46 BAKTERI ASAM LAKTAT (BAL) PADA CUMI-CUMI KERING ASIN DAN AKTIVITAS PENGHAMBATANNYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN DAN BAKTERI PEMBUSUK THE LACTIC ACID BACTERIA (LAB) ACTIVITIES AGAINST PATHOGENIC AND SPOILAGE BACTERIA ON A DRIED SALTED LOLIGO Edy Santoso Program Studi Perikanan, Fakultas Pertanian UNRAM ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri asam laktat (BAL) dari cumi-cumi kering asin, kemudian menguji aktivitas antibakterinya terhadap bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Identifikasi isolat BAL meliputi karakteristik morfologi dan pengecatan Gram, uji biokimiawi, uji fisiologis, tipe fermentasi, dan tipe peptidoglikan. Uji aktivitas penghambatan terhadap bakteri patogen dan bakteri pembusuk dilakukan dengan menggunakan metode difusi agar. Dari penelitian diperoleh 19 isolat BAL dengan Streptococcus sebagai genera yang paling dominan, kemudian diikuti genera Laktobacillus, Leuconostoc dan Pediococcus. Hasil identifikasi dari 19 isolat yang diperoleh menunjukkan bahwa isolat tersebut tergolong ke dalam species S. thermophillus, L. plantarum, L. acidophylus, L. fermentum, Leuc. paramesentroides, dan Pediococcus pentosaeceus. Semua isolat BAL mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen dan bakteri pembusuk, sedangkan supernatannya hanya mampu menghambat bakteri E. choli, Shigella dan Morganella morganii. ABSTRACT The research aim was to isolate and identified the lactic acid bacteria and their antibacterial activities against pathogenic and spoilage bacteria on a dried-salted loligo. The identification of lactic acid bacteria based on test of morphological characteristics, Gram stains, biochemical test, physiological test, and peptidoglikan type. The activities of lactic acid bacteria against pathogenic and spoilage bacteria were examined by a Diffusion Agar Method. The results of the experiment showed that there were 19 isolates of lactic acid bacteria. Streptococcus was the most predominant genera, followed by Lactobacillus, Pediococcus and Leuconostoc respectively. Further identification of the lactic acid bacteria isolates showed that these isolates belonged to the spesies of S. thermophillus, L. plantarum, L. acidophilus, L. fermenteum, Leuonostoc paramesenteroides and Pediococcus pentosaeceus. All lactic acid bacteria isolates had antibacterial activities against pathogenic and spoilage bacteria. However, their supernatant could only inhibit E. coli, Shigella, and Morganella morganii. _________________________________________________________ Kata kunci : bakteri asam laktat, cumi-cumi kering asin, antibakteri Keyword: lactic acid bacteria, dried salted loligo, antibacteria PENDAHULUAN Kebutuhan protein rata-rata penduduk Indonesia menurut Rumusan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998) ditargetkan sebesar 55 gram/kapita/hari yang terdiri dari 41 gram protein nabati dan 14 gram protein hewani. Selanjutnya dalam rumusan tersebut disebutkan, bahwa tingkat kecukupan gizi yang baik bagi rata-rata penduduk Indonesia adalah 2200 Kkal /kapita/hari protein nabati dan 15 gram protein hewani. Pemerintah membebankan pemenuhan protein hewani tersebut sebagian besar dari sub sektor perikanan. Peningkatan pemanfaatan bahan alam bahari seperti cumi-cumi merupakan salah satu langkah E. Santoso: Bakteri asam laktat … yang baik untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Hal ini disebabkan kandungan protein cumi-cumi cukup besar, yakni mencapai 18 – 21% dan banyak mengandung asam amino dengan pola yang hampir sama dengan pola asam amino yang terdapat di dalam tubuh manusia (Sunarya, 1998). Di samping protein ternyata daging cumicumi banyak mengandung asam lemak tak jenuh omega – 3 (Yunizal et al., 1996). Asam lemak omega-3 terutama eikosapentaenoat (C20:5 EPA) sekitar 3.64 – 4.85% dan dokosaheksaenoat (DHA) sekitar 14.64 – 28.59% yang mempunyai peranan penting bagi kesehatan manusia, karena dapat mencegah penyakit 47 kardiovaskuler, kanker, obesitas dan tumor serta pengaruh positif terhadap fungsi kekebalan tubuh dan kadar lipida darah (Shimada et al., 1997). Penelitian yang dilakukan oleh Netteton, (1993) menunjukkan bahwa DHA cukup berperan pada perkembangan awal otak manusia dan penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung, penyempitan pembuluh darah, penyakit penurunan gizi, netrosis, dan obesitas dapat berjalan dengan baik . Masalah dari cumi-cumi kering asin yang banyak diproduksi oleh nelayan Indonesia adalah adanya rasa asin tinggi akibat dari pemberian garam berlebih yang digunakan sebagai pengawet kimiawi. Pada hal dengan penambahan garam berlebih kurang disukai bahkan dihindari oleh konsumen (kalangan menengah ke atas), terlebih bagi konsumen yang punya potensi penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, penyempitan pembuluh darah, penyakit penurunan gizi, netrosis, dan obesitas. Disamping itu dengan pemberian garam berlebih sebagai pengawet, ternyata masih banyak dijumpai bakteri halophilik (bakteri pembusuk) yang tahan terhadap garam di atas 15 % (obligat halophilik) (Daniel, 1999). Menurut Frazer dan Westhof (1984) bakteri patogen dan pembusuk yang terdapat pada produk cumi-cumi, ikan atau udang adalah Salmonella choleraesius, Escherichia coli, Vibrio parahaemolyticus, Staphylococcus aureus, Shigella sp., dan Proteus, sedang bakteri pembusuk yang sering memproduksi histamin menurut penelitian Djaafar et al., (1996) adalah Morganella morganii, Klebsiella pneumoniae, dan Hafnia alvei. Usaha untuk memperbaiki mutu cumi-cumi kering asin dengan keamanan pangan (food safety) yang terjamin harus dilakukan, salah satu diantaranya dengan penambahan biopreservatif. Pada masa kini, bahan pengawet alami lebih disukai dibandingkan dengan kimiawi karena keamanan pengawet kimiawi sering masih dipertanyakan (masih mempunyai efek samping bagi kesehatan konsumen, seperti penggunaan MSG). Salah satu cara yang terbaik diantaranya dengan pemanfaatan pengawet alami seperti pemanfaatan bakteri asam laktat (BAL). Potensi produk perikanan yang melibatkan BAL belum pernah digali secara tuntas, padahal menurut Ray (1996) BAL yang mempunyai ciriciri Gram positif, tidak membentuk spora dan dapat berbentuk koki, kokobasili atau batang, dan mempunyai komposisi basa DNA kurang dari 50 % mol G + C, pada umumnya tidak mempunyai katalase, dan membutuhkan karbohidrat yang dapat difermentasi untuk pertumbuhannya, sangat berperan dalam produk pangan terutama sebagai pengawet karena dapat menghasilkan bakteriosin sebagai bahan antimikroba. Menurut Ray (1996) peran BAL di antaranya memperpanjang daya awet, memperbaiki cita rasa, dapat menyeragamkan produk dan mempertinggi mutu produk yang dihasilkan. Pada pembuatan cumi-cumi kering asin dengan bahan baku yang masih mentah maka peranan BAL adalah menghambat mikroflora alamiah pesaing yang meliputi bakteri patogen yang meliputi Salmonella choleraesius, Escherichia coli, Vibrio parahaemolyticus, Staphylococcus aureus, Shigella sp., bakteri seperti pembusuk seperti Proteus dan bakteri pembentuk histamin seperti Morganella morganii, Klebsiella pneumoniae, dan Hafnia alvei. Efek penghambatan ini disebabkan oleh adanya asam laktat dan asetat serta senyawasenyawa antimikrobia lain seperti diasetil, hidrogen peroksida, karbon dioksida, bakteriosin dan reuterin yang semuanya ini diproduksi oleh BAL (Ray dan Sandine, 1992). Namun sejauh mana metabolit-metabolit yang dihasilkan oleh BAL tersebut dapat digunakan untuk mempertahankan masa simpan dan meningkatkan mutu produk perikanan perlu dikaji lebih lanjut. BAL dapat diisolasi dari berbagai sumber alam dan produk perikanan. Dengan demikian sangat memungkinkan untuk memperoleh isolat bakteri asam laktat yang sangat bervariasi pada lingkungan yang berbeda.mengisolasi dan mengidentifikasi BAL dari cumi-cumi kering asin, serta uji aktivitas antibakterinya. METODE PENELITIAN Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah cumi-cumi kering asin yang diperoleh dari Pasar Lokal Bertais - Mataram dan berumur 2 minggu. Kultur bakteri patogen yang digunakan adalah bakteri patogen Gram negatif seperti : Salmonella choleraesius JCM 3919, Escheriochia coli FNCC 0091, Vibrio parahaemoliticus JCM 2147, Shigella sp.), bakteri Gram positif seperti Staphyloccoccus aureus FNCC 0047, Bacillus cereus FNCC 0057, Listeria monocytogenes ATCC 7644, bakteri perusak dan penghasil histamin seperti Pseudomonas fluorescens FNCC 0070, dan Morganella morganii yang diperoleh dari Food & Nutrition Culture Collection, PAU Pangan dan Gizi UGM. Isolasi Bakteri Asam Laktat Isolasi bakteri asam laktat dari cumi-cumi kering asin dilakukan dengan menggunakan Agroteksos Vol. 18 No. 1-3, Desember 2008 48 metode spread plate. Dua puluh lima (25) gram sampel diencerkan pada larutan 0.1% pepton steril sebanyak 225 ml dan dihomogenkan yang selanjutnya dilakukan pengenceran berseri hingga 10-5. Dari masing-masing pengenceran diambil 0.1 ml dan disebar pada media selektif untuk BAL, yaitu Glukosa 1%, yeast ekstrak 1%, pepton 0.5% (GYP), Agar 1.5% dengan penambahan CaCO3 1% dalam 1000 ml aquadest. Kultur diinkubasi pada suhu 30 0C selama 2 –3 hari. Masing-masing koloni yang di sekelilingnya terdapat zona jernih diisolasi dan dilakukan pemurnian dengan goresan pada media yang sama. Penyimpanan kultur murni dilakukan dengan pembekuan (suhu –80 0C) biomassa sel setelah diberi cryoprotectant yaitu campuran gliserol dan skim milk, masingmasing 10 persen (Rahayu dan Margino, 1997) Identifikasi Identifikasi bakteri asam laktat didasarkan pada karakteristik morfologi, uji biokimiawi, uji fisiologis, tipe fermentasi dan tipe peptidoglikan. a. Uji morfologi dan Pengecatan Gram Isolat murni ditumbuhkan pada media cair glukose yeast pepton (GYP) dan diinkubasikan selama 24 jam, pada suhu 30 oC kemudian dilakukan pengecatan Gram sekaligus diamati bentuk selnya (bulat, bulat batang, tetrad, batang). b. Uji motilitas Uji motilitas dilakukan dengan menumbuhkan kultur pada media GYP Agar lunak (0,75%/1liter aquadest) dan diinkubasi selama 48 jam, 30 oC. Motilitas ditentukan atas dasar rata tidaknya pertumbuhan bakteri pada media di dalam tabung reaksi. Bakteri yang tidak motil hanya tumbuh terbatas pada bekas goresan jarum inokulasi. c. Uji biokimiawi, terdiri dari uji katalase dan uji pembentukan asam dari berbagai sumber karbon. Uji katalase dilakukan dengan meneteskan larutan H2O2 3% pada kultur muda (umur 24 jam). Sifat reaksi terhadap uji katalase ditentukan dengan pemunculan gelembung gas yang memberikan indikasi pembentukan gas CO2. Uji pembentukan asam dari berbagai sumber karbon. Sumber karbon yang digunakan sebanyak 22 buah, diantaranya adalah arabinosa, selobiosa, fruktosa, galaktosa, glukosa, glukonat, laktosa, D-maltosa, D-manitol, D-manosa, Dmelibiosa, D-melezitosa, rafinosa, L-rhamnosa, D- ribosa, salisin, D-sorbitol, pati, sukrosa, Dtrehalosa, gliserol, dan D-xilosa E. Santoso: Bakteri asam laktat … Untuk memudahkan pekerjaan setiap kali pengujian dilakukan terhadap 10 isolat. Untuk 10 isolat diperlukan 600 ml medium basal (Yeast ekstrak-trypton/ YT) (dengan komposisi Yeast ekstrak 1% dan trypton 0.5%) dengan pH diatur 6.8. Untuk masing-masing sumber karbon ditimbang 25 gram dan ditambah 25 ml YT, selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 2 ml. Inokulasi menggunakan isolat bakteri berumur 24 jam (isolat dalam pertumbuhan log phase), dan dari isolat ini diambil 500 µl selanjutnya dimasukkan ke dalam 5 ml aquadest steril. Pada ke 22 tabung reaksi (sesuai jumlah sumber karbon) masingmasing berisi satu jenis sumber karbon diinokulasi dengan 100 µl isolat yang telah diencerkan 10 kali. Inkubasi dilakukan pada suhu 30 0C selama 5 hari. Asam yang dihasilkan selanjutnya dititrasi dengan 0.1 N NaOH menggunakan indikator BTB-NR dalam etanol. Titrasi dihentikan apabila warna merah telah berubah menjadi kehijau-hijauan. Banyaknya NaOH yang dibutuhkan sebanding dengan banyaknya asam laktat yang terbentuk. Sebagai pembanding digunakan media tanpa sumber karbon dan media tanpa diinokulasi dengan kultur bakteri. d. Uji Fisiologis Pengaruh suhu; isolat bakteri pada GYP broth diinkubasikan pada suhu 10, 15, 30, 45, dan 50 0C selama 1/3/5 hari tergantung kecepatan tumbuhnya. Pengamatan dilakukan dengan cara kualitatif yaitu menggunakan kertas yang diberi garis-garis yang diletakkan dibelakang tabung reaksi tempat kultur tumbuh pada saat pengujian. Apabila tumbuh subur garis-garis tidak nampak dengan jelas, sedang apabila kultur tidak tumbuh garis akan nampak jelas. Pengaruh pH; kultur ditumbuhkan pada GYP broth dengan pH awal 3.5 dan 9.0 dengan mengukur pH pertumbuhan kultur dalam GYP broth apabila kurang dari pH 3.5maka ditambah dengan HCl 0.1 N, sedang kalau kondisi medianya asam maka ditambah dengan NaOH (0.1 N) selama 1/3/5 hari tergantung jenis kultur dan diinkubasikan pada suhu 30 0C. Pengamatan dilakukan dengan melihat tingkat kekeruhan media. yaitu menggunakan kertas yang diberi garis-garis yang diletakkan dibelakang tabung reaksi tempat kultur tumbuh pada saat pengujian. Apabila tumbuh subur garis-garis tidak nampak dengan jelas, sedang apabila kultur tidak tumbuh garis akan nampak jelas. e. Penentuan peptidoglikan Sebanyak 5 ml kultur berumur 24 jam disentrifus, massa sel yang diperoleh dicuci 49 dengan aquadest dan disentrifus kembali. Massa sel dihidrolisis dengan 100 µl HCl 25% pada suhu 100 0C selama 2 jam, selanjutnya hidrolisat diaplikasikan pada TLC- cellulose (Merck no 5716), sebagai molekul standar digunakan 2,6 diaminopimelic acid yang dilarutkan dalam aquadest. Pengembangan TLC dilakukan menggunakan solven yang terdiri dari metanol : pidin : air : HCl (80 : 26 : 4 : 10) selama 2,5 jam. Visualisasi dilakukan dengan cara menyemprot TLC dengan 0.2% ninhidrin dalam butanol, selanjutnya dipanaskan pada suhu 100 0C selama beberapa menit sampai muncul spot kuning pada daerah yang sama dengan standar. Uji Antagonis terhadap Bakteri Patogen dan Pembusuk (Metode Difusi Sumuran) Aktivitas penghambatan diujikan pada bakteri patogen Staphylococcus aureus FNCC 004, Salmonella choleraesius JCM 3919, Escheriochia coli FNCC 0091, Vibrio parahaemoliticus JCM 2147, Shigella sp., bakteri pembusuk Proteus sp., bakteri pembentuk histamin Morganella morganii NCTC 2815. bakteri ini diperoleh dari PAU Pangan dan Gizi UGM Yogyakarta. Pengujian dilakukan pada kultur bakteri (masa sel + supernatan) dan supernatan netralnya (hasil sentrifus (pemisahan) kultur bakteri yang ditambah NaOH 0.1 N sampai pH netral). Masing-masing bakteri patogen dan pembusuk yang ditumbuhkan pada media nutrien dalam sumuran dituangi 50 µl kultur atau supernatan netral isolat BAL. Kultur BAL yang memberikan zona jernih adalah kultur yang memiliki daya antagonistik terhadap bakteri yang diuji, sedangkan supernatan netral yang memberikan zona jernih diduga merupakan supernatan BAL penghasil antibakteri selain asam. Besar kecilnya zona jernih yang muncul setara dengan besar kecilnya aktivitas antibakteri yang terdapat pada kultur atau supernatan netralnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil isolasi diperoleh 19 isolat bakteri asam laktat yang dikelompokkan ke dalam 4 genus (Tabel 1) dan hasil identifikasi bakteri asam laktat ke dalam spesies disajikan pada Tabel 2. Semua isolat yang diperoleh selanjutnya diberi nama sesuai dengan dugaan spesies (Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology) dan diikuti dengan nomor isolat. Berdasarkan karakterisitik BAL yang meliputi bentuk sel, pengaturan sel, produksi gas, pengecatan Gram , katalase, motililitas, dekstran, tipe fermentasi dan tipepeptidoglikan pada Tabel 1 disini terlihat bahwa 6 isolat bakteri termasuk ke dalam genus Lactobacillus, 3 isolat genus Leuconostoc, 2 isolat genus Pediococcus dan 8 isolat genus Streptococcus/ Enterococcus. Semua isolat bakteri asam laktat yang didapat adalah Gram positif, katalase negatif dan non motil. Pada Tabel 1 disini terlihat bahwa peptidoglikan pada isolat bakteri asam laktat ada yang mengandung 2,6 diamino pimelic acid (DAP) (+) dan ada juga yang tidak mengandung DAP (-). Bakteri asam laktat menunjukkan hasil positif DAP diartikan mengandung asam diaminopimelat pada dinding selnya, sedangkan hasil negatif (non DAP) diartikan tidak mengandung asam diaminopimelat pada dinding selnya. Variasi peptidoglikan dapat digunakan untuk identifikasi bakteri, hal ini disebabkan adanya variasi penyusun peptida. Selanjutnya diketahui 2,6 diaminopimelic acid (DAP) sebagai kuncinya, karena tidak semua bakteri asam laktat memiliki diaminopimelic acid (DAP) (Rahayu dan Margino, 1997). Semua isolat bakteri asam laktat pada Tabel 1 disini terlihat tidak menghasilkan dekstran, kecuali pada ED 2, ED 18, dan ED 19. Menurut Ray and Sandine (1992), bakteri asam laktat yang menghasilkan dekstran diantaranya adalah Leuconostoc mesenteroides subs. mesenteroides, Leuc. mesenteroides subs dekstranicum dan Leuc. carnosum. Pada Tabel 2 disini terlihat ke-19 isolat (ED 1 – ED 19) mampu memfermentasi glukosa, fruktosa, maltosa, mannosa dan ribosa, sedangkan untuk gula yang lain tergantung dari jenis spesiesnya. Isolat bakteri asam laktat dari Genera Lactobacillus, Leuconostoc dan Pediococcus mampu hidup pada suhu rendah 10 o C (psikrofilik) dan suhu tinggi 45 oC. Genera Streptococcus tidak mampu hidup pada suhu rendah 10 oC, tetapi dapat hidup pada suhu tinggi 45 oC sebaliknya genera Enterococcus mampu hidup pada suhu rendah 10 oC tetapi tidak mampu hidup pada suhu tinggi 50 oC. Agroteksos Vol. 18 No. 1-3, Desember 2008 50 Tabel 1. Karakterisasi Isolat Bakteri Asam Laktat ke dalam Genera Karakteristik Isolat BAL ED 3, 4, 5, 8, 10, 11, ED 1, 6, 7, 9 14, dan 17 12, dan13 Batang Bulat Tunggal/berpasangan Berpasangan +/+ + Hetero/Homo Homo +/+/+/+/+/+/+/DAP NON DAP Lactobacillus Streptococcus/Enter ococcus ED 2, 18, dan 19 Bentuk sel Pengaturan sel Produksi Gas Pengecatan Gram Katalase Motilitas Dekstran Tipe fermentasi Pert. 10 oC Pert. 45 oC Pert. PH 3.5 Pert.pH 9.0 Tipe peptidoglikan GENERA Bulat Berpasangan/rantaian + + +/Hetero +/+/NON DAP Leuconostoc ED 15 dan ED16 Bulat Tetrad + Homo +/+/NON DAP Pediococcus Tabel 2. Karakterisasi Isolat Bakteri Asam Laktat Isolat Standar Isolat Karakteristik ED 7 dan ED 14 L. plantarum Bentuk sel Tipe fermentasi Dekstran Pert. pH 3.5 Pert. pH 9.0 Pert. 15 oC Pert. 45 oC Tipe DAP Batang Homof. + + + DAP Batang Homof. 0 0 + DAP + + + + + + + + + + + + + + + + + d + L. planTarum d + + + + + + + + + d + + + + + + d Pemb. Asam dr.sb.Karbon Arabinosa Selobiosa Fruktosa Galaktosa Glukosa Glukonat Laktosa Maltosa Manitol Manosa Melibiosa Melezitosa Rafinosa Rhamnosa Ribosa Salisin Sorbitol Pati Sukrosa Trehalosa Xylosa (Dugaan) spesies Standar Isolat Standar Isolat Standar Isolat Standar Isolat Standar ED 3, 4, ED 2, L.paraS. P. L. acido- ED 1, 6, L. fer5, 8, 10, ED 15 ED 9 18, dan mesente thermopentophylus dan 17 mentum 11, 12, dan 16 19 -roides philus saeceus dan 13 Batang Batang Batang Batang Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Homof. Homof. Hetero. Hetero. Homof. Homof. Homof. Homof. Hetero. Hetero. + 0 0 + + 0 + 0 + + 0 + 0 + + 0 + + + + + + + + + Non Non Non Non Non Non Non Non Non Non DAP DAP DAP DAP DAP DAP DAP DAP DAP DAP + + + + + + + + + + + + + L. acidophy -lus E. Santoso: Bakteri asam laktat … + + + + + + + + d d + 0 + d - + d + + + d + + d + + + + d + + + L. fermentum d d + + + + + + d + + d + + + d + - d 0 d d 0 + 0 0 0 0 + + + + + Leuc. paramesentroiedes + 0 0 0 0 d 0 0 0 0 + + d 0 + 0 + 0 + + + + + + + d + + d d d + + S. thermophilus d 0 + + + 0 + d d + 0 0 0 d 0 d d 0 + 0 - + d + + + + + + + + + + d + 0 + P. pentosaeceus d d + + + + + d + + 0 + + + 0 + d - 51 Uji Aktivitas Penghambatan terhadap Bakteri Patogen dan Pembusuk (Metode Difusi Agar) Uji aktivitas penghambatan terhadap bakteri patogen dan pembusuk yang dilakukan meliputi kultur bakteri asam laktat dan supernatan netralnya. Semua kultur isolat bakteri asam laktat dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk, sedangkan supernatan netralnya hanya dapat menghambat pertumbuhan sebagian dari bakteri patogen (Escherichia coli FNCC 0091 dan Salmonella choleraesius JCM 3919) dan bakteri pembusuk (Morganella morganii FNCC 0122) seperti terlihat pada Tabel 3. Dari Tabel 3 terlihat bahwa penghambatan kultur bakteri asam laktat terhadap bakteribakteri patogen lebih besar dibandingkan dengan aktivitas penghambatan oleh supernatan netralnya. Hal ini disebabkan aktivitas kultur sebagai penghambat bakteri patogen didukung oleh asam dan komponen-komponen metabolit yang dihasilkan, sedangkan aktivitas supernatan netralnya hanya didukung oleh komponenkomponen metabolit saja (Ray, 1996). Asam yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat mempunyai sifat antibakteri terhadap bakteri patogen enterik. Dilihat dari besarnya penghambatan, kultur bakteri asam laktat hasil isolasi maupun supernatan netralnya yang diduga L. plantarum dan L. fermentum mempunyai kemampuan menghambat bakteri patogen dan bakteri pembusuk yang lebih besar dibanding bakteri asam laktat hasil isolasi yang lain. Hal ini disebabkan adanya komponen antibakteri yang dimiliki dari bakteri tersebut. Tabel 3. Penghambatan oleh Kultur dan Supernatan Netral dari Isolat BAL Cumi-cumi Kering Asin Terhadap Bakteri Patogen dan Pembusuk No. Iso-lat ED 1 ED 2 ED 3 ED 4 ED 5 ED 6 ED 7 ED 8 ED 9 ED 10 ED 11 ED 12 ED 13 ED 14 ED 15 ED 16 ED 17 ED 18 ED 19 Aktivitas Penghambatan Terhadap Bakteri Patogen dan Pembusuk (mm) Dugaan Spesies 1 2 3 4 6 7 8 K S K S K S K S K S K S K L. fermentum 5.2 - 6.4 3.3 5.5 - 6.8 3.1 7.5 - 4.8 - 6.9 Leuc. paramesen2.2 - 2.7 2.4 2.8 - 2.4 1.1 - 2.1 - 2.6 teroides S. thermophylus 2.8 - 2.3 1.2 1.3 - 2.5 1.9 1.8 - 2.8 - 3.7 S. thermophylus 2.4 - 1.2 1.2 2.1 - 2.4 2.1 2.2 - 1.9 - 3.4 S. thermophylus 2.6 - 2.4 2.3 5.3 - 2.6 2.3 - 2.8 - 2.9 L. fermentum 6.5 - 6.5 3.4 6.2 - 5.3 3.4 6.8 6.1 - 7.2 L. plantarum. 7.2 - 6.7 3.2 8.4 - 5.2 3.7 7.7 - 7.7 - 6.3 S. thermophylus 2.5 - 2.8 3.3 - 2.4 3.6 - 4.1 - 3.4 L. acidophylus 3.7 - 2.6 2.3 2.2 - 4.2 2.1 3.2 - 2.8 - 3.2 S. thermophylus 3.7 - 2.6 2.1 2.2 - 4.2 2.1 4.2 - 3.8 - 3.2 S. thermophylus 2.5 - 4.5 5.2 - 3.3 3.8 2.1 - 2.2 S. thermophylus 3.2 - 3.7 1.5 2.4 - 4.2 1.2 2.7 - 2.7 - 3.3 S. thermophylus 2.5 - 2.8 3.3 - 2.4 3.6 - 4.1 - 3.4 L. plantarum. 5.4 - 6.8 2.3 6.6 - 6.2 3.4 6.8 - 6.6 - 7.8 P. pentosaeceus 3.1 - 3.3 2.1 3.3 - 2.7 2.1 - 2.4 - 2.4 P. pentosaeceus 3.6 - 3.7 2.3 - 4.3 1.4 4.2 - 3.6 - 4.3 L. fermentum 5.5 - 6.9 3.4 6.2 - 5.7 3.4 6.4 - 6.3 - 6.2 Leuc. paramesen2.3 - 2.8 2.8 - 3.3 2.8 - 2.8 - 2.6 teroides Leuc. paramesen2.8 - 2.7 1.3 2.3 - 2.9 2.3 -. 2.3 - 2.8 teroides 9 S - K 6.3 2.7 S 2.4 - - 2.5 3.4 3.5 6.8 6.6 3.5 1.2 1.2 2.8 4.6 3.5 6.2 2.3 4.2 6.3 2.4 2.0 1.2 3.6 3.5 1.2 1.4 3.5 3.1 - - 2.2 1.1 Ket. Penghambatan dinyatakan dalam milimeter (mm) yang diukur dari pinggiran sumuran sampai lingkaran luar zona jernih. (K = kultur; S = Supernatan) l. Staphylococcus aures FNCC 0047; 2. Escherichia coli FNCC 0091; 3 Salmonella choleraesius JCM 3919; 4. Shigella sp.; 5. Vibrio parahaemoliticus JCM 2147; 6. Listeria monocytogenes Atcc 7644, 7. Bacillus cereus FNCC 0057; 8. Psudomonas fluorescens FNCC 0070; 9. Morganella morganii FNCC 0122. Agroteksos Vol. 18 No. 1-3, Desember 2008 52 Menurut Djaafar et al., (1996) pada Lactobacillus sp TGR-2 yang kemudian teridentifikasi sebagai Lactobacillus plantarum ternyata bakteri tersebut mampu menghasilkan bakteriosin yang dapat menghambat partumbuhan Staphilocccocus aureus FNCC 0047, Morganella morganii FNCC 0050, dan Bacillus aureus FNCC 0057. Menurut Rahayu et al., (1986) Lactobacillus plantarum mempunyai efek penghambatan terhadap Staphilococcus epidermis di dalam ham dan Vibrio parahaemoliticus dalam udang. Lebih lanjut Atrih et al., (1993) melaporkan bahwa Lactobacillus plantarum C19 mampu menghasilkan plantaricin C19 yang mempunyai protein antimikrobia dengan sifat mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk. Hasil uji penghambatan kultur dan supernatan BAL seperti terlihat pada Gambar 1 – Gambar 3. Hidrogen peroksida yang diproduksi bakteri asam laktat untuk melindungi dari keracunan oksigen, ternyata dapat menghasilkan radikal hidroksi yang sangat reaktif dan dapat merusak komponen sel penting semacam membran lemak dan DNA bakteri patogen dan pembusuk (Daeschel et al., 1989). 22 18 19 Gambar 1. Penghambatan antimikrobia L. plantarum ED 7 terhadap Salmonella choleraesius JCM 3919 dengan konsentrasi 50 μl. Keterangan : 22, 19, dan 18 adalah nomer isolat bakteri pada gambar sebelahnya. 27 22 9 Gambar 2. Penghambatan antimikrobia L. plantarum ED 7 terhadap Vibrio parahaymoliticus JCM 2147 dengan konsentrasi 50 μl. Keterangan : 9, 22, dan 27 adalah nomer isolat bakteri pada gambar sebelahnya. 13 22 7 Gambar 3. Penghambatan antimikrobia L. plantarum ED 7 terhadap Morganella morganii NCTC 2815. dengan konsentrasi 50 μl. Keterangan : 7, 13, dan 22 adalah nomer isolat bakteri pada gambar sebelahnya. E. Santoso: Bakteri asam laktat … 53 KESIMPULAN Bakteri asam laktat yang paling dominan pada cumi-cumi asin kering adalah dari genera Streptococcus (S. thermophillus), yang kemudian diikuti genera Laktibacillus (L. plantarum L. acidophylus, L. fermentum), genera Leuconostoc (Leuc. Paramesentroides). dan genera Pediococcus (P. pentosaeceus). Semua bakteri asam laktat mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen dan pembusuk, sedangkan supernatannya hanya mampu menghambat bakteri E. choli, Shigella dan Morganella morganii. DAFTAR PUSTAKA Atmadjaja, J.S., Sudarmadji, S., Sugiharto, E., Rahayu, E.S. 1996. Isolation and Identification Histamine Forming Bacteria from Indonesian Little Tuna (Euthynnus sp.). Indonesian Food and Nutrition Progress. Vol. 2, No. 1. Atrih, T., T.R. Klaenhammer and L. Latellier. 1994. Kinetic studi on the of Lactacin F.A Bacteriocin Produced by Lactobacillus johnsonni that Forms Poration Complexes in the Cytoplasmic Membrane. Appl. Environ Microbiol. 60: 1006-1013. Budhyatni, S., Murtini, J.T dan Rosmawati, 1982. Studi mikroflora pada Ikan Terfermentasi. Journal Penelitian Tek. Perikanan No. 16. 1982. BPTP. Jakarta. Frazier, W.C., and Westhoff. 1984. Food Microbiology. Tata Mc. Graw-Hill. Publ. Co., Ltd., New Delhi. P. 243-254. Netteton J.A. 1993. Are n-3 fatty Acids Essensial Nutrients for fetal and Infant Development. J. Am. Diet. Assoc. 93 (1): 59-64. Rahayu, E.S., dan Margino, S., 1997. Bacteri Asam Laktat : Isolasi dan Identifikasi. Materi Workshop. Diselenggarakan PAU Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta, 13 dan 14 Juni 1997. Rahayu, E.S., Djaafar, T.F., Wibowo, D., and Sudarmadji, S., 1996. Lactic Acid Bacteria from Indigenous Fermented Foods and Their Antimicrobial activity, Journal Indonesian food and Nutrition Progress, Vol. 3. No. 2 : 21-27. Ray, B and Sandine W.E., 1992. Acetic, Propionic, and Lactic acid of starter culture bacteria as biopreservatives of microbial origin. Ed. B. Ray and M. Daeschel. CRC Press, Mexiko. Ray, B. 1996. Fundamental Food Microbiology. CRC Press. Boca Raton. Florida. Shimada, Y.A. Sugihara, H. Nakano, T. Kuramoto, T. Nagano, M. Gemba, dan Y. Tominaga 1997. Purification of DHA by Selective Esterification of Fatty Acids from Tuna Oils with Rhizopus delemar Lipase. J. Qam. Oil Chem. Soc. 74 : 97 –101. Daengsubha, W., 1978. Fish fermentation ASEAN Work Shop on Solid Substrate Fermentation, Bandung. Indonesia. Sikorski, 1979. Structure and Proteins of Fish and Shell Fish Part II in Cornet. J.J. (ed) advances in Fish Science and Tecnologi. Fishery News Book Ltd., Farnham, Surrey. Daeschel, M.A. 1989. Antimicrobial Substance from Lactic Acid Bacteria for Use as Food Preservatives. Food Technology : 164-169. Sunarya. 1998. Sumber Chepalopoda Indonesia. LIPI. Jakarta. Daniel, M., 1999. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Halophilik dari Produk Ikan Terfermentasi dan Produk Penggaraman Ikan. Tesis. Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta. Djaafar, T. F., 1996. Bakteri Asam Laktat Dari makanan Tradisional dan Potensi Bakteriosinnya, Tesis S-2. Program Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. di Yunizal, J.T, Murtini, Suparno, S. Saleh, M. Tampubolon, Y.N. Fawzya, H.E. Irianto, T.D., Suryaningrum, N. Hak B. Puroliwoto dan Sabarudin. 1996. Penelitian Teknologi Pengolahan Konsentrat Asam Lemak Omega- 3 dari Hasil Samping Pengalengan dan Penepungan Ikan lemuru (S.L) Laporan Teknis, Balai Penelitian Perikanan Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.Jakarta. Agroteksos Vol. 18 No. 1-3, Desember 2008