Prinsip-Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian

advertisement
 2010 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian Tugas Kelompok Dian Kurniasarie (0806479906), Rahma S. Pratiwi (0806480126), Sandi Sifananda (0806480170), Tesar Ahmad Zakaria (0806480220), The Fensy (0806480385), Triyoga Laksito (0806480233) F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 10/4/2010 2 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian Daftar Isi 1 Ketentuan Umum Tentang Perikatan ............................................................................................. 3 2 Ketentuan Umum Tentang Perjanjian ............................................................................................ 4 3 Kontrak Bisnis .................................................................................................................................. 6 4 Perikatan Yang Lahir dari Undang‐Undang ................................................................................... 13 5 Contoh surat perjanjian ................................................................................................................ 19 6 Contoh Surat Kuasa ....................................................................................................................... 22 7 Referensi ....................................................................................................................................... 23 F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 3 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian 1 Ketentuan Umum Tentang Perikatan Perikatan adalah kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum perikatan tersebut (Muljadi & Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, 2004, p. 17). Istilah perikatan ini diambil dari istilah obligation dalam Code Civil Perancis. Jika dilihat dari unsur‐unsurnya, unsur Perikatan terdiri dari: 1.
2.
3.
4.
perikatan merupakan suatu hubungan hukum hubungan hukum tersebut melibatkan dua atau lebih orang (pihak) hubungan hukum tersebut adalah hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban pada salah satu pihak dalam perikatan Pihak yang memiliki kewajiban dalam suatu perikatan disebut dengan debitor. Kewajiban ini merupakan utang atau prestasi bagi debitor. Disisi lain, pihak yang memiliki yang memiliki hak atas perikatan yang disepakati disebut dengan kreditor, yaitu yang memeliki hak atas pelaksanaan prestasi oleh debitor. Perikatan dapat dibagi dalam beberapa pembagian, antara lain menurut sumber hukum, menurut isi perikatan, menurut sifat keutamaan perikatan, dan kewajiban pihak dalam perikatan untuk melakukan prestasi (Muljadi & Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, 2004). Pembagian menurut sumber perikatan dapat dibagi lagi menjadi: 1. Perikatan yang bersumber dari Perjanjian (Muljadi & Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, 2004, pp. 42‐45) Dalam perjanjian, salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut mengikatkan diri untuk memenuhi kewajiban sebagaimana yang dijanjikan. Prestasi yang timbul dari perjanjian tidak saja yang telah ditentukan untuk dipenuhi salah satu pihak dalam perjanjian, tetapi juga prestasi yang ditentukan oleh undang‐undang dan dilakukan secara timbal balik antara kedua belah pihak dalam perjanjian. 2. Perikatan yang bersumber pada Undang‐Undang (Muljadi & Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, 2004, pp. 45‐50) Undang‐Undang Hukum Perdata membagi lagi perikatan ini menjadi perikatan yang lahir dari undang‐undang saja dan perikatan yang lahir dari undang‐undang yang disertai perbuatan manusia, baik yang diperbolehkan maupun yang bertentangan dengan hukum. Peristiwa hukum merupakan contoh dalam perikatan yang lahir dari undang‐undang saja. Kegagalan debitor didalam memenuhi prestasinya dapat menimbulkan perikatan lainnya, yaitu berupa kewajiban untuk mengganti biaya, kerugian, dan bunga. Kewajiban ini timbul apabila kreditor telah melakukan teguran terhadap debitor tetapi tetap tidak dapat melaksanakan prestasinya atau diistilahkan dengan wanprestasi. Bentuk‐bentuk dari wanprestasi adalah (Muljadi & Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, 2004, p. 70): 1. debitor sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya; 2. debitor tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya/melaksanakan kewajibannya tetapi tidak sebagaimana mestinya; 3. debitor tidak melaksanakan kewajibannya pada waktunya F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 4 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian 4. debitor melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan 2 Ketentuan Umum Tentang Perjanjian Perikatan menunjukkan suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua atu lebih orang atau pihak, dimana hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban kepada salah satu pihak yang terlibat dalam hubungan hukum tersebut (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002, p. 1). Perikatan yang lahir dari perjanjian merupakan yang paling banyak terjadi dalam kehidupan sehari‐hari. Eksitensi perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat ditemui dalam ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang‐Undang Hukum Perdata (KUHP) yang menyatakan “Tiap‐
tiap perakitan dilahirkan, baik karena perjanjian baik karena undang‐undang”. Kemudian dipertegas dengan ketentuan Pasal 1313 KUHP yang menyatakan bahwa “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri pada satu orang atau lebih”. Dengan kata lain suatu perjanjian adalah: 1. suatu perbuatan; 2. antara sekurang‐kurangnya dua orang (jadi dapat lebi dari dua orang); 3. perbuatan tersebut melahirkan perikatan di antara pihak‐pihak yang berjanji tersebut. Atas dasar inilah kemudian dikenal adanya perjanjian konsesuil, perjanjian formil dan perjanjian riil (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002, p. 8). 1. Dalam perjanjian konsesuil, kesepakatan dicapai oleh para pihak secara lisan, melalui ucapan saja telah memihak para pihak. Contoh: perjanjian jual beli. 2. Dalam perjanjian formil, kesepakatan atau perjanjian lisan semata‐mata antara para pihak yang berjanji belum melahirkan kewajiban pada pihak yang berjanji untuk menyerahkan sesuatu, melakukan atau berbuat sesuatu atau utuk tidak melakukan atau tidak berbuat sesuatu. Contoh: perjanjian hibah. 3. Perjanjian riil menunjukkan adanya suatu perbuatan nyata yang harus dipenuhi agar perjanjian yang dibuat tersebut mengikat para pihak yang mengadakan perjanjian. Contoh: penitipan barang. Asas‐asas hukum perjanjian: 1. Asas personalia (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002, p. 14) Pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri. Asas ini diatur dalam ketentuan Pasal 1315 Kitab Undanng‐Undang Hukum Perdata. 2. Asas konsesualitas (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002, p. 34) Pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang yang telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah pihak‐pihak tersebut mencapai kesepakatan atau consessus, F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 5 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata‐mata. Ketentuan yang mengatur mengenai konsesualitas mengacu pada rumusan Pasal 1320 KUHP. 3. Asas kebebasan berkontrak (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002, p. 45) Para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. Dasar hukum asas ini mengacu pada rumusan angka 4 Pasal 1320 KUHP. 4. Perjanjian berlaku sebagai undang‐undang (pasca sunt sevande) (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002, p. 59) Perikatan dapat lahir dari undang‐undang maupun karena perjanjian. Jadi perjanjian sumber dari perikatan. Sebagai perikatan yang dibuat dengan sengaja, atas kehendak para pihak secara sukarela, maka segala sesuatu yanng telah disepakati, disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana telah dikehendaki oleh mereka. Asas ini mengacu pada Pasal 1338 ayat (1). Tiga unsur dalam perjanjian: 1. Unsur esnsialia (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002, p. 85) Unsur ini dalam perjanjian mewakili ketentuan‐ketentuan berupa prestasi‐prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu pihak atau lebih, yang mencerminkan sifat dan perjanjian tersebut, dan yang membedakan secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Pada umumnya dalam memberikan rumusan, definisi atau pengertian dari suatu perjanjian umumnya unsur ini digunakan. 2. Unsur naturalia (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002, p. 88) Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur esensialia‐nya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur esensilia jual beli, akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat‐cacat tersembunyi. 3. Unsur aksedentalia (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002, p. 89) Unsur aksedentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan‐
ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama‐sama oleh para pihak. F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 6 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian 3 Kontrak Bisnis Peristiwa di mana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya dibuat secara tertulis. Para pihak yang bersepakat mengenai hal‐hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk menaati dan melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan (verbitenis). Kontrak akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut, karena itu kontrak yang mereka buat merupakan sumber hukum formal selama kontrak tersebut merupakan kontrak yang sah (Saliman, 2006, p. 49). Syarat kontrak yang sah sebagai berikut (Saliman, 2006): •
•
Syarat subyektif : apabila dilanggar maka kontrak dapat dibatalkan o kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan) o kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya Syarat obyektif : apabila dilanggar maka kontraknya batal demi hukum o suatu hal (obyek) tertentu o sesuatu sebab yang halal ( kausa) Asas lain dakam kontrak selain asas‐asas hukum dalam perjanjian (Saliman, 2006): •
•
•
•
•
•
•
kepercayaan persamaan keseimbangan moral kepatutan kebiasaan kepastian hukum Sumber hukum kontrak (Saliman, 2006): •
•
Persetujuan para pihak (kontrak) Undang‐undang: o Undang‐undang saja o UU karena suatu perbuatan : ƒ yang diperbolehkan (zaakwaarnaming) ƒ yang berlawanan dengan hukum Resiko merupakan kewajiban untuk memikul kerugian jika ada suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam kontrak (Saliman, 2006). Kondisi dari wanprestasi (Saliman, 2006): •
tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 7 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian •
•
•
melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat melakukan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukannya Akibat dari wanprestasi itu biasanya dikenakan sanksi berupa ganti rugi, pembatalan kontrak, peralihan risiko, maupun membayar biaya perkara, namun demikian masih dapat membela diri dengan alasan (Saliman, 2006): • keadaan memaksa (overmacht / force majeure) • kelalaian pihak lain • pihak lain telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi Oleh karena itu dalam setiap kontrak bisnis yang dibuat dapat dicantumkan mengenai risiko, wanprestasi dan keadaan memaksa. Keadaan memaksa merupakan kondisi dimana di luar kekuasaannya, memaksa dan tidak dapat diketahui sebelumnya. Keadaan memaksa ada yang bersifat mutlak (absolute) seperti bencana alam dan bersifat tidak mutlak (relative) yaitu berupa keadaan di mana kontrak tersebut masih dapat dilaksanakan namun dengan biaya yang sangat tinggi. Macam‐macam kontrak bisnis: 1) Perjanjian kredit (Saliman, 2006) a) Pengertian kredit Kredit atau credere (bahasa Romawi) artinya percaya, kepercayaan merupakan dasar dari setiap perjanjian. Unsur kredit adalah •
•
•
•
•
•
adanya dua pihak kesepakatan pinjam meminjam kepercayaan prestasi imbalan jangka waktu tertentu dengan obyeknya benda Dasar dari perjanjian kredit adalah UU Perbankan No. 10 tahun 1998 tentang perjanjian kredit diatur dalam pasal 1 ayat 11, yang berbunyi: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yan bisa dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam‐meminjam antara bank (kreditor) dengan pihak lain (debitor) yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Terdapat 2 kelompok perjanjian kredit yaitu: •
•
perjanjian kredit uang perjanjian kredit barang F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 8 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian b) Perjanjian kredit uang i) Para Pihak Setiap pihak yang melakukan aktivitas menghimpun dana dari masyarakat wajib memiliki ijin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat, persyaratan tersebut adalah: o
o
o
o
o
o
susunan organisasi dan pengurusan permodalan kepemilikan keahlian dalam bidang perbankan kelayakan rencana kerja hal‐hal lain yang ditetapkan Bank Indonesia ii) Bunga Meskipun menurut UU tidak boleh lebih dari 6%, tetapi dalam praktek bisnis kesepakatan antara kreditor dan debitor biasanya boleh lebih dari yang ditentukan, yang penting bunga itu ada. iii) Batas maksimum pemberian kredit Menurut UU, tidak boleh melebihi 30% dari modal bank sesuai dengan ketentuan BI. BI menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa dapat dilakukan oleh bank tidak boleh melebihi 10% dari modal bank kepada: •
•
•
•
•
•
pemegang saham yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetorkan bank anggota dewan komisaris anggota direksi keluarga dari pemegang saham yang memiliki ≥ 10% dari modal yang disetorkan bank, anggota dewan komisaris, dan direksi. Pejabat bank lainnya Perusahaan‐perusahaanyang di dalamnya terdapat kepentingan dari pemegang saham yang memiliki ≥ 10% dari modal yang disetorkan bank, anggota dewan komisaris, dan direksi. Dalam pemberian kredit, bank wajib menempuh cara‐cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, tentunya lepas dari indikasi paktek kolusi, korupsi dan nepotisme. iv) Jaminan Biasanya kredit yang diberikan mengandung risiko sehingga dalam memberikan kredit bank harus memperhatikan dasar perkreditan yang sehat agar debitor bisa mengembalikan segala pinjamannya dengan teratur dan lancar. Dalam hal ini, seringkali untuk memperoleh keyakinan atas kemampuan debitor yang perlu diperhatikan adalah F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 9 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian studi kelayakan kerja dan prospek bisnis dari debitur di samping melakukan penilaian aspek watak, kemampuan, modal, agunan serta kecenderungan yang sering dilakukan oleh debitor, termasuk mencari informasi dari sumber lainnya. Mengenai agunan yang dijadikan jaminan perlu mendapat perhatian khusus, mengingat banyak sekali dalam praktek proyek dijadikan jaminan, bila perlu ditambahkan dengan jaminan hipotik, gadai, dan fidusia, atau tanggunan personal dan corporate guarantee. v) Jangka waktu Dalam perjanjian kredit perlu diatur jangka waktunya mengingat kredit adalah kontrak yang suatu waktu harus dikembalikan. Jika setelah jatuh tempo debitor masih belum memenuhi kewajibannya apalagi dengan indikasi sengaja atau lalai, perlu dicantumkan sanksi atas kelalaian tersebut termasuk waktu maksimal yang ditentukan sehingga debitor tidak berlarut‐larut. c) Problematika Isi perjanjian telah ditentukan sebelumnya secara sepihak (standard contract) untuk alasan efisiensi. Meski demikian, untuk setiap public contract perlu mendapat perlindungan/ pengawasan khusus dengan undang‐undang seperti yang telah diterapkan pada beberapa negara. Di samping itu, perkembangan yang demikian tidak menguntungkan konsumen, karena hubungan hak dan kewajiban antara para pihak cenderung ditentukan pihak kreditor sehingga tidak ada kepastian hukum. 2) Perjanjian leasing (Saliman, 2006) a) Perngertian Leasing adalah perjanjian yang pembayarannya dilakukan secara angsuran dan hak milik atas barang itu beralih kepada pembeli setelah angsurannya lunas dibayar. b) Ciri‐ciri pokok • Hak milik atas barang baru beralih setelah pembayaran lunas, berarti selama kurun waktu kontrak berjalanhak milik masih menjadi hak lessor, hal ini berbeda dengan perjanjian pembiayaan untuk jual beli barang. • Sewaktu‐waktu lessor bisa membatalkan kontrak bila lessee lalai. • Leasing bukan perjanjian kredit murni, namun cenderung perjanjian kredit dengan jaminan terselubung. • Ada registrasi kredit dengan tujuan untuk melahirkan sifat kebendaan dari perjanjian jaminan. Menurut Komar Andasasmita, ciri‐ciri pokok leasing adalah: •
•
•
menyangkut barang atau obyek khusus yang merupakan suatu kesatuan tersendiri. memperoleh pemakaian menjadi tujuan utama. ada hubungan antara lamanya kontrak dengan jangka waktu pemakaian obyek leasing. F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 10 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian •
•
tenggang waktu kontrak berlaku tetap. tenggang waktu tersebut sesuai dengan maksud para pihak seluruhnya atau hampir sama dengan lamanya pemakaian barang yang merupakan obyek perjanjian dilihat dari segi ekonomi menurut perkiraan para pihak. 3) Perjanjian keagenan dan distributor (Saliman, 2006) a) Pengertian keagenan Agen adalah perusahaan nasional yang menjalankan keagenan Keagenan adalah hubungan hukum antara pemegang merek (principal) dan suatu perusahaan dalam penunjukkan untuk melakukan perakitan/pembuatan/manufaktur serta penjualan/distribusi barang modal atau produk industri tertentu. Jasa keagenan adalah usaha jasa perantara untuk melakukan suatu transaksi bisnis tertentu yang menghubungkan produsen di satu pihak dan konsumen di lain pihak. b) Hubungan hukum keagenan Hubungan hukum antara agen dengan principal merupakan hubungan yang dibangun melalui mekanisme layanan lepas jual, di sini hak milik atas produk yang dijual oleh agen tidak lagi berada pada principal melainkan sudah berpindah kepada agen, karena pada prinsipnya agen telah membeli produk dari principal. c) Status hukum keagenan • Hukum keagenan hanya diatur oleh Keputusan Menteri saja, hal ini menyebabkan lemahnya status dan hubungan hukum yang terjadi pada bisnis keagenan bahkan banyak terjadi praktik‐praktik penyimpangan. • Kontrak harus ditandatangani secara langsung antara principal dan agen. • Kontrak antara principal dan agen wajib didaftarkan ke Departemen Perindustrian dan Perdagangan, kalau tidak berarti batal demi hukum. • Persyaratan untuk mendapatkan Surat Tanda Pendaftaran menurut Instruksi Direktorat Jendral Perdagangan Dalam Negeri No. 01 Tahun 1985: o Surat permohonan dari perusahaan yang berbentuk badan hukum. o Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). o Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya. o Tanda Daftar Perusahaan yang masih berlaku. o Fotokopi surat penunjukan (letter of appointment) atau kontrak (agreement) yang telah dilegalisir oleh notaris dan perwakilan RI di luar negeri di negara domisili principal (dokumen aslidiminta diperlihatkan). o Surat perjanjian atau penunjukkan dari produsen kepada supplier, apabila penunjukan dilakukan oleh supplier , dan harus dilampirkan surat persetujuan dari produsen barang sehubungan dengan penunjukkan tersebut. F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 11 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian o
o
Leaflet, brosur, katalog asli dari produk atau jasa yang hendak yang akan dijadikan agen. Surat pernyataan dari principal dan agen yang ditunjuk yang menyatakan bahwa barang atau jasa tersebut belum ada perusahaan lain yang ditunjuk sebagai agen atau distributor. d) Problematika kontrak keagenan • Hukum keagenan di Indonesia memberi kebebasan antara principal dan agen untuk menjalin hubungan hukum melalui penunjukan atau perjanjian yang keduanya memiliki implikasi hukum yan berbeda. • Dilihat dari wajib daftar perusahaannya, maka hubungan hukum keagenan, belum ditetapkannya ”perjanjian” ataukah ”pendaftaran” sebagai penentu legalitas hubungan keagenan. • Berbagai persyaratan yang diminta sehubungan permohonan pendaftaran tersebut, tidak hanya sekadar ”tanda” menyangkut status dan kedudukan keagenan, melainkan lebih menyerupai ”izin”. • Dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 428/M/SK/12/1987 tentang Agen Tunggal Pemegang Merek, bila dicermati, untuk beberapa hal menimbulkan kontradiksi bahkan mengesankan terjadinya campur tangan pemerintah terhadap suatu transaksi perdata. • Mengenai hak prioritas untuk kepemilikan saham dari principal untuk mendirikan perusahaan manufaktur dari barang yang diagenkan tersebut, bagaimana penanganan track record dan kinerja yang buruk dari agen buruk. Hal ini berimplikasi pada mustahilnya principal akan menggandeng agen tersebut. e) Sengketa‐sengketa keagenan • Perselisihan biasanya disebabkan terutama menyangkut tata cara pengakhiran (siapakah yang dimaksud dengan “pihak”, versi pricipal, pihak adalah agen saja, sementara versi agen, pihak adalah baik principal maupun agen. • Standar atau ukuran untuk menilai kegiatan yang tidak memuaskan dari pihak agen. • Penunjukkan agen lain sebelum ada penyelesaian tuntas. • Lemahnya sistem pengawasan terhadap pelaksanaan kontrak keagenan. • Masih ada anggapan bahwa agen hanyalah sebatas working relationship, bukan sebagai partnership dari principal yang kemudian berujung pada habis manis sepah dibuang, setelah melakukan berbagai upaya untuk membangun channel of distribution, promosi, pemasaran, dll. f)
Perbedaan pokok agen dan distributor • Distributor membeli dan menjual barang untuk diri sendiri dan atas tanggung jawab sendiri termasuk memikul semua risiko, sedangkan agen melakukan tindakan hukum atas perintah dan tanggung jawab principal dan risiko dipikul oleh principal. F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 12 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian •
•
•
Distributor mendapat keuntungan atas margin harga beli dengan harga jual, sementara agen mendapatkan komisi. Distributor bertanggung jawab sendiri atas semua biaya yang dikeluarkan, sedangkan agen meminta pembayaran kembali atas biaya yang dikeluarkannya. Sistem manajemen dan akuntansi dari distributor bersifat otonom, sedangkan keagenan berhak menagih secara langsung kepada nasabah. 4) Perjanjian franchising dan lisensi (Saliman, 2006) • Franchise adalah pemilik dari sebuah merek dagang, nama dagang, sebuah rahasia dagang, paten, atau produk (biasanya disebut franchisor) yang memberikan lisensi ke pihak lain (biasanya disebut franchisee) untuk menjual atau memberikan layanan dari produk di bawah nama franchisor. • Franchisee biasanya membayar semacam fee (royalti) kepada franchisor terhadap aktivitas yang mereka lakukan. Franchisee dan franchisor merupakan dua pihak yang terpisah satu sama lainnya Di samping jenis kontrak tersebut di atas, terdapat jenis kontrak lainnya, yaitu (Saliman, 2006): •
•
•
•
•
•
•
•
kontrak jual beli kontrak sewa menyewa pemberian atau hibah (schenking) perseroan (maatschap) kontrak pinjam‐meminjam kontrak penganggungan utang (borgtocht) kontrak kerja kontrak pembiayaan Berakhirnya kontrak dapat disebabkan karena (Saliman, 2006): 1. pembayaran 2. penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan produk yang hendak dibayarkan di suatu tempat 3. pembaruan utang 4. kompensasi 5. pencampuran utang 6. pembebasan utang 7. hapusnya produk yang dimaksudkan dalam kontrak 8. pembatalan kontrak 9. akibat berlakunya suatu syarat pembatalan 10. lewat waktu Bentuk kontrak dan penulisan kontrak kredit, leasing dan keagenan: 1) Pola umum anatomi sebuah kontrak a. judul F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 13 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian b. pembukaan c. pihak‐pihak d. latar belakang e. isi f. penutup 2) Tahapan‐tahapan kontrak Biasanya dalam tahapan berkontrak para pihak melalui: a. Prakontrak: negosiasi, pembuatan Memory of Understanding (MoU), studi kelayakan dan negosiasi lanjutan. b. Kontrak: penulisan naskah awal, pembahasan naskah, penulisan naskah akhir, penandatanganan. c. Pascakontrak: pelaksanaan kontrak, penafsiran kontrak, penyelesaian sengketa. 4 Perikatan Yang Lahir dari Undang­Undang Perikatan yang lahir dari undang‐undang didefinisikan dalam Bab III Kitab Undang Undang Hukum Perdata sebagai berikut : Pasal 1352 Perikatan‐perikatan yang dilahirkan demi undang‐undang, timbul dari undang‐undang saja atau dari undang‐undang sebagai akibat perbuatan orang. Pasal 1353 Perikatan‐perikatan yang dilahirkan dari undang‐undang sebagai akibat perbuatan orang, terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan melanggar hukum. Dalam konteks pasal 1352 , undang‐undang membagi perikatan yang lahir dari undang‐undang dibagi menjadi perikatan yang lahir dari undang‐undang semata‐mata dan perikatan yang lahir dari undang‐undang sebagai akibat perbuatan atau tindakan manusia. Contoh kategori perikatan sesuai dengan pasal 1352 yaitu kematian seseorang yang melahirkan kewajiban pada ahli warisnya untuk memenuhi kewajiban pewaris kepada para kreditornya, pernyataan pailit yang mengakibatkan seluruh harta kekayaan pemilik perserikatan disita untuk melunasi kewajiban kepada kreditor. Perikatan yang lahir dari undang‐undang saja banyak diketemukan dalam lapangan hukum kekeluargaan dan hukum kebendaan (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002). Dalam konteks pasal 1353, perikatan dibagi menjadi 1) perikatan yang lahir dari undang‐undang sebagai akibat perbuatan manusia atau orang perorangan yang diperkenankan oleh undang‐undang, yang halal, yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang‐undangan yang berlaku, F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 14 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian 2) perikatan yang lahir dari undang‐undang sebagai akibat perbuatan manusia atau orang perorangan yang melanggar undang‐undang yang tidak diperkenankan oleh hukum yang melawan hukum (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002). Pengaturan Perikatan yang lahir dari undang‐undang tersebut akan dibahas secara terperinci sebagai berikut: 1) Pengurusan Kepentingan Orang Lain Tanpa Perintah Dari Orang Yang Bersangkutan (Zaakwaarneming). Zaakwaarneming diatur pada Buku III Kitab Undang‐Undang Hukum Perdata Bab III pasal 1354 – pasal 1358. Berdasarkan Pasal 1354, memiliki 5 unsur yaitu: a. Zaakwaanerming ialah suatu perbuatan hukum pengurusan kepentingan pihak atau orang lain. Terkait dengan perbuatan hukum, maka pelaksanaan pengurusan harus sejalan dan sesuai dengan hasil akhir yang dikendaki atau memang diharapkan oleh dominus. Untuk membatasi penyalagunaan Zaakwaanerming, pasal 1357 Kitab Undang‐Undang hukum perdata menyatakan dengan tegas bahwa jika kepentingan telah diurus dengan baik yang artinya sesuai dengan kehendak dan pengharapan dari dominus, maka dominus berkewajiban untuk mengganti segala pengeluaran yang telah dikeluarkan oleh gestor yang dianggap perlu dan atau berfaedah bagi jalannya pengurusan kepentingan yang baik tersebut (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002). Selanjutnya, Zaakwaanerming pelaksanaannya diatur pada pasal 1356 dan pasal 1357 mengungkapkan dua hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan sehubungan dengan pengurusan kepentingan pihak lain: • Berhubungan dengan makna kepentingan, pengurusan harus selalu dikaitkan dengan kepentingan dominus. Suatu hal yang merupakan kepentingan bagi gestor belum tentu kepentingan bagi dominus. Dalam kehidupan sehari‐hari contoh zaakwaanerming antara lain pembayaran tagihan listrik, tagihan telepon dan lain‐lain. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi zaakwaanerming jarang dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada dominus • Berhubungan dengan makna pengurusan dengan baik, dan pengeluaran yang perlu dan berfaedah harus dilihat dari kebiasaan, kepatutan dan kepantasan yang berlaku dimana kegiatan zaakwaanerming dilakukan. • Contoh analisa diskusi (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002): A memiliki rumah di pemukiman X, ketika A mendapat tugas kantor selama 3 bulan diluar negeri, pipa ledeng di halaman rumah A bocor hingga air melimpah ke luar. B selaku tetangga A berinisiatif meminta tukan ledeng untuk memperbaiki kerusakan tersebut. Tidak lama setelah perbaikan selesai A kembali, dan tukang ledeng menyampaikan kwitansi biaya perbaikan sebesar Rp. 10,000,000.00 lengkap dengan perinciannya. Pertanyaan : o apakah A harus membayar tukang ledeng yang atas perintah B memperbaiki kerusakan, F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian 15 o
o
apakah tindakan B dianggap sebagai pengurusan kepentingan A, apakah sudah terjadi zaakwaanerming? b. Zaakwaanerming dilakukan secara sukarela. Pernyataan sukarela yang dimaksud ialah pekerjaan pengurusan kepentingan dominus oleh gestor dilakukan tanpa maksud tertentu dalam lapangan harta kekayaan. Pasal 1358, mengatur hal ini menegaskan setiap tindakan pengurusan kepentingan dominus oleh gestor tidak memberi hak kepada gestor untuk menuntut pemenuhan upah dari dominus. Namun demikian seringkali ditemui pengurusan sukarela dalam masyarakat untuk tujuan atau maksud tertentu, contoh karyawan mengurus kepentingan pribadi atasannya agar mendapat kenaikan gaji, seorang A mengurus pemakaman perijinan surat kematian tetangganya ke kekelurahan dan kecamatan. Dalam undang‐undang hal tersebut tidak dilarang, bahkan dalam suatu masyarakat adalah suatu bentuk kewajiban moral untuk saling membantu, yang jika tidak dilaksanakan akan mendapat sangsi moral tertentu (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002). c. Zaakwanerming dilakukan tanpa adanya perintah (kuasa atau kewenangan) yang diberikan oleh pihak yang kepentingannya diurus. Unsur ini membedakan antara Zaakwanerming dengan lastgeving (pemberian kuasa). Pada lastgeving, tidak hanya memberikan kewenangan untuk melakukan pengurusan atas kepentingan tertentu dari lastgever (pemberi kuasa) , tetapi juga membebani lasthebber (penerima kuasa) untuk menyelesaikan tugas hingga selesai. Jika lasthebber bermaksud membebaskan diri dari beban yang diberikan, ia wajib menyampaikan pemberitahuan mengenai maksudnya kepada lastgever dalam suatu jangka waktu tertentu yang layak, yang sesuai dengan beban yang harus dijalankan kepengurusannya olehnya serta menurut pertimbangan dan kepatutan yang berlaku dalam masyarakat. Jika terjadi kerugian pada lastgever, maka lasthebber wajib mengganti kerugian tersebut (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002). d. Zaakwanerming dilakukan dengan atau tanpa sepengetahuan dari orang yang kepentingannya diurus. Merupakan salah satu unsur yang membedakan Zaakwanerming dengan lastgeving (pemberian kuasa). Hal yang membedakannya ialah pada lastgeving selalu diawali dengan penawaran dari seorang lastgever kepada orang yang akan menjadi lasthebber mengenai pemberian suatu beban. Berdasarkan pasal 1795 dan 1796 Kitab Undang‐Undang Hukum Perdata, lastgeving dibagi menjadi dua yaitu lastgeving yang bersifat umum dan lastgeving yang bersifat khusus. Lastgeving yang bersifat umum dapat diwujudkan pada zaakwaanerming, karena pengurusan kepentingan lastgever tidak mengandung hak bagi lasthebber untuk mengalihkan kebendaan milik lastgever, maupun untuk membebani kebendaan milik lastgever dengan jaminan‐jaminan kebendaan, maupun hal‐hal F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian 16 yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik terhadap kebendaan yang dimilikinya. Sedangkan lastgeving bersifat khusus tidak dapat dilakukan melalui zaakwaaneming, karena bertujuan untuk melakukan sesuatu yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik sejati dari suatu kebendaan tidak dapat dilaksanakan tanpa perintah, kuasa atau kewenangan yang diberikan secara tegas oleh pemilik tersebut (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002). e. Pihak yang melakukan pengurusan (gestor) dengan dilakukannya pengurusan, berkewajiban untuk menyelesaikan pengurusan tersebut hingga selesai atau hingga pihak yang diurus kepentingannya tersebut (dominus) dapat mengerjakan sendiri kepentingannya tersebut. f.
Hak dan kewajiban Gestor • Gestor berhak atas (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002): o Penggantian atas segala biaya dan ganti kerugian yang telah dikeluarkan oleh gestor yang perlu dan berfaedah bagi pengurusan kepentian dominus, sebagai akibat penguruan kepentian dominus olehnya, kecuali hak atas upah. o Menahan segala apa kepunyaan dominus yang berada di tangannya, sekian lamanya, hingga kepadanya telah dibayar lunas segala biaya dan ganti kerugian yang telah dikeluarkan gestor yang perlu dan berfaedah bagi pengurusan kepentian dominus. • Kewajiban dari seorang gestor (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002): o Menyelesaikan kepengurusan kepentingan dominus yang telah mulai dilaksanakan atau dikerjakan olehnya, kecuali jika kegiatan pengurusan tersebut diambil alih oleh dominus setelah ia sendiri dapat mengerjakannya. o Dalam hal dominus meninggal, maka kepentingan yang telah diurus oleh gestor tetap harus diselesaikan, hingga dapat diambil alih oleh ahi waris dominus. Pada sisi sebaliknya jika gestor meninggal , ahli waris gestor berkewajiban menyelesaikan urusan terkait tersebut. o Melakukan pengurusan kepentingan dominus sebagai layaknya seorang bapak rumah tangga yang baik. o Memberikan laporan pertanggungjawaban tentang apa yang telah dilakukan atau diperbuatnya sehubungan dengan kepengurusan yan telah dimulai olehnya hingga selesai. o Memberikan perhitungan kepada dominus tentang segala apa yang telah diterimanya kepada dominus (dikeluarkan untuk kepentingan dominus) dalam kaitannya dengan kepengurusan kepentingan dominus tersebut. F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 17 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian Memberikan penggantian kerugian, biaya dan bunga kepada dominus sebagai akibat kesalahan, maupun kelalaian dalam melakukan pengurusan kepentingan dominus. o g. Hak dan kewajiban Dominus • Dominus berhak atas (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002): ƒ Menuntut agar gestor melakukan pengurusan kepentingan dominus sebagaimana layaknya bapak rumah tangga yang baik ƒ Meminta agar gestor menyampaikan laporan pertanggung jawaban tentang apa yang telah dilakukan atau diperbuatnya olehnya sehubungan dengan kepenguran yang telah dimulai olehnya tersebut hingga selesai ƒ Meminta gestor memberikan perhitungan kepada dominus tentang segala apa yang telah diterimanya kepada dominus (dikeluarkannya untuk kepentingan dominus) dalam kaitannya dengan kepengurusan kepentingan dominus tersebut. ƒ Menuntut gestor atas setiap kerugian, biaya dan bunga yang diderita dominus sebagai akibat kesalahan , maupun kelalaian dalam melakukan pengurusan kepentingan dominus. ƒ Menuntut gestor untuk bertanggung jawab atas setiap perikatan yang dibuat oleh gestor untuk kepentingan dominus, yang telah dibuatnya secara tidak baik, yang tidak perlu, dan berfaedah bagi kepentingan dominus. • Kewajiban dominus (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002): ƒ Memberi penggantian atas seluruh biaya yang telah dikeluarkan gestor yang perlu dan berfaedah bagi pengurusan kepentingan dominus. ƒ Memberi ganti rugi atas setiap perikatan yang dibuat oleh gestor, yang berfaedah dan perlu untuk kepentingan dominus dalam rangka pengurusan kepentingan dominus. ƒ Memenuhi seluruh perikatan yang telah dibuat oleh gestor, yang berfaedah dan perlu untuk kepentingan dominus dalam rangka pengurusan kepentingan dominus. o
h. Berakhirnya Zaakwaanerming, hanya berlaku dalam hal: • Diselesaikannya pengurusan kepentingan dominus yang telah dilaksanakan oleh gestor. • Diserahkannya pekerjaan pengurusan kepentingan dominus yang telah dilaksanakan tapi belum selesai kepada dominus atau ahli warisnya jika dominus telah meninggal, yang disertai dengan laporan dan perhitungan mengenai perikatan yang telah dibuat atau dilaksanakan serta biaya‐biaya yang telah dikeluarkan yang perlu dan berfaedah bagi pengurusan kepentingan dominus. F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 18 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian 2) Pembayaran yang Tidak Terutang (Onverschuldigde betaling, condictio indebiti) Pengaturan pembayaran yang tidak terutang sebagai salah satu perikatan yang lahir dari undang‐undang sebagai akibat perbuatan yang halal diatur pada pasal 1359 – pasal 1364 kitab undang‐undang hukum perdata. Rumusan pasal 1359 kitab undang‐undang hukum perdata, menyatakan pembayaran yang tidak terutang ialah pembayaran yang dilakukan oleh sesorang atau pihak tertentu kepada orang lain atau pihak tertentu lainnya yang didasarkan pada suatu asumsi atau anggapan bahwa orang atau pihak yang pertama kali disebut tersebut (yang membayar) memiliki utang atau kewajiban atau prestasi atau perikatan yang harus dipenuhi olehnya kepada pihak atau orang disebut belakangan ini, meskipun sesungguhnya hutang atau kewajiban atau prestasi atau perikatan mana pada dasarnya tidak pernah ada sejak awal, ataupun karena sebab tertentu telah hapus, sehingga sesungguhnya utang atau kewajiban atau prestasi atau perikatan tersebut sudah tidak ada lagi (Muljadi & Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, 2002). Undang‐undang hukum perdata mengatur pembayaran tidak terutang sebagai berikut: •
Pembayaran yang dilakukan bukan dalam rangka perikatan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 1381 kitab undang‐undang hukum perdata, yang berbunyi : Perikatan hapus : 1) karena pembayaran, 2) karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan, 3) karena pembaharuan hutang, 4) karena perjumpaan utang atau kompensasi, 5) karena pencampuran utang, 6) karena pembebasan utang, 7) karena musnahnya barang yang terutang, 8) karena kesalahan atau pembatalan, 9) karena berlakuknya suatu syarat pembatalan, dan 10) karena lewatnya waktu yang diatur dalam suatu bab tersendiri •
Pembayaran yang dilakukan bukan dalam rangka pemenuhan perikatan yang tidak memenuhi syarat subyektif, sebagaimana yang diatur dalam pasal 1451 kitab undang‐
undang hukum perdata. •
Pembayaran yang dilakukan bukan merupakan terhadap perikatan ilmiah, yaitu pemenuhan terhadap perikatan dengan kewajiban pada pihak debitor tetapi tanpa adanya hak tuntutan kebendaan kepada kreditor atas harta benda atau kekayaan debitor. Pada pasal 1360 – 1361 kitab undang‐undang hukum perdata, menjelaskan lebih lanjut bahwa pembayaran yang dilakukan seseorang yang merasa dirinya berutang tetapi sesungguhnya tidak berhutang, maka debitor berhak menuntut kembali pada kreditor apa yang telah dibayarkannya, dan kreditor yang mengetahui pembayaran yang tidak seharusnya dibayarkan, berkewajiban mengembalikan pembayaran tersebut kepada debitor. Peraturan ini berlaku untuk kreditor beritikad baik. Sedangkan untuk kreditor beritikad buruk, Pasal 1362 kitab undang‐undang hukum perdata mengatur rumusan sebagai berikut: F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 19 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian •
•
•
•
Jika kebendaan yang dibayarkan secara khilaf masih berada ditangan orang yang tidak menerima pembayaran yang tidak terutang dengan itikad buruk, maka ia berkewajiban mengembalikan kebendaan, bunga dan hasil yang diperoleh dari kebendaan tersebut, selama kebendaan tersebut berada dalam penguasaannya, biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang melakukan pembayaran, kerugian yang diderita oleh pihak yang melakukan pembayaran dan bunga atas kemerosotan nilai kebendaan yang telah diserahkan tersebut. Jika kebendaan yang dibayarkan secara khilaf tidak lagi berada ditangan atau tidak lagi dimiliki oleh orang yang menerima pembayaran yang tidak terutang dengan itikad buruk, tetapi belum musnah, maka ia berkewajiban mengembalikan bunga dan hasil yang diperoleh dari kebendaan tersebut, selama kebendaan tersebut berada dalam penguasaannya, biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang melakukan pembayaran, kerugian yang diderita oleh pihak yang melakukan pembayaran dan bunga atas kemerosotan nilai kebendaan yang telah diserahkan tersebut. Jika kebendaan yang dibayarkan secara khilaf tersebut musnah, maka orang yang tlah menerima pembayaran yang tidak terutang dengan itikad buruk berkewajiban mengganti harga dari kebendaan, memberikan penggantian atas semua biaya yang telah dikeluaran oleh pihak yang melakukan pembayaran, kerugian yang diderita oleh pihak yang melakukan pembayaran dan bunga atas kemerosotan nilai kebendaan yang telah diserahkan tersebut. Jika kebendaan yang dibayarkan secara khilaf tersebut musnah dengan cara yang sama juga seandainya kebendaan tersebut berada pada orang kepada siapa seharusnya kebendaan tersebut diberikan, maka orang yang telah menerima pembayaran yang tidak terutang dengan itikad buruk diwajibkan untuk mengganti harga dari kebendaan tersebut. 3) Perbuatan Melawan Hukum yang Mengacu Pada Undang‐Undang, Kesusilaan, Kepatutan dan Ketertiban Umum (Tort, Onrechtmatige Daad) Perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk perikatan yang lahir dari undang‐undang sebagai akibat perbuatan manusia yang melanggar hukum. Berdasarkan rumusan pasal 1356 kitab undang‐undang hukum perdata, perbuatan melawan hukum memiliki unsur‐unsur berikut ini: a. Ada suatu perbuatan yang melawan hukum b. Perbuatan tersebut merugikan pihak lain c. Ada kesalahan dalam perbuatan hukum yang dilakukan tersebut. 5 Contoh surat perjanjian SURAT PERJANJIAN SEWA KONTRAK RUMAH F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 20 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian Kami yang bertanda tangan di bawah ini : = ______________________ = bertempat tinggal di Jalan _____________________ Jakarta __________, nomor KTP ________________ dan pemilik rumah di Jalan _____________ Jakarta Selatan, dalam surat perjanjian ini menjadi penandatangan sebagai yang mengontrakkan dan selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA; dan = ______________________ = dalam kedudukannya selaku ____________________, bertempat tinggal di Jalan _________________________ Bogor ____________, nomor KTP ________________ dan dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama sendiri. Tersebut di atas menjadi penandatangan sebagai pengontrak dan selanjutnya disebut PIHAK KEDUA; m e n y a t a k a n bahwa antara kedua belah pihak telah tercapai kata sepakat mengadakan perjanjian sewa kontrak bangun rumah (gedung) tempat tinggal yang terletak di Jalan _____________________Jakarta Selatan, dengan telepon nomor _____________, menurut perjanjian dan penetapan yang ditentukan di bawah ini. P A S A L 1 1.1. Persetujuan sewa kontrak rumah (gedung) yang tersebut pada alamat di atas beserta 1 (satu) sambungan nomor telepon nomor ____________ dan 1 (satu) unit Jet Pump Sanyo, berlaku untuk jangka waktu ___ (___________) tahun dan berjalan mulai tanggal ___________ sampai dengan tanggal ___________. 1.2. Pada saat berakhirnya surat perjanjian sewa kontrak bangun rumah (gedung) ini, yaitu pada tanggal ________________, PIHAK KEDUA harus sudah mengosongkan dan menyerahkan rumah (gedung) tersebut kepada PIHAK PERTAMA tanpa alasan apapun juga dan dalam keadaan baik. P A S A L 2 2.1. Uang imbalan jasa ditetapkan sebesar Rp _______________________ (______________________ Rupiah) dan dibayar secara _____________ (__________) tahap untuk jangka waktu tersebut pada pasal 1 ayat 1 oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA. 2.2. Pembayaran tahap 1 (satu) sebesar Rp ______________ (______________ Rupiah) dibayar TUNAI pada saat penandatanganan surat perjanjian sewa rumah (gedung) ini. 2.3. Pembayaran tahap 2 (dua) sebesar Rp ___________________ (_____________ Rupiah) dibayar TUNAI paling lambat tanggal ______________. 2.4. Perjanjian sewa rumah (gedung) ini SAH apabila PIHAK KEDUA telah melunasi pembayaran tahap 2 (dua) dan PIHAK PERTAMA akan memberikan kwitansi tanda terima pembayaran sewa rumah (gedung). P A S A L 3 F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 21 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian 3.1. PIHAK PERTAMA menjamin dan bertanggungjawab penuh terhadap PIHAK KEDUA atas gangguan (gugatan) PIHAK KETIGA selama dalam masa tersebut dalam perjanjian ini; demikian pula tidak akan merubah sifat rumah dan perjanjian ini, khususnya tentang masa berlakunya pada pasal 1 ayat 1. 3.2. PIHAK KEDUA tidak dibenarkan mengadakan perjanjian dengan PIHAK KETIGA mengenai rumah (gedung) tersebut; demikian pula tidak akan minta ganti rugi apabila PIHAK KEDUA membatalkan hubungan perjanjian sewa kontrak bangun ini sebelum waktunya berakhir. 3.3. PIHAK KEDUA tidak dibenarkan mengadakan perubahan (perombakan) pengalihan hak‐hak PIHAK PERTAMA menjadi hak‐hak PIHAK KEDUA atau pihak‐pihak lainnya, termasuk pengertian pula tidak mengusahakan mendapatkan V.B. dari instansi‐instansi berwenang atas akomodasi dari rumah (gedung) tersebut dalam perjanjian ini. P A S A L 4 4.1. PIHAK PERTAMA mengaku telah mengetahui bahwa rumah (gedung) tersebut hanya digunakan untuk rumah tinggal dan tempat usaha dalam kepentingan kesejahteraan keluarga PIHAK KEDUA dalam jangka waktu tersebut pada perjanjian ini. 4.2. PIHAK KEDUA mempunyai wewenang untuk pengaturan penunjukkan penghuni atas rumah (gedung) tersebut dengan pengertian bahwa penghuni tadi harus berstatus anggota keluarga dan penunjukkannya tidak bertentangan dengan perjanjian dan penetapan surat sewa kontrak bangun ini. 4.3. PIHAK KEDUA tidak dibenarkan menggunakan rumah (gedung) tersebut untuk pergudangan, perbengkelan dan hal‐hal perbuatan yang melanggar norma‐norma agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum. P A S A L 5 5.1. Biaya karena penggunaan aliran listrik (PLN) dan pemakaian hubungan sambungan telepon selama berlakunya surat perjanjian ini, menjadi tanggungan PIHAK KEDUA. 5.2. Segala perbaikan, perubahan, dan tambahan atas rumah (gedung) tersebut yang dilaksanakan atas kehendak PIHAK KEDUA harus mendapat persetujuan PIHAK PERTAMA dan segala biayanya menjadi tanggungan PIHAK KEDUA dengan ketentuan dan pengertian hasilnya menjadi milik PIHAK PERTAMA. 5.3. Kwitansi akhir karena penggunaan aliran listrik (PLN) dan saluran telepon menjadi tanggungan PIHAK KEDUA pada saat berakhirnya perjanjian ini. 5.4. Pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) selama berlakunya perjanjian ini menjadi tanggungan PIHAK KEDUA. P A S A L 6 Segala sesuatu yang belum diatur dalam surat perjanjian ini akan diatur dan ditentukan kemudian dan tersendiri oleh kedua belah pihak. P A S A L 7 F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 22 Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian Untuk perselisihan yang timbul dari atau karena surat perjanjian ini, kedua belah pihak memilih domisili pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri di Jakarta. P A S A L 8 Demikian surat perjanjian sewa kontrak bangun rumah (gedung) ini dibuat di Jakarta pada tanggal _________________ dalam rangkap dua dengan penyaksian oleh 2 (dua) orang saksi dan dilengkapi materai secukupnya yang mempunyai kekuatan yang sama; sehelai diserahkan pada PIHAK PERTAMA, sedangkan sehelai lainnya pada PIHAK KEDUA. Jakarta, _______________ PIHAK PERTAMA/yang mengontrakkan PIHAK KEDUA/Pengontrak (_____________________) (________________) S A K S I ‐ S A K S I 1. _________________________________ 2. _________________________________ (_________________) (__________________) 6 Contoh Surat Kuasa Yang bertanda tangan dibawah ini, ahli waris alm :_______________________________________ 1.
2.
3.
4.
5.
Nama: _______________________ Umur: _______th, Pekerjaan: _________________________ Nama: _______________________ Umur: _______th, Pekerjaan: _________________________ Nama: _______________________ Umur: _______th, Pekerjaan: _________________________ Nama: _______________________ Umur: _______th, Pekerjaan: _________________________ Nama: _______________________ Umur: _______th, Pekerjaan: _________________________ Dengan ini menyatakan dengan sebenarnya telah memberi kuasa penuh dengan hak Substitusi Kepada: ______________________, Umur: _______th, Pekerjaan: ___________________________ Alamat: ___________________________________________________________________________ Untuk bertindak atas nama dan guna kepentingan pemberi kuasa, menjual dan atau melepaskan serta memindahkan segala hak apapun juga yang ada, dan atau dapat dilakukan serta harus dan boleh dilakukan atas sebidang tanah yang terletak di Kelurahan Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang, terletak pada persil _____________________ kohir nomor C _______________ blok _______________ Luas_____________M2, dengan batas‐batas sebagai berikut: F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia Prinsip‐Prinsip Hukum Perikatan dan Perjanjian 23 Utara: Tanah milik ___________________________________________________________ Timur: Tanah milik ____________________________________________________________ Selatan: Tanah milik __________________________________________________________ Barat: Tanah milik ___________________________________________________________ Dan untuk menghadap pejabat,instansi‐instansi,badan‐badan,orang‐orang,orang menerima dan memberikan penerangan dan memutuskan dan lain‐lain,menandatangani perjanjian‐perjanjian naskah atau surat‐surat permohonan lain menerima uang dan untuk menandatangani kwitansi atau tanda bukti penerimaan yang sah mengajukan claim‐claim atau lain‐lain hal tidak satupun kecualinya dan pada umumnya mengurus dan menyelesaikan segala sesuatu yang berhubungan dengan kuasa ini dalam arti yang seluas‐luasnya dan ditandatangani diatas materai yang cukup serta dalam keadaan sehat badan,waras pikiran dan tidak dipaksa oleh siapapun juga. Yang Menerima Kuasa Nomor: ___/______/Pem‐Ds.PB/_______ Tanggal: ____________________________ Mengetahui Lurah/Kepala: ___________________________
(___________________________________) Pamulang______________________________ Yang Memberi Kuasa 1. __________________( )
2. __________________( )
3. __________________( Materai ) 4. __________________( ) 5. __________________( )
Nomor: _____________________________ Tanggal: ____________________________ Mengetahui Camat Kecamatan Pamulang (___________________________________) NIP:________________________________
7 Referensi Muljadi, K., & Widjaja, G. (2004). Perikatan Pada Umumnya. Jakarta: Rajawali Pers. Muljadi, K., & Widjaja, G. (2002). Perikatan yang lahir dari perjanjian. Jakarta: Rajawali Pers. Muljadi, K., & Widjaja, G. (2003). Perikatan yang lahir dari undang‐undang. Jakarta : Rajawali Pers. Saliman, A. S. (2006). Hukum bisnis untuk perusahaan: teori dan contoh kasus. Jakarta: Kencana. F082 – Magister Manajemen Universitas Indonesia 
Download