1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Wacana yang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Wacana yang paling fundamental dalam kajian hadits adalah persoalan
otentisitas dan reliabilitas sebuah hadits. Keraguan sebagian sarjana Muslim atas
peran hadits sebagai sumber otoritas kedua setelah al-Quran, tidak sepenuhnya
berkaitan resistensi mereka atas otoritas sunnah, tetapi lebih pada keraguan
mereka atas keakuratan metodologi yang digunakan dalam menentukan
originalitas hadits. Apabila metodologi otentifikasi yang digunakan bermasalah,
maka semua hasil yang dicapai dari metode tersebut tidak steril dari kemungkinan
verifikais ulang, kritik sejarah bahkan hasil tersebut bisa menjadi collapse.
Fenomena munkirus sunnah dalam rentang sejarah bersumber dari yang satu ini.
Penelitian ini tidak bermaksud menggugat posisi hadits sebagai sumber
otoritas Islam. Hadits yang dianggap sebagai verbalisasi sunnah oleh sebagian
besar umat Islam terlalu penting untuk diabaikan dalam kehidupan beragama,
sosial, dan politik. Hadits bukan hanya sebagai sumber hukum Islam yang berdiri
sendiri, tetapi juga sebagai sumber informasi yang sangat berharga untuk
memahami wahyu Allah SWT. Hadits juga sebagai sumber sejarah awal Islam.
Hadits juga menjadi landasan moral bagi pendidikan karakter yang saat ini sedang
marak dan digelontokan bangsa Indonesia melalui kurikulum pendidikan.1
Singkatnya, ada hadits hukum, hadits tafsir, hadits sejarah, hadits politik, hadits
akhlak, dan sebagainya. Dalam anatomi hukum Islam, hadits merupakan salah
satu kalau bukan yang terpenting sumber untuk dikonsultasi.
1
Maraknya wacana terhadap persoalan pendidikan karakter bangsa Indonesia tidak
terlepas dari keterpurukan moral generasi muda yang secara bergelindan merambah pada
persoalan-persoalan kasus-kasus memprihatinkan elit politik. Lebih tragis lagi, dominasi
Mahkamah Kontitusi sebagai filter dan kitabnya etika bangsa diuji dengan persoalan pelanggaran
moral. Juru bicara Mahkamah Kontitusi, menegaskan tekadnya untuk menegakkan kembali citra
Mahkamah Kontitusi sebagai lembaga hukum tinggi negara Indonesia, dengan lebih instent
memasukkan nilai-nilai etika dan hukum Islam dari sunnah Nabi Muhammad saw. serta pemikiran
para intelektual Islam pada pembentukan hukum nasional. Pernyataan tersebut disampaikan
langsung Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva, pada Seminar Internasional dengan tema
“Sumbangan Pemikiran Hukum Islam pada Konstalasi Hukum Nasional” pada hari Kamis, 28
Nopember 2013 di Auditorium Kampus I IAIN Walisongo Semarang.
1
2
Era post modern ini tampaknya menjadi abad yang krusial dalam
menentukan otoritas hadits sebagai salah satu sumber syariah Islam. Pada abad ini
syariah mengalami pembelokan luar biasa untuk menghadapi sejumlah tantangan
baru yang dihadapi oleh dunia Muslim. Barat telah tumbuh menjadi kekuatan
global dan menjajah sebagian besar dunia termasuk daerah-daerah Muslim.
Masyarakat berubah dari pertanian menjadi industri, atau bahkan pasca industri.
Teknologi informasi memaksa mereka untuk menjadi bagian dari global village
yang mudah terjangkau. Ide-ide baru bermunculan tidak terbendung, baik di
bidang sosial, politik, hukum, ekonomi, dan agama yang selanjutnya mampu
menggeser tatanan masyarakat dunia. Imperium Turki Usmani di Turki, bersamasama dunia Muslim lainnya seperti Iraq, Mesir telah runtuh, tuntutan untuk
reformasi semakin nyaring terdengar.
Di sisi lain dari pengaruh era post modern ini, memunculkan konsep
negara modern di belahan bumi Eropa yang secara berkelindan memunculkan
konsep hukum modern.2 Konsep negara dan hukum modern ini pada akhirnya
juga merambah negara-negara Muslim. Di negara-negara Muslim atau yang
sebagaian besar berpenduduk Muslim seperti Indonesia sekarang ini, hukum
negara yang terkodifikasikan mulai menggantikan peran pendapat-pendapat
hukum para fuqoha yang bersumber dari al Quran atau hadits. Negara-negara
Barat turut ambil bagian dalam proses perubahan hukum tersebut, baik melalui
pemberian inspirasi tekanan atau bahkan memaksa negara-negara Muslim untuk
mengubah hukumnya.
Sementara itu, sejumlah gerakan sekuler, sebagaimana diungkapkan
Nurcholish Madjid, tidak hanya mendorong saja tetapi juga memfasilitasi
pembelokan hukum dan logikanya dari pendapat ahli hukum Islam yang
bersumber dari dalil-dalil al-Quran atau hadits.3 Realitas demikian menunjukkan
indikasi munkirul Quran dan juga terhadap hadits. Ditambah lagi, kesarjanaan
2
Hukum modern mempunyai ciri rasional dan liberal. Rasional bahwa segala provisi
hukum dapat dinalar dalam pengertian dapat diterima oleh semua pihak atau warga dengan
berbagai latar belakangnya. Atas dasar ini maka dalam hukum modern terasa mendesak akan
kebutuhan hukum yang terkodifikasikan. Lihat Muhyar Fanani, Membumikan Hukum Langit,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm. 8
3
Nurcholish Madjid, Dialog Antar Peradaban, (Jakarta : Paramadina, 2009), hlm. 27.
3
hukum Islam (menjadi) hanya terbatas, sering pula terpojokkan, pada masalahmasalah ritual, ibadah, dan spiritualitas. Kedudukan al-Quran dan hadits sebagai
sumber hukum Islam telah kehilangan otoritasnya dalam bidang hukum lain.
Banyak kasus bermunculan seperti pembagian waris yang sama antara laki-laki
dan perempuan sebagaimana dicetuskan Abdalla,4 wanita-wanita Indonesia tidak
diharuskan memakai jilbab sebagaimana pernyataan yang dilontarkan Madjid,5
kesaksian wanita yang tidak harus berbanding dua dengan laki-laki sebagimana
diungkapkan Zuhad,6 mengubah hukum potong tangan bagi pencuri dan rajam
bagi pezina sebagaimana ketentuan pasal KUHP.7
Hasil penelitian yang dilakukan Abdul Fatah Idris tentang fenomena
munkirus sunah terhadap tokoh neo-modern Islam Fazlurrahman mengisyaratkan
penolakan Rahman terhadap Hadits-hadits prediktif dan teknis yang menurut
Rahman, sebagaimana dikutip Idris, hadits prediktif dan teknis tidak bersumber
dari Nabi Muhammad saw (a-historis), tetapi merupakan hasil formulasi para
ulama generasi awal dalam sejarah Islam. Dalam kajian ini Rahman, memiliki
kekhawatiran mendalam karena banyak hadits-hadits prediktif dalam literatur
kitab-kitab hadits. Lebih lanjut dalam simpulan penelitian Disertasinya, Idris,
mengungkapkan bahwa Rahman menolak tegas hadits prediktif sebagai sebuah
rekayasa ulama, dan meskipun menolak Rahman masih mentolilir hadits teknis
yang dipandang bersifat normatif di dalam formulasi-formulasinya yang aktual.8
Selain Rahman, diskursus hadits di Barat merujuk kepada nama Ignaz
Goldziher (Honggaria), Joseph Scacht (Austria), G.H.A. Juynboll (Belanda),
Harald Motzki (Jerman) dan beberapa nama yang lain. Di mata Orientalis, kedua
nama yang pertama dianggap seperti Ibnu al-Salah (pendekar ulumul hadits
4
Ulil Abshar Abdalla dkk, Islam Liberal dan Fundamental, Sebuah Pertarungan
Wacana, (Yogyakarta : eLSAQ Press, 2007), hlm. 299
5
Nurcholish Madjid, Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, Membangun Tradisi dan
Visi Baru Islam Indonesia, (Jakarta : Paramadina, 2003), hlm. 173.
6
Zuhad dalam catatan kuliah Ilmu al-Quran Hadits Pasca Sarjana IAIN Walisongo
Semarang tahun 2012.
7
Muhammad Fuad Noeh, Wajah KeIslaman-Kebangsaan SBY, (Depok : eLSAKU,
2004), hlm. 52. Lihat juga Ulil Abshar Abdalla dkk, Islam Liberal dan Fundamental, Sebuah
Pertarungan Wacana, (Yogyakarta : eLSAQ Press, 2007), hlm. 265.
8
Abdul Fatah Idris, Hadits-Hadits Prediktif dan Teknis, Studi Pemikiran Fazlur
Rahman, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2012), hlm. vii
4
Muslim) atau Ibnu Hajar dalam dunia Islam. Sedangkan G.H.A. Juynboll dan
Harald Motzki, dianggap (kurang lebih) seperti Muhammad Sakir, al-Albani, dan
al-Saqqaf atau al-Gumari dalam dunia Islam. Kedua nama pertama (Goldziher dan
Schacht) meskipun telah wafat, tetapi meninggalkan pengaruh global dan
menciptakan madhab skeptis di Barat. Di masa Goldziher dan Schacht, mayoritas
sarjana Barat untuk tidak mengatakan semua, skeptis atau inkar terhadap literatur
Islam, termasuk hadits (munkirus Sunnah). Diskursus masa awal Islam (abad
pertama/kedua hijriyah) dianggap tidak tersentuh karena minusnya sumber yang
tersedia untuk itu. Secara umum, madhab skeptis berpendapat bahwa pengetahuan
dan informasi tentang masa awal Islam (abad pertama/kedua hijriyah) hanyalah
persepsi komunitas Muslim abad ketiga. Literatur yang ada tidak lebih dari
sekedar refleksi peta konflik yang tidak dapat memantulkan realitas seperti
digambarkan oleh sumber itu sendiri.
Konteks organisasi sosial agama di Indonesia, Jaringan Ahmadiyah
Indonesia (JAI)9 yang merupakan pecahan Ahmadiyah juga ikut menyuramkan
keontetikan sunnah Nabi Muhammad saw, sebagaimana dilansir Machasin, JAI
sering terlibat konflik agama dengan masyarakat terutama dengan golongan
Nahdhiyin, disebabkan banyak ajaranya yang menyimpang dari syariat Islam.
Persoalan JAI sebagai aliran sesat dan munkirus Sunnah sebenarnya adalah
persoalan lama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada masa Buya Hamka tahun
1980 sudah mengeluarkan fatwa bahwa JAI adalah aliran sesat dan menyesatkan.
Demikian juga tahun 2005 MUI kembali menegaskan bahwa JAI adalah aliran
yang keluar/bukan bagian dari Islam.10
Selain JAI, aliran Syiah juga turut meramaikan fenomena munkirus
sunnah di Indonesia. Seperti termaktub dalam sejarah, munculnya berbagai
golongan Syiah disebabkan oleh karena perbedaan prinsip keyakinan dan
9
Jaringan Ahmadiyah Indonesia (JAI) merupakan cabang Ahamadiyah yang berpusat di
London, Inggris. JAI terdaftar sebagai badan hukum berdasarkan penetapan Menteri Kehakiman
RI Nomor : JA.5/23/13 tanggal 13 Maret 1953. JAI juga terdaftar sebagai organisasi
kemasyarakatan di Departemen Dalam Negeri Nomor : 75/D.1/VI/2003 tanggal 5 Juni 2003. Lihat
Muhammad Mukhsin Jamil, Agama-agama Baru di Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2008), hlm. 67.
10
Machasin, Jemaat dan Gerakan Ahmadiyah dalam Abu Hamid, dkk, Mengenai
Ajaran Beberapa Aliran Islam di Indonesia, (Surakarta : UMS, 1995), hlm. 55.
5
perbedaan dalam pergantian Imam, yaitu sesudah al-Husein, Imam ketiga,
sesudah Ali Zaenal Abidin, imam keempat dan sesudah Ja`far Sadiq, Imam
keenam.11
Paham Syiah sesuai dengan Qonun Asasinya memang sangat mencintai
ahlul bait, yaitu keluarga Nabi Muhammad saw, seperti Fatimah, Sayidina Ali bin
Abi Tholib, cucu nabi Hasan dan Husein dan seterusnya. Akibat kecintaan yang
ekstrim tersebut yang didukung dengan sikap apatis terhadap golongan lain dari
umat Islam (kelompok Umayah dalam sejarahnya), membuat paham Syiah tidak
mempercayai sumber-sumber Hadits yang diriwayatkan oleh selain ahlul bait.
Akibatnya, mereka lebih memilih fatwa dari imam-imam mereka dari pada
merujuk hadits yang diriwayatkan bukan dari ahlul bait.
Meskipun tidak semua Syiah adalah munkirus Sunnah, namun berbagai
konflik yang sering muncul di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa
masyarakat melihat dengan mata kepalanya sendiri terhadap perilaku, paham, dan
peribadatan yang dilakukan pemeluk Syiah berbeda tajam dengan paham Sunni,
salah satunya adalah munkirus Sunnah yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul Bait
atau munkirus Sunnah dalam bentuk tradisi keagamaan yang menyimpang dari
organisasi keagamaan mainstream.12
Sama seperti JAI dan Syiah, ajaran-ajaran purifikasi Islam Majelis Tafsir
Al Quran (MTA) juga berpotensi menimbulkan konflik. Pemahaman yang parsial
di ranah apapun rawan memunculkan konflik. Salah satunya disebabkan oleh
pemahaman secara tekstual menjadi pemicu. Konflik antara MTA dengan ormas
Islam lain berada pada dataran furu`iyyah seperti bilangan shalat tarawih,
memelihara jenazah, dan pengharaman binatang Anjing. Persoalan furu`yah
dalam agama yang benar memerlukan landasan dari sumber otentik hukum Islam
11
M. Quraish Shihab, Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian Atas
Konsep Ajaran dan Pemikiran, (Tangerang : Lentera Hati, 1997), hlm. 66.
12
Pengalaman pahit dari tragedi yang dialami masyarakat Syiah di Pekalongan, Batang,
Jepara, dan Sampang Madura sesungguhnya terletak pada anggapan awal masyarakat Sunni
maupun kelompok Wahabi bahwa Syiah menjadi faham keagamaan yang sesat dan munkirus
Sunnah, karena dianggap tidak sesuai ajaran Islam pada umumnya. Beberapa ajaran Syiah seperti
soal imamah, taqiyah, nikah mut`ah, wilayah faqih, pembencian sahabat Nabi Muhammad saw,
pemalsuan al-Quran, apatis terhadap hadits yang diriwayatkan selain ahlul bait, dan seterusnya
menjadi alat provokasi membenci Syiah.
6
seperti Al Quran dan Hadits. Perbedaan penafsiran MTA terhadap persoalan
furu`iyyah ini menunai kecaman dari organisasi agama mainstream dan menunai
polemik di masyarakat yang kerap muncul anggapan bahwa MTA adalah aliran
sesat, inkar terhadap sumber otentik hukum Islam seperti Al Quran dan Sunnah
yang telah mengatur terhadap persoalan furu`iyyah di atas serta telah mengakar
dalam tradisi umat Islam. Beberapa tokoh senior dari NU sering dibuat merah
telinganya gara-gara mendengarkan dakwah MTA melalui jaringan televisi dan
radio yang sering disampaikan ketua MTA sendiri yakni Ahmad Sukino.
Merespon hasil pemikiran para modernis dan terhadap fenomena
keraguan terhadap keontentikan dan keorisinalitas hadits sebagaimana deskripsi
singkat di atas menunjukkan bahwa hari ini, kurang lebih 30 tahun setelahnya,
pemikiran noe-modernis dan metodologi heurmenetik Rahman dan juga tokoh
lainnya dalam mengkaji ilmu-ilmu hadits, yang dahulu menunai kontroversi di
hampir semua tempat di belahan dunia, kini kian berkibar dan mendapat tempat
dalam konstalasi keilmuan Islam khususnya di tanah air. Demikian juga
perkembangan praktik-praktik organisasi sosial dan keagamaan seperti JAI, Syiah,
MTA, dan aliran-aliran keagamaan lain yang berpotensi rawan konflik
memerlukan interprestasi ulang agar diterima dan kondusif di masyarakat. Hal ini
penting mengingat pemikiran hadits di Barat juga berkembang sangat dinamis.
Hasil temuan dan perubahan pemikiran masyarakat sebagi bagian dari
respon pemikiran umat Islam terhadap perkembangan penelitian hadits yang
dilakukan ulama-ulama pembaruan menunjukkan bahwa masyarakat Muslim
sendiri terbagi ke dalam kelompok yang menunjukkan sikap berbeda terhadap
perubahan. Gunaryo, membagi empat kelompok muslim dalam menyikapi
tuntutan dan tantangan perubahan.
“Pertama, kaum sekuler memiliki pandangan dan selalu menekankan
bahwa hukum harus didasarkan pada prinsip-prinsip sekuler, bukan pada
teori hukum Islam yang bersumber al-Quran dan hadits. Kedua, kaum
tradisional dan para pendukungnya berpendapat bahwa hukum negara
harus didasarkan pada mazhab hukum tradisional yang tidak diterima
oleh kebanyakan kalangan Muslim modern, khususnya dalam bidangbidang terkait dengan perempuan dan perbudakan. Ketiga, kaum reformis
yang meneriakkan keinginan agar teori-teori hukum Islam yang baru atau
7
diperbaharui yang menghasilkan hukum Islam yang modern. Keempat,
kaum Salafi, kelompok ini lebih sering berada dalam posisi keterpojokan,
berusaha dengan sekuat tenaga mengikuti Nabi Muhammad saw dan
sahabat-sahabatnya, tabi`in, dan tabi`in-tabi`in, serta mereka yang
mengikuti ketiga generasi itu”.13
Pergumulan sebagaimana diungkapkan di atas semakin komplek
manakala dikonsultasikan pada kenyataan banyaknya cara menafsirkan dan
mengimplementasikan Sunnah Nabi Muhammad saw sebagi syariat Islam di
Kabupaten Kendal.14 Dalam penelusuran peneliti, ditemukan banyaknya
persoalan-persoalan keagamaan yang sering muncul kepermukaan berbasis
inkarus Sunnah. Seperti Jamaah Islam Qur`ani pimpinan Kyai Hambali.
Kelompok yang bermarkas di Weleri Kabupaten Kendal ini memiliki paham yang
berbeda dengan pemahaman Islam pada umumnya. Mereka yang terlibat dalam
kelompok keagamaan ini berpandangan bahwa hanya al-Quran satu-satunya
sumber otoritas hukum Islam, atau hanya al-Quran yang diakui dan diterima
menjadi dasar hukum Islam. Adapun Hadits atau sunnah jarang digunakan atau
bahkan tidak sama sekali. Fenomena munkirus Sunnah dalam kelompok ini
tampak jelas sekali dalam memformulasikan persoalan-persoalan fiqih atau sendisendi Islam lainnya yang hanya bersandar dari Al-Quran yang ditafsirkan secara
rasional tanpa bersandar pada Sunnah nabi Muhammad seperti tentang shalat yang
hanya dua kali sehari, tidak ada zakat, semua binatang halal termasuk anjing,
minuman keras tidak haram dan sebagainyya.
Gerakan jamaah Islam Qurani ini muncul dan tampak terang-terangan
mengembangkan pahamnya melalui pengajian-pengajian yang diselenggarakan di
Musholla Nurul Huda Weleri Kabupaten Kendal sekitar tahun 2005. Sampai
sekarang kelompok ini dikenal dengan sebutan jamaah inkarussunah. Namun
sebutan inkarussunnah tersebut oleh kelompok ini ditolak, mereka lebih suka
13
Muhyar Fanani, Membumikan Hukum Langit, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008),
hlm. ix
14
Seperti diketahui dari data Kementerian Agama Kabupaten Kendal, bahwa Kabupaten
Kendal merupakan wilayah yang memiliki beragam agama dan kepercayaan, termasuk ragam
organisasi sosial agama Islam seperti NU, Muhammadiyah, LDII, Syiah, MTA, Rifaiyah, jamaah
tariqah, dan lainnya. (dilansir dari Kepala Bagian Mapenda Kemenag Kabupaten Kendal tanggal
15 Juli 2014).
8
menyebut kelompok ini sebagai jamaah Qurani atau orang Quran, karena hanya al
Quran yang dijadikan sumber ajaran yang benar.
Produk pemikiran Kyai Mbeling ini memang kontroversial, selalu saja
dalam setiap pengajian yang digelarnya muncul ide-ide segar yang dilontarkan
kepada jamaahnya, dalam rangka menyegarkan kembali paham keagamaan di era
post modern ini. Sosok Kyai Hambali yang humanis ditambah kepiawaiannya
dalam mengolah kata-kata yang memikat di hadapan para jamaah, membuat Kyai
yang satu ini menjadi magnit tersendiri dalam kancah dakwah Islam di Kabupaten
Kendal. Pemikiran-pemikiran cerdas dan menantang dalam mengkaji ajaranajaran Islam yang dilontarkan Kyai Hambali inilah nampaknya yang disukai para
jamaahnya. Beberapa tokoh agama di kabupaten Kendal yang dibuat penasaran
dengan ulah Kyai mbeling ini yang berhasil peneliti wawancarai, sebagian besar
mengungkapkan rasa penasaraannya untuk mendatangai pengajian Kyai Hambali
dan mendengarkan sekaligus beradu argumentasi secara demokratis.15
Sebagaimana fungsi dakwah Islam pada umumnya, kegiatan pengajian
yang diselanggarakan Kyai Hambali di Mushola Nurul Huda Weleri ini menurut
pengakuan
Kyai
Hambali
sendiri
merupakan
bentuk
dakwah
untuk
menyemarakkan syiar Islam kepada masyarakat Weleri pada khususnya dan umat
Islam di Kabupaten Kendal dan Kabupaten Batang pada umumnya. Namun tidak
semua kegiatan dahwah Islam dapat berfungsi efektif untuk menanamkan nilainilai pendidikan agama bagi jamaahnya dan menciptakan tatanan masyarakat yang
religius. Sikap protes dan tudingan inkarus sunnah warga masyarakat terhadap
ajaran-ajaran dakwah Kyai Hambali merupakan bukti nyata tidak efektifnya
model dakwah kyai mbeling ini.
Fenomena munkirus sunnah di Kabupaten Kendal sebagai issu sentral
penelitian ini terkonsentrasi pada kegiatan dakwah dan ajaran-ajaran inkarus
sunnah Kyai Hambali yang menunai kecaman dan hujatan dari masyarakat
15
Wawancara terhadap tokoh-tokoh agama di kabupaten Kendal seperti kepada KH.
Masud yang merupakan syuriah NU anak Cabang Rowosari Kabupaten Kendal pada tanggal 23
Juli 2014 di rumahnya desa Randusari Mbulak Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal.
Wawancara juga dilakukan kepada H.Ikhsan Intizam tokoh Muhammadiyah Kabupaten Kendal
tanggal 3 September 2014. Wawancara juga dilakukan kepada KH. Ahmad Ghofirin, seksi
kependidikan NU anak cabang Weleri Kabupaten Kendal tanggal 5 September 2014.
9
Kendal. Seperti diketahui dari data Kemenag Kabupaten Kendal, bahwa
Kabupaten Kendal merupakan wilayah yang memiliki beragam agama dan
kepercayaan, termasuk ragam organisasi sosial agama Islam seperti NU,
Muhammadiyah, LDII, Syiah, MTA, Rifaiyah, jamaah tariqah, dan lainnya.
Pluralitas kehidupan agama di Kabupaten Kendal tercermin dari
beragamnya agama dan organisasi sosial keagamaan di atas. Di sisi lain,
kemajemukan menyimpan potensi untuk menimbulkan masalah besar, perbedaan
apabila tidak ditanggapi dengan bijaksana dapat memicu pertikaian yang luas.
Demikian juga pengajian kyai Hambali yang unik dan munkirus sunnah ini dapat
berpotensi menimbulkan konflik internal umat Islam di Kabupaten Kendal. Oleh
karena itu penting bagi peneliti untuk mengkaji latar belakang pemikiran dan
bentuk-bentuk ajaran inkarus sunnah Kyai Hambali yang berpotensi konflik, dan
solusi alternatif mengatasi konflik agar tercipta kerukunan dan keharmonisan
umat beragama Islam di Kabupaten Kendal di bawah payung pluralisme.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah pada
penelitian ini sebagai berikut :
1.
Apakah yang melatarbelakangi timbulnya fenomena munkirus sunnah di
Kabupaten Kendal ?
2.
Bagaimanakah bentuk atau ragam fenomena munkirus sunnah di Kabupaten
Kendal ?
3.
Sejauhmanakah solusi alternatif penyelesaian fenomena munkirus sunnah di
Kabupaten Kendal ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan :
1.
Latar belakang timbulnya fenomena munkirus sunnah di Kabupaten Kendal.
2.
Bentuk atau ragam fenomena munkirus sunnah di Kabupaten Kendal.
3.
Solusi alternatif yang telah ditempuh terhadap fenomena munkirus sunnah di
Kabupaten Kendal.
10
D. SIGNIFIKANSI PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan menambah khazanah pemikiran Islam dengan
menghadapkannya pada dinamika pemikiran dan gerakan keagamaan yang
berkembang saat ini. Selain itu, kajian ini merupakan upaya untuk
mendiskripsikan latar belakang, bentuk atau ragam dan solusi alternatif yang telah
ditempuh para pemikir dan tokoh agama terhadap fenomena munkirus sunnah di
Kabupaten Kendal. Studi lapangan ini diharapkan memberikan manfaat untuk
membumikan sunnah Nabi Muhammad saw sebagai otoritas hukum Islam kedua
setelah al-Quran, dengan menggali latar belakang dan bentuk atau ragam
fenomena munkirus sunnah serta sumbangan pemikiran tokoh agama sebagai
solusi alternatif membentuk keharmonisan kehidupan sosial keagamaan di
Kabupaten Kendal.
E. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN
Peneliti telah melakukan penelusuran pustaka yang memiliki relevansi
dengan tema penelitian. Hal ini dimaksudkan supaya fokus penelitian tidak
merupakan pengulangan atas penelitian-penelitian sebelumnya, melainkan untuk
mencari sisi lain yang signifikan untuk diteliti lebih mendalam dan lebih efektif
pada sasaran. Selain itu, penelusuran pustaka juga bermanfaat untuk membangun
kerangka teoritik yang mendasari kerangka pemikiran penelitian lapangan ini.
Penelitian yang telah ditemukan salah satunya adalah penelitian Abdul Fattah
Idris terhadap Hadits-Hadits Prediktif dan Teknis, Studi Pemikiran Fazlur
Rahman, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2012.16
Maraknya wacana terhadap persoalan otentisitas dan reliabilitas sebuah
hadits, harus dipahami sebagai bentuk ijtihad untuk membumikan otoritas sunnah
di era post modern ini sebagai sumber syariat Islam kedua setelah al-Quran.
Gugusan pemikiran Fazlur Rahman yang berpayung Neo-modernisme, diakui
mengilhami para akademisi, mahasiswa dan aktivis kajian di berbagai tempat,
16
Penelitian ini pada mulanya merupakan penelitian untuk menyusun Disertasi pada
Program Doktor Studi Islam Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang tahun 2012 yang kemudian
diterbitkan menjadi buku agar dapat dinikmati oleh masyarakat luas terutama para mahasiswa dan
peminat studi Hadits.
11
mulai menjadikan wacana ini sebagai paradigma baru pemikiran Islam. Muhibbin
Syah, menjelaskan bahwa satu hal yang harus dipecahkan umat Islam dewasa ini
adalah perlunya mengupayakan metodologi yang tepat dan akurat untuk
mencairkan kembali hadits-hadits yang ada dalam bentuk sunnah yang hidup dan
dapat dipertanggungjawabkan legimitasinya agar dapat diaplikasikan dalam
konteks kekinian.17
Hadits sebagai salah satu issu sentral kajian Rahman, mendapat tempat
yang istimewa dalam khazanah intelektual muslim. Tawaran metode heurmenetik
yang diterapkannya dalam mengkaji kedua sumber hukum Islam (baca : al-Quran
dan hadits) mengagetkan ulama-ulama muslim dunia dari tidur panjangnya. “Satu
yang diusung Rahman yaitu membangkitkan ghirah ijtihad kepada sesama
muslim agar Islam sesuai dengan elan dasar al-Quran dan hadits yaitu misi
moral”, demikian komentar Sahiron.18 Senada dengan ungkapan tersebut, Abdalla,
menyatakan “Apa yang dilakukan Rahman memberiku inspirasi segar dalam
upaya istimbat hukum Islam agar Islam (al-Quran dan hadits) tidak hanya menjadi
fosil sejarah, tetapi Islam yang mampu menjembatani dan memenuhi kebutuhan
hidup umat Islam secara khusus dan umat manusia secara umum di era post
modern ini”.19
Pemikiran noe-modernis dan metodologi heurmenetik Rahman ini dalam
mengkaji ilmu-ilmu hadits, yang dahulu menunai kontroversi di hampir semua
tempat di belahan dunia, kini kian berkibar dan mendapat tempat dalam konstalasi
keilmuan Islam khususnya di tanah air. Tepat sekali prediksi Madjid, “Kelak ideide segar seperti apa yang saat ini saya dan guru saya (Rahman) formulasikan,
akan diterima masyarakat Indonesia paling tidak sepuluh tahun ke depan”. 20 Ciri
khas yang dapat ditangkap dari aliran model ini adalah kuatnya upaya guna
17
Abdul Fatah Idris, Hadits-Hadits Prediktif dan Teknis, Studi Pemikiran Fazlur
Rahman, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2012), hlm. iii
18
Sahiron Syamsuddin, at. All, Hermeneutika al-Quran dan Hadis, (Yogyakarta :
eLSAQ Press, 2010), hlm. v.
19
Ulil Abshar Abdalla, dkk, Islam Liberal dan Fundamental, Sebuah Pertarungan
Wacana, (Yogyakarta : eLSAQ Press, 2007), hlm. 265
20
Nurcholish Madjid, Menuju Indonesia Baru yang Berkemanusiaan dan Beradab,
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional memperingati Milad ke-3 IIQ Wonosobo tahun
1992 di Pendopo Kabupaten Wonosobo.
12
menampakkan nuansa keagamaan (Islam) dalam bentuknya yang substansial.
Pemahaman yang diusungnya adalah paradigma holistik yang otentik dengan tetap
berpijak pada akar tradisi. Ia tidak mengutamakan bentuk, melainkan lebih pada
nilai guna sosial yang ditimbulkannya.21 Istilah “Neo-modern” dan “Metode
Heurmenetiknya” sendiri muncul pertama kali di saat Rahman menyebutnya
dalam buku karangannya, Islam and Modernity : Transformation of on Intelektual
Tradition, dan dalam buku Mayor Themes of The Quran. Semenjak saat itu, istilah
tersebut mulai akrab di telinga khalayak Indonesia. Apalagi, ketika sepak terjang
Nurcholish Madjid dan kawan-kawan dalam khazanah intelektual Indonesia dan
digayung-sambuti dengan pendirian Paramadina, wacana pemikiran neo-modernis
Fazlurrahman (yang tidak hanya dalam pemikiran hadits) terus meluncur
mendapat tempat, menjadi semakin marak, dan melahirkan kontroversi
berkepanjangan. Dari waktu ke waktu, wacana ini bergulir dan membiak ke
berbagai arah, dan tumbuh subur terutama di kalangan akademisi, mahasiswa, dan
aktivis kajian di berbagai tempat. Salah satu contohnya adalah Abdul Fatah Idris,.
Secara praktis, memperkenalkan kepada pembaca paham neo-modern Fazlur
Rahman dalam mengkaji pemikirannya tentang Hadits-Hadits Prediktif dan
Teknis, yang mendapat tanggapan luar biasa dari kalangan mahasiswa pasca
sarjana dan peminat studi hadits. Hasil penelitian ini telah dibukukan dan juga
mengorbit di internet sehingga dapat dinikmati para pecinta ilmu hadits.
Berlatar panorama di atas, wacana yang paling fundamental dalam kajian
hadits menurut Idris, adalah persoalan otentisitas dan reliabilitas sebuah hadits.
Keraguan sebagian sarjana Muslim atas peran hadits sebagai sumber otoritas
kedua setelah al-Quran, tidak sepenuhnya berkaitan dengan resistensi mereka atas
otoritas sunnah, tetapi lebih pada keraguan mereka atas keakuratan metodologi
yang digunakan dalam menentukan originalitas hadits. Apabila metodologi
otentifikasi yang digunakan bermasalah, maka semua hasil yang dicapai dari
metode tersebut tidak steril dari kemungkinan-kemungkinan verifikais ulang,
kritik sejarah bahkan hasil tersebut bisa menjadi collapse. Hal ini bisa dilihat dari
21
Fazlur Rahman, dkk, Wacana Studi Hadits Kontemporer, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 20012), hlm. 12.
13
penolakan Rahman terhadap Hadits-hadits prediktif dan teknis yang menurut
Rahman, Hadits prediktif dan Teknis tidak bersumber dari Nabi Muhammad saw
(a-historis), tetapi merupakan hasil formulasi para ulama generasi awal dalam
sejarah Islam. Dalam kajian ini Rahman, memiliki kekhawatiran mendalam
karena banyak hadits-hadits prediktif dalam literatur kitab-kitab hadits. Lebih
lanjut dalam simpulannya Idris, mengungkapkan bahwa Rahman menolak tegas
hadits prediktif sebagai sebuah rekayasa ulama, dan meskipun menolak Rahman
masih mentolilir hadits teknis yang dipandang bersifat normatif di dalam
formulasi-formulasinya yang aktual.
Pemikiran-pemikiran segar Rahman di bidang ilmu hadits dalam
penelitian di atas, dan juga pemikiran-pemikirannya pada disiplin keilmuan yang
lain dipandang sangat berani dan sekaligus memberikan pencerahan pembaruan
khazanah intelektual Islam terutama di tanah air. Cukup wajar jika pada akhirnya
peran Fazlur Rahman disebut-sebut sebagai “ikon” yang melekat dalam aliran
pemikiran Islam modern di negeri ini. Pada konteks itulah, penelitian ini hendak
melacak sejauh mana pengaruh Fazlur Rahman terhadap pemahaman keislaman di
Indonesia, terutama perkembangan metodologi kritik hadits hadits yang semakin
dinamis, baik di dunia barat dan belahan asia. Nama-nama Ignaz Goldziher
(Honggaria), Joseph Scacht (Austria), G.H.A. Juynboll (Belanda), Harald Motzki
(Jerman) dan beberapa nama yang lain seperti Muhammad Sakir, al-Albani, dan
al-Saqqaf atau al-Gumari adalah pendekar-pendekar hadits yang konsisten
mengkaji hadits secara intens.
Terlepas dari kekurangan maupun kelemahan metodologi pemikiran
Rahman dalam penelitian ini, Abdul Fatah Idris, tetap optimis perlunya
reinterpretasi hadits yang lebih segar dari kejumudan. Oleh karenanya, ke depan,
diskursus hadits melalui metode Heurmenetik dan sosio historis ala Rahman di
Indonesia tetap layak untuk digulirkan dan dikaji secara lebih menarik. Di tengah
kondisi kehidupan manusia dalam global village ini, pemikiran Neo-modern
Rahman bisa hadir sebagai “mazhab” perekat solidaritas sosial yang senantiasa
mengupayakan keadilan beragama serta keberagamaan yang adil. Pada titik inilah,
karya ini berperan sebagai wahana kreasi ulang (re-creation) bagi kiprah dan
14
perjalanan pembaruan Islam di tanah air. Kini dan di masa mendatang, ia
diharapkan akan menjadi cermin cemerlang bagi lahirnya iklim keberagamaan
yang damai dan lapang melalui kajian istimbat syariat Islam ala Fazlur Rahman.
Penelusuran Abdul Fatah Idris, dalam penelitiannya akhirnya bermuara
pada sebuah simpulan bahwa cita pembaruan pemikiran studi hadits yang
ditularkan Fazlur Rahman bagi paradigma keislaman di Indonesia telah
menampakkan hasil yang gemilang. Bukan saja dari tawaran pembaruan yang
diretasnya, namun lebih dari itu, ia menyisakan sejumlah “organisme” pemikiran
dalam ilmu hadits yang sangat berharga dan sarat dengan nilai-nilai liberal yang
kontekstual, transformatif, dan juga otentik.
Penelitian di atas memiliki kesamaan pada kajian otensitas dan
orisinilitas hadits dengan penelitian yang penulis lakukan. Namun pada penelitian
ini penulis lebih spisifik mengkaji pada fenomena munkirus sunah dan solusi
alternatifnya di kabupaten Kendal yang ternyata belum dikaji secara spesifik
dalam penelitian di atas. Penelitian di atas dijadikan sebagai pendukung dalam
membangun kerangka teoritik pada penelitian ini.
F. METODE PENELITIAN
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian yang peneliti lakukan ini merupakan jenis penelitian deskriptif
kualitatif yaitu jenis penelitian menghasilkan data deskriptif. Yakni data
dikumpulkan berupa data kata-kata dan bukan angka (matematis atau statistik).22
Pembahasan penelitian ini bersifat penelitian lapangan (Field Research) yaitu
menyelidiki suatu proses yang muncul berkaitan fenomena munkirus sunnah di
Kabupaten Kendal.
Spesifikasi pada penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif.
Menurut Whitney, metode deskriptif adalah pencarian fakta-fakta dengan
interpretasi yang jelas dan tepat. M. Natsir, menerangkan bahwa penelitian
deskriptif ialah penelitian yang mempelajari masalah-masalah serta situasi-situasi
22
Lexy Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2005), hlm. 11.
15
tertentu, termasuk hubungan kegiatan, sikap serta proses yang sedang berlangsung
dan pengaruh dari suatu fenomena.23
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat yang peneliti gunakan untuk mengadakan penelitian ini di
Kabupaten Kendal, dengan mengambil konsentrasi pada wilayah Kecamatan
Weleri yang merupakan pusat perkembangan munkirus sunnah yang dikordinir
oleh Kyai Hambali. Adapun waktu yang peneliti gunakan untuk mengadakan
penelitian ini selama 2 bulan selesai yaitu mulai 20 Juni sampai 20 Agustus 2014.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik Observasi
Teknik observasi yaitu teknik pengumpulan data melalui pengamatan
dan pencatatan dengan sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki.
Observasi atau pengamatan langsung pada penelitian kualitatif ini digunakan
pada penelitian ini untuk menyelidiki dan mengamati gejala-gejala munkirus
sunnah yang pada pengajian al-Qur`aniyah pimpinan Kyai Hambali di
Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal, latar belakang fenomena munkirus
sunnah pada kelompok pengajian tersebut, jenis dan ragam munkirus sunnah
pada ajaran dan amalan kelompok inkarus sunnah tersebut, dan solusi alternatif
terhadap kemunculan faham inkarus sunnah pada kelompok pengajian Kyai
Hambali di Kabupaten Kendal agar tidak mengarah pada konflik internal umat
Islam yang dapat mengganggu keharmonisan sosial keagamaan di Kecamatan
Weleri khususnya dan integritas wilayah Kabupaten Kendal pada umumnya.
b. Teknik Intervieu atau Wawancara
Teknik intervieu/wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan
cara tanya jawab secara mendalam yang dikerjakan secara sistematis
berlandaskan pada tujuan penelitian. Teknik ini peneliti gunakan untuk
memperoleh data gejala-gejala munkirus sunnah yang pada pengajian alQur`aniyah pimpinan Kyai Hambali di Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal.
Secara khusus interview penulis gunakan kepada sahabat-sahabat dekat Kyai
23
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2010), hlm. 21.
16
Hambali untuk mengetahui latar belakang fenomena munkirus sunnah pada
kelompok pengajian tersebut. Intervieuw juga digunakan kepada para anggota
jamaah pengajian dan juga tokoh masyarakat untuk menghimpun data tentang
jenis dan ragam munkirus sunnah pada ajaran dan amalan kelompok inkarus
sunnah tersebut, dan solusi alternatif terhadap kemunculan faham inkarus
sunnah pada kelompok pengajian Kyai Hambali di Kabupaten Kendal agar
tidak mengarah pada konflik internal umat Islam yang dapat mengganggu
keharmonisan sosial keagamaan di Kecamatan Weleri khususnya dan integritas
wilayah Kabupaten Kendal pada umumnya.
3) Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi yaitu teknik pengambilan data dengan jalan
pengambilan keterangan secara tertulis tentang inventarisasi, catatan, transkrip
nilai, notulen rapat, agenda dan sebagainya.24 Teknik dokumentasi ini peneliti
gunakan untuk menggali data tentang eksistensi keberadaan dan ajaran-ajaran
inkarus sunnah pada pengajian al-Qur`aniyah pimpinan Kyai Hambali di Desa
Weleri Kabupaten Kendal, dan sebagainya. Sumber data tersebut mencakup
kondisi bangunan mushola, buku-buku yang ditulis Kyai Hambali sebagai
materi pengajian, daftar hadir, notulen, dan sebagainya.
4. Alat Pengumpul Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari
subjek penelitian menggunakan alat pengukuran atau alat pengumpulan data
langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari.25 Data primer
penelitian ini ialah proses dan hasil pengamatan dan intervieuw terhadap objek
penelitian terkait dengan issu penelitian ini yaitu fenomena munkirus sunnah
pada kelompok pengajian al-Qur`aniyah pimpinan Kyai Hambali yang
beroperasi di wilayah Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal.
24
Ibnu Hajar, Dasar-dasar Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan, (Jakarta : Rineka
Cipta, 1995), hlm. 95
25
Saefuddin Azwar, Metode Penelitian Kualittaif, (Jakarta : Morosegoro Agung, 2008),
hlm, 91
17
b. Sumber Data Skunder
Sumber skunder merupakan data yang diperoleh lewat pihak lain,
tidak langsung diperoleh oleh penelitian dari subjek penelitian sumber
skunder ialah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh
oleh penelitian dari subjek penelitian. Data skunder pada penelitian
kualitatif ini berupa, buku harian, daftar absensi siswa, papan monografi,
literatur, komputer, arsip, HP, dan lain-lain. Jenis datanya tentang hal-hal yang
berkaitan dengan fenomena munkirus sunnah pada kelompok pengajian alQuraniyah pimpinan Kyai Hambali di Kecamatan Weleri Kendal. Selain itu
data skunder diperoleh dari keterangan tidak langsung dari Kemenag
Kabupaten Kendal terkait eksisitensi inkarus sunnah di Kabupaten Kendal,
termasuk kelompok pengajian al-Qur`aniyah pimpinan Kyai Hambali ini.
5. Triangulasi Data
Triangulasi data merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sumber yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data-data yang sudah ada. Menurut Lexi J.
Moloeng, keabsahan data menggunakan triangulasi yaitu:
a. Sumber
Tiangulasi dengan sumber berarti membandingkan informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda.
b. Metode
Triangulasi dengan metode yaitu pengecekan penemuan hasil
penelitian dengan pengecekan sumber data.
c. Penyidik
Triangulasi penyidik memanfaatkan peneliti atau pengamat lain untuk
pengecekan data yang sudah diperoleh.
d. Teori
Triangulasi teori ialah memeriksakan data yang sudah diperoleh
dengan beberapa teori yang relevan.26
6. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting di dalam penelitian
ini. Pada bagian yang sangat penting di dalam penelitian ini,
26
hlm. 20.
penulis akan
Lexy Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002),
18
merangkai data perolehan, mengorganisir data, menyusun data, merakit dalam
kesatuan yang logis dan sisitematis sehingga jelas kaitannya. Adapun analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa dalam kualitatif. Karena data–
datanya merupakan data kualitatif yaitu berwujud informasi dan merupakan
sumber data deskriptif yang luas dan berlandaskan tokoh serta memuat penjelasan
tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkungan setempat.
Pengertian ini analisis data kualitatif merupakan yang berlanjut, berulang
dan terus-menerus. Menurut Sutopo, yang dimaksud dengan analisis data yaitu
terdiri dari tiga kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu : reduksi data,
penyaringan data, penarikan kesimpulan atau verifikasi.27
a. Reduksi data
Yaitu
proses
pemilihan,
pemusatan
perhatian
pada
penyederhanaan
pengabstrakan/transformasi kasar muncul dari catatan data di lapangan.
b. Penyajian data
Yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengumpulan tindakan
c. Penarikan kesimpulan
Dari permulaan pengumpulan data, menurut keadaan yang terjadi, proses
pelaksanaan akhirnya penelitian harus menarik kesimpulan.
Untuk lebih jelasnya model tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Pengumpulan
Data
Pengumpulan
Data
Reduksi
Data
Kesimpulan
Penarikan Data
(Sumber : Sutopo, Metode Penelitian Deskripstif Kualitatif)
27
19.
Sutopo, Metode Penelitian Deskriptif Kualitatif, (Bandung : Mandar Maju, 1998), hlm.
19
Model analisa interaktif tersebut di atas mewujudkan prosesnya dapat
dilihat yaitu pada pengumpulan data, penelitian selalu membuat reduksi data dan
sajian data. Artinya data yang terdiri dari bagian deskripsi dan refleksinya ialah
data yang dikumpulkan dan dari sinilah penelitian menyusun pengertian
singkatnya dengan pemahaman segala peristiwanya yang disebut dengan reduksi
data, kemudian diikuti penyusunan bagian data, sajian data yang diperlukan
sebagai dokumen sajian. Reduksi data dan sajian data ini harus pada waktu
penelitian sudah mendapat unit data dari sejumlah unit data yang diperlukan
dalam penelitian, maka peneliti mulai melakukan usaha menarik simpulannya atau
verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi data sajian saja.
Analis data dilakukan secara lagsung maupun tidak langsung kemudian
dihubung-hubungkan dengan teori atau literatur yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti dan akhirnya menarik simpulan untuk menentukan
hasilnya. Teknik analisis kualitatif tersebut akan menghasilkan data deskriptif
analisis yang dinyatakan oleh responden, data-data tersebut berupa gejala-gejala
faktor-faktor yang tidak dapat dikuantifikasikan.
Download