1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang mempunyai kepulauan berciri nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan dan udara dengan batas – batas, hak – hak, dan kedaulatan yang ditetapkan oleh Undang – Undang. Bahwa dalam upaya mencapai tujuan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mewujudkan wawasan nusantara serta menetapkan ketahanan nasional diperlukan sistem transportasi nasional yang mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah mempererat hubungan antar bangsa, dan memperkukuh kedaulatan rakyat. Sebagai neraga yang berkembang. Bangsa Indonesia harus melaksanakan pembangunan nasional dari segala bidang, pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia merupakan bentuk kemajuan. Salah satu sarana yang menjadi sasaran perkembangan nasional adalah dari bidang ekonomi karena perekonomian suatu Negara memegang peranan penting dalam menunjang berhasilnya pembangunan di Negara Indonesia sejalan dengan perkembangan Indonesia terutama dalam peningkatan produksi barang dan jasa, maka perlu sekalia adanya 2 sarana guna menunjang mobilitas orang, barang dan jasa dari suatu tempat ke tempat lain guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu jasa yang dibutuhkan dalam kegiatan tersebut adalah pengangkutan. Jasa pengangkutan sangat dibutuhkan dalam pembangunan hingga saat ini oleh karena itu, pengangkutan diharapkan dapat memberikan jasa sebaik mungkin dengan fungsinya, yaitu dengan memindahkan barang atau orang dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai.1 Subekti mendefinisikan perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian, dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain sedangkan pihak yang lain menyanggupi akan membayar ongkosnya2, sedangkan perjanjian pengangkutan menurut H. M. N. Purwosutjipto S.H. adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan penumpang atau pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu 1 2 Soekardono R, 1981, Hukum Dagang Indonesia jilid 11, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 4. R. Subekti, 1985, Hukum Perjanjian, PT Internasional , Jakarta, hlm. 1. 3 tempat tujuan - tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim atau penumpang mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan 3. Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, difinisi penerbangan adalah “Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, Bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya”. Timbulnya maskapai penerbangan yang sangat banyak di Indonesia berawal dari diratifikasinya World Trade Organization/General Aviation Training & Testing Service (WTO/GATTs) 4 oleh Indonesia, dimana dengan diratifikasinya World Trade Organization/General Aviation Training & Testing Service(WTO/GATTs) tersebut tidak dibenarkan lagi pemerintah Indonesia melakukan monopoli dibidang perusahaan jasa penerbangan5, sehingga para pelaku usaha berlombalomba untuk mendirikan perusahaan angkutan udara, dimana pada tahun 3 4 5 R. Subekti, 1989, Aneka Perjanjian, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 69. WTO/GATTs, 2004, Dikelola oleh: Biro Kerjasama Luar Negeri, Makalah Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral, Ditjen Multilateral Ekubang, Deplu. Saefullah Wiradipradja, 2006, “Tanggung Jawab Perusahaan penerbangan Terhadap Penumpang Menurut hukum udara Indonesia“, Jurnal hukum Bisnis, hlm. 5 4 2007 terdapat sekitar 20 maskapai domestik baik berjadwal maupun tidak berjadwal yang telah berdiri. Pesawat udara, sebagai salah satu komponen sistem transportasi nasional, pada hakekatnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam penyediaan jasa layanan angkutan dalam negeri maupun diluar negeri. Terutama dalam rangka menghubungkan daerah-daerah yang sulit dijangkau dengan modal angkutan lain secara cepat dan efisien untuk jarak tertentu. Penerbangan umum adalah satu dari dua kategori penerbangan sipil. Sebutan ini merujuk pada semua penerbangan selain penerbangan militer dan maskapai terjadwal dan kargo reguler, apakah pribadi atau komersial. Ada berbagai macam penerbangan umum, mulai dari glider dan parasut bertenaga hingga penerbangan jet kargo besar non-terjadwal. Hasilnya, mayoritas lalu lintas udara dunia jatuh ke dalam kategori ini, dan sebagian besar bandara di dunia melayani penerbangan umum. Pasal 1 ayat (8) Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, erlindunesawat udara sipil adalah, “Pesawat Udara Sipil adalah pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan angkutan udara niaga dan bukan niaga.” 5 Kegiatan penerbangan dan angkutan udara di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu kegiatan komersiil dan kegiatan non-komersiil6. Secara yuridis istilah charter harus dipergunakan dengan lebih hati – hati, terutama dalam hubungan dengan masalah tanggung jawab pengangkutan udara. Konvensi Guadalajara tahun 1961, yang mengatur mengenai tanggung jawab pengangkut pada charter pesawat udara untuk angkutan udara internasional yang semula direncanakan bernama “Convention On Hire Charter and Interchange of Aircraft”, akhirnya dinamakan “Convention, Supplementary of The Warsaw Convention, For The Unification of Certain Rules Relating to International Carriage By Air Performed By A Person Other Than The Contracting Carrier.”7 Menurut ICAO, “Charter services is services operated under special arrangements, flaghts booked in toto and thereafter not open to member of the public”, tetapi kemudia pengertian charter diperluar “the term charter is used in the special sense that it has acquired in the air transport field to indicate the purchase of the whole capacity of an aircraft for a specific flight or flights, for the use of the 6 7 S.K. Menteri Perhubungan No. SK 31/U/1970 tanggal 10 Februari 1970 tentang Syarat – Syarat dan Ketentuan – Ketentuan Mengenai Penggunaan Pesawat Umum (General Aviation) Yang Bersifat Nonkomersiil Dalam Wilayah Republik Indonesia. Konvensi ini membedakan antara “Contractual Carrier” dan “Actual Carrier. Lebih lanjut, infra pada masalah tanggung jawab. 6 purchaser (individual or group). The term thus covers a wide variety of specialized air transport operations from the taxi flight to large scale operations (for the carriage of passengers or goods on private or governmental contracts.8 Perkembangan usaha perjanjian pengangkutan udara ini tidak lepas dengan adanya suatu perjanjian yang digunakan mengakomodirkan kegiatan perjanjian tersebut. Dalam kegiatan ini, suatu kegiatan haruslah memenuhi hak dan kewajiban dari para pihak yang bersangkutan yaitu pihak pelaku usaha dan pihak konsumen untuk menjamin hak dan kewajiban masing – masing pihak maka haruslah dibuat suatu perjanjian dalam bentuk tertulis maupun secara lisan. Perjanjian tertulis ini banyak digunakan dalam kegiatan perekomian saat ini salah satunya adalah perjanjian baku (standardiced agreement / standardized contract). Perjanjian baku ini terjadi biasanya keadaan dimana salah satu pihak yang lebih kuat ekonomi, psikologis, dan sosialnya untuk menentukan syarat dan isi dalam suatu perjanjian tersebut, sedangkan pihak yang lain hanya bisa menerima atau menolak isi perjanjian tersebut ( take it or leave it ). Pengertian perjanjian baku diatur dalam Pasal 1 angka 8 ICAO dokumen No. 7278, “Report: Definition of Scheduled Air Services.” 7 10 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berisi, Setiap aturan atau ketentuan dan syarat – syarat telah dipersiapkan dan diterapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Klausula eksonerasi adalah klausula yang mengandung unsur berat sebelah antara pihak satu dengan pihak lainnya seperti ketimpangan antara pihak satu dengan pihak lainnya. Klausula ini dapat berupa pengurangan, pembatasan maupun pembebasan tanggung jawab sakah satu pihak dan melimpahkannya tanggung jawabnya kepihak lain yang semestinya adalah tanggung jawabnya atau tanggung jawab itu seharusnya di tanggung bersama – sama menurut hukum yang berlaku. Ketentuan – ketentuan pada KUHPerdata khususnya pada BAB III Tentang Perikatan Secara Umum sudah cukup melindungi kepentingan konsumen. Hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menentukan bahwa setiap perjanjian yang dibuat oleh siapapun juga harus dilakukan dengan itikad baik, baik pembuat maupun pelaksanaan perjanjiannya tidak boleh bertentangan dengan undang – undang, ketertiban umum dan kesusilaan sebagaimana pengaturan dalam 8 Pasal 1320 jo 1337 KUHPerdata tentang “kausa yang legal” yang merupakan salah satu syarat objektif sahnya perjanjian tersebut. Namun dengan adanya ketentuan – ketentuan tersebut tidak menjamin tidak terjadinya penyelewengan dalam pembuatan suatu perjanjian, walaupun sudah adanya ketentuan – ketentuan itu, tetap saja terjadi polemic antara pelaku usaha dengan konsumen yang berkaitan dengan klausula eksonerasi, hal ini disebabkan karena itikad adanya suatu itikad yang kurang atau tidak baik dari pelaku usaha dengan memamfaatkan keadaan konsumen yang cenderung lebih lemah ekonomi, psikologis, dan sosialnya. Seperti contoh prakteknya pencantuman klausula eksonerasi dalam perjanjian baku adalah Tiket Trasportasi Udara, Laut, Kereta Api, dll. PT. Pelita Air Sevice (PT PAS) merupakan perusahaan penerbangan nasional. Pelita Air Service adalah badan usaha anak perusahaan Pertamina. Dinas Penerbangan Pertamina sangat berperan sebagai pendukung kegiatan penyedia sarana angkutan udara dan pada awal kegiatannya PT Pelita Air Service hanya ditujukan untuk melayani kebutuhan perusahaan induk, yaitu Pertamina serta mitra-mitra kerjanya. Kemudian PT Pelita Air Service memperluas bidang dengan terjun ke 9 bidang penerbangan reguler komersial pada tahun 2000. Saat ini PT Pelita Air Service secara garis besar memiliki dua bidang usaha yaitu penerbangan charter dan penerbangan reguler. Penerbangan charter pada umumnya, rute penerbangan charter maskapai Pelita tidak tetap, tetapi beberapa rute charter pesawat yang sudah lama dijalani Maskapai Pelita dan konsumennya adalah: 1. Dumai-Palembang-Jakarta/halim-Yogyakarta-Surabaya-MakassarSorong (dicarter oleh PT Pertamina, dengan pesawat Fokker F100); 2. Karawang-Makassar-Kaimana (dicarter oleh PT Antar Mitra Sembada di Depok, dengan pesawat ATR 72) (rencana); 3. Gorontalo-Raha-Karawang (dicarter oleh PT. Arga Swara Kencana Musik, dengan pesawat Airbus A310 MRTT) (rencana); 4. Karawang-Sorong-Kaimana (dicarter oleh PT Asia Sakti Wahid Foods di Kota Depok Baru dengan pesawat Airbus A320) (rencana); 5. Jakarta/halim-Pekanbaru-Dumai-Jakarta/halim (dicarter oleh PT Chevron Pacific Indonesia dengan pesawat Fokker F100); 10 6. Balikpapan-Bontang-Balikpapan (dMedanicarter oleh PT Pupuk Kaltim dengan pesawat Dash-7(sekarang sudah tdk beroperasi) ); 7. Balikpapan-Bontang-Balikpapan(dicarter oleh PT.Badak NGL dengan pesawat ATR 42-500 (PK-PAX) ); 8. Karawang-Gorontalo-Karawang (dicarter oleh PT Penerbit Erlangga dengan pesawat Fokker F100) (rencana). Penerbangan Balikpapan – Bontang – Balikpapan dengan menggunakan pesawat ATR 42-500 (PK-PAX merupakan pesawat yang telah di charter secara khusus oleh perusahan PT Badan NGL yang bertempatan di Bontang, Kalimantan Timur. PT Badak Natural Gas Liquefaction atau lebih dikenal dengan PT Badak NGL adalah perusahaan penghasil gas alam cair (LNG (Liquid Natural Gas) terbesar di Indonesia dan salah satu kilang LNG yang terbesar di dunia. Perusahaan ini berlokasi di Bontang, Kalimantan Timur. Perusahaan ini memiliki bandara udara secara peribadi untuk pesawat yang di charter secara khusus yang di peruntukan fasilitas untuk pengguna jasa penerbangan tersebut. Bandara Udara PT Badak NGL Bontang, merupakan bandara udara yang dikelolah secara khusus oleh perusahaan PT Badak NGL Bontang. Bandara tersebut menjadi tempat penerbangan dan pendaratan 11 dari pesawat yang di charter oleh Perusahaan PT Badak NGL Bontang, yaitu Maskapai Pelita, tetapi tidak hanya pesawat yang di charter oleh PT Badak NGL Bontang yang melakukan pendaratan dan penerbangan di bandara tersebut, salah satu perushaaan terbesar di Indonesia yaitu perusahaan PT Pupuk Kaltim juga melakukan penerbangan dan pendaratan dengan menggunakan pesawat charter untuk perusahaannya. Dalam pengoperasiannya, PT Badak LNG memiliki struktur organisasi yang terdiri atas beberapa bidang yang memiliki tugas masingmasing demi tetap berjalannya perusahaan gas terbesar ini salah satunya adalah Business Support Division bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya manusia, manajemen, meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan karyawan. Divisi ini membawahi tujuh departemen, yang salah satunya adalah Procurement and Contract Department. Departemen ini terbagi menjadi dua seksi, yaitu Procurement Section dan Contract Section. Departemen ini bertanggung jawab untuk melaksanakan pengadaan equipment dan menangani permasalahan kontrak dengan perusahaan lain. Dalam melaksanakan perjanjian sewa menyewa pesawat khusus charter Department tersebut dipercaya departement untuk Procurement mewakili PT Badak and Contract NGL untuk 12 melaksanakan perjanjian kontrak dengan PT Pelita Air Service. Dalam penggunaan jasa penerbangan tersebut terdapat dua belas (12) golongan, yaitu : 1. VVIP; 2. Medical treatment; 3. Emergency; 4. Pengiriman peti jenazah; 5. Karyawan dinas perusahaan; 6. Karyawan cuti; 7. Beban organisasi internal PT Badak terkait dan/atau melalui HUMAS/PUBLIC RELATIONS SECTION; 8. Penumpang dependent; 9. Tamu departement; 10. Penumpang dari pihak diluar organisasi PT Badak NGL 11. Go show 12. Seat available Dua belas golongan diatas menjelaskan bahwa dari penggunaan jasa penerbangan pesawat charter terdapat jenjang penggunaan jasa penerbangan yang mengakibatkan dari dua belas golongan tersebut 13 terdapat pihak prioritas dan pihak ketiga. Awal mula terbaginya golongang tersebut dikarenakan pesawat khusus charter ini memang dikhususkan untuk fasilitas manajemen, para karyawan dan keluarga karyawan, adapun mengapa pihak ketiga dapat menggunakan pesawat tersebut dikarenakan adanya itikad baik dari pihak PT Badak NGL agar dapat membantu pihak ketiga untuk dapat melaksanakan perjanlanannya dari Bontang – Balikpapan atau Balikpapan – Bontang selama seat yang tersedia belum penuh atau belum digunakan oleh pihak prioritas. Pihak merupakan golongan yang diutamakan dalam prioritas penggunaan jasa pernerbangan, maka dari itu segala kepentingannya harus didahului, sedangkan pihak ketiga merupakan golongan yang kepentingannya dikesampingkan dengan maksud maka golongan ini harus mengikuti dari golongan prioritas terlebih dahulu apabila dalam penggunaan jasa pengangkutan udara terdapat seat kosong maka pihak ketiga dapat memesannya. Pihak prioritas biasanya adalah golongan VVIP, medical treatment, emergency, peti jenazah, dinas perusahaan, cuti, organisasi internal PT Badak terkait dan/atau melalui humas/public relations section, penumpang dependent, tamu department sedangkan, pihak ketiga adalah beban penumpang dari pihak diluar organisasi PT Badak NGL, go show, dan seat available. Dari sistem pembelian tiket atau reservasi tiket 14 penerbangan golongan prioritas menggunakan sistem online yang lebih mempermudah golongan – golongan tersebut dalam melaksanakan pemesanan tiket dan dalam sistem tersebut pada pukul 4 sore semua sistem sudah di lock (dikunci) yang mengakibatkan tidak bisa dilakukan perubahan lagi sementara pihak bukan prioritas dalam melaksanakan pemesanan tiket atau reservasi ia harus datang kebandara atau public relations section dan mengisi beberapa formulir Surat – Jaminan dan membayarnya tunai. Tetapi walaupun sudah terdapat sistem lock dalam pemesanan tiket pesawat tidak menutup kemungkinan terdapat pembatalan atau penggeseran seat secara tiba – tiba yang mengakibatkan pihak – pihak yang dirugikan akan menimbulkan kerugian. Biasanya pihak – pihak yang dirugikan dalam hal ini adalah pihak ketiga karena pihak prioritas tetap dinomor satukan tetapi tidak boleh melewati batasnya. Hal tersebut menimbukan suatu kerugian pihak ketiga dengan keadaan mau tidak mau harus menerima keadaan tersebut dan harus menerima kerugian yang timbul dari akibat pembatalan atau penggeseran seat. Keputusan sepihak yang dilakukan oleh pihak bandara cukup membuat kerugian bagi pihak ketiga dan hak – haknya dalam penggunan jasa pengangkutan udara walaupun sebelum transaksi jual beli tiket antara pihak ketiga dengan pihak bandara sudah dijelasin prosedur dan kemungkinan akan terjadinya 15 pembatalan tiket karena statusnya adalah pihak ketiga. Tanggung jawab pihak pelaku usaha disini seharusnya di pertanyakan bagaimana dengan kewajiban – kewajibannya dalam melaksanakan usahanya serta bagaimana dalam melidungi hak – hak pihak lain yang jauh lebih lemah dibandingkan pihak yang diprioritaskan. Adanya tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian sebagai “TINJAUAN dasar penyusunan YURIDIS penulisan KLAUSULA dengan BAKU judul : DALAM PENGANGKUTAN UDARA ANTARA PENUMPANG DENGAN PT BADAK NGL BONTANG SELAKU PENCHARTER (STUDI KASUS : PERJANJIAN PENGANGKUTAN UDARA PADA PESAWAT PELITA AIR SERVICES BONTANG).” B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pelaksanaan klausula baku dalam perjanjian pengangkutan udara di pesawat Charter antara penumpang pihak ketiga dengan pihak PT Badak yang dibuat dalam bentuk 16 perjanjian baku dikaitkan dengan Pasal 18 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap penumpang yang berasal dari pihak ketiga pada pesawat Charter dalam penggunaan jasa pengangkutan udara PT Pelita Air Service ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan klausula baku dalam perjanjian pengangkutan udara di pesawat Charter antara penumpang pihak ketiga dengan pihak PT Badak yang dibuat dalam bentuk perjanjian baku dikaitkan dengan Pasal 18 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. b. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap penumpang yang berasal dari pihak ketiga pada 17 pesawat Charter dalam penggunaan jasa pengangkutan udara PT Pelita Air Service. 2. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data dan bahan yang releven dengan topik Tinjauan Yuridis Klausula Baku Dalam Pengangkutan Udara Antara Penumpang Dengan PT Badak NGL Bontang Selaku Pencharter (Studi Kasus : Perjanjian Pengangkutan Udara Pada Pesawat Pelita Air Services Bontang) yang diperlukan dalam menyusun penulisan hukum sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelas Sarjana Hukum (SH) pada Falkutas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penulis Sepanjang penelusuran kepustakaan yang telah penulis lakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penulis menemukan beberapa penelitian yang hanya membahas sebagian unsur penelitian dengan kajian yang berbeda, diantaranya: 18 1. Tahun 2010, Valencia Wibowo melakukan penelitian dengan judul Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Jasa Pengangkutan Udara (studi Kasus pada BPSK) Yogyakarta. Penulis memfokuskan penelitiannya pada perlindungan hukum bagi konsumen pengguna jasa pengangkutan udara dalam hal jika terjadi keterlambatan penerbangan maupun dalam hal bagasi yang dibawa penumpang dan cara penyelesaiannya melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). 2. Tahun 2011, Rahmadhani Hartiningtrias melakukan penelitian dengan judul Perlindungan Hukum bagi Konsumen Pengguna Jasa Transportasi Udara di Yogyakarta. Penulis memfokuskan penelitiannya pada perlindungan konsumen bagi pengguna jasa pengangkutan udara dilihat dari berbagai masalah yang sering muncul dalam pengangkutan udara, seperti keterlambatan penerbangan maupun kehilangan bagasi penumpang. 3. Tahun 2014, Yustika Irianita Fanty melakukan penelitian dengan judul Tinjauan Yuridis Pemberlakuan Klausula Baku dalam Sebuah Perjanjian Pengangkutan (Kasus Pembatalan Klausula Baku Pada Tiket Maskapai Lion Air oleh Pengadilan 19 Negeri Jakarta Pusat Nomor 309/PDT.G/2007/PN. Penulis memfokuskan tentang dasar pertimbangan hakim yang memutuskan pernyataan bahwa klausula baku yang tercantum dalam perjanjian pengangkutan Lion Air batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat pada putusan Nomor309/PDT.G/2007/PN.Jkt.Pst, jika didasarkan pada ketentuan KUHPerd dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta akibat hukum yang timbul dari putusan tersebut Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulisan hukum berjudul “TINJAUAN YURIDIS KLAUSULA BAKU DALAM PENGANGKUTAN DENGAN UDARA PT BADAK PENCHARTER (STUDI ANTARA NGL PENUMPANG BONTANG KASUS : SELAKU PERJANJIAN PENGANGKUTAN UDARA PADA PESAWAT PELITA AIR SERVICES BONTANG)” menurut penulis belum pernah dilakukan dan memiliki perbedaan dengan penulisan hukum yang sudah dijelaskan ditas, akan tetapi jika terdapat penelitian serupa di luar sepengetahuan penulis, diharapkan penilitian ini dapat saling melengkapi. 20 E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat akademis Hasil dari penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dalam bidang hukum perdata, khususnya terkait dengan aspek bidang klausula baku dalam perjanjian pengangkutan udara. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi para pengusaha angkutan udara yang menggunakan perjanjian baku agar lebih mengusahakan adanya keseimbangan dalam pengikatan konsumen dengan suatu perjanjian.