program studi ners fakultas keperawatan dan kebidanan universitas

advertisement
SKRIPSI
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN
GASTRITIS PADA PASIEN GASTRITIS DI RSUD
DR. PIRNGADI KOTA MEDAN
Oleh
DAMAYANTI HUTAPEA
11 02 160
PROGRAM STUDI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2015
SKRIPSI
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN
GASTRITIS PADA PASIEN GASTRITIS DI RSUD
DR. PIRNGADI KOTA MEDAN
Skripsi ini diajukan sebagai syarat memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep)
di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan
Universitas Sari Mutiara Indonesia
Oleh
DAMAYANTI HUTAPEA
11 02 160
PROGRAM STUDI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2015
PERNYATAAN
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN
GASTRITIS PADA PASIEN GASTRITIS DI RSUD
DR. PIRNGADI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan tidak
pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu
Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain kecuali yang tertulis
yang dicantumkan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan,
Agustus 2015
Peneliti
Damayanti Hutapea
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas
Nama
: Damayanti Hutapea
NIM
: 11.02.160
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir
: Medan, 14 Oktober 1992
Agama
: Kristen Protestan
Anak Ke
: 3 dari 5 bersaudara
Status Pernikahan
: Belum Menikah
Email
: [email protected]
No. Hp
: 081260738257
B. Orang Tua
Nama Ayah
: Joni Hutapea
Pekerjaan Ayah
: Swasta
Agama
: Kristen Protestan
Alamat Rumah
: Jln. Tunggal No. 8 Medan
Nama Ibu
: Kesiana Tambunan
Pekerjaan Ibu
: Pegawai Negeri Sipil
Agama
: Kristen Protestan
Alamat Rumah
: Jln. Tunggal No. 8 Medan
C. Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1999 – 2005
: SD Katolik Budi Murni 7 Medan
2. Tahun 2005 – 2008
: SLTP Negeri 12 Medan
3. Tahun 2008 – 2011
: SMA Negeri 11 Medan
4. Tahun 2011 -2015
: S1 Keperawatan di Program Studi Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan di Universitas
Sari Mutiara Indonesia Medan
ii
PROGRAM STUDI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
Skripsi, Agustus 2015
Damayanti Hutapea
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Gastritis Pada Pasien
Gastritis Di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan
xii + 63 halaman + 13 tabel + 1 skema + 11 lampiran
ABSTRAK
Gastritis yang lebih dikenal dengan sebutan maag merupakan proses inflamasi pada lapisan
mukosa dan sub mukosa lambung yang sering mengakibatkan kekambuhan. Beberapa faktor
penyebab terjadinya kekambuhan pada pasien gastritis antara lain pola makan, konsumsi alkohol,
merokok, konsumsi kopi dan penggunaan OAINS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan faktor-faktor penyebab terjadinya kekambuhan pada pasien gastritis. Jenis penelitian ini
adalah deskriptif kolerasi dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan. Teknik pengambilan sampel
menggunakan teknik accidental sampling dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 78 responden
yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu 39 responden yang mengalami kekambuhan dan 39
responden dengan riwayat gastritis. Hasil penelitian dengan menggunakan chi square (α 0,05)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan kekambuhan gastritis
(p=0,005) dan nilai OR=0,221, terdapat hubungan konsumsi alkohol dengan kekambuhan gastritis
(p=0,003), terdapat hubungan konsumsi kopi dengan kekambuhan gastritis (p=0,022) dan nilai
OR=0,304, terdapat hubungan antara penggunaan OAINS dengan kekambuhan gastritis (p=0,019)
dan nilai OR=0,285, tidak terdapat hubungan antara merokok dengan kekambuhan gastritis
(p=0,174). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pola makan, konsumsi alkohol, konsumsi kopi dan
penggunaan OAINS merupakan faktor resiko terjadinya kekambuhan gastritis pada pasien
gastritis. Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti menyarankan agar responden menghindari
faktor resiko penyebab kekambuhan gastritis tersebut.
Kata Kunci
:
Daftar pustaka
:
Kekambuhan Gastritis, Pola Makan, Konsumsi Alkohol, Merokok,
Konsumsi Kopi, Penggunaan OAINS
47 (2000-2014)
iii
SCHOOL OF NURSING
FACULTY OF NURSING AND MIDWIFERY
UNIVERSITY OF SARI MUTIARA INDONESIA
Scription, August 2015
Damayanti Hutapea, NIM : 11.02.160
Factor Which Correlate With Recurrence Gastritis Of Gastritis Patient In
RSUD DR. Pirngadi Kota Medan
Xii + 63 pages +13 Table +1 schemes +11 attachments
ABSTRACT
Gastritis more commonly known as inflammatory process an ulcer is on the mucous lining and sub
the gastric mucosa that often resulted in a recurrence. Some factor thr cause of recurrence gastritis
of gastritis patient such diets, alcohol consumption, smoking, coffee consumption and the use of
OAINS. This research purposes is to know the relationship of the causal factors of recurrence in
patients with gastritis. This type of research is deskriptive correlation with cross sectional design.
The population in this research is entire patients gastritis in RSUD DR. Pirngadi Kota Medan. The
sampling technique used is accidental sampling and obtained 78 respondents were divided into two
groups that 39 respondents who had a recurrence and 39 respondents with the history of gastritis.
Research result with chi square (α 0,05) shows that there is a correlation between diet with
recurrence of gastritis (p=0,005) and OR=0,221, there is a correlation between alcohol
consumption with recurrence of gastritis (p=0,003), there is a correlation between coffee
consumption with recurrence of gastritis (p=0,022) and OR=0,304, there is a correlation between
the use of OAINS with recurrence of gastritis (p=0,019) and OR=0,285, there was no correlation
between smoking with recurrence of gastritis (p=0,174). So can be inference that diets, alcohol
consumption, coffee consumption and the use of OAINS is a risk factor of recurrence gastritis in
gastritis patients. Based on the results of this researc, the researchers suggest that respondents
avoid recurrence risk factors causing the gastritis.
Keywords
:
Bibliography
:
recurrence of gastritis, diets, alcohol consumption, smoking, coffee
consumption, the use of OAINS
47 (2000-2014)
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan kasih dan rahmat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan
Gatritis Pada Pasien Gastritis di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan”. Skripsi
ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan di
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan Tahun 2015.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan
terima kasih kepada Bapak / Ibu:
1.
Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Universitas Mutiara
Medan.
2.
Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
3.
Dr. H. Edwin Effendi, M.Sc, selaku direktur RSUD DR. Pirngadi kota Medan
yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di RSUD DR.
Pirngadi kota Medan.
4.
Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan
Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
5.
Ns. Rinco Siregar, MNS, selaku Ketua Prodi Ners Fakultas Keperawatan dan
Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
6.
Ns. Marthalena Simamora, M.Kep, selaku ketua penguji yang telah banyak
membimbing dan meluangkan waktu, tenaga serta pikiran selama penyusunan
skripsi ini.
7.
Ns. Henny Syapitri, M.Kep, selaku penguji I yang telah memberikan
masukan dan saran bagi penyusunan skripsi ini.
8.
Ns. Normi Sipayung, M.Kep, selaku Penguji II yang telah telah memberikan
masukan dan saran bagi penyusunan skripsi ini.
v
9.
Ns. Edriyani Simanjuntak, S.Kep, selaku penguji III yang telah banyak
membimbing dan meluangkan waktu, tenaga serta pikiran selama penyusunan
skripsi ini.
10. Seluruh Dosen dan staf pegawai Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas
Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
11. Teristimewa untuk orang tua
dan
saudara-saudara saya yang tersayang
karena telah memberikan doa, dukungan, perhatian dan kasih sayang serta
dukungan moral maupun materi, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini.
12. Kepada seluruh rekan-rekan dan teman-teman mahasiswa/i yang telah
memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum terlalu sempurna
baik isi maupun susunannya, untuk itu peneliti berharap masukkan dan saran
dari pembaca. Akhirnya peneliti berharap kiranya skripsi ini akan bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.
Medan,
Agustus 2015
Peneliti
(Damayanti Hutapea)
vi
DAFTAR ISI
Hal
PERNYATAAN PERSETUJUAN
PERNYATAAN .................................................................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .........................................................................
ABSTRAK .........................................................................................................
ABSTRACT ........................................................................................................
KATA PENGANTAR .......................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................
DAFTAR SKEMA ............................................................................................
DAFTAR TABEL..............................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
BAB I
BAB II
i
ii
iii
iv
v
vii
x
xi
xii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................
B. Rumusan Masalah .......................................................................
C. Tujuan Penelitian .........................................................................
1. Tujuan Umum.......................................................................
2. Tujuan Khusus ......................................................................
D. Manfaat Penelitian .......................................................................
1
6
6
6
6
6
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gastritis .......................................................................................
1. Definisi ...........................................................................................
2. Klasifikasi gastritis ........................................................................
a. Gastritis Akut ............................................................................
b. Gastritis Kronis .........................................................................
3. Etiologi Gastritis ............................................................................
4. Manifestasi Klinis ...........................................................................
a. Manifestasi Gastritis Akut ........................................................
b. Manifestasi Gastritis Kronis .....................................................
5. Patofisiologi ...................................................................................
a. Patofisiologi Gastritis Akut .......................................................
b. Patofisiologi Gastritis Kronis ....................................................
6. Komplikasi .....................................................................................
a. Gastritis Akut ............................................................................
b. Gastritis Kronis .........................................................................
B. Pola Makan ..................................................................................
1. Definisi .................................................................................
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Makan .................
a. Faktor Ekonomi ......................................................................
b. Faktor Sosial Budaya ..............................................................
c. Agama .....................................................................................
8
8
10
10
11
12
13
14
14
14
14
14
15
15
15
15
15
16
16
17
18
vii
E.
F.
G.
H.
d. Pendidikan ...............................................................................
e. Lingkungan ..............................................................................
f. Faktor Usia ...............................................................................
g. Jenis Kelamin ..........................................................................
3. Pola Makan ..........................................................................
C. Konsumsi Alkohol ......................................................................
1. Epidemiologi ..........................................................................
2. Farmakokinetik Alkohol .........................................................
3. Farmakodinamik Alkohol .......................................................
4. Efek Alkohol Terhadap Kesehatan .........................................
D. Merokok ......................................................................................
1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok ..................
2. Tipe Perilaku Merokok ...................................................................
3. Dampak Perilaku Merokok ............................................................
Konsumsi Kopi ...................................................................................
1. Kafein dalam Kopi..........................................................................
Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) ..................
1. Mekanisme dan Sifat dasar OAINS................................................
2. Penggunaan OAINS pada Berbagai Penyebab ...............................
3. Jenis Obat Anti Inflamasi Nonsteroid ............................................
Kerangka Konsep ...............................................................................
Hipotesa ..............................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian .........................................................
B. Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................
1. Tempat Penelitian .................................................................
2. Waktu Penelitian ..................................................................
C. Populasi dan Sampel....................................................................
1. Populasi ..........................................................................................
2. Sampel ............................................................................................
D. Defenisi Operasional ...................................................................
E. Instrument Penelitian ..................................................................
1. Data Demografi ...................................................................
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekambuhan
Gastritis ...............................................................................
a. Pola Makan ..............................................................................
b. Konsumsi Alkohol ..................................................................
c. Merokok ...................................................................................
d. Konsumsi Kopi ........................................................................
e. Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid ........................
F. Metode Pengumpulan Data ........................................................
G. Prosedur Pengumpulan Data .......................................................
H. Etika Penelitian ...........................................................................
I. Pengolahan Data ..........................................................................
J. Analisa Data ................................................................................
viii
18
18
19
19
19
20
20
22
23
24
25
26
27
28
29
30
33
35
37
37
39
39
40
40
40
40
40
40
40
41
42
42
42
42
43
43
43
44
44
45
45
46
47
1.
2.
Analisa Univariat ................................................................. 47
Analisa Bivariat ................................................................... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian...............................................
2. Analisa Univariat ...........................................................................
3. Analisa Bivariat .............................................................................
B. Pembahasan ................................................................................
1. Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kekambuhan
Gastritis ................................................................................
2. Hubungan Antara Konsumsi Alkohol Dengan
Kekambuhan Gastritis .........................................................
3. Hubungan Antara merokok Dengan Kekambuhan
Gastritis ................................................................................
4. Hubungan Antara Konsumsi Kopi Dengan
Kekambuhan Gastritis ..........................................................
5. Hubungan Antara penggunaan OAINS Dengan
Kekambuhan Gastritis ..........................................................
C. Keterbatasan Penelitian ...............................................................
48
48
49
52
54
54
56
57
58
60
61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................. 62
B. Saran ............................................................................................ 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR SKEMA
Hal
Skema 2.1 Kerangka konsep ................................................................................ 39
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Defenisis Operasional ..................................................................
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden
berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan
pekerjaan di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015 ..........
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan
pola makan di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015.......
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan
konsumsi alkohol di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun
2015 ...........................................................................................
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan
perilaku merokok di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun
2015 ...........................................................................................
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan
konsumsi kopi di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun
2015 ...........................................................................................
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan
penggunaan OAINS di RSUD DR. Pirngadi kota Medan
tahun 2015 .....................................................................................
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan
kekambuhan gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan
tahun 2015 .....................................................................................
Tabel 4.8 Hubungan pola makan terhadap terjadinya kekambuhan pada
responden di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015 .......
Tabel 4.9 Hubungan konsumsi alkohol terhadap terjadinya kekambuhan
pada responden di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun
2015 ...........................................................................................
Tabel 4.10 Hubungan merokok terhadap terjadinya kekambuhan pada
responden di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015 ........
Tabel 4.11 Hubungan konsumsi kopi terhadap terjadinya kekambuhan
pada responden di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun
2015 ...........................................................................................
Tabel 4.12 Hubungan penggunaan OAINS terhadap terjadinya
kekambuhan pada responden di RSUD DR. Pirngadi kota
Medan tahun 2015 .........................................................................
xi
Hal
41
49
50
50
50
51
51
51
52
52
53
53
54
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Informed consent
Lampiran 2 Kuesioner
Lampiran 3 Izin memperoleh data dasar
Lampiran 4 Permohonan Izin Survey Pendahuluan
Lampiran 5 Selesai Survey Pendahuluan
Lampiran 6 Izin Penelitian
Lampiran 7 Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 8 Selesai Penelitian
Lampiran 9 Master Data
Lampiran 10 Output
Lampiran 11 Lembar Konsul
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gastritis yang dikenal dengan sebutan maag merupakan proses inflamasi
pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Secara histopasitologi dapat
dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut
(Shulfany, 2011). Gastritis merupakan salah satu penyakit yang banyak
dijumpai di klinik atau ruangan penyakit dalam dan merupakan salah satu
penyakit yang banyak di keluhkan oleh masyarakat (Mustakim, 2009).
Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat rendah mengenai
pentingnya menjaga kesehatan lambung, padahal gastritis atau sakit maag
akan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, baik remaja maupun orang
dewasa. Penyakit ini sering dijumpai timbul secara mendadak yang biasanya
ditandai dengan rasa mual dan muntah, nyeri, perdarahan, rasa lemah, nafsu
makan menurun, atau sakit kepala (Gustin, 2011).
Insiden gastritis didunia berkisar 1.8-2.1 juta dari jumlah penduduk setiap
tahun dan umumnya terjadi pada penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun.
Sedangkan di Asia Tenggara, insiden terjadinya gastritits sekitar 593.635
dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Prevalensi gastritis yang
dikonfirmasikan melalui endoskopi pada populasi shanghai sekitar 17.2%
yang secara substansial lebih tinggi dari populasi barat yang berkisar 4.1%
dan bersifat asimptomatik (Megawati dan Nosi, 2014).
Badan penelitian kesehatan dunia (WHO) mengadakan tinjauan terhadap
beberapa negara dunia dan mendapatkan hasil presentase dari angka
kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang
14,5%, Kanada 35% dan Perancis 29,5%. Indonesia menempati urutan ke
empat dengan jumlah penderita gastritis terbanyak setelah negara Amerika,
Inggris dan Bangladesh yaitu berjumlah 430 juta penderita gastritis. Insiden
1
2
gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap
tahunnya (Kemenkes RI, 2008). Gastritis termasuk ke dalam sepuluh besar
penyakit dengan posisi kelima pasien rawat inap dan posisi keenam pasien
rawat jalan di rumah sakit. Rata-rata pasien yang datang ke unit pelayanan
kesehatan baik di puskesmas maupun rumah sakit mengalami keluhan yang
berhubungan dengan nyeri ulu hati (Profil Dinkes Nasional, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, yang dilakukan oleh Rahma Rahma,
Ansar dan Rismayanti (2013), Penyakit gastritis termasuk ke dalam sepuluh
besar penyakit rawat inap di rumah sakit tingkat Provinsi Sulawesi Selatan
dengan jumlah pasien yang keluar karena meninggal sebanyak 1,45% dari
jumlah pasien yang keluar (Dinkes Sulsel, 2010).
Bahaya penyakit gastritis jika dibiarkan terus menerus akan merusak fungsi
lambung dan dapat meningkatkan risiko untuk terkena kanker lambung
hingga menyebabkan kematian. Tingkat infiltrasi sel radang dan infeksi
Helicobacter pylori terbukti berhubungan dengan peningkatan risiko kanker
lambung. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa keluhan sakit pada
penyakit gastritis paling banyak ditemui akibat gastritis fungsional, yaitu
mencapai 70-80% dari seluruh kasus (Rugge dan Robert, 2005).
Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya gastritis diantaranya
adalah pola makan. Pola makan diartikan sebagai cara seseorang atau
sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai
reaksi terhadap pengaruh-pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial
(Suharjo, 2005). Hal ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh
Rahma, Ansar dan Rismayanti (2013), bahwa pola makan, konsumsi
alkohol, kebiasaan meminum kopi dan kebiasaan merokok, serta
penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) merupakan faktor
yang
dicurigai
menjadi
penyebab
kekambuhan
penyakit
gastritis.
Keteraturan makan berkaitan erat dengan waktu makan setiap hari. Secara
alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai
3
dari mulut sampai usus halus. Jika rata-rata lambung kosong antara 3-4 jam,
maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung
(Okviani, 2011). Makan tidak teratur memicu timbulnya berbagai penyakit
karena terjadi ketidakseimbangan dalam tubuh. Ketidakteraturan ini
berhubungan dengan waktu makan. Biasanya, ia berada dalam kondisi
terlalu lapar namun kadang-kadang terlalu kenyang. Sehingga, kondisi
lambung dan pencernaannya menjadi terganggu (Hidayah, 2012).
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Gustin (2011) yang
menunjukkan bahwa proporsi kejadian gastritis lebih tinggi pada responden
yang memiliki kebiasaan makan kurang baik (100%) dibanding pada
responden yang memiliki kebiasaan makan baik (22,2%). Faktor selanjutnya
yang akan mempengaruhi kekambuhan gastritis adalah konsumsi alkohol.
Konsumsi alkohol adalah perilaku seseorang dalam meminum suatu
minuman yang mengandung alkohol. Konsumsi alkohol dalam jumlah
sedikit akan merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan
berkurang, dan mual. Hal tersebut merupakan gejala dari penyakit gastritis.
Sedangkan dalam jumlah yang banyak, alkohol dapat merusak mukosa
lambung. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahma, Ansar dan
Rismayanti (2013) diketahui bahwa konsumsi alkohol merupakan faktor
risiko kejadian gastritis dengan nilai OR = 1,86 (CI 95% LL=0,91
UL=3,81). Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang mengonsumsi
alkohol berisiko 1,86 kali menderita gastritis dibandingkan dengan yang
tidak mengonsumsi alkohol, namun jika dilihat nilai LL (Lower Limit) dan
UL (Upper Limit) variabel konsumsi alkohol tidak bermakna secara
statistik.
Selanjutnya faktor yang juga menjadi penyebab kekambuhan gastritis
adalah merokok. Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar
ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar. Hal ini didukung
4
dengan penelitian yang dilakukan oleh Gustin (2011) menunjukkan bahwa
proporsi kejadian gastritis lebih tinggi pada responden yang merokok
(46,2%) dibanding pada responden yang tidak merokok (27,6%). Namun
berdasarkan hasil uji didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara merokok dengan kejadian
gastritis pada responden.
Faktor berikutnya yang mempengaruhi kekambuhan gastritis yaitu konsumsi
kopi. Kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan
senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang
disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Konsumsi kopi adalah kebiasaan
yang dilakukan seseorang dalam meminum minuman yang mengandung
kafein. Kopi dapat merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung
sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi
lambung. Iritasi lambung tersebut menyebabkan penyakit maag atau
gastritis. Orang yang mengidap penyakit maag mempunyai asam lambung
yang sensitif. Kafein di dalam kopi bisa mempercepat proses terbentuknya
asam lambung. Hal ini membuat produksi gas dalam lambung berlebih dan
membuat perut terasa kembung (Rahma, Ansar dan Rismayanti, 2013).
Selain faktor diatas, penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
juga menjadi pemicu terjadinya gastritis. Obat Anti Inflamasi Non Steroid
(OAINS) merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi peradanganperadangan. Semua OAINS atau aspirin-like drugs bersifat antipiretik,
analgesik, dan anti-inflamasi. Menurut penelitian yang dilakukan Rahma,
Ansar dan Rismayanti (2013) menunjukkan bahwa responden kasus lebih
banyak yang pernah menggunakan obat anti inflamasi non steroid (69,6%)
dan pada kelompok kontrol lebih banyak responden yang tidak pernah
menggunakan obat anti inflamasi non steroid (54,3%). Responden yang
pernah menggunakan obat anti inflamasi non steroid merupakan responden
yang dahulu sering mengalami keluhan berupa demam, nyeri, dan
5
peradangan. Dan hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh
Wilda dkk (2009) yang menunjukkan bahwa penggunaan OAINS (Obat
Anti Inflamasi Non Steroid) berkaitan erat dengan terjadinya gastritis akut.
Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Yanti (2010) yang
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan
responden menggunakan obat anti inflamasi non steroid dengan kejadian
gastritis, lebih dari separuh (67,6%) responden sering menggunakan obat
anti inflamasi non steroid (OAINS) dan telah menderita gastritis lebih dari
satu tahun.
Hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RSUD DR.
Pirngadi kota Medan ditemukan bahwa jumlah penderita gastritis di RSUD
DR. Pirngadi kota Medan tahun 2012 sebanyak 557 pasien dengan rata-rata
kunjungan perbulan sebanyak 46 pasien dan mengalami penurunan pada
tahun 2013 menjadi 263 pasien dengan rata-rata kunjungan perbulan
sebanyak 22 pasien. Lalu jumlah pasien gastritis mengalami peningkatan
pada tahun 2014 sebanyak 471 pasien dengan jumlah kunjungan rata-rata
perbulan sebanyak 39 pasien. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
kepada 5 orang pasien gastritis didapatkan bahwa 4 orang pasien
mengatakan sudah pernah mengalami gejala yang sama lebih dari 2 kali.
Dan menurut keterangan mereka penyebab terjadinya kekambuhan tersebut
adalah pola makan. Dan berdasarkan keterangan wawancara dengan
responden, responden mengatakan bahwa kebiasaan mengkonsumsi kopi
adalah menjadi penyebab timbulnya kekambuhan pada pasien. Sementara
pasien tidak menyadari bahaya mengkonsumsi kopi pada pasien gastritis.
Sehingga berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan kekambuhan gastritis
pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan.
6
B.
Rumusan Masalah
Apakah sajakah faktor yang berhubungan dengan kekambuhan gastritis
pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan?
C.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kekambuhan gastritis pada
pasien gastritis.
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan pola makan dengan kekambuhan gastritis pada
pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan.
2. Mengetahui hubungan konsumsi alkohol dengan kekambuhan gastritis
pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan.
3. Mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan kekambuhan
gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan.
4. Mengetahui hubungan kebiasaan meminum kopi dengan kekambuhan
gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan.
5. Mengetahui hubungan penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid
(OAINS) dengan kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD
DR. Pirngadi kota Medan.
D.
Manfaat
1. Bagi Pasien
Untuk menambah wawasan bagi para responden atau masyarakat supaya
lebih mengerti tentang faktor-faktor penyebab kekambuhan gastritis
sehingga para responden dapat menghindari faktor-faktor penyebab
kekambuhannya.
7
2. Bagi RSUD DR. Pirngadi Kota Medan
Sebagai informasi bagi RSUD DR. Pirngadi kota Medan dan sebagai tolak
ukur untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya kekambuhan
gastritis pada pasien gastritis sehingga dapat mengurangi prevalensi
gastritis.
3. Bagi Pendidikan Keperawatan
Sebagai bahan informasi bagi pendidikan keperawatan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan tentang faktor penyebab kekambuhan gastritis.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber data untuk
kepentingan penelitian selanjutnya.
8
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Gastritis
1. Definisi
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa
lambung. Secara histopasitologi dapat dibuktikan dengan adanya
infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Gastritis merupakan salah
satu penyakit yang banyak dijumpai di klinik atau ruangan penyakit
dalam pada umumnya. Gastritis yang dikenal dengan sebutan maag,
merupakan salah satu penyakit yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat
(Mustakim, 2009). Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat
rendah mengenai pentingnya menjaga kesehatan lambung, padahal
gastritis atau sakit maag akan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari,
baik remaja maupun orang dewasa. Penyakit ini sering dijumpai timbul
secara mendadak yang biasanya ditandai dengan rasa mual dan muntah,
nyeri, perdarahan, rasa lemah, nafsu makan menurun, atau sakit kepala
(Gustin, 2011).
Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung sering akibat diet yang
sembarangan. Biasanya individu ini makan terlalu banyak, terlalu cepat,
makan makanan yang berbumbu atau mengandung mikroorganisme
penyebab penyakit (Smelzer, 2002). Dari definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan atau perdarahan
mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi dan
ketidakteraturan dalam pola makan misalnya terlalu banyak, cepat, telat
makan, makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas, hal tersebut
dapat menyebabkan terjadinya gastritis (Pratiwi, 2013).
Gastritis mengacu pada kumpulan penyakit yang ditandai dengan
inflamasi mukosa lambung. Penyakit ini dapat dibedakan menjadi dua
8
9
tingkatan, yaitu tingkat dasar yang ditandai dengan adanya infiltrasi sel
radang dan tingkat lebih tinggi yang menandakan adanya perjalanan
penyakit (misalnya distribusi dan kombinasi dari berbagai lesi inflamasi).
Gastritis bisa disebabkan terlalu banyak mengkonsumsi alkohol,
penggunaan jangka lama obat anti inflamasi non steroid (OAINS) seperti
aspirin dan ibuprofen, atau infeksi bakteri seperti Helicobacter pylori.
Diagnosis gastritis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan biopsi
lambung. Tujuannya untuk mengetahui keadaan mukosa lambung dan
menggali informasi mengenai diagnosis atau prognosis yang nantinya
dapat digunakan untuk tatalaksana pasien. Pemeriksaan hasil biopsi
lambung harus menjawab tiga pertanyaan dasar, apakah ada lesi
inflamasi, apa penyebab yang mungkin, dan apakah ada lesi mukosa
yang berhubungan dengan peningkatan risiko kanker (Rugge dan Robert,
2005).
Inflamasi ditandai dengan adanya sebuah sel radang pada preparat biopsi
lambung. Sel radang yang ditemukan bervariasi, seperti makrofag,
netrofil, limfosit atau sel plasma. Jenis sel radang dominan dapat
menentukan jenis gastritis. Jika terdapat banyak sel netrofil, maka
penyakit ini berada pada fase akut, sedangkan jika ditemukan limfosit
atau sel plasma, berarti pasien menderita gastritis kronis. Variasi sel-sel
radang ini juga dapat ditemukan pada gastritis yang disebabkan
Helicobacter pylori, NSAID, dan bahan kimia. Oleh karena itu, sel
inflamasi menjadi poin penting dalam diagnosis gastritis (Rugge,
Pennelli, dan Pilozzi, 2011). Infeksi Helicobacter pylori disebut sebagai
faktor utama yang menginduksi gastritis kronik, ulkus peptik dan bahkan
kanker pada manusia. Bakteri gram negatif ini menginfeksi 50% populasi
dunia (Yakoob, Abid, dan Abbas, 2009).
Sejak ditemukannya bakteri ini pada tahun 2005, banyak penelitian
dilakukan untuk mengetahui peran penting bakteri ini pada patogenesis
10
gastritis. Tingkat infiltrasi sel radang dan infeksi Helicobacter pylori
terbukti berhubungan dengan peningkatan risiko kanker lambung.
Dengan mengetahui pola keparahan gastritis pada pasien, maka tingkat
risiko terjadinya kanker lambung pada suatu daerah dapat diprediksi.
Selain itu, pola ini juga menggambarkan etiologi yang mungkin
berhubungan dengan kebiasaan masyarakat di daerah, seperti pola
makan, pola pengobatan dan pola interaksi (Yakoob, Abid dan Abbas,
2009).
Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan istilah sakit “maag” atau
sakit ulu hati ialah peradangan pada dinding lambung terutama pada
selaput lendir lambung. Gastritis merupakan gangguan yang paling sering
ditemui diklinik karena diagnosisnya hanya berdasarkan gejala klinis.
Penyakit ini sering dijumpai timbul secara mendadak yang biasanya
ditandai dengan rasa mual dan muntah, nyeri, perdarahan, rasa lemah,
nafsu makan menurun, atau sakit kepala. Pembagian klinis gastritis
secara garis besar dibagi menjadi dua jenis yaitu gastritis akut dan
gastritis kronis. Gratistis akut merupakan kelainan klinis akut yang jelas
penyebabnya dengan tanda dan gejala yang khas, biasanya ditemukan sel
inflamasi akut. Gastritis kronis merupakan gastritis dengan penyebab
yang tidak jelas, sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik
yang bervariasi. Gastritis kronis berkaitan erat dengan infeksi
Helicobacter pylori (Hariwijaya dan Susanto, 2007).
2. Klasifikasi Gastritis
Gastritis terbagi atas dua jenis yaitu gastritis akut dan gastritis kronik.
a. Gastritis Akut
Gastritis akut yaitu gastritis yang sering diakibatkan diet yang
sembrono. Individu ini makan terlalu banyak atau terlalu cepat atau
makan makanan yang berbumbu atau mengandung mikroorganisme
penyebab penyakit. Penyebab lain dari gastritis akut mencakup
11
alkohol, aspirin, refluks empedu, atau terapi radiasi. Bentuk
terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau
alkali kuat,yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau
perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi, yang
menyebabkan obstruksi pilorus. Gastritis juga merupakan tanda
pertama dari infeksi sistem akut (Smeltzer, 2002).
b. Gastritis Kronis
Gastritis kronis adalah inflamasi lambung yang lama dapat
disebabkan oleh ulkus beningna atau maligna dari lambung, atau
ole bakteri helicobacter pylory (H. Pilory). McCance dan Huether
(2006) mengatakan bahwa gastritis kronis cenderung terjadi pada
individu usia muda yang menyebabkan penipisan dan degenerasi
dinding lambung dengan berhentinya pertumbuhan sel epitelium
lambung. Gastritis kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A dan
tipe B. Gastritis kronis tipe A (kronik fundal) adalah degenerasi
luas mukosa lambung yang terjadi pada tubuh dan fundus lambung
yang dapat mengakibatkan berhentinya pertumbuhan sel lambung.
Tipe A (sering disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari
perubahan sel parietal, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi
seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti
anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari
lambung. Gastritis kronis tipe B (antral) pada umumnya terjadi
pada antrum lambung dan rata-rata empat kali lebih sering terjadi
daripada gastritis kronis tipe A.
Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. Pylori) mempengaruhi
antrum dan pilorus (ujung bawah lambung dekat duodenum). Ini
dihubungkan dengan bakteri H. Pylori, faktor diet seperti minum
panas atau pedas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok,
atau refluks isi usus ke dalam lambung. Gastritis kronis terjadi
12
karena pengunaan obat-obatan anti steroid, alkohol dan rokok.
Suzanne et al (2007) menambahkan bahwa gastritis kronis adalah
peradangan pada lambung yang sudah lama yang disebabkan oleh
sel malignan atau benign pada lambung karena infeksi bakteri
Helicobacter pylori.
3. Etiologi Gastritis
Phipps et al (2003) gastritis akut disebabkan oleh konsumsi alkohol,
penggunaan obat-obatan, stres, trauma fisik, menelan zat berbahaya,
paparan radiasi dan mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi
bakteri. McCance dan Suzanne et al (2007) mengatakan bahwa gastritis
kronis disebabkan oleh mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi
oleh mengkonsumsi makanan yang terlalu berbumbu dan mengiritasi,
infeksi bakteri Helicobacter pylori, penggunaan obat anti inflamasi non
steroid, adanya sel malignan dan benign pada lambung penyakit
autoimun seperti anemia pernisious, faktor makanan seperti kafein,
alkohol, rokok, refluks kronik dari sekresi pankreas dan cairan empedu
ke dalam lambung.
Pada umumnya ada beberapa hal yang berpengaruh pada timbulnya
kekambuhan gastritis antara lain :
a. Infeksi Helicobacter pylori
Helicobacter pylori sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung,
dalam jumlah kecil. Ketika asam lambung yang dihasilkan lebih
banyak kemudian pertahanan dinding lambung menjadi lemah, bakteri
ini bisa bertambah banyak jumlahnya, apalagi disertai kebersihan
makanan yang kurang (Misnadiarly, 2009).
b. Konsumsi
Obat-obatan
Nonsteroidal
Antiinflammatory
Drugs
(NSAIDs)
Obat-obatan yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit gastritis
antara lain adalah pemakaian obat Nonsteroidal Antiinflammatory
13
Drugs (NSAIDs) antara lain seperti Aspirin Ibuprofen, Naproxen dan
Piroxicam dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara
mengurangi
prostaglandin
yang
bertugas
melindungi
dinding
lambung.
c. Pola makan
Perubahan pola makan meliputi tidak teraturnya waktu makan,
frekuensi makan, jenis makanan dan porsi makanan yang dikonsumsi
dapat mempengaruhi kekambuhan gastritis. (Misnadiarly, 2009).
d. Minuman beralkohol dan merokok
Gaya hidup seperti konsumsi alkohol, merokok dan konsumsi kafein
mempengaruhi terjadinya gastritis. Alkohol dan zat nikotin dalam
rokok dapat mengiritasi mukosa lambung. Alkohol dapat mengganggu
absorbsi vitamin B kompleks dan vitamin C sehingga dapat
menyebabkan
gangguan
pemenuhan
nutrisi
sehingga
dapat
meyebabkan penurunan daya tahan tubuh dan menyebabkan individu
rentan untuk mengalami infeksi, termasuk infeksi kuman helicobacter
pylori yang dapat menyebabkan gastritis (Smeltzer & Bare, 2002).
e. Stres
Stres memiliki efek negatif melalui mekanisme neuroendokrin
terhadap saluran pencernaan sehingga berisiko untuk mengalami
gastritis. Efek stres pada saluran pencernaan menyebabkan penurunan
aliran darah pada sel epitel lambung dan mempengaruhi fungsi sel
epitel dalam melindungi mukosa lambung (Greenberg dalam Prio,
2009).
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gangguan ini cukup bervariasi, mulai dari keluhan
ringan hingga muncul perdarahan pada saluran cerna bagian atas. Pada
beberapa pasien, gangguan ini tidak menimbulkan gejala yang khas
(Smeltzer, 2002). Manifestasi gastritis akut dan kronis hampir sama.
Berikut penjelasannya :
14
a. Manifestasi Gastritis Akut
Manifestasi gastritis akut dan gejala-gejalanya adalah : anoreksia,
nyeri pada epigastrium, mual dan muntah, perdarahan saluran cerna
(Hematemesis Melena), dan Anemia (tanda lebih lanjut).
b. Manifestasi Gastritis Kronis
Manifestasi gastritis kronis dan gejala-gejalanya adalah : mengeluh
nyeri ulu hati, anoreksia, dan naucea.
5. Patofisiologi
a. Patofisiologi Gastritis Akut
Phipps et al (2003) menjelaskan bahwa gastritis akut terjadi ketika
mekanisme perlindungan mukosa lambung rusak dengan adanya
iritasi atau hadirnya bakteri dalam lambung. Mukus lambung
memberikan sedikit perlindungan terhadap cedera kimia yang terjadi
di dalam lambung. Regenerasi mukosa lambung dari cidera biasanya
cepat dan efisien, dan meskipun demikian kelainan biasanya sudah
bisa berkurang setelah faktor iritasi diatasi. Lewis et al (2004)
menambahkan
bahwa
menyebabkan
gastritis
kesalahan
akut.
mengkonsumsi
Mengkonsumsi
makanan
alkohol
dapat
memperbesar luka akut pada mukosa lambung, kerusakan sel
permukaan epitel hingga kehancuran mukosa lambung, perdarahan
dan edema.
b. Patofisiologi Gastritis Kronis
Menurut Phipps et al (2003) gastritis kronis terjadi karena penurunan
sekresi asam lambung yang disebabkan oleh autoimun sel parietal.
Kelenjar lambung secara bertahap berhenti bertumbuh dan mukosa
lambung menjadi tipis dan memburuk. Penyakit tersebut biasanya
tidak erosif dan didiagnosa melalui pemeriksaan histologi mukosa
lambung. Kerusakan progresif sel parietal mengarah kepada anemia
pernisious. Biasanya tidak ada tanda gejala hingga proses kerusakan
terjadi. McCance dan Huether (2006) mengatakan bahwa gastritis
15
kronis tipe A terjadi penurunan fungsi mukosa lambung secara
ekstensif didalam tubuh dan fundus lambung. Hilangnya sel utama dan
sel parietal menyebabkan berkurangnya sekresi pepsinogen, asam
hidroklorik dan faktor intrinsik. Gastritis kronis tipe B terutama
melibatkan fundus dan antrum lambung. Penurunan minimal sekresi
asam lambung, jumlah gastrin normal yang tinggal, dan penyerapan
vitamin B12 biasanya jarang terjadi namun kondisinya mukosa
mengalami gangguan pertumbuhan serta mengalami penurunan
sekresi asam lambung.
6. Komplikasi
a. Gastritis Akut
Komplikasi yang timbul pada gastritis akut adalah perdarahan
saluran cerna bagian atas, berupa hematemesis dan melena, yang
berakhir dengan shock hemoragik. Apabila prosesnya hebat, sering
juga terjadi ulkus, namun jarang terjadi perforasi.
b. Gastritis Kronis
Komplikasi yang timbul pada kasus gastritis kronis adalah
gangguan penyerapan vitamin B12. Akibat kurangnya penyerapan
vitamin B12 ini, menyebabkan timbulnya anemia pernisiosa,
gangguan penyerapan zat besi, dan penyempitan daerah pilorus
(pelepasan dari lambung ke usus dua belas jari).
B.
Pola Makan
1. Definisi
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran
mengenai macam dan jumlah makanan yang dimakan setiap hari oleh
satu orang dan tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam
memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan
plihan makanan. Sedangkan menurut Suharjo (2005) pola makan
diartikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih
16
makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruhpengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.
Pola makan merupakan berbagai informasi yang memberikan gambaran
mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari
oleh suatu orang dan merupakan ciri khas satu kelompok masyarakat
tertentu (Soegeng, 2004). Pendapat dari berbagai sumber dapat diartikan
secara umum bahwa pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh
seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan
makanan dalam mengkonsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis
makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada
faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola makan
Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan
makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya
pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan
dan lingkungan, umur dan jenis kelamin (Sediaotama, 2004).
a. Faktor ekonomi
Faktor ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi
pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya
pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan
dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan
pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik
secara kualitas maupun kuantitas. Meningkatnya taraf hidup
(kesejahteraan) masyarakat pengaruh promosi melalui iklan, serta
kemudahan informasi dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan
timbulnya kebutuhan psikogenik baru dikalangan masyarakat ekonomi
menengah ke atas.
17
Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang
cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam
pola makannya sehari-hari. Sehingga pemilihan suatu bahan makanan
lebih didasarkan terhadap pertimbangan selera dibandingkan aspek
gizi. Kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor, terutama
jenis siap santap (fast food), seperti ayam goreng, pizza, hamburger,
dan lain-lain, telah meningkat tajam terutama dikalangan generasi
muda dan kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas.
b. Faktor sosial budaya
Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat
dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari
oleh kepercayaan pada umumnya mengandung perlambangan atau
nasehat yang dianggap baik maupun tidak baik yang lambat laun akan
menjadi kebiasaan/adat. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai
kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam
memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi. Kebudayaan
menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan
dasar biologinya, termasuk kebutuhan terhadap pangan. Budaya
mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa yang akan dimakan,
bagaimana pengolahannya, persiapan, dan penyajian serta untuk siapa
dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut dikonsumsi.
Kebudayaan juga menentukan kapan seseorang boleh dan tidak boleh
mengkonsumsi suatu makanan (dikenal dengan istilah tabu), meskipun
tidak semua hal yang tabu masuk akal dan baik dari sisi kesehatan,
salah satu contohnya anak balita tabu mengkonsumsi ikan laut karena
dikhawatirkan akan menyebabkan cacingan. Padahal dari sisi
kesehatan berlaku sebaliknya, mengkonsumsi ikan sangat baik bagi
balita karena memiliki kandungan protein yang sangat dibutuhkan
untuk pertumbuhan. Terdapat 3 kelompok anggota masyarakat yang
18
biasanya memiliki pantangan makan tertentu yaitu balita, ibu hamil,
dan ibu menyusui.
c. Agama
Pantangan yang didasari agama, khususnya agama islam disebut
haram dan individu yang melanggar hukum berdosa. Adanya makanan
terhadap makanan/minuman tertentu di sisi agama dikarenakan
makanan/minuman tersebut membahayakan jasmani dan rohani bagi
yang
mengonsumsinya.
Konsep
halal
dan
haram
sangat
mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi.
d. Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, dan
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan
kebutuhan gizi. Salah satu contoh prinsip yang dimiliki seseorang
dengan
pendidikan
rendah
biasanya
adalah
„yang
penting
mengenyangkan‟, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat
lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lain.
Sebaliknya, sekelompok orang yang berpendidikan tinggi cenderung
memilih bahan makanan sumber protein dan akan berusaha
menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain.
e. Lingkungan
Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan
perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan
keluarga, sekolah serta adanya promosi melalui media elektronik
maupun cetak. Kebiasaan makan dalam keluarga sangat berpengaruh
besar terhadap pola makan seseorang, kesukaan seseorang terhadap
makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapat dalam
keluarga. Lingkungan sekolah, termasuk di dalamnya para guru,
teman sebaya, dan keberadaan tempat jajan sangat mempengaruhi
19
terbentuknya pola makan, khususnya bagi siswa sekolah. Anak anak
yang mendapatkan informasi yang tepat tentang makanan sehat dari
para gurunya dan didukung oleh tersedianya kantin dan tempat jajan
yang menjual makanan yang sehat akan membentuk pola makan yang
baik pada anak.
f. Faktor usia
Usia sangat berpengaruh terhadap penyakit gastritis, karena masa
remaja adalah masa mencari identitas diri, adanya keinginan untuk
dapat diterima oleh teman sebaya dan mulai tertarik oleh lawan jenis
menyebabkan remaja sangat menjaga penampilan. Semua itu sangat
mempengaruhi pola makan remaja, termasuk pemilihan bahan
makanan dan frekuensi makan. Remaja takut gemuk sehingga remaja
menghindari sarapan dan makan siang atau hanya makan sehari sekali.
g. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah karakteristik remaja yang terdiri dari laki-laki
dan perempuan. Jenis kelamin menentukan pula besar kecilnya
kebutuhan gizi bagi seseorang. Pria lebih banyak membutuhkan
kebutuhan zat tenaga dan protein daripada wanita, karena secara
kodrat pria diciptakan untuk tampil lebih aktif dan lebih kuat daripada
wanita.
3. Pola Makan
Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau
sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam
mengkonsumsi pangan setiap hari yang meliputi frekuensi makan, porsi
makan, dan jenis makanan berdasarkan faktor-faktor sosial, budaya
dimana mereka hidup (hudha, 2006). Pola makan yang dianut oleh
seseorang dimiliki melalui proses belajar yang menghasilkan kebiasaan
makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dan akan berlangsung
20
selama hidupnya, hingga kebiasaan makan dan susunan hidangan masih
bertahan sampai ada pengaruh yang dapat mengubahnya.
Pola makan terdiri dari :
1. Frekuensi makan
Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang melakukan kegiatan
makan dalam sehari baik makanan utama maupun makanan selingan.
Pada umumnya setiap orang melakukan makanan utama sebanyak 3
kali yaitu makan pagi, makan siang, dan makan malam atau sore.
Ketiga waktu tersebut yang paling penting adalah makan pagi, sebab
dapat membekali tubuh dengan berbagai zat makanan terutama kalori
dan protein berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan.
2. Jenis makanan
Jenis makanan yang dikonsumsi dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu makanan utama dan makanan selingan. Makanan utama adalah
makanan yang dikonsumsi seseorang berupa makan pagi, makan
siang, dan makan malam yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk,
sayur, buah dan minuman. Pada umumnya makanan pokok berfungsi
sebagai sumber energi (kalori) dalam tubuh dan memberi rasa
kenyang.
3. Porsi makan
Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan
yang dikonsumsi pada tiap kali makan.
C.
Konsumsi Alkohol
1. Epidemiologi
Alkohol sebagai besar dalam bentuk etil alkohol (etanol), telah ada
semenjak kurang lebih 8000 tahun lalu. Sedangkan pada kehidupan barat,
bir dan wine telah menjadi suatu bagian dari keseharian sejak abad ke 19.
Seperti obat-obatan sedatif hipotik lainnya, alkohol pada jumlah yang
sedikit atau sedang dapat menghilangkan rasa gelisah dan menciptakan
suatu eurofia. Meskipun demikian, alkohol juga merupakan substansi
21
yang sering disalahgunakan dan menjadi penyebab maslah kesehatan dan
sosial di dunia. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, total konsumsi
alkohol per kapita orang dewasa (berusia 15 tahun atau lebih) di seluruh
dunia mencapai 6,23 liter alkohol murni. Dari keseluruhan angka itu,
28,6% atau 1,76 liter per kepala merupakan alkohol yang sifatnya ilegal.
Alkohol yang sifatnya ilegal ini lebih berbahaya karena kandungannya
yang tidak diketahui sepenuhnya dan berpotensi bahaya.
Tingkat konsumsi alkohol tertinggi terdapat pada belahan dunia bagian
utara (Rusia, Jerman, Polandia, dan sebagainya), namun juga di
Argentina, Australia, dan New Zealand. Tingkat konsumsi sedang
terdapat pada Afrika Selatan, dan Amerika Utara maupun Selatan.
Tingkat konsumsi rendah dapat ditemukan di Afrika Utara, regio
Mediterania Timur, Asia bagian Selatan, dan regio laut Hindia. Di
Indonesia sendiri, total konsumsi per kapita pada orang dewasa (15+)
dalam liter alkohol murni adalah 0,5 yang sifatnya ilegal. Angka ini lebih
rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara
seperti India, Sri Lanka, Nepal, maupun Thailand.
Terdapat beberapa jenis alkohol yang sering dikonsumsi di berbagai
negara, antara lain : beer, wine, dan spirits, dan lain sebagainya. Beer
terbuat dari gandum (4,5% alkohol), wine terbuat dari anggur (12,9%
alkohol), sedangkan spirits (vodka, wiskey) merupakan alkohol yang
terdisitilasi sehingga mempunyai kandungan alkohol yang lebih tinggi
dari kedua jenis lainnya (41,1% alkohol). Spirits merupakan jenis alkohol
yang paling sering dikonsumsi di Asia dan juga Eropa Timur. Secara
global, lebih dari dari 45% dari total alkohol yang dikonsumsi secara
legal merupakan spirits, dan terutama dikonsumsi di regio Asia
Tenggara, dan Pasifik Barat. Angka konsumsi bir adalah 36% dan tingkat
konsumsi bir tertinggi ada pada regio Amerika. Sedangkan angka
konsumsi wine hanya 8,6%, dengan tingkat konsumsi yang cukup
22
signifikan di regio Eropa dan Amerika. Secara keseluruhan, tingkat
konsumsi alkohol yang paling tinggi terdapat pada daerah Rusia, dan
sekitarnya.
2. Farmakokinetik Alkohol
Etanol merupakan molekul kecil larut air yang terabsorbsi secara cepat
dari traktus gastrointestinal. Dalam keadaan puasa, konsentrasi puncak
alkohol pada darah tercapai dalam waktu 30 menit. Adanya makanan
dalam lambung memperlambat absorbsinya dengan cara memperlambat
waktu pengosongan lambung. Volume distribusi etanol berkisal antara
0,5-0,7 L/k dari total air dalam tubuh. Pada jumlah yang sama, wanita
akan memiliki kadar alkohol dalam darah yang lebih tinggi karena total
jumlah air dalam tubuh wanita lebih sedikit. Pada sistem saraf pusat,
konsentrasi etanol dapat meningkat secara cepat, karena otak mendapat
aliran darah dalam jumlah yang lebih banyak, dan etanol dapat melewati
sawar darah otak dengan cepat.
Lebih dari 90% alkohol yang masuk ke tubuh dioksidasi oleh hati, dan
sisanya lewat paru-paru dan urin. Orang dewasa normal dapat
memetabolisme 7-10 g alkohol (150-220 mmol) per jam, yang mana
takaran itu sama dengan satu gelas alkohol (10 oz bir, 3,5 oz wine, atau 1
oz aspirits). Konversi dari oz ke gram adalah satu oz sama dengan 28
gram. Terdapat dua jalur metabolisme alkohol yang telah berhasil
diidentifikasi sampai sekarang, yaitu :
1. Alcohol Dehydrogenase (ADH) Pathway
Jalur utama metabolisme alkohol memerlukan enzim alcohol
dehydrogenase, yang merupakan enzim sitosol yang berfungsi
mengkatalisir kontroversi dari alkohol menjadi asetaldehid. Enzim ini
terutama terdapat pada hati, namun juga ditemukan dalam jumlah
sedikit di otak dan lambung. Pada beberapa populasi Asia terdapat
polimorfisme dari aktivitas enzim ADH ini, sehingga aktivitas enzim
23
ini berkurang. Metabolisme etanol dalam jumlah yang signifikan oleh
ADH yang terdapat pada lambung terjadi pada laki-laki, namun hanya
sedikit pada perempuan.
2. Microsomal Etanol Oxidizing System(MEOS)
Pada konsentrasi alkohol dalam darah dibawah 100 mg/dL, sistem
MEOS tidak berperan banyak dalam metabolisme alkohol. Namun
saat etanol dalam jumlah banyak dikonsumsi, sistem ADH menjadi
jenuh karena habisnya konfaktur NAD+, sehingga aktivitas sistem
MEOS meningkat. Pada konsumsi alkohol yang kronik, terjadi
peningkatan dari obat-obatan lain yang dieliminasi juga oleh sitokrom
P450, dan juga dihasilkan hasil sampingan berupa toksi, radikal bebas,
dan H202.
Kedua sistem diatas pada akhirnya akan menghasilkan asetaldehid.
Hampir seluruh asetaldehid dimetabolisme lebih lanjut dihati, dengan
reaksi yang dikatalisis oleh enzim aldehyde dehydrogenase (ALDH).
Produk dari reaksi ini adalah asetat, yang nantinya akan diubah lagi
menjadi CO2 dan air. Beberapa orang khususnya yang berasal dari
populasi Asia, mempunyai defisiensi genetik dari enzim ALDH. Saat
individu tersebut mengonsumsi alkohol, konsentrasi asetaldehid dalam
darah akan meningkat sehingga terjadi reaksi berupa flushing.
3. Farmakodinamik Alkohol
Sistem
saraf
pusat
sangat
dipengaruhi
oleh
alkohol.
Alkohol
menyebabkan sedasi dan hilangnya rasa gelisah, dan pada konsentrasi
yang tinggi dapat menyebabkan ataksia, bicara tidak karuan, gangguan
dalam pengambilan keputusan, gangguan kepribadian, atau dikenal
sebagai istilah mabuk. Efek yang ditimbulkan oleh alkohol bergantung
pada konsentrasi alkohol pada darah dan juga apakah sudah terjadi
toleransi atau tidak. Pada kondisi belum terjadi toleransi, pada kadar 200300 mg/dL dapat terjadi emesis dan stupor, pada kadar 300-400 mg/dL
24
terjadi koma, dan pada kadar >500 mg/dL dapat terjadi depresi
pernapasan dan bahkan kematian.
4. Efek Alkohol Terhadap Kesehatan
Efek alkohol pada kesehatan pada umumnya bergantung pada seberapa
sering orang tersebut mengonsumsi alkohol dan juga berapa jumlah
(volume)
alkohol
yang
dikonsumsinya.
Nutrition
and
your
Health:Dietary Guidelines for Americans (DHHS dan USDA 1995)
menetapkan standard drink sebagai minuman yang mengandung 0,5 fl oz
alkohol murni (12 gram), yang sering didapatkan pada 12 fl oz bir biasa,
5 fl oz wine, atau 1,5 fl oz 40% spirits. Berdasarkan standar tersebut,
dibuat pembagian tingkat pengonsumsian alkohol, yaitu :
1. Light drinker (ringan) : 0,01-0,21 fl oz alkohol per hari (1-3 drink tiap
minggu)
2. Moderate drinker (sedang) : 0,22-1,00 fl oz alkohol per harinya (4-14
drink per minggu)
3. Heavier drinker (berat) : >1,00 fl oz alkohol per hari (lebih dari 2
drink per hari)
Alcohol abuse (penyalagunaan alkohol yang membahayakan kesehatan)
merupakan salah satu penyebab risiko kesehatan tertinggi di dunia.
Penyalahgunaan alkohol menyebabkan lebih dari 60 jenis penyakit,
kecelakaan, dan merupakan penyebab 2,5 juta kematian setiap tahunnya.
Secara global, angka kematian akibat penggunaan alkohol mencapai 4%.
Pengonsumsian alkohol
diperkirakan menjadi
20-50% penyebab
terjadinya sirosis hepatis, epilepsi, keracunan, kecelakaan lalu lintas,
kekerasan, dan beberapa tipe kanker. Selain itu juga merupakan faktor
resiko ketiga tertinggi terjadinya penyakit dan disabilitas, setelah berat
badan kurang dan hubungan seksual yang tidak aman.
Terdapat tiga mekanisme dari penyalagunaan alkohol yang menyebabkan
terjadinya penyakit dan kecelakaan, yaitu efek toksik alkohol pada organ
25
dan jaringan, intoksikasi, dan terjadinya ketergantungan. Ketiga
mekanisme ini berkaitan dengan volume alkohol yang dikonsumsi,
bagaimana seseorang mengonsumsi alkohol, dan juga kualitas dari
alkohol yang dikonsumsi.
D.
Merokok
Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh
dan menghembuskannya kembali keluar. Danusantoso (1991) mengatakan
bahwa asap rokok selain merugikan diri sendiri juga berakibat bagi orangorang lain yang berada disekitarnya. Pendapat lain menyatakan bahwa
perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa
membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat
terhisap oleh orang-orang disekitarnya.
Bermacam-macam bentuk perilaku yang dilakukan manusia dalam
menanggapi stimulus yang diterima, salah satu bentuk perilaku manusia
yang dapat diamati adalah perilaku merokok. Merokok telah banyak
dilakukan pada zaman tiongkok kuno dan romawi, pada saat itu orang sudah
menggunakan suatu ramuan yang mengeluarkan asap dan menimbulkan
kenikmatan dengan jalan dihisap melalui hidung dan mulut. Dan pada masa
sekarang, perilaku merokok merupakan perilaku yang telah umum dijumpai.
Perokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta kelompok umur
yang berbeda, hal ini mungkin dapat disebabkan karena rokok bisa
didapatkan dengan mudah dan dapat diperoleh dimana pun juga.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali ditemui orang merokok dimanamana, baik di kantor, di pasar ataupun di tempat umum lainnya bahkan
dikalangan rumah tangga sendiri. Kebiasaan merokok dimulai dengan
adanya rokok pertama. Umumnya rokok pertama dimulai saat usia remaja.
Sejumlah studi menemukan penghisapan rokok pertama dimulai pada usia
11-13 tahun. Perilaku merokok diawali oleh rasa ingin tahu dan pengaruh
teman sebaya. Smet (1994) bahwa mulai merokok terjadi akibat pengaruh
26
lingkungan sosial. Modelling (menirukan perilaku orang lain) menjadi salah
satu determinan dalam memulai perilaku merokok.
Setelah mencoba rokok pertama, seorang individu menjadi ketagihan
merokok, dengan alasan-alasan seperti kebiasaan, menurunkan kecemasan,
dan mendapatkan penerimaan. Graham (dalam Ogden, 2000) menyatakan
bahwa efek positif dari merokok adalah menghasilkan efek mood yang
positif dan membantu individu dalam menghadapi masalah yang sulit.
Pengaruh nikotin dalam merokok dapat membuat seseorang menjadi
pecandu atau ketergantungan pada rokok. Remaja yang sudah kecanduan
merokok pada umumnya tidak dapat menahan keinginan untuk tidak
merokok, mereka cenderung sensitif terhadap efek dari nikotin (Kandel dkk,
2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Parrot (2004) mengenai hubungan antara
stres dengan merokok yang dilakukan pada orang dewasa dan pada remaja
menyatakan bahwa ada perubahan emosi selama merokok. Merokok dapat
membuat orang stres menjadi tidak stres lagi. Perasaan ini tidak akan lama,
begitu selesai merokok mereka akan merokok lagi untuk mencegah agar
stres tidak terjadi lagi. Keinginan untuk merokok kembali timbul karena ada
hubungan antara perasaan negatif dengan rokok, yang berarti para perokok
merokok kembali agar menjaga mereka untuk tidak menjadi stres.
1. Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok
Peilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan,
tetapi masih banyak orang yang melakukannya. Bahkan orang mulai
merokok ketika mereka masih remaja. Ada berbagai alasan yang
dikemukakan oleh para ahli untuk menjawab mengapa seseorang
merokok. Setiap individu mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda
dan biasanya disesuaikan dengan tujuan mereka merokok. Perilaku
merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya
27
perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga
disebabkan faktor lingkungan.
2. Tipe Perilaku Merokok
Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka
Mu‟tadin (2002) menggolongkan tipe perilaku merokok meliputi:
a. Merokok di tempat-tempat umum /ruang publik
1. Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol
mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih
menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di
smoking area.
2. Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain
yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll).
b. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
1. Kantor atau dikamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat-tempat
seperti ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu
yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang
mencekam.
2. Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang
suka berfantasi
Menurut Mu‟tadin (2002) ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan
Management of affect theory, yaitu :
a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif
1. Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah
atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya
merokok setelah meminum kopi atau makan.
2. Simulation to pick them up. Perilaku merokok hanya dilakukan
sekedarnya untuk menenangkan perasaan.
3. Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh dari
memegang rokok.
28
b. Perilaku perokok yang dipengaruhi perasaan negatif
Banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif
dalam dirinya. Misalnya merokok bila marah, cemas, gelisah, rokok
dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila
perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar ari perasaan yang lebih
tidak enak.
c. Perilaku merokok yang adiktif
Perokok yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang
digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya
berkurang.
d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan
Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk
mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah menjadi
kebiasaan.
3. Dampak Perilaku Merokok
Ogden (2000) membagi dampak perilaku merokok menjadi dua, yaitu :
a. Dampak positif
Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi
kesehatan. Graham (2000) menyatakan bahwa perokok menyebutkan
dengan merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat
membantu
individu
menghadapi
keadaan-keadaan
yang sulit.
Keuntungan merokok yaitu mengurangi ketegangan, membantu
berkonsentrasi, dukungan sosial dan menyenangkan.
b. Dampak negatif
Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat
berpengaruh bagi kesehatan (ogden, 2000). Merokok bukanlah
penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit
sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian,
tetapi dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat
mengakibatkan kematian. Berbagai jenis penyakit yang dapat dipicu
29
karena merokok dimulai dari penyakit dikepala sampai dengan
penyakit di telapak kaki, antara lain (Sitepoe, 2001) : penyakit
kardiovaskular, neoplasma (kanker), saluran pernapasan, peningkatan
tekanan darah, memperpendek umur, penurunan vertilitas (kesuburan)
dan nafsu seksual, sakit maag, gondok, gangguan pembuluh darah,
penghambat pengeluaran air seni, ambliyopia (penglihatan kabur),
kulit menjadi kering, pucat dan keriput, serta polusi udara dalam
ruangan (sehingga terjadi iritasi mata, hidung dan tenggorokan).
E.
Konsumsi Kopi
Kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa
kimia, termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut
dengan fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui merangsang lambung
untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan lingkungan yang
lebih asam dan dapat mengiritasi mukosa lambung. Kafein di dalam kopi
dapat mempercepat proses terbentuknya asam lambung. Hal ini membuat
produksi gas dalam lambung berlebih sehingga sering mengeluhkan sensasi
kembung di perut. Responden yang sering meminum kopi beresiko 3,57 kali
menderita gastritis dibandingkan dengan yang tidak sering meminum kopi.
Mukosa lambung berperan penting dalam melindungi lambung dari
autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila mukosa lambung rusak, maka terjadi
difusi HCl ke mukosa lambung dan HCl akan merusak mukosa. Kehadiran
HCl di mukosa lambung menstimulasi perubahan pepsinogen menjadi
pepsin. Pepsin merangsang pelepasan histamin dari sel mast. Histamin akan
menyebabkan
peningkatan
permeabilitas
kapiler
sehingga
terjadi
perpindahan cairan dari intrasel ke ekstrasel dan menyebabkan edema dan
kerusakan kapiler sehingga timbul perdarahan pada lambung. Jika lambung
sering terpapar dengan zat iritan, seperti kopi maka inflamasi akan terjadi
terus-menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin
30
sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel
mukosa lambung.
1. Kafein dalam Kopi
Kafein adalah alkaloid yang terdapat dalam biji kopi (Coffea
robusta/Coffea arabica), yang berasal dari Arab dan Etiopia. Sekitar
tahun 1000 M, orang-orang Arab menemukan rahasia cara mengolah biji
kopi dan menggunakannya sebagai minuman yang menyegarkan. Di
Eropa, kebiasaan minum kopi dikenal sejak tahun 1615, ketika muatan
kopi pertama dari Turki tiba di pelabuhan Venesia. Kemudian, tumbuhan
kopi diselundupkan ke Brasilia yang kini menjadi produsen kopi terbesar
di dunia. Selanjutnya kopi menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk
Indonesia (Tjay dan Rahardja, 2002).
Kafein secara medis dikenal sebagai trimethylxanthine dan sangat
berguna sebagai pemicu jantung, pemicu respirasi dan senyawa diuresis
(Erowid, 2005). Bagi masyarakat umum kafein digunakan untuk sumber
energi, meningkatkan kewaspadaan dan memicu tubuh agar terjaga lebih
lama, terutama bagi pilot, supir truk, petugas jaga, tim SAR, serta pelajar,
termasuk mahasiswa yang ingin terjaga lebih lama di malam hari.
Banyak pula orang yang merasa bahwa mereka tidak dapat bekerja di
pagi hari tanpa meminum secangkir kopi sebagai sumber kafein yang
dapat membuat mereka lebih berkonsentrasi pada kegiatan mereka.
Kafein umumnya dikonsumsi dalam bentuk teh, minuman ringan dan
terutama kopi. Ada berbagai macam cara penyajian kopi sebagai
minuman yang dikenal masyarakat, yaitu kopi tumbuk murni, kopi
instant tanpa campuran atau yang dikenal sebagai kopi original (kopi
“0”), kopi “2 in 1” dengan penambahan gula, “3 in 1” dengan
penambahan gula dan susu, espresso, kopi dengan krim, dan sebagainya.
Jenis kopi yang paling banyak disukai adalah kopi “3 in 1”, espresso dan
kopi dengan krim, karena rasanya tidak pahit seperti kopi tumbuk atau
31
kopi instant original dan lebih enak sehingga anak-anakpun seringkali
mau meminumnya.
Kafein dapat menimbulkan beberapa efek jangka pendek seperti
peningkatan
denyut
jantung,
peningkatan
respirasi,
kecepatan
metabolisme basal, refleks gastrointestinal, dan produksi asam lambung
serta urin (Erowid, 2005). Menurut Weinberg dan Bealer (2001) kafein
murni pertama kali diisolasi oleh ilmuwan Jerman, Friedrich Ferdinand
Runge, pada tahun 1819. Saat diisolasi dalam bentuk murni, kafein
memiliki bentuk serbuk kristal putih yang rasanya sangat pahit, dan dapat
diperoleh melalui proses “decaffeinating” kopi. Kafein inilah yang
menimbulkan rasa pahit pada kopi. Kafein merupakan senyawa aditif
yang dalam beberapa aksinya memiliki mekanisme yang sama dengan
amphetamine, kokain dan heroin untuk merangsang otak. Efek kafein
lebih lemah daripada amphetamine, kokain dan heroin, tetapi
memanipulasi jalur yang sama, hal inilah yang menjadi salah satu
kualitas aditif kafein. Oleh karena itu banyak orang yang merasa tidak
dapat bekerja tanpa meminum kopi dan harus mengkonsumsinya setiap
hari karena sudah kecanduan kafein (Erowid, 2005).
Kafein diabsorbsi secara cepat melalui usus ke pembuluh darah dan
membutuhkan waktu 15-45 menit untuk mencapai puncaknya. Tingkat
kafein dalam darah yang mencapai otak akan menunjukkan besarnya efek
yang akan ditimbulkan pada tubuh. Biasanya sistem saraf pusat
dirangsang maksimal dalam 30-60 menit (Erowid, 2005). Kafein
dimetabolisme dalam hati dengan bantuan enzim cytochrome P450
oxidase dan menghasilkan tiga metabolit dimethylxanthine, yang masing
masing memiliki efek tersendiri dalam tubuh. Menurut Dews (1984)
ketiga metabolit tersebut adalah:
32
a. Paraxanthine (84%) – bertanggung jawab dalam meningkatnya proses
lipolisis, sehingga mendorong pelepasan gliserol dan asam lemak
menuju darah untuk digunakan sebagai sumber energi bagi otot
c. Theobromine (12%) – memacu dilatasi pembuluh darah dan
meningkatkan volume urin (efek diuretik)
d. Theophylline (4%) - mendorong relaksasi otot bronkus sehingga dapat
digunakan dalam perawatan asma, dan berperan sebagai chronotrope
dan inotrope yang meningkatkan frekuensi denyut jantung
Biasanya sisa metabolisme ini diekskresi bersama urin dalam bentuk
metal urat atau methylxanthine, meskipun kafein juga dapat diekskresi
melalui ludah, semen, dan air susu ibu (ASI) (Weinberg dan Bealer,
2001). Kafein akan terus memberikan pengaruh dalam tubuh selama
masih terkandung di dalam darah, tetapi biasanya akan segera diekskresi
setelah
beberapa
jam.
Waktu
yang
dibutuhkan
tubuh
untuk
mengeliminasi setengah dari total kafein yang dikonsumsi bervariasi dari
beberapa jam hingga beberapa hari, tetapi untuk orang dewasa yang tidak
merokok
rata-rata
adalah
3-4
jam.
Beberapa
faktor
yang
mempengaruhinya adalah pengobatan, penyakit hati, kehamilan, dan
jumlah enzim dalam hati yang dibutuhkan untuk metabolisme kafein
(Erowid,2005).
Menurut Brain (2005) kafein cepat diabsorbsi setelah pemberian secara
oral, rektal, atau parenteral, didistribusikan ke seluruh tubuh dengan
volume distribusi 400 – 600 mL/kg dan memiliki waktu paruh plasma
antara 3-7 jam. Dalam keadaan perut kosong sediaan kafein dalam
bentuk cair dapat menghasilkan kadar puncak dalam plasma setelah 1
jam. Kafein berkhasiat menstimulasi sistem saraf pusat (SSP), dengan
efek menghilangkan rasa letih, lapar, dan mengantuk, memperkuat daya
konsentrasi dan meningkatkan kecepatan reaksi, serta memperbaiki
prestasi otak dan suasana jiwa. Kafein juga berefek inotrop positif
33
terhadap jantung (memperkuat daya kontraksi), vasodilatasi perifer, dan
diuretik (Tjay dan Rahardja, 2002). Pada taraf seluler kafein menghambat
enzim fosfodiesterase yang menyebabkan translokasi Ca2+, dan
memblokade reseptor adenosine (Ritchie, 1996).
Salah satu efek kafein yang timbul dalam jangka waktu pendek adalah
efek diuretik. Efek ini timbul karena kafein dapat meningkatkan laju
filtrasi glomerulus dan menurunkan reabsorbsi natrium di tubulus ginjal.
Efek ini dapat timbul pada pemberian kafein 85-250 mg atau sebanding
dengan 1-3 cangkir kopi (Mutschler, 1991). Sensitivitas setiap orang
terhadap kafein berbeda-beda, beberapa orang dapat minum beberapa
cangkir kopi selama satu jam dan tidak mengalami efek apapun,
sedangkan beberapa orang lain segera merasakan efeknya hanya dengan
sekali minum. Hal ini juga bergantung pada jenis kopi yang diminum
(original atau decaffeinated) serta penggunaan bahan campuran seperti
krim, susu maupun gula. Hasil penelitian National Institutes of Health
(NIH) mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan cara pada orang
dewasa dan anak-anak dalam mengatasi efek kafein, baik yang
terkandung dalam makanan maupun minuman (Bistani, 2006)
F.
Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) merupakan salah satu obat yang
sangat sering digunakan untuk mengobati nyeri, inflamasi dan demam.
Salah satu OAINS yakni Asam amino salisilat (ASA) dalam dosis kecil,
secara rutin digunakan sebagai obat profilaksis primer maupun sekunder
untuk penyakit-penyakit kardiovaskuler dan cerebrovaskuler. Mudah
dimengerti kalau penggunaan OAINS, termasuk ASA, akhir-akhir ini
semakin meningkat. Meningkatnya jumlah prevalensi arthritis dapat
dipastikan penggunaan OAINS juga meningkat. Sampai saat ini dikenal 2
jenis OAINS yakni OAINS konvensional dan Cox inhibitor (Lanas dan
Sopenia, 2009).
34
Efek samping OAINS pada saluran cerna yang paling ringan berupa keluhan
nyeri epigastrium atau dispepsi. Keluhan nyeri epigastrium kadang-kadang
disertai erosi mukosa bila dilakukan endoskopi. Dispepsi yang disertai atau
tidak dengan erosi tersebut dapat terjadi dalam beberapa hari setelah
menggunakan OAINS. Pada beberapa kasus lesi akan mereda dengan
sendirinya walaupun OAINS tetap diberikan. Proses tersebut disebut
Adaptasi. Dispepsi terjadi pada kira-kira 60% pengguna OAINS. Efek
samping yang lebih berat dapat berupa tukak peptik disertai atau tidak
dengan perdarahan. OAINS juga dapat menyebabkan perforasi dan striktura
yang memerlukan tindakan operatif. Studi-studi berdasarkan hasil
pemeriksaan endoskopi menunjukkan kira-kira 25% pengguna OAINS
mengalami tukak peptik simtomatis (Lanas dan Sopenia, 2009).
Tukak berkomplikasi terjadi pada setiap 1 orang diantara 7 pasien pengguna
OAINS. Diantara semua pengguna OAINS dijumpai tukak peptik pada 1
orang setiap 20 pasien. Kira-kira 30% diantaranya memerlukan perawatan
di rumah sakit. Walaupun dalam jumlah yang lebih kecil, Asam salisilat
(ASA) dosis rendah juga dapat menimbulkan gastropati OAINS. OAINS
banyak digunakan pada pasien pediatric. Obat ini merupakan bahan aktif
yang secara farmakologi tidak homogen dan terutama bekerja menghambat
produksi prostaglandin serta digunakan untuk perawatan nyeri akut dan
kronik. Obat ini mempunyai sifat mampu mengurangi nyeri, demam dengan
inflamasi, dan yang disertai dengan gangguan inflamasi nyeri lainnya.
Dalam prakteknya dokter selalu menanggulangi keluhan rasa sakit atau
nyeri pada pasien dengan pemberian obat-obatan analgetika sederhana, dan
pada kenyataannya belum mampu mengontrol rasa sakit akibat inflamasi
(Fajriani, 2008).
OAINS merupakan sediaan yang paling luas peresepannya terutama pada
kasus-kasus nyeri inflamasi karena efeknya yang kuat dalam mengatasi
nyeri inflamasi tingkat ringan sampai sedang. Dalam peresepan OAINS hal
yang terpenting adalah pertimbangan efek terapi dan efek samping yang
35
berhubungan dengan mekanisme kerja sediaan obat ini, terutama pemberian
pada anak. Dimana efek samping OAINS dapat terjadi pada berbagai organ
tubuh terpenting seperti saluran cerna, jantung dan ginjal, sedangkan organorgan
vital
pada
anak
masih
mengalami
perkembangan
menuju
kesempurnaan. Tentunya hal ini patutlah menjadi perhatian, khususnya
menyangkut pengetahuan farmakokinetik dan farmakologik obat atau
patofisiologi proses penyakit yang akan diterapi (Fajriani, 2008).
Seiring dengan perkembangan sediaan OAINS, para ahli mengupayakan
penyediaan obat ini dengan efek samping yang seminimal mungkin,
diantaranya merubah formulasi dan penemuan sediaan OAINS baru. Akan
tetapi ternyata sediaan terkinipun tidak mampu memberikan solusi yang
terbaik sebab disatu sisi memberikan efek samping minimal terhadap suatu
organ tubuh tertentu, tetapi memberi efek samping yang lebih besar
terhadap organ tubuh lainnya. Untuk itu hal yang terbaik dilakukan adalah
menghindari peresepan yang tidak diperlukan, sebab resikonya akan lebih
besar jika kontraindikasi OAINS tidak diindahkan atau tidak menjadi
perhatian yang utama, khususnya pemberian pada anak. Untuk itu
pemberian OAINS ini perlu dikaji dengan seksama dan melakukan terapi
medikamentosa secara rasional (Fajriani, 2008).
1. Mekanisme dan sifat dasar OAINS
Obat analgesik anti inflamasi non steroid merupakan suatu kelompok
sediaan dengan struktur kimia yang sangat heterogen, dimana efek
samping dan efek terapinya berhubungan dengan kesamaan mekanisme
kerja sediaan ini pada enzim cyclooxygenase (COX). Kemajuan
penelitian dalam dasawarsa terakhir memberikan penjelasan mengapa
kelompok yang heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan
efek samping, ternyata hal ini terjadi berdasarkan atas penghambatan
biosintesis prostaglandin (PG). Mekanisme kerja yang berhubungan
dengan biosintesis PG ini mulai dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane
36
dan kawan-kawan yang memperlihatkan secara invitro bahwa dosis
rendah aspirin dan indometason menghambat produksi enzimatik PG.
Dimana juga telah dibuktikan bahwa jika sel mengalami kerusakan maka
PG akan dilepas (Fajriani, 2008).
Namun demikian obat OAINS secara umum tidak menghambat
biosintesis leukotrin, yang diketahui turut berperan dalam inflamasi.
OAINS menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga konversi
asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat
cyclooxysigenase dengan cara yang berbeda. OAINS dikelompokkan
berdasarkan struktur kimia, tingkat keasaman dan ketersediaan awalnya.
Dan sekarang yang popoler dikelompokkan berdasarkan selektifitas
hambatannya
pada
penemuan
dua
bentuk
enzim
constitutive
cyclooxygenase-1 (COX-1) dan inducible cycloocygenase-2 (COX-2).
COX-1 selalu ada di berbagai jaringan tubuh dan berfungsi dalam
mempertahankan fisiologi tubuh seperti produksi mukus di lambung
tetapi sebaliknya, COX-2 merupakan enzim indusibel yang umumnya
tidak terpantau di kebanyakan jaringan, tapi akan meningkat pada
keadaan inflamasi atau patologik (Lelo, 2005).
OAINS yang bekerja sebagai penyekat COX akan berikatan pada bagian
aktif enzim, pada COX-1 dan atau COX-2, sehingga enzim ini menjadi
tidak berfungsi dan tidak mampu merubah asam arakidonat menjadi
mediator inflamasi prostaglandin. OAINS yang termasuk dalam tidak
selektif menghambat sekaligus COX-1 dan COX-2 adalah ibuprofen,
indometasin dan naproxen. Asetosal dan ketorokal termasuk sangat
selektif menghambat menghambat COX-1. Piroxicam lebih selektif
menyekat COX-1, sedangkan yang termasuk selektif menyekat COX-2
antara lain diclofenak, meloxicam, dan nimesulid. Celecoxib dan
rofecoxib sangat selektif menghambat COX-2 (Lelo, 2005).
37
2. Penggunaan OAINS pada berbagai penyebab
OAINS efektif mengurangi nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang
seperti pada nyeri dental. Untuk nyeri yang lebih berat diperlukan
analgesik yang tidak menimbulkan ketergantungan, misalnya tramadol.
OAINS memiliki efek analgesik pada nyeri yang berasal dari integument
bukan yang berasal dari viscera, seperti sakit kepala, myalgia dan
abralgia. Setiap sediaan OAINS memberikan efek anti-inflamasi yang
sepadan. Colberg dkk pada tahun 1996 mengemukakan bahwa antara
diklofenak dengan meloksikam tidak ada perbedaannya dalam hal khasiat
analgetik antiinflamasi, baik diberikan peroral ataupun dengan injeksi.
Studi banding yang dilakukan memperlihatkan nyeri, panas dan inflamasi
pada pemberian nimesulide 200 mg/hari peroral atau 400 mg/hari per
rektal sama atau lebih baik dibanding seaperase (15 mg), ibuprofen (300
mg), deklofenak (150 mg), naproxen (1000 mg), fiprazon, piroksikam,
asam mefenamat pada penderita dengan inflamasi telinga, hidung,
tenggorokan, nyeri, kanker, gangguan ginekologi, kelainan urogenital,
cidera musculoskeletal akut, tromboflebitis, nyeri punggung belakang,
tendonitis dan penyakit odonstomatologi serta pasca tindakan bedah
(Motola dan Silvani, 2004).
3. Jenis Obat Anti Inflamasi Nonsteroid
Obat anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan kelompok obat yang
paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan efek
analgetika,
antipiretika,
dan
anti-inflamasi.
OAINS
merupakan
pengobatan dasar untuk mengatasi peradangan-peradangan di dalam dan
sekitar sendi seperti lumbago, artralgia, osteoartritis, artritis reumatoid,
dan gout artritis. Disamping itu, OAINS juga banyak pada penyakitpenyakit non-rematik, seperti kolik empedu dan saluran kemih, trombosis
serebri, infark miokardium, dan dismenorea. OAINS merupakan suatu
kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda
secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat ini mempunyai banyak
38
persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat
golongan ini adalah aspirin, karena itu OAINS sering juga disebut
sebagai obat-obat mirip aspirin (aspirin-like drug). Aspirin-like drugs
dibagi dalam lima golongan, yaitu:
1. Salisilat dan salisilamid, derivatnya yaitu asetosal (aspirin),
salisilamid, diflunisal
2. Para aminofenol, derivatnya yaitu asetaminofen dan fenasetin
3. Pirazolon,
derivatnya
yaitu
antipirin
(fenazon),
aminopirin
(amidopirin), fenilbutazon dan turunannya
4. Antirematik nonsteroid dan analgetik lainnya, yaitu asam mefenamat
dan meklofenamat, ketoprofen, ibuprofen, naproksen, indometasin,
piroksikam, dan glafenin
5. Obat pirai, dibagi menjadi dua, yaitu obat yang menghentikan proses
inflamasi akut, misalnya kolkisin, fenilbutazon, oksifenbutazon, dan
obat yang mempengaruhi kadar asam urat, misalnya probenesid,
alupurinol, dan sulfinpirazon.
Sedangkan menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi:
1. OAINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam
flufenamat, asam meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat,
asam tiaprofenamat, diklofenak, indometasin, karprofen, ibuprofen,
dan ketoprofen.
2. OAINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan
piroprofen.
3. OAINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal
dan naproksen.
4. OAINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam
dan tenoksikam.
5. OAINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu
fenilbutazon dan oksifenbutazon.
39
G.
Kerangka Konsep
Skema 2.1 Kerangka konsep
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gastritis
Pola Makan
Konsumsi Alkohol
Merokok
Konsumsi Kopi
Kekambuhan Gastritis
Obat Anti Inflamasi
Non Steroid
Infeksi Helicobacter
Pylori
Kondisi Stres
Keterangan :
=
H.
Variabel yang diteliti
Hipotesa
1. Ha1 : Terdapat hubungan pola makan dengan kekambuhan gastritis pada
pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan.
2. Ho2 : Tidak terdapat hubungan antara mengonsumsi alkohol dengan
Kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi
kota Medan.
3. Ho3: Tidak terdapat hubungan merokok dengan kekambuhan gastritis
pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan.
4. Ha4 : Terdapat hubungan mengonsumsi kopi dengan kekambuhan
gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan.
5. Ha5 : Terdapat hubungan penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid
(OAINS) dengan kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di
RSUD DR. Pirngadi kota Medan.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kolerasi dengan tujuan untuk melihat
faktor yang
berhubungan dengan terjadinya kekambuhan pada pasien
gastritis. Dan penelitian ini menggunakan desain cross sectional dimana
peneliti melakukan pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time
approach).
B.
Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Juli 2015
C.
Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2005). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien gastritis di RSUD DR.
Pirngadi Kota Medan.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
sehingga dapat mewakili populasinya. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling, dengan
cara mengambil responden yang kebetulan ada dan sesuai dengan
konteks penelitian. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 78
responden yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama
40
41
adalah pasien gastritis yang mengalami kekambuhan dengan jumlah 39
responden dan kelompok ke dua yaitu pasien dengan riwayat penyakit
gastritis sebanyak 39 responden.
D.
Defenisi Operasional
Tabel 3.1 Defenisi operasional
No.
Variabel
Defenisi
Cara ukur Alat ukur
Hasil ukur
Skala
ukur
Ordinal
1.
Pola makan
Kebiasaan seseorang dalam Observasi Kuesioner Teratur,
makan setiap hari. Dalam hal
Tidak teratur
ini pola makan diukur
berdasarkan
keteraturan
makan.
2.
Konsumsi
alkohol
Kebiasaan seseorang dalam Observasi Kuesioner Tidak
Ordinal
meminum suatu minuman
mengkonsumsi
yang mengandung alkohol.
dan
Dalam hal ini kebiasaan
mengkonsumsi
konsumsi alkohol diukur jika
dilakukan secara berulang.
3.
Merokok
Perilaku seseorang dalam Observasi Kuesioner Merokok dan
menghisap asap tembakau
&
Tidak
yang dibakar ke dalam tubuh wawancara
merokok
dan
menghembuskannya
kembali keluar.
4.
Konsumsi
kopi
Kebiasaan seseorang dalam Observasi Kuesioner Pengkonsumsi Ordinal
mengkonsumsi kopi.
ringan dan
berat
5.
Penggunaan
OAINS
Perilaku seseorang dalam Observasi Kuesioner Menggunakan Ordinal
menggunakan
atau
dan tidak
mengkonsumsi
obat-obatan
menggunakan
dari golongan OAINS. Dalam
hal ini penggunaan OAINS
dimaksudkan
untuk
megurangi
rasa
sakit,
menurukan deman dan untuk
mengatasi peradangan.
6.
Kekambuhan
gastritis
Terjadinya penyakit
sama yaitu gastritis
pasien yang sama.
Ordinal
yang Wawancara Kuesioner Kambuh dan Ordinal
pada
tidak kambuh.
42
E.
Instrument Penelitian
Instrument yang digunakan peneliti adalah kuesioner atau angket yang
disesuaikan dengan tujuan peneltian pada kerangka konsep dan teori yang
telah dibuat. Instrument dalam penelitian ini telah dilakukan uji validitas
dan reabilitas. Dengan menggunakan 15 responden maka nilai r tabel dapat
diperoleh melalui r product moment person dengan df (degree of freedom) =
n-2, jadi df=15-2=13, maka r tabel=0,441. Butir pertanyaan dikatakan valid
jika nilai r hitung > r tabel. Dan hasil uji validitas yang telah dilakukan
maka didapati nilai Cronbach’s Alpha 0,756 pada pola makan, Cronbach’s
Alpha 0,765 pada konsumsi alkohol, Cronbach’s Alpha 0,883 pada
merokok, Cronbach’s Alpha 0,731 pada konsumsi kopi dan Cronbach’s
Alpha 0,662 pada penggunaan OAINS.
Instrument pengumpulan data terdiri dari 2 bagian, yaitu :
1. Data Demografi
Identitas meliputi nama/inisial, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir,
pekerjaan, dan status pernikahan serta diagnosa medis.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan gastritis
a. Pola Makan
Untuk mengetahui hubungan pola makan terhadap kekambuhan
gastritis pada pasien gastritis, peneliti menggunakan kuisioner yang
terdiri dari 10 pertanyaan positif. Kuesioner ini menggunakan skala
Likert dengan 4 pilihan jawaban dengan skor tertinggi untuk tiap
pertanyaan adalah 4 dan skor terendah adalah 1. Maka nilai tertinggi
yang akan didapat adalah 40 dan nilai terendah adalah 10.
Rumus :
p = 15
43
Dikatakan makan teratur apabila jumlah skor 10-25 dan tidak teratur
apabila jumlah skor 26-40.
b. Konsumsi Alkohol
Untuk mengetahui hubungan mengonsumsi alkohol dengan terjadinya
kekambuhan gastritis pada pasien gastritis peneliti menggunakan
kuisioner yang terdiri dari 6 pertanyaan. Penilaiannya menggunakan
skala Gutman dengan menggunakan pilihan jawaban Ya dengan skor
2 dan Tidak dengan skor 1
Maka nilai tertinggi yang akan didapat adalah 12 dan nilai terendah
adalah 6.
P=2
Dikatakan tidak mengkonsumsi apabila skor 6-7, pengkonsumsi
ringan apabila skor 8-9 dan pengkonsumsi berat apabila skor 10-12
c. Merokok
Untuk mengetahui hubungan merokok dengan terjadinya kekambuhan
gastritis pada pasien gastritis peneliti menggunakan kuisioner yang
terdiri dari 3 pertanyaan. Penilaiannya menggunakan skala Gutman
dengan menggunakan pilihan jawaban Ya dengan skor 2 dan Tidak
dengan skor 1. Maka nilai tertinggi yang akan didapat adalah 6 dan
nilai terendah adalah 3. Dikatakan merokok apabila skor 4-6 dan tidak
merokok apabila skor 3.
d. Konsumsi kopi
Untuk mengetahui hubungan mengonsumsi kopi dengan terjadinya
kekambuhan gastritis pada pasien gastritis peneliti menggunakan
kuisioner yang terdiri dari 6 pertanyaan. Penilaiannya menggunakan
skala Gutman dengan menggunakan pilihan jawaban Ya dengan skor
44
2 dan Tidak dengan skor 1. Maka nilai tertinggi yang akan didapat
adalah 12 dan nilai terendah adalah 6.
P=3
Dikatakan pengkonsumsi ringan apabila jumlah skor 6-9 dan berat apabila
jumlah skor 10-12.
e. Pengunaan OAINS
Untuk mengetahui hubungan penggunaan Obat Anti Inflamasi Non
Steroid dengan terjadinya kekambuhan gastritis pada pasien gastritis
peneliti menggunakan kuisioner yang terdiri dari 3 pertanyaan.
Penilaiannya menggunakan skala Gutman dengan menggunakan
pilihan jawaban Ya dengan skor 2 dan Tidak dengan skor 1. Maka
nilai tertinggi yang akan didapat adalah 6 dan nilai terendah adalah 3.
Dikatakan menggunakan apabila skor 4-6 dan tidak menggunakan
apabila skor 3.
F.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dari responden dengan
menggunakan kuesioner dan daftar pernyataan yang telah disediakan
disebarkan secara langsung kepada responden.
2. Data Sekunder
Data sekunder didapat dari Medical record RSUD DR. Pirngadi kota
Medan pada tahun 2014, yaitu sebanyak 78 responden.
45
G.
Prosedur Pengumpulan Data
Peneliti terlebih dahulu mengajukan surat ijin penelitian dari FKK PSIK
USM Indonesia yang ditujukan kepada direktur RSUD DR. Pirngadi kota
Medan. Setelah mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian dari direktur
RSUD DR.Pirngadi kota Medan kemudian peneliti menemui calon
responden. Peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan
tujuan penelitian lalu peneliti meminta kesediaan dari calon responden dan
memberikan informed consent bagi yang bersedia berpartisipasi dalam
penelitian. Setelah menandatangani informed consent peneliti memberikan
kuesioner pada responden dan menjelaskan prosedur atau cara pengisian
kuesioner agar responden lebih memahami cara pengisiannya dan tidak
salah dalam mengisi. Selama mengisi kuesioner, peneliti memberikan
kesempatan pada responden untuk mengajukan pertanyaan. Selanjutnya
peneliti mengumpulkan kuesioner dan segera diperiksa kelengkapan
datanya.
H.
Etika Penelitian
1. Lembar persetujuan (informed consent)
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang diteliti tujuannya
agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak
yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subjek bersedia menjadi
responden, maka harus menandatangani lembar persetujuan menjadi
responden. Jika subjek menolak menjadi responden, maka penelitian
tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak responden.
2. Tanpa nama (anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan
nama responden dan sebagai gantinya setiap responden diberikan inisial.
3. Kerahasiaan (confidentiality)
Kerahasian informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data
tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
46
I.
Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data melalui tahaptahap sebagai berikut :
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Hasil wawancara atau angket yang
diperoleh atau dikumpulkan melalui kuesioner perlu disunting (edit)
terlebih dahulu. Kalau ternyata masih ada data atau informasi yang tidak
lengkap, dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang, maka kuesioner
tersebut dikeluarkan (droup out).
2. Coding
Memberi kode pada setiap jawaban kuesioner agar pengolahan data lebih
mudah, untuk umur responden ≤30 tahun diberi kode 1, 31-40 tahun
diberi kode 2, 41-50 tahun diberi kode 3, > 50 tahun diberi kode 4. Untuk
jenis kelamin laki-laki kode 1 dan perempuan kode 2. Untuk pendidikan
terakhir SD diberi kode 1, SLTP diberi kode 2, SMA diberi kode 3, dan
Perguruan Tinggi diberi kode 4. Untuk pekerjaan pelajar/mahasiswa
diberi kode 1, pegawai negeri diberi kode 2, petani diberi kode 3, swasta
diberi kode 4, tidak bekerja diberi kode 5, dan lain-lain diberi kode 6.
Pada faktor pola makan teratur diberi kode 1 dan tidak teratur diberi kode
2. Pada konsumsi alkohol yang tidak mengkonsumsi diberi kode 1,
pengkonsumsi ringan diberi kode 2 dan pengkonsumsi berat diberi kode
3. Pada merokok, yang tidak merokok diberi kode 1 dan merokok diberi
kode 2. Pada konsumsi kopi yang tergolong pengkonsumsi ringan diberi
kode 1 dan pengkonsumsi berat diberi kode 2. Pada penggunaan OAINS
yang tidak menggunakan diberi kode 1 dan yang menggunakan diberi
kode 2.
3. Scoring
Pengolahan data selanjutnya adalah memberikan skor berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan. Pada pola makan yang teratur skornya 1025 dan yang tidak teratur jumlah skor 26-40. Pada konsumsi alkohol
47
yang tidak mengkonsumsi skornya 6-7, pengkonsumsi ringan skornya 89 dan pengkonsumsi berat skornya 10-12. Pada perilaku merokok yang
tidak merokok skornya 3 dan merokok skornya 4-6. Pada konsumsi kopi
yang pengkonsumsi ringan skornya 6-9 dan pengkonsumsi berat skornya
10-12.pada penggunaan OAINS yang tidak menggunakan skornya 3 dan
menggunakan skornya 4-6.
4. Tabulating
Penyusunan data merupakan pengumpulan data sedemikian rupa agar
mudah dijumlahkan, disusun untuk disajikan dan dianalisis. Data yang
diperoleh dari responden melalui kuesioner, akan direkapitulasi dengan
teliti. Kemudian data tersebut disusun, diseleksi kelengkapannya dan
dikelompokkan.
J.
Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui proporsi masing-masing
variabel yang diteliti (variabel independen dan variabel dependen).
Diantaranya yaitu distribusi frekuensi dan karakteristik responden
berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan pekerjaan.
2. Analisa Bivariat
Analisis data bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan pola
makan, konsumsi alkohol, merokok, konsumsi kopi dan penggunaan
OAINS terhadap terjadinya kekambuhan gastritis pada pasien gastritis.
Analisis bivariat penelitian ini menggunakan uji statistic chi-square (α
0,05). Pada tabulasi silang akan dicari nilai OR (odds ratio) untuk
mengetahui peluang terjadinya suatu kejadian dibandingkan peluang
tidak terjadinya kejadian tersebut. Interpretasi nilai OR yaitu jika
OR=1 artinya faktor risiko bersifat netral atau tidak memiliki peluang
terhadap terjadinya kekambuhan gastritis. Jika nilai OR<1 artinya
faktor resiko bersifat positif atau memiliki peluang terhadapterhadap
terjadinya kekambuhan gastritis.
48
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah DR. Pirngadi Kota Medan merupakan suatu
unit pelayanan kesehatan milik Pemerintah Kota Medan yang letaknya
sangat strategis, merupakan ”segi tiga emas” di tengah kota Medan yang
dibatasi oleh Jalan Prof. HM Yamin SH, Jalan Perintis Kemerdekaan dan
Jalan HM Thamrin. Letaknya yang unik ini menjadikan rumah sakit yang
sarat dengan sejarah dan ilmu kedokteran ini menjadi potensi yang sangat
besar dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Kota
Medan khususnya, dan Provinsi Sumatera Utara pada umumnya. Tidak
jarang rumah sakit ini juga dikunjungi pasien dari luar Sumatera Utara.
Dari segi pendidikan ilmu kesehatan pada umumnya, rumah sakit ini
menjadi tumpuan institusi pendidikan kesehatan yang ada di Sumatera
Utara.
Rumah sakit negeri kelas B ini mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas dan rumah sakit ini juga
menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Sebagai
rumah sakit kelas B, rumah sakit ini termasuk besar dengan tersedianya
496 tempat tidur inap dan 289 dokter, di rumah sakit ini tersedia lebih
banyak dibanding rata-rata rumah sakit di Sumatera Utara. Dan dari 496
tempat tidur inap yang tersedia di rumah sakit ini, 220 termasuk di kamar
kelas III dengan tersedia tempat tidur di semua kelas kamar, dari kelas I
sampai kelas VVIP. Ruang kondisi darurat rumah sakit ini juga termasuk
lengkap yang terdiri dari ruang ICU, HCU, IGD, ICCU, NICU dan PICU
yang dilengkapi dengan tempat tidur yang cukup memadai. Sebagai
rumah sakit kelas B rumah sakit ini memiliki visi untuk menjadi rumah
sakit pusat rujukan dan unggulan di sumatera bagian utara tahun 2015.
48
49
2. Analisis Univariat
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin,
Pendidikan Terakhir dan Pekerjaan
Tabel 4.1
Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden
berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan
pekerjaan di RSUD DR. Pirngadi kota Medan
tahun 2015 (n=78)
Karakteristik
Frekuensi
Persentase (%)
17
11
7
43
21,8
14,1
9
55,1
43
35
55,1
44,9
17
9
41
11
21,8
11,5
52,6
14,1
7
19
0
20
19
13
9
24,4
0
25,6
24,4
16,7
Usia
- ≤30 tahun
- 31-40 tahun
- 41-50 tahun
- >50 tahun
Jenis Kelamin
- Laki-laki
- Perempuan
Pendidikan Terakhir
- SD
- SLTP
- SMA
- Perguruan Tinggi
Pekerjaan
- Pelajar/Mahasiswa
- Pegawai Negeri
- Petani
- Swasta
- Tidak Bekerja
- Lain-lain
Sumber data primer (2015)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa karakteristik responden
penelitian ini berdasarkan usia mayoritas berusia >50 tahun yaitu
sebanyak 43 responden (55,1%). Berdasarkan jenis kelamin mayoritas
adalah laki-laki yaitu sebanyak 43 responden (55,1%). Berdasarkan
pendidikan terakhir mayoritas responden adalah SMA yaitu sebanyak
41 responden (52,6%). Sedangkan berdasarkan pekerjaan mayoritas
responden adalah swasta yaitu sebanyak 20 responden (25,6%).
50
b. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pola Makan
Tabel 4.2
Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan pola
makan di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015 (n=78)
Pola makan
Teratur
Tidak teratur
Sumber data primer (2015)
Frekuensi
49
29
Persentase (%)
62,8
37,2
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa mayoritas responden dalam
penelitian ini memiliki pola makan yang teratur yaitu sebanyak 49
responden (62,8%).
c. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Konsumsi Alkohol
Tabel 4.3
Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan
konsumsi alkohol di RSUD DR. Pirngadi
kota Medan tahun 2015 (n=78)
Konsumsi alkohol
Tidak mengkonsumsi
Mengkonsumsi
Sumber data primer (2015)
Frekuensi
51
27
Persentase (%)
65,4
34,6
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa mayoritas responden dalam
penelitain ini tidak mengkonsumsi alkohol yaitu sebanyak 51 responden
(65,4%).
d. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Merokok
Tabel 4.4
Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan
perilaku merokok di RSUD DR. Pirngadi
kota Medan tahun 2015 (n=78)
Merokok
Merokok
Tidak merokok
Sumber data primer (2015)
Frekuensi
37
41
Persentase (%)
47,4
52,6
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa mayoritas responden dalam
penelitian ini adalah tidak merokok yaitu sebanyak 41 responden
(52,6%).
51
e. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Konsumsi Kopi
Tabel 4.5
Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan
konsumsi kopi di RSUD DR. Pirngadi
kota Medan tahun 2015 (n=78)
Konsumsi kopi
Pengkonsumsi ringan
Pengkonsumsi berat
Sumber data primer (2015)
Frekuensi
45
33
Persentase (%)
57,7
42,3
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa mayoritas responden dalam
penelitian ini adalah pengkonsumsi ringan kopi yaitu sebanyak 45
responden (57,7%).
f. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penggunaan OAINS
Tabel 4.6
Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan
penggunaan OAINS di RSUD DR. Pirngadi
kota Medan tahun 2015 (n=78)
Penggunaan
Tidak menggunakan
OAINS
Menggunakan
Sumber data primer (2015)
Frekuensi
29
49
Persentase (%)
37,2
62,8
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa mayoritas responden dalam
penelitian ini adalah yang menggunakan OAINS yaitu sebanyak 49
responden (62,8%).
g. Distribusi
Gastritis
Frekuensi
Responden
Berdasarkan
Kekambuhan
Tabel 4.7
Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan
kekambuhan gastritis di RSUD DR. Pirngadi
kota Medan tahun 2015 (n=78)
Kambuh
Tidak kambuh
Sumber data primer (2015)
Frekuensi
39
39
Persentase (%)
50
50
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang
mengalami kekambuhan dan tidak mengalami kekambuhan adalah
sama yaitu masing-masing sebanyak 39 responden (50%).
52
3. Analisis Bivariat
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 78 orang responden didapati
bahwa hasil uji statistik faktor yang mempengaruhi kekambuhan gastritis
dapat dilihat pada tabel berikuti ini.
Tabel 4.8
Tabulasi silang hubungan pola makan terhadap terjadinya
kekambuhan pada responden di RSUD DR. Pirngadi
kota Medan tahun 2015 (n=78)
Teratur
Tidak teratur
Sumber data primer (2015)
Kekambuhan
Kambuh
Tidak kambuh
n
%
n
%
18
36,7
31
63,3
21
72,4
8
27,6
Total
n
49
29
%
100
100
P value
OR
0,005
0,221
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa dari 29 responden yang
memiliki pola makan tidak teratur mayoritas responden mengalami
kekambuhan gastritis yaitu sebanyak 21 responden (72,4%). Hasil uji
statistik diperoleh nilai p=0,005 hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara pola makan dengan kekambuhan gastritis. Dan dari hasil
analisis diperoleh nilai OR=0,221 artinya bahwa responden yang memiliki
pola makan tidak teratur memiliki peluang 0,22 kali untuk mengalami
kekambuhan gastritis dibanding responden yang memiliki pola makan
teratur.
Tabel 4.9
Tabulasi silang hubungan konsumsi alkohol terhadap terjadinya
kekambuhan pada responden di RSUD DR. Pirngadi
kota Medan tahun 2015 (n=78)
Tidak mengkonsumsi
Mengkonsumsi
Sumber data primer (2015)
Kekambuhan
Kambuh
Tidak kambuh
n
%
n
%
22
43,1
29
56,9
17
41,2
10
58,8
Total
n
51
27
%
100
100
P value
OR
0,153
0,446
Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat bahwa dari 27 responden
pengkonsumsi alkohol mayoritas responden mengalami kekambuhan
gastritis yaitu sebanyak 17 responden (41,2%). Hasil uji statistik diperoleh
53
nilai p=0,153 hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
konsumsi alkohol dengan kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis
diperoleh nilai OR=0,446 artinya bahwa responden yang mengkonsumsi
alkohol memiliki peluang 0,44 kali untuk mengalami kekambuhan gastritis
dibanding responden yang tidak mengkonsumsi alkohol.
Tabel 4.10
Tabulasi silang hubungan merokok terhadap terjadinya kekambuhan
pada responden di RSUD DR. Pirngadi
kota Medan tahun 2015 (n=78)
Merokok
Tidak merokok
Sumber data primer (2015)
Kekambuhan
Kambuh
Tidak kambuh
n
%
n
%
22
59,5
15
40,5
17
41,5
24
58,5
Total
n
37
41
%
100
100
P value
OR
0,174
0,483
Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat bahwa dari 37 responden yang
merokok mayoritas responden mengalami kekambuhan gastritis yaitu
sebanyak 22 responden (59,5%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,174
hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara merokok
dengan terjadinya kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis diperoleh
nilai OR=0,483 artinya responden yang merokok memiliki peluang 0,483
kali untuk mengalami kekambuhan gastritis dibanding yang tidak
merokok.
Tabel 4.11
Tabulasi silang hubungan konsumsi kopi terhadap terjadinya
kekambuhan pada responden di RSUD DR. Pirngadi
kota Medan tahun 2015 (n=78)
Pengkonsumsi ringan
Pengkonsumsi berat
Sumber data primer (2015)
Kekambuhan
Kambuh
Tidak kambuh
n
%
n
%
17
37,8
28
62,2
22
66,7
11
33,3
Total
n
45
33
%
100
100
P value
OR
0,022
0,304
Berdasarkan tabel 4.11 dapat dilihat bahwa dari 33 responden
pengkonsumsi berat kopi mayoritas responden mengalami kekambuhan
gastritis yaitu sebanyak 22 responden (66,7%). Hasil uji statistik diperoleh
54
nilai p=0,022 hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
konsumsi kopi dengan kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis
diperoleh nilai OR=0,304 artinya pengkonsumsi berat memiliki peluang
0,304
kali
untuk
mengalami
kekambuhan
gastritis
dibanding
pengkonsumsi ringan.
Tabel 4.12
Tabulasi silang hubungan penggunaan OAINS terhadap terjadinya
kekambuhan pada responden di RSUD DR. Pirngadi
kota Medan tahun 2015 (n=78)
Kekambuhan
Kambuh
Tidak kambuh
n
%
n
%
Tidak menggunakan
9
31
20
69
Menggunakan
30
61,2
19
38,8
Sumber data primer (2015)
Total
n
29
49
%
100
100
P value
OR
0,019
0,285
Berdasarkan tabel 4.12 dapat dilihat bahwa dari 49 responden yang
menggunakan OAINS mayoritas responden mengalami kekambuhan
gastritis yaitu sebanyak 30 responden (61,2%). Hasil uji statistik diperoleh
nilai p=0,019 hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
penggunaan OAINS dengan kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis
diperoleh nilai OR=0,285 artinya responden yang menggunakan OAINS
memiliki peluang 0,285 kali untuk mengalami kekambuhan gastritis
dibanding responden yang tidak menggunakan OAINS.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil survey yang peneliti lakukan di RSUD DR. Pirngadi kota
Medan dan didukung dengan hasil penelitian, maka peneliti dapat
menyimpulkan pembahasan sebagai berikut.
1. Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kekambuhan Gastritis
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diketahui bahwa
responden yang memiliki pola makan tidak teratur lebih dominan
mengalami
kekambuhan
yaitu
sebanyak
21
responden
(72,4%).
Berdasarkan hasil uji statistic melalui uji chi square hubungan pola makan
55
dengan kekambuhan gastritis di peroleh hasil p=0,005 (p<0,05) hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan
kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR=0,221
artinya bahwa responden yang memiliki pola makan tidak teratur memiliki
peluang 0,22 kali untuk mengalami kekambuhan gastritis dibanding
responden yang memiliki pola makan teratur.
Menurut peneliti hal ini disebabkan karena kebiasaan makan yang tidak
baik atau tidak teratur akan menyebabkan peningkatan produksi asam
lambung, sebab makanan dan minuman yang di konsumsi berfungsi
mengurangi kepekatan asam lambung. Dan karena ketidakteraturan makan
yang sering terjadi maka akan menyebabkan ketidakseimbangan proses
pencernaan dalam tubuh dan jika hal tersebut sering terjadi maka dapat
menyebabkan kekambuhan gastritis. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Rahma, dkk (2013) yang menunjukkan bahwa ada hubungan
antara pola makan dengan kekambuhan gastritis (OR=1,85). Penelitian
Gustin (2011) juga menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pola
makan dengan kekambuhan gastritis (p=0,000). Begitu juga dengan
penelitan Megawati dan Nosi (2014) yang menunjukkan bahwa pola
makan merupakan faktor resiko gastritis (p=0,024).
Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau
sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam
mengkonsumsi pangan setiap hari yang meliputi frekuensi makan, porsi
makan, dan jenis makanan berdasarkan faktor-faktor sosial, budaya
dimana mereka hidup (hudha, 2006). Makan tidak teratur memicu
timbulnya berbagai penyakit karena terjadi ketidakseimbangan dalam
tubuh. Ketidakteraturan ini berhubungan dengan waktu makan. Biasanya,
ia berada dalam kondisi terlalu lapar namun kadang-kadang terlalu
kenyang. Sehingga, kondisi lambung dan pencernaannya menjadi
terganggu (Hidayah, 2012). Hal tersebut menunjukkan bahwa jika
56
seseorang memiliki pola makan yang tidak teratur maka akan dapat
menyebabkan terjadinya kekambuhan gastritis (Sukarmin, 2011).
2. Hubungan Antara Konsumsi Alkohol Dengan Kekambuhan Gastitis
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diketahui bahwa
responden
yang menjadi
pengkonsumsi
berat
alkohol
semuanya
mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 10 responden (100%). Dan
berdasarkan hasil uji statistic melalui uji chi square antara konsumsi
alkohol dengan kekambuhan gastritis di peroleh hasil p=0,153 (p>0,05) hal
ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi alkohol
dengan kekambuhan gastritis. Menurut peneliti pengkonsumsian alkohol
ini sangat erat kaitannya dengan gangguan saluran pencernaan. Alkohol
menjadi pemicu menurunnya mukosa lambung serta merusak lapisan
epitel. Rusaknya lapisan epitel ini akan mempengaruhi terjadinya
peradangan pada usus dan lambung sehingga terjadinya sakit perut dan
kram. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Rahma, dkk
(2013) yang menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi alkohol
dengan kekambuhan gastritis (OR=1,86).
Alkohol sebagian besar dalam bentuk etil alkohol (etanol). Etanol
merupakan molekul kecil larut air yang terabsorbsi secara cepat dari
traktus gastrointestinal. Dalam keadaan puasa, konsentrasi puncak alkohol
pada darah tercapai dalam waktu 30 menit. Adanya makanan dalam
lambung memperlambat absorbsinya dengan cara memperlambat waktu
pengosongan lambung. Pada sistem saraf pusat, konsentrasi etanol dapat
meningkat secara cepat, karena otak mendapat aliran darah dalam jumlah
yang lebih banyak, dan etanol dapat melewati sawar darah otak dengan
cepat (Katzung BG, 2007).
Konsumsi alkohol dalam jumlah sedikit akan merangsang produksi asam
lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual. Hal tersebut
57
merupakan gejala dari penyakit gastritis. Sedangkan dalam jumlah yang
banyak, alkohol dapat
menunjukkan bahwa
merusak mukosa
lambung.
Hal
tersebut
seseorang yang mengkonsumsi alkohol memiliki
resiko terjadinya gastritis, dan seseorang yang menjadi pengkonsumsi
berat memiliki resiko yang lebih besar (Sukarmin, 2012).
3. Hubungan Antara Merokok Dengan Kekambuhan Gastritis
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diketahui bahwa
dominan responden yang merokok mengalami kekambuhan yaitu
sebanyak 22 responden (59,5%). Berdasarkan hasil uji statistic melalui uji
chi square antara merokok dengan kekambuhan gastritis di peroleh hasil
p=0,174 hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
merokok dengan terjadinya kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis
diperoleh nilai OR=0,483 artinya responden yang merokok memiliki
peluang 0,48 kali untuk mengalami kekambuhan gastritis dibanding yang
tidak merokok.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Gustin (2011) yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara merokok
dengan kekambuhan gastritis (p=0,201). Namun bertentangan dengan
penelitian Rahma, dkk yang menunjukkan bahwa merokok merupakan
faktor resiko kekambuhan gastritis (OR=3,57).
Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh
dan menghembuskannya kembali keluar. Rokok dapat merusak sistem
pencernaan seseorang. Dari seluruh organ pencernaan, lambung adalah
organ yang paling sensitif. Gangguan yang terjadi secara terus menerus
terhadap sistem pencernaan dapat mengarah pada penyakit tukak lambung
atau gastritis. Ketika seseorang merokok, nikotin yang terkandung di
dalam rokok akan mengerutkan dan melukai pembuluh darah pada dinding
lambung. Iritasi ini memicu lambung memproduksi asam lebih banyak dan
58
lebih sering dari biasanya. Nikotin juga memperlambat mekanisme kerja
sel pelindung dalam mengeluarkan (sekresi) getah yang berguna untuk
melindungi dinding dari serangan asam lambung. Sel pelindung tidak
mampu lagi menjalankan fungsinya dengan baik. Kelebihan asam di dalam
lambung dan lambatnya sekresi getah pelindung mengakibatkan timbulnya
luka pada dinding lambung. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
penyakit gastritis (Sukarmin, 2012).
Pada penelitian ini didapati bahwa tidak ada hubungan antara merokok
dengan kejadian gastritis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktorfaktor lain yang lebih berpengaruh.
4. Hubungan Antara Konsumsi Kopi Dengan Kekambuhan Gastritis
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap perilaku
mengkonsumsi kopi maka diketahui bahwa pengkonsumsi ringan lebih
dominan mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 22 responden (66,7%).
Berdasarkan hasil uji statistic melalui uji chi square antara konsumsi kopi
dengan kekambuhan gastritis di peroleh hasil p=0,022 (p<0,05) hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi kopi dengan
kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR=0,304
artinya pengkonsumsi berat memiliki peluang 0,304 kali untuk mengalami
kekambuhan gastritis dibanding pengkonsumsi ringan. Menurut peneliti
hal ini disebabkan karena kopi mengandung senyawa kimia yang salah
satunya adalah asam amino sehingga merangsang lambung untuk
memproduksi asam lambung berlebih dan menimbulkan lingkungan yang
asam di lambung. Kafein yang terdapat dalam kopi juga diketahui dapat
mempercepat proses terbentuknya asam lambung. Peningkatan asam
lambung tersebut akan menyebabkan kambuhnya gastritis (Erowid, 2005).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Selviana (2014) yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi
59
kopi dan kekambuhan gastritis (p=0,035). Begitu juga dengan penelitian
Rahma, dkk (2013) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara
konsumsi kopi dengan kekambuhan gastritis (OR=3,57).
Kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa
kimia, termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang
disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui merangsang
lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan
lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi mukosa lambung.
Kafein di dalam kopi bisa mempercepat proses terbentuknya asam
lambung. Hal ini membuat produksi gas dalam lambung berlebih dan
membuat perut terasa kembung (Rahma, Ansar dan Rismayanti, 2013).
Mukosa lambung berperan penting dalam melindungi lambung dari
autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila mukosa lambung rusak, maka terjadi
difusi HCl ke mukosa lambung dan HCl akan merusak mukosa. Kehadiran
HCl di mukosa lambung menstimulasi perubahan pepsinogen menjadi
pepsin (Erowid, 2005).
Pepsin merangsang pelepasan histamin dari sel mast. Histamin akan
menyebabkan
peningkatan
permeabilitas
kapiler
sehingga
terjadi
perpindahan cairan dari intrasel ke ekstrasel dan menyebabkan edema dan
kerusakan kapiler sehingga timbul perdarahan pada lambung. Jika
lambung sering terpapar dengan zat iritan, seperti kopi maka inflamasi
akan terjadi terus-menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh
jaringan fibrin sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi
atropi sel mukosa lambung (Erowid, 2005). Hal tersebut menunjukkan
bahwa seseorang yang mengkonsumsi kopi memiliki resiko terjadinya
gastritis.
60
5. Hubungan Antara Penggunaan OAINS Dengan Kekambuhan
Gastritis
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diketahui bahwa
responden yang menggunakan OAINS lebih dominan mengalami
kekambuhan yaitu sebanyak 30 responden (61,2%). Berdasarkan hasil uji
statistic melalui uji chi square antara penggunaan OAINS
dengan
kekambuhan gastritis di peroleh hasil p=0,019 (p<0,05) hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan OAINS
dengan kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis diperoleh nilai
OR=0,285 artinya responden yang menggunakan OAINS memiliki
peluang 0,285 kali untuk mengalami kekambuhan gastritis dibanding
responden yang tidak menggunakan OAINS.
Pemakaian OAINS ini dapat menyebabkan peradangan pada lambung
karena dapat mengurangi prostaglandin yang berfungsi melindungi
dinding lambung. Dan jika penggunaan OAINS ini dilakukan secara terus
menerus maka dapat menyebabkan gastritis dan masalah gangguan
lambung lainnya (Lanas dan Sopenia, 2009). Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Rahma, dkk (2013) yang menunjukkan bahwa ada
hubungan antara penggunaan OAINS dengan kekambuhan gastritis
(OR=2,72). Penelitian Megawati dan Nosi (2014) juga menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan OAINS
dengan kekambuhan gastritis (p=0,004).
Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) merupakan salah satu obat yang
sangat sering digunakan untuk mengobati nyeri, inflamasi dan demam.
Salah satu OAINS yakni Asam amino salisilat (ASA) dalam dosis kecil,
secara rutin digunakan sebagai obat profilaksis primer maupun sekunder
untuk penyakit-penyakit kardiovaskuler dan cerebrovaskuler. Sampai saat
ini dikenal 2 jenis OAINS yakni OAINS konvensional dan Cox inhibitor
(Lanas dan Sopenia, 2009). Efek samping OAINS pada saluran cerna yang
61
paling ringan berupa keluhan nyeri epigastrium atau dispepsi. Dispepsi
yang disertai atau tidak dengan erosi tersebut dapat terjadi dalam beberapa
hari setelah menggunakan OAINS. Pada beberapa kasus lesi akan mereda
dengan sendirinya walaupun OAINS tetap diberikan. Proses tersebut
disebut Adaptasi. Dispepsi terjadi pada kira-kira 60% pengguna OAINS.
Efek samping yang lebih berat dapat berupa tukak peptik disertai atau
tidak dengan perdarahan. OAINS juga dapat menyebabkan perforasi dan
striktura yang memerlukan tindakan operatif. Studi-studi berdasarkan hasil
pemeriksaan endoskopi menunjukkan kira-kira 25% pengguna OAINS
mengalami tukak peptik simtomatis (Lanas dan Sopenia, 2009). Dalam
peresepan OAINS hal yang terpenting adalah pertimbangan efek terapi dan
efek samping yang berhubungan dengan mekanisme kerja sediaan obat ini,
terutama pemberian pada anak. Dimana efek samping OAINS dapat terjadi
pada berbagai organ tubuh terpenting seperti saluran cerna, jantung dan
ginjal, sedangkan organ-organ vital pada anak masih mengalami
perkembangan menuju kesempurnaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
seseorang yang menggunakan OAINS cenderung mengalami ganguan
pada lambung termasuk salah satunya adalah kekambuhan gastritis.
C. Keterbatasan Penelitian
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
Accidental sampling dimana peneliti harus menunggu responden yang datang
berobat ke rumah sakit.
62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti tentang faktor
yang mempengaruhi kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR.
Pirngadi Medan tahun 2015 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan pola makan dengan kekambuhan gastritis di RSUD
DR. Pirngadi kota Medan dengan nilai p=0,005 (p<0,05) dan nilai
OR=0,221.
2. Tidak terdapat hubungan konsumsi alkohol dengan kekambuhan gastritis
di RSUD DR. Pirngadi kota Medan dengan nilai p=0,153 (p>0,05).
3. Merokok yang dicurigai sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi
kekambuhan gastritis ternyata tidak terbukti secara signifikan. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai p=0,174 (p>0,05).
4. Terdapat hubungan konsumsi kopi dengan kekambuhan gastritis di RSUD
DR. Pirngadi kota Medan dengan nilai p=0,022 (p<0,05) dan nilai
OR=0,304.
5. Terdapat hubungan penggunaan OAINS dengan kekambuhan gastritis di
RSUD DR. Pirngadi kota Medan dengan nilai p=0,019 (p<0,05) dan nilai
OR=0,285.
B. Saran
1. Bagi Pasien
Disarankan
agar
pasien
dapat
menghindari
faktor
resiko
yaitu
ketidakteraturan pola makan, konsumsi alkohol, konsumsi kopi dan
penggunaan OAINS, sebagai upaya untuk menghindari terjadinya
kekambuhan berulang.
62
63
2. Bagi RSUD DR. Pirngadi Kota Medan
Disarankan kepada pihak rumah sakit agar diberikan edukasi bagi para
pasien untuk menghindari faktor yang mempengaruhi kekambuhan
gastritis seperti ketidakteraturan pola makan, konsumsi alkohol, konsumsi
kopi dan penggunaan OAINS sebagai upaya untuk mengurangi prevalensi
gastritis.
3. Bagi Pendidikan Keperawatan
Disarankan kepada pendidikan keperawatan agar mengembangkan
keterampilan mahasiswa dalam mengkaji faktor yangmenjadi pencetus
terjadinya kekambuhan gastritis.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti faktor resiko lain
seperti stres dan infeksi helicobacter pylori, yang mungkin dapat
mempengaruhi kekambuhan gastritis. Dan dilakukan pada responden
dengan situasi dan kondisi yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Anggita, N. (2011). Hubungan Faktor Konsusmsi Dan Karakteristik Individu Dengan
Persepsi Gangguan Lambung Pada Mahasiswa Penderita Gangguan Lambung Di
Pusat Kesehatan Mahasiswa Universitas Indonesia Tahun 2011. Jakarta. FKM
Universitas Indonesia.
Brain,
M.
(2005).
Introduction
to
How
Caffeine
Works.
http://www.ificinfo.health.org.brochure/caffeine.htm last update 22 Desember
2005.
Dinkes Sulsel. (2010). Sepuluh Besar Penyakit Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Tingkat
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010.
Doenges, Marlylin. Et. Al. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Erowid. (2005). Caffeine Effects. www.erowid.org/chemicals/caffeine/caffeine.htm last
update 22 Desember 2005.
Fajriani, (2008). Pemberian Obat-obatan Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) pada Anak.
Indonesian Journal of Dentistry (2008; 15 (3): 200-204 ISSN 1693-9697). Fakultas
Kedokteran Gigi. http//www.fkg.ui.edu Universitas Indonesia.
Goodman & Gilman‟s The Pharmacological Basis of Therapeutics, 10th ed, 2001
Gustin, R. K. (2011). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gastritis Pada
Pasien Yang Berobat Jalan Di Puskesmas Gulai Bancah Kota Bukittinggi Tahun
2011.
Hidayah. (2012). Kesalahan-kesalahan Pola Makan Pemicu Seabrek Penyakit Mematikan.
Jogjakarta : Buku Biru.
Katzung BG. (2007) Basic and Clinical Pharmacology. 10th Ed. USA: the McGraw-Hill
Companies,Inc.
Kementerian Kesehatan. (2008). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Departemen
Kesehatan RI, Jakarta. (Online) http://depkes.go.id/ Diakses 3 November 2012.
Kilas
sejarah rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi medan (2012)
http://www.rsudpirngadi.com/index.php/profil/sejarah.html last update 10 Agustus
2012.
Lanas A, Sopenia F. Nonsteroidal anti-inflamatory drugs and lower gastrointestinal
complications. Gastroenterol Clin N Am; 2009: 38:333-352.
Lelo, A. (2005). NSAIDS: Friend or Foe, Journal of the Indonesia Dental Association.
Makassar.
Lewis, S.M. et al. 2004. Medical-Surgical Nursing: Assesment and Management of
Clinical Problems. 16th edition. USA: Mosby.
McCance, K.L. and Huether S.E. 2006. Pathophisiology: The Biologic Basis For Disease
in Adults and Children. 15th edition. USA: Mosby.
Megawati, A. & Nosi, H. (2014). Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Gastritis Pada Pasien Yang Di Rawat Di RSUD Labuang Baji Makassar. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Diagnosis (Volume 4 Nomor 6 Tahun 2014.ISSN : 2302-1721).
Motola D., Vaccheri A., Silvani MC., Poluzzi E. (2004). Pattern of NSAID use in the
Italian general population: a questionnaire-based survey. Eur J Clin Pharmacol
2004; 60 (10):731- 8.
Mustakim, (2009). Mengenal Penyakit Organ Cerna, Pustaka Populer Obor. Jakarta
Mu‟tadin, Z. (2002). Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologi Pada Remaja.
http://www.e-psikologi.com/remaja.050602.htm
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi revisi.
Jakarta:Rineka Cipta.
Ogden, Jane. (2000). Health Psychology. Buckingham : Open University Press.
Okparasta,
A.
(2008).
Obat
Anti-inflamasi
Nonsteroid.
https://fkunsri.wordpress.com/2008/02/09/obat-anti-inflamasi-nonsteroid-part-1/
last update 9 februari 2008.
Okviani. (2011). Pola Makan Gastritis. (Online) http://www.library.uupnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/205312047/.pdf Diakses tanggal 28 Oktober 2012
Parrot, A. (2004). Does Cigarette Smoking Causa Stress?. Journal of Clinican Psychology.
http://www.fidarticles.com
Phipps, W.J. et al. (2003). Medical Surgical Nursing: Health and Ilness Perspektive. 7th
edition. USA: Mosby.
Pratiwi, W. (2013). Hubungan Pola Makan Dengan Gastritis Pada Remaja Pondok
Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang.
Rahma, M., Ansar, J., & Rismayanti, (2013). Faktor Resiko Kejadian Gastritis Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kampili Kabupaten Gowa.
Rugge M, Robert MG. (2005). Staging and grading of chronic gastritis. Human Pathology
2005; 36: 228-33.
Selviana, B. Y. (2015). Effect of Coffee and Stress With the Incidence of Gastritis. J
MAJORITY (Volume 4 Nomor2|Januari 2015|1).
Shulfany, (2011). Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Masyarakat
Semester II Stikes Wira Husada Yogyakarta TA 2011.
Sirait, M. A. Dkk, (2001). Perilaku Merokok di Indonesia. Jurnal Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Sitepoe, Mangku. (2000). Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia
Widiasarana.
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Ed. 8 Jakarta : EGC.
Sudoyo AW, et al. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 3. Ed. 4 Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI.
Suhardjo, dkk, 2004. Pangan Gizi dan pertanian. UI, Jakarta
Sukarmin, (2012). Keperawatan Pada Sistem Pencernaan. Pustaka Pelajar.Yogyakarta.
Suratun. (2010). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 11, Ed. 3. Jakarta : FKUI
_______. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal. Trans
Info Medika, Jakarta
Suzanne, C.S. et al, (2007). Brunner and Suddarth Textbook of Medical-Surgical Nursing.
11thedition. USA: Mosby.
Tjay, T.H dan K. Rahardja. 2002 .Obat-Obat Penting. Jakarta : Elek Media Komputindo
Weinberg, B.A. & B.K. Bealer. (2001). The World of Caffeine. New York : Routledge.
Wilda, dkk., (2009). Hubungan pemakaian obat ains dengan kejadian gastritis akut di
Puskesmas Wonoayu. Jurnal Keperawatan, Vol II No. 3 Desember 2012.
Yakoob J, Abid S, Abbas Z, et al. (2009). Distribution of Helicobacter pylori virulence
markers in patients with gastroduodenal diseases in Pakistan. BMC
Gastroenterology 2009; 87: 1-7.
Yanti. (2010). Hubungan Rentang Stres dan Kebiasaan Pemakaian Obat Anti Inflamasi
Non Steroid dengan Kejadian Gastritis di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. M.
Djamil Padang Tahun 2010. Program Studi Ilmu Keperawatan : Universitas
Andalas. (Online) http://repository.unand.ac.id/id/eprint/7459 Diakses 10 April
2013
Yulida, E., Oktaviyanti, I. K., Rosida, L. (2009-2011). Gambaran Derajat Infiltrasi Sel
Radang Dan Infeksi Helicobacter Pylori Pada Biopsi Lambung Pasien Gastritis Di
RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2009-2011. Berkala Kedokteran Vol. 9 No. 1 April
2013.
Lampiran 1
INFORMED CONSENT
Peneliti
: Damayanti Hutapea
NIM
: 11.02.160
Program Studi
: Program Studi Ners Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan
Saya selaku
mahasiswa dan peneliti dari Program Studi Ners Fakultas
Keperawatan Dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia akan melakukan
penelitian yang berjudul “Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Gastritis Pada
Pasien Gastritis di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan
dengan terjadinya kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota
Medan.
Oleh karena itu, peneliti meminta kesediaan saudara untuk mengisi pertanyaanpertanyaan yang tertera pada kuesioner terlampir untuk disertakan dalam data penelitian.
Partisipasi saudara bersifat sukarela. Saudara berhak untuk menolak menjadi responden
tanpa sanksi apapun. Saya akan menjamin kerahasiaan identitas maupun jawaban serta
informasi yang saudara berikan. Jawaban yang diberikan hanya dipergunakan untuk
pengembangan ilmu keperawatan dan tidak akan digunakan untuk maksud lain.
Jika saudara bersedia menjadi responden pada penelitian ini, silahkan
menandatangani kolom di bawah ini. Atas partisipasinya saya mengucapkan terima kasih.
Medan, 16 Juni 2015
Peneliti
Damayanti Hutapea
Responden
(
)
Lampiran 2
LEMBAR KUESIONER
Nama/Inisial :
Ruang
:
Petunjuk untuk pengisian
a.
Bacalah pertanyaan dengan hati-hati sehingga dapat dimengerti.
b.
Pilihlah salah satu jawaban anda dengan cara memberi tanda check list (√) pada
tempat ([ ]) yang tersedia sesuai dengan jawaban yang saudara pilih.
c.
Setiap nomer hanya boleh diisi dengan satu jawaban.
d.
Setiap jawaban dimohon untuk memberikan jawaban yang jujur.
e.
Harap mengisi seluruh jawaban yang ada dalam kuesioner ini, pastikan tidak ada
yang dilewati.
A.
Data Demografi
1. Tanggal pengisisan :
2. Nama /Inisial
:
3. Jenis Kelamin
: [ ] Laki-laki
4. Usia
:
Tahun
5. Pendidikan Terakhir : [ ] SD
[ ] SLTP
6. Pekerjaan
7. Status Pernikahan
[ ] Perempuan
: [ ] Pelajar / Mahasiswa
[ ] SMA
[ ] Perguruan Tinggi
[ ] Wiraswasta
[ ] Pegawai Negeri
[ ] Tidak Bekerja
[ ] TNI / Polisi
[ ] Lain-lain
: [ ] Sudah Menikah
[ ] Belum Menikah
[ ] Duda / Janda
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pola Makan
Berapa kali Saudara makan dalam satu hari?
[ ] 3 kali
[ ] 2 kali
[ ] 1 kali
[ ] Kalau lapar
Apakah Saudara sarapan pagi setiap hari?
[ ] Ya, rutin setiap hari
[ ] Ya, kadang-kadang
[ ] Ya, kalau lapar
[ ] Tidak pernah sama sekali
Apakah Saudara sarapan pagi antara jam 07.00-09.00 pagi?
[ ] Ya, rutin setiap hari
[ ] Ya, kadang-kadang
[ ] Ya, kalau lapar
[ ] Tidak pernah sama sekali
Apakah Saudara makan siang setiap hari?
[ ] Ya, rutin setiap hari
[ ] Ya, kadang-kadang
[ ] Ya, kalau lapar
[ ] Tidak pernah sama sekali
Apakah Saudara makan malam setiap hari?
[ ] Ya, rutin setiap hari
[ ] Ya, kadang-kadang
[ ] Ya, kalau lapar
[ ] Tidak pernah sama sekali
Berapa lama jeda antara waktu makan Saudara?
[ ] 4-5 jam
[ ] 5-6 jam
[ ] 6-9 jam
[ ] > 10 jam
Apakah lama jeda waktu makan Saudara selalu sama di antara waktu makan setiap
hari?
[ ] Ya, lama jeda waktu makan saya selalu sama di antara waktu makan di setiap
harinya
[ ] Ya, kadang-kadang
[ ] Ya, kalau tidak ada kegiatan
[ ] Tidak, lama jeda antara waktu makan saya tidak menentu setiap harinya
8. Apakah Saudara sering mengkonsumsi makanan tambahan atau cemilan setiap
harinya?
[ ] Ya, rutin setiap hari
[ ] Ya, kadang-kadang
[ ] Ya, kalau banyak kegiatan
[ ] Tidak pernah
9. Cemilan apa yang biasa Saudara konsumsi setiap harinya?
[ ] Buah-buahan
[ ] Puding
[ ] Snack/makanan ringan
[ ] Gorengan
10. Apakah konsumsi makanan Saudara cukup sebagai sumber energi untuk beraktivitas?
[ ] Ya, saya merasa cukup energi untuk beraktivitas setiap harinya
[ ] Ya, kadang-kadang
[ ] Ya, kalau tidak ada kegiatan
[ ] Tidak, saya merasa kekurangan energi
C.
Konsumsi Alkohol
1. Apakah anda mengkonsumsi minuman beralkohol?
[ ] Ya
[ ] Tidak
2. Apakah anda sering mengkonsumsi minuman beralkohol?
[ ] Ya
[ ] Tidak
3. Apakah anda mengkonsumsi minuman beralkohol secara rutin?
[ ] Ya
[ ] Tidak
4. Apakah anda mengkonsumsi minuman beralkohol hanya pada waktu tertentu
(dalam acara-acara tertentu)?
[ ] Ya
[ ] Tidak
5. Apakah anda pernah mengkonsumsi minuman beralkohol sebanyak 1-3 kali
dalam seminggu?
[ ] Ya
[ ] Tidak
6. Apakah saat mengkonsumsi miuman beralkohol anda mengkonsumsi lebih dari 1
gelas?
[ ] Ya
[ ] Tidak
D.
Merokok
1. Apakah anda seorang adalah seorang perokok?
[ ] Ya
[ ] Tidak
2. Apakah anda dulunya adalah seorang perokok?
[ ] Ya
[ ] Tidak
3. Apakah anda sering terpapar oleh asap rokok?
[ ] Ya
E.
[ ] Tidak
Konsumsi Kopi
1. Apakah anda suka meminum kopi?
[ ] Ya
[ ] Tidak
2. Apakah anda meminum kopi setiap hari?
[ ] Ya
[ ] Tidak
3. Apakah anda selalu mengkonsumsi kopi setiap hari secara teratur?
[ ] Ya
[ ] Tidak
4. Apakah anda minum kopi hanya sesekali (tidak teratur)?
[ ] Ya
[ ] Tidak
5. Jika anda minum kopi, apakah lebih dari 1 gelas?
[ ] Ya
[ ] Tidak
6. Apakah anda minum kopi lebih dari 3 gelas dalam seminggu?
[ ] Ya
F.
[ ] Tidak
Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid
1. Apakah saat demam anda mengkonsumsi obat paracetamol (obat-obatan yang
mengandung paracetamol)?
[ ] Ya
[ ] Tidak
2. Apakah saat merasakan sakit anda mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit?
[ ] Ya
[ ] Tidak
3. Saat anda mengalami luka dan terjadi reaksi peradangan seperti merah, panas,
nyeri maupun bengkak, apakah anda meminum obat untuk mengatasinya?
[ ] Ya
[ ] Tidak
Lampiran 9
Master Data Penelitian
Karakteristik
Pola Makan
Konsumsi Alkohol
Merokok
Penggunaan
OAINS
Konsumsi Kopi
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Umur
19
50
47
50
58
56
52
62
57
40
45
40
41
39
50
55
40
51
25
51
16
60
72
52
74
30
50
Jk
1
1
1
1
1
2
1
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
2
2
1
2
2
2
2
2
1
1
Pddk
4
3
3
3
4
3
3
3
1
3
1
1
3
3
3
1
3
4
3
3
2
2
2
3
3
3
1
Pkj
1
2
4
4
2
5
2
5
6
2
5
5
2
4
4
6
6
2
5
4
1
4
5
5
5
4
6
P1
2
4
2
4
3
2
4
2
1
4
2
2
3
2
1
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
P2
3
4
2
4
4
2
4
3
1
4
3
3
4
2
1
2
4
2
3
1
2
2
4
2
2
4
2
P3
3
3
1
4
3
2
3
4
2
3
3
3
3
1
2
1
4
2
3
1
3
2
4
3
2
4
2
P4
2
1
1
1
2
2
2
2
1
1
2
2
2
1
1
2
2
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
P5
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
3
2
3
2
1
2
2
2
3
2
2
2
P6
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2
2
3
1
2
1
2
2
3
2
2
3
2
P7
4
3
3
3
4
2
4
4
2
3
4
4
4
3
3
3
4
2
3
1
3
4
4
4
4
4
2
P8
2
4
4
3
3
2
3
4
2
4
2
2
3
4
2
3
3
1
3
1
2
4
3
3
3
3
2
P9
4
4
3
2
2
2
2
4
3
4
4
4
4
3
1
4
3
1
1
1
1
3
3
4
3
1
1
P10
2
2
2
3
2
2
2
1
2
2
2
2
1
2
2
4
2
1
1
1
1
2
2
3
2
1
2
P1
2
2
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
P2
2
2
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
2
2
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
P3
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
P4
1
2
2
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
P5
2
2
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
2
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
P6
2
2
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
2
1
2
2
2
1
1
1
1
2
2
2
2
1
1
P1
2
2
2
1
1
1
2
2
2
1
1
1
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
P2
1
1
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
1
2
1
P3
2
2
2
1
1
1
1
2
1
1
1
1
2
2
2
2
2
1
1
2
1
1
1
2
2
1
2
P1
2
2
2
1
1
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
1
1
2
1
2
2
2
2
1
2
P2
2
2
2
1
1
2
2
2
2
1
1
1
2
2
2
2
2
1
1
1
1
2
2
2
2
1
1
P3
2
2
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
2
1
1
2
2
1
1
1
1
2
1
1
2
1
1
P4
1
1
2
2
2
2
2
2
1
2
2
2
1
2
2
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
2
P5
1
2
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
2
2
1
1
2
1
1
1
2
2
2
1
2
1
2
P6
2
2
2
1
1
2
2
2
2
2
1
1
2
1
1
2
2
1
1
2
1
2
2
2
2
1
2
P1
2
2
2
2
1
2
2
2
2
1
1
2
1
1
2
2
2
2
2
2
1
1
2
1
2
1
1
P2
2
2
1
2
1
2
2
2
2
2
1
2
2
1
2
2
1
1
2
2
1
1
2
1
2
1
2
P3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
1
2
1
2
1
2
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
37
40
41
16
60
72
50
58
56
52
40
41
50
60
30
50
37
49
53
54
19
22
25
25
57
27
62
68
27
57
65
30
22
51
1
2
1
2
2
2
1
1
2
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
2
2
2
3
1
3
2
2
2
3
4
3
3
1
3
4
1
3
1
3
3
1
3
4
4
3
2
1
3
1
1
3
2
1
3
4
4
6
5
2
1
4
5
4
2
5
2
5
2
2
6
4
6
6
6
4
2
1
1
5
5
5
4
6
6
4
6
6
5
1
2
3
1
4
2
1
2
2
2
2
2
1
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
4
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
2
2
4
1
3
3
1
2
2
2
3
2
2
4
1
2
2
2
4
2
4
2
2
4
2
2
3
2
2
2
2
2
2
4
3
2
3
4
3
3
1
2
3
3
3
2
3
3
2
2
3
2
4
2
4
2
2
3
1
3
3
2
2
2
3
2
2
3
3
2
2
1
2
4
1
2
1
1
2
2
2
1
1
2
1
1
2
1
2
2
2
1
2
1
2
2
2
2
2
1
2
1
2
1
2
1
2
2
1
2
1
1
2
2
3
2
1
2
1
2
2
2
2
2
2
2
1
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
1
2
2
2
2
3
2
3
2
2
2
2
3
2
3
3
2
1
1
2
2
3
2
2
2
2
2
3
2
2
4
4
4
3
1
4
3
3
4
4
3
3
1
2
3
1
4
2
4
4
1
1
4
3
4
4
1
2
3
2
2
3
4
2
3
3
4
3
1
4
1
1
2
4
3
4
2
2
1
2
3
3
3
3
2
1
3
1
2
2
2
2
3
3
2
3
2
2
2
2
2
4
1
3
2
2
4
4
1
4
2
3
2
3
1
1
1
1
3
1
1
2
4
1
1
1
4
1
3
3
4
2
2
1
1
2
1
2
1
1
2
4
2
2
1
2
1
2
1
2
1
1
2
1
1
1
2
1
2
2
3
2
2
2
2
2
1
1
2
1
1
1
1
1
2
2
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
2
2
2
2
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
2
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
2
2
2
1
2
1
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
1
2
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
1
1
2
2
2
2
1
1
2
2
1
2
1
2
1
1
1
1
2
1
2
1
2
2
1
2
2
1
1
2
2
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
1
2
2
1
1
2
2
1
1
2
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
2
1
1
1
2
2
2
2
2
2
1
2
1
1
2
2
2
1
2
1
2
1
2
2
1
2
1
2
1
1
2
1
2
2
2
1
2
1
1
2
2
2
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
1
2
2
1
1
2
2
2
2
2
1
1
2
2
2
2
1
1
2
1
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
2
1
2
2
1
2
2
1
2
2
2
2
2
1
1
1
2
2
2
1
2
2
1
2
1
2
1
1
2
2
1
1
2
1
1
2
1
2
1
1
1
1
1
2
2
2
2
1
1
1
2
2
1
1
2
2
2
2
1
1
1
1
2
2
1
1
2
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
1
1
1
2
2
2
1
2
2
2
2
1
2
1
1
2
2
1
1
2
1
2
2
1
2
1
1
1
1
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
69
55
66
42
54
38
28
52
37
27
40
25
60
59
65
53
58
2
2
1
2
1
1
1
1
1
1
2
2
1
1
2
1
1
3
4
3
2
3
3
3
1
3
3
3
4
3
1
1
3
3
4
5
4
5
2
4
4
4
2
2
4
1
2
4
5
2
2
1
2
1
1
2
1
2
2
1
1
2
2
1
2
2
1
2
1
2
1
1
2
1
2
3
1
1
2
2
1
3
2
1
1
2
2
2
2
3
2
2
3
2
1
3
2
2
3
2
2
1
2
2
2
2
1
1
2
2
1
1
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
1
1
1
2
2
1
1
2
2
2
3
2
1
1
1
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
2
1
3
1
3
4
1
1
3
2
1
4
2
1
1
1
2
1
1
1
2
2
2
2
2
3
3
1
2
2
2
2
1
1
1
1
2
2
3
4
4
2
3
3
2
4
2
2
3
1
2
1
1
1
1
2
2
2
1
3
2
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
2
1
2
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
2
1
2
1
2
1
1
1
2
1
2
2
1
1
2
1
2
2
1
2
2
2
1
1
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
Keterangan :
Jk
: Jenis Kelamin
Konsumsi Alkohol
Konsumsi Kopi
Pddk : Pendidikan terakhir
1 : Tidak
1 : Tidak
Pkj
2: Ya
2 : Ya
1 : Ya, rutin setiap hari
Merokok
Penggunaan OAINS
2 : Ya, kadang-kadang
1 : Tidak
1 : Tidak
3 : Ya, kalau lapar
2 : Ya
2 : Ya
: pekerjaan
Pola makan :
4 : Tidak pernah sama sekali
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
2
1
2
2
2
1
1
1
2
1
2
1
1
1
2
2
1
2
1
2
2
2
1
1
1
1
1
2
2
1
1
2
1
1
1
1
2
2
2
1
2
1
1
2
1
1
2
1
1
2
1
1
2
1
1
2
1
2
1
1
2
1
1
2
1
1
2
1
1
2
1
1
2
1
2
2
2
2
1
1
2
1
1
2
1
1
2
1
1
Lampiran 10
OUTPUT
Frequencies
Statistics
N
umur k
78
0
Valid
Missing
pendidikan
terakhir
78
0
jenis kelamin
78
0
pekerjaan
78
0
Frequency Table
umur k
Valid
<= 30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
>50 tahun
Total
Frequency
17
11
7
43
78
Percent
21,8
14,1
9,0
55,1
100,0
Valid Percent
21,8
14,1
9,0
55,1
100,0
Cumulative
Percent
21,8
35,9
44,9
100,0
jenis kelamin
Valid
laki-laki
perempuan
Total
Frequency
43
35
78
Percent
55,1
44,9
100,0
Valid Percent
55,1
44,9
100,0
Cumulative
Percent
55,1
100,0
pendidikan terakhir
Valid
SD
SLTP
SMA
Perguruan Tinggi
Total
Frequency
17
9
41
11
78
Percent
21,8
11,5
52,6
14,1
100,0
Cumulative
Percent
21,8
33,3
85,9
100,0
Valid Percent
21,8
11,5
52,6
14,1
100,0
pekerjaan
Valid
pelajar/mahasiswa
pegawai negeri
Swasta
tidak bekerja
lain-lain
Total
Frequency
7
19
20
19
13
78
Percent
9,0
24,4
25,6
24,4
16,7
100,0
Valid Percent
9,0
24,4
25,6
24,4
16,7
100,0
Cumulative
Percent
9,0
33,3
59,0
83,3
100,0
Frequencies
N Valid
Missing
pola
makan k
78
0
konsumsi
alkohol k
78
0
Statistics
perilaku
konsumsi
merokok k
kopi k
78
78
0
0
penggunaan
oains k
78
0
kekambuhan
gastritis
78
0
Frequency Table
pola makan k
Valid
teratur
tidak teratur
Total
Frequency
49
29
78
Percent
62,8
37,2
100,0
Valid Percent
62,8
37,2
100,0
Cumulative
Percent
62,8
100,0
konsumsi alkohol k
Valid
tidak mengkonsumsi
mengkonsumsi
Total
Frequency
51
27
78
Percent
65,4
34,6
100,0
Valid Percent
65,4
34,6
100,0
Cumulative
Percent
65,4
100,0
perilaku merokok k
Valid
tidak merokok
Merokok
Total
Frequency
41
37
78
Percent
52,6
47,4
100,0
Valid Percent
52,6
47,4
100,0
Cumulative
Percent
52,6
100,0
konsumsi kopi k
Valid
pengkonsumsi ringan
pengkonsumsi berat
Total
Frequency
45
33
78
Percent
57,7
42,3
100,0
Valid Percent
57,7
42,3
100,0
Cumulative
Percent
57,7
100,0
penggunaan oains k
Valid
tidak menggunakan
Menggunakan
Total
Frequency
29
49
78
Percent
37,2
62,8
100,0
Valid Percent
37,2
62,8
100,0
Cumulative
Percent
37,2
100,0
kekambuhan gastritis
Valid
Kambuh
tidak kambuh
Total
Frequency
39
39
78
Percent
50,0
50,0
100,0
Valid Percent
50,0
50,0
100,0
Cumulative
Percent
50,0
100,0
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
pola makan k *
kekambuhan gastritis
konsumsi alkohol k *
kekambuhan gastritis
perilaku merokok k *
kekambuhan gastritis
konsumsi kopi k *
kekambuhan gastritis
penggunaan oains k *
kekambuhan gastritis
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
78
100,0%
0
,0%
78
100,0%
78
100,0%
0
,0%
78
100,0%
78
100,0%
0
,0%
78
100,0%
78
100,0%
0
,0%
78
100,0%
78
100,0%
0
,0%
78
100,0%
pola makan k * kekambuhan gastritis
Crosstab
kekambuhan gastritis
pola makan k
teratur
tidak teratur
Total
Count
% within pola makan k
Count
% within pola makan k
Count
% within pola makan k
Chi-Square Tests
Value
9,277(b)
df
kambuh
18
36,7%
21
72,4%
39
50,0%
Asymp. Sig.
(2-sided)
,002
Total
tidak kambuh
31
63,3%
8
27,6%
39
50,0%
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
1
Continuity
7,904
1
,005
Correction(a)
Likelihood Ratio
9,531
1
,002
Fisher's Exact Test
,005
Linear-by-Linear
9,158
1
,002
Association
N of Valid Cases
78
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,50.
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower
Upper
Lower
Odds Ratio for pola
makan k (teratur / tidak
teratur)
For cohort kekambuhan
gastritis = kambuh
For cohort kekambuhan
gastritis = tidak kambuh
N of Valid Cases
,221
,081
,601
,507
,330
,780
2,293
1,225
4,294
78
konsumsi alkohol k * kekambuhan gastritis
49
100,0%
29
100,0%
78
100,0%
,002
Crosstab
konsumsi
alkohol k
tidak mengkonsumsi
Count
% within konsumsi
alkohol k
Count
% within konsumsi
alkohol k
Count
% within konsumsi
alkohol k
mengkonsumsi
Total
kekambuhan gastritis
kambuh
tidak kambuh
22
29
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
df
(2-sided)
1
,096
Value
2,776(b)
Total
51
43,1%
56,9%
100,0%
17
10
27
63,0%
37,0%
100,0%
39
39
78
50,0%
50,0%
100,0%
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
Continuity
2,039
1
,153
Correction(a)
Likelihood Ratio
2,800
1
,094
Fisher's Exact Test
,153
Linear-by-Linear
2,740
1
,098
Association
N of Valid Cases
78
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,50.
,076
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower
Upper
Lower
Odds Ratio for konsumsi
alkohol k (tidak
mengkonsumsi /
mengkonsumsi)
For cohort kekambuhan
gastritis = kambuh
For cohort kekambuhan
gastritis = tidak kambuh
N of Valid Cases
,446
,171
1,163
,685
,447
1,051
1,535
,889
2,653
78
perilaku merokok k * kekambuhan gastritis
Crosstab
perilaku merokok k
tidak merokok
merokok
Total
Count
% within perilaku
merokok k
Count
% within perilaku
merokok k
Count
% within perilaku
merokok k
kekambuhan gastritis
kambuh
tidak kambuh
17
24
Total
41
41,5%
58,5%
100,0%
22
15
37
59,5%
40,5%
100,0%
39
39
78
50,0%
50,0%
100,0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Df
(2-sided)
1
,112
Value
2,519(b)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
Continuity
1,851
1
,174
Correction(a)
Likelihood Ratio
2,533
1
,111
Fisher's Exact Test
,173
Linear-by-Linear
2,487
1
,115
Association
N of Valid Cases
78
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,50.
,087
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower
Upper
Lower
Odds Ratio for perilaku
merokok k (tidak merokok
/ merokok)
For cohort kekambuhan
gastritis = kambuh
For cohort kekambuhan
gastritis = tidak kambuh
N of Valid Cases
,483
,196
1,192
,697
,444
1,094
1,444
,905
2,305
78
konsumsi kopi k * kekambuhan gastritis
Crosstab
konsumsi
kopi k
pengkonsumsi ringan
pengkonsumsi berat
Total
Value
6,356(b)
Count
% within konsumsi kopi k
Count
% within konsumsi kopi k
Count
% within konsumsi kopi k
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Df
(2-sided)
1
,012
kekambuhan gastritis
kambuh
tidak kambuh
17
28
37,8%
62,2%
22
11
66,7%
33,3%
39
39
50,0%
50,0%
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
Continuity
5,253
1
,022
Correction(a)
Likelihood Ratio
6,454
1
,011
Fisher's Exact Test
,021
Linear-by-Linear
6,274
1
,012
Association
N of Valid Cases
78
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,50.
,011
Total
45
100,0%
33
100,0%
78
100,0%
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower
Upper
Lower
Odds Ratio for konsumsi
kopi k (pengkonsumsi
ringan / pengkonsumsi
berat)
For cohort kekambuhan
gastritis = kambuh
For cohort kekambuhan
gastritis = tidak kambuh
N of Valid Cases
,304
,118
,779
,567
,363
,885
1,867
1,095
3,183
78
penggunaan oains k * kekambuhan gastritis
Crosstab
penggunaan
oains k
tidak menggunakan
Count
% within penggunaan
oains k
Count
% within penggunaan
oains k
Count
% within penggunaan
oains k
menggunakan
Total
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
df
(2-sided)
1
,010
Value
6,642(b)
kekambuhan gastritis
kambuh
tidak kambuh
9
20
Odds Ratio for
penggunaan oains k
(tidak menggunakan /
menggunakan)
For cohort kekambuhan
gastritis = kambuh
For cohort kekambuhan
gastritis = tidak kambuh
N of Valid Cases
,285
,108
,755
,507
,282
,911
1,779
1,159
2,729
78
29
31,0%
69,0%
100,0%
30
19
49
61,2%
38,8%
100,0%
39
39
78
50,0%
50,0%
100,0%
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
Continuity
5,489
1
,019
Correction(a)
Likelihood Ratio
6,769
1
,009
Fisher's Exact Test
,018
Linear-by-Linear
6,557
1
,010
Association
N of Valid Cases
78
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,50.
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower
Upper
Lower
Total
,009
Download