexy Moleong (2000) sebagai berikut. 1. Pemrosesan Satuan Pemrosesan satuan ini terdiri dari tipologi satuan dan penyusunan satuan. Tipilogi satuan adalah penggolongan satuan berdasarkan tipe yang dimiliki oleh latar sosial. Penyusunan satuan adalah menyusun dan mengarahkan satu pengertian dan tindakan sehingga dapat ditafsirkan seperti dalam bentuk latar penelitian. Langkah-langkah yang digunakan dalam pemrosesan data adalah dengan menggolongkan data dan memberi nama pada data yang telah digolongkan sesuai dengan apa yang telah dipikirkan, dirasakan dan dihayati oleh peneliti dan dikehendaki oleh latar penelitian. 2. Kategorisasi Kategorisasi merupakan seperangkat tumpukan yang disusun atas dasar pemikiran, pendapat dan kriteria tertentu berdasarkan sumber data yang sebelumnya telah melewati beberapa pengecekan mengenai pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. Langkahlangkah pengkategorian adalah. a. Pemberian nama pada setiap kategori b. Pemberian keputusan pada tiap kategori yang hampir sama c. Menempatkan data pada kategori mantap d. Menyusun kategori baru bila ada data yang belum masuk dalam kategori mantap e. Penelaahan pada setiap kategori dan membuat daftar aturan f. Menelaah kembali data yang layak dipertahankan g. Pengujian kategori untuk menemukan hubungan h. Membuat strategi perluasan, pengkaitan hubungan dalam pengumpulan data dan pemrosesan i. Menghentikan pengumpulan dan prosesan j. Mengevaluasi pengkategorian secara menyeluruh dari awal sampai akhir. 3. Penafsiran Data Penafsiran data yaitu menyusun data yang diperoleh dengan jalan menghubungkan kategori-kategori dalam kerangka sistem yang diperoleh dari data. Adapun langkah-langkahnya yaitu dimulai dengan memberikan kode pada setiap kejadian data dan mencocokkan kategori, kemudian membandingkan dengan kejadian lain dan mengintegrasikan tiap-tiap kategori, memodifikasi dan menata kejelasan logika, selanjutnya kerangka disusun dalam pertanyaan-pertanyaan yang beralasan tepat sehingga dapat ditarik sebuah teori. Berdasarkan uraian teknik tersebut maka peneliti dalam rancangan analisis data melalui beberapa cara yaitu pemrosesan satuan yang sesuai dengan latar sosial sumber data dan dilanjutkan dengan kategorisasi dengan mengkategorisasi hasil dari sumber data yang didapatkan serta melakukan penafsiran data pada sumber data yang didapatkan pada Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan klas I Makassar. H. Jadwal dan Langkah Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Kota Makassar Provinsi Sulawasi Selatan. Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 1 bulan untuk mengumpulkan segala macam data yang diperlukan untuk keperluan penelitian. Dalam pelaksaan penelitian ini disesuaikan dengan jadwal dan kondisi lapangan, sehingga dapat dilihat langkah-langkah penelitian sebagai berikut. 1. Studi Literatur. 2. Pengajuan Proposal Penelitian. 3. Seminar Proposal Penelitian. 4. Pelaksanaan Penelitian. 5. Analisis Data Penelitian. 6. Penyusunan Laporan Penelitian. 7. Pengesahan Laporan Penelitian. Tabel. 3.1 Jadwal dan Langkah Penelitian NO KEGIATAN 1 Study literatur 2 Pengajuan proposal 3 Seminar proposal 4 Pelaksanaan penilitian 5 Analisis data penilitian 6 Penyusunan laporan 7 Pengesahan laporan BULAN okt Nov des jan mei jun jul agu DAFTAR PUSTAKA Adi Sujanto.(1995). Sistem Pemasyarakatan Indonesia. Perpustakaan wilayah. Makassar Bambang Purnomo.(1986). Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan. Jakarta Djama’an Satori dan Aan Komariah.(2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung Depdiknas.(2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai pustaka. Jakarta Dorang Luhpuri dan Satriawan.(2010). Modul Diklat Pekerjaan Koreksional. Perpustakaan STKS. Bandung Dwi Heru Sukoco.(1991). Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses Pertolongannya. Kopma STKS. Bandung Elizabet B. Hurlock.(1991) Psikologi Perkembangan. Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Erlangga. Jakarta Lexi Meleong.(2000). Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosada Karya. Bandung Lois Carney P.(1980). Corrections Treatment And Philoshopy. New jersey, Englewoods cliffs. Nazir (1988). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Purniati Mangunsong.(1995). Aspek-Aspek Hukum yang Mempengaruhi Penerimaan Bekas Narapidana dalam Masyarakat. Perpustakaan wilayah. Makassar Skidmore.(2004). Social Work And Corections. Terjemahan Endah dwi winarmi. STKS Bandung Sugiyono.(2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung Tody Lalenoh (1993). Grontologi Lanjut Usia. STKS Bandung Tody Lalenoh.(1996). Lanjut Usia dan Usia Lanjut. STKS Bandung Tony Setiabudhi.(1999). Menuju Lanjut Usia Sejahtera. Jakarta Sumber lain : UU RI Nomor 12 tahun 1995 tentang Lanjut Usia. UU RI Nomor 13 tahun 1998 tentang Lembaga Pemasyarakatan. Pedoman penulisan Karya Ilmiah Jurusan Rehabilitasi Sosial. Peraturan Mentri Hukum Dan HAM RI nomor M.01 PK.04.10 tahun 2007 tentang bentuk pembinaan Lembaga Pemasyarakatan. http://www.scribd.com/doc/36146381/LEMBAGA-PEMASYARAKATANKLAS-I-MAKASSAR http://smslap.ditjenpas.go.id/public/krl/status/monthly/kanwil/db6cb4b0-6bd11bd1-8d6c-313134333039 http://rakyatsulsel.com/lapas-klas-i-makassar-napi-korupsi-dan-napi-laindipisah.html http://raypratama.blogspot.com/2012/05/normal-0-false-false-false-en-us-xnone.html http://www.scribd.com/doc/14176081/Teori-Hierarki-Kebutuhan-Maslow http://belajarpsikologi.com/psikologi-lansia/ http://bbppbinuang.info/news24-pengembangan-kapasitas-sumberdayamanusia.html PEDOMAN WAWANCARA PEMENUHAN KEBUTUHAN NARAPIDANA LANJUT USIA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I KOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN A. Wawancara dengan Informan 1. Karakteristik informan a. Nama informan b. Usia c. Alamat d. Agama e. Ditahan f. Status g. Pidana : : : : : : 2. Pemenuhan kebutuhan biologis, kesehatan, psikologis dan kebutuhan sosial narapidana lanjut usia di lembaga pemasyarakatan. a. Kebutuhan biologis 1) Bagaimana pemenuhan kebututuhan makan dan minum informan ? 2) Bagaimana pemenuhan kebutuhan gizi informan ? 3) Bagaimana pemenuhan kebutuhan seksual informan ? 4) Bagaimana pemenuhan kebutuhan pakaian informan ? b. Kebutuhan kesehatan 1) Bagaimana pemenuhan kebutuhan kesehatan fisik infoman ? 2) Bagaimana pemenuhan kebutuhan kesehatan mental informan ? 3) Bagaimana pemenuhan kebutuhan perawatan infoman ? c. Kebutuhan psikologis 1) Bagaimana pemenuhan kebutuhan kasih sayang informan ? 2) Bagaimana pemenuhan kebutuhan akan tanggapan dari orang lain informan ? 3) Bagaimana pemenuhan kebutuhan ketentraman informan ? 4) Bagaimana pemenuhan kebutuhan jati diri informan ? d. Kebutuhan sosial 1) Bagaiamana pemenuhan kebutuhan aktivitas informan ? 2) Bagaimana pemenuhan kebutuhan antar pribadi dalam keluarga informan ? 3) Bagaimana pemenuhan antar teman-teman informan ? 4) Bagaimana pemenuhan kebutuhan organisasi sosial informan ? 3. Cara mengakses sumber-sumber pemenuhan kebutuhan biologis, kesehatan, psikologis dan kebutuhan sosial narapidana lanjut usia di lembaga pemasyarakatan. a. Kebutuhan biologis 1) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebututuhan makan dan minum informan ? 2) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan gizi informan ? 3) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan seksual informan ? 4) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan pakaian informan ? b. Kebutuhan kesehatan 1) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan fisik ? 2) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan mental informan ? 3) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan perawatan informan ? c. Kebutuhan psikologis 1) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan kasih sayang informan ? 2) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan jati diri informan ? 3) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan ketentraman informan ? d. Kebutuhan sosial 1) Bagaiamana cara mengakses pemenuhan kebutuhan aktivitas kegiatan informan ? 2) Bagaimana cara mengakses pemenuhan antar pribadi dalam keluarga informan ? 3) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan organisasi sosial informan ? 4. Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan biologis, kesehatan, psikologis dan kebutuhan sosial narapidana lanjut usia di lembaga pemasyarakatan. a. Kebutuhan biologis 1) Hambatatan dalam pemenuhan kebututuhan makan dan minum informan ? 2) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan gizi informan ? 3) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan pakaian informan ? 4) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan seksual informan ? 5) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan pakaian informan ? b. Kebutuhan kesehatan 1) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan fisik informan ? 2) Hambatan dalam pemenuhanmental informan ? 3) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan perawatan informan ? c. Kebutuhan psikologis 1) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan kasih sayang informan ? 2) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan ketentraman informan? 3) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan jati diri informan ? d. Kebutuhan sosial 1) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan antar pribadi dalam keluarga informan ? 2) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan antar teman-teman informan ? 3) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan organisasi informan ? 5. Peranan petugas pemasyarakatanan dalam pemenuhan kebutuhan biologis, kesehatan, psikologis dan kebutuhan sosial narapidana lanjut usia di lembaga pemasyarakatan a. Kebtuhan biologis 1) Bagaimana peran petugas dalam pemenuhan kebututuhan makan dan minum informan? 2) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan gizi informan ? 3) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan seksual informan ? 4) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan pakaian informan ? b. Kebutuhan kesehatan 1) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan fisik ? 2) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan mental informan ? 3) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan perawatan informan ? c. Kebutuhan psikologis 1) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan kasih sayang informan ? 2) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan ketentraman informan? 3) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan jati diri informan ? 5) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan akan penerimaan sosial informan ? d. Kebutuhan sosial 1) Bagaiamana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas informan ? 2) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan teman-teman informan ? 3) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan antar pribadi dalam keluarga informan ? 4) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan organisasi sosial informan? 6. Harapan informan dalam pemenuhan kebutuhan biologis, kesehatan, psikologis, dan kebutuhan sosial di lembaga pemasyarakatan a. Kebutuhan biologi 1) Harapan dalam pemenuhan kebututuhan makan dan minum informan ? 2) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan gizi informan ? 3) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan seksual informan ? 4) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan pakaian informan ? b. Kebutuhan kesehatan 1) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan fisik informan ? 2) Harapan dalam pemenuhan mental informan ? 3) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan perawatan informan ? c. Kebutuhan psikologis 1) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan kasih sayang informan ? 2) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan ketentraman informan? 3) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan jati diri informan ? 5) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan akan penerimaan sosial informan ? d. Kebutuhan sosial 1) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas informan ? 2) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan antar pribadi dalam informan ? 3) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan teman-teman informan ? 4) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan organisasi sosial ?