TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM PADA TAHAP PERSIDANGAN (Studi Pada Pengadilan Negeri Surakarta) Oleh: Habraham Okky Fawzi Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah memberikan perlindungan hukum bagi anak yang berkonflik sehingga anak sebagai generasi dan harapan penerus bangsa tetap terjamin hak-haknya sebagai anak yang sepantasnya mendapatkan perlindungan dari Negara. Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengkaji pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum pada tahap persidangan di Pengadilan Negeri Surakarta. 2) Mengkaji hambatan-hambatan yang dialami oleh Pengadilan Negeri Surakarta dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum pada tahap persidangan. Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis sosiologis, spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Sumber data menggunakan data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan/studi dokumen dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa : Pelaksanaan perlindungan hak-hak anak sebagai terdakwa dalam proses pemeriksaan oleh Pengadilan Negeri Surakarta sudah berjalan baik sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Mengenai hak-hak yang sudah terpenuhi dan pelaksanaannya berjalan dengan baik seperti : hak untuk menjalani sidang secara tertutup, hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada hakim, hak untuk didampingi oleh Penasihat Hukum, hak untuk melakukan pembelaan atau pledoi dan hak untuk tidak dibebani kewajiban pembuktian, hak untuk didampingi orang tua atau wali, hak untuk didampingi BAPAS (Balai Pemasyarakatan) serta hakim bersifat tunggal. Proses pemeriksaan sidang anak di Pengadilan Negeri Surakarta tidak sepenuhnya berjalan lancar, namun juga menemui beberapa kendala yang dihadapi. Kendala-kendala tersebut antara lain : keterbatasan jumlah Hakim Anak atau Hakim yang khusus menangani perkara pidana anak di Pengadilan Negeri Surakarta, tidak adanya ruang sidang khusus untuk sidang pengadilan anak di Pengadilan Negeri Surakarta, kurangnya pengetahuan terdakwa terhadap hak-hak yang dimilikinya, tidak adanya tempat untuk tahan anak sehingga tahanan anak harus digabung dengan tahanan dewasa dalam arti tahanan anak dengan tahanan dewasa tidak dipisahkan sehingga dapat berpengaruh buruk bagi tahanan anak. Upaya yang ditempuh oleh Pengadilan Negeri Surakarta untuk mengatasi kendala antara lain : Memberikan penjelasan atau penerangan kepada anak yang sedang berperkara mengenai masalah hukum, baik menyangkut jalannya pemeriksaan maupun hak-haknya dalam proses peradilan. Memberikan bantuan hukum kepada anak dengan menawarkan atau menyediakan penasehat hukum secara cuma-cuma. Mengadakan kerjasama dengan organisasi-organisasi sosial yang bergerak dibidang sosial serta pendidikan yang bertujuan untuk membina anak dan tetap diterima secara wajar dilingkungan pendidikannya hal ini dapat mencegah anak untuk mengulangi perbuatannya lagi. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa di masa yang akan datang, yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara seimbang. Anak adalah masa depan suatu bangsa, oleh karena itu perlu dibina dan dilindungi agar kelak anak-anak tersebut tumbuh menjadi manusia pembangunan yang berkualitas tinggi. Salah satu cara pembinaan dan perlindungan adalah dengan adanya hukum1. Peraturan yang telah ada yang diharapkan mampu memberikan perlindungan terhadap anak pada kenyataannya masih belum menggembirakan. Nasib anak yang berkonflik dengan hukum belum seindah ungkapan verbal yang seringkali kerap kita dengar memposisikan anak bernilai, penting, penerus masa depan bangsa dan sejumlah simbolik lainnya. Hak-hak anak sebagaimana dimaksud dalam dokumen hukum mengenai perlindungan hak-hak anak masih belum cukup ampuh bisa menyingkirkan keadaan yang buruk bagi anak. Penegakan hak-hak anak sebagai manusia dan anak sebagai anak ternyata masih memprihatinkan. problematika anak sampai saat ini belum menarik banyak pihak untuk membelanya. Kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku kehidupan masyarakat masih menyimpan masalah anak. 1 Dewasa ini kenakalan dan kejahatan yang dilakukan anak terus mengalami peningkatan seperti penyalahgunaan narkotika, perampokan, pencurian dan pemerkosaan, perusakan barang dan sebagainya. Fakta-fakta sosial yang belakangan ini terjadi dalam kehidupan bermasyarakat adalah permasalahan yang terkait anak, dimana dalam kehidupan sosial yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor tersebut, kita dihadapkan lagi dengan permasalahan penanganan anak yang diduga melakukan tindak pidana. Anak-anak nakal perlu ditangani melalui suatu lembaga peradilan khusus karena anak tidak mungkin diperlakukan sama sebagaimana orang dewasa. Pasal 25 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa: “Di lingkungan Peradilan Umum dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan undang-undang”. Peradilan Anak merupakan salah satu Peradilan Khusus yang menangani perkara pidana anak, disamping adanya beberapa Peradilan Khusus lain yang berlaku di Indonesia, yaitu Peradilan Lalu Lintas Jalan dan Peradilan Ekonomi (sesuai dengan yang tercantum dalam penjelasan pasal demi pasal pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986. Perhatian terhadap anakpun dari hari ke hari semakin serius dimana untuk menjamin perlindungan terhadap hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum, perlu adanya pengaturan hukum yang lebih pasti. Adapun Peraturan Perundang-undangan yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan hak terhadap anak antara lain : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dimana secara substansinya Undang-Undang tersebut mengatur hak-hak anak yang berupa, hak hidup, hak atas nama, hak pendidikan, hak 1 Muhammad Joni dan zulchaina Z Tanamas, 1999, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi hak Anak, Bandung , PT Citra Aditya Bakti, hlm. 1. 2 kesehatan dasar, hak untuk beribadah menurut agamanya, hak berekspresi, berpikir, bermain, berkreasi, beristirahat, bergaul dan hak jaminan sosial. Peraturan perlindungan hukum terhadap anak dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia sudah sangat banyak mengatur hak-hak anak dalam memberikan perlindungan hukum bagi anak yang berkonflik dengan hukum atau dengan kata lain anak pelaku tindak pidana. Secara khusus yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mampu memberikan perlindungan hukum bagi anak yang berkonflik sehingga anak sebagai generasi dan harapan penerus bangsa tetap terjamin hak-haknya sebagai anak yang sepantasnya mendapatkan perlindungan dari Negara. Menghadapi dan menangani proses peradilan anak yang terlibat tindak pidana, maka hal yang pertama yang tidak boleh dilupakan adalah melihat kedudukannya sebagai anak dengan semua sifat dan ciri-cirinya yang khusus, dengan demikian orientasinya adalah bertolak dari konsep perlindungan terhadap anak dalam proses penangannya sehingga hal ini akan berpijak pada konsep kejahteraan anak dan kepentingan anak tersebut. Penanganan anak dalam proses hukumnya memerlukan pendekatan, pelayanan, perlakuan, perawatan serta perlindungan yang khusus bagi anak dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Alasan lain bahwa Indonesia sebagai negara yang tunduk dalam Konvensi Hak Anak yang mengatur prinsip perlindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat, karena belum secara komprehensif memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu diganti dengan undang-undang baru. 2 Pemerintah berupaya untuk memperbaiki sistem perlindungan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang kemudian disingkat dengan SPPA yang disahkan pada tanggal 3 Juli tahun 2012. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum pada tahap persidangan di Pengadilan Negeri Surakarta? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang dialami oleh Pengadilan Negeri Surakarta dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum pada tahap persidangan? TUJUAN PENELITIAN 1. Mengkaji pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum pada tahap persidangan di Pengadilan Negeri Surakarta. 2. Mengkaji hambatan-hambatan yang dialami oleh Pengadilan Negeri Surakarta dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum pada tahap persidangan. 2 Nashriana. 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.5 3 METODE PENELITIAN Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis sosiologis, spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Sumber data menggunakan data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan/studi dokumen dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Pada Tahap Persidangan di Pengadilan Negeri Surakarta Dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menjelaskan bahwa “Anak disidangkan dalam ruang sidang khusus Anak”. Hakim dalam hal perkara anak adalah hakim anak (Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). Penanganan perkara tindak pidana pencurian dengan pelaku anak, menurut Bapak H. Teguh Harianto, SH, M.Hum selaku Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, menjelaskan bahwa pengadilan mempunyai kebijakan khusus dalam hal penanganan perkara anak. Misalnya, dalam persidangan dengan pelaku anak hanya ada satu hakim/hakim tunggal. Pada persidangan perkara anak, hakim, jaksa, penyidik maupun advokat tidak menggunakan toga dan atribut dinas. Hakim, jaksa, penyidik maupun advokat tidak boleh menggunakan seragam seperti saat persidangan dengan pelaku dewasa. Minimal menggunakan baju batik pada saat persidangan dengan pelaku anak. 3 Hal itu sesuai dengan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak bahwa “penyidik, penuntut umum, hakim, pembimbing kemasyarakatan, advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara anak, anak korban, dan/atau anak aksi tidak memakai toga atau atribut kedinasan”. Kemudian untuk pemberian hukuman tidak boleh setara dengan orang dewasa. Anak maksimum pidana penjaranya adalah setengah dari maksimum pidana penjara bagi orang dewasa (Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak) dan ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (Pasal 85 ayat (1) UndangUndang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). Alasannya karena anak sebagai pelaku tindak pidana harus dibedakan dengan orang dewasa demi pertumbuhannya di masa yang akan datang. 4 Menurut Bapak H. Teguh Harianto, SH, M.Hum, selaku Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, menjelaskan proses penanganan perkara tindak pidana pencurian dengan pelaku anak di Surakarta pada tingkat Pengadilan Negeri, yaitu: 5 3 H. Teguh Harianto, SH, M.Hum, Hakim Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Kamis, 16 Juli 2015, pukul 08:26 WIB 4 H. Teguh Harianto, SH, M.Hum, Hakim Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Kamis, 16 Juli 2015, pukul 08:26 WIB 5 H. Teguh Harianto, SH, M.Hum, Hakim Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Kamis, 16 Juli 2015, pukul 08:26 WIB 4 1) Penetapan majelis hakim Pengadilan wajib menetapkan hakim dalam menangani perkara anak setelah menerima berkas perkara dari penuntut umum dengan jangka waktu 3 hari (Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 2) Sidang Dibuka dan Dinyatakan Tertutup Untuk Umum Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada persidangan anak hakim, jaksa, penyidik maupun advokat tidak menggunakan toga dan atribut dinas (Pasal 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). Anak disidangkan dalam ruang sidang khusus anak, di mana ruang tunggu sidang anak dipisahkan dari ruang tunggu sidang orang dewasa, dan waktu sidang anak didahulukan dari sidang orang dewasa (Pasal 53 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). Karena mengenai perkara pencurian dengan pelaku anak maka sidang dibuka dengan majelis hakim mengucapkan “sidang tertutup untuk umum”. Sesuai dengan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak: ”Hakim memeriksa perkara Anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan”. Pelanggaran terhadap ketentuan ini berakibat putusan menjadi batal demi hukum. Persidangan yang tertutup untuk umum digambarkan dengan tertutupnya semua pintu ruangan sidang. Setelah pernyataan tersebut diucapkan, hakim memanggil masuk terdakwa beserta orangtuanya, wali, atau orang tua asuh, penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan. Tujuan persidangan tertutup untuk umum adalah karena segala hal yang terkait dengan pencurian merupakan suatu hal yang bukan untuk dipertunjukkan bagi masyarakat umum. Sedangkan bagi pelaku, sidang tertutup diselenggarakan dengan tujuan agar mengadili anak jangan terlalu banyak kekuasaan dan terlalu sedikit pengetahuan. Mengadili anak bukan bermaksud menghukum tetapi membantu, membina dan membimbing anak kearah kedewasaan. Selain itu menghindari suasana pengadilan yang bersifat formalistis menakutkan anak dengan memungkinkan lebih memberi pengaruh buruk terhadap perkembangan jiwa anak. 3) Pembacaan dakwaan oleh penuntut umum yang kemudian dilanjutkan pembacaan laporan hasil penelitian kemasyarakatan (Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak) Hakim mempersilahkan penuntut umum untuk membacakan dakwaannya. Menyangkut surat dakwaan yang dibuat harus memenuhi syarat formil dan materil. Mengenai syarat surat dakwaan di atur pada Pasal 143 ayat (2) KUHAP yang berbunyi: (2) Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditanda tangani serta berisi: a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka. b. Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana lakukan. 5 Ketentuan huruf a pada Pasal di atas merupakan syarat formal yaitu menyangkut identitas terdakwa. Sedangkan pada huruf b pada pasal diatas merupakan syarat materil sehingga apabila dakwaan tidak memenuhi ketentuan ini maka dinyatakan batal demi hukum (Pasal 143 ayat (3) KUHAP). Dalam membuat surat dakwaan penuntut umum dapat menyusun secara tunggal, subsidaritas, alternatif, atau kumulatif, hal ini tergantung pada hasil penyidikan yang tertuang dalam penuntutan. Setelah surat dakwaan dibacakan, maka ketua sidang akan menanyakan kepada terdakwa apakah isi surat dakwaan sudah jelas. Jika masih belum jelas maka ketua sidang dapat meminta penuntut umum untuk menjelaskannya. Selanjutnya pembacaan laporan hasil penelitian masyarakat oleh pembimbing kemasyarakatan. Dalam Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, laporan tersebut berisi: a. Data pribadi anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial; b. Latar belakang dilakukannya tindak pidana; c. Keadaan korban dalam hal ada korban dalam tindak pidana terhadap tubuh atau nyawa; d. Hal lain yang dianggap perlu; e. Berita acara diversi; f. Kesimpulan dan rekomendasi dari pembimbing kemasyarakatan. 4) Pemeriksaan saksi Pemeriksaan saksi dalam perkara pidana merupakan salah satu kunci untuk penyelesaian perkara tindak pidana. Peran saksi dalam memberikan keterangan akan mempermudah hakim untuk meneliti dan mempertimbangkan bahwa terdakwa bersalah atau tidak. Penjelasan proses pemeriksaan saksi dalam perkara anak diatur pada Pasal 58 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu: (1) Pada saat memeriksa anak korban dan/atau anak saksi, hakim dapat memerintahkan agar anak dibawa keluar ruang sidang. (2) Pada saat pemeriksaan anak korban dan/atau anak saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orangtua/wali, advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan pembimbing kemasyarakatan tetap hadir. (3) Dalam hal anak korban dan/atau anak saksi tidak dapat hadir untuk memberikan keterangan di depan sidang pengadilan, hakim dapat memerintahkan anak korban dan/atau anak saksi didengar keterangannya: a. Di luar sidang pengadilan melalui perekaman elektronik yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan di daerah hukum setempat dengan dihadiri oleh penyidik atau penuntut umum dan advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya;atau b. Melalui pemeriksaan langsung jarak jauh dengan alat komunikasi audiovisual dengan didampingi oleh orangtua/wali, pembimbing kemasyarakatan atau pendamping lainnya. 5) Hakim memberi kesempatan kepada orangtua/wali dan/atau pendamping untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi anak (Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak) 6 Sebelum memberikan putusan, hakim memberi kesempatan kepada orangtua/wali dan/atau pendamping untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi anak seperti: a) Dampak negatif tindak pidana yang telah dilakukan anak, baik kepada diri sendiri maupun korban. b) Sanksi dosa dan pembalasan di akhirat ketika anak melakukan tindak pidana. c) Kesempatan kerja bagi anak di masa yang akan datang menjadi berkurang dikarenakan telah melakukan tindak pidana. d) Memohon kepada anak agar tidak mengulangi perbuatan tindak pidana yang telah dilakukannya. 6) Mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan Berdasarkan Pasal 60 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, wajib hukumnya bagi hakim sebelum memutus perkara untuk mempertimbangkan laporan penelitian dari pembimbing kemasyarakatan. Apabila tidak dipertimbangkan maka putusan batal demi hukum (Pasal 60 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 7) Putusan hakim Tahapan akhir dari penanganan perkara tindak pidana pencurian dengan anak sebagai pelaku pada proses di pengadilan adalah putusan hakim. Proses penentuan bersalah atau tidaknya terdakwa. Pada pengadilan anak ada hal khusus menyangkut putusan hakim yaitu sikap hakim sebelumnya menjatuhkan putusan, putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, hakim wajib mempertimbangkan laporan pembimbing kemasyarakatan, serta hal-hal yang menyangkut pemberian hukuman kepada terdakwa anak. Dalam perkara anak, pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat tidak dihadiri oleh anak serta tetap merahasiakan identitas anak, anak korban dan/atau anak saksi oleh media massa (Pasal 61 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). Apabila dikenai pidana penjara maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum pidana ancaman pidana penjara bagi orang dewasa (Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). Agar lebih jelas dalam proses penanganan perkara tindak pidana pencurian dengan anak sebagai pelaku, maka dalam penulisan hukum ini penulis mengambil putusan dari Pengadilan Negeri Surakarta yaitu Putusan Nomor: 65/Pid.Sus/2014/PN.Ska. Data yang diperoleh dari berkas perkara tersebut sebagai hasil penelitian dianalisis oleh penulis sebagai berikut: 1. Nomor Perkara Nomor: 65/Pid.Sus/2014/PN.Ska 2. Dakwaan Terdakwa Alvian Indrayanto Putra didakwa dengan dakwaan melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan serta melanggar Pasal 363 (1) ke 4,5 KUHP dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 KUHP serta peraturan-peraturan lain yang bersangkutan. Setelah mempelajari dan 7 memahami segala sesuatu hal mengenai proses pemeriksaan di persidangan terhadap terdakwa anak dalam Berita Acara Persidangan Nomor: 65/Pid.Sus/2014/PN.Ska dan wawancara dengan Hakim dan Panitera di Pengadilan Negeri Surakarta, maka penulis mencoba memberikan pembahasan mengenai perlindungan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan di Pengadilan Negeri Surakarta serta kendala-kendala dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan tersebut dan upaya yang ditempuh Pengadilan Negeri Surakarta dalam mengatasi kendala-kendala yang ada. Secara garis besar pelaksanaan perlindungan hak-hak anak sebagai terdakwa tersebut adalah sebagai berikut: 1. Terdakwa Didampingi Oleh Penasihat Hukum Dalam kasus tersebut pihak Pengadilan telah menawarkan kepada terdakwa untuk didampingi oleh Penasehat Hukum, tetapi terdakwa menolaknya. Sehingga dalam kasus tersebut hak-hak terdakwa sudah diberikan oleh pihak pengadilan. 2. Pemeriksaan Sidang Anak Dihadiri Oleh Penuntut Umum, Orang Tua/Wali, Penasihat Hukum, Dan Pembimbing Kemasyarakatan Pemeriksaan sidang anak dihadiri oleh Penuntut Umum, orang tua/wali, dan Pembimbing Kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Dalam pelaksanaan pemeriksaan sidang anak ini, para pejabat pemeriksa yaitu Hakim dan Penuntut Umum tidak mengenakan toga, juga panitera yang bertugas membantu Hakim tidak memakai jas. Menurut penuturan H. Teguh Harianto, SH,M.Hum selaku Hakim Pengadilan Negeri Surakarta, hal ini dimaksudkan agar dalam persidangan terdakwa tidak merasa ketakutan dan tegang, selain itu agar dengan pakaian biasa dapat menjadikan persidangan berjalan lancar dan penuh suasana kekeluargaan. 2. Pemeriksaan Sidang Anak Dilakukan Secara Tertutup Untuk Umum Pemeriksaan sidang anak dilakukan secara tertutup untuk umum. Hal ini sesuai dengan Pasal 154 ayat (3) KUHAP dan Pasal 54 dan 54 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak yang merupakan kewajiban hukum dan tidak dapat dilalaikan. Dengan demikian, sidang pemeriksaan perkara nomor : 65/Pid.Sus/2014/PN.Ska ini telah sesuai dengan peraturan Undang-undang yaitu persidangan tersebut dinyatakan tertutup untuk umum, sehingga hak para terdakwa untuk menjalani pemeriksaan sidang secara tertutup sudah terpenuhi. 3. Hakim, Penuntut Umum, Penyidik, dan Penasihat Hukum, serta petugas lainnya dalam Sidang Anak tidak memakai toga atau pakaian dinas. Hal ini sesuai dengan Pasal 22 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak yang mengatakan bahwa Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembimbing Kemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan hokum lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tidak memakai toga atau atribut kedinasan. Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk menciptakan suasana kekeluargaan pada Sidang Anak. 8 4. Pertimbangan Hakim Pada Putusan Pidana Terhadap Anak Putusan pemidanaan atau penjatuhan pidana terjadi jika Hakim berpendapat dan berkeyakinan bahwa terdakwa benar-benar bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Hakim dalam menjatuhkan sanksi untuk para terdakwa mempertimbangkan beberapa hal, yaitu : 1. Hal yang meringankan - Terdakwa berlaku sopan di persidangan dan mengakui terus terang perbuatannya. - Terdakwa menyatakan menyesal atas perbuatan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya 2. Hal yang memberatkan - Sifat dan hakekat perbuatan terdakwa dapat meresahkan masyarakat - Terdakwa sudah berulang kali melakukan perbuatan yang sejenis. Setelah rapat pemusyawaratan Majelis Hakim menjatuhkan putusan atas perkara pidana nomor : 65/Pid.Sus/2014/PN.Ska di depan sidang tertutup untuk umum, putusan tersebut adalah : 1. Menyatakan terdakwa Alvian Indrayanto Putra telah terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Alvian Indrayanto Putra oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 bulan dan 15 hari. 3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijelani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan. 4. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan. 5. Menetapkan barang bukti berupa: 1) 1 Unit sepeda motor Yamaha Mio warna biru Nopol AD 4138 Vs Kunci L, mata shok dan mata kunci dipergunakan sebagai barang bukti perkara atas nama Tulus Widianto. 6. Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,Dengan demikian pelaksanaan perlindungan hak-hak anak sebagai terdakwa dalam proses pemeriksaan telah diterapkan dalam proses pemeriksaan sidang dengan terdakwa Alvian Indrayanto Putra. Pelaksanaan perlindungan hak-hak tersebut adalah hak untuk didampingi oleh Penasihat Hukum, tetapi terdakwa menolaknya, hak untuk melakukan pembelaan atau pledoi dan hak untuk tidak dibebani kewajiban pembuktian, pemeriksaan sidang anak dihadiri oleh Penuntut Umum, orang tua/walidan pembimbing kemasyarakatan, hak untuk menjalani sidang secara tertutup untuk umum, hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada hakim, sebagai pertimbangan bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan. Hambatan-hambatan yang dialami oleh Pengadilan Negeri Surakarta dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Pada Tahap Persidangan Setelah mempelajari berita acara pemeriksaan dan wawancara dengan Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, maka penulis menuangkan pembahasan mengenai kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hak-hak 9 anak sebagai terdakwa dalam proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri Surakarta sebagai berikut : Pada dasarnya pelaksanaan perlindungan hak-hak anak sebagai terdakwa dalam proses pemeriksaan sidang anak di Pengadilan Negeri Surakarta telah berjalan baik, namun tidak jarang hakim menemui kendala-kendala dalam pelaksanaan perlindungan hukum anak. Kendala-kendala tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Kurangnya Jumlah Hakim Anak Pada proses pemeriksaan perkara pidana anak, tidak semua dapat ditetapkan sebagai Hakim Anak. Untuk menjadi Hakim Anak harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak terlebih dahulu. Di Pengadilan Negeri Surakarta pun masih memiliki keterbatasan jumlah Hakim Anak, sehingga perkara-perkara anak menemui kendala waktu untuk diproses dalam persidangan. 2. Tidak Adanya Ruang Sidang Khusus Pengadilan Negeri Surakarta tidak memiliki ruang sidang khusus untuk mengadili perkara anak. Seharusnya untuk memaksimalkan dan mengefektifkan sidang anak yang memberi kenyamanan pada anak diperlukan ruang sidang khusus untuk sidang anak, agar anak dapat menghadapi persidangan dengan tidak diselimuti perasaan takut, tegang, sehingga anak dapat dengan menjalani pemeriksaan dengan lancar. 3. Kurangnya Pengetahuan Terdakwa Terhadap Hak-haknya Kurangnya pengetahuan terdakwa terhadap hak-hakya, sehingga terdakwa anak tidak menggunakan haknya, padahal hak tersebut sangat membantu terdakwa. Misalnya, dalam proses pemeriksaan sidang anak, terdakwa mempunyai hak untuk mengajukan saksi ahli dan hak untuk meminta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama. Namun tidak jarang hak itu tidak digunakan oleh para terdakwa anak. 4. Tidak Adanya Tempat Tahanan Anak Terdakwa anak yang telah diputus oleh Hakim dengan putusan pidana penjara akan ditempatkan pada Rumah Tahanan (RUTAN). Penempatan anak pidana pada Rumah Tahanan (RUTAN) tidak dipisahkan dengan tahanan dewasa atau digabung dengan tahanan dewasa. Hal ini disebabkan di Surakarta belum terdapat tempat tahanan khusus anak atau penjara anak dan hanya terdapat 1 (satu) Rumah Tahanan (RUTAN). Sehingga pengaruh negatif dari para tahanan dewasa dapat berakibat buruk bagi tahanan anak. Karena itu tujuan dari sistem pemasyarakatan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik yang bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan tidak bisa tercapai. Dari hasil wawancara penulis dengan H. Teguh Harianto, SH, M.Hum selaku hakim di Pengadilan Negeri Surakarta menyatakan bahwa, upaya yang ditempuh oleh Pengadilan Negeri Surakarta untuk mengatasi kendala atau hambatan yang ada terwujud nyata dalam beberapa usaha, antara lain : 1. Memberikan penjelasan atau penerangan kepada anak yang sedang berperkara mengenai masalah hukum, baik menyangkut jalannya pemeriksaan maupun hakhaknya dalam proses peradilan. 2. Memberikan bantuan hukum kepada anak dengan menawarkan atau menyediakan penasehat hukum secara cuma-cuma. 10 3. Mengadakan kerjasama dengan organisasi-organisasi sosial yang bergerak dibidang sosial serta pendidikan yang bertujuan untuk membina anak dan tetap diterima secara wajar dilingkungan pendidikannya hal ini dapat mencegah anak untuk mengulangi perbuatannya lagi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa : Pelaksanaan perlindungan hak-hak anak sebagai terdakwa dalam proses pemeriksaan oleh Pengadilan Negeri Surakarta sudah berjalan baik sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Mengenai hak-hak yang sudah terpenuhi dan pelaksanaannya berjalan dengan baik seperti : hak untuk menjalani sidang secara tertutup, hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada hakim, hak untuk didampingi oleh Penasihat Hukum, hak untuk melakukan pembelaan atau pledoi dan hak untuk tidak dibebani kewajiban pembuktian, hak untuk didampingi orang tua atau wali, hak untuk didampingi BAPAS (Balai Pemasyarakatan) serta hakim bersifat tunggal. Proses pemeriksaan sidang anak di Pengadilan Negeri Surakarta tidak sepenuhnya berjalan lancar, namun juga menemui beberapa kendala yang dihadapi. Kendala-kendala tersebut antara lain : keterbatasan jumlah Hakim Anak atau Hakim yang khusus menangani perkara pidana anak di Pengadilan Negeri Surakarta, tidak adanya ruang sidang khusus untuk sidang pengadilan anak di Pengadilan Negeri Surakarta, kurangnya pengetahuan terdakwa terhadap hak-hak yang dimilikinya, tidak adanya tempat untuk tahan anak sehingga tahanan anak harus digabung dengan tahanan dewasa dalam arti tahanan anak dengan tahanan dewasa tidak dipisahkan sehingga dapat berpengaruh buruk bagi tahanan anak. Upaya yang ditempuh oleh Pengadilan Negeri Surakarta untuk mengatasi kendala atau hambatan yang ada terwujud nyata dalam beberapa usaha, antara lain : Memberikan penjelasan atau penerangan kepada anak yang sedang berperkara mengenai masalah hukum, baik menyangkut jalannya pemeriksaan maupun hak-haknya dalam proses peradilan. Memberikan bantuan hukum kepada anak dengan menawarkan atau menyediakan penasehat hukum secara cuma-cuma. Mengadakan kerjasama dengan organisasi-organisasi sosial yang bergerak dibidang sosial serta pendidikan yang bertujuan untuk membina anak dan tetap diterima secara wajar dilingkungan pendidikannya hal ini dapat mencegah anak untuk mengulangi perbuatannya lagi. DAFTAR PUSTAKA Adam Jamrozik. 2001. Social Policy in the Post – Welfare State Australian on Th Treshold of the 21st Century. Adelaide: Pearson Education Australia. Arif Gosita, 1998, Masalah Perlindungan Anak, Akademi Pressindo, Jakarta. A. Syamsudin Meliala dan E.Sumaryono, 1985, Kejahatan Anak Suatu Tinjauan dari Psikologis dan Hukum, Yogyakarta, Liberty. Ginsberg Leon H, 1998, Careers In Social Work Needham Heights, Boston: Allyn and Bacon. 11 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Hadi Supeno. 2010. Kriminalisasi Anak Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Harkristuti Harkrisnowo. 1993. Hak-Hak Anak dalam Lembaga Pemasyarakatan. dalam Sutoyo, Johannes. (Ed.). Anak dan Kejahatan. Jakarta: Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia. Kartini Kartono, 1998, Patologi Sosial dan Kenakalan Remaja, Grafindo Persada, Jakarta. Lela B Costin, 1992, The Child and The Court, New York, McGraw-Hill Book Company. Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Bandung . Refika Aditama. Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice. Bandung: Refika Aditama. Maulana Hasan Wadong, 2000, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Grasindo, Jakarta. Mohammad Kemal Dermawan. 2007. Analisis Situasi Anak Yang Berhadapan dengan Hukum di Indonesia. Jakarta: Unicef dan Pusat Kajian Kriminologi FISIP UI. Muhammad Joni dan zulchaina Z Tanamas, 1999, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi hak Anak, Bandung , PT Citra Aditya Bakti. Nashriana. 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Pramono, 2006, Kendala Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Dalam Pelaksanaan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) dan Pemberian Rekomendasi dalam Kasus Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Jakarta: Tesis Ilmu Kriminologi FISIP-UI. Purnianti, Mamik Sri Supatmi, dan Ni Made Martini Tinduk, 2008, Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System) di Indonesia, UNICEF, Indonesia. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Shanty Dellyana, 1988, Wanita dan Anak di Mata Hukum, Liberty, Yogyakarta. 12 Unicef RI, 2004, Perlindungan Terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum, Manual Pelatihan untuk POLISI. Jakarta. Yablonski, L. 2000. Juvenile Deliquency into the 21 st Century, Belmont, California: Wadsworth/Thomson Learning. Zastrow, Charles. 2004. Introduction To Social Work And Social Welfare. (8th Ed.), Belmont, California: Brooks/Cole-Thomson Learning. 13