Hubungan penampakkan gen Leptin dengan skor kondisi tubuh sapi Bali dan persilangannya (Relationships between leptin gene expression with body conditions score of bali cows and cross-breed ) H. Sonjaya1., D.P. Rahardja1, R. Mappanganro2, 1 Staf Pengajar Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Email: [email protected] 2 Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Peternakan Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar Abstrak Gen Leptin berperan dalam mengontrol hormon Leptin yang disekresikan oleh jaringan adiposa yang mempengaruhi nafsu makan, pertumbuhan, dan reproduksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara gen leptin dengan skor kondisi tubuh pada induk sapi Bali dan persilangannya. Penelitian ini menggunakan motode PCR-RFLP untuk mengamplifikasi fragmen DNA genom gen Leptin. Untuk membedakan keragaman genetik gen Leptin dilakukan pemotongan amplimer menggunakan enzim restriksi Sau3AI. Jumlah sampel yang digunakan yaitu induk sapi Bali 11 ekor dan induk sapi Bali persilangan 13 ekor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gen Leptin-Sau3AI pada induk sapi Bali bersifat monomorfik (frekuensi alel A = 1; B = 0), sedangkan pada sapi Bali persilangan bersifat polimorfik (frekuensi alel A = 0,85, B = 0,15). Sapi Bali memiliki nilai heterozigositas 0, sedangkan sapi Bali persilangan 0,26. Sapi Bali persilangan berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg dengan nilai χ² = 0,430. Semua induk sapi Bali memiliki genotip AA dengan SKT 4,91 ± 1,14; Induk sapi Bali persilangan memiliki genotip AA sebanyak 9 ekor dan genotip AB 4 ekor, dengan rata-rata SKT masing-masing 5,11 ± 0,78 dan 5,75 ± 0,50.. Tidak terdapat hubungan yang nyata (P>0,05) antara gen leptin dengan skor kondisi tubuh induk sapi Bali dan persilangannya. Kata Kunci : Induk Sapi Bali dan Persilangannya, Gen Leptin, Skor Kondisi Tubuh PENDAHULUAN Potensi produktivitas ternak pada dasarnya dipengaruhi faktor genetik, lingkungan serta interaksi antara genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang berpengaruh adalah bangsa ternak, sedangkan faktor lingkungan antara lain: pakan, iklim, ketinggian tempat, bobot badan, penyakit, kebuntingan dan jarak beranak, bulan laktasi serta paritas (Epaphras, et al., 2004). Pada pemeliharaan intensif maupun ekstensif, sapi Bali menunjukkan kemampuan adaptasi yang baik terhadap lingkungan. Beberapa penelitian melaporkan sapi Bali mempunyai kemampuan adaptasi terhadap lingkungan jelek, khususnya pada lingkungan musim kemarau dibanding bangsa sapi lainnya. Sapi bali di beberapa daerah Sulawesi Selatan telah banyak disilangkan dengan bangsa sapi impor (contoh Limousin, Simental dan Brahman). Hasil persilangan ini belum diketahui banyak tentang adaptasinya dengan kondisi lingkungan yang jelek, khusunya pada musim kemarau. Untuk itu perlu dikaji apakah ada perbedaan daya adaptasinya terhadap lingkungan iklim tropis dengan melihat salah satu indikator adaptasi terhadap lingkungan yaitu kondisi tubuh. Skor kondisi tubuh sapi secara signifikan dipengaruhi oleh konsentrasi hormon leptin (Lents et al., 2005). Leptin adalah hormon yang disekresikan oleh jaringan adiposa yang mempengaruhi nafsu makan, pertumbuhan, dan reproduksi yang dikontrol oleh gen leptin (Stone et al., 1996, Chilliard et al., 2001). Gen leptin sapi (LEP) terletak pada kromosom ke 4q32, panjang 16,735 kb, meliputi 3 ekson dan kode untuk protein dari 167 asam amino yang mencakup sinyal 21 urutan asam amino (Pomp et al., 1997; Taniguchi, et al., 2002). Berdasarkan hal diatas , tulisan ini akan membahas bagaimana hubungan gen leptin dengan skor kondisi tubuh pada induk sapi Bali dan persilangannya. MATERI DAN METODE PENELITIAN Ternak dan Koleksi Sampel Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah induk sapi Bali dan persilangannya. Ternak tersebut berasal dari peternakan rakyat yang berlokasi di Sulawesi Selatan Jumlah sampel yang digunakan adalah 24 ekor yang terdiri atas 11 ekor induk sapi Bali dan 13 ekor induk sapi Bali persilangan (Bali x Simental dan Limousin), umur 3 – 5 tahun. Skor kondisi tubuh ditentukan dengan cara menggabungkan penilaian visual dengan mengevaluasi nilai perlemakan serta penonjolan kerangka dengan menggunakan sistem SKT dengan menggunakan nilai dari 1 sampai 9 (1 = kurus, 9 = gemuk) dan sebagai panduannya dengan menggunakan panduan gambar ternak dari Eversole et al. (2009). Untuk mendeteksi adanya polymorphisme gen leptin pada sapi Bali dan persilangannya dilakukan dengan menggunakan teknik molekuler Polymerase Chain Reaction – Restriction Fragmen length polymorphism (PCR-RFLP). Variabel penelitian yaitu genotip pada masing-masing kelompok sapi yang diperoleh berdasarkan hasil PCR-RFLP Sampel darah diambil dari vena jugularis menggunakan vakutainer kedalam tabung sampel yang berisi EDTA dan disimpan pada suhu -200C sebelum diekstraksi DNA. Ekstraksi DNA dilakukan menggunakan “GeneJET DNA Purification Kit dari Thermo ScientificR menghasilkan 200 μl DNA sebagai template untuk PCR. Penentuan Genotip Amplifikasi dilakukan pada gen leptin menggunakan sepasang primer mengikuti Pomp et al (1997) dengan runutan: Forward Primer Revers Primer : 5´- GTCACCAGGATCAATGACAT- 3´ : 5´- CCTACGCAGGAGTAGGTGGT-3´ Kondisi PCR yang diterapkan yaitu denaturasi awal suhu 94 oC selama 2 menit, diikuti dengan 35 siklus selanjutnya pada suhu 94, 58 dan 72ºC masing-masing selama 30 detik, dan terakhir (ekstensi akhir) selama 10 menit pada suhu 72ºC. PCR dilakukan dengan menggunakan Sensoquest Labcycle. Produk PCR dianalisis dengan gel agarosa 4%. Produk reaksi positif digunakan untuk digestasi enzimatik dengan enzim restriksi endonuklease Sau3AI. Hasil PCR-RFLP dielektroforesis menggunakan gel agaros 4% dan divisualisasi pada gel dokumentasi. Analisa Data Analisa data dilakukan terhadap frekuensi alel, heterozigositas dan keseimbangan HardyWeinberg mengikuti persamaan (Nei at al., 2000), dan hubungan antara genotip gen leptin dan skor kondisi tubuh dianalisa dengan uji korelasi menggunakan SPSS 17 (SPSSInc). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil PCR-RFLP gen leptin Sau3AI PCR-RFLP gen IGF-1 SnaB1 pada sapi Bali dan Bali Persilangan dengan riwayat melahirkan kembar dan tunggal menghasilkan fragmen sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Gambar 1. Genotip gen leptin Sau3AI induk sapi Bali dan sapi Bali persilangan Keterangan : Slot no:: 1, 3, 5, 72, 24, 25, 28, 62, 75, I, II, III, IV, VII, XXV, XXVII, XVI, XXIII, XXVIII, XXXII : genotip AA Slot no. 23, XVIII, XXI, XXXV : genotip AB Gambar 1 memperlihatkan hasil PCR-RFLP gen leptin Sau3AI pada sapi Bali dan Bali persilangan. PCR-RFLP gen leptin Sau3AI menghasilkan dua alel, alel A dan alel B. Berdasarkan hasil PCR-RFLP diperoleh dua genotip gen leptin Sau3AI pada induk sapi Bali dan persilangannya yaitu genotip AA (panjang fragmen 730, 690, and 400 bp) dan genotip AB (690, 400, 310bp). Berdasarkan hasil pemotongan fragmen gen leptin-Sau3AI pada 4% gel agarosa pada induk sapi Bali dan persilangannya (Gambar 1) menunjukkan bahwa gen leptin-Sau3AI pada sapi Bali bersifat monomorphik, sedangkan pada sapi Bali persilangan bersifat polimorpik. Hasil pada sapi Bali berbeda dengan Pomp, et al (1997) yang melaporkan polimorfisme gen leptin Sau3AI pada sapi Bos Taurus dan Bos Indicus di Australia; Rasor, et al (2002) pada sapi Angus, Brangus dan Brahman di Barat Daya Amerika Serikat dan Mexico Bagian Utara; Yang, et al (2007) pada sapisapi asli Cina. Menurut Nei dan Kumar (2000), bahwa genetik polimorphik adalah keadaan dimana dua atau lebih alel dengan substansi frekuensi relatif dalam populasi, biasanya lebih dari 1%. Penelitian ini menunjukkan bahwa gen leptin Sau3AI pada induk sapi Bali hanya memiliki genotip AA dan induk Bali persilangan memilki genotip AA dan AB. Hasil ini berbeda dengan Pomp, et al (1997) melaporkan terdapat 3 genotip leptin Sau3AI (genotip AA, AB dan BB) pada pada sapi Bos Taurus dan Bos Indicus di Australia; Rasor, et al (2002) pada sapi Angus, Brangus dan Brahman di Barat Daya Amerika Serikat dan Mexico Bagian Utara; Yang, et al (2007) pada sapi-sapi asli Cina. Tidak adanya genotip BB pada induk sapi Bali dan persilangannya disebabkan karena gen leptin Sau3AI pada sapi Bali bersifat monomorphik yaitu genotip AA, sehingga tidak ada zigot yang memiliki alel B. Sedangkan alel B pada induk sapi Bali persilangan dengan genotip AB diperoleh dari pejantan tetuanya. Berdasarkan hasil nilai heterozigositas pada induk sapi Bali adalah 0, dan pada induk sapi Bali persilangan 0,26, nilai heterozigositas pada keseluruhan populasi sebesar 0,15. Heterozigositas pada populasi ini tergolong rendah, sebab nilainya kurang dari 0,5. Apabila nilai heterozigositas sama dengan 0 (nol), maka diantara populasi yang diukur memiliki hubungan genetik yang sangat dekat dan apabila nilai heterozigositas sama dengan 1 (satu) maka diantara populasi yang diukur tidak terdapat hubungan genetik sama sekali. Dari hasil analisa juga diketahui bahwa induk sapi Bali persilangan dalam keseimbangan genetik sesuai hukum Hardy-Weinberg. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Azari, et al. (2012) bahwa frekuensi genotipe gen leptin pada sapi asli Mazandarani berada di keseimbangan Hardy-Weinberg. 2. Hubungan Fenotip Kelahiran Kembar dan Tunggal dengan Genotip gen Leptin – Sau 3AI pada Sapi Bali dan Bali persilangan Hubungan kelahiran kembar dan kelahiran tunggal dengan keragaman genotip gen Leptin 3 AI pada sapi Bali dan Bali persilangan dapat dilihat pada Tabel 1 : Tabel 1 memperlihatkan genotip gen leptin Sau3AI pada induk sapi Bali dan persilangannya. Sapi Bali (11 ekor) memiliki genotip AA dan induk sapi Bali persilangan genotip AA (9 ekor) dan AB (4 ekor). Berdasarkan hasil analisa diperoleh frekuensi alel pada sapi Bali alel A = 1 dan alel B = 0, sedangkan pada sapi Bali persilangan alel A = 0,85 dan alel B = 0,15. Tabel 1. Hubungan Fenotip Kelahiran Kembar dan Tunggal dengan Genotip gen gen Leptin 3 AI pada sapi Bali dan Bali persilangan Jenis sapi Induk Bali Induk Bali persilangan Genotip n AA AB BB 11 0 0 AA AB BB 9 4 0 Frekuensi Allel 1 SKT 0 0 4,91 ± 1,141 - 0.73 0.27 0 5,11 ± 0,782 5,75 ± 0,502 - Tidak terdapat hubungan yang nyata (P>0,05) Nilai heterozigositas pada sapi Bali yaitu 0 dan pada sapi Bali persilangan yaitu 0,26. Analisa keseimbangan Hardy-Weinberg menunjukkan bahwa sapi Bali tidak dapat dianalisa nilai keseimbangan Hardy-Weinberg-nya, sebab bersifat monomorphik, sedagkan pada sapi Bali persilangan diperoleh nilai χ² = 0,430 (P<0,05), yang berarti bahwa sapi Bali persilangan berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg. Semua induk sapi Bali memiliki genotip AA dengan SKT 4,91 ± 1,14; Induk sapi Bali persilangan memiliki genotip AA sebanyak 9 ekor dan genotip AB 4 ekor, dengan rata-rata SKT masing-masing 5,11 ± 0,78 dan 5,75 ± 0,50. Hasil analisa uji korelasi diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata (p>0,05) antara genotip gen leptin Sau3AI dengan skor kondisi tubuh induk sapi Bali dan Bali persilangan. . Semua induk sapi Bali memiliki genotip AA dengan SKT 4,91 ± 1,14; Induk sapi Bali persilangan memiliki genotip AA sebanyak 9 ekor dan genotip AB 4 ekor, dengan rata-rata SKT 5,11 ± 0,78 dan 5,75 ± 0,50. Hasil ini tidak berbeda dengan hasil penelitian Rasor et al. (2002) yang menemukan berat badan pubertas pada persilangan Hereford dan Brahman, Santa Cruz, dan Santa Gertrudis yang bergenotip AA memiliki berat badan rata-rata 360 kg sedangkan yang bergenotip AB memiliki rata-rata berat badan 364 kg. Pada asupan pakan, Leifers et al. (2002) menemukan bahwa RFLP Sau3AI pada sapi perah yang dihubungkan dengan produksi susu dan menemukan Heifers dengan genotipe AB mengkonsumsi 0,73 kg / hari lebih banyak pakan dibandingkan dengan genotipe AA. Tidak adanya hubungan antara gen leptin- Sau3AI dengan skor kondisi tubuh sejalan dengan pernyataan Rasor, at al (2002) bahwa karena adanya persamaan allel dan genotip, maka tidak dapat diketahui hubungan antara penanda dan berat badan saat pubertas pada sapi persilangan Hereford dan Brahman, Santa Gertrudis, dan Santa Cruz.. KESIMPULAN Tidak terdapat hubungan yang nyata antara genotip gen leptin-Sau3AI dengan skor kondisi tubuh induk sapi Bali dan persilangannya. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada DP2M-DIKTI yang telah memberikan dana Peneltian Riset Unggulan Perguruan Tinggi, Ucapan terima kasih yang sama disampaikan kepada Ully dan Rosma laboran Laboratorium Unit Penelitian Rumah Sakit Pendidikan Unhas DAFTAR PUSTAKA Azari, M. A., S. Hasani, M. Heidari, S. Yousefi. 2012. Genetic Polymorphism of Leptin Gene Using PCR-RFLP Method in Three different populations. Slovak J. Anim. Sci.,45, (2): 39-42. Chilliard Y, M. Bonnet, C. Delavaud, Y. Fauconnier, C. Leroux. 2001. Leptin in ruminants. Gen Expression in adipose tissue and mammary gland regulation of plasma concentration, Domest Anim Endocrinol, 21, 271-295. Epaphras, A., E.D. Karimuribo and S.N. Msellem. 2004. Effect of season and parity on lactation of crossbred Ayrshire cows reared under coastal tropical climate in Tanzania. Livestock Research for Rural Development, 16(6). Eversole, D.E., M.F. Browne, J.B. Hall, and R.E. Dietz. 2009. Body Condition Scoring Beef Cows. Publication 400-791. Virginia Cooperative Extension. Virginia Polytechnic Institute and State University. Lents C. A., R. P. Wettemann, F. J. White, I. Rubi, N. H. Ciccioli, L. J. Spicer, D. H. Keisler, and M. E. Payton. 2005. Influence of nutrient intake and body fat on concentrations of insulinlike growth factor-I, insulin, thyroxine, and leptin in plasma of gestating beef cows. J ANIM SCI 2005, 83:586-596. Liefers S.C., M.F.W. te Pas, R.F. Veerkamp, and T. van der Lende. 2002. Associations between Leptin Gene Polymorphisms and Production, Live Weight, Energy Balance, Feed Intake, and Fertility in Holstein Heifers. J Dairy Sci 85: 1633-1638. Nei, M and S. Kumar. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. Oxford University Press, Inc., New York. Pomp D, Zou T, Clutter AC, Barendse W. 1997. Rapid communication: mapping of leptin to bovine chromosome 4 by linkage analysis of a PCR-based polymorphism. J Anim Sci.1997;75:1427. Rasor C. C., M. G. Thomas, PAS, R. M. Enns, H. C. Salazar, H. M. Zhang, G. L. Williams, PAS, R. L. Stanko, R. D. Randel, and J. RIOS. 2002. Allelic and Genotypic Frequencies of the Leptin Gene Sau3AI Restriction Fragment Length Polymorphism and Evaluation of Its Association with Age at Puberty in Cattle in the Southwestern United States and Northern Mexico. The Professional Animal Scientist 18:141-146. Ritchie, H., S. Rust and D. Buskirk. 2009. Research Updates. American Red Angus Magazine. Michigan State University. Stone, R. T., S. M. Kappes, and C. W. Beattie. 1996. The bovine homolog of the obese gene maps to chromosome-4. Mamm. Genome 7:399. Taniguchi Y, Itoh T, Yamada T, Sasaki Y. 2002. Genomic structure and promoter analysis of the bovine leptin gene. IUBMB Life. ;53:131–5. Yang, D., H. Chen, X. Wang, Z. Tian, L. Tang, Z. Zhang, C. Lei, L. Zhang & Y. Wang, 2007. Association of polymorphisms of leptin gene with body weight and body sizes indexes in Chinese indigenous cattle. Journal of Genetics and Genomics, 34, 400–405.