1 PENDAHULUAN Latar Belakang Lanjut Usia (lansia) merupakan tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Pada dasawarsa ini jumlah penduduk lansia mengalami peningkatan yang cukup mencolok. Peningkatan ini menurut para ahli terjadi di hampir semua negara termasuk kawasan Asia seperti Jepang, Hongkong, Singapore, Korea, China, Thailand, dan Indonesia. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1980 jumlah penduduk lansia di Asia Tenggara mencapai 13.146 juta jiwa atau sama dengan 3.7 %, pada tahun 1990 meningkat menjadi 3.9% ( 17.147 juta jiwa), tahun 2000 menjadi 4.7% (24.893 juta jiwa) dan diperkirakan pada tahun 2025 mencapai 7.2% dari jumlah penduduk (Hardywinoto dan Setiabudhi, 2005). Peningkatan jumlah penduduk lansia sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980 : 55.30 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun serta tahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000 diacu dalam Suhartini 2004). Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Sejak tahun 2000 penduduk Indonesia sudah tergolong berstruktur tua. Suatu wilayah disebut berstruktur tua jika persentase lansia lebih dari 7 persen . Jika dilihat sebaran penduduk lansia menurut provinsi, persentase penduduk lansia di atas 10 persen ada di provinsi D.I. Yogyakarta (14,02 persen), Jawa Tengah (10,99 persen), Jawa Timur (10,92 persen) dan Bali (10,79 persen) (Komnas Lansia 2009) Peningkatan jumlah penduduk lansia ini antara lain disebabkan membaiknya tingkat sosial ekonomi masyarakat, kemajuan di bidang pelayanan kesehatan, dan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat. Peningkatan jumlah lansia akan membawa dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi baik dalam keluarga atau masyarakat luas. Implikasi ekonomis yang penting dari meningkatnya jumlah penduduk adalah peningkatan dalam rasio ketergantungan lansia (old age ratio dependency). Hal ini berarti bahwa setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk lansia. Wirakartakusuma dan Anwar (1994) dalam Suhartini (2004) memperkirakan angka ketergantungan 2 lansia pada tahun 1995 adalah 6,93% dan tahun 2015 menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong tujuh orang lansia yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong sembilan orang lansia yang berumur 65 tahun ke atas. Adanya peningkatan jumlah penduduk lansia yang besar, menyebabkan beban ekonomi, sosial bertambah dan untuk mengurangi beban tersebut perlu ada pemanfaatan potensi lansia. Segala potensi yang dimiliki oleh lansia bisa dijaga, dipelihara, dirawat dan dipertahankan bahkan diaktualisasikan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal (optimum Aging). Optimum aging bisa diartikan sebagai kondisi fungsional lansia berada pada keadaan maksimum atau optimal, sehingga memungkinkan tuanya bisa menikmati masa dengan penuh makna, membahagiakan, berguna dan berkualitas. Proses penuaan menjadi lansia adalah sebuah proses alamiah bagi setiap manusia yang tidak bisa dihindari oleh siapa pun dalam kedudukan apapun. Hurlock (1994) menguraikan permasalahan umum yang berhubungan dengan lansia, antara lain ; (1) keadaan fisik lemah dan tidak berdaya, (2) status ekonominya sangat terancam, (3) penyesuaian kondisi hidup dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik, (4) mengembangkan kegiatan baru yang lebih cocok untuk orang yang berusia lanjut, dan lain-lain. Penurunan kondisi fisik lansia berpengaruh pada kondisi psikis. Secara fisik, berubahnya penampilan dan menurunnya fungsi panca indra dapat menyebabkan para lansia merasa rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi dan masalah psikis adalah rasa kesepian. Permasalahan lain yang dialami para lansia adalah pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan sandang, pangan, perumahan, kesehatan, rekreasi dan sosial. Kondisi fisik dan psikis para lansia yang menurun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat, seperti kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perawatan bagi yang menderita penyakit ketuaan dan kebutuhan rekreasi. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari lansia berasal dari pensiun, tabungan, bantuan keluarga dan lain-lain. Bagi lansia yang memiliki asset dan tabungan cukup, tidak terlalu banyak masalah, tetapi bagi lansia yang tidak memiliki jaminan hari tua dan tidak memiliki aset dan tabungan yang cukup maka pilihan untuk memperoleh pendapatan jadi semakin terbatas (Silitonga 2007). 3 Kualitas hidup penduduk lansia umumnya masih rendah. Kondisi ini dapat terlihat dari sebagian besar penduduk lansia tidak/belum pernah sekolah dan tidak tamat SD. Jika dibandingkan antar jenis kelamin, pendidikan tertinggi yang ditamatkan lanjut usia perempuan secara umum lebih rendah dibandingkan lansia laki-laki (BPS 2007 dalam Komnas Lansia 2009)). Tabel 1 : Persentase penduduk lansia menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jenis kelamin 2005, 2007 dan 2009. Tingkat pendidikan yang ditamatkan (1) Tdk/blm pernah sekolah Tdk Tamat SD SD SMP SMA PT Jumlah 2005 2007 2009 L (2) 24.62 P (3) 51.21 L+P (4) 38.53 L (5) 20.61 P (6) 49.47 L+P (7) 36.12 L (8) 17.87 P (9) 44.53 L+P (10) 32.28 33.27 25.96 6.50 7.10 2.55 100 27.49 14.76 3.30 2.69 0.54 100 30.25 20.10 4.83 4.79 1.50 100 32.27 27.48 7.78 8.20 3.66 100 27.27 15.16 4.01 3.29 0.81 100 29.58 20.86 5.75 5.56 2.13 100 31.44 29.27 7.69 9.78 3.96 100 27.89 17.68 4.30 4.33 1.27 100 29.52 23.01 5.85 6.83 2.51 100 Sumber : BPS RI-Susenas 2005, 2007 dan 2009 (Komnas Lansia, 2009) Selain pendidikan, penduduk lansia juga mengalami masalah kesehatan. Lansia yang sakit-sakitan akan menjadi beban bagi keluarga, masyarakat dan bahkan pemerintah, sehingga akan menjadi beban dalam pembangunan. Oleh sebab itu, harus diusahakan masa lansia tetap sehat, produktif dan mandiri. Hal ini tidak akan tercapai bila tidak mempersiapkan masa lansia sejak usia dini. Dari sisi ekonomi, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penduduk lansia masih cukup tinggi, pada tahun 2009, TPAK penduduk lansia sebesar 47,85 persen. TPAK penduduk lansia laki-laki (63,65 persen) hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan lansia perempuan (33,84 persen). Dari hasil penelitian yang dilakukan Komnas Lansia pada tahun 2008, ditemukan bahwa alasan paling umum lansia masih bekerja adalah karena ekonomi yang tidak mencukupi, alasan lain adalah karena ingin tetap aktif dan mandiri, sedangkan alasan lansia tidak bekerja adalah karena kesehatan yang memburuk (Komnas Lansia , 2009) Arah kebijakan tentang lansia sebenarnya lebih menitik beratkan pada keluarga sebagai penanggungjawab utama terhadap lansia. Dalam hal ini dukungan dari keluarga diharapkan menjadi kunci utama untuk kesejahteraan lansia, namun pada kenyataannya di berbagai negara terjadi penurunan dukungan dari anak terhadap lansia. Bagi lansia yang mandiri secara finansial, dukungan yang perlu diberikan adalah perawatan, namun seiring dengan meningkatnya jumlah wanita yang memasuki sektor publik mengakibatkan 4 berkurangnya curahan waktu yang diberikan untuk merawat lansia sehingga diperlukan peran pengganti (Noveria, 2000) Dukungan dari keluarga sangat diperlukan oleh para lansia baik dukungan sosial maupun ekonomi. Dukungan keluarga dapat memberikan kekuatan satu sama lain dan kemampuan anggota keluarga menciptakan suasana saling memiliki untuk memenuhi kebutuhan pada perkembangan keluarga usia lanjut. Keluarga merupakan tempat berlindung dari tekanantekanan fisik maupun psikis yang datang dari lingkungannya. Dengan dukungan yang diperoleh dari keluarga, lansia akan mencapai kualitas hidup yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan lansia. Rumusan Masalah Peningkatan jumlah penduduk lansia ini sebagai konsekuensi dari peningkatan usia harapan hidup. Peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia ini merupakan indikasi berhasilnya pembangunan jangka panjang salah satu di antaranya yaitu bertambah baiknya keadaan ekonomi dan taraf hidup masyarakat. Peningkatan jumlah penduduk lansia di seluruh dunia, dan khususnya di Indonesia, memunculkan permasalahan tersendiri, terutama dari sisi kesiapan pemerintah serta masyarakat untuk mendukung kehidupan dan menjamin kesejahteraan lansia. Permasalahan terbesar yang menimpa lansia adalah masalah kesehatan, penurunan kondisi fisik dan kesepian. Sehingga penting kiranya melihat dukungan sosial lansia guna membantu lansia dalam menyesuaikan diri dengan kondisi tuanya. Menurut Kuntjoro (2002) dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orangorang tertentu dalam kehidupannya dan berada pada lingkungan sosial tertentu yang membuat si penerima merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai. Dengan semakin meningkatnya penduduk lansia, dibutuhkan perhatian dari semua pihak dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan penuaan penduduk. Fenomena ini menimbulkan permasalahan global. Permasalahan ini disebabkan keterbatasan lansia terutama karena faktor usia dan biologis. Bantuan dan perlindungan bagi lansia diperlukan di berbagai bidang seperti kesempatan kerja, kesehatan, pendidikan dan pelatihan, kemudahan dalam penggunaan fasilitas dan sarana serta prasarana umum, kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum, keagamaan, dan lain-lain. 5 Selain itu lansia yang berpengalaman dan memiliki keahlian perlu diberi kesempatan untuk tetap turut serta berpartisipasi dalam pembangunan dan hidup bermasyarakat (Komnas Lansia, 2009). Arah kebijakan lansia sebenarnya lebih menitik beratkan pada keluarga sebagai penanggungjawab utama terhadap lansia. Dalam hal ini dukungan dari keluarga diharapkan menjadi kunci utama untuk kesejahteraan lansia . Kebijakan pemerintah untuk membangun perumahan dalam ukuran yang kecil menyebabkan lansia tidak dapat hidup dengan anak karena keterbatasan tempat tinggal (Kantor Meneg Kependudukan/BKKBN ,1998). Perubahan sosial di masyarakat yaitu perubahan struktur keluarga dari keluarga luas (extended family) ke keluarga inti (nuclear family) ikut membawa perubahan terhadap lansia. Sebelumnya lansia tinggal bersama dalam satu rumah dengan anggota keluarga lainnya, namun perubahan menyebabkan lansia tinggal terpisah dengan anak-anak. Demikian juga di zaman modernisasi, hubungan orang muda dan orang tua semakin renggang. Kesibukan yang melanda kaum muda hampir menyita seluruh waktunya, sehingga hanya memiliki sedikit waktu untuk memikirkan orang tua. Kondisi seperti ini menyebabkan kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, kurangnya perhatian dan pemberian perawatan terhadap orang tua. Keluarga, sebagai bagian dari suatu komunitas masyarakat, merupakan lingkaran terdekat dan merupakan sumber utama dari dukungan sosial yang dimiliki lansia. Walaupun demikian, bagi anak yang harus menjaga dan mengurus orang tua yang sudah lansia tidaklah mudah, dan sering kali menimbulkan kecemasan dan tekanan. Ada tiga sumber tekanan bagi keluarga yang harus mengurus lansia: (1) Kesulitan menghadapi kenyataan menurunnya kemampuan orang tua, terutama bila melibatkan penurunan kemampuan kognitifnya. Bila keluarga tidak memahami penyebab-penyebab, ketidaktahuan ini akan menimbulkan kecemasan, ambivalensi, serta sikap antagonis terhadap orang tua yang sudah lansia; (2) Bila situasi membuat lansia merasa terkungkung, atau sampai menganggu peran serta tanggung jawab anak (misalnya sebagai istri/suami, orang tua, karyawan), maka akan menimbulkan perasaan marah dan rasa bersalah, di samping kecemasan dan depresi, baik bagi lansia itu sendiri maupun anak atau keluarga yang mengurusnya; (3) Bila keluarga sebagai penanggung jawab utama terhadap lansia maka bentuk 6 tanggung jawab seperti apa yang harus diberikan oleh keluarga dan seberapa tanggung jawab tersebut harus dilakukan (Achir 2001). Kondisi perkotaan yang berpacu untuk memperoleh kekuasaan dan kekayaan banyak menimbulkan rasa kecemasan, ketegangan, ketakutan, bagi penduduknya yang dapat menyebabkan penyakit mental. Kondisi perkotaan yang besifat individualisme menyebabkan kontak sosial menjadi longgar sehingga penduduk merasa tidak aman, kesepian dan ketakutan. Untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia lansia perlu mengetahui kondisi lanjut usia di masa lalu dan masa sekarang sehingga orang lanjut usia dapat diarahkan menuju kondisi kemandirian. Sehubungan dengan kepentingan tersebut perlu diketahui kondisi lansia yang menyangkut kondisi kesehatan, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial. Dengan mengetahui kondisi-kondisi itu, maka keluarga, pemerintah, masyarakat atau lembaga sosial lainnya dapat memberikan perlakuan sesuai dengan masalah yang menyebabkan lansia tergantung pada orang lain. Lansia dapat mengatasi persoalan hidupnya maka dapat ikut serta mengisi pembangunan salah satunya yaitu tidak tergantung pada orang lain, dengan demikian angka ratio ketergantungan akan menurun, sehingga beban pemerintah akan berkurang (Wiratakusumah 2002). Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti, yaitu : 1. Bagaimana karakteristik lansia yang hidup mandiri dan hidup dengan anak? 2. Bagaimana dukungan sosial dan ekonomi lansia yang hidup mandiri dan hidup dengan anak? 3. Bagaimana kualitas hidup dan kesejahteraan lansia yang mandiri dan hidup dengan anak? 4. Seberapa besar hubungan dukungan sosial dan ekonomi keluarga terhadap kualitas hidup lansia ? 5. Apakah ada hubungan antara kualitas hidup dengan kesejahteraan lansia? 6. Faktor-faktor apakah kesejahteraan lansia ? yang mempengaruhi kualitas hidup dan 7 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui pengaruh dukungan ekonomi dan sosial keluarga terhadap kualitas hidup lansia untuk meningkatkan kesejahteraan lansia. Tujuan Khusus Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis perbedaan karakteritik sosial dan ekonomi, dukungan sosial, dukungan ekonomi, kualitas hidup dan kesejahteraan lansia yang mandiri dan hidup dengan anak. 2. Menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi , dukungan sosial, dukungan ekonomi dengan kualitas hidup dan kesejahteraan lansia, 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup dan kesejahteraan lansia. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi keluarga agar dapat memenuhi kebutuhan lansia guna meningkatkan kualitas hidup lansia. Dan dapat menjadikan acuan bagi lansia untuk mengatasi persoalan-persoalan hidup lansia sehingga para lansia dapat hidup mandiri. 2. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi penelitian lansia selanjutnya terutama ditinjau dari segi ilmu keluarga dan sebagai panduan untuk bahan ajar bagi para pendidik dibidang ilmu keluarga khususnya lansia. 3. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapakan akan dapat menjadikan informasi untuk pemerintah dalam menentukan kebijakan yang berkaiatan dengan permasalahan lansia mengingat Indonesia saat ini sedang memasuki negara berstruktur lanjut usia. 8 4. Bagi LSM Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk para LSM agar dapat membuat program-program pemberdayaan masyarakat khususnya program untuk lansia.