UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI EFEK HIPOGLIKEMIK (+)-1,1’-BISLUNATIN PADA MENCIT JANTAN DENGAN METODE INDUKSI STREPTOZOTOSIN SKRIPSI SEPTI PURNAMASARI 108102000027 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA DESEMBER 2012 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI EFEK HIPOGLIKEMIK (+)-1,1’-BISLUNATIN PADA MENCIT JANTAN DENGAN METODE INDUKSI STREPTOZOTOSIN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi SEPTI PURNAMASARI 108102000027 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA DESEMBER 2012 ABSTRAK Nama : Septi Purnamasari Program Studi : Farmasi Judul : Uji Efek Hipoglikemik (+)-1,1’-Bislunatin pada Mencit Jantan dengan Metode Induksi Streptozotosin (+)-1,1’-Bislunatin merupakan senyawa metabolit sekunder yang diperoleh dari jamur endofit Diaphorte sp. Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek (+)-1,1’bislunatin dalam menurunkan kadar glukosa darah pada mencit. Pada penelitian ini terdapat tiga kelompok kontrol dan tiga kelompok uji yakni kontrol normal (I), kontrol negatif (II), dan kontrol positif (III), bislunatin 20mg/kgBB (IV), bislunatin 100mg/kgBB (V), dan bislunatin 500 mg/kgBB (VI). sebelum perlakuan dengan (+)1,1’-bislunatin, hewan coba diinduksi dengan streptozotosin dalam buffer sitrat 0,1 M dengan dosis 40 mg/kgBB selama 5 hari berturut-turut secara intraperitoneal. Hasil menunjukkan bahwa mencit yang diberikan perlakuan dengan (+)-1,1’-bislunatin pada dosis uji dapat menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan (p ≤ 0,05). Perlakuan dengan (+)-1,1’-bislunatin pada dosis 20 mg/kgBB dapat menghasilkan kadar glukosa darah yang lebih rendah dibanding metformin pada dosis 8,3 mg/kgBB. Kata kunci : Bislunatin, hipoglikemik, metode induksi streptozotosin. ABSTRACT Name : Septi Purnamasari Program Study : Pharmacy Tittle : Hypoglycemic Effects of (+) -1,1 '-Bislunatin in Male Mice with Streptozotocin Induced Method. (+) -1,1 '-Bislunatin is a secondary metabolite produce by endophytic fungi Diaphorte sp. The aim of this study is to determine the effects of (+) -1,1 'bislunatin on decreasing of blood glucose levels on mice. In this study, there are three control groups and three test groups namely normal control (I), a negative control (II), and a positive control (III), bislunatin 20mg/kgBW (IV), bislunatin 100mg/kgBW (V), and bislunatin 500 mg/kgBW (VI) respectively. Before treatment with (+)-1,1’-bislunatin, animals were induced with streptozotosin in 0.1 M citrate buffer at a dose of 40 mg/kgBW for 5 consecutive days intraperitoneally. The results showed mice who treated with all doses of (+)-1,1’bislunatin have more low blood glucose level compare than negative control with significantly (p ≤ 0.05). Treatment with (+)-1,1’-bislunatin at 20mg/kgBW can produce blood glucose level lower than metformin at dose 8.3 mg/kgBW. Keywords: Bislunatin, hypoglycemic, streptozotosin induced method. KATA PENGANTAR Bissmillahirrahmanirrahim Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Uji Efek Hipoglikemik (+)-1,1’Bislunatin pada Mencit Jantan dengan Metode Induksi Streptozotosin”. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini tidaklah dapat terselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih terkhususkan kepada: 1. Bapak Dr. Andria Agusta selaku pembimbing I penulis yang telah memberikan arahan dan bimbingan. Terima kasih yang tiada terkira untuk bapak yang selalu mendidik penulis serta meluangkan waktu untuk penulis dapat berdiskusi dengan bapak dan mengijinkan penulis untuk dapat melakukan penelitian di laboratorium bapak. 2. Ibu Nurmeilis, Msi, Apt selaku pembimbing II penulis yang telah sabar membimbing dan mengajari serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran kepada penulis. 3. Bapak Prof. Dr. dr. (hc). MK. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Drs. Umar Mansur M.Sc, selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Ibu/Bapak Dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. 6. Orang tua penulis yakni Bapak Kasmin serta Ibu Ngatinah yang telah membimbing dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang serta selalu memberikan dukungan dan mendoakan penulis dalam penyusunan skripsi ini. 7. Ibu Dr. Ir. Praptiwi, M. Agr yang telah memberikan waktunya untuk penulis dapat berdiskusi banyak dengan ibu. Terimakasih ibu tiwi yang sudah dengan sabar mengajarkan banyak hal kepada penulis. 8. Ibu Dra. Yuliasri Jamal, Msi, Ibu Hertina, Kang Asep, Mas tony yang telah membantu penulis di laboratorium botani LIPI. 9. Adikku Desi Sukowati, Febby Artikasari, Julika Arsyika Putri, Mamami, kakek dan nenek penulis yang selalu mendukung, memberikan doa serta menghibur disaat penulis kesulitan. 10. Teman-teman seperjuangan penulis yakni Putri Setio Rini, Ade Fithrotinnadhiroh, Ratu Feni Chaerunnisa, Ikhsan Budiarto, Chyntia Zareva, Rahma, dan Fajri. 11. Teman-teman baik penulis yakni Rr. Alvira Widjaya, Widya Dwi Arini, Sivia Nurulliana, Purnamasari, Putra Rahmat, Niear Rindy, Haryani, Endah Lisana Shidqin dan Putri Rahmawati yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. 12. Keluarga besar Alcoolique serta keluarga besar Farmasi 2008. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik konstruktif sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan yang berharga, bagi kepentingan keilmuan maupun aplikasi di dunia kedokteran. Jakarta, 4 Desember 2012 Penulis HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Septi Purnamasari NIM : 108102000027 Program Studi : Farmasi Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul : UJI EFEK HIPOGLIKEMIK (+)-1,1’-BISLUNATIN PADA MENCIT JANTAN DENGAN METODE INDUKSI STREPTOZOTOSIN untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain, yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : 4 Desember 2012 Yang menyatakan, (Septi Purnamasari) DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................ iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................. iv HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. v ABSTRAK ........................................................................................... vi ABSTRACT ........................................................................................ vii KATA PENGANTAR ......................................................................... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........ x DAFTAR ISI ....................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xv BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 3 1.3 Hipotesis ........................................................................... 3 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................... 3 1.5 Manfaat Penelitian ............................................................. 3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 4 2.1 Diabetes Mellitus ............................................................ 4 2.1.1 Definisi ................................................................. 4 2.1.2 Klasifikasi DM ...................................................... 4 2.1.3 Gejala klinik........................................................... 6 2.1.4 Peran glukagon ...................................................... 6 2.1.5 Diagnosis .............................................................. 7 2.1.6 Terapi Diabetes Melitus ........................................ 7 2.2 Metformin ....................................................................... 10 2.3 Streptozotosin ................................................................. 10 2.4 Mikroba Endofit .............................................................. 12 2.5 Skyrin ............................................................................. 13 2.6 (+)-1,1’-Bislunatin ........................................................... 13 BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ............................................ 15 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................... 15 3.2 Bahan dan Alat ................................................................. 15 3.2.1 Bahan Uji ............................................................... 15 3.2.2 Hewan Uji ............................................................. 15 3.2.3 Bahan Kimia ......................................................... 15 3.2.4 Alat ....................................................................... 16 3.3 Prosedur Kerja ................................................................ 16 3.3.1 Persiapan Hewan Uji .............................................. 16 3.3.2 Penentuan Dosis ..................................................... 17 3.3.3 Uji Efek Hipoglikemik pada Mencit ....................... 18 3.3.4 Analisis Data ......................................................... 19 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................ 20 4.1 Hasil Penelitian .............................................................. 20 4.1.1 Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah................. 20 4.1.2 Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah ......... 21 4.2 Pembahasan .................................................................... 22 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 27 5.1 Kesimpulan ...................................................................... 27 5.2 Saran ................................................................................ 27 BAB 4. BAB 5. DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 28 LAMPIRAN ....................................................................................... 30 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur kimia metformin ............................................... 10 Gambar 2. Struktur kimia streptozotosin ......................................... 11 Gambar 3. Struktur skyrin .. ............................................................. 13 Gambar 4. Profil serbuk senyawa bislunatin . .................................. 14 Gambar 5. Struktur lunatin dan bislunatin ....................................... 14 Gambar 6. Grafik penurunan kadar glukosa darah ............................ 21 Gambar 7. Suspensi bislunatin, Na CMC dan metformin ................. 35 Gambar 8. Alat glukometer ............................................................. 35 Gambar 9. Mencit yang digunakan .................................................. 35 Gambar 10. Pemberian sediaan secara oral ......................................... 35 Gambar 11. Proses pengambilan darah mencit ................................... 35 DAFTAR TABEL Tabel Halaman III. 1 Pembagian kelompok hewan .................................................. 17 IV. 1 Rata-rata hasil pengukuran kadar glukosa darah .................... 20 IV. 2. Persentase penurunan kadar glukosa darah ............................ 21 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Skema Uji Efek Hipoglikemia ........................................ 31 Lampiran 2. Pembuatan Larutan Uji .................................................. 32 Lampiran 3. Gambar alat dan bahan pada penelitian ........................... 35 Lampiran 4. Sertifikat metformin ....................................................... 36 Lampiran 5. Hasil pengukuran glukosa darah ..................................... 37 Lampiran 6. Analisis Data Uji Hipoglikemik ............................... 38 Lampiran 7. Hasil Uji BNT Post Induksi ........................................... 41 Lampiran 8. Hasil Uji BNT Post Treatment ....................................... 43 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin (Depkes RI, 2005). Salah satu tujuan utama terapi medis untuk pasien DM ialah mengontrol kadar glukosa darah dengan pemberian obat hipoglikemik oral. Namun dalam pelaksanaannya obat-obat hipoglikemik oral memiliki efikasi yang terbatas dan memiliki efek samping yang tidak diinginkan seperti hipoglikemik dan asidosis laktat. Alasan inilah yang menyebabkan meningkatnya ketertarikan pada penggunaan sumber hipoglikemik yang berasal dari tumbuhan sebagai salah satu manajemen alternatif dalam menangani pasien diabetes mellitus. Di dalam jaringan tumbuhan terdapat mikroba endofit. Mikroba endofit dapat diisolasi dari akar, batang dan daun suatu tumbuhan. Bakteri dan fungi adalah jenis mikroba yang umum ditemukan sebagai mikroba endofit. Hubungan antara mikroba endofit dan inangnya dapat berupa simbiosis mutualisme sampai hubungan yang patogenik (Strobel dan Daisy, 2003). Senyawa yang dikeluarkan mikroba endofit berupa senyawa metabolit sekunder yang beberapa diantaranya merupakan senyawa bioaktif dan dapat berfungsi untuk membunuh patogen. Beberapa mikroba endofit dapat menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif sebagai senyawa metabolit sekunder yang memiliki daya antimikroba, antimalaria, antikanker dan antidiabetes. Mikroba endofit selain memiliki peranan penting dalam dunia pengobatan, juga memiliki peranan penting dalam dunia industri dan pertanian (Strobel dan Daisy, 2003). Menurut penelitian sebelumnya, diketahui bahwa terdapat metabolit sekunder turunan bisantrakuinon dari jamur endofit Diaphorte sp yang tumbuh dalam jaringan tumbuhan teh Camelia sinensis sp. Dua senyawa turunan bisantrakuinon yang telah ditemukan ialah (+)-2,2’episitoskirin A dan (+)-1,1’-bislunatin (Agusta et al., 2006). Ditinjau dari struktur molekul kimia (+)-1,1’-bislunatin memiliki kemiripan dengan skyrin. Skyrin merupakan bisantrakuinon yang diisolasi dari Talaromyces wortmanni American Type Culture Collection. Skyrin telah dilaporkan sebelumnya sebagai antagonis glukagon yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan menghambat stimulasi produksi cAMP (IC50 56 µmol/l) (Parker et al., 2000). Karena kemiripan dari struktur molekul antara skyrin dan (+)-1,1’-bislunatin maka dapat dimungkinkan bahwa senyawa (+)-1,1’-bislunatin juga memiliki aktivitas sebagai antagonis glukagon seperti halnya skyrin. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan adanya penelitian mengenai uji aktivitas bislunatin sebagai antidiabetes. 1.2 RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini, yakni: Apakah pemberian (+)-1,1’-bislunatin dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit Deutsch Democratic Yokohama (DDY) jantan yang diinduksi Streptozotosin? 1.3 HIPOTESIS (+)-1,1’ -Bislunatin dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit jantan yang telah diinduksi streptozotosin. 1.4 TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui efek (+)-1,1’bislunatin terhadap penurunan kadar glukosa darah mencit. 1.5 MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan ilmiah untuk penggunaan (+)-1,1’-bislunatin sebagai bahan obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DIABETES MELLITUS 2.1.1 Definisi Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes RI, 2005). Diabetes melitus merupakan suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuri, polidipsi dan polifagi, disertai dengan peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa puasa≥ 126 mg/dL atau postprandial ≥ 200 mg/dL atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dL) (Depkes RI, 2005). 2.1.2 Klasifikasi DM Adapun klasifikasi diabetes melitus ialah: a. Diabetes mellitus tipe 1 DM tipe 1 merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya, diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun (Depkes RI, 2005). Destruksi otoimun dari sel-sel β pulau Langerhans kelenjar pankreas langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Sekitar 20% dan 40% dari pasien mengalami diabetes ketoasidosis setelah beberapa hari dari poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan (Dipiro et al., 2009). Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, namun pada penderita DM Tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia. Hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM Tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapat terapi insulin (Depkes RI, 2005). b. Diabetes mellitus tipe 2 Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Pada DM tipe 2 terjadi letargi, poliuria, nokturia, polidipsia dapat terjadi pada diagnosis, penurunan berat badan yang signifikan dapat terjadi (Dipiro et al., 2009). DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans secara otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut (Depkes RI, 2005). c. Diabetes Melitus Gestasional Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus) adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua. Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes dimasa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut (Depkes RI, 2005). 2.1.3 Gejala Klinik Gejala yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar) (Depkes RI, 2005). Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (Depkes RI, 2005). Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf (Depkes RI, 2005). 2.1.4 Peran Glukagon Glukagon merupakan salah satu hormon kunci dalam pengaturan homeostasis glukosa dan deregulasi yang memberikan kontribusi terhadap hiperglikemia dalam berbagai jenis DM. Supresi dari sinyal glukagon menurunkan hiperglikemia pada hewan dan manusia (Jiang dan Zhang, 2003). Glukagon dilepaskan ke dalam aliran darah ketika sirkulasi glukosa rendah. Peran fisiologis utama glukagon adalah menstimulasi produksi glukosa hepatik, sehingga mengarah ke peningkatan glikemia (Jiang dan Zhang, 2003). 2.1.5 Diagnosis Diagnosis klinis DM umumnya dipikirkan apabila ada keluhan khas DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya (Depkes RI, 2005). Jika terdapat keluhan khas serta hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl, maka hal tersebut sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Selain itu, jika hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL, maka hasil ini juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis DM (Depkes RI, 2005). Apabila tidak terdapat keluhan yang khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah yang abnormal tinggi satu kali saja tidak cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan minimal satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang abnormal tinggi (> 200 mg/dL) pada hari lain dan kadar glukosa darah puasa yang abnormal tinggi (> 126 mg/dL). Selain itu dapat juga dengan hasil uji toleransi glukosa oral didapatkan kadar glukosa darah paska pembebanan > 200 mg/dL (Depkes RI, 2005). 2.1.6 Terapi Diabetes Mellitus 2.1.6.1 Terapi Non Farmakologi a) Pengaturan Diet Pengaturan diet merupakan salah satu kunci keberhasilan penatalaksanaan DM. Diet yang dianjurkan ialah makanan dengan kecukupan gizi baik yang terdiri dari karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons selsel β terhadap stimulus glukosa. Selain jumlah kalori, masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Masukan serat diusahakan paling tidak 25 g per hari yang dapat menolong menghambat penyerapan lemak, membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM (Depkes RI, 2005). b) Olah Raga Olah raga secara tera tur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Depkes RI, 2005). 2.1.6.2 Terapi Farmakologi 1. Terapi Insulin Insulin merupakan obat utama untuk penderita DM tipe 1. Pada DM tipe 1, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin, sebagai penggantinya maka penderita DM tipe 1 harus mendapatkan insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat tetap berjalan dengan normal (Depkes RI, 2005). 2. Terapi Obat Hipoglikemik Oral a) Golongan Sulfonilurea Obat hipoglikemik oral golongan sulfonylurea merupakan obat pilihan untuk diabetes mellitus. Bekerja dengan merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, sehingga hanya efektif bila sel-sel β Langerhans pankreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian sulfonilurea terjadi karena perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Adapun yang termasuk kedalam golongan sulfonilurea yakni glibenklamida, glipizida, glikazida, glimepirida, serta glikuidon (Depkes RI, 2005). b) Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin Bekerja dengan meningkatkan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Umumnya senyawa obat hipoglikemik oral golongan ini dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik oral lainnya. Obat hipoglikemik oral golongan meglitinid dan turunan fenilalanin meliputi repaglinida, serta nateglinida (Depkes RI, 2005). c) Golongan Biguanida Golongan ini bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemi. Satu-satunya senyawa biguanida yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral oral saat ini ialah metformin (Depkes RI, 2005). d) Golongan Tiazolidindion (TZD) Golongan tiazolidindion bekerja dengan meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPARγ (peroxisome proliferator activated receptorgamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin. Senyawa-senyawa TZD juga menurunkan kecepatan glikoneogenisis. Obat hipoglikemik oral golongan TZD meliputi rosiglitazone serta pioglitazone (Depkes RI, 2005). e) Golongan Inhibitor α-Glukosidase Golongan inhibitor α-glukosidase bekerja dengan menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim α-glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase, dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita diabetes. Senyawa inhibitor α-Glukosidase juga menghambat enzim α-amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus. Obat hipoglikemik oral golongan ini meliputi akarbose dan miglitol (Depkes RI). 2.2 METFORMIN Metformin merupakan antihiperglikemik oral golongan biguanida. Metformin tergolong ke dalam senyawa antidiabetes dan merupakan obat antidiabetik oral yang tidak menstimulasi pelepasan insulin, dan bekerja menghambat glukoneogenesis hati (Martindale, 2009). Metformin menurunkan produksi glukosa hati, tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemi (Depkes RI, 2005). Gambar 1. Struktur Kimia Metformin (Martindale, 2009) 2.3 STREPTOZOTOSIN Streptozotosin (STZ) diperoleh dari Streptomyces achromogenes yang dapat digunakan untuk menginduksi DM tipe 1 maupun tipe 2. Streptozotocin mempunyai efek sitotoksik sehingga dapat merusak sel β pancreas (Goodman dan Gilman, 2008). Injeksi dosis tunggal streptozotosin (200mg/kgBB) dapat menginduksi diabetes tipe 1, sedangkan pemberian dosis 40mg/kg BB selama 5 hari dapat menginduksi DM tipe 2 (Etuk EU, 2010). STZ dapat diberikan secara intravena atau intraperitonial. STZ menembus sel β Langerhans melalui transporter glukosa GLUT 2. Aksi STZ intraseluler menghasilkan perubahan DNA sel β pankreas. Alkilasi DNA oleh STZ melalui gugus nitrosourea mengakibatkan kerusakan pada sel β pankreas. STZ merupakan donor NO (nitric oxide) yang mempunyai kontribusi terhadap kerusakan sel tersebut melalui peningkatan aktivitas guanilil siklase dan pembentukan cGMP. NO dihasilkan sewaktu STZ mengalami metabolisme dalam sel. Selain itu, STZ juga mampu membangkitkan oksigen reaktif yang mempunyai peran tinggi dalam kerusakan sel β pankreas. Pembentukan anion superoksida karena aksi STZ dalam mitokondria dan peningkatan aktivitas xantin oksidase. Dalam hal ini, STZ menghambat siklus Krebs dan menurunkan konsumsi oksigen mitokondria. Produksi ATP mitokondria yang terbatas selanjutnya mengakibatkan pengurangan secara drastis nukleotida sel β pankreas (Szkudelski, 2001). Peningkatan defosforilasi ATP akan memacu peningkatan substrat untuk enzim xantin oksidase (sel β pankreas mempunyai aktivitas tinggi terhadap enzim ini), lebih lanjut meningkatkan produksi asam urat. Xantin oksidase mengkatalisis reaksi pembentukan anion superoksida aktif. Dari pembangkitan anion superoksida, terbentuk hidrogen peroksida dan radikal superoksida. NO dan oksigen reaktif tersebut adalah penyebab utama kerusakan sel β pankreas (Szkudelski, 2001). Gambar 2. Struktur Kimia Streptozotosin (Martindale, 2009) Kerusakan DNA akibat STZ dapat mengaktivasi poli ADPribosilasi yang kemudian mengakibatkan penekanan NAD+ seluler, selanjutnya penurunan jumlah ATP, dan akhirnya terjadi penghambatan sekresi dan sintesis insulin. Selain itu, kalsium berlebih yang kemungkinan dapat menginduksi nekrosis, tidak mempunyai peran yang signifikan pada nekrosis yang diinduksi STZ (Szkudelski, 2001). 2.4 MIKROBA ENDOFIT Mikroba endofit merupakan mikroorganisme yang tumbuh dalam jaringan tumbuhan dan dapat dijumpai pada bagian akar, daun serta batang tumbuhan. Bakteri dan fungi adalah jenis mikroba yang umum ditemukan sebagai mikroba endofit, akan tetapi yang banyak diisolasi adalah golongan fungi. Hubungan antara mikroba endofit dan inangnya dapat berbentuk simbiosis mutualisme sampai hubungan yang patogenik (Strobel dan Daisy, 2003). Hubungan simbiosis mutualisme ditandai dengan hubungan yang saling menguntungkan antara mikroba endofit dan tumbuhan inangnya. Mikroba endofit dapat melindungi tumbuhan inang dari serangan patogen dengan senyawa yang dikeluarkan oleh mikroba endofit. Senyawa yang dikeluarkan mikroba endofit berupa senyawa metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif dan dapat berfungsi untuk membunuh patogen. Tumbuhan inang menyediakan nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroba endofit untuk melengkapi siklus hidupnya. Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masingmasing tanaman mengandung satu atau lebih mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur (Strobel dan Daisy, 2003). Metabolit sekunder yang diproduksi oleh mikroba endofit telah berhasil diisolasi dan dimurnikan serta telah dielusidasi struktur molekulnya seperti Cryptocandin yang dihasilkan oleh mikroba endofit Cruptosporiopsis quercina yang berhasil diisolasi dari tanaman Tripterigeum wilfordii, dan berhasiat sebagai antijamur terhadap Candida albicans (Strobel dan Daisy, 2003). 2.5 SKYRIN Skyrin merupakan bisantrakuinon yang diisolasi dari jamur Talaromyces sp dan pertama kali diisolasi dari fermentasi jamur Penicillium sp. Skyrin memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Vargas, F et al., 2008). Selain memiliki aktivitas antioksidan, skyrin juga memiliki aktivitas dalam menurunkan kadar glukosa darah yakni sebagai reseptor selektif glukagon antagonis. Dalam menurunkan kadar glukosa darah pada hepatosit tikus, skyrin (30 µmol/l) menghambat glukagon-pada produksi stimulasi cAMP (53%) dan produksi glukosa (IC50 56 µmol/l). Sedangkan pada hepatosit manusia, skyrin (10 µmol/l ) dapat menurunkan glukagonpada produksi stimulasi cAMP (55%) dan glycogenolisis (27%) (Parker et al., 2000). Gambar 3. Struktur skyrin (Parker et al., 2000) 2.6 (+)-1,1’-BISLUNATIN (+)-1,1’-Bislunatin merupakan senyawa metabolit sekunder dari golongan bisantrakuinon yang diperoleh dari jamur endofit Diaphorte sp yang terdapat dari tanaman Camelia sinensis sp. Bisantrakuinon termasuk ke dalam golongan antrakuinon, dimana bentuk strukturnya ialah bentuk dimerik dari senyawa antrakuinon. (+)-1,1’- Bislunatin merupakan bentuk dimerik dari lunatin. (+)-1,1’-Bislunatin merupakan metabolit sekunder yang berwarna orange pekat dengan quasi molecular ion peak C30H19O12 = 571 (Agusta et al., 2006). Gambar 4. Profil serbuk senyawa bislunatin (+)-1,1’-bislunatin lunatin Gambar 5. Struktur lunatin dan bislunatin (Agusta et al., 2006) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April hingga bulan Agustus 2012 di Laboratorium Fitokimia Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berada di Jalan Raya Jakarta-Bogor Km 46, Cibinong. 3.2 ALAT DAN BAHAN 3.2.1 Bahan Uji Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini ialah senyawa (+)-1,1’-bislunatin yang merupakan koleksi Laboratorium Fitokimia Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 3.2.2 Hewan uji Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah mencit Deutsch Democratic Yokohama (DDY) jantan yang berumur 2 bulan dengan berat badan 20-30 gram yang diperoleh dari peternakan Institut Pertanian Bogor. 3.2.3 Bahan Kimia Bahan kimia yang akan dipergunakan dalam penelitian ini ialah Streptozotocin (Sigma), Na CMC (Sigma), Metformin (Sigma), Aquadest, Natrium sitrat (Sigma), Asam sitrat (Sigma), dan Asam pikrat. 3.2.4 Alat-alat yang digunakan: Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang mencit beserta kelengkapan pemberian pakan dan minum, timbangan analitik, sonde oral, spuit injeksi tuberculin, autoklaf, mortar, alu, laminar air flow, glukometer dan tes strip (GlucoDr), kertas lakmus, serta alat-alat gelas. 3.3 PROSEDUR KERJA 3.3.1 Persiapan Hewan Uji Hewan uji yang akan digunakan adalah mencit DDY jantan dengan berat badan 20-30 gram. Hewan coba diaklimatisasi selama 1 minggu agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Selama proses adaptasi, dilakukan pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat badan. Hewan coba dipilih sebanyak 30 ekor mencit jantan secara acak untuk dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 5 ekor. Penentuan jumlah mencit tiap kelompok dihitung berdasarkan rumus Federer, yaitu : (n-1) (t-1) ≥ 15 (n-1) (6-1) ≥ 15 n ≥4 dengan t menunjukkan jumlah perlakuan dan n menunjukkan jumlah ulangan minimal dari tiap perlakuan. Adapun pembagian kelompok adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Pembagian kelompok hewan uji metode induksi streptozotosin Kelompok Jumlah I 5 II 5 Perlakuan Kontrol normal tidak di induksi STZ Kontrol 5 diinduksi streptozotosin, diberikan Na CMC 0,5% Kontrol III negatif positif streptozotosin, diinduksi diberikan suspensi diinduksi diberikan suspensi metformin Kelompok IV 5 perlakuan streptozotocin, bislunatin 20 mg/kgBB Kelompok V 5 diinduksi diberikan suspensi perlakuan streptozotocin, bislunatin 100 mg/kgBB Kelompok VI 5 diinduksi diberikan suspensi perlakuan streptozotocin, bislunatin 500 mg/kgBB 3.3.2 Penentuan Dosis a. Dosis (+)-1,1’-Bislunatin Pada penelitian ini akan digunakan dosis (+)-1,1’-Bislunatin dengan seri konsentrasi: dosis rendah 20 mg/kgBB = 0,6 mg/30gBB dosis sedang 100 mg/kgBB = 3 mg/30 gBB dosis tinggi 500 mg/kgBB = 15 mg/30 gBB b. Dosis Streptozotosin Dosis streptozotosin yang digunakan untuk menginduksi DM tipe 2 ialah 40mg/kgBB selama 5 hari secara intraperitoneal atau setara dengan 1,2 mg/30 gram BB mencit. Pada penelitian ini dibuat streptozotosin yang dilarutkan dalam buffer sitrat pH 4,5 (0,1 M). Pembuatan larutan streptozotosin harus dibuat dalam kondisi segar (Etuk EU, 2010).. c. Dosis Metformin Dosis metformin yang digunakan sebagai obat hipoglikemik oral pada manusia ialah 500mg 2-3 kali sehari. Berdasarkan tabel konversi perhitungan dosis untuk berbagai hewan uji dan manusia, konversi dari manusia ke mencit dikalikan dengan 0,0026 (Lawrence dan Bacharach, 1964). Maka setara dengan 3,9mg/30gBB 3.3.3 Uji Efek Hipoglikemik pada Mencit Mencit diaklimatisasi selama satu minggu, dengan pemberian pakan dan minum ad libitum. Kemudian dilakukan pengukuran glukosa darah mencit sebagai baseline dengan menggunakan glukometer. Adapun sebelum dilakukan pengukuran kadar glukosa darah, seluruh mencit dipuasakan terlebih dahulu selama 10 jam. Kemudian mencit dimasukkan ke dalam kandang kecil sedemikian rupa hingga tidak dapat bergerak. Ekor mencit dibersihkan dengan alkohol 70%. Selanjutnya ekor mencit digunting 1-2 mm dari ujung ekor, dilakukan pemijatan perlahan terhadap ekor agar darah keluar. Kemudian kadar gula darah diukur dengan alat glukometer. Untuk menjadikan mencit hiperglikemia, mencit di induksi dengan streptozotosin 1,2 mg/30gBB secara intraperitoneal selama 5 hari. Mencit kemudian dirawat selama 10 hari sebelum diberi perlakuan dengan ekstrak untuk mendapatkan kondisi hiperglikemi. Kemudian dilakukan kembali pengukuran kadar glukosa darah mencit , adapun yang memenuhi kriteria syarat hiperglikemia, yakni yang glukosa darahnya ≥ 200mg/dL dipisahkan dengan yang tidak memenuhi syarat. Mencit yang memenuhi syarat hiperglikemia dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Kelompok 1 sebagai kelompok kontrol normal, kelompok yang tidak diinduksi streptozotosin dan tidak diberi perlakuan. Kelompok 2 sebagai kelompok kontrol negatif, yakni mencit yang dengan diinduksi STZ dan diberikan Na CMC 0,5%. Kelompok 3 sebagai kelompok kontrol positif, yakni mencit yang diinduksi STZ dan diberikan metformin yang dilarutkan dengan NaCMC 0,5%. Kelompok 4 kelompok uji, mencit yang diinduksi STZ dan diberikan suspensi bislunatin (Na CMC 0.5% sebagai suspending agent) dengan dosis 20mg/kgBB. Kelompok 5 sebagai kelompok uji, mencit yang diinduksi STZ dan diberikan suspensi bislunatin dengan dosis 100mg/kgBB. Adapun kelompok 6 sebagai kelompok uji, mencit yang diinduksi STZ kemudian diberikan suspensi bislunatin dengan dosis 500 mg/kgBB. Perlakuan uji efek hipoglikemi mencit dilakukan selama 14 hari (Florence, 2007). Pada hari ke-17 setelah pemberian ekstrak kemudian dilakukan pengukuran glukosa darah mencit dengan menggunakan glukometer. 3.3.4 Analisa Data Hasil percobaan yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji Analisis Varian satu arah (ANOVA). Data dibuat terhadap waktu (hari) dan kadar glukosa darah (mg/dL). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENELITIAN 4.1.1 Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah Pengukuran kadar glukosa darah mencit dilakukan pada awal penelitian sebagai base line, setelah diinduksi dengan streptozotosin, dan setelah diberi perlakuan selama 14 hari. Adapun rata-rata pengukuran kadar glukosa darah yakni: Tabel 4.1. Rata-rata hasil pengukuran kadar glukosa darah (mg/dL) Base line Post induksi Post treatment KN 161,6 146,6 123,4 K (-) 169,8 383,8 314,6 K (+) 155,6 299,4 205,4 B1 109,2 294,6 199,4 B2 159,2 298,2 212,6 B3 147 315,4 218,2 Keterangan : KN K (-) : Kontrol Normal, : Kontrol Negatif, K (+) : Kontrol Positif, B1 : Bislunatin dosis 20mg/kgBB, B2 : Bislunatin dosis 100mg/kgBB, B3 : Bislunatin dosis 500mg/kgBB. 4.1.2 Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Tabel 4.2 Persentase penurunan kadar glukosa darah Presentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Kelompok post treatment Kontrol Positif 31,40% Bislunatin 20mg/kgBB 32,32% Bislunatin 100mg/kgBB 28,71% Bislunatin 500mg/kgBB 30,82% Kadar Glukosa Darah (mg/dl) Kurva Penurunan Kadar Glukosa Darah 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 base line post induksi post treatment kontrol normal 161,6 146,6 123,4 kontrol negatif 169,8 383,8 314,6 kontrol positif 155,6 299,4 205,4 bislunatin 20mg/kgbb 109,2 294,6 199,4 bislunatin 100mg/kgbb 159,2 298,2 212,6 bislunatin 500mg/kgbb 147 315,4 218,2 Gambar 6. Grafik penurunan kadar glukosa darah 4.2 PEMBAHASAN Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh defisiensi insulin sebagian ataupun absolut yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi makro dan mikrovaskuler yang mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Salah satu faktor yang menyebabkan hiperglikemia ialah adanya resistensi insulin dimana sel-sel sasaran insulin gagal ataupun kurang mampu merespon insulin secara normal (Depkes RI, 2005). Dalam penelitian ini, sampel yang diuji ialah (+)-1,1’-bislunatin yang merupakan senyawa metabolit sekunder dari golongan bisantrakuinon. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini ialah mencit jantan galur ddY. Sebelum dilakukan pengujian, seluruh mencit diaklimatisasi selama satu minggu agar mencit dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan pemberian makan dan minum ad libitum. Setelah aklimatisasi, mencit kemudian diukur kadar glukosa darahnya. Adapun sebelum dilakukan pengukuran kadar glukosa darah, seluruh mencit dipuasakan selama 10 jam untuk meniadakan pengaruh zat-zat lain pada pengukuran kadar glukosa darah. Diabetogen digunakan dalam penelitian ini untuk menginduksi mencit hiperglikemia. Streptozotosin dipilih sebagai diabetogen dalam penelitian ini berdasarkan pada aspek bioetik. Dimana penelitian dengan menggunakan hewan coba juga harus mempertimbangkan bioetika yang terdiri dari Refinement, Reduction, dan Replacement (Bishop, 2001). Streptozotosin dapat melakukan penyembuhan kembali (recovery) sehingga mengurangi penderitaan sakit hewan coba jika dibanding dengan aloksan yang tidak dapat melakukan aksi penyembuhan kembali. Selain itu streptozotosin juga memiliki beberapa keunggulan dibanding aloksan seperti mempertahankan hiperglikemi dengan durasi yang lebih panjang, perkembangan komplikasi diabetes baik ditandai dengan sedikit insiden ketosis serta mortalitas (Srinivasan, 2007). Pada metode uji diabetes dengan diabetogen, pankreas hewan uji coba dirusak dengan menggunakan streptozotosin sehingga pankreas hanya dapat menghasilkan sedikit insulin dan terjadi hiperglikemik. Streptozotosin bekerja pada sel beta pankreas melalui glucose transporter (GLUT 2) dan menyebabkan alkilasi DNA melalui gugus nitrosourea yang mengakibatkan kerusakan pada sel β pankreas (Skudelski, 2001). Adapun dosis STZ yang diberikan dalam penelitian ini ialah 40mg/kgBB selama 5 hari secara intraperitoneal (Etuk EU, 2010). Dosis 40mg/kgbb selama 5 hari dipilih untuk membuat diabetes tipe 2 dalam penelitian ini, karena diharapkan diabetes yang timbul berupa resistensi insulin yang masih dapat diobati oleh penggunaan obat hipoglikemik. Fungsi kerja STZ dipengaruhi oleh pembuatannya, STZ dilarutkan dalam buffer sitrat pH 4,5 yang disiapkan segera sebelum diinjeksikan karena STZ dalam buffer sitrat akan terdegradasi setelah 1520 menit (Sobrevilla, 2011). Setelah 5 hari berturut-turut diinduksi dengan streptozotosin kemudian mencit dipelihara selama 10 hari sebelum diberi perlakuan dengan sampel uji untuk membuat hiperglikemi yang stabil. Setelah mencit hiperglikemia oleh induksi STZ, mencit kemudian dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan untuk kelompok yang akan diberikan terapi. Adapun 1 kelompok untuk kelompok kontrol normal tanpa diinduksi STZ. Pemberian bislunatin dan metformin sebagai terapi hiperglikemik diberikan secara oral pada mencit selama 14 hari. Metformin dipilih sebagai terapi pembanding bislunatin karena metformin merupakan obat hipoglikemik oral yang bekerja dengan cara menurunkan produksi glukosa di hati (Depkes RI, 2005). Adapun pemberian metformin dan bislunatin diberikan dalam sediaan suspensi dengan penambahan NaCMC 0,5% sebagai agen pensuspensi. Data pengukuran glukosa darah dianalisis secara statistik dengan menggunakan metode ANOVA untuk melihat kesamaan dan perbedaan nilai rata-rata glukosa darah mencit pada setiap kelompok. Uji statistik awal yakni uji normalitas dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnof, dari tabel normalitas diketahui bahwa seluruh hewan uji terdistribusi dengan normal (p≥0.05) baik sebelum maupun setelah perlakuan. Analisa selanjutnya ialah uji homogenitas dengan menggunakan Levene statistic, dari hasil uji homogenitas diperoleh bahwa kadar glukosa darah post induksi dan post treatment dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis karena syarat homogenitasnya belum terpenuhi (p≤0.05). Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis, kadar glukosa darah pada post induksi dan post treatment berbeda secara bermakna (p≤ 0,05 ). Data kadar glukosa darah yang berbeda secara bermakna dilanjutkan dengan uji BNT untuk melihat perbedaan antar kelompok hewan uji. Dari hasil uji BNT post induksi STZ diketahui bahwa semua kelompok hewan uji berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol normal, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi BNT post induksi. Perbedaan secara bermakna semua kelompok uji dengan kontrol normal pada hari post induksi menandakan bahwa induksi hiperglikemi telah membuat perbedaan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi dengan mencit yang tidak diinduksi streptozotosin. Hasil uji BNT pada post treatment menunjukkan bahwa kontrol normal tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok uji bislunatin dosis rendah, kelompok uji bislunatin dosis sedang dan kelompok uji bislunatin dosis tinggi. Sedangkan kelompok kontrol normal berbeda secara bermakna dengan kontrol negatif. Tidak adanya perbedaan secara bermakna antara kontrol normal dengan kelompok uji bislunatin menandakan bahwa bislunatin dapat mengembalikan kadar glukosa darah menjadi normal seperti kontrol positif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa bislunatin memiliki kemampuan menurunkan kadar glukosa darah. Persentase penurunan kadar glukosa darah bislunatin 20mg/kgBB, bislunatin 100mg/kgBB, dan bislunatin 500mg/kgBB masing-masing sebesar 32,32%, 28,71%, dan 30,82%. Penurunan kadar glukosa darah mencit oleh pemberian (+)-1,1’- bislunatin kemungkinan dikarenakan struktur bislunatin yang serupa dengan skyrin yang bekerja sebagai antagonis glukagon. Adapun kerja dari antagonis glukagon ialah dengan cara berikatan dengan reseptor glukagon, sehingga menurunkan glikogenolisis. Bislunatin dengan dosis uji 100mg/kgBB dan 500 mg/kgBB tidak mengalami penurunan kadar glukosa darah yang lebih besar dibandingkan dengan bislunatin 20 mg/kgBB, hal ini mungkin dikarenakan pada kerja bislunatin yang berikatan dengan reseptor, yang mana jika seluruh reseptor telah berikatan dengan bislunatin maka sisa bislunatin yang tidak mendapatkan tempat untuk berikatan dengan reseptor akan tereliminasi dan tidak mempengaruhi penurunan kadar glukosa darah. Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya diketahui bahwa skyrin memiliki struktur bisantrakuinon dengan efek sebagai antagonis glukagon sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah. Di hati pengikatan glukagon dengan reseptor pada membran plasma hepatosit melalui interaksi dengan menstimulasi protein G yakni Gs dan Gq. Gs mengaktifkan adenilat siklase, meningkatkan cAMP serta meningkatkan protein kinase yang mengakibatkan peningkatan glukoneogenesis, glikogenolisis serta pengeluaran glukosa. Penurunan kadar glukosa darah oleh skyrin melalui aksinya memblok cAMP sehingga terjadi penurunan produksi glukosa di hati serta penurunan glikogenolisis (Parker et al., 2000). Efek dari bislunatin yang dapat menurunkan kadar glukosa darah diharapkan dapat menjadi kandidat obat diabetes tipe 2 seperti halnya skyrin yang termasuk dalam golongan ‘non peptidic antidiabetic agent’. Pada penelitian ini digunakan metformin sebagai bahan obat pembanding dalam kelompok kontrol positif. Metformin merupakan salah satu obat hipoglikemik oral golongan biguanida. Adapun efek samping yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan metformin ialah adanya asidosis laktat. Asidosis laktat dapat timbul jika terjadi penumpukkan laktat yang disebabkan peningkatan produksi laktat yang mengakibatkan hipoksia ataupun penurunan eliminasi laktat. Bislunatin yang dapat menurunkan kadar glukosa darah diharapkan tidak memiliki efek samping yang serius sehingga dapat dikembangkan menjadi salah satu pilihan dalam terapi diabetes mellitus dimasa mendatang. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN 1. Senyawa bislunatin dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit putih yang diinduksi streptozotosin secara signifikan terhadap kontrol negatif (p≤0,05). 2. Persentase penurunan kadar glukosa darah terbesar pada dosis 20mg/kgBB, yakni sebesar 32,32% dan tidak berbeda secara bermakna dengan metformin (p≥0,05) pada dosis 8,3 mg/kgBB. 5.2. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efek hipoglikemik (+)-1,1’-bislunatin dan mekanisme kerjanya. 2. Perlu dilakukan penelitian mengenai efek samping (+)-1,1’bislunatin. DAFTAR PUSTAKA Agusta, A., Ohashi, K., and Shibuya, H. (2006). Bisanthraquinone Metabolites Produced by the Endophytic Fungus Diaporthe sp. Chemical & Pharmaceutical Bulletin. 54(4) : 579-582. Akbarzadeh, A et al. (2007). Induction of Diabetes by Streptozotocin in Rat. Indian Journal of Clinical Biochemistry 22(2): 60-64. Aly, Hanan et al. (2010). In Vitro and In Vivo Evaluation of the Antidiabetic Effect of Different Extracts of Nepeta Cataria in Streptozotocin Induced Diabetic Rats. Journal of American Science Vol 6(10). American Diabetes Association. (2011). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care Vol 32:S62-S67. Aronoff, et al. (2004). Glucose Metabolism and Regulation: Beyond Insulin and Glucagon. Diabetes Spectrum Volume 17 (3): 183-190. Arora, S., Kumar, O. S., and Vohora, Divya. (2009). Characterisation of Streptozotocin Induced Diabetes Mellitus in Swiss Albino Mice. Global Journal of Pharmacology 3 (2): 81-84. Bishop, L. J and Nolen, A. L. (2001). Animal in Research and Education: Ethical Issues. National Reference Center for Bioethics Literature. Chew, S. L., and Leslie, D. (2006). Clinical Endocrinology and Diabetes. Elsevier. China. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Jakarta. Hal : 1-27, Dipiro, J. T. (2009). Pharmacotherapy Handbook. 7th Edition. The McGrawHill. New York. Etuk, E.U. (2010). Animals Models for Studying Diabetes Mellitus. Agriculture and Biology Journal of North America. 1(2):130-134. Florence, N. G. et al. (2007). Antidiabetic Activities of Methanol-Derived Extract of Dorstenia picta Twigs in Normal and Streptozotocin-Induced Diabetic Rats. Asian Journal of Traditional Medicines, 2 (4). Goodman and Gilman. (2008). Dasar Farmakologi Terapi, edisi 10. Vol 2. Alih Bahasa: Amalia Hanif et al. Jakarta : EGC Grover, N., Bafna P.A., and Rana A.C. (2011). Diabetes and Methods to Induce Experimental Diabetes. International Journal of Pharmacy and Biological Sciences Vol 1. Issue 4. 414-419. Jiang, G and Zhang, B. B. (2003). Glucagon and Regulation of Glucose Metabolism. American Journal Physiol Endocrinology and Metabolisme. 284. Kakadiya, J., Shah, M., and Shah, N.J. (2010). Effect of Novobilol on Serum Diabetic Marker and Lipid Profile in Normal and StreptozotocinNicotinamide Induced Diabetic Rats. Research Journal of Pharmaceutical. Biological and Chemical Sciences. 1(2): 329-334. Katzung, Bertram G. (1998). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. EGC. Jakarta. Laurence, D.R., and Bacharach, A.L. (1964). Evaluation of Drug Activities. Academic Press. London. Lenzen, S. (2008). The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Induced Diabetes. Diabetologia. Vol. 51: 216-226. Parker, J.C et al. (2000). Effects of Skyrin, a Receptor-Selective Glucagon Antagonist, in rat and Human Hepatocytes. Journal Diabetes. Vol. 49:20792086 Prasad, S.K., Kulshreshtha, A., Qureshi.T.N. (2009). Antidiabetic Activity of Some Herbal Plants in Streptozotocin Induced Diabetic Albino Rats. Pakistan Journal of Nutrition 8 (5): 551-557. Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. (2009). Martindale, The Complete Drug Reference. Thirty Sixth Edition. Edited by Sean C Sweetman. Pharmaceutical Press. London. Sakthi, P., Vadivu, R., Jayshree, N. (2010). In vitro and In vivo Antidiabetc Activity of the Leaves of Ravenala madagascariensis Sonn., on Alloxan Induced Diabetic Rats. Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol. 2 (9) page 312-317. Sobrevilla, V et al. (2011). Effect of Varying Dose and Administration of Streptozotocin on Blood Sugar in Male CD1 Mice. Proceedings of the Western Pharmacology Society. 54:5-9. Srinivasan, K dan Ramaro P. (2007). Animal Models in Type 2 Diabetes Research: An Overview. Indian Journal of Medical Research. 125 pp 451472. Strobel, G and Daisy B. (2003). Bioprospecting for Microbial Endophytes and Their Natural Product. Microbiology and Molecular Biology Reviews 67 (4): 491-502 Suzuki, W et al. (1999). A New Mouse Model of Spontaneous Diabetes Derived from ddy Strain. Journal of Experimental Animal Science. 48 (3), 181-189. Szkudelski, T. (2001). The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in B Cells of the Rat Pancreas. Physiological Research. 50:536-546. Vargas, F et al. (2008). Antioxidant and Scavenging Activity of Skyrin on Free Radikal and Some Reactive Species. Avances en Quimica. 3 (1) Varun, R. V., Srikanth, L., and Venkateshwarlu, L. (2010). In Vivo Animal Models for Screening of Antidiabetic Activity. International Journal of Pharma and Bio Sciences 1(4): 669-685. Yin, D. et al. (2006). Recovery of Islet B-Cell Function in Streptozotocin Induced Diabetic Mice. Diabetes, Vol 55: 3256-3263. [WHO] World Health Organization. (2006). Diabetes. http://www.who.int/topics/diabetes_mellitus/en/ diakses Agustus 2012. LAMPIRAN Lampiran 1. Skema Uji Efek Hipoglikemik Persiapan Hewan Uji (Aklimatisasi) Kelompok Kontrol Normal Hari ke-0 Kelompok Kontrol Negatif Persiapan Bislunatin Kelompok Kontrol Positif Kelompok Dosis Rendah Kelompok Dosis Sedang Pengukuran kadar glukosa darah sebelum induksi STZ pada hari ke-0 (base line) Hari ke 1-5 Induksi STZ selama 5 hari berturut-turut Hari ke 6-15 Waktu penstabilan kadar glukosa darah (10 hari) Hari ke-15 Pengukuran kadar glukosa darah hari ke-15 (post induksi) Hari ke 15- 28 Hari ke-31 Kelompok Dosis Tinggi Suspensi Na CMC 0.5% Diberikan Metformin Bislunatin 20 mg/kgBB Bislunatin 100 mg/kgBB Bislunatin 500 mg/kgBB Ukur kadar glukosa darah pada hari ke-17 setelah perlakuan (post treatment) Analisa data Lampiran 2. Pembuatan Larutan Uji A. Pembuatan Larutan (+)-1,1’- Bislunatin Dosis 500mg/kgBB atau setara dengan 15 mg/30gBB mencit VAO = = = 0,2 ml VAO total = VAO x jumlah mencit perkelompok x lamanya perlakuan = 0.2 ml x 5 x 14 = 14 ml ≈ 20 ml Dibuat stok larutan untuk 7 hari pertama, sehingga VAO total untuk satu minggu pertama sebanyak 10 ml Jumlah Bislunatin = VAO total x konsentrasi = 10 ml x 15 mg/0,2ml = 750 mg 750 mg bislunatin dilarutkan dalam NaCMC 0,5% ad 10 ml, sehingga konsentrasi larutan menjadi 750mg/10ml. Dosis 100 mg/kgBB Dilakukan dengan mengencerkan stok suspensi (+)-1,1’-bislunatin (500mg/kgbb) dengan penambahan NaCMC 0,5%. V1. M1 = V2. M2 V1. 750 mg/10ml = 10 ml . 150 mg/10ml V1. 75 = 150 V1 =2 ml 2 ml (+)-1,1-bislunatin dengan konsentrasi 750mg/10ml diambil dan ditambahkan dengan Na CMC 0.5% hingga volume 10 ml. Dosis 20 mg/kgBB Dilakukan dengan mengencerkan stok suspensi (+)-1,1’-bislunatin 150mg/10ml dengan penambahan Na CMC 0.5%. V1. M1 = V2. M2 V1. 150 mg/10ml = 10 ml . 30 mg/10ml (Lanjutan) V1 = 2 ml 2 ml (+)_1,1’-bislunatin dengan konsentrasi 150mg/10ml diambil dan ditambahkan dengan Na CMC 0.5% hingga volume 10 ml. B. Larutan Metformin Dosis metformin yang digunakan sebagai obat hipoglikemik oral pada manusia ialah 500 mg 2-3 kali sehari. Berdasarkan tabel konversi perhitungan dosis untuk berbagai hewan uji dan manusia, konversi dari manusia ke mencit dikalikan dengan 0,0026 (Lawrence dan Bacharac). Maka setara dengan 3,9 mg/ekor mencit. VAO = = = 0,2 ml VAO total = VAO x jumlah mencit perkelompok x lamanya perlakuan = 0,2 ml x 5 x 14 = 14 ml ≈ 20 ml Jumlah Metformin = VAO total x konsentrasi = 20 ml x 3,9 mg/0,2ml = 390 mg Maka 390 mg metformin dilarutkan dalam 20 ml NaCMC 0,5%. C. Larutan Streptozotosin Dosis Streptozotosin yang digunakan dalam percobaan ini adalah 40mg/kgBB atau 1,2mg/30gBB selama 5 hari secara intraperitonel (Etuk EU, 2010). VAO = = = 0,2 ml (Lanjutan) Streptozotosin dilarutkan dalam buffer sitrat pH 4,5. Larutan streptozotosin akan terdegradasi pada waktu lebih dari 15 menit, untuk mencegah terdegradasinya larutan streptozotosin maka pembuatan larutan streptozotosin harus dalam kondisi segar. Akan dibuat larutan streptozotosin per 2.5 ml untuk 12 ekor mencit, sehingga dibuat 4 kali 2,5ml. = x = 15 mg Maka konsentrasi larutan streptozotosin 15 mg/2,5ml. D. Pembuatan Larutan Buffer Sitrat Volume total buffer sitrat yang akan dibuat 30 ekor x 0,2 ml = 6 ml ≈ 15 ml. Buffer sitrat terdiri dari tri-Na-sitrat-dihidrat (BM = 294,10) dan asam sitrat monohidrat (BM = 210,14). Untuk 15 mL larutan buffer sitrat (0,1M) maka terdiri dari 0,4415 gram Na sitrat dan 0,3152 gram asam sitrat dalam aquabidest steril. Lampiran 3. Gambar Alat dan Bahan pada Penelitian Gambar 7. Suspensi Bislunatin, Gambar 8. Glukometer Metformin dan Na CMC Gambar 9. Mencit yang digunakan Gambar 11. Pengambilan darah mencit Gambar 10. Pemberian sediaan secara oral Lampiran 4. Sertifikat Metformin Lampiran 5. Hasil Pengukuran Glukosa Darah Hewan Uji Kadar Glukosa Darah Kelompok Kontrol Normal Kontrol Negatif Kontrol Positif Bislunatin 20 mg/kgBB Bislunatin 100 mg/kgBB Bislunatin 500mg/kgBB 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Post induksi 160 132 142 153 146 447 229 483 271 489 360 200 414 302 221 244 226 310 342 351 377 282 311 251 270 350 260 217 255 495 Post treatment 116 128 127 113 133 218 188 413 353 401 135 115 362 248 167 175 206 208 201 207 245 251 194 196 177 187 137 146 250 371 Lampiran 6. Analisis Data Uji Hipoglikemik 1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Kadar Glukosa Darah a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Tujuan : Untuk melihat distribusi data kadar glukosa darah mencit Hipotesis: Ho : Data kadar glukosa darah terdistribusi normal Ha : Data kadar glukosa darah tidak terdistribusi normal Pengambilan Keputusan Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Post Post induksi N treatment 30 30 289.67 212.27 104.756 87.222 Absolute .104 .186 Positive .104 .186 Negative -.068 -.128 Kolmogorov-Smirnov Z .570 1.020 Asymp. Sig. (2-tailed) .901 .249 Normal Parameters a Mean Std. Deviation Most Extreme Differences a. Test distribution is Normal. Keputusan: Uji normalitas kadar glukosa darah mencit terdistribusi dengan normal (p≥0.05) baik sebelum maupun sesudah perlakuan. b. Uji Homogenitas Levene Tujuan : Untuk melihat data kadar glukosa darah mencit homogen atau tidak Hipotesis Ho : Data kadar glukosa darah mencit homogen Ha : Data kadar glukosa darah tidak homogen Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic Post induksi Post treatment df1 df2 Sig. 5.183 5 24 .002 6.915 5 24 .000 Keputusan: uji homogenitas kadar glukosa darah untuk hari post induksi dan hari post treatment dilanjutkan dengan uji kruskal wallis karena (p≤0.05) 2. Uji Kruskal Wallis terhadap kadar glukosa darah kelompok hewan uji Tujuan : Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data kadar glukosa darah mencit. Hipotesis Ho : Data kadar glukosa darah mencit tidak berbeda secara bermakna H1 : Data kadar glukosa darah mencit berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak Test Statisticsa,b Post induksi Chi-Square df Asymp. Sig. Post treatment 13.465 14.280 5 5 .019 .014 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: kelompok Keputusan: Data kadar glukosa darah pada hari post induksi dan hari post treatment berbeda secara bermakna (p≤ 0,05 ). Data kadar glukosa darah yang berbeda secara bermakna dilanjutkan dengan uji BNT untuk melihat perbedaan antar kelompok hewan uji. 3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap kadar glukosa darah kelompok hewan uji Tujuan : Untuk menentukan data kadar glukosa darah kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data kadar glukosa darah kelompok lainnya. Hipotesis Ho : Data kadar glukosa darah tidak berbeda secara bermakna Ha : Data kadar glukosa darah berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak Lampiran 7. Hasil Uji BNT Post Induksi Multiple Comparisons Post induksi LSD 95% Confidence Interval Mean Difference (I) kelompok (J) kelompok kontrol normal kontrol negatif -237.200* 52.809 .000 -346.19 -128.21 kontrol positif -152.800* 52.809 .008 -261.79 -43.81 bislunatin 1 -148.000* 52.809 .010 -256.99 -39.01 bislunatin 2 -151.600* 52.809 .008 -260.59 -42.61 bislunatin 3 -168.800* 52.809 .004 -277.79 -59.81 kontrol normal 237.200* 52.809 .000 128.21 346.19 kontrol positif 84.400 52.809 .123 -24.59 193.39 bislunatin 1 89.200 52.809 .104 -19.79 198.19 bislunatin 2 85.600 52.809 .118 -23.39 194.59 bislunatin 3 68.400 52.809 .208 -40.59 177.39 kontrol normal 152.800* 52.809 .008 43.81 261.79 kontrol negatif -84.400 52.809 .123 -193.39 24.59 bislunatin 1 4.800 52.809 .928 -104.19 113.79 bislunatin 2 1.200 52.809 .982 -107.79 110.19 bislunatin 3 -16.000 52.809 .765 -124.99 92.99 kontrol negatf kontrol positif (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound bislunatin kontrol normal 148.000* 52.809 .010 39.01 256.99 20mg/kgbb kontrol negatif -89.200 52.809 .104 -198.19 19.79 kontrol positif -4.800 52.809 .928 -113.79 104.19 bislunatin 2 -3.600 52.809 .946 -112.59 105.39 bislunatin 3 -20.800 52.809 .697 -129.79 88.19 bislunatin kontrol normal 151.600* 52.809 .008 42.61 260.59 100mg/kgbb kontrol negatif -85.600 52.809 .118 -194.59 23.39 kontrol positif -1.200 52.809 .982 -110.19 107.79 bislunatin 1 3.600 52.809 .946 -105.39 112.59 bislunatin 3 -17.200 52.809 .747 -126.19 91.79 (Lanjutan) 95% Confidence Interval Mean Difference (I) kelompok (J) kelompok (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound bislunatin kontrol normal 168.800* 52.809 .004 59.81 277.79 500mg/kgbb kontrol negatif -68.400 52.809 .208 -177.39 40.59 kontrol positif 16.000 52.809 .765 -92.99 124.99 bislunatin 1 20.800 52.809 .697 -88.19 129.79 bislunatin 2 17.200 52.809 .747 -91.79 126.19 *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Keputusan: Kadar glukosa darah seluruh hewan uji berbeda secara bermakna dengan kontrol normal. Upper Bound Lampiran 8. Hasil Uji BNT Post treatment Multiple Comparisons Post treatment LSD 95% Confidence Interval Mean Difference (I) kelompok (J) kelompok kontrol normal kontrol negatif -191.200* 46.104 .000 -286.35 -96.05 kontrol positif -82.000 46.104 .088 -177.15 13.15 bislunatin 1 -76.000 46.104 .112 -171.15 19.15 bislunatin 2 -89.200 46.104 .065 -184.35 5.95 bislunatin 3 -94.800 46.104 .051 -189.95 .35 kontrol normal 191.200* 46.104 .000 96.05 286.35 kontrol positif 109.200* 46.104 .026 14.05 204.35 bislunatin 1 115.200* 46.104 .020 20.05 210.35 bislunatin 2 102.000* 46.104 .037 6.85 197.15 bislunatin 3 96.400* 46.104 .047 1.25 191.55 kontrol normal 82.000 46.104 .088 -13.15 177.15 kontrol negatif * 46.104 .026 -204.35 -14.05 bislunatin 1 6.000 46.104 .898 -89.15 101.15 bislunatin 2 -7.200 46.104 .877 -102.35 87.95 bislunatin 3 -12.800 46.104 .784 -107.95 82.35 kontrol negatif kontrol positif (I-J) Std. Error -109.200 Sig. Lower Bound Upper Bound bislunatin kontrol normal 76.000 46.104 .112 -19.15 171.15 20mg/kgbb kontrol negatif -115.200* 46.104 .020 -210.35 -20.05 kontrol positif -6.000 46.104 .898 -101.15 89.15 bislunatin 2 -13.200 46.104 .777 -108.35 81.95 bislunatin 3 -18.800 46.104 .687 -113.95 76.35 bislunatin kontrol normal 89.200 46.104 .065 -5.95 184.35 100mg/kgbb kontrol negatif -102.000* 46.104 .037 -197.15 -6.85 kontrol positif 7.200 46.104 .877 -87.95 102.35 bislunatin 1 13.200 46.104 .777 -81.95 108.35 bislunatin 3 -5.600 46.104 .904 -100.75 89.55 (Lanjutan) 95% Confidence Interval Mean Difference (I) kelompok (J) kelompok (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound bislunatin kontrol normal 94.800 46.104 .051 -.35 189.95 500mg/kgbb kontrol negatif -96.400* 46.104 .047 -191.55 -1.25 kontrol positif 12.800 46.104 .784 -82.35 107.95 bislunatin 1 18.800 46.104 .687 -76.35 113.95 bislunatin 2 5.600 46.104 .904 -89.55 100.75 *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Keputusan: Kadar glukosa darah hewan uji kontrol normal tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok bislunatin dosis rendah, dosis sedang, dosis tinggi serta dengan kelompok kontrol positif pada taraf uji 0,05, sedangkan berbeda secara bermakna dengan kontrol negatif. Seluruh dosis uji dosis rendah, sedang, dan tinggi berbeda secara bermakna dengan kontrol negatif pada taraf uji 0,05. Upper Bound