Viabilitas Azotobacter A1a, A5 dan A9 pada Medium Terpapar

advertisement
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print)
1
Viabilitas Azotobacter A1a, A5 dan A9 pada
Medium Terpapar Logam Berat Cr(VI)
Annas Safita dan Dr. Enny Zulaika, M.P.
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: [email protected]
Abstrak— Kromium memiliki bilangan oksidasi -2 hingga +6
dengan fase stabilnya sebagai Cr(III) dan Cr(VI). Aktivitas
antropogenik mengakibatkan keberadaan Cr(VI) di alam
berlebihan. Azotobacter sebagai salah satu bakteri yang mampu
mereduksi Cr(VI) melalui eksopolisakarida. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui resistensi dan viabilitas isolat
Azotobacter terhadap Cr(VI). Kromium yang digunakan ialah
Cr(VI) dalam senyawa potassium dikromat (K2Cr2O7). Dilakukan
uji resistensi dan range finding test terhadap 10 isolat Azotobacter
untuk mengetahui kemampuan tumbuh Azotobacter pada NAK2Cr2O7 pada konsentrasi 0,1 mg/L, 50 mg/L hingga konsentrasi
maksimum yang dapat ditolerir isolat, kemudian dipilih 3
konsentrasi di bawah konsentrasi maksimum dan 3 isolat yang
lebih resisten dibandingkan isolat lainnya. Selanjutnya dilakukan
uji viabilitas dengan menumbuhkan 3 isolat Azotobacter terpilih
pada medium NB-K2Cr2O7 dengan konsentrasi sesuai range
finding test. Pengamatan pertumbuhan dilakukan melalui
pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 600 nm selama 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa seluruh isolat Azotobacter resisten hingga konsentrasi 200
mg/L. Berdasarkan range finding test digunakan isolat A1a, A5
dan A9 serta konsentrasi 25 mg/L, 50 mg/L dan 75 mg/L untuk uji
viabilitas Azotobacter yang tercekam logam berat Cr(VI). Pola
pertumbuhan Azotobacter yang tercekam logam berat Cr(VI)
lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Terjadi penurunan
viabilitas pada peningkatan konsentrasi Cr(VI) yang dipaparkan.
Kata Kunci— Azotobacter, bioremoval, Cr(VI), resistensi.
I. PENDAHULUAN
Pencemaran lingkungan akibat aktivitas antropogenik
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya laju populasi,
industrialisasi dan urbanisasi [1]. Kontaminasi logam berat pada
lingkungan dapat menimbulkan efek terhadap keberlangsungan
sumber daya alam dan kesehatan makhluk hidup [2]. Logam
berat adalah elemen kimia yang memiliki massa atom lebih dari
22 dengan densitas lebih dari 5 g/ml [3]. Berurutan dari yang
paling toksik, logam berat Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn
[4] agen pencemar dari buangan industri maupun rumah tangga
yang berbahaya bagi lingkungan [5]. Kromium banyak
digunakan dalam industri cat dan pewarna sebagai pigmen dan
mordant, bidang metalurgi sebagai campuran baja stainless,
pelapis barang-barang yang terbuat dari bahan dasar kulit, dan
pembuatan pelat kromium [6]. Konsentrasi kromium yang
diperbolehkan di air 0,05 mg/L [7] dan di sedimen 80 mg/L [8].
Kromium sebagai salah satu logam transisi yang memiliki
konfigurasi elektron [Ar] 3d54s1 ditemukan dengan nomor
massa 50, 52, 53, dan 54 sangat mudah mengalami oksidasi [9].
Bentuk ionik kromium di perairan tergantung pH, tingkat
oksidasi, serta keberadaan elemen inorganik dan organik [10].
Dalam fase liquid, Cr(VI) terdapat sebagai hidrokromat
(HCrO4-), kromat (CrO42-), dan dikromat (Cr2O72-) [11].
Keberadaan kromium di tanah dapat mengakibatkan penurunan
kelimpahan mikroorganisme seperti bakteri dan Actinomycetes
[5]. Kromium bervalensi enam, Cr(VI), sangat beracun dan
mutagenik serta lebih berbahaya dibandingkan dengan kromium
bervalensi tiga, Cr(III) [12]. Cr(VI) memiliki solubilitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan Cr(III) karena kemampuannya
membentuk kompleks dengan ligan organik [13]. Cr(VI)
memiliki mobilitas yang tinggi karena afinitas ikatan yang
lemah, tergantung pada pH dan kandungan bahan organik [14].
Cr(VI) dengan konsentrasi 30 mg/L mampu menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lebih dari 50% [15].
Pada tanah yang tercemar logam berat, mikroorganisme
merupakan subjek pertama yang terganggu metabolismenya
[16]. Namun demikian, mikroorganisme memiliki kemampuan
evolusi yang tinggi sehingga dapat bertahan dalam menghadapi
cekaman logam berat dan digunakan sebagai bioremoval yang
baik [17]. Bioremoval merupakan proses yang melibatkan
mikroorganisme atau enzim yang dihasilkannya untuk
meningkatkan penghilangan kontaminan dari lingkungan.
Bioremoval dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu
akumulasi intraseluler, penyerapan atau pembentukan kompleks
pada permukaan sel, dan akumulasi ekstraseluler atau
presipitasi [18]. Saat ini, bioremoval dipandang sebagai
pengelolaan yang efektif dalam peremajaan lingkungan
terpolusi [19] karena lebih murah dan aman [3]. Penggunaan
agen biologi untuk menghilangkan logam berat dari lingkungan
menjadi salah satu solusi terbaik dalam mengatasi efek negatif
logam berat.
Azotobacter merupakan salah satu bakteri genus
gammaproteobacteria [20] gram negatif yang melimpah di
tanah, khususnya pada area rizosfer [21]. Azotobacter
ditemukan secara alami di area perairan dan sedimen [22].
Azotobacter sp. mampu menghasilkan eksopolisakarida (EPS)
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print)
[23] berupa copoliuran kaya alginat [24] yang terdiri dari asam
-D-mannuronik dan asam -L-guluronik [25] dengan grup
fungsional hidroksil dan karboksil yang memungkinkan
terjadinya deprotonasi pada reaksi reduksi Cr(VI) dengan grup
fungsional karboksil bertindak sebagai elektron donor [14].
Beberapa genus Azotobacter spp. telah diisolasi dari lahan eco
urban farming ITS dan diketahui sebagai bakteri resisten HgCl2
hingga lebih dari 20 mg/L [26] namun isolat tersebut belum
diketahui resistensinya terhadap logam berat Cr(VI).
II. METODOLOGI PENELITIAN
A. Uji Resistensi Azotobacter
Isolat Azotobacter A1a, A1b, A2, A3, A5, A6, A7, A8, A9,
dan A10 ditumbuhkan pada medium NA-K2Cr2O7 slant
(konsentrasi K2Cr2O7 1 mg/L) dengan metode continue streak
plate secara aseptis. Kultur diinkubasi selama 24 jam dalam
suhu ruang. Koloni yang tumbuh merupakan koloni yang
resisten terhadap logam berat Cr(VI).
2
mengandung logam berat Cr(VI). Sepuluh isolat Azotobacter
mampu tumbuh cukup baik pada medium selektif NA-K2Cr2O7
hingga konsentrasi 200 mg/L. Tabel 1 menunjukkan hasil
pengamatan uji resistensi isolat Azotobacter pada medium yang
mengandung logam berat Cr(VI).
Tabel 1.
Hasil uji resistensi isolat Azotobacter terhadap K2Cr2O7.
Konsentrasi Cr(VI) yang mampu ditolerir (mg/L)
Azotobacter
0,1
50
100
200
300
A1a
+++
+++
++
+
+
A1b
+++
+++
++
+
+
A2
+++
+++
++
+
+
A3
+++
+++
++
+
+
A5
+++
+++
++
+
A6
+++
+++
++
+
+
A7
+++
+++
++
+
A8
+++
+++
++
+
+
A9
+++
+++
++
+
+
A10
+++
+++
++
+
+
Tabel 1. menunjukkan terjadinya penurunan kemampuan
pertumbuhan koloni bakteri seiring dengan meningkatnya
konsentrasi logam yang digunakan. Azotobacter A1a, A1b, A2,
B. Range Finding Test Azotobacter Terhadap K2Cr2O7
A3, A6, A8, A9, dan A10 lebih toleran dibandingkan dengan
Isolat Azotobacter berumur 24 jam diinokulasikan secara isolat A5 dan A7 jika ditinjau dari konsentrasi yang mampu
aseptis pada medium NA-K2Cr2O7 dengan konsentrasi 0,1 ditolerir pada medium NA-K2Cr2O7 karena mampu tumbuh
mg/L, 50 mg/L hingga konsentrasi maksimal yang mampu hingga konsentrasi logam Cr(VI) 300 mg/L sedangkan A5 dan
ditolerir isolat. Kultur diinkubasi selama 24 jam dalam suhu A7 hanya mampu tumbuh pada medium NA-K2Cr2O7 sampai
ruang. Isolat yang mampu tumbuh merupakan isolat yang dengan 200 mg/L. Kesepuluh isolat uji Azotobacter memiliki
resisten terhadap logam berat Cr(VI). Isolat yang dipilih untuk kemampuan resistensi yang berbeda terhadap konsentrasi
uji selanjutnya adalah tiga isolat dengan tingkat resistensi Cr(VI). Hal ini sesuai dengan rujukan [10] yang membuktikan
Cr(VI) lebih tinggi dibandingkan isolat lainnya. Konsentrasi bahwa setiap spesies bakteri memiliki toleransi yang berbeda
Cr(VI) yang digunakan untuk uji selanjutnya adalah level di terhadap logam berat meskipun isolat tersebut berasal dari
bawah konsentrasi tertinggi yang dapat ditolerir isolat uji.
genus yang sama. Perbedaan yang terjadi berkaitan dengan
volume eksopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri
C. Uji viabilitas Azotobacter pada cekaman K2Cr2O7
Azotobacter sebagai salah satu respon untuk bertahan terhadap
Satu ose isolat diinokulasikan pada 20 ml medium nutrient toksisitas logam berat.
broth secara aseptis. Kultur diinkubasi dengan rotary shaker
Berdasarkan data resistensi yang diperoleh maka ditentukan
100 rpm dalam temperatur ruang selama 24 jam. Selanjutnya 20 tiga konsentrasi range finding test yaitu 25, 50 dan 75 mg/L.
ml kultur hasil inkubasi diinokulasikan pada 180 ml medium Isolat yang dipilih adalah isolat yang lebih resisten dibanding
NB-K2Cr2O7 dan diinkubasi pada 100 rpm dalam temperatur isolat lain yaitu Azotobacter A1a, A5 dan A9 karena ketiga
ruang. Konsentrasi logam Cr yang digunakan adalah sesuai isolat tersebut memiliki resistensi yang baik terhadap K2Cr2O7
dengan range finding test. Pengukuran kepadatan sel dilakukan hingga konsentrasi 200 mg/L serta isolat tersebut terbukti
mulai dari jam ke-0 hingga jam ke-24 dengan interval waktu 2 resisten terhadap HgCl2 hingga 5 mg/L [27].
jam pada panjang gelombang 600 nm dengan Spektrofotometer
Resistensi bakteri terhadap toksisitas logam berat terjadi
Spektronik GENEYSS 20®. Nilai absorbansi yang didapatkan dalam beberapa macam mekanisme, yaitu reduksi enzimatik
dikonversikan dalam bentuk kurva dengan sumbu x sebagai ekstraseluler, reduksi nonmetabolik pada permukaan sel,
waktu (t) dan sumbu y sebagai nilai absorbansi.
reduksi intrasel, dan presipitasi [28]. Azotobacter dapat
menghasilkan eksopolisakarida berupa asam alginat sebagai
mekanisme
resistensinya
terhadap
logam
berat.
III. HASIL DAN DISKUSI
Eksopolisakarida ini mengakibatkan terjadinya reduksi
nonmetabolik logam berat Cr(VI) menjadi Cr(III) pada
3.1 Resistensi dan Range Finding Test Azotobacter Terhadap
permukaan sel bakteri [23]. Reduksi nonmetabolik yang
Logam Berat Cr(VI)
dimaksud adalah berkurangnya bilangan oksidasi logam berat
Uji resistensi terhadap logam berat Cr(VI) dilakukan dengan
kromium tanpa terlibat dalam metabolisme sel Azotobacter. Hal
metode streak plate menggunakan medium selektif NAini dapat terjadi karena telah terbentuknya kompleks alginatK2Cr2O7 0,1 mg/L. Uji resistensi bertujuan untuk mengetahui
Cr(III) pada membran sel [29].
kemampuan tumbuh isolat Azotobacter pada medium yang
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print)
3.2 Viabilitas Azotobacter yang Tercekam K2Cr2O7
Uji viabilitas isolat Azotobacter terpilih dilakukan dengan
mengamati pertumbuhan isolat selama 24 jam. Kurva
pertumbuhan isolat Azotobacter yang tidak diberi cekaman
logam sebagai kontrol menunjukkan nilai absorbansi selalu lebih
tinggi dibandingkan dengan isolat dengan perlakuan logam
(Gambar 1). Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan isolat
yang tidak diberi logam berat lebih baik bila dibandingkan
dengan isolat yang diberi perlakuan logam berat. Logam berat
Cr(VI) memberikan efek negatif terhadap pertumbuhan isolat
Azotobacter A1a, A5 dan A9.
Gambar 1. Kurva viabilitas isolat Azotobacter (a) A1a, (b) A5, dan (c) A9
dengan perlakuan NB-K2Cr2O7.
Pola pertumbuhan Azotobacter yang tercekam logam berat
Cr(VI) menunjukkan hasil bervariasi di antara isolat
Azotobacter A1a, A5, dan A9. Hasil uji viabilitas Azotobacter
A1a, A5 dan A9 yang menggunakan medium NB-K2Cr2O7
sesuai dengan hasil uji resistensi yang menggunakan medium
NA-K2Cr2O7. Peningkatan konsentrasi Cr(VI) memberikan
efek negatif terhadap pertumbuhan isolat Azotobacter yang
ditandai dengan koloni bakteri yang semakin tipis. Pada
3
medium cair NB-K2Cr2O7 isolat Azotobacter A1a, A5 dan A9
menunjukkan viabilitas yang rendah terhadap cekaman logam
Cr(VI) dengan kepadatan sel mencapai nilai absorbansi
maksimal berturut-turut untuk isolat A1a, A5 dan A9 sebesar
0,226; 0,251 dan 0,233.
Hal di atas dapat disebabkan oleh adanya perbedaan wujud
medium yang digunakan dalam penentuan resistensi dan
viabilitas. Pada medium padat NA, pertumbuhan bakteri
melekat di medium (attached growth) sehingga memungkinkan
terbentuknya koloni dan konsentrasi K2Cr2O7 yang diserap juga
terbatas, sedangkan tipe pertumbuhan bakteri pada medium cair
NB adalah suspensi terlarut (suspended growth) [30]. Medium
cair memperbesar peluang terjadinya kontak sel bakteri dengan
logam berat. Bakteri dalam keadaan tersuspensi akan tumbuh
merata di seluruh bagian medium [31].
Nilai absorbansi ketiga isolat Azotobacter pada cekaman
logam berat Cr(VI) dengan konsentrasi 25 mg/L lebih tinggi
dibandingkan dengan 50 dan 75 mg/L. Jika dibandingkan
dengan kontrol, pola pertumbuhan isolat Azotobacter pada
ketiga konsentrasi tampak lebih rendah. Konsentrasi logam
Cr(VI) dapat mempengaruhi jumlah sel bakteri. Hal ini
membuktikan bahwa kenaikan konsentrasi logam Cr(VI) yang
diterapkan memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan
ketiga isolat. Perbedaan konsentrasi logam yang digunakan
akan mempengaruhi toksisitas logam berat [15]. Apabila logam
yang terdapat di lingkungan lebih tinggi konsentrasinya
daripada eksopolisakarida yang mampu dihasilkan oleh
Azotobacter, maka Azotobacter tidak akan mampu menahan
toksisitas logam berat tersebut. Tingginya konsentrasi logam
berat akan mempengaruhi metabolisme Azotobacter.
Peningkatan konsentrasi kromium memberikan efek negatif
terhadap kinerja enzim urease [32] dan dehidrogenase [15].
Kedua enzim ini berperan pada metabolisme nitrogen untuk
pembentukan energi. Rusaknya enzim urease dan
dehidrogenase mengakibatkan terhambatnya metabolisme
nitrogen sehingga mengganggu pembentukan energi
Azotobacter.
Hasil pengukuran nilai absorbansi juga menunjukkan hasil
yang bervariasi diantara isolat Azotobacter A1a, A5 dan A9.
Nilai absorbansi yang bervariasi ini menunjukkan bahwa bakteri
yang dapat tumbuh pada medium NB-Cr(VI) berbeda-beda
jumlahnya. Semakin banyak bakteri yang dapat bertahan dari
cekaman logam yang diberikan, maka akan semakin tinggi pula
volume eksopolisakarida yang dihasilkan sehingga isolat akan
semakin resisten terhadap toksisitas logam berat. Hal ini
disebabkan Cr(VI) akan membentuk kompleks dengan
eksopolisakarida dan mengalami reduksi menjadi Cr(III)
sehingga tidak mengganggu metabolisme sel bakteri. Hal ini
sesuai dengan rujukan [10] yang membuktikan bahwa reduksi
Cr(VI) menjadi Cr(III) terjadi karena adanya reaksi ligan
organik antara eksopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri
dengan logam Cr(VI).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan
penelitian
yang
telah
dilakukan,
dapat
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print)
disimpulkan bahwa:
1). Isolat Azotobacter A1a, A5 dan A9 resisten terhadap
K2Cr2O7 hingga konsentrasi 200 mg/L.
2). Viabilitas Azotobacter A1a, A5 dan A9 yang ditumbuhkan
pada medium NB tanpa K2Cr2O7 lebih tinggi dibandingkan
dengan viabilitas Azotobacter yang ditumbuhkan pada
medium NB-K2Cr2O7.
3). Viabilitas Azotobacter yang ditumbuhkan pada medium
NB-K2Cr2O7 konsentrasi 25 mg/L lebih tinggi
dibandingkan dengan Bacillus yang ditumbuhkan pada
medium NB-K2Cr2O7 konsentrasi 75 mg/L.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis A.S. mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Enny
Zulaika, M.P. atas dukungan melalui pendanaan PNBP ITS
sesuai nomor kontrak 003246.IT2.11/PN.08/2015.
DAFTAR PUSTAKA
M. Ahemad, M.S. Khan, A. Zaidi, and P.A. Wani, “Remediation of
herbicides contaminated soil using microbes” The IIOAB Journal (2009)
261–284.
[2] S.C. Costley and F.M. Wallis, “Bioremediation of heavy metals in a
synthetic wastewater using a rotator biological contractor” Journal of
Water Resources Vol. 35 No. 15 (2001) 3715-3723.
[3] E.A. Perpetuo, C.B. Souza, and Nascimento, C.A.O. “Progress in
Molecular and Environmental Bioengineering – from Analysis and
Modelling to Technology Application : Engineering Bacteria for
Bioremediation” (2011) InTech Annu. Conf. Kroasia.
[4] M.K. Sudarmaji and I.P. Corie, “Toksikologi logam berat B3 dan
dampaknya terhadap kesehatan” Bagian Kesehatan Lingkungan FKM
Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2 No. 2 (2006) 129-142.
[5] A. Lennart and K. Wolny-Koladka, “The effect of heavy metal
concentration and soil pH on the abundance of selected microbial groups
within ArcelorMittal Poland Steelworks in Cracow” Bull Environmental
Contamination Toxicology Vol. 90 (2012) 85-90.
[6] L.E. Towill, C.R. Shriner, J.S. Drury, A.S. Hammons, and J.W.
Holleman. (May 1978). Reviews of The Environmental Effects of
Pollutants: III Chromium [Online]. Available: http://nepis.epa.gov
[7] Pengendalian Pencemaran Air dan Pengelolaan Kualitas Air, PPRI
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia) No. 82-2001 (2001).
[8] ANZECC Interim Sediment Quality Guidliness. Report for the
Environmental Research Institute of the Supervising Scientist, ANZECC
(Australian and New Zealand Environment and Conservation Council),
Sydney-Australia (2000).
[9] D. Yu. (Oktober 2014). U.S. Department of Health and Human Services
Agency for Toxic Substances and Disease Registry Division of
Toxicology and Environmental Medicine (CSEM) Environmental
Medicine and Educational Services Branch: Chromium Toxicity [Online].
Available: http://www.atsdr.cdc.gov/
[10] C. Kantar, H. Demiray, and N.M. Dogan, “Role of microbial
exopolymeric substance (EPS) on chromium sorption and transport in
heterogenous subsurface soils: II. Binding of Cr(III) in EPS/soil system”
Journal of Chemosphere Vol. 82 (2011) 1496-1505.
[11] P. Lazo, “Determination of Cr(VI) in environmental samples evaluating
Cr(VI) impact in a contaminated area” Journal International
Environmental Application and Science Vol. 4 No. 2 (2009) 207-213.
[12] W.A. Ahmad, S. Shahir, and Z.A. Zakaria, “Mechanism of Bacterial
Detoxification of Cr(VI) from Industrial Wastewater in The Presence of
Industrial Effluent as Potential Energy Source” thesis, Department of
Chemistry Faculty of Science Universiti Teknologi Malaysia, Malaysia
(2009).
[1]
4
[13] Z. Cetin, C. Kantar, and M. Alpaslan, “Interactions between uronic acids
and chromium(III)” Environment Toxicology Chemical Journal Vol. 28
No. 8 (2009) 1599–1608.
[14] C. Kantar, Z. Cetin, and H. Demiray, “In situ stabilization of
chromium(VI) in polluted soil using organic ligands: The role of
galacturonic, glucuronic and alginic acids” Journal of Hazardous
Materials Vol. 159 (2008) 287-293.
[15] V.L. Pavel, M. Diaconu, D. Bulgariu, F. Statescu, and M. Gavrilescu,
“Evaluation of heavy metals toxicity on two microbial strains isolated
from soils: Azotobacter sp. and Pichia sp.” Environmental Engineering
and Management Journal Vol. 11 No. 1 (2012) 165-168.
[16] B. Bersch, A. Favier, P. Schanda, S. van Aelst, T. Vallaeys, J. Covès, M.
Mergeay, and R. Wattiez, “Molecular structure and metal binding
properties of the periplasmic Copk protein expressed in Cupriavidus
metallidurans CH34 during copper challenge” Journal of Molecular
Biology Vol. 380 (2008) 386-403.
[17] I.V.N. Rathnayake, M. Megharaj, N. Bolan and R. Naidu, “Tolerance of
heavy metals by Gram positive soil bacteria” International Journal Civil
Environment Engineering Vol. 2 (2010) 191–195.
[18] S. Bhatnagar and R. Kumari, “Bioremediation: a sustainable tool for
environmental management – a review” Annual Review & Research in
Biology, Vol 3 No.4 (2013) 974-993.
[19] M. Ahemad and M.S. Khan, “Pesticide interactions with soil microflora:
importance in bioremediation” The IIOAB Journal (2011) 393–413.
[20] J. C. Setubal, P. dos Santos, B.S. Goldman, H. Ertesvag, G. Espin, L.M.
Rubio, S. Valla, N.F. Almeida, D. Balasubramanian, L. Cromes, L.
Curatti, Z. Du, E. Godsy, B. Goodner, K. Hellner-Burris, J.A. Hernandez,
K. Hourniel, J. Imperial, C. Kennedy, T.J. Larson, P. Latreille, L.S. Ligon,
J. Lu, M. Maerk, N.M. Miller, S. Norton, I.P. O’Carroll, I. Paulsen, E.C.
Raulfs, R. Roemer, J. Rosser, D. Segura, S. Slater, S.L. Stricklind, D.J.
Studholme, J. Sun, C.J. Viana, E. Wallin, B. Wang, C. Wheeler, H. Zhu,
D.R. Dean, R. Doxon, dan D. Wood, “Genome Sequence of Azotobacter
vinelandii, an obligate aerobe specialized to support diverse anaerobic
metabolic process” Journal of Bacteriology American Society for
Microbiology Vol. 191 No. 14 (2009) 4534-4545.
[21] S.K. Garg, A. Bhatnagar, A. Kalla, and N. Narula, “In vitro nitrogen
fixation, phosphate solubilization, survival and nutrient release by
Azotobacter strains in an aquatic system” Journal of Bioresource
Technology Vol. 80 (2001) 101–109.
[22] L. Aquilanti, F. Favilli, and F. Clementi, “Comparison of different
strategies for isolation of Azotobacter from soil samples” Journal Soil
Biology and Biochemistry Vol. 36 (2004) 1475-1483.
[23] S.S. Gauri, S.M. Mandal, and B.R. Pati, “Impact of Azotobacter
exopolysaccharides on sustainable agriculture” Journal of Application
Microbiology Biotechnology Springer-Verlag.
[24] Haug, A., B. Larsen, and O. Smidsrod, “Studies on sequence of uronic
acid residues in alginic acid” Acta Chemical Scand Vol. 21 (1967) 691–
704.
[25] V. Coma, “Overview: Polysaccharide-based biomaterials with
antimicrobial and antioxidant properties” Polimeros Vol. 23 No. 3 (2013)
287-297.
[26] E. Zulaika, M. Shovitri, and N.D. Kuswytasari, “Numerical taxonomy for
detecting the Azotobacterial diversity” The 8th Korean-Asean Joint
Symposium on Biomass Utilization and Renewable Energy, Korea
University, Seoul-Korea (2014).
[27] K. Khotimah and E. Zulaika, “Azotobacter sebagai bioakumulator
merkuri” Jurnal Sains POMITS Vol. 2 No.1 (2014) ITS Surabaya.
[28] E.L. Hawley, R.A. Deeb, M.C. Kavanaugh, and J. Jacobs, Treatment
Technologies for Chromium(VI). CRC Press LLC (2004).
[29] I.A. Zaafarany, “Non-isothermal decomposition of Al, Cr, and Fe crosslinked trivalent metal-alginate complexes” JKAU: Sci, Vol. 22 No.1
(2010) 193-202.
[30] C. Li and H.H.P. Fang, “Fermentative hydrogen productions from waste
water and solid wastes by mixed cultures” Environment Science
Technology Journal Vol. 37 No. 1 (2007) 31-39
[31] N. Hidayah and M. Shovitri, “Adaptasi isolat bakteri aerob penghasil gas
hidrogen pada medium limbah organik” Jurnal SAINS dan SENI ITS Vol.
1 (2012) ISSN: 2301-928X.
[32] K. Ueda, M. Kobayashi and E. Takahashi, “Effect of anionic heavy metals
on ammonification and nitrification in soil” Soil Science Plant Nutr. Vol.
34 No. 1 (1988) 139-146.
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print)
5
Download