BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional mempunyai beberapa tujuan, salah satu diantaranya adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat agar menjadi manusia seutuhnya yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sebagaimana cita-cita bangsa indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi hal yang sangat penting. Indonesia merupakan salah satu dari Negara-negara ASEAN dan juga merupakan negara yang sedang berkembang untuk melihat investasi sebagai sumber pembangunan ekonomi, modernisasi, pertumbuhan pendapatan, ketenagakerjaan, pengurangan kemiskinan yang perlu rnendapatkan perhatiannya yang serius. Kemiskinan perlu mendapatkan perhatian yang serius sebagaimana yang kita ketahui bahwa keminskinan masih menjadi perbincangan yang serius di masyarakat, karena kita lihat bahwa semakin banyaknya masyarakat miskin di Sulawesi Selatan ditandai oleh banyak nya masyarakat yang masih kekurangan bahan makanan, dan banyak nya masyarakat yang masih sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya, dan banyaknya pengangguran ini menandakan bahwa kemiskinan di Sulawesi Selatan masih perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. 1 United Nation Development Program (UNDP), tahun 2004, mendefinisikan kemiskinan dengan ciri sebagai berikut: tingkat kepemilikan lahan kecil, kurangnya akses terhadap sumber permodalan, hidup di bawah garis kemiskinan dengan konsumsi per hari kurang dari 2.100 kilo kalori, akses lemah terhadap air bersih, pendidikan dan kesehatan, rentan perubahan harga kebutuhan pokok, dan sangat tergantung terhadap sumber makanan yang langsung diperoleh dari alam. Investasi (modal), kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi satu sama lain saling terkait. Sulit bagi pemerintah menciptakan lapangan kerja baru tanpa pertumbuhan ekonomi tinggi. Sama sulitnya menciptakan lapangan kerja bagi penduduk miskin (masyarakat lokal) jika pertumbuhan ekonomi hanya ditopang kegiatan produksi dan membutuhkan tenaga kerja luaran pendidikan tinggi. Dimana mayoritas masyarakat miskin adalah luaran pendidikan dasar (SD) atau bahkan tidak tammat SD. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulawesi Selatan menunjukkan penurunan secara konsisten selama periode 2006-2010. Meski demikian, jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan masih yang tertinggi secara regional (Pulau Sulawesi) dan persentase penduduk miskin masih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional. Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan meningkat. Dari hasil kalkulasi BPS, jumlah penduduk miskin meningkat dari 832.910 orang pada Maret 2011 menjadi 835.510 orang pada September 2011 atau bertambah sebesar 2.600 orang (0,31%) dalam enam bulan terakhir. 2 Untuk mengurangi kemiskinan yang ada di Sulawesi Selatan diperlukan peranan investasi baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA) sebagai modal bagi pemerintah untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi. Indonesia adalah negara yang sedang berkembang yang sedang melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan secara umum bermakna sebagai suatu upaya menghimpun dan menggabungkan unsur-unsur manajemen yang ada yaitu “man”, “money”. Dalam tulisan ini yang diulas adalah unsur “money” ( uang atau dana). Oleh sebab itu, perlu ada usaha yang sungguh-sungguh untuk mengarahkan dana investasi yang bersumber dari dalam, yaitu tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, dan penerimaan devisa. Menurut pendapat Bruce Lioyd, salah satu ciri negara berkembang adalah tingkat tabungan masyarakat masih rendah, sehingga dana untuk investasi menjadi tidak cukup (Anoraga). Struktur ekonomi negara-negara berkembang dan negara-negara maju sangat berbeda sekali keadaannya. Berbagai analisa mengenai proses pembangunan telah menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi di negara-negara berkembang terpusat kepada kegiatan di sektor pertanian, sedangkan di negara-negara maju terpusat kepada sektor industri (Sukirno) Pengembangan dunia usaha merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan berhasilnya pembangunan. Pembangunan di bidang ekonomi dalam Garis-garis Besar Haluan Negara No. IV/MPR/1999 telah ditegaskan bahwa pemerintah wajib memberikan pengarahan dan bimbingan dalam rangka pengembangan dunia usaha dan penciptaan iklim usaha yang baik yang mendorong ke arah pertumbuhan, 3 merupakan kenyataan bahwa investasi dalam jumlah yang besar sangat diperlukan untuk pembiayaan pembangunan. Dana investasi itu dapat berasal dan dalam negeri maupun dari luar negeri. Berkenaan dengan dana pembangunan sesuai GBHN bahwa pelaksanaan pembangunan yang dijalankan diupayakan penanggulangan pembiayaannya melalui kemampuan sendiri tanpa mengabaikan peranan bantuan luar negeri yang hanya bersifat sebagai pelengkap atas pembiayaan dari dalam negeri. Berbagai usaha telah dilakukan Pemerintah untuk memperoleh dana pembangunan, terutama dana yang diperoleh dari dalam negeri, karena di samping dana dari luar negeri dana dalam negeri dapat mengurangi ketergantungan pada bantuan luar negeri. Hal ini juga dapat meningkatkan peran serta pelaku ekonomi dari dalam negeri untuk berpartisipasi dalam pembangunan itu sendiri, khususnya dalam rangka mengatur prioritas pembangunan dan partisipasi masyarakat Indonesia dapat turut dikembangkan. Adanya UU No. 25 Tahun 2007 tentang PMA (Penanaman Modal Asing) jelas merupakan pintu pembuka bagi upaya pemerintah untuk mempersilahkan investasi asing masuk ke Indonesia. Masuknya PMA tersebut menurut pemerintah akan menguntungkan Indonesia dalam dua segi sekaligus: menciptakan investasi baru tanpa pemerintah mengeluarkan modal (dimana faktor ini menjadi kendala terpenting) dan membuka lapangan kerja baru bagi orang-orang masyarakat. Dari sisi penawaran, investasi tersebut akan menyediakan beragam produk yang bisa 4 dikonsumsi oleh masyarakat, sedangkan di sisi permintaan investasi membuka lapangan pekerjaan baru yang berakibat meningkatnya pendapatan masyarakat serta menguatkan daya beli masyarakat. Pertemuan dua sisi itu lah yang akan menggerakkan kegiatan ekonomi secara terus menerus. Dari data BPS diketahui investasi di Sulawesi Selatan yaitu Penanaman Modal Asing (PMA) yang telah direalisasi pemerintah Sulawesi Selatan tahun 2002 382.864.000 US $ dan pada tahun 2011 98.500.000.000 US $. Hal ini menunjukkan peningkatan Penanaman Modal Asing mengalami peningkatan yang baik. Diketahui Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Sulawesi Selatan mengalami naik dan turun tercatat tahun 2002 sekitar 145.060.000 juta rupiah, sedangkan pada tahun 2011 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Sulawesi Selatan adalah 3.9 trilliun Rupiah. Hal ini juga menunjukkan bahwa Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan yang baik. Dengan adanya peningkatan PMA dan PMDN yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Di ketahui bahwasanya pertumbuhan ekonomi juga mempunyai peranan yang penting didalam mengurangi tingkat kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan suatu alat pengukur prestasi dan suatu perkembangan perekonomian. Dalam analisis makro ekonomi tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional suatu negara adalah penjumlahan dari konsumsi, investasi, 5 pengeluaran pemerintah dan ekspor bersih (Sukirno, 2002). Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Boediono, 1999). Investasi itu merupakan sebagai suatu kegiatan penggunaan uang untuk penyediaan barang-barang modal yang dipergunakan dalam suatu kegiatan untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang (Sukirno) Tercatat pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan pada tahun 2002 sekitar 4,08% Rata-rata pertumbuhan ekonomi Sulsel pada 2011 berada pada angka tujuh hingga delapan persen. Pada triwulan I pertumbuhan ekonomi mencapai 7,6% kemudian triwulan II, 8,62%. Sementara pada triwulan III mencapai 8,35% di antaranya didorong sektor investasi, konsumsi, pertanian, pengolahan dan keuangan dengan tingkat inflasi 3,37%. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan akan fokus dan konsentrasi mempertahankan pertumbuhan ekonomi tetap berada di atas delapan persen pada 2012. Berdasarkan data di atas diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi, penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA) mengalami peningkatan yang baik. Hal ini memberikan pengaruh yang menguntungkan pada penduduk Sulawesi Selatan karena adanya investasi berarti adanya penciptaan lapangan pekerjaan. Dengan latar belakang keterkaitan investasi dan pertumbuhan ekonomi yang diuraikan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : 6 “Pengaruh Investasi Melalui Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan di Sulawesi Selatan” 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan masalah pokok penelitian sebagai berikut: Penanaman modal yang telah berlangsung selama beberapa periode telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi tetapi tingkat kemiskinan di Sulawesi Selatan relatif masih tinggi. - Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di Sulawesi Selatan - Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), secara langsung terhadap kemiskinan di Sulawesi Selatan 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari Penelitian ini adalah: - Mengetahui seberapa besar pengaruh PMA dan PMDN melalui pertumbuhan ekonomi terhadap penduduk miskin di Sulawesi Selatan 7 - Mengetahui seberapa besar pengaruh PMA dan PMDN secara langsung terhadap penduduk miskin di Sulawesi Selatan 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini secara umum diharapkan dapat berguna sebagai : 1. Sebagai informasi mengenai pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap penduduk miskin di Sulawesi Selatan 2002-2011 2. Sebagai informasi mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penduduk miskin di Sulawesi Selatan 2002-2011 3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya terutama yang berninat untuk meneliti mengenai penduduk miskin di Sulawesi Selatan 2002-2011 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Investasi Investasi adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan dimasa depan. Terkadang, investasi disebut juga sebagai penanaman modal (Wikipedia.org). Badan Pusat Statistik mengartikan investasi sebagai suatu kegiatan penanaman modal pada berbagai kegiatan ekonomi dengan harapan untuk memperoleh keuntungan (benefit) pada masa-masa yang akan datang. John Maynard Keynes mendasarkan teori tentang permintaan investasi atas konsep efisiensi marjinal kapital (Marginal Efficiency of Capital atau MEC). Sebagai suatu defenisi kerja, MEC dapat didefenisikan sebagai tingkat perolehan bersih yang diharapkan (Expected net rate of return) atau pengeluaran kapital tambahan. Menurut Jhingan (2000) bahwa kunci pada investasi di dalam proses pertumbuhan ekonomi, khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki investasi. Pertama, investasi menciptkan pendapatan, kedua investasi memperbesar kapasitas 9 produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Yang pertama dapat disebut dampak permintaan, yang kedua dampat penawaran investasi. Investasi adalah usaha mencakup pembelian barang kapital saat ini atas dasar ekspektasi adanya penerimaan di masa mendatang. Mengingat penerimaanya dimasa mendatang, calon investor harus mengestimasi besarnya penerimaan untuk tahun ini, tahun depan, dan seterusnya sepanjang usia produktif dari investasi yang dilakukan. Pada dasarya investasi didefenisikan sebagai semua pengeluaran pada barangbarang kapital riil. Akan tetapi dalam bahasa sehari-hari investasi juga mencakup pembelian aktiva. Secara umurn pengeluaran investasi berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang ada saat ini untuk diperoleh penggunaan atau manfaatnya pada saat yang akan datang (Waluyo). Bila dilihat dari jenisnya, investasi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu investasi riil dan investasi finansial. Investasi ril yaitu investasi terhadap barang-barang tahan lama (barang barang modal) yang akan digunakan dalam proses produksi. Jenis investasi riil ini masih terbagi lagi menjadi tiga komponen investasi : Investasi tetap perusahaan (bussines fixed investment), investasi untuk perumahan (residential construction), investasi perubahan bersih persediaan perusahaan (net change in bussines inventory). Sedangkan investasi finansial adalah investasi terhadap surat-surat berharga, misalnya pembelian saham, obligasi, dan surat bukti hutang Iainnya. Perkataan investasi merupakan salah satu istilah ekonomi yang selalu di gunakan orang awam, 10 Teori ekonomi mengartikan atau mendefenisikan investasi sebagai persen pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatanperalatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutamaa menambah barangbarang modal dalam perekonomian yang akan digunakam untuk memproduksikan barang dan jasa dimasa depan. Dengan perkataan lain dalam teori ekonomi investasi berarti kegiatan pembelanjaan untuk meningkatkan kapasitas memproduksi sesuatu perekonomian (Sadono Sukirno 2000) Berdasarkan teori manajemen portofolio. secara sederhana investasi dapat diartikan sebagai cara penanaman modal, yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan tertentu sebagai hasil penanaman modal tersebut. Dalam setiap keputusan investasi. sebagai seorang yang rasional. perhatian investor akan diarahkan pada tingkat pengembalian (‘rate of return) investasi. Ia akan memilih investasi yang menjanjikan tingkat keuntungan tertinggi. karena investasi yang akan dilakukan mengandung unsur ketidakpastian, maka investor harus mempertimbangkan faktor resiko ‘risk. Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan produksi) dari modal barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Contohnya membangun rel kereta api atau pabrik. Investasi adalah suatu komponen dari PDB artinya PDB adalah hasil dari penjumlahan konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah, pengeluaran pemerintah adalah selisih dari ekspor dan impor. Fungsi investasi pada aspek tersebut dibagi pada 11 investasi non-residential (seperti pabrik dan mesin) dan investasi residential (rumah baru). Investasi adalah suatu fungsi pendapatan dan tingkat bunga. Suatu pertambahan pada pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar, dimana tingkat bunga yang lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi sebagaimana hal tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan meminjam uang. Walaupun jika suatu perusahaan lain memilih untuk menggunakan dananya sendiri untuk investasi, tingkat bunga menunjukkan suatu biaya kesempatan dari investasi dana tersebut daripada meminjamkan untuk mendapatkan bunga (Wikipedia.org) Jenis-Jenis Investasi Secara umum terdapat empat jenis investasi yaitu : Pertama, Investasi yang terdorong (induced invesment) dan investasi otonom (autonomous in vesment). Investasi yang terdorong (induced invesment) yakni investasi yang sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Investasi ini diadakan akibat adanya pertambahan permintaan. Pertambahan permintaan yang mana adalah akibat pertambahan pendapatan, jelasnya apabila pendapatan bertambah maka pertambahan permintaan akan digunakan untuk tambahan konsumsi. Sedangkan pertambahan konsumsi pada dasarnya adalah tambahan permintaan dan apabila ada tambahan permintaan, maka akan terdorong berdirinya pabrik baru atau memperluas pabrik lama untuk dapat memenuhi tambahan permintaan tersebut. Investasi otonom (autonomous invesment), yakni investasi besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh 12 pendapatan tetapi dapat berubah karena adanya perubahan-perubahan faktor-faktor diluar pendapatan seperti tingkat teknologi kebijaksanaan pemerintah, harapan para pengusaha dan sebagainya. investasi ini dilaksanakan atau diadakan secara bebas, artinya investasi diadakan bukan karena pertambahan permintaan efektif. Besarnya investasi otonom tidak tergantung kepada besar kecilnya pendapatan nasional atau daerah. investasi otonom berarti pembentukan modal yang tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional. Dengan perkataan lain tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jurnlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Kedua, Publik invesment dan Private investment. Publik invesment adalah investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah. Yang dimaksud pemerintah disini adalah baik pemerintah pusat atau daerah dan sifatnya resmi. Sedangkan private invesment adalah investasi yang dilaksanakan oleh swasta, dimana keuntungan yang menjadi prioritas utama berbeda dengan publik invesment daerah untuk melayani dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat banyak. Ketiga, Domestic invesment adalah penanaman modal dalam negeri, sedangkan foreign invesment adalah penanaman modal asing. Sebuah negara yang memilki banyak sekali faktorfaktor produksi modal (capital) yang cukup untuk rnengolah sumber-sumber yang dimilikinya itu, akan mengundang modal asing ini agar supaya sumber-sumber yang ada dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Keempat, Gross invesment dan Net investment. Gross invesment adalah total seluruh investasi yang diadakan atau dilaksanakan pada suatu waktu. Jadi mencakup segala jenis investasi. baik itu autonomous maupun induced atau private maupun public. Pada dasarnya seluruh investasi yang dilakukan 13 disuatu negara (daerah) pada atau selama sesuatu periode waktu tertentu dinamakan gross invesment. Net invesnent (investasi netto) adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan. Apabila misalnya investasi bruto tahun ini adalah Rp.25 juta sedangkan penyusutan yang terjadi selama tahun yang lalu adalah sebesar Rp.10 juta, maka itu berarti bahwa investasi netto adalah sebesar Rp. 15 juta. Pelaksana-Pelaksana Investasi Pada umumrnya yang melakukan investasi dapat dinyatakan sebagai berikut: pemerintah (public investment), swasta (private investment), pemerintah dan swasta.Public Investment umumnya dilakukan tidak dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan, tetapi tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (nasional), misalnya jaringan-jaringan jalan raya, irigasi, rumah sakit, pelabuhan dan sebagainya. Sedangkan Private Investment adalah kegiatan investasi yang dilakukan oleh swasta dan ditujukan untuk rnemperoleh keuntungan (profit) dan didorong oleh adanya pertambahan pendapatan. Bilamana pendapatan bertambah, konsumsi juga bertambah dan bertambah pulalah efective demand. Investasi yang ditimbulkan oleh sebab bertambahnya permintaan yang sumbernya terletak pada penambahan pendapatan disebut Induced Investment dan ini mungkin dilakukan oleh public maupun private (swasta). Jenis investasi yang dilakukan oleh public maupun swasta ialah investasi luar negeri (foreign investment) yang teradi dari selisih antara ekspor dan impor. 14 Efek PMA dan PMDN Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Setiap kegiatan maupun aktivitas di dalam perekonomian selalu mempunyai keterkaitan dengan aktivitas lainnya. Investasi merupakan salah satu faktor yang penting bagi kelangsungan proses pembangunan atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi di semua sektor ekonomi. Untuk keperluan tersebut maka dibangun pabrik-pabrik, perkantoran, alat-alat produksi dan infrastruktur yang dibiayai melalui investasi baik berasal dari pemerintah maupun swasta. Korelasi positif antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi diuraikan secara sederhana namun jelas di dalam model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar. Dalam teori ekonomi pembangunan (teori Harrold-Domar) diketahui bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi mempunyai hubungan timbal balik yang positif. Hubungan timbal balik tersebut terjadi karena di satu pihak, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara, berarti semakin besar bagian dari pendapatan yang bisa di tabung, sehingga investasi yang tercipta akan semakin besar pula. Dalam kasus ini, investasi merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi. Dilain pihak, semakin besar investasi suatu negara, akan semakin besar pula tingkat pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Pertumbuhan ekonomi dijadikan sebagai tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana kegiatan ekonomi di suatu wilayah berjalan selama kurun waktu tertentu. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah menandakan semakin bergairahnya kegiatan ekonomi di peroleh dari perkembangan 15 PDRB atas dasar harga konstan dibandingkan tahun sebelumnya. (BPS, Sulawesi Selatan). Pertumbuhan ekonomi (economic growth) dapat ditunjukkan oleh pertambahan produksi atau pertumbuhan pendapatan nasional. Dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi dibutuhkan adanya penanaman modal atau investasi, dimana investasi merupakan kebutuhan dalam pembangunan yang menghendaki adanya pertumbuhan. Dari segi nilainya dan proporsinya kepada pendapatan nasional, investasi perusahaan-perusahaan tidaklah sepenting seperti pengeluaran konsumsi rumah tangga. Namun demikian kenyataan tersebut tidaklah berarti bahwa investasi perusahaan kurang penting peranannya kalau dibandingkan dengan konsumsi rumah tangga. Diberbagai negara, terutama di negara-negara industri yang perekonomiannya sudah sangat berkembang, investasi perusahaan adalah sangat “Volatile” yaitu selalu mengalami kenaikan dan penurunan yang sangat besar dan merupakan sumber penting dan berlakunya fluktuasi dalam kegiatan perekonomian. Disamping itu kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat, peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi dalam perekonomian. Yang pertama Investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, maka kenaikan investasi akan meningkatkan agregat dan pendapatan nasional. Peningkatan seperti ini akan selalu diikuti oleh pertumbuhan dalam kesempatan kerja, yang kedua pertambahan 16 barang modal sebagai akibat investasi akan menambahkan kapasitas memproduksi dimasa depan dan perkembangan ini akan menstimulir pertambahan produksi nasional dan kesempatan kerja. Ketiga, investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi. Perkembangan ini akan memberi sumbangan penting atas kenaikan produktivitas dan pendapatan perkapita masyarakat. Investasi yang ditanamkan didalam perekonomian salah satunya di tentukan oleh adanya demand dan masyarakat, yaitu berupa konsumsi atas barang-barang konsumsi dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan merangsang tumbuhnya investasi-investasi. Karena seperti kita ketahui bahwa pendapatan yang diperoleh masyarakat akan digunakan untuk konsumsi dan sebagian lagi akan digunakan untuk ditabung sehingga apabila penggunaan pendapatan untuk konsumsi dilambangkan dengan C, dan penggunaan pendapatan untuk tabungan dilambangkan dengan S, sedangkan pendapatan yang diterima dilambangkan dengan Y, maka hasil pendapatan yang diterima masyarakat merupakan hasil dari penjumlahan konsumsi dan tabungan. Peran investasi swasta sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu daerah, investasi swasta yang dilakukan pemerintah terdiri dari Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalan Negeri (PMDN). Penanaman Modal Asing (PMA) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan 17 penanam modal dalam negeri. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Dalam GBHN kebijaksanaan pembangunan No 23 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing makin didorong untuk memacu pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam kegiatan ekonomi serta memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja. Kemudahan iklim investasi yang lebih menarik terus dikembangkan antara lain dengan penyediaan sarana dan prasarana ekonomi yang memadai, peraturan perundang-undangan yang mendukung dan penyederhanaan prosedur pelayanan investasi serta kebijaksanaan ekonomi makro yang tepat. Kendati deregulasi demi deregulasi senantiasa diluncurkan, semua itu ternyata dipandang masih belum cukup baik oleh dunia usaha maupun oleh pemerintah. Pada tahun 1994 keluar paturan baru, yakni peraturan pemerintah No.20 tahun 1994 yang memperlunak lagi ketentuan tentang penanarnan modal asing. yakni berisikan sebagai berikut: Persetujuan penanaman modal asing diberikan dalam rangka mendirikan perusahaan penanaman modal asing yang berbentuk Perseroan Terbatas menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, Penanaman modal asing dapat dilakukan dalam bentuk: a. patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia: atau b. langsung, dalam 18 arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara dan/atau badan hukum asing. Jumlah modal yang ditanamkan dalam rangka penanaman modal asing ditetapkan sesuai dengan kelayakan ekonomi kegiatan usahanya, perusahaan PMA diberi ijin usaha selama 30 tahun sejak produksi komersial. Perpanjangan ijin dimungkinkan asalkan usahanya dinilai bermanfaat, dalam arti berdampak positif bagi ekspor, penciptaan kesempatan kerja, penerimaan pajak, lingkungan hidup, perekonomian nasional. Dalam peraturan sebelumnya, ketegasan ijin semacam itu tidak termuat secara eksplisit. Dan isi ketentuan tentang modal asing diatas tersebut timbul lah serangkai kebijaksanaan yang menyangkut investasi sebagai respon atas pro kontra terhadap penanaman modal dalam negeri. Dari segi pembentukan undang-undang, Indonesia telah memiliki UU Penanaman Modal Asing sejak tahun 1967 (UU No. 1 tahun 1967). Kemudian UU Penanaman Modal Asing tahun 1967 tersebut diperbarui dengan UU Penanaman Modal pada tahun 2007 (UU No. 25 tahun 2007). Di dalam UU Penanaman Modal Pasal 4 (2) dirumuskan kebijakan dasar penanaznan modal di Indonesia, yaitu: (a) Memberikan perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional, (b) Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha dan keamanan berusaha bagi penanaman modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (c) Membuka 19 kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. Ketentuan mengenai Penanaman Modal diatur didalam Undang-undang No. 25 Tahun 2005 tentang Penanaman Modal. Penanam Modal Dalam Negeri dapat dilakukan oleh perseorangan warga negara Negeri, badan usaha Negeri, dan/atau pemerintah Negeri yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan usaha usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan dan batasan kepemilikan modal Negeri atas bidang usaha perusahaan diatur didalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Investasi swasta atau PMDN merupakan komponen dari perbelanjaan agregat yang sifatnya tidak stabil, dan menjadi salah satu sumber penting dari konjungtur dalam perekonomian. Besarnya investasi perusahaan dapat diterangkan dalam analisis hubungannya dengan tingkat suku bunga, apabila suku bunga rendah lebih banyak investasi yang akan dilakukan, dan sebaliknya kenaikan suku bunga akan menyebabkan pengurangan dalam jumlah investasi (Sadono Sukirno, 2000). Selanjutnya dikatakan bahwa kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat 20 terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan kemakmuran masyarakat. Salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mendorong pertumbuhan investasi swasta adalah dengan mengusahakan keadaan yang kondusif dan menarik bagi berkembangnya industri dalam negeri dan masuknya investasi asing. Sejalan dengan semakin meningkatnya investasi yang berasal swasta baik investasi dengan fasilitas PMDN maupun non fasilitas, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Investasi memeberikan manfaat ilmu, teknologi dan organisasi yang mutakhir yang akan mendorong perusahaan lokal untuk menginvestasikan sendiri lebih banyak pada industri pendukung atau dengan bekerjasana dengan perusahaan asing, pada kenyataanya, perusahaan asing mendorong perusahaan lokal dengan cara membantu perusahaan secara lokal dengan tenaga manusia, uang, dan bahan serta memberikan latihan dan pengalaman kepada personil, dan investasi langsung membantu negaranegara terbelakang untuk memperoleh jumlah modal yang sangat besar. Sebagian laba dari investasi langsung pada umumnya ditanamkan kembali ke dalam pengembangan modernisasi atau pembangunan industri yang terkait. Manfaat dari timbulanya investasi dapat dikelompokkan menjadi investasi yang bermanfaat untuk umum (publik) seperti investasi dibidang infrastruktur (jalan, jembatan, pelabuhan, pasar dan sebagainya), Investasi yang bermanfaat untuk pribadi dan rumah tangga seperti investasi yang membawa manfaat bagi pribadinya atau rumah tangga dalam 21 rangka memenuhi keinginannya dimasa yang akan datang. Investasi bisa dimanfaatkan bagi masyarakat dengan membentuk sebuah UMKM (Usaha Mikro Kecil Menenagah), adanya UMKM bisa meningkatkan pendapatan pada masyarakat miskin, untuk memenuhi kebutuhan hidup. Usaha mikro atau rumah tangga biasanya belum punya badan hukum, serta skala usahanya relatif kecil yang bergerak dibidang industri dagang, ataupun jasa. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ada yang sudah berbadan hukum dan ada yang belum, dengan skala mulai dari kecil sampai menengah , baik dilihat dari omzet, modal usaha maupun tenaga kerja, dengan bidang usaha industri kecil, dagang ataupun jasa. Sumber data BPS Dilihat dari grafik diatas dari tahun ketahun UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) menunjukkan kenaikan yang relatif bagus dari tahun 2006 sampai tahun 22 2010. UMKM di Sulawesi Selatan ini didominasi oleh sektor perdagangan, banyak masyarakat miskin yang mendirikan usaha kecil non formal untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. 2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang ( Boediono, 1999). Pengertian tersebut mencakup tiga aspek. yaitu: proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dan waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Dalam hal ini berkaitan dengan output total (GDP) dan jumlah penduduk, karena output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa yang terjadi dengan output total disatu pihak, dan jumlah penduduk di pihak lain. Dengan perkataan lain, pertumbuhan ekonomi mencakup pertumbuhan GDP total dan pertumbuhan penduduk. Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu jangka waktu suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila dalam waktu yang cukup larna (10, 20 atau 50 tahun. atau bahkan lebih lama lagi) mengalami kenaikan output per kapita. Tentu saja dalam 23 waktu tersebut bisa terjadi kemerosotan output per kapita, karena gagal panen misalnya, tetapi apabila dalam waktu yang cukup panjang tersebut output per kapita menunjukkan kecenderungan naik maka dapat kita katakan bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi. Beberapa ekonom berpendapat bahwa adanya kecenderungan naik bagi output per kapita saja tidak cukup, tapi kenaikan output harus bersumber dari proses intern perekonomian tersebut. Dengan kata lain proses pertumbuhan ekonomi harus bersifat self- generating, yang berarti bahwa proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan dalam periodeperiode selanjutnya. Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 1999). Di dalam ilmu ekonomi tidak hanya terdapat suatu teori pertumbuhan, tetapi terdapat banyak teori pertumbuhan. Para ekonom mempunyai pandangan atau persepsi yang tidak selalu sama mengenai proses pertumbuhan suatu perekonomian. Teori-teori pertumbuhan dapat dikelompokkan kedalam beberapa teori, yaitu: Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik Teori pertumbuhan dari Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus. Adam Smith adalah ahli ekonomi kiasik yang pertama kali mengemukakan 24 rnengenai pentingnya kebijaksanaan lisezfaire atas sistem mekanisme untuk memaksimalkan tingkat perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Para ekonom yang mempelajari pertumbuhan ekonomi telah menemukan bahwa mesin kemajuan ekonomi harus bertengger di atas empat roda yang sama, baik di Negara miskin atau Negara kaya. Keempat faktor pertumbuhan itu, adalah : Sumber daya manusia (penawaran tenaga kerja, pendidikan, disiplin, motivasi), Sumber daya alam (tanah, mineral, bahan bakar, kualitas lingkungan), Pembentukan modal (mesin, pabrik, jalan), Teknologi (sains, rekayasa, manajemen, kewirausahaan) Adam Smith mengemukakan bahwa faktor manusia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Manusia dengan melakukan spesialisasi akan meningkatkan produktivitas, Smith bersama dengan Ricardo percaya bahwa batas dan pertumbuhan ekonomi adalah ketersediaan tanah. Tanah bagi kaum kiasik merupakan faktor yang tetap. Kaum klasik juga yakin bahwa pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung akibat adanya pembentukan akumulasi modal. Akumulasi tercipta karena adanya surplus dalam ekonomi, namun David Ricardo pesimis bahwa tersedianya modal dalam jangka panjang akan tetap mendukung pertumbuhan ekonomi. Menurutnya pada jangka panjang (long run) perekonomian akan menuju kepada keadaan yang stationer, yaitu dimana pertumbuhan ekonorni tidak terjadi sama sekali. Menurut Ricardo peranan teknologi akan dapat menghambat berjalannya the law of diminishing return, walaupun tehnologi bersifat kaku, dan hanya dapat 25 berubah dalam jangka panjang. Bagi kaum klasik keadaan stationer merupakan keadaan ekonomi sudah mapan dimana masyarakat sudah hidup sejahtera dan tidak ada lagi pertumbuhan yang berarti. Menurut T.R Malthus berpendapat bahwa tekanan jumlah penduduk akan mendorong ekonomi pada keadaan para buruh berada pada taraf nafkah hidup minimum. Malthus beralasan bahwa manakala upah berada di atas nafkah hidup, jumlah penduduk akan meningkat. Upah dibawah nafkah hidup akan menyebabkan angka kematian tinggi dan jumlah penduduk berkurang, hanya pada taraf upah setara dengan nafkah hidup dapat terjadi ekuilibrium jumlah penduduk yang stabil. Teori Pertumbuhan Neo-KIasik Teori pertumbuhan Robert Solow, model pertumbuhan neoklasik berfungsi sebagai alat dasar untuk memahami proses pertumbuhan Negara maju dan telah diterapkan dalam studi empiris mengenai sumber pertumbuhan ekonomi. Pendapat neo-klasik tentang perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sehagai berikut (Suryana 2000) : Adanya akumulasi kapital merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi, Perkembangan merupakan proses yang gradual, Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif, Adanya pikiran yang optimis terhadap perkembangan, Aspek internasional merupakan faktor bagi perkembangan. 26 Model pertumbuhan neoklasik menjelaskan ekonomi dengan output homogen tunggal yang diproduksi oleh dua jenis analisis, yaitu modal dan tenaga kerja. Unsur-Unsur baru utama dari model pertumbuhan neoklasik adalah modal dan perubahan teknologi. Pada proses pertumbuhan ekonomi, para ekonom menekankan kebutuhan akan penumpukan modal (capital deepening), yang merupakan proses dengan kuantitas modal per buruh yang meningkatkan sepanjang waktu. Menurut neo-klasik tingkat bunga dan tingkat pendapatan menentukan tingginya tingkat tabungan. Pada tingkat teknik tertentu, tingkat bunga akan menentukan tingkat investasi. Apabila permintaan terhadap investasi berkurang maka tingkat bunga turun, hasrat menabung turun, Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor pendorong kenaikan pendapatan nasional. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern Menurut Rostow pembangunan ekonomi adalah suatu transforrnasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modem, melalui tahapan: Masyarakat , Prasyarat lepas landas, Lepas landas, Tahap kematangan, Masyarakat berkonsumsi tinggi . Kuznet (2000) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang terus 27 meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, institusional dan ideologis yang diperlukannya. Harrod-Domar (dalam Suryana, 2000) mengembangkan analisa Keynes yang menekankan tentang perlunya penanaman modal dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Setiap usaha ekonomi harus menyelamatkan proporsi tertentu dari pendapatan nasional yaitu untuk menambah stok modal yang akan digunakan dalam investasi baru. Menurut Harrod-Domar terdapat hubungan ekonomi yang langsung antar besarnya stok modal (C) dan jumlah produksi nasional (Y). Teori Kemiskinan Penduduk miskin atau kemiskinan absolut adalah situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai ketimpangan pembagian pendapatan. Pandangan tentang kemiskinan sebagai suatu fenomena atau gejala dari suatu masyarakat melahirkan konsep kemiskinan absolut atau yang sering disebut sebagai kemiskinan saja. Dilihat dan segi penyebabnya, kemiskinan dapat dibedakan dalam tiga pengertian yaitu: kemiskinan natural (alamiah), kemiskinan struktural, dan kemiskinan kultural. Kemiskinan natural (alamiah) adalah keadaan kemiskinan 28 karena asalnya memang miskin. Kelompok masyarakat ini miskin karena tidak memiliki sumber daya yang memadai, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun sumber daya pembangunan lainnya sehingga mereka tidak dapat ikut serta aktif dalam pembangunan, dan kalaupun ikut dalam pembangunan maka mereka mendapatkan imbalan pendapatan yang amat rendah. Kemiskinan struktural adalah yang termasuk ke dalam kategori kemiskinan absolut dan kemiskinan relative. Kemiskinan struktural ini juga dikenal dengan kemiskinan yang disebabkan karena hasil pembangunan yang diterima masyarakat tidak seimbang. Yang termasuk ke dalam kelompok yang mengalami kemiskinan struktural adalah: Petani yang tidak memiliki tanah sendiri, Petani yang memiliki tanah yang kecil tapi hasilnya tidak cukup menghidupi keluarga, Buruh yang tidak terpelajar dan tidak terlatih, Pengusaha tanpa modal dan fasilitas dari pemerintah. Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup dan budayanya, mereka merasa sudah berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat ini tidak mudah diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mudah melakukan perubahan, menolak mengikuti perkembangan, dan tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupannya sehingga menyebabkan pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang umum dipakai. Dengan ukuran absolut, misalnya tingkat pendapatan minimum, mereka dapat dikatakan miskin. Dalam keadaan semacam ini bermacam tolak ukur 29 kebijaksanaan pembangunan tidak dengan mudah menjangkau mereka. Kemiskinan dapat pula bersifat mutlak ataupun nisbi. Kemiskinan mutlak adalah apabila orang miskin tidak dapat mencukupi kebutuhan fisiknya seperti pangan, pakaian, dan rurnah. Kemiskinan dapat pula bersifat nisbi yaitu relatif terhadap orang yang lebih mampu. Kemiskinan nisbi berkaitan dengan kesenjangan. Di negara sedang berkembang banyak terdapat kemiskinan mutlak. Banyak orang yang benar-benar kelaparan seperti di Sudan, Somalia, dan lain-lain. Sedangkan di negara maju ada juga kemiskinan mutlak tapi sebagian hbsar adalah kemiskinan nisbi. Khusus di Indonesia terdapat kedua jenis kemiskinan tersebut yaitu kemiskinan nisbi dan kemiskinan mutlak. BAPPENAS mendefnisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Untuk mewujudkan hak-hak dasar seseorang atau sekelompok orang miskin. Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain: pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective. Pendekatan kebutuhan 30 dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan. Pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alat- alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini menentukan secara jelas standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalamn pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dan kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri. Kenyataan menunjukkan bahwa kemiskinan tidak bisa didefinisikan dengan sangat sederhana, karena tidak hanya berhubungan dengan kemampuan memenuhi kebutuhan material, tetapi juga sangat berkaitan dengan dimensi kehidupan manusia yang lain. 31 Menurut Bank Dunia (2003), penyebab dasar kemiskinan adalah: Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal, terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana, kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor, adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung, adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional dan ekonomi modern), rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat, budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkunganya, tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik, Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan. Indikator kemiskinan menurut Bank Dunia adalah kepemilikan tanah dan modal yang terbatas, terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, pembangunan yang bias kota, perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat, perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi, rendahnya produktivitas, budaya hidup yang jelek, tata pemerintahan yang buruk, dan pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan. Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Kita ketahui bahwa investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, maka kenaikan investasi akan meningkatkan agregat dan pendapatan nasional. Peningkatan seperti ini akan selalu diikuti oleh pertumbuhan 32 ekonomi dan pembangunan. Pemerintah Indonesia menetapkan quadraple strategy pembangunan nasionalnya, yaitu pro growth (pertumbuhan), pro job (pekerjaan), pro poor (kemiskinan), dan pro environment (lingkungan). Quadraple strategy satu sama lain saling terkait. Sulit bagi pemerintah menciptakan lapangan kerja baru tanpa pertumbuhan ekonomi tinggi. Sama sulitnya menciptakan lapangan kerja bagi penduduk miskin (masyarakat lokal) jika pertumbuhan ekonomi hanya ditopang oleh kegiatan produksi padat modal dan hanya membutuhkan tenaga kerja luaran pendidikan tinggi. Dimana mayoritas masyarakat miskin adalah pendidikan dasar (SD) atau bahkan tidak tammat SD. Artinya, pertumbuhan ekonomi yang digerakkan oleh kegiatan ekplorasi minyak, sektor keuangan (perbankan), dan sektor pemerintah tidak akan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat miskin. Sehingga pembangunan ekonomi yang dilakukan tidak menjangkau masyrakat miskin (tidak pro poor). Akibatnya, pemerintah memang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi pada akhirnya tidak akan mampu menolong keluarga miskin keluar dari kondisi kemiskinan. Padahal pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan kita ketahui sangat baik diatas persen. Kemiskinan dicirikan oleh tingginya ketergantungan terhadap sumber makanan yang diperoleh secara langsung dari alam. Sebagai ilustrasi, masyarakat miskin menggantungkan hidupnya terhadap sumber air bersih dari sungai yang mengalir. Mereka tidak memiliki akses terhadap sumber air bersih olahan karena harganya yang mahal. Sehingga mencemari sungai berarti merusak sumber hidup 33 masyarakat miskin dan menggiring mereka ke dalam kondisi kemiskinan yang semakin parah. Kesalahan terbesar yang sering kali menghinggapi semua pemerintahan di negara berkembang, termasuk Indonesia adalah mereka mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi gagal menciptakan pemerataan pendapatan per kapita. Pertumbuhan ekonomi tinggi, lebih besar dari 8 persen ternyata hanya dinikmati oleh masyarakat tertentu saja, khususnya mereka yang berkeja di sektor industri padat teknologi. Adanya peran pertumbuhan ekonomi yang dapat mengurangi penduduk miskin, pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan. Pertumbuhan ekonomi dapat dicapai melalui: 1. Konsumsi, 2. APBN dan APBD, 3. Selisih nilai ekspor dengan impor, dan 4. Investasi. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan jika pertumbuhan ekonomi meningkat maka dapat mengurangi kemiskinan. Dengan Investasi, APBN, APBD, jika penetapan dan alokasinya yang tepat akan mampu menaikkan dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, sehingga mengurangi kemiskinan.(Hatta Rajasa) Pembangunan berhubungan erat dengan masalah kemiskinan sebab tujuan utama pembangunan adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat atau pemerataan kesejahteraan. Dengan kata lain pembangunan bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan. Masalah pokok yang dihadapi oleh pedesaan di Indonesia adalah kemiskinan dan keterbelakangan. Keadaan ini ditandai oleh: Pendapatan yang rendah 34 dan sebagian besar penduduk pedesaan, terdapatnya kesenjangan antara golongan kaya dan rniskin dalam usaha-usaha pembangunan sehingga disinyalir kondisikondisi tersebut kurang menguntungkan dalam mempercepat laju pertumbuhan. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dibutuhkan tenaga kerja yang berkualitas dan produktif. Kondisi ketenagakerjaan di Propinsi Sulawesi Selatan ditandai dengan masih besarnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang produktivitasnya relatif rendah, terutama di sektor pertanian tradisional, dibandingkan dengan tenaga kerja yang terserap di sektor nonpertanian, khususnya industri dan jasa. Sektor industri dan jasa, yang berperan sebagai penggerak percepatan laju pertumbuhan ekonomi daerah, memerlukan tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi. Di Propinsi Sulawesi Selatan kondisi tenaga kerja yang tersedia umumnya belum memenuhi tuntutan tenaga kerja yang berkualitas, khususnya dalam sektor ekonomi yang cepat pertumbuhannya. Dengan demikian, untuk mempercepat laju pertumbuhan Propinsi Sulawesi Selatan tantangannya adalah membentuk serta mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang produktif dan berjiwa wiraswasta yang mampu mengisi, menciptakan, dan memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha. 35 Tabel 2.1 Jumlah penduduk yang bekerja usia 15 Tahun ke atas di Sulawesi Selatan Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa banyak nya anak umur 15 Tahun ke atas di Sulawesi Selatan bekerja. Dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan penurunan namun jumlahnya masih relatif banyak. Dilihat dari segi tenaga kerjanya, bisa terlihat di setiap pelosok kota dapat dilihat banyak anak yang membanting tulang demi mencari uang, umunya anak yang masih di bawah umur atau tamatan SMA. Pekerja anak atau buruh anak di Kota Makassar khususnya kita bisa temukan di pasar, Kawasan Industri Makassar (KIMA), Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS), di tempat pemotongan hewan, di tempat pelelangan ikan, pekerja rumah tangga, tukang becak dan lain sebagainya. Belum lagi pekerja anak yang bekerja pada kios atau toko di Kota Makassar. Baik di usaha keluarga atau toko komersil lainnya yang banyak mempekerjakan anak. Selain itu ada pula yang bekerja di Rumah Tangga. Sementara di lingkungan kerja informal, pekerja anak bekerja sebagai tukang 36 becak, pedagang asongan, pengangkut barang di pasar, tukang parkir, pemulung di tempat sampah, pemulung jalanan, tukang batu dan sebagainya. Selain kerugian yang bersifat jangka panjang, pekerja anak juga sangat rawan terhadap kekerasan, eksploitasi tenaga dan bahkan stress. Pekerja anak rawan mengalami tindakantindakan tersebut, sebab umumnya pekerjaan yang mereka geluti tidak mempunyai segmentasi pekerjaan atas dasar usia. Mereka melakukan pekerjaan orang dewasa. Data Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulawesi Selatan, menyebutkan masih banyak anak-anak dibawah umur yang dipekerjakan di sektor formal seperti di pabrik-pabrik, konstruksi, perkebunan, pertanian, pertambangan, nelayan, dan pelelangan ikan, sementara di sektor non formal seperti pemulung dan loper koran. Kemiskinan yang terjadi pada umumnya melanda penduduk yang tinggal dipedesaan. Hal ini tidak dapat dipungkiri mengingat sebagian besar penduduk lndonesia tinggal di pedesaan. Salah satu golongan miskin di pedesaan adalah mereka yang termasuk kategori petani kecil yang bertempat tinggal di daerah yang terisolasi dengan kondisi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang kurang menguntungkan. Petani kecil yang hidup dalam kemiskinan tersebut umumnya memiliki lahan pertanian yang sempit. Kecilnya bias lahan yang dimiliki mengakibatkan mereka sangat sulit meningkatkan taraf hidupnya. Dari waktu ke waktu jumlah penduduk miskin ini semakin berkurang di daerah pedesaan sementara jumlah penduduk miskin dikota semakin banyak. Hal ini disebabkan banyak penduduk miskin dan desa yang pergi ke kota untuk mencari pekerjaan yang lebih 37 baik. Akibatnya mereka bekerja di sektor informal perkotaan seperti pedagang kaki lima, pedagang asongan, pemulung, gelandangan, dan sebagainya. Sebagian dari profesi ini membuat mereka tetap tergolong miskin. Pemerintah telah melakukan berbagai cara agar tingkat kemiskinan dapat berkurang yaitu dengan membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), menandatangani nota kesepahaman antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk menurunkan angka penduduk miskin 10 persen per tahun, mengimplementasikan kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis, menempatkan pemenuhan hak-hak dasar sebagai substansi utama Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan sebagainya. Pembengkakan jumlah penduduk miskin juga menegaskan bahwa kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan secara massif dalam beberapa tahun terakhir tampaknya tidak cukup efektif untuk memperbaiki taraf hidup penduduk miskin. Dalam konteks ini, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan berbagai program pengentasan kemiskinan dapat dinilai – atau setidaknya dipersepsi - tidak berhasil di Sulawesi Selatan. Konsep Ukuran Kemiskinan Banyaknya defenisi tentang kemiskinan menyebabkan sulitnya menentukan ukuran kemiskinan.Yang menjadi masalah berdasarkan defenisi diatas adalah sulitnya menentukan tingkat hidup minimum karena tingkat tersebut berbeda dan satu negara 38 ke negara lain, dan dari satu daerah ke daerah lainnya (dalam satu negara yang sama). Oleh karena itu para ahli ekonomi cenderung membuat perkiraan-perkiraan yang serba konservatif atau sederhana tentang kemiskinan dunia dalam rangka menghindari perkiraan-perkiraan yang berlebihan. Adapun perkiraan itu sendiri didasarkan pada metodologi umum yang sudah populer dengan sebutan garis kemiskinan (poverty line). Garis kemiskinan pada dasarnya adalah standar minimum yang diperlukan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, termasuk jenis pangan, dan bukan jenis pangan. Bank dunia menggambarkan “sangat miskin” sebagai orang yang hidup dengain pendapatan kurang dari US $1 perhari dan miskin dengan pendapatan kurang daari US $2 perhari. Berdasarkan standar tersebut, 21 % dari penduduk dunia berada dalam keadaan sangat miskin dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut miskin pada tahun 2001. Untuk Indonesia Bank Dunia meugikuti ukuran garis kemiskinan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yakni kebutuhan makanan minimum 2100 kalori per orang setiap hari. Muh.Arifin (2008:3) mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung 39 nampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri mereka yang tergolong miskin. Dalam kehidupan sehari-hari gejala kemiskinan dapat diamati dari perbedaan antara keluarga miskin apalagi yang sangat miskin dengan yang tidak miskin. Pakaian yang dipakai dan rumah yang ditinggali, serta jenis pekerjaan yang digeluti menampakkan ciri dan kondisi kemiskinan. Begitu pula dengan kurangnya akses untuk mendapat layanan kesehatan dan pendidikan, karena tidak memiliki dana yang cukup, kekurangan pangan dan gizi, menjadi indikator lain dalam menentukan kemiskinan. Ungkapan kualitatif yang sepintas mudah diamati dan dirasakan tersebut, ternyata sulit untuk dipresentasikan menjadi bait kata ilmiah secara utuh. Sebab, batasan yang dirumuskan menjadi ukuran untuk menempatkan seseorang berada dalam batas kemiskinan atau tidak. Karakteristik ekonomi kelompok penduduk miskin, perpaduan tingkat pendapatan perkapita yang rendah dan distribusi pendapatan yang tidak merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah. Jelaslah untuk setiap distribusi pendapatan, semakin tinggi tingkat pendapatan perkapita semakin rendah jumlah penduduk yang mengalarni kemiskinan absolut. Akan tetapi semakin tinggi pendapatan perkapita bukan merupakan suatu jarninan bahwa tingkat kemiskinan itu akan menjadi semakin rendah. Oleh karena itu pemahaman mengenai sifat distribusi pendapatan berdasarkan ukuran atau besarnya pendapatan perorang adalah pusat dari 40 setiap kegiatan menganalisis permasalahan kemiskinan di sejumlah negara yang pendapatannya rendah. Akan tetapi tidak cukup hanya membuat gambaran yang meliputi ruang lingkup yang luas mengenai kemiskinan, tapi perlu diketahui siapasiapa yang termasuk kelompok miskin dan bagaimana ciri-ciri ekonominya. 2.2 Studi Empiris Machmud (2005) meneliti tentang “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh terhadap Investasi Swasta (PMDN dan PMA) di Kota Samarinda”. Hasil analisa mengatakan variable pengeluaran pemerintah tahun sebelumnya, suku bunga, inflasi dan kurs Rupiah berpengaruh terhadap investasi swasta (PMA dan PMDN). Permasalahan penanaman investasi di Kota Samarinda yang tercantum dalam propeda secara garis besar dapat dikelompokkan dalam 4 bagian : masalah kurangnya insentif yang diberikan pemerintah yang menjadi daya tarik bagi penanaman modal, masalah minimnya sarana dan prasarana, kurangnya informasi tentang potensi SDA secara detail, dan hambatan proses perizinan tingkat pusat di bidang SDA. Menurut penelitian ini, peningkatan investasi dan peran swasta mampu mendorong penguatan ekonomi rakyat dengan penyiapan untuk penunjang berupa informasi dari pemerintah daerah mengenai proyek pembangunan yang berskala serta penyederhanaan administrasi. 41 Onggi Pasorong (2005), Dalam penelitiannya “ Analisa Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasi Swasta terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi tenggara” dalam penelitian ini mnegatakan investasi swasta mempunyai pengaruh negative terhadap pertumbuhan ekonomi daerah provinsi Sulawesi Tenggara dengan implikasi bahwa investasi swasta berpengaruh negative dimungkinkan oleh karena : investasi padat modal yang tidak meningkatkan pendapatan masyarakat dan tidk menyerap tenaga kerja, investasi jagka panjang yang tidak secara langsung member kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi seperti investasi pada Hutan Tanaman Industri (HTI). Dimungkinkan terjadi disebabkan bahwa dalam catatan data penelitian yaitu ari tahun 1993-2002 terjadi kondisi krisis moneter sehingga banyak pengusaha macet sehingga tidak dapat berproduksi lagi. Dadang Firmansyah (2008), Dalam penelitiannya “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Di Indonesia Periode Tahun 1985-2004” menganalisis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja, Infrastruktur (Panjang Jalan), dan krisis Ekonomi terhadap pertumbuhan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia priode tahun 1985-2004. Berdasarkan hasil estimasi tersebut Variabel Produk Domestik Bruto (PDB) tidak berpengaruh terhadap PMDN, Tenaga Kerja berpengaruh terhadap PMDN, Infrastruktur (Panjang Jalan) tidak berpengaruh terhadap PMDN, dan Krisis Ekonomi (Dm) berpengaruh terhadap PMDN. Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan mengenai Penanaman Modal Dalam Negeri maka dapat disimpulkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB), Tenaga kerja yang Bekerja, Infrastruktur (Panjang Jalan) dan Krisis 42 Ekonomi (Dm) secara serempak mempunyai pengaruh terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri. Daniel Priyanto (2005) dengan judul “Analisis pengaruh PMA, PMDN dan laju inflasi terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tahun 1990 – 2003” PMA, PMDN dan Laju Inflasi berpengaruh secara tidak langsung terhadap Tingkat Kemiskinan Propinsi Jawa Tengah dalam jangka pendek dan jangka panjang. Berdasarkan uji Regresi Berganda bahwa variabel PMA, PMDN dan laju Inflasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Pada uji tahap II Partial Adjusment Model (PAM) bahwa dalam jangka pendek dan panjang variabel Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan Propinsi Jawa Tengah. Saran yang diberikan dalam penelitian ini antara lain, untuk melakukan usaha atau langkah-langkah guna peningkatan nilai investasi PMDN. (i) Pemerintah harus menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi terlaksananya berbagai proyek investasi dalam negeri. Langkah yang ditempuh antara lain dengan penyederhanaan birokrasi/proses pengurusan izin dan adanya keterpaduan koordinasi kebijakan investasi di tingkat pemerintah daerah, stabilitas ekonomi yang mantap, penegakan supremasi hukum, penambahan dan perawatan infrastruktrur dan faktor keamanan yang kondusif. (ii) Peningkatan penggunanan sistem informasi mengenai potensi daerah-daerah tingkat II di Propinsi Jawa Tengah Terakhir untuk pengendalian PMA hendaknya Pemerintah Propinsi Jawa Tengah lebih selektif dalam pemberian akses investasinya. Proyek-proyek asing padat modal dikendalikan sedemikian rupa sehingga tidak menguasai pasar investasi Propinsi Jawa Tengah. 43 Proyek Investasi asing agar lebih didorong pada proyek padat karya yang bisa menyerap tenaga kerja yang relatif banyak sehingga akan berdampak pada pengurangan tingkat pengangguran dan pada akhirnya akan mengurangi jumlah penduduk miskin di Propinsi Jawa Tengah. 2.3 Kerangka Pikir Berdasarkan pada uraian tinjauan pustaka, penelitian ini mengacu pada teori investasi, kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi. Dengan mengembangkan studi empiris penelitian ini mencoba mengetahui pengaruh PMA, PMDN, melalui pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan. Maka kerangka pikir pada penelitian ini : PMA (X1) Pertumbuhan Ekonomi (Y1) Kemiskinan (Y2) PMDN (X2) Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian Variable X1 Penanaman Modal Asing (PMA) dan Variabel X2 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan investasi swasta yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi (Y1). Teori Harrold-Domar diketahui bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi mempunyai hubungan timbal balik yang positif. 44 Hubungan timbal balik tersebut terjadi karena di satu pihak, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara, berarti semakin besar bagian dari pendapatan yang bisa di tabung, sehingga investasi yang tercipta akan semakin besar pula. Semakin besar investasi suatu negara, akan semakin besar pula tingkat pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Pertumbuhan ekonomi (Y1) berpengaruh terhadap peduduk miskin (Y2) jika pertumbuhan ekonomi meningkat maka dapat mengurangi penduduk miskin. Dengan Investasi, APBN, APBD, jika penetapan dan alokasinya yang tepat akan mampu menaikkan dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, sehingga mengurangi penduduk miskin. 45 2.4 Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan awal yang masih bersifat sementara yang akan dibuktikan kebenarannya setelah data empiris diperoleh. Dalam penelitian ini hipotesis yang digunakan untuk menjawab pertanyaan adalah sebagai berikut : - Diduga bahwa Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) melalui pertumbuhan ekonomi secara langsung berpengaruh signifikan positif terhadap penduduk miskin. - Diduga bahwa Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh signifikan negatif terhadap penduduk miskin. - Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan negatif terhadap penduduk miskin di Sulawesi Selatan. 46 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan kantor Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan. 3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan data Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode kepustakaan (library search), yaitu penelitian yang dilakukan dengan bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah dan laporan-laporan penelitian ilmiah yang memiliki hubungan dengan topik yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pencatatan langsung berupa data seri waktu (time series) dalam kurun waktu 10 tahun (2002-2011) 3.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dan digunakan serta diolah dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu hasil olahan yang diperolah dari dinas dan instansi yang resmi yang berhubungan dengan penelitian ini. Data diperoleh dalam bentuk time series yang bersifat kuantitatif dalam kurun waktu 2002-2011. Sumber data diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan. Selain itu, data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh 47 dari sumber bacaan seperti jurnal, artikel, dan buku bacaan yang berkaitan dengan penelitian ini. 3.4 Metode Analisis Data Dalam menganalisis besarnya pengaruh-pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabelvariabel yang ada dengan menggunakan metode Two Stage Least Square (TSLS) Permasalahan yang akan dibahas adalah sejauh mana pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), melalui Pertumbuhan Ekonomi terhadap penduduk miskin di Sulawesi Selatan dengan menggunakan analisis two stage. Fungsi matematikanya adalah sebagai berikut: Y1 = f (X1, X2, X3) ey1 = α0 + X1α1 X 2 α1 Y1 = α0 + α1 Ln X1 + α2 Ln X2 Y2 = f (Y1) Y2 = β0 + β1 Y1 + e Ln Y2 = Ln β0 + e β1Y1 + e Y2 = Jumlah Penduduk Miskin (orang) Y1 = Pertumbuhan Ekonomi (%) X1 = PMA (Rupiah) X2 = PMDN (Rupiah) α = Intercept/konstanta e = Term of error 48 β = Koefisien Regresi 3.4.1 Definisi Operasional Untuk rnemudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang di gunakan dalam penelitian ini maka perlu diberikan defnisi operasional sebagai berikut: 1. Penanaman Modal Asing (PMA) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. 2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. 3. Pertumbuhan ekonomi dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa menurut sektor kegiatan ekonomi di Sulawesi Selatan berdasarkan harga konstan dan tahun 2002-2011 yang diukur dengan satuan rupiah. 4. Jumlah Penduduk Miskin merupakan situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum. 49 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi dari 34 provinsi yang terdapat di Indonesia, dengan beribukota Makassar. Luas wilayah provinsi Sulawesi Selatan tercatat 62.482,54 km2 . Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun 2003 terdiri dari 28 kabupaten / kota yaitu terdiri dari kabupaten Selayar, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Gowa, Sinjai, Maros, Pangkep, Barru, Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang, Enrekang, Luwu, Tator, Luwu Utara, Luwu Timur, Mamasa, Mamuju, Mamuju Utara, Majene, Polmas, Kota Makassar, Kota Pare-pare, dan Kota Palopo. Kabupaten Luwu Utara dan Mamuju merupakan kabupaten terluas di Sulawesi Selatan. Dengan luas masing-masing 14. 788,96 km2 dan 11.057,81 km2 atau 42% dari seluruh luas Sulawesi Selatan, sedangkan luas daerah terkecil di Sulawesi Selatan adalah Kotamadya Pare-pare dengan luas 99,33 km2 atau 0,16% dari luas Sulawesi Selatan. 50 Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan letak geografis yaitu terletak antara 0o 12-8o LS dan 116o48-122o36 BT. Provinsi Sulawesi Selatan memiliki letak yang sangat strategis dan merupakan pintu gerbang kawasan Timur Indonesia. Berdasarkan letak administratif, provinsi Sulawesi Selatan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Wilayah sebelah utara berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat Wilayah sebelah timur berbatasan dengan teluk Bone Sulawesi Tenggara Wilayah sebelah selatan berbatasan dengan laut Flores Wilayah sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar 4.1.2 Kondisi Demografis Sulawesi Selatan yang didiami penduduk dari berbagai suku, seperti Bugis, Makassar, Mandar, Toraja, Duri, Pattinjo, Bone, Maroangin, Endekan, Pattae dan Kajang/Konjo. Penduduk Bugis (41,9%), Makassar (25,43%), Toraja (9,02%), Mandar (6,1%). Bahasa yang umum digunakan adalah Makassar, Bugis, Luwu, Toraja, Mandar, Duri, Konjo dan Pattae. Penduduk Sulawesi Selatan mayoritas beragama Islam, kecuali di Kabupaten Tana Toraja dan sebagian wilayah lainnya beragama Kristen. Agama Islam (87.88%), Protestan (8.19%), Katolik (1.51%), Budha (0.88%), Hindu (0.02%). 51 Pada tahun 2002 jumlah penduduk Sulawesi Selatan tercatat 7.060.129 jiwa dan pada tahun 2011 yaitu 9.395.322. Perkembangan penduduk selama tahun 20022011 dapat dilihat dari tabel 4.1. Jumlah penduduk tersebar di Sulawesi Selatan secara keseluruhan yaitu 78.653.417 jiwa. Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2002-2011 TAHUN JUMLAH PENDUDUK 2002 7.060.129 2003 7.280.351 2004 7.379.370 2005 7.494.701 2006 7.595.000 2007 7.700.255 2008 7.805.024 2009 7.908.519 2010 8.034.776 2011 9.395.322 Sumber : Badan Pusat Statistik Pertumbuhan penduduk yang relatif besar terjadi di daerah perkotaan beserta kabupaten di sekitarnya . Hal ini sudah wajar karena ekonomi masyarakat berpusat di 52 daerah perkotaan. Daerah yang mengalami pertumbuhan cukup pesat dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, faktor kesempatan kerja yang lebih luas , melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, sejumlah fasilitasdi kota lebih memadai. Kepadatan penduduk Provinsi Sulawesi Selatan dalam kurun waktu 2002-2011 terlihat terus bertambah, apabila dilihat menururt kabupaten/kota maka wilayah yang padat penduduknya adalah Kota Makassar 7.195 jiwa, Pare-Pare 1.202 jiwa dan Palopo 703 jiwa. Selain ketiga kota tersebut terlihat pula kabupaten yang tergolong padat penduduknya berada di wilayah selatan Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Takalar, Bantaeng, Jeneponto, Bulukumba dan Gowa. Kabupatenkabupaten tersebut merupakan daerah dengan luas wilayah relative kecil debanding dengan kabupaten-kabupaten yang berada di sebelah utara Provinsi Sulawesi Selatan, sehingga walaupun jumlah penduduk tidak terlalu besar tetapi kepadatan penduduk perkilometer persegi tergolong besar. 4.2 Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Kemiskinan memiliki ciri yaitu tingkat kepemilikan lahan kecil, kurangnya akses terhadap sumber permodalan, hidup di bawah garis kemiskinan dengan konsumsi per hari kurang dari 2.100 kilo kalori, kondisi papan tidak sehat, akses lemah terhadap air bersih,pendidikan dan kesehatan, rentan perubahan harga kebutuhan pokok, dan sangat tergantung terhadap sumber makanan yang langsung diperoleh dari alam. Kemiskinan adalah suatu keadaan ketika seseorang kehilangan 53 harga diri, terbentur pada ketergantungan, terpaksa menerima perlakukan kasar dan hinaan, serta tidak dipedulikan ketika sedang mencari pertolongan. Berdasarkan definisi di atas, tidak mengherankan jika musuh terbesar ummat manusia adalah kemiskinan. Tidak berlebihan juga jika semua pemerintahan pada level manapun di seluruh dunia menjadikan penanggulangan kemiskinan sebagai agenda pemerintahannya. Sama seperti pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menjadikan persoalan kemiskinan sebagai fokus utama mereka untuk dituntaskan. Tujuan penanggulangan kemiskinan antara lain, menjamin perlindungan dan pemenuhan hak dasar penduduk dan rumah tangga miskin, mempercepat penurunan jumlah penduduk dan rumah tangga miskin, meningkatkan partisipasi masyarakat serta menjamin konsistensi, koordinasi, integritasi, sinkornisasi, dalam penanggulangan kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin. Penanggulangan kemiskinan dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan dan bimbingan sosial, pelayanan sosial, penyediaan akses kesempatan kerja dan berusaha, penyediaan akses pelayanan kesehatan dasar, penyediaan akses pendidikan dasar, pelayanan akses pelayanan perumahan dan pemukiman penyediaan akses pelatihan modal usaha dan pemasaran hasil usaha. Berikut adalah Tabel 4.2 jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan tahun 2002-2011. 54 Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan TAHUN JUMLAH PENDUDUK MISKIN 2002 1.309.000 2003 1.301.800 2004 1.241.500 2005 1.280.600 2006 1.112.000 2007 1.083.400 2008 1.031.700 2009 963.600 2010 913.400 2011 835.510 Sumber : Badan Pusat Statistik Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan selama periode 2002-2011 mengalami penurunan. pada tahun 2002 jumlah penduduk miskin 1.309.000 jiwa menurun sebesar 0,56 persen menjadi 1.301.800 jiwa pada tahun 2003. Pada tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 4,85 persen menjadi 1.241.500 jiwa. Kemudian pada tahun 2005 hanya menurun sebesar 3,14 persen menjadi 1.280.600 jiwa. Pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan juga mengalami penurunan sebesar 13,1 persen menjadi 1.112.000 jiwa. Kemudian tahun 2007 jumlah penduduk 55 miskin Sulawesi Selatan tercatat 1.083.400 jiwa yang mengalami penurunan sebesar 2,57 persen. Pada tahun 2008 jumlah penduduk miskin menjadi 1.0317.000 jiwa atau turun sebesar 4,7 persen. Selanjutnya pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan menurun sebesar 6,6 persen menjadi 963.600 jiwa. Pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin menjadi 913.400 jiwa turun sebesar 5,2 persen dan pada tahun 2011 menjadi 835.510 atau menurun sebesar 8,5 persen. Penurunan angka kemiskinan merupakan dampak positif dari sejumlah program pemerintah yang selama ini dilaksanakan diantaranya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Jamkesmas, Raskin, Bantuan Langsung Tunai, Biaya Operasioanl Sekolah, Kelompok Usaha Bersama, Program Keluarga Harapan, Asuransi Kesejahteraan Sosial, perbaikan rumah tidak layak huni dan bantuan panti asuhan. Jumlah penduduk miskin terbanyak di Kabupaten Bone mencapai 101.000 orang lebih, menyusul Kota Makassar, 78.000 orang dan Kabupaten Jeneponto 65.000 orang. Sementara Kota Pare Pare 8.500 orang. Jumlah penduduk ikut menentukan tinggi dan rendahnya jumlah penduduk miskin. 4.3 Perkembangan Investasi Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki nilai strategis dalam konstalasi pembangunan Indonesia. Selain memiliki sumberdaya alam yang cukup besar, khususnya di bidang Pertanian, Pertambangan dan Pariwisata. Dengan letak strategis ditengah-tengah Indonesia dan menjadi pintu 56 gerbang sekaligus berfungsi sebagai pusat pelayanan Kawasan Timur Indonesia. Oleh karena itu Sulawesi Selatan memiliki keunggulan komparatif sekaligus kompetitif untuk kegiatan investasi. Kegiatan investasi di Sulawesi Selatan merupakan pemicu peningkatan pertumbuhan ekonomi, baik secara nasional maupun di daerah. Karena itu, investasi perlu ditempatkan sebagai bagian yang penting dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan daerah, yang mana akan memberikan dampak multiplier efek seperti menciptakan lapangan pekerjaan, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan yang berdaya saing sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pengembangan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam yang dimiliki daerah sangat tergantung pada besarnya investasi dan kemampuan sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif untuk membuat perencanaan dan pengembangan penanaman modal yang baik, mempromosikan potensi dan peluang investasi kepada calon investor. 4.3.1 Investasi PMA di Sulawesi Selatan Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan salah satu investasi yang bertujuan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing atau investor. PMA didorong untuk memacu pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam kegiatan ekonomi serta memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja. Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) di Sulawesi Selatan 57 mengalami fluktuasi yang sangat tajam 10 tahun belakangan ini. Terjadi kenaikan dan penurunan investasi Penanaman Modal Asing dalam 10 tahun ini seperti terlihat pada Tabel 4.3 jumlah PMA di Sulawesi Selatan tahun 2002-2011. Tabel 4.3 Penanaman Modal Asing di Sulawesi Selatan Tahun Jumlah PMA US$ Jumlah PMA (Rp) 382.864,00 Kurs (Rp) 8940 2002 2003 50.543,80 8465 427.853.267 2004 264.050,14 9290 2.453.025.856 2005 2.364,00 9830 23.238.120 2006 679.965,00 9020 6.133.284.300 2007 141.430,87 9419 1.332.137.364 2008 611.550,00 10950 6.696.472.500 2009 109.172,53 9400 1.026.221.810 2010 25.251,00 8715 220.062.465 2011 98.500,00 9068 893.198.000 3.422.804.160 Sumber : Badan Pusat Statistik Seperti pada tabel 4.3, pada tahun 2003 nilai PMA di Sulawesi Selatan sebesar $50.543.800 dimana terjadi penurunan sebesar 86 persen jika dibandingikan dengan nilai PMA Sulawesi Selatan tahun 2002 sebesar $382.864.000, kemudian meningkat 80 persen pada tahun 2004 nilai PMA mencapai $264.050.146. Pada 58 tahun 2005 PMA mengalami penurunan sebesar 96 persen menjadi $2.364.000, dimana pada tahun 2005 ini merupakan investasi PMA di Sulawesi Selatan yang paling kecil jika dibandingkan dengan tahun-tahun yang lain. Pada Tahun 2006 PMA di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan sebesar 99 persen menjadi $679.965.00 dimana pada tahun 2006 ini merupakan investasi PMA di Sulawesi Selatan yang paling besar jika dibandingkan dengan tahun-tahun yang lain. Kemudian tahun 2007 investasi PMA Sulawesi Selatan mencapai $141.430.870 yang mengalami penurunan sebesar 79 persen. Pada tahun 2008 investasi PMA di Sulawesi Selatan mencapai $611.550.000 atau meningkat sebesar 76 persen. Selanjutnya pada tahun 2009 investasi PMA di Sulawesi Selatan menurun sebesar 82 persen menjadi $109.172.533. Pada tahun 2010 investasi PMA menjadi $25.251.000 turun sebesar 76 persen dan pada tahun 2011 PMA si Sulawesi Selatan menjadi $98.500.000 atau meningkat sebesar 74 persen. Pada tahun-tahun 2003, 2005, 2007, 2009 2010 nilai investasi PMA mengalami penurunan hal ini disebabkan karena kurangnya dorongan pemerintah untuk menarik investor asing untuk menawarkan investasinya di Sulawesi Selatan. 4.3.2 Investasi PMDN di Sulawesi Selatan Investasi Penanaman Modal Dalam Negeri ini memiliki peran yaitu merupakan salah satu pengeluaran agregat, dimana peningkatan investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional. Pertambahan barang 59 modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi di masa depan, perkembangan ini menstimulir pertambahan produksi nasional dan kesempatankerja. Investasi selalu diikuti oleh perkembangan tekhnologi, sehingga akan memberikan kenaikan produktivitas dan pendapatan perkapita masyarakat. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan kemakmuran masyarakat. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Sulawesi selatan periode 2002-2011 mengalami kenaikan dan penurunan dalam 10 tahun terakhir ini, seperti yang terlihat pada Tabel 4.4 Penanaman Modal Dalam Negeri di Sulawesi Selatan. Tabel 4.4 Penanaman Modal Dalam Negeri di Sulawesi Selatan 2002-2011 TAHUN PMDN (Rp) 2002 146.059,75 2003 487.273,70 2004 767.121,75 2005 876.071,00 2006 2.362.637,24 2007 244.670,64 2008 121.399,91 2009 4.506.424,72 2010 3.878.822,32 2011 3.900.000,00 60 Pada Tabel 4.4 Penanaman Modal Dalam Negeri di Sulawesi Selatan jug menunjukkan kenaikan dan penurunan dari tahun ke tahun selama 10 tahun terakhir ini, seperti yang terlihat pada Tabel 4.4 bahwa PMDN mengalami kenaikan yang pesat pada tahun 2009 yang mencapai angka 4.506.424,72 milyar rupiah sedangkan PMDN yang paling rendah pada tahun 2002 yang hanya mencapai 146.059,75 juta rupiah. Pada tahun 2003 investasi PMDN mencapai 487.273,70 juta rupiah mengalami kenaikan sebesar 70 persen dibanding PMDN tahun 2002. Tahun 2004 investasi PMDN di Sulawesi Selatan mengalami kenaikan sebesar 36 persen menjadi 767.121,75 juta rupiah, selanjutnya mengalami kenaikan lagi sebesar 14 persen pada tahun 2005 menjadi 876.071,00 juta rupiah. Pada tahun 2006 PMDN di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan yang cukup besar mencapai 2.362.637,24 milyar rupiah atau meningkat sebesar 62 persen. Kemudian PMDN di Sulawesi Selatan tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 89 persen menjadi 244.670,64 juta rupiah. Pada tahun 2008 mengalami penurunan lagi sebesar 99 persen menjadi 121.399.912 juta rupiah, selanjutnya PMDN di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan yang pesat pada tahun 2009 meningkat sebesar 96 persen menjadi 4.506.424,72 milyar rupiah dimana pada tahun 2009 ini merupakan PMDN yang paling besar dari tahuntahun yang lainnya. Pada tahun 2010 PMDN di Sulawesi Selatan naik 16 persen menjadi 3.878.822,32 milyar rupiah, selanjutnya meningkat sebesar 0,5 persen pada tahun 2011 PMDN di Sulawesi Selatan menjadi 3.900.000,00 milyar rupiah. 61 4.4 Perkembangan Ekonomi Sulawesi Selatan 4.4.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut merupakan rangkuman laju pertumbuhan dari berbagai sektor yang menggambarkan tingkat perubahan yang terjadi. Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dan tahun ke tahun, disajikan melalui PDRB atas harga konstan. Penggunaan angka atas harga konstan ini dimaksudkan untuk menghindari pengaruh perubahan harga, sehingga perubahan yang diukur merupakan pertumbuhan rill ekonomi. Pertumbuhan ekonomi sering digunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana kegiatan ekonomi di suatu wilayah berjalan selama kurun waktu tertentu. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah menandakan semakin bergairahnya kegiatan ekonomi. Berikut Tabel 4.5 PDRB atas dasar harga konstan dan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan. Tabel 4.5 Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Selatan 2002-2011 Tahun 2002 Pertumbuhan Ekonomi (%) 4,8 2003 5,42 2004 5,26 2005 6,05 62 2006 6,72 2007 6,34 2008 7,78 2009 6,23 2010 8,18 2011 8,35 Sumber : Badan Pusat Statistik Seperti yang terlihat pada Tabel 4.4 Tercatat bahwa pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan mengalami kenaikan dan penurunan selama periode 2002 sampai dengan 2011, pada tahun 2002 sampai 2007 pertumbuhan ekonomi Sulawesi selatan mengalami peningkatan yang baik, pada tahun 2002 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan 4,8 persen mengalami peningkatan 1,3 persen pada tahun 2003 menjadi 5,42 persen. Pada tahun 2004 mengalami peningkatan sebesar 0,16 persen menjadi 5,26 persen. Kemudian pada tahun 2005 meningkat sebesar 0,79 persen menjadi 6,05 persen. Pada tahun 2006 nilai pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan juga mengalami peningkatan sebesar 0,67 persen menjadi 6,72 persen. Kemudian tahun 2007 nilai pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan tercatat 6,34 persen yang mengalami penurunan sebesar 0,38 persen. Pada tahun 2008 nilai pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan 7,78 persen atau meningkat sebesar 1,44 persen. Selanjutnya pada tahun 2009 nilai pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan mengalami penurunan sebesar 1,55 persen menjadi 6,23 persen Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi menjadi 8,18 persen naik sebesar 1,95 persen dan pada tahun 63 2011 pertumbuhan ekonomi menjadi 8,35 persen atau naik sebesar 0,17 persen. Pertumbuhan ekonomi ini merupakan usaha dalam menaikkan output perkapita dalam masyarakat yang berlangsung dalam jangka panjang. Kenaikan pertumbuhan ekonomi memberikan dampak positif dari sejumlah program pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi salah satunya dengan cara meningkatkan produksi barang-barang dalam negeri yang menambah pendapatan negara, adanya sumber daya manusia juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi karena dengan bertambah banyaknya sumber daya manusia para pengelola akan berdatangan dan itu berakibat semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi sesuai dengan sumber daya yang ada. 4.4.2 PDRB Sulawesi Selatan Pendapatan regional per kapita atau PDRB perkapita sering digunakan sebagai salah satu indikator tingkat kemajuan atau tingkat kesejahteraan penduduk suatu wilayah. PDRB perkapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi. Dengan berkembangnya perekonomian tentunya berdampak pada tingkat kesejahteraan penduduk. PDRB perkapita diperoleh dari nilai produk domestik regional bruto dibagi dengan jumlah penduduk. 64 Tabel 4.6 PDRB perkapita Atas Dasar Harga Konstan Sulawesi Selatan 2002-2011 . Tahun PDRB (milyar rupiah) 2002 30.948,82 2003 32.627,38 2004 34.345,08 2005 36.421,78 2006 38.867,68 2007 41.324,26 2008 44.549,82 2009 47.326,08 2010 51.197,03 2011 55.292,80 Sumber : Badan Pusat Statistik Perkembangan PDRB Atas Harga Konstan di Sulawesi Selatan diikuti dengan perkembangan pertumbuhan ekonomi di daerah Sulawesi Selatan. Selama periode 2002-2011 PDRB perkapita Sulawesi Selatan mengalami peningkatan yang sangat 65 baik dari tahun ke tahun. Ini berarti bahwa kesejahteraan penduduk Sulawesi Selatan mengalami peningkatan sesuai dengan pertumbuhan PDRB perkapita nya. PDRB harga konstan dapat digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari suatu periode waktu dan juga untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi perkapita. 4.5 Hasil Analisis Data Sub bab ini menguraikan hasil-hasil studi selama periode penelitian, yakni hasil analisis terhadap investasi melalui pertumbuhan ekonomi terhadap penduduk miskin di Sulawesi Selatan 4.5.1 Interpretasi Model Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesa adalah metode regresi 2SLS atau metode regresi dua tahap. Metode ini untuk mengetahui apakah variabel independen (Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam negeri) berpengaruh terhadap variabel dependen (penduduk miskin), namun melalui variabel perantara (pertumbuhan ekonomi). Pengolahan data dengan menggunakan software Amos versi 5. Melalui penggunaan software Amos dapat dilihat hasil yang menunjukkan hubungan secara langsung dan tidak langsung variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil estimasi berdasarkan data yang diolah pada penelitian ini dapat diketahui pada tabel berikut. 66 Tabel 4.7 Hasil Estimasi Y1 Y1 Y1 Y2 Y2 Y2 Y2 <--<--<--<--<--<--<--- X1 X2 e1 X2 X1 Y1 e2 Estimate 81.238 47.192 29.766 -.361 -.122 -.002 1.623 S.E. 7.068 12.437 7.016 1.094 1.526 .018 .383 C.R. 11.494 3.794 4.243 -.331 -.080 -.127 4.243 P .001 .001 .001 .741 .936 .899 .001 Label par_1 par_2 par_7 par_3 par_4 par_5 par_6 Sumber : Data diolah BPS Ket : X1 = PMA X2 = PMDN Y1 = Pertumbuhan Ekonomi Y2 = Peduduk Miskin Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap penduduk miskin, secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi, adalah Penanaman Modal Asing PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri, kedua variabel ini mempunyai nilai koefisien yang cukup tinggi. Secara tidak langsung, melalui variabel pertumbuhan ekonomi, variabel Penaman Modal Asing berpengaruh signifikan dengan nilai koefisien sebesar 81.238. Sedagkan variabel Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN secara tidak langsung melalui variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan mempunyai nilai koefisien sebesar 67 47.192. Sedangkan secara langsung variabel Penanaman Modal Asing PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh tidak signifikan terhadap penduduk miskin. Variabel pertumbuhan ekonomi, berpengaruh tidak signifikan terhadap penduduk miskin. 4.6 Pembahasan 4.6.1 Hubungan Penanaman Modal Asing (PMA) dengan Kemiskinan Variabel PMA (X1) dalam penelitian ini, secara langsung, bertanda negatif dan tidak signifikan terhadap penduduk miskin. Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai koefisien variabel Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar -0,122. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa secara langsung Penanaman Modal Asing berpengaruh negatif terhadap penduduk miskin. Hal ini disebabkan karena Penanaman Modal Asing yang tercipta di Sulawesi Selatan kurang menyerap tenaga kerja sehingga PMA di Sulawesi Selatan kurang berpengaruh pada masyarakat miskin sehingga menciptakan pengangguran. Tingginya angka pengangguran pun tidak bisa diatasi dengan Penanaman Modal Asing. Sebab, investor asing biasanya bergerak di bidang pertambangan hanya menyerap tenaga kerja terdidik yang tidak banyak menyerap tenaga kerja pada penduduk miskin, dimana mayoritas penduduk miskin kurang memiliki skill. Keterkaitan kemiskinan dengan investasi di sektor pendidikan sangat besar karena pendidikan memberikan kemampuan untuk 68 berkembang lewat penguasaan ilmu dan keterampilan. Pendidikan memiliki peran yang penting dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro, 2006). Secara tidak langsung melalui variabel pertumbuhan ekonomi, Penanaman Modal Asing (PMA) bertanda positif dan signifikan, dimana nilai koefisien variabel Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 81.238. Artinya apabila PMA meningkat sebesar 1%, maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 81,238% dan selanjutnya meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan mengakibatkan menurunnya kemiskinan. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa secara tidak langsung, Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh negatif terhadap kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi. Diketahui bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi mempunyai hubungan timbal balik yang positif. Hubungan timbal balik tersebut terjadi karena di satu pihak, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara, berarti semakin besar bagian dari pendapatan yang bisa di tabung, sehingga investasi yang tercipta akan semakin besar pula. Dilain pihak, semakin besar investasi suatu negara, akan semakin besar pula tingkat pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai, adanya pertumbuhan ekonomi yang dapat mengurangi jumlah penduduk miskin, pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan (Harrrod-Domar). Pertumbuhan ekonomi dapat dicapai melalui investasi, pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap penduduk miskin jika pertumbuhan ekonomi meningkat maka 69 dapat mengurangi jumlah penduduk miskin. Dengan adanya investasi jika penetapan dan alokasinya yang tepat akan mampu menaikkan dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, sehingga mengurangi jumlah penduduk miskin. 4.6.2 Hubungan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dengan Kemiskinan Variabel Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN (X2) dalam penelitian ini, secara langsung terhadap penduduk miskin, bertanda negatif dan tidak berpengaruh signifikan. Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai koefisien variabel Penanaman Dalam Negeri (PMDN) sebesar -0.361. Hal ini dikarenakan Penanaman Modal Dalam Negeri yang tercipta di Sulawesi Selatan tidak berdampak pada lapisan masyarakat miskin karena sulit bagi penduduk miskin mendapatkan sumber pendapatan, Sama sulitnya menciptakan lapangan kerja bagi penduduk miskin (masyarakat lokal) jika pertumbuhan ekonomi hanya ditopang oleh kegiatan produksi padat modal dan hanya membutuhkan tenaga kerja luaran pendidikan tinggi. Dimana mayoritas masyarakat miskin adalah luaran pendidikan dasar (SD) atau bahkan tidak tammat SD. Berdasarkan penelitian yang dilakukan fajaruddin (2003), yang melakukan studi mengenai kajian terhadap komunitas indutri pengrajin. Studi tersebut mengemukakan bahwa masuknya Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Dalam Asing memiliki dampak positif dan negatif. Salah satu 70 yang terlihat antara lain bahwa kondisi tersebut akhirnya membawa dinamika tersendiri, yang dengan leluasa membentuk masyarakat ekonomi baru, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Selain itu persaingan antara sektor ekonomi yang bercorak tradisional dan ekonomi modern semakin tajam. Akibat sosial dari gejala ekonomi ini antara lain berupa dislokasi sosial, pengangguran kemiskinan, kriminalitas yang semakin meningkat. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) juga bertanda positif dan signifikan secara tidal langsung terhadap penduduk miskin, dimana nilai koefisien variabel Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar 47.192. Artinya apabila PMDN meningkat sebesar 1%, maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 47,192% meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan mengakibatkan menurunnya penduduk miskin. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa secara tidak langsung, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh negatif terhadap penduduk miskin. Dengan semakin besarnya investasi PMDN maka diharapkan akan mendorong pertumbuhan sektor swasta dan rumah tangga dalam mengalokasikan sumber daya yang ada di suatu daerah. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan makin meningkatnya PDRB dan diharapkan pertumbuhan ekonomi daerah dapat meningkat. Dengan demikian investasi PMDN memiliki hubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah (Eko-Prasetyo). Diketahui bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi mempunyai hubungan timbal balik yang positif. Hubungan timbal balik tersebut terjadi karena di satu pihak, semakin tinggi 71 pertumbuhan ekonomi suatu negara, berarti semakin besar bagian dari pendapatan yang bisa di tabung, sehingga investasi yang tercipta akan semakin besar pula (Harrod domar). Dilain pihak, semakin besar investasi suatu negara, akan semakin besar pula tingkat pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai, adanya pertumbuhan ekonomi yang dapat mengurangi penduduk miskin, pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan. 4.6.3 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Kemiskinan Variabel pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini bertanda negatif dan tidak signifikan, sesuai dengan hasil nalisis nilai koefisien pertumbuhan ekonomi sebesar -0,002 dan tidak berpengaruh signifikan. hal ini diakibatkan karena pemerintah mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi gagal menciptakan pemerataan pendapatan per kapita. Pertumbuhan ekonomi tinggi, hanya dinikmati oleh masyarakat tertentu saja, mereka yang berkeja di sektor industri padat teknologi, sektor keuangan (perbankan), dan sektor pemerintah tidak akan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat miskin. Sehingga pembangunan ekonomi yang dilakukan tidak menjangkau masyarakat miskin (tidak pro poor). Akibatnya, pemerintah memang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi pada akhirnya tidak akan mampu menolong keluarga miskin keluar dari kondisi kemiskinan. Juga ada faktor dari masyarakat itu sendiri walaupun pemerintah 72 menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak ada kesadaran dari masyarakat itu sendiri untuk bisa lebih maju dalam berkarya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Balisacan (2003), yang melakukan studi mengenai pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Studi tersebut menemukan bahwa adanya hubungan kuat antara kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi, namun terdapat faktor lain yang membuat masayarakat miskin terpisah dari dampak pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Faktor tersebut adalah infrastruktur, sumberdaya manusia yang berkualitas, dan akses terhadap teknologi yang sulit. Dari ringkasan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balisacan kita dapat melihat bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kebijakan pemerintah seharusnya ditargetkan untuk mencapai target-target pembangunan infrastruktur, pembangunan tingkat pendidikan, capaian terhadap penggunaan teknologi. 73 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengaruh investasi Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh positif dan signifikan secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di Sulawesi Selatan, hal ini menunjukkan bahwa PMA dapat menurunkan kemiskinan jika didukung oleh pertumbuhan ekonomi. Sedangkan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh tidak signifikan secara langsung tanpa melalui pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di Sulawesi Selatan, hal ini menunjukkan bahwa PMA di Sulawesi Selatan menyerap tenaga kerja yang memerlukan skill, dan pendidikan yang tinggi, sedangkan penduduk miskin di Sulawesi Selatan memiliki pendidikan yang rendah dan skill yang rendah. 2. Pengaruh Investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh positif dan signifikan secara tidak langsung dengan melalui pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di Sulawesi Selatan, hal ini dikarenakan PMDN yang meningkat di Sulawesi Selatan dapat menaikkan pertumbuhan ekonomi 74 yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Sedangkan investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh negatif dan tidak signifikan secara langsung terhadap kemiskinan di Sulawesi Selatan, hal ini menunjukkan bahwa PMDN di Sulawesi Selatan tidak berdampak pada penduduk miskin karena PMDN menyerap tenaga kerja yang terdidik. 3. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan di Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan pertumbuhan ekonomi tidak dirasakan manfaatnya oleh semua golongan masyarakat, yaitu penduduk miskin. Distibusi income tidak merata sehingga tidak dirasakan oleh masyarakat penduduk miskin. Pemerintah tidak boleh berbangga dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena tidak dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. 5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, maka pada bagian ini dikemukakan saran sebagai berikut : 1. Berkaitan bahwa Penaman Modal Asing (PMA) berpengaruh signifikan secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan dan tidak berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kemiskinan, investasi 75 PMA tidak berpengaruh langsung terhadap kemiskinan. Penanaman modal asing seharusnya diarahkan pada aktivitas industri yang produktif, serta prioritas program atau kegiatan pemberdayaan usaha kecil menengah, dengan demikian akan tercipta pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berpengaruh signifikan terhadap pengurangan kemiskinan dan pengagguran daerah perkotaan. 2. Berkaitan bahwa Penaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh signifikan secara tidak langsung terhadap penduduk miskin, dan berpengaruh tidak signifikan terhadap penduduk miskin secara langsung hal ini berarti investasi PMDN dapat lebih ditingkatkan agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas agar dapat dijangkau oleh masyarakat miskin, sehingga kemiskinan dapat menurun. 3. Berdasarkan hasil analisis yang didapatkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan. Hal ini berarti pertumbuhan ekonomi selama ini tidak dirasakan oleh penduduk miskin, maka pertumbuhan ekonomi harus terus ditingkatkan agar semakin tinggi dan pertumbuhan ekonomi ini bisa dirasakan oleh semua golongan masyarakat. 76 DAFTAR PUSTAKA Arifin Muhammad. 2008. Penanganan Kemiskinan Dalam Upaya Mewujudkan Upaya Negara Kesejahteraan. Medan Agussalim. 2012. Penanganan Kemiskinan di Sulawesi Selatan; Pendekatan dan Agenda kebijakan. Makassar Badan Pusat Statistik (BPS). Statistik Indonesia 1996 – 2010. BPS. 2010. Makassar Dalam Angka. Makassar Ervin Mardalena. 2009. Pengaruh Investasi Swasta dan Perdagangan Internasional Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Sumatera Selatan.Ekonomika Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta : Erlangga Jamzani Sodik & Didi Nuryadin. 2005. Pengaruh Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Regional. Yogyakarta Khumaidi M, Roejito D. 1991. Makalah Kemiskinan Apa dan Bagaimana. Bogor:IPB Imamudin Yuliadi. 2008. Analisis Investasi di Indonesia Pendekatan Keseimbangan Makroekonomi. Yogyakarta M.L Jhingan. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Prasetyo Eko. 2011. Analisis Pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 77 Penanaman Modal Asing (PMA), Tenaga Kerja dan Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Sumatera Utara Samuelson, Paul. 2004. Ilmu Makroekonomi, Edisi tujuh Belas. Jakarta : Media Global Edukasi Sitompul Novita. 2007. Pengaruh Investasi Tenaga Kerja Terhadap PDRB. Sumatera Utara Supranto, J. 2004. Ekonometri. Jakarta : Ghalia Indonesia. Sukandar Dadang. 2008. Analisis Diskriminan Untuk Menentukan Indikator Garis Kemiskinan. IPB Sukirno Sadono. 1994. Pengantar Makroekonomi, Edisi Kedua. Jakarta : PTGrafindo Suman, Agus. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol.9 : Sholeh, Mainum. Kemiskinan Telaah dan Beberapa Strategi Penanggulangannya.Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta Theofransus Litaay. 2007. Peningkatan Investasi di Indonesia Membutuhkan Konsistensi Reformasi Hukum; Jurnal Studi Pembangunan. Kritis Tambunan Taulus, T.H. 2001. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Gholia Indonesia Undang-Undang Dasar GBHN Ketetapan MPR N0.II/MPR/1993. BP-7 Pusat Yustika Ahmad Erani, 2000, Industrialisasi Pinggiran.Yogyakarta : Pustaka Pelajar http://www.wikipedia.org 78