1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional mempunyai beberapa tujuan, salah satu diantaranya
adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat agar menjadi manusia seutuhnya yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sebagaimana cita-cita
bangsa indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi hal yang sangat penting.
Indonesia merupakan salah satu dari Negara-negara ASEAN dan juga
merupakan negara yang sedang berkembang untuk melihat investasi sebagai sumber
pembangunan ekonomi, modernisasi, pertumbuhan pendapatan, ketenagakerjaan,
pengurangan kemiskinan yang perlu rnendapatkan perhatiannya yang serius.
Kemiskinan perlu mendapatkan perhatian yang serius sebagaimana yang kita ketahui
bahwa keminskinan masih menjadi perbincangan yang serius di masyarakat, karena
kita lihat bahwa semakin banyaknya masyarakat miskin di Sulawesi Selatan ditandai
oleh banyak nya masyarakat yang masih kekurangan bahan makanan, dan banyak nya
masyarakat yang masih sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya, dan
banyaknya pengangguran ini menandakan bahwa kemiskinan di Sulawesi Selatan
masih perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah.
1
United Nation Development Program (UNDP), tahun 2004, mendefinisikan
kemiskinan dengan ciri sebagai berikut: tingkat kepemilikan lahan kecil, kurangnya
akses terhadap sumber permodalan, hidup di bawah garis kemiskinan dengan
konsumsi per hari kurang dari 2.100 kilo kalori, akses lemah terhadap air bersih,
pendidikan dan kesehatan, rentan perubahan harga kebutuhan pokok, dan sangat
tergantung terhadap sumber makanan yang langsung diperoleh dari alam. Investasi
(modal), kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi satu sama lain saling terkait. Sulit
bagi pemerintah menciptakan lapangan kerja baru tanpa pertumbuhan ekonomi
tinggi. Sama sulitnya menciptakan lapangan kerja bagi penduduk miskin (masyarakat
lokal) jika pertumbuhan ekonomi hanya ditopang kegiatan produksi dan
membutuhkan tenaga kerja luaran pendidikan tinggi. Dimana mayoritas masyarakat
miskin adalah luaran pendidikan dasar (SD) atau bahkan tidak tammat SD.
Jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulawesi Selatan menunjukkan
penurunan secara konsisten selama periode 2006-2010. Meski demikian, jumlah
penduduk miskin di Sulawesi Selatan masih yang tertinggi secara regional (Pulau
Sulawesi) dan persentase penduduk miskin masih relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata nasional. Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa
jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan meningkat. Dari hasil kalkulasi BPS,
jumlah penduduk miskin meningkat dari 832.910 orang pada Maret 2011 menjadi
835.510 orang pada September 2011 atau bertambah sebesar 2.600 orang (0,31%)
dalam enam bulan terakhir.
2
Untuk mengurangi kemiskinan yang ada di Sulawesi Selatan diperlukan
peranan investasi baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman
modal asing (PMA) sebagai modal bagi pemerintah untuk menaikkan pertumbuhan
ekonomi. Indonesia adalah negara yang sedang berkembang yang sedang melakukan
pembangunan di segala bidang. Pembangunan secara umum bermakna sebagai suatu
upaya menghimpun dan menggabungkan unsur-unsur manajemen yang ada yaitu
“man”, “money”. Dalam tulisan ini yang diulas adalah unsur “money” ( uang atau
dana). Oleh sebab itu, perlu ada usaha yang sungguh-sungguh untuk mengarahkan
dana investasi yang bersumber dari dalam, yaitu tabungan masyarakat, tabungan
pemerintah, dan penerimaan devisa. Menurut pendapat Bruce Lioyd, salah satu ciri
negara berkembang adalah tingkat tabungan masyarakat masih rendah, sehingga dana
untuk investasi menjadi tidak cukup (Anoraga). Struktur ekonomi negara-negara
berkembang dan negara-negara maju sangat berbeda sekali keadaannya. Berbagai
analisa mengenai proses pembangunan telah menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi
di negara-negara berkembang terpusat kepada kegiatan di sektor pertanian, sedangkan
di negara-negara maju terpusat kepada sektor industri (Sukirno)
Pengembangan dunia usaha merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan
berhasilnya pembangunan. Pembangunan di bidang ekonomi dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara No. IV/MPR/1999 telah ditegaskan bahwa pemerintah wajib
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam rangka pengembangan dunia usaha
dan penciptaan iklim usaha yang baik yang mendorong ke arah pertumbuhan,
3
merupakan kenyataan bahwa investasi dalam jumlah yang besar sangat diperlukan
untuk pembiayaan pembangunan. Dana investasi itu dapat berasal dan dalam negeri
maupun dari luar negeri. Berkenaan dengan dana pembangunan sesuai GBHN bahwa
pelaksanaan
pembangunan
yang
dijalankan
diupayakan
penanggulangan
pembiayaannya melalui kemampuan sendiri tanpa mengabaikan peranan bantuan luar
negeri yang hanya bersifat sebagai pelengkap atas pembiayaan dari dalam negeri.
Berbagai usaha telah dilakukan Pemerintah untuk memperoleh dana
pembangunan, terutama dana yang diperoleh dari dalam negeri, karena di samping
dana dari luar negeri dana dalam negeri dapat mengurangi ketergantungan pada
bantuan luar negeri. Hal ini juga dapat meningkatkan peran serta pelaku ekonomi dari
dalam negeri untuk berpartisipasi dalam pembangunan itu sendiri, khususnya dalam
rangka mengatur prioritas pembangunan dan partisipasi masyarakat Indonesia dapat
turut dikembangkan.
Adanya UU No. 25 Tahun 2007 tentang PMA (Penanaman Modal Asing) jelas
merupakan pintu pembuka bagi upaya pemerintah untuk mempersilahkan investasi
asing masuk ke Indonesia. Masuknya PMA tersebut menurut pemerintah akan
menguntungkan Indonesia dalam dua segi sekaligus: menciptakan investasi baru
tanpa pemerintah mengeluarkan modal (dimana faktor ini menjadi kendala
terpenting) dan membuka lapangan kerja baru bagi orang-orang masyarakat. Dari sisi
penawaran, investasi tersebut akan menyediakan beragam produk yang bisa
4
dikonsumsi oleh masyarakat, sedangkan di sisi permintaan investasi membuka
lapangan pekerjaan baru yang berakibat meningkatnya pendapatan masyarakat serta
menguatkan daya beli masyarakat. Pertemuan dua sisi itu lah yang akan
menggerakkan kegiatan ekonomi secara terus menerus.
Dari data BPS diketahui investasi di Sulawesi Selatan yaitu Penanaman Modal
Asing (PMA) yang telah direalisasi pemerintah Sulawesi Selatan tahun 2002
382.864.000 US $ dan pada tahun 2011 98.500.000.000 US $. Hal ini menunjukkan
peningkatan Penanaman Modal Asing mengalami peningkatan yang baik. Diketahui
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Sulawesi Selatan mengalami naik dan
turun tercatat tahun 2002 sekitar 145.060.000 juta rupiah, sedangkan pada tahun 2011
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Sulawesi Selatan adalah 3.9 trilliun
Rupiah. Hal ini juga menunjukkan bahwa Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan yang baik.
Dengan adanya peningkatan PMA dan PMDN yang dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Di ketahui bahwasanya pertumbuhan
ekonomi juga mempunyai peranan yang penting didalam mengurangi tingkat
kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan suatu alat pengukur prestasi
dan suatu perkembangan perekonomian. Dalam analisis makro ekonomi tingkat
pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara diukur dari perkembangan
pendapatan nasional suatu negara adalah penjumlahan dari konsumsi, investasi,
5
pengeluaran pemerintah dan ekspor bersih (Sukirno, 2002). Pertumbuhan ekonomi
adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Boediono, 1999).
Investasi itu merupakan sebagai suatu kegiatan penggunaan uang untuk penyediaan
barang-barang modal yang dipergunakan dalam suatu kegiatan untuk menghasilkan
laba di masa yang akan datang (Sukirno)
Tercatat pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan pada tahun 2002 sekitar
4,08% Rata-rata pertumbuhan ekonomi Sulsel pada 2011 berada pada angka tujuh
hingga delapan persen. Pada triwulan I pertumbuhan ekonomi mencapai 7,6%
kemudian triwulan II, 8,62%. Sementara pada triwulan III mencapai 8,35% di
antaranya didorong sektor investasi, konsumsi, pertanian, pengolahan dan keuangan
dengan tingkat inflasi 3,37%. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan akan fokus dan
konsentrasi mempertahankan pertumbuhan ekonomi tetap berada di atas delapan
persen pada 2012.
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi, penanaman
modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA) mengalami
peningkatan yang baik. Hal ini memberikan pengaruh yang menguntungkan pada
penduduk Sulawesi Selatan karena adanya investasi berarti adanya penciptaan
lapangan pekerjaan.
Dengan latar belakang keterkaitan investasi dan pertumbuhan ekonomi yang
diuraikan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul :
6
“Pengaruh Investasi Melalui Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan di
Sulawesi Selatan”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan masalah pokok penelitian
sebagai berikut:
Penanaman modal yang telah berlangsung selama beberapa periode telah berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi tetapi tingkat kemiskinan di Sulawesi Selatan
relatif masih tinggi.
-
Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN), secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi
terhadap kemiskinan di Sulawesi Selatan
-
Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN), secara langsung terhadap kemiskinan di Sulawesi
Selatan
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari Penelitian ini adalah:
-
Mengetahui seberapa besar pengaruh PMA dan PMDN melalui pertumbuhan
ekonomi terhadap penduduk miskin di Sulawesi Selatan
7
-
Mengetahui seberapa besar pengaruh PMA dan PMDN secara langsung
terhadap penduduk miskin di Sulawesi Selatan
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini secara umum diharapkan dapat berguna sebagai :
1. Sebagai informasi mengenai pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap penduduk miskin di
Sulawesi Selatan 2002-2011
2.
Sebagai informasi mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap
penduduk miskin di Sulawesi Selatan 2002-2011
3.
Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya terutama yang berninat
untuk meneliti mengenai penduduk miskin di Sulawesi Selatan 2002-2011
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Investasi
Investasi adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan
dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu
bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan dimasa depan.
Terkadang, investasi disebut juga sebagai penanaman modal (Wikipedia.org). Badan
Pusat Statistik mengartikan investasi sebagai suatu kegiatan penanaman modal pada
berbagai kegiatan ekonomi dengan harapan untuk memperoleh keuntungan (benefit)
pada masa-masa yang akan datang.
John Maynard Keynes mendasarkan teori tentang permintaan investasi atas
konsep efisiensi marjinal kapital (Marginal Efficiency of Capital atau MEC). Sebagai
suatu defenisi kerja, MEC dapat didefenisikan sebagai tingkat perolehan bersih yang
diharapkan (Expected net rate of return) atau pengeluaran kapital tambahan.
Menurut Jhingan (2000) bahwa kunci pada investasi di dalam proses
pertumbuhan ekonomi, khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki investasi.
Pertama, investasi menciptkan pendapatan, kedua investasi memperbesar kapasitas
9
produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Yang pertama dapat
disebut dampak permintaan, yang kedua dampat penawaran investasi.
Investasi adalah usaha mencakup pembelian barang kapital saat ini atas dasar
ekspektasi adanya penerimaan di masa mendatang. Mengingat penerimaanya dimasa
mendatang, calon investor harus mengestimasi besarnya penerimaan untuk tahun ini,
tahun depan, dan seterusnya sepanjang usia produktif dari investasi yang dilakukan.
Pada dasarya investasi didefenisikan sebagai semua pengeluaran pada barangbarang kapital riil. Akan tetapi dalam bahasa sehari-hari investasi juga mencakup
pembelian aktiva. Secara umurn pengeluaran investasi berkaitan dengan pengelolaan
sumber daya yang ada saat ini untuk diperoleh penggunaan atau manfaatnya pada saat
yang akan datang (Waluyo). Bila dilihat dari jenisnya, investasi dapat dibagi menjadi
dua macam yaitu investasi riil dan investasi finansial. Investasi ril yaitu investasi
terhadap barang-barang tahan lama (barang barang modal) yang akan digunakan
dalam proses produksi. Jenis investasi riil ini masih terbagi lagi menjadi tiga
komponen investasi : Investasi tetap perusahaan (bussines fixed investment), investasi
untuk perumahan (residential construction), investasi perubahan bersih persediaan
perusahaan (net change in bussines inventory).
Sedangkan investasi finansial adalah investasi terhadap surat-surat berharga,
misalnya pembelian saham, obligasi, dan surat bukti hutang Iainnya. Perkataan
investasi merupakan salah satu istilah ekonomi yang selalu di gunakan orang awam,
10
Teori ekonomi mengartikan atau mendefenisikan investasi sebagai persen
pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatanperalatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutamaa menambah barangbarang modal dalam perekonomian yang akan digunakam untuk memproduksikan
barang dan jasa dimasa depan. Dengan perkataan lain dalam teori ekonomi investasi
berarti kegiatan pembelanjaan untuk meningkatkan kapasitas memproduksi sesuatu
perekonomian (Sadono Sukirno 2000)
Berdasarkan teori manajemen portofolio. secara sederhana investasi dapat
diartikan sebagai cara penanaman modal, yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat
atau keuntungan tertentu sebagai hasil penanaman modal tersebut. Dalam setiap
keputusan investasi. sebagai seorang yang rasional. perhatian investor akan diarahkan
pada tingkat pengembalian (‘rate of return) investasi. Ia akan memilih investasi yang
menjanjikan tingkat keuntungan tertinggi. karena investasi yang akan dilakukan
mengandung unsur ketidakpastian, maka investor harus mempertimbangkan faktor
resiko ‘risk.
Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan produksi) dari
modal barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan
datang (barang produksi). Contohnya membangun rel kereta api atau pabrik. Investasi
adalah suatu komponen dari PDB artinya PDB adalah hasil dari penjumlahan
konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah, pengeluaran pemerintah adalah
selisih dari ekspor dan impor. Fungsi investasi pada aspek tersebut dibagi pada
11
investasi non-residential (seperti pabrik dan mesin) dan investasi residential (rumah
baru). Investasi adalah suatu fungsi pendapatan dan tingkat bunga. Suatu
pertambahan pada pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar, dimana
tingkat bunga yang lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi sebagaimana
hal tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan meminjam uang. Walaupun jika
suatu perusahaan lain memilih untuk menggunakan dananya sendiri untuk investasi,
tingkat bunga menunjukkan suatu biaya kesempatan dari investasi dana tersebut
daripada meminjamkan untuk mendapatkan bunga (Wikipedia.org)
Jenis-Jenis Investasi
Secara umum terdapat empat jenis investasi yaitu :
Pertama, Investasi yang terdorong (induced invesment) dan investasi otonom
(autonomous in vesment). Investasi yang terdorong (induced invesment) yakni
investasi yang sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Investasi ini diadakan
akibat adanya pertambahan permintaan. Pertambahan permintaan yang mana adalah
akibat pertambahan pendapatan, jelasnya apabila pendapatan bertambah maka
pertambahan permintaan akan digunakan untuk tambahan konsumsi. Sedangkan
pertambahan konsumsi pada dasarnya adalah tambahan permintaan dan apabila ada
tambahan permintaan, maka akan terdorong berdirinya pabrik baru atau memperluas
pabrik lama untuk dapat memenuhi tambahan permintaan tersebut. Investasi otonom
(autonomous invesment), yakni investasi besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh
12
pendapatan tetapi dapat berubah karena adanya perubahan-perubahan faktor-faktor
diluar pendapatan seperti tingkat teknologi kebijaksanaan pemerintah, harapan para
pengusaha dan sebagainya. investasi ini dilaksanakan atau diadakan secara bebas,
artinya investasi diadakan bukan karena pertambahan permintaan efektif. Besarnya
investasi otonom tidak tergantung kepada besar kecilnya pendapatan nasional atau
daerah. investasi otonom berarti pembentukan modal yang tidak dipengaruhi oleh
pendapatan nasional. Dengan perkataan lain tinggi rendahnya pendapatan nasional
tidak menentukan jurnlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan.
Kedua, Publik invesment dan Private investment. Publik invesment adalah investasi
atau penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah. Yang dimaksud pemerintah
disini adalah baik pemerintah pusat atau daerah dan sifatnya resmi. Sedangkan
private invesment adalah investasi yang dilaksanakan oleh swasta, dimana
keuntungan yang menjadi prioritas utama berbeda dengan publik invesment daerah
untuk melayani dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat banyak. Ketiga, Domestic
invesment adalah penanaman modal dalam negeri, sedangkan foreign invesment
adalah penanaman modal asing. Sebuah negara yang memilki banyak sekali faktorfaktor produksi modal (capital) yang cukup untuk rnengolah sumber-sumber yang
dimilikinya itu, akan mengundang modal asing ini agar supaya sumber-sumber yang
ada dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Keempat, Gross invesment dan Net investment.
Gross invesment adalah total seluruh investasi yang diadakan atau dilaksanakan pada
suatu waktu. Jadi mencakup segala jenis investasi. baik itu autonomous maupun
induced atau private maupun public. Pada dasarnya seluruh investasi yang dilakukan
13
disuatu negara (daerah) pada atau selama sesuatu periode waktu tertentu dinamakan
gross invesment. Net invesnent (investasi netto) adalah selisih antara investasi bruto
dengan penyusutan. Apabila misalnya investasi bruto tahun ini adalah Rp.25 juta
sedangkan penyusutan yang terjadi selama tahun yang lalu adalah sebesar Rp.10 juta,
maka itu berarti bahwa investasi netto adalah sebesar Rp. 15 juta.
Pelaksana-Pelaksana Investasi
Pada umumrnya yang melakukan investasi dapat dinyatakan sebagai berikut:
pemerintah (public investment), swasta (private investment), pemerintah dan
swasta.Public Investment umumnya dilakukan tidak dengan maksud untuk
mendapatkan keuntungan, tetapi tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat (nasional), misalnya jaringan-jaringan jalan raya, irigasi, rumah sakit,
pelabuhan dan sebagainya. Sedangkan Private Investment adalah kegiatan investasi
yang dilakukan oleh swasta dan ditujukan untuk rnemperoleh keuntungan (profit) dan
didorong oleh adanya pertambahan pendapatan. Bilamana pendapatan bertambah,
konsumsi juga bertambah dan bertambah pulalah efective demand. Investasi yang
ditimbulkan oleh sebab bertambahnya permintaan yang sumbernya terletak pada
penambahan pendapatan disebut Induced Investment dan ini mungkin dilakukan oleh
public maupun private (swasta). Jenis investasi yang dilakukan oleh public maupun
swasta ialah investasi luar negeri (foreign investment) yang teradi dari selisih antara
ekspor dan impor.
14
Efek PMA dan PMDN Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Setiap kegiatan maupun aktivitas di dalam perekonomian selalu mempunyai
keterkaitan dengan aktivitas lainnya. Investasi merupakan salah satu faktor yang
penting bagi kelangsungan proses pembangunan atau pertumbuhan ekonomi jangka
panjang. Pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi di semua
sektor ekonomi. Untuk keperluan tersebut maka dibangun pabrik-pabrik, perkantoran,
alat-alat produksi dan infrastruktur yang dibiayai melalui investasi baik berasal dari
pemerintah maupun swasta. Korelasi positif antara investasi dengan pertumbuhan
ekonomi diuraikan secara sederhana namun jelas di dalam model pertumbuhan
ekonomi Harrod-Domar. Dalam teori ekonomi pembangunan (teori Harrold-Domar)
diketahui bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi mempunyai hubungan
timbal balik yang positif. Hubungan timbal balik tersebut terjadi karena di satu pihak,
semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara, berarti semakin besar bagian dari
pendapatan yang bisa di tabung, sehingga investasi yang tercipta akan semakin besar
pula. Dalam kasus ini, investasi merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi. Dilain
pihak, semakin besar investasi suatu negara, akan semakin besar pula tingkat
pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Pertumbuhan ekonomi dijadikan sebagai
tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana kegiatan ekonomi di suatu wilayah berjalan
selama kurun waktu tertentu. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
menandakan semakin bergairahnya kegiatan ekonomi di peroleh dari perkembangan
15
PDRB atas dasar harga konstan dibandingkan tahun sebelumnya. (BPS, Sulawesi
Selatan).
Pertumbuhan
ekonomi
(economic
growth)
dapat
ditunjukkan
oleh
pertambahan produksi atau pertumbuhan pendapatan nasional. Dalam menciptakan
pertumbuhan ekonomi dibutuhkan adanya penanaman modal atau investasi, dimana
investasi merupakan kebutuhan dalam pembangunan yang menghendaki adanya
pertumbuhan.
Dari segi nilainya dan proporsinya kepada pendapatan nasional, investasi
perusahaan-perusahaan tidaklah sepenting seperti pengeluaran konsumsi rumah
tangga. Namun demikian kenyataan tersebut tidaklah berarti bahwa investasi
perusahaan kurang penting peranannya kalau dibandingkan dengan konsumsi rumah
tangga. Diberbagai negara, terutama di negara-negara industri yang perekonomiannya
sudah sangat berkembang, investasi perusahaan adalah sangat “Volatile” yaitu selalu
mengalami kenaikan dan penurunan yang sangat besar dan merupakan sumber
penting dan berlakunya fluktuasi dalam kegiatan perekonomian. Disamping itu
kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan
kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan
meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat, peranan ini bersumber dari tiga fungsi
penting dari kegiatan investasi dalam perekonomian. Yang pertama Investasi
merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, maka kenaikan investasi
akan meningkatkan agregat dan pendapatan nasional. Peningkatan seperti ini akan
selalu diikuti oleh pertumbuhan dalam kesempatan kerja, yang kedua pertambahan
16
barang modal sebagai akibat investasi akan menambahkan kapasitas memproduksi
dimasa depan dan perkembangan ini akan menstimulir pertambahan produksi
nasional dan kesempatan kerja. Ketiga, investasi selalu diikuti oleh perkembangan
teknologi. Perkembangan ini akan memberi sumbangan penting atas kenaikan
produktivitas dan pendapatan perkapita masyarakat.
Investasi yang ditanamkan didalam perekonomian salah satunya di tentukan
oleh adanya demand dan masyarakat, yaitu berupa konsumsi atas barang-barang
konsumsi dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan merangsang tumbuhnya
investasi-investasi. Karena seperti kita ketahui bahwa pendapatan yang diperoleh
masyarakat akan digunakan untuk konsumsi dan sebagian lagi akan digunakan untuk
ditabung sehingga apabila penggunaan pendapatan untuk konsumsi dilambangkan
dengan C, dan penggunaan pendapatan untuk tabungan dilambangkan dengan S,
sedangkan pendapatan yang diterima dilambangkan dengan Y, maka
hasil
pendapatan yang diterima masyarakat merupakan hasil dari penjumlahan konsumsi
dan tabungan.
Peran investasi swasta sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di
suatu daerah, investasi swasta yang dilakukan pemerintah terdiri dari Penanaman
Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalan Negeri (PMDN). Penanaman
Modal Asing (PMA) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di
wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik
yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
17
penanam modal dalam negeri. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah
kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan
modal dalam negeri.
Dalam GBHN kebijaksanaan pembangunan No 23 tentang Penanaman Modal
Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing makin didorong untuk memacu
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
kegiatan ekonomi serta memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja.
Kemudahan iklim investasi yang lebih menarik terus dikembangkan antara lain
dengan penyediaan sarana dan prasarana ekonomi yang memadai, peraturan
perundang-undangan yang mendukung dan penyederhanaan prosedur pelayanan
investasi serta kebijaksanaan ekonomi makro yang tepat. Kendati deregulasi demi
deregulasi senantiasa diluncurkan, semua itu ternyata dipandang masih belum cukup
baik oleh dunia usaha maupun oleh pemerintah. Pada tahun 1994 keluar paturan baru,
yakni peraturan pemerintah No.20 tahun 1994 yang memperlunak lagi ketentuan
tentang penanarnan modal asing. yakni berisikan sebagai berikut:
Persetujuan penanaman modal asing diberikan dalam rangka mendirikan
perusahaan penanaman modal asing yang berbentuk Perseroan Terbatas menurut
Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, Penanaman modal asing dapat
dilakukan dalam bentuk: a. patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki
warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia: atau b. langsung, dalam
18
arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara dan/atau badan hukum asing.
Jumlah modal yang ditanamkan dalam rangka penanaman modal asing ditetapkan
sesuai dengan kelayakan ekonomi kegiatan usahanya, perusahaan PMA diberi ijin
usaha selama 30 tahun sejak produksi komersial. Perpanjangan ijin dimungkinkan
asalkan usahanya dinilai bermanfaat, dalam arti berdampak positif bagi ekspor,
penciptaan kesempatan kerja, penerimaan pajak, lingkungan hidup, perekonomian
nasional. Dalam peraturan sebelumnya, ketegasan ijin semacam itu tidak termuat
secara eksplisit. Dan isi ketentuan tentang modal asing diatas tersebut timbul lah
serangkai kebijaksanaan yang menyangkut investasi sebagai respon atas pro kontra
terhadap penanaman modal dalam negeri.
Dari segi pembentukan undang-undang, Indonesia telah memiliki UU
Penanaman Modal Asing sejak tahun 1967 (UU No. 1 tahun 1967). Kemudian UU
Penanaman Modal Asing tahun 1967 tersebut diperbarui dengan UU Penanaman
Modal pada tahun 2007 (UU No. 25 tahun 2007). Di dalam UU Penanaman Modal
Pasal 4 (2) dirumuskan kebijakan dasar penanaznan modal di Indonesia, yaitu: (a)
Memberikan perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam
modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional, (b) Menjamin
kepastian hukum, kepastian berusaha dan keamanan berusaha bagi penanaman modal
sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman
modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (c) Membuka
19
kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro,
kecil, menengah dan koperasi.
Ketentuan mengenai Penanaman Modal diatur didalam Undang-undang No. 25
Tahun 2005 tentang Penanaman Modal. Penanam Modal Dalam Negeri dapat
dilakukan oleh perseorangan warga negara Negeri, badan usaha Negeri, dan/atau
pemerintah Negeri yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik
Indonesia. Kegiatan usaha usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman
modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka
dengan persyaratan dan batasan kepemilikan modal Negeri atas bidang usaha
perusahaan diatur didalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan
Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan
Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Investasi swasta atau PMDN merupakan komponen dari perbelanjaan agregat
yang sifatnya tidak stabil, dan menjadi salah satu sumber penting dari konjungtur
dalam perekonomian. Besarnya investasi perusahaan dapat diterangkan dalam analisis
hubungannya dengan tingkat suku bunga, apabila suku bunga rendah lebih banyak
investasi yang akan dilakukan, dan sebaliknya kenaikan suku bunga akan
menyebabkan pengurangan dalam jumlah investasi (Sadono Sukirno, 2000).
Selanjutnya dikatakan bahwa kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat
20
terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan
pendapatan nasional dan kemakmuran masyarakat.
Salah
satu
bentuk
upaya
yang
dilakukan
oleh
pemerintah
daerah
untuk mendorong pertumbuhan investasi swasta adalah dengan mengusahakan
keadaan yang kondusif dan menarik bagi berkembangnya industri dalam negeri dan
masuknya investasi asing. Sejalan dengan semakin meningkatnya investasi yang
berasal swasta baik investasi dengan fasilitas PMDN maupun non fasilitas,
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Investasi memeberikan manfaat ilmu, teknologi dan organisasi yang mutakhir
yang akan mendorong perusahaan lokal untuk menginvestasikan sendiri lebih banyak
pada industri pendukung atau dengan bekerjasana dengan perusahaan asing, pada
kenyataanya, perusahaan asing mendorong perusahaan lokal dengan cara membantu
perusahaan secara lokal dengan tenaga manusia, uang, dan bahan serta memberikan
latihan dan pengalaman kepada personil, dan investasi langsung membantu negaranegara terbelakang untuk memperoleh jumlah modal yang sangat besar. Sebagian
laba dari investasi langsung pada umumnya ditanamkan kembali ke dalam
pengembangan modernisasi atau pembangunan industri yang terkait. Manfaat dari
timbulanya investasi dapat dikelompokkan menjadi investasi yang bermanfaat untuk
umum (publik) seperti investasi dibidang infrastruktur (jalan, jembatan, pelabuhan,
pasar dan sebagainya), Investasi yang bermanfaat untuk pribadi dan rumah tangga
seperti investasi yang membawa manfaat bagi pribadinya atau rumah tangga dalam
21
rangka memenuhi keinginannya dimasa yang akan datang. Investasi bisa
dimanfaatkan bagi masyarakat dengan membentuk sebuah UMKM (Usaha Mikro
Kecil Menenagah), adanya UMKM bisa meningkatkan pendapatan pada masyarakat
miskin, untuk memenuhi kebutuhan hidup. Usaha mikro atau rumah tangga biasanya
belum punya badan hukum, serta skala usahanya relatif kecil yang bergerak dibidang
industri dagang, ataupun jasa. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ada yang sudah
berbadan hukum dan ada yang belum, dengan skala mulai dari kecil sampai
menengah , baik dilihat dari omzet, modal usaha maupun tenaga kerja, dengan bidang
usaha industri kecil, dagang ataupun jasa.
Sumber data BPS
Dilihat dari grafik diatas dari tahun ketahun UMKM (Usaha Mikro Kecil
Menengah) menunjukkan kenaikan yang relatif bagus dari tahun 2006 sampai tahun
22
2010. UMKM di Sulawesi Selatan ini didominasi oleh sektor perdagangan, banyak
masyarakat miskin yang mendirikan usaha kecil non formal untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka.
2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka
panjang ( Boediono, 1999). Pengertian tersebut mencakup tiga aspek. yaitu: proses,
output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses,
bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Mencerminkan aspek dinamis dari suatu
perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau
berubah dan waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan
output per kapita. Dalam hal ini berkaitan dengan output total (GDP) dan jumlah
penduduk, karena output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah
penduduk. Jadi proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa
yang terjadi dengan output total disatu pihak, dan jumlah penduduk di pihak lain.
Dengan perkataan lain, pertumbuhan ekonomi mencakup pertumbuhan GDP total dan
pertumbuhan penduduk. Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah
perspektif waktu jangka
waktu suatu perekonomian dikatakan mengalami
pertumbuhan apabila dalam waktu yang cukup larna (10, 20 atau 50 tahun. atau
bahkan lebih lama lagi) mengalami kenaikan output per kapita. Tentu saja dalam
23
waktu tersebut bisa terjadi kemerosotan output per kapita, karena gagal panen
misalnya, tetapi apabila dalam waktu yang cukup panjang tersebut output per kapita
menunjukkan kecenderungan naik maka dapat kita katakan bahwa pertumbuhan
ekonomi terjadi. Beberapa ekonom berpendapat bahwa adanya kecenderungan naik
bagi output per kapita saja tidak cukup, tapi kenaikan output harus bersumber dari
proses intern perekonomian tersebut. Dengan kata lain proses pertumbuhan ekonomi
harus bersifat self- generating, yang berarti bahwa proses pertumbuhan itu sendiri
menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan dalam periodeperiode selanjutnya.
Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai
faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang,
dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama
lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 1999). Di dalam ilmu ekonomi
tidak hanya terdapat suatu teori pertumbuhan, tetapi terdapat banyak teori
pertumbuhan. Para ekonom mempunyai pandangan atau persepsi yang tidak selalu
sama mengenai proses pertumbuhan suatu perekonomian. Teori-teori pertumbuhan
dapat dikelompokkan kedalam beberapa teori, yaitu:
Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Teori pertumbuhan dari Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert
Malthus. Adam Smith adalah ahli ekonomi kiasik yang pertama kali mengemukakan
24
rnengenai pentingnya kebijaksanaan lisezfaire atas sistem mekanisme untuk
memaksimalkan tingkat perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Para ekonom
yang mempelajari pertumbuhan ekonomi telah menemukan bahwa mesin kemajuan
ekonomi harus bertengger di atas empat roda yang sama, baik di Negara miskin atau
Negara kaya. Keempat faktor pertumbuhan itu, adalah : Sumber daya manusia
(penawaran tenaga kerja, pendidikan, disiplin, motivasi), Sumber daya alam (tanah,
mineral, bahan bakar, kualitas lingkungan), Pembentukan modal (mesin, pabrik,
jalan), Teknologi (sains, rekayasa, manajemen, kewirausahaan)
Adam Smith mengemukakan bahwa faktor manusia sebagai sumber
pertumbuhan ekonomi. Manusia dengan melakukan spesialisasi akan meningkatkan
produktivitas, Smith bersama dengan Ricardo percaya bahwa batas dan pertumbuhan
ekonomi adalah ketersediaan tanah. Tanah bagi kaum kiasik merupakan faktor yang
tetap. Kaum klasik juga yakin bahwa pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung akibat
adanya pembentukan akumulasi modal. Akumulasi tercipta karena adanya surplus
dalam ekonomi, namun David Ricardo pesimis bahwa tersedianya modal dalam
jangka panjang akan tetap mendukung pertumbuhan ekonomi. Menurutnya pada
jangka panjang (long run) perekonomian akan menuju kepada keadaan yang stationer,
yaitu dimana pertumbuhan ekonorni tidak terjadi sama sekali.
Menurut Ricardo peranan teknologi akan dapat menghambat berjalannya the
law of diminishing return, walaupun tehnologi bersifat kaku, dan hanya dapat
25
berubah dalam jangka panjang. Bagi kaum klasik keadaan stationer merupakan
keadaan ekonomi sudah mapan dimana masyarakat sudah hidup sejahtera dan tidak
ada lagi pertumbuhan yang berarti.
Menurut T.R Malthus berpendapat bahwa tekanan jumlah penduduk akan
mendorong ekonomi pada keadaan para buruh berada pada taraf nafkah hidup
minimum. Malthus beralasan bahwa manakala upah berada di atas nafkah hidup,
jumlah penduduk akan meningkat. Upah dibawah nafkah hidup akan menyebabkan
angka kematian tinggi dan jumlah penduduk berkurang, hanya pada taraf upah setara
dengan nafkah hidup dapat terjadi ekuilibrium jumlah penduduk yang stabil.
Teori Pertumbuhan Neo-KIasik
Teori pertumbuhan Robert Solow, model pertumbuhan neoklasik berfungsi
sebagai alat dasar untuk memahami proses pertumbuhan Negara maju dan telah
diterapkan dalam studi empiris mengenai sumber pertumbuhan ekonomi. Pendapat
neo-klasik tentang perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sehagai berikut
(Suryana 2000) : Adanya akumulasi kapital merupakan faktor penting dalam
pembangunan
ekonomi,
Perkembangan
merupakan
proses
yang
gradual,
Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif, Adanya pikiran
yang optimis terhadap perkembangan, Aspek internasional merupakan faktor bagi
perkembangan.
26
Model pertumbuhan neoklasik menjelaskan ekonomi dengan output homogen
tunggal yang diproduksi oleh dua jenis analisis, yaitu modal dan tenaga kerja.
Unsur-Unsur baru utama dari model pertumbuhan neoklasik adalah modal dan
perubahan teknologi. Pada proses pertumbuhan ekonomi, para ekonom menekankan
kebutuhan akan penumpukan modal (capital deepening), yang merupakan proses
dengan kuantitas modal per buruh yang meningkatkan sepanjang waktu.
Menurut neo-klasik tingkat bunga dan tingkat pendapatan menentukan tingginya
tingkat tabungan. Pada tingkat teknik tertentu, tingkat bunga akan menentukan
tingkat investasi. Apabila permintaan terhadap investasi berkurang maka tingkat
bunga turun, hasrat menabung turun, Perkembangan teknologi merupakan salah satu
faktor pendorong kenaikan pendapatan nasional.
Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern
Menurut Rostow pembangunan ekonomi adalah suatu transforrnasi suatu
masyarakat tradisional menjadi masyarakat modem, melalui tahapan: Masyarakat ,
Prasyarat lepas landas, Lepas landas, Tahap kematangan, Masyarakat berkonsumsi
tinggi .
Kuznet (2000) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan
jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang terus
27
meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan
teknologi, institusional dan ideologis yang diperlukannya.
Harrod-Domar (dalam Suryana, 2000) mengembangkan analisa Keynes yang
menekankan tentang perlunya penanaman modal dalam menciptakan pertumbuhan
ekonomi. Setiap usaha ekonomi harus menyelamatkan proporsi tertentu dari
pendapatan nasional yaitu untuk menambah stok modal yang akan digunakan dalam
investasi baru. Menurut Harrod-Domar terdapat hubungan ekonomi yang langsung
antar besarnya stok modal (C) dan jumlah produksi nasional (Y).
Teori Kemiskinan
Penduduk miskin atau kemiskinan absolut adalah situasi penduduk atau
sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan
yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum
(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan
absolut sebagai ketimpangan pembagian pendapatan. Pandangan tentang kemiskinan
sebagai suatu fenomena atau gejala dari suatu masyarakat melahirkan konsep
kemiskinan absolut atau yang sering disebut sebagai kemiskinan saja.
Dilihat dan segi penyebabnya, kemiskinan dapat dibedakan dalam tiga
pengertian yaitu: kemiskinan natural (alamiah), kemiskinan struktural, dan
kemiskinan kultural. Kemiskinan natural (alamiah) adalah keadaan kemiskinan
28
karena asalnya memang miskin. Kelompok masyarakat ini miskin karena tidak
memiliki sumber daya yang memadai, baik sumber daya alam, sumber daya manusia,
maupun sumber daya pembangunan lainnya sehingga mereka tidak dapat ikut serta
aktif dalam pembangunan, dan kalaupun ikut dalam pembangunan maka mereka
mendapatkan imbalan pendapatan yang amat rendah.
Kemiskinan struktural adalah yang termasuk ke dalam kategori kemiskinan
absolut dan kemiskinan relative. Kemiskinan struktural ini juga dikenal dengan
kemiskinan yang disebabkan karena hasil pembangunan yang diterima masyarakat
tidak seimbang. Yang termasuk ke dalam kelompok yang mengalami kemiskinan
struktural adalah: Petani yang tidak memiliki tanah sendiri, Petani yang memiliki
tanah yang kecil tapi hasilnya tidak cukup menghidupi keluarga, Buruh yang tidak
terpelajar dan tidak terlatih, Pengusaha tanpa modal dan fasilitas dari pemerintah.
Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap seseorang atau masyarakat yang
disebabkan oleh gaya hidup dan budayanya, mereka merasa sudah berkecukupan dan
tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat ini tidak mudah diajak berpartisipasi
dalam pembangunan, tidak mudah melakukan perubahan, menolak mengikuti
perkembangan, dan tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupannya
sehingga menyebabkan pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang umum
dipakai. Dengan ukuran absolut, misalnya tingkat pendapatan minimum, mereka
dapat dikatakan miskin. Dalam keadaan semacam ini bermacam tolak ukur
29
kebijaksanaan pembangunan tidak dengan mudah menjangkau mereka. Kemiskinan
dapat pula bersifat mutlak ataupun nisbi. Kemiskinan mutlak adalah apabila orang
miskin tidak dapat mencukupi kebutuhan fisiknya seperti pangan, pakaian, dan
rurnah. Kemiskinan dapat pula bersifat nisbi yaitu relatif terhadap orang yang lebih
mampu. Kemiskinan nisbi berkaitan dengan kesenjangan. Di negara sedang
berkembang banyak terdapat kemiskinan mutlak. Banyak orang yang benar-benar
kelaparan seperti di Sudan, Somalia, dan lain-lain. Sedangkan di negara maju ada
juga kemiskinan mutlak tapi sebagian hbsar adalah kemiskinan nisbi. Khusus di
Indonesia terdapat kedua jenis kemiskinan tersebut yaitu kemiskinan nisbi dan
kemiskinan mutlak.
BAPPENAS mendefnisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang
atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak
dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Hak-hak dasar tersebut antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan
lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak
untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Untuk mewujudkan hak-hak
dasar seseorang atau sekelompok orang miskin. Bappenas menggunakan beberapa
pendekatan utama antara lain: pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach),
pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human
capability approach) dan pendekatan objective and subjective. Pendekatan kebutuhan
30
dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga dan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang,
papan, pelayanan kesehatan. Pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.
Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya
penguasaan asset, dan alat- alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau
perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam
masyarakat. Pendekatan ini menentukan secara jelas standar pendapatan seseorang di
dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya.
Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan
kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan
fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan
tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalamn pengambilan keputusan.
Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the
welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus
dipenuhi agar keluar dan kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan
berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri. Kenyataan menunjukkan
bahwa kemiskinan tidak bisa didefinisikan dengan sangat sederhana, karena tidak
hanya berhubungan dengan kemampuan memenuhi kebutuhan material, tetapi juga
sangat berkaitan dengan dimensi kehidupan manusia yang lain.
31
Menurut Bank Dunia (2003), penyebab dasar kemiskinan adalah: Kegagalan
kepemilikan terutama tanah dan modal, terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan
dasar, sarana dan prasarana, kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias
sektor, adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang
kurang mendukung, adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara
sektor ekonomi (ekonomi tradisional dan ekonomi modern), rendahnya produktivitas
dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat, budaya hidup yang dikaitkan
dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkunganya, tidak
adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik, Pengelolaan sumber daya alam yang
berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.
Indikator kemiskinan menurut Bank Dunia adalah kepemilikan tanah dan
modal yang terbatas, terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan,
pembangunan yang bias kota, perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat,
perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi, rendahnya produktivitas,
budaya hidup yang jelek, tata pemerintahan yang buruk, dan pengelolaan sumber
daya alam yang berlebihan.
Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan
Kita ketahui bahwa investasi merupakan salah satu komponen dari
pengeluaran agregat, maka kenaikan investasi akan meningkatkan agregat dan
pendapatan nasional. Peningkatan seperti ini akan selalu diikuti oleh pertumbuhan
32
ekonomi dan pembangunan. Pemerintah Indonesia menetapkan quadraple strategy
pembangunan nasionalnya, yaitu pro growth (pertumbuhan), pro job (pekerjaan), pro
poor (kemiskinan), dan pro environment (lingkungan). Quadraple strategy satu sama
lain saling terkait. Sulit bagi pemerintah menciptakan lapangan kerja baru tanpa
pertumbuhan ekonomi tinggi. Sama sulitnya menciptakan lapangan kerja bagi
penduduk miskin (masyarakat lokal) jika pertumbuhan ekonomi hanya ditopang oleh
kegiatan produksi padat modal dan hanya membutuhkan tenaga kerja luaran
pendidikan tinggi. Dimana mayoritas masyarakat miskin adalah pendidikan dasar
(SD) atau bahkan tidak tammat SD. Artinya, pertumbuhan ekonomi yang digerakkan
oleh kegiatan ekplorasi minyak, sektor keuangan (perbankan), dan sektor pemerintah
tidak akan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat miskin. Sehingga
pembangunan ekonomi yang dilakukan tidak menjangkau masyrakat miskin (tidak
pro poor). Akibatnya, pemerintah memang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi
tinggi tetapi pada akhirnya tidak akan mampu menolong keluarga miskin keluar dari
kondisi kemiskinan. Padahal pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan kita ketahui
sangat baik diatas persen.
Kemiskinan dicirikan oleh tingginya ketergantungan terhadap sumber
makanan yang diperoleh secara langsung dari alam. Sebagai ilustrasi, masyarakat
miskin menggantungkan hidupnya terhadap sumber air bersih dari sungai yang
mengalir. Mereka tidak memiliki akses terhadap sumber air bersih olahan karena
harganya yang mahal. Sehingga mencemari sungai berarti merusak sumber hidup
33
masyarakat miskin dan menggiring mereka ke dalam kondisi kemiskinan yang
semakin parah. Kesalahan terbesar yang sering kali menghinggapi semua
pemerintahan di negara berkembang, termasuk Indonesia adalah mereka mampu
menciptakan pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi gagal menciptakan pemerataan
pendapatan per kapita. Pertumbuhan ekonomi tinggi, lebih besar dari 8 persen
ternyata hanya dinikmati oleh masyarakat tertentu saja, khususnya mereka yang
berkeja di sektor industri padat teknologi.
Adanya peran pertumbuhan ekonomi yang dapat mengurangi penduduk
miskin, pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan. Pertumbuhan ekonomi dapat
dicapai melalui: 1. Konsumsi, 2. APBN dan APBD, 3. Selisih nilai ekspor dengan
impor, dan 4. Investasi. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan jika
pertumbuhan ekonomi meningkat maka dapat mengurangi kemiskinan. Dengan
Investasi, APBN, APBD, jika penetapan dan alokasinya yang tepat akan mampu
menaikkan dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, sehingga
mengurangi kemiskinan.(Hatta Rajasa)
Pembangunan berhubungan erat dengan masalah kemiskinan sebab tujuan
utama pembangunan adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat atau pemerataan
kesejahteraan. Dengan kata lain pembangunan bertujuan untuk mengentaskan
kemiskinan. Masalah pokok yang dihadapi oleh pedesaan di Indonesia adalah
kemiskinan dan keterbelakangan. Keadaan ini ditandai oleh: Pendapatan yang rendah
34
dan sebagian besar penduduk pedesaan, terdapatnya kesenjangan antara golongan
kaya dan rniskin dalam usaha-usaha pembangunan sehingga disinyalir kondisikondisi tersebut kurang menguntungkan dalam mempercepat laju pertumbuhan.
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dibutuhkan
tenaga kerja yang berkualitas dan produktif. Kondisi ketenagakerjaan di Propinsi
Sulawesi Selatan ditandai dengan masih besarnya jumlah tenaga kerja di sektor
pertanian yang produktivitasnya relatif rendah, terutama di sektor pertanian
tradisional, dibandingkan dengan tenaga kerja yang terserap di sektor
nonpertanian, khususnya industri dan jasa. Sektor industri dan jasa, yang berperan
sebagai penggerak percepatan laju pertumbuhan ekonomi daerah, memerlukan
tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi. Di Propinsi Sulawesi Selatan
kondisi tenaga kerja yang tersedia umumnya belum memenuhi tuntutan tenaga
kerja
yang berkualitas,
khususnya dalam
sektor ekonomi yang cepat
pertumbuhannya. Dengan demikian, untuk mempercepat laju pertumbuhan
Propinsi
Sulawesi
Selatan
tantangannya
adalah
membentuk
serta
mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya
manusia yang produktif dan berjiwa wiraswasta yang mampu mengisi,
menciptakan, dan memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha.
35
Tabel 2.1 Jumlah penduduk yang bekerja usia 15 Tahun ke atas di
Sulawesi Selatan
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa banyak nya anak umur 15 Tahun ke atas
di Sulawesi Selatan bekerja. Dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan penurunan
namun jumlahnya masih relatif banyak. Dilihat dari segi tenaga kerjanya, bisa
terlihat di setiap pelosok kota dapat dilihat banyak anak yang membanting tulang
demi mencari uang, umunya anak yang masih di bawah umur atau tamatan SMA.
Pekerja anak atau buruh anak di Kota Makassar khususnya kita bisa temukan di
pasar, Kawasan Industri Makassar (KIMA), Tempat Pembuangan Akhir Sampah
(TPAS), di tempat pemotongan hewan, di tempat pelelangan ikan, pekerja rumah
tangga, tukang becak dan lain sebagainya. Belum lagi pekerja anak yang bekerja pada
kios atau toko di Kota Makassar. Baik di usaha keluarga atau toko komersil lainnya
yang banyak mempekerjakan anak. Selain itu ada pula yang bekerja di Rumah
Tangga. Sementara di lingkungan kerja informal, pekerja anak bekerja sebagai tukang
36
becak, pedagang asongan, pengangkut barang di pasar, tukang parkir, pemulung di
tempat sampah, pemulung jalanan, tukang batu dan sebagainya. Selain kerugian yang
bersifat jangka panjang, pekerja anak juga sangat rawan terhadap kekerasan,
eksploitasi tenaga dan bahkan stress. Pekerja anak rawan mengalami tindakantindakan tersebut, sebab umumnya pekerjaan yang mereka geluti tidak mempunyai
segmentasi pekerjaan atas dasar usia. Mereka melakukan pekerjaan orang dewasa.
Data Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulawesi Selatan, menyebutkan masih
banyak anak-anak dibawah umur yang dipekerjakan di sektor formal seperti di
pabrik-pabrik, konstruksi, perkebunan, pertanian, pertambangan, nelayan, dan
pelelangan ikan, sementara di sektor non formal seperti pemulung dan loper koran.
Kemiskinan yang terjadi pada umumnya melanda penduduk yang tinggal
dipedesaan. Hal ini tidak dapat dipungkiri mengingat sebagian besar penduduk
lndonesia tinggal di pedesaan. Salah satu golongan miskin di pedesaan adalah mereka
yang termasuk kategori petani kecil yang bertempat tinggal di daerah yang terisolasi
dengan kondisi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang kurang
menguntungkan. Petani kecil yang hidup dalam kemiskinan tersebut umumnya
memiliki lahan pertanian yang sempit. Kecilnya bias lahan yang dimiliki
mengakibatkan mereka sangat sulit meningkatkan taraf hidupnya. Dari waktu ke
waktu jumlah penduduk miskin ini semakin berkurang di daerah pedesaan sementara
jumlah penduduk miskin dikota semakin banyak. Hal ini disebabkan banyak
penduduk miskin dan desa yang pergi ke kota untuk mencari pekerjaan yang lebih
37
baik. Akibatnya mereka bekerja di sektor informal perkotaan seperti pedagang kaki
lima, pedagang asongan, pemulung, gelandangan, dan sebagainya. Sebagian dari
profesi ini membuat mereka tetap tergolong miskin.
Pemerintah telah melakukan berbagai cara agar tingkat kemiskinan dapat
berkurang yaitu dengan membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
Daerah (TKPKD), menandatangani nota kesepahaman antara pemerintah provinsi
dengan pemerintah kabupaten/kota untuk menurunkan angka penduduk miskin 10
persen per tahun, mengimplementasikan kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis,
menempatkan pemenuhan hak-hak dasar sebagai substansi utama Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan sebagainya. Pembengkakan
jumlah penduduk miskin juga menegaskan bahwa kebijakan dan program
penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan secara massif dalam beberapa
tahun terakhir tampaknya tidak cukup efektif untuk memperbaiki taraf hidup
penduduk miskin. Dalam konteks ini, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) dan berbagai program pengentasan kemiskinan dapat dinilai – atau
setidaknya dipersepsi - tidak berhasil di Sulawesi Selatan.
Konsep Ukuran Kemiskinan
Banyaknya defenisi tentang kemiskinan menyebabkan sulitnya menentukan
ukuran kemiskinan.Yang menjadi masalah berdasarkan defenisi diatas adalah sulitnya
menentukan tingkat hidup minimum karena tingkat tersebut berbeda dan satu negara
38
ke negara lain, dan dari satu daerah ke daerah lainnya (dalam satu negara yang sama).
Oleh karena itu para ahli ekonomi cenderung membuat perkiraan-perkiraan yang
serba konservatif atau sederhana tentang kemiskinan dunia dalam rangka
menghindari perkiraan-perkiraan yang berlebihan. Adapun perkiraan itu sendiri
didasarkan pada metodologi umum yang sudah populer dengan sebutan garis
kemiskinan (poverty line). Garis kemiskinan pada dasarnya adalah standar minimum
yang diperlukan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, termasuk jenis
pangan, dan bukan jenis pangan.
Bank dunia menggambarkan “sangat miskin” sebagai orang yang hidup
dengain pendapatan kurang dari US $1 perhari dan miskin dengan pendapatan kurang
daari US $2 perhari. Berdasarkan standar tersebut, 21 % dari penduduk dunia berada
dalam keadaan sangat miskin dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut
miskin pada tahun 2001. Untuk Indonesia Bank Dunia meugikuti ukuran garis
kemiskinan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yakni kebutuhan
makanan minimum 2100 kalori per orang setiap hari.
Muh.Arifin (2008:3) mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu standar tingkat
hidup yang rendah, yaitu adanya tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau
segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung
39
nampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral dan rasa
harga diri mereka yang tergolong miskin.
Dalam kehidupan sehari-hari gejala kemiskinan dapat diamati dari perbedaan
antara keluarga miskin apalagi yang sangat miskin dengan yang tidak miskin. Pakaian
yang dipakai dan rumah yang ditinggali, serta jenis pekerjaan yang digeluti
menampakkan ciri dan kondisi kemiskinan. Begitu pula dengan kurangnya akses
untuk mendapat layanan kesehatan dan pendidikan, karena tidak memiliki dana yang
cukup, kekurangan pangan dan gizi, menjadi indikator lain dalam menentukan
kemiskinan. Ungkapan kualitatif yang sepintas mudah diamati dan dirasakan tersebut,
ternyata sulit untuk dipresentasikan menjadi bait kata ilmiah secara utuh. Sebab,
batasan yang dirumuskan menjadi ukuran untuk menempatkan seseorang berada
dalam batas kemiskinan atau tidak.
Karakteristik ekonomi kelompok penduduk miskin, perpaduan tingkat
pendapatan perkapita yang rendah dan distribusi pendapatan yang tidak merata akan
menghasilkan kemiskinan absolut yang parah. Jelaslah untuk setiap distribusi
pendapatan, semakin tinggi tingkat pendapatan perkapita semakin rendah jumlah
penduduk yang mengalarni kemiskinan absolut. Akan tetapi semakin tinggi
pendapatan perkapita bukan merupakan suatu jarninan bahwa tingkat kemiskinan itu
akan menjadi semakin rendah. Oleh karena itu pemahaman mengenai sifat distribusi
pendapatan berdasarkan ukuran atau besarnya pendapatan perorang adalah pusat dari
40
setiap kegiatan menganalisis permasalahan kemiskinan di sejumlah negara yang
pendapatannya rendah. Akan tetapi tidak cukup hanya membuat gambaran yang
meliputi ruang lingkup yang luas mengenai kemiskinan, tapi perlu diketahui siapasiapa yang termasuk kelompok miskin dan bagaimana ciri-ciri ekonominya.
2.2 Studi Empiris
Machmud (2005) meneliti tentang “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh terhadap
Investasi Swasta (PMDN dan PMA) di Kota Samarinda”. Hasil analisa mengatakan
variable pengeluaran pemerintah tahun sebelumnya, suku bunga, inflasi dan kurs
Rupiah berpengaruh terhadap investasi swasta (PMA dan PMDN). Permasalahan
penanaman investasi di Kota Samarinda yang tercantum dalam propeda secara garis
besar dapat dikelompokkan dalam 4 bagian : masalah kurangnya insentif yang
diberikan pemerintah yang menjadi daya tarik bagi penanaman modal, masalah
minimnya sarana dan prasarana, kurangnya informasi tentang potensi SDA secara
detail, dan hambatan proses perizinan tingkat pusat di bidang SDA. Menurut
penelitian ini, peningkatan investasi dan peran swasta mampu mendorong penguatan
ekonomi rakyat dengan penyiapan untuk penunjang berupa informasi dari pemerintah
daerah mengenai proyek pembangunan yang berskala serta penyederhanaan
administrasi.
41
Onggi Pasorong (2005), Dalam penelitiannya “ Analisa Pengaruh Pengeluaran
Pemerintah dan Investasi Swasta terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi tenggara”
dalam penelitian ini mnegatakan investasi swasta mempunyai pengaruh negative
terhadap pertumbuhan ekonomi daerah provinsi Sulawesi Tenggara dengan implikasi
bahwa investasi swasta berpengaruh negative dimungkinkan oleh karena : investasi
padat modal yang tidak meningkatkan pendapatan masyarakat dan tidk menyerap
tenaga kerja, investasi jagka panjang yang tidak secara langsung member kontribusi
terhadap pertumbuhan ekonomi seperti investasi pada Hutan Tanaman Industri (HTI).
Dimungkinkan terjadi disebabkan bahwa dalam catatan data penelitian yaitu ari tahun
1993-2002 terjadi kondisi krisis moneter sehingga banyak pengusaha macet sehingga
tidak dapat berproduksi lagi.
Dadang Firmansyah (2008), Dalam penelitiannya “Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Investasi Di Indonesia Periode Tahun 1985-2004” menganalisis
pengaruh
Produk Domestik Bruto (PDB), Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja,
Infrastruktur (Panjang Jalan), dan krisis Ekonomi terhadap pertumbuhan Penanaman
Modal Dalam Negeri di Indonesia priode tahun 1985-2004. Berdasarkan hasil
estimasi tersebut Variabel Produk Domestik Bruto (PDB) tidak berpengaruh terhadap
PMDN, Tenaga Kerja berpengaruh terhadap PMDN, Infrastruktur (Panjang Jalan)
tidak berpengaruh terhadap PMDN, dan Krisis Ekonomi (Dm) berpengaruh terhadap
PMDN. Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan mengenai
Penanaman Modal Dalam Negeri maka dapat disimpulkan bahwa Produk Domestik
Bruto (PDB), Tenaga kerja yang Bekerja, Infrastruktur (Panjang Jalan) dan Krisis
42
Ekonomi (Dm) secara serempak mempunyai pengaruh terhadap Penanaman Modal
Dalam Negeri.
Daniel Priyanto (2005) dengan judul “Analisis pengaruh PMA, PMDN dan
laju inflasi terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tahun 1990 – 2003” PMA,
PMDN dan Laju Inflasi berpengaruh secara tidak langsung terhadap Tingkat
Kemiskinan Propinsi Jawa Tengah dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Berdasarkan uji Regresi Berganda bahwa variabel PMA, PMDN dan laju Inflasi
secara bersama-sama berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Pada uji tahap II
Partial Adjusment Model (PAM) bahwa dalam jangka pendek dan panjang variabel
Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan
Propinsi Jawa Tengah. Saran yang diberikan dalam penelitian ini antara lain, untuk
melakukan usaha atau langkah-langkah guna peningkatan nilai investasi PMDN. (i)
Pemerintah harus menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi terlaksananya
berbagai proyek investasi dalam negeri. Langkah yang ditempuh antara lain dengan
penyederhanaan birokrasi/proses pengurusan izin dan adanya keterpaduan koordinasi
kebijakan investasi di tingkat pemerintah daerah, stabilitas ekonomi yang mantap,
penegakan supremasi hukum, penambahan dan perawatan infrastruktrur dan faktor
keamanan yang kondusif. (ii) Peningkatan penggunanan sistem informasi mengenai
potensi daerah-daerah tingkat II di Propinsi Jawa Tengah Terakhir untuk
pengendalian PMA hendaknya Pemerintah Propinsi Jawa Tengah lebih selektif dalam
pemberian akses investasinya. Proyek-proyek asing padat modal dikendalikan
sedemikian rupa sehingga tidak menguasai pasar investasi Propinsi Jawa Tengah.
43
Proyek Investasi asing agar lebih didorong pada proyek padat karya yang bisa
menyerap tenaga kerja yang relatif banyak sehingga akan berdampak pada
pengurangan tingkat pengangguran dan pada akhirnya akan mengurangi jumlah
penduduk miskin di Propinsi Jawa Tengah.
2.3
Kerangka Pikir
Berdasarkan pada uraian tinjauan pustaka, penelitian ini mengacu pada teori
investasi, kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi. Dengan mengembangkan studi
empiris penelitian ini mencoba mengetahui pengaruh PMA, PMDN, melalui
pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan. Maka kerangka pikir pada penelitian ini
:
PMA (X1)
Pertumbuhan Ekonomi
(Y1)
Kemiskinan (Y2)
PMDN (X2)
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
Variable X1 Penanaman Modal Asing (PMA) dan Variabel X2 Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan investasi swasta yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi (Y1). Teori Harrold-Domar diketahui bahwa tingkat
pertumbuhan ekonomi dan investasi mempunyai hubungan timbal balik yang positif.
44
Hubungan timbal balik tersebut terjadi karena di satu pihak, semakin tinggi
pertumbuhan ekonomi suatu negara, berarti semakin besar bagian dari pendapatan
yang bisa di tabung, sehingga investasi yang tercipta akan semakin besar pula.
Semakin besar investasi suatu negara, akan semakin besar pula tingkat pertumbuhan
ekonomi yang bisa dicapai. Pertumbuhan ekonomi (Y1) berpengaruh terhadap
peduduk miskin (Y2) jika pertumbuhan ekonomi meningkat maka dapat mengurangi
penduduk miskin. Dengan Investasi, APBN, APBD, jika penetapan dan alokasinya
yang tepat akan mampu menaikkan dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas, sehingga mengurangi penduduk miskin.
45
2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan awal yang masih bersifat sementara yang akan
dibuktikan kebenarannya setelah data empiris diperoleh. Dalam penelitian ini
hipotesis yang digunakan untuk menjawab pertanyaan adalah sebagai berikut :
-
Diduga bahwa Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) melalui pertumbuhan ekonomi secara langsung
berpengaruh signifikan positif terhadap penduduk miskin.
-
Diduga bahwa Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh signifikan negatif terhadap penduduk
miskin.
-
Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan negatif terhadap penduduk
miskin di Sulawesi Selatan.
46
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan kantor Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan.
3.2
Metode dan Teknik Pengumpulan data
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode kepustakaan
(library search), yaitu penelitian yang dilakukan dengan bahan-bahan kepustakaan
berupa tulisan-tulisan ilmiah dan laporan-laporan penelitian ilmiah yang memiliki
hubungan dengan topik yang diteliti.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pencatatan langsung berupa
data seri waktu (time series) dalam kurun waktu 10 tahun (2002-2011)
3.3
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dan digunakan serta diolah dalam penelitian ini
adalah data sekunder, yaitu hasil olahan yang diperolah dari dinas dan instansi yang
resmi yang berhubungan dengan penelitian ini. Data diperoleh dalam bentuk time
series yang bersifat kuantitatif dalam kurun waktu 2002-2011.
Sumber data diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi
Sulawesi Selatan. Selain itu, data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh
47
dari sumber bacaan seperti jurnal, artikel, dan buku bacaan yang berkaitan dengan
penelitian ini.
3.4
Metode Analisis Data
Dalam menganalisis besarnya pengaruh-pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabelvariabel yang ada dengan menggunakan metode Two Stage Least Square (TSLS)
Permasalahan yang akan dibahas adalah sejauh mana pengaruh Penanaman Modal
Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), melalui Pertumbuhan
Ekonomi terhadap penduduk miskin di Sulawesi Selatan
dengan menggunakan
analisis two stage. Fungsi matematikanya adalah sebagai berikut:
Y1 = f (X1, X2, X3)
ey1 = α0 + X1α1 X 2 α1
Y1 = α0 + α1 Ln X1 + α2 Ln X2
Y2 = f (Y1)
Y2 = β0 + β1 Y1 + e
Ln Y2 = Ln β0 + e β1Y1 + e
Y2 = Jumlah Penduduk Miskin (orang)
Y1 = Pertumbuhan Ekonomi (%)
X1 = PMA (Rupiah)
X2 = PMDN (Rupiah)
α = Intercept/konstanta
e = Term of error
48
β = Koefisien Regresi
3.4.1 Definisi Operasional
Untuk rnemudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang di gunakan
dalam penelitian ini maka perlu diberikan defnisi operasional sebagai berikut:
1. Penanaman Modal Asing (PMA)
adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun
yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.
3. Pertumbuhan ekonomi dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu
nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa menurut sektor kegiatan ekonomi di
Sulawesi Selatan berdasarkan harga konstan dan tahun 2002-2011 yang diukur
dengan satuan rupiah.
4. Jumlah Penduduk Miskin merupakan situasi penduduk atau sebagian penduduk
yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat
diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum.
49
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Kondisi Geografis
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi dari 34 provinsi
yang terdapat di Indonesia, dengan beribukota Makassar. Luas wilayah provinsi
Sulawesi Selatan tercatat 62.482,54 km2 . Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun 2003
terdiri dari 28 kabupaten / kota yaitu terdiri dari kabupaten Selayar, Bulukumba,
Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Gowa, Sinjai, Maros, Pangkep, Barru, Bone, Soppeng,
Wajo, Sidrap, Pinrang, Enrekang, Luwu, Tator, Luwu Utara, Luwu Timur, Mamasa,
Mamuju, Mamuju Utara, Majene, Polmas, Kota Makassar, Kota Pare-pare, dan Kota
Palopo. Kabupaten Luwu Utara dan Mamuju merupakan kabupaten terluas di
Sulawesi Selatan. Dengan luas masing-masing 14. 788,96 km2 dan 11.057,81 km2
atau 42% dari seluruh luas Sulawesi Selatan, sedangkan luas daerah terkecil di
Sulawesi Selatan adalah Kotamadya Pare-pare dengan luas 99,33 km2 atau 0,16%
dari luas Sulawesi Selatan.
50
Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan letak geografis yaitu terletak antara 0o
12-8o LS dan 116o48-122o36 BT. Provinsi Sulawesi Selatan memiliki letak yang
sangat strategis dan merupakan pintu gerbang kawasan Timur Indonesia. Berdasarkan
letak administratif, provinsi Sulawesi Selatan memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut :

Wilayah sebelah utara berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi
Barat

Wilayah sebelah timur berbatasan dengan teluk Bone Sulawesi Tenggara

Wilayah sebelah selatan berbatasan dengan laut Flores

Wilayah sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar
4.1.2 Kondisi Demografis
Sulawesi Selatan yang didiami penduduk dari berbagai suku, seperti Bugis,
Makassar, Mandar, Toraja, Duri, Pattinjo, Bone, Maroangin, Endekan, Pattae dan
Kajang/Konjo. Penduduk Bugis (41,9%), Makassar (25,43%), Toraja (9,02%),
Mandar (6,1%). Bahasa yang umum digunakan adalah Makassar, Bugis, Luwu,
Toraja, Mandar, Duri, Konjo dan Pattae. Penduduk Sulawesi Selatan mayoritas
beragama Islam, kecuali di Kabupaten Tana Toraja dan sebagian wilayah lainnya
beragama Kristen. Agama Islam (87.88%), Protestan (8.19%), Katolik (1.51%),
Budha (0.88%), Hindu (0.02%).
51
Pada tahun 2002 jumlah penduduk Sulawesi Selatan tercatat 7.060.129 jiwa
dan pada tahun 2011 yaitu 9.395.322. Perkembangan penduduk selama tahun 20022011 dapat dilihat dari tabel 4.1. Jumlah penduduk tersebar di Sulawesi Selatan
secara keseluruhan yaitu 78.653.417 jiwa.
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2002-2011
TAHUN
JUMLAH PENDUDUK
2002
7.060.129
2003
7.280.351
2004
7.379.370
2005
7.494.701
2006
7.595.000
2007
7.700.255
2008
7.805.024
2009
7.908.519
2010
8.034.776
2011
9.395.322
Sumber : Badan Pusat Statistik
Pertumbuhan penduduk yang relatif besar terjadi di daerah perkotaan beserta
kabupaten di sekitarnya . Hal ini sudah wajar karena ekonomi masyarakat berpusat di
52
daerah perkotaan. Daerah yang mengalami pertumbuhan cukup pesat dapat
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, faktor kesempatan kerja yang lebih luas ,
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, sejumlah fasilitasdi kota lebih memadai.
Kepadatan penduduk Provinsi Sulawesi Selatan dalam kurun waktu 2002-2011
terlihat terus bertambah, apabila dilihat menururt kabupaten/kota maka wilayah yang
padat penduduknya adalah Kota Makassar 7.195 jiwa, Pare-Pare 1.202 jiwa dan
Palopo 703 jiwa. Selain ketiga kota tersebut terlihat pula kabupaten yang tergolong
padat penduduknya berada di wilayah selatan Provinsi Sulawesi Selatan yaitu
Kabupaten Takalar, Bantaeng, Jeneponto, Bulukumba dan Gowa. Kabupatenkabupaten tersebut merupakan daerah dengan luas wilayah relative kecil debanding
dengan kabupaten-kabupaten yang berada di sebelah utara Provinsi Sulawesi Selatan,
sehingga walaupun jumlah penduduk tidak terlalu besar tetapi kepadatan penduduk
perkilometer persegi tergolong besar.
4.2
Penduduk Miskin Sulawesi Selatan
Kemiskinan memiliki ciri yaitu tingkat kepemilikan lahan kecil, kurangnya
akses terhadap sumber permodalan, hidup di bawah garis kemiskinan dengan
konsumsi per hari kurang dari 2.100 kilo kalori, kondisi papan tidak sehat, akses
lemah terhadap air bersih,pendidikan dan kesehatan, rentan perubahan harga
kebutuhan pokok, dan sangat tergantung terhadap sumber makanan yang langsung
diperoleh dari alam. Kemiskinan adalah suatu keadaan ketika seseorang kehilangan
53
harga diri, terbentur pada ketergantungan, terpaksa menerima perlakukan kasar dan
hinaan, serta tidak dipedulikan ketika sedang mencari pertolongan.
Berdasarkan definisi di atas, tidak mengherankan jika musuh terbesar ummat
manusia adalah kemiskinan. Tidak berlebihan juga jika semua pemerintahan pada
level manapun di seluruh dunia menjadikan penanggulangan kemiskinan sebagai
agenda pemerintahannya. Sama seperti
pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
menjadikan persoalan kemiskinan sebagai fokus utama mereka untuk dituntaskan.
Tujuan penanggulangan kemiskinan antara lain, menjamin perlindungan dan
pemenuhan hak dasar penduduk dan rumah tangga miskin, mempercepat penurunan
jumlah penduduk dan rumah tangga miskin, meningkatkan partisipasi masyarakat
serta
menjamin
konsistensi,
koordinasi,
integritasi,
sinkornisasi,
dalam
penanggulangan kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin.
Penanggulangan kemiskinan dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan dan bimbingan
sosial, pelayanan sosial, penyediaan akses kesempatan kerja dan berusaha,
penyediaan akses pelayanan kesehatan dasar, penyediaan akses pendidikan dasar,
pelayanan akses pelayanan perumahan dan pemukiman penyediaan akses pelatihan
modal usaha dan pemasaran hasil usaha. Berikut adalah Tabel 4.2 jumlah penduduk
miskin Sulawesi Selatan tahun 2002-2011.
54
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan
TAHUN
JUMLAH PENDUDUK MISKIN
2002
1.309.000
2003
1.301.800
2004
1.241.500
2005
1.280.600
2006
1.112.000
2007
1.083.400
2008
1.031.700
2009
963.600
2010
913.400
2011
835.510
Sumber : Badan Pusat Statistik
Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan selama periode 2002-2011
mengalami penurunan. pada tahun 2002 jumlah penduduk miskin 1.309.000 jiwa
menurun sebesar 0,56 persen menjadi 1.301.800 jiwa pada tahun 2003. Pada tahun
2004 mengalami penurunan sebesar 4,85 persen menjadi 1.241.500 jiwa. Kemudian
pada tahun 2005 hanya menurun sebesar 3,14 persen menjadi 1.280.600 jiwa. Pada
tahun 2006 jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan juga mengalami penurunan
sebesar 13,1 persen menjadi 1.112.000 jiwa. Kemudian tahun 2007 jumlah penduduk
55
miskin Sulawesi Selatan tercatat 1.083.400 jiwa yang mengalami penurunan sebesar
2,57 persen. Pada tahun 2008 jumlah penduduk miskin menjadi 1.0317.000 jiwa atau
turun sebesar 4,7 persen. Selanjutnya pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin di
Sulawesi Selatan menurun sebesar 6,6 persen menjadi 963.600 jiwa. Pada tahun 2010
jumlah penduduk miskin menjadi 913.400 jiwa turun sebesar 5,2 persen dan pada
tahun 2011 menjadi 835.510 atau menurun sebesar 8,5 persen. Penurunan angka
kemiskinan merupakan dampak positif dari sejumlah program pemerintah yang
selama ini dilaksanakan diantaranya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM), Jamkesmas, Raskin, Bantuan Langsung Tunai, Biaya Operasioanl Sekolah,
Kelompok Usaha Bersama, Program Keluarga Harapan, Asuransi Kesejahteraan
Sosial, perbaikan rumah tidak layak huni dan bantuan panti asuhan. Jumlah penduduk
miskin terbanyak di Kabupaten Bone mencapai 101.000 orang lebih, menyusul Kota
Makassar, 78.000 orang dan Kabupaten Jeneponto 65.000 orang. Sementara Kota
Pare Pare 8.500 orang. Jumlah penduduk ikut menentukan tinggi dan rendahnya
jumlah penduduk miskin.
4.3
Perkembangan Investasi Sulawesi Selatan
Sulawesi Selatan merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki
nilai strategis dalam konstalasi pembangunan Indonesia. Selain memiliki sumberdaya
alam yang cukup besar, khususnya di bidang Pertanian, Pertambangan dan
Pariwisata. Dengan letak strategis ditengah-tengah Indonesia dan menjadi pintu
56
gerbang sekaligus berfungsi sebagai pusat pelayanan Kawasan Timur Indonesia. Oleh
karena itu Sulawesi Selatan memiliki keunggulan komparatif sekaligus kompetitif
untuk kegiatan investasi. Kegiatan investasi di Sulawesi Selatan merupakan pemicu
peningkatan pertumbuhan ekonomi, baik secara nasional maupun di daerah. Karena
itu, investasi perlu ditempatkan sebagai bagian yang penting dari penyelenggaraan
perekonomian nasional dan daerah, yang mana akan memberikan dampak multiplier
efek seperti menciptakan lapangan pekerjaan, mendorong pembangunan ekonomi
kerakyatan yang berdaya saing sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Keberhasilan pengembangan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam
yang dimiliki daerah sangat tergantung pada besarnya investasi dan kemampuan
sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif untuk membuat perencanaan dan
pengembangan penanaman modal yang baik, mempromosikan potensi dan peluang
investasi kepada calon investor.
4.3.1
Investasi PMA di Sulawesi Selatan
Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan salah satu investasi yang
bertujuan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing atau investor. PMA didorong
untuk memacu pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, meningkatkan peran aktif
masyarakat dalam kegiatan ekonomi serta memperluas kesempatan usaha dan
lapangan kerja. Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) di Sulawesi Selatan
57
mengalami fluktuasi yang sangat tajam 10 tahun belakangan ini. Terjadi kenaikan dan
penurunan investasi Penanaman Modal Asing dalam 10 tahun ini seperti terlihat pada
Tabel 4.3 jumlah PMA di Sulawesi Selatan tahun 2002-2011.
Tabel 4.3 Penanaman Modal Asing di Sulawesi Selatan
Tahun
Jumlah PMA US$
Jumlah PMA (Rp)
382.864,00
Kurs
(Rp)
8940
2002
2003
50.543,80
8465
427.853.267
2004
264.050,14
9290
2.453.025.856
2005
2.364,00
9830
23.238.120
2006
679.965,00
9020
6.133.284.300
2007
141.430,87
9419
1.332.137.364
2008
611.550,00
10950
6.696.472.500
2009
109.172,53
9400
1.026.221.810
2010
25.251,00
8715
220.062.465
2011
98.500,00
9068
893.198.000
3.422.804.160
Sumber : Badan Pusat Statistik
Seperti pada tabel 4.3, pada tahun 2003 nilai PMA di Sulawesi Selatan
sebesar $50.543.800 dimana terjadi penurunan sebesar 86 persen jika dibandingikan
dengan nilai PMA Sulawesi Selatan tahun 2002 sebesar $382.864.000, kemudian
meningkat 80 persen pada tahun 2004 nilai PMA mencapai $264.050.146. Pada
58
tahun 2005 PMA mengalami penurunan sebesar 96 persen menjadi $2.364.000,
dimana pada tahun 2005 ini merupakan investasi PMA di Sulawesi Selatan yang
paling kecil jika dibandingkan dengan tahun-tahun yang lain. Pada Tahun 2006 PMA
di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan sebesar 99 persen menjadi $679.965.00
dimana pada tahun 2006 ini merupakan investasi PMA di Sulawesi Selatan yang
paling besar jika dibandingkan dengan tahun-tahun yang lain. Kemudian tahun 2007
investasi PMA Sulawesi Selatan mencapai $141.430.870 yang mengalami penurunan
sebesar 79 persen. Pada tahun 2008 investasi PMA di Sulawesi Selatan mencapai
$611.550.000 atau meningkat sebesar 76 persen. Selanjutnya pada tahun 2009
investasi PMA di Sulawesi Selatan menurun sebesar 82 persen menjadi
$109.172.533. Pada tahun 2010 investasi PMA menjadi $25.251.000 turun sebesar 76
persen dan pada tahun 2011 PMA si Sulawesi Selatan menjadi $98.500.000 atau
meningkat sebesar 74 persen. Pada tahun-tahun 2003, 2005, 2007, 2009 2010 nilai
investasi PMA mengalami penurunan hal ini disebabkan karena kurangnya dorongan
pemerintah untuk menarik investor asing untuk menawarkan investasinya di Sulawesi
Selatan.
4.3.2
Investasi PMDN di Sulawesi Selatan
Investasi Penanaman Modal Dalam Negeri ini memiliki peran yaitu
merupakan salah satu pengeluaran agregat, dimana peningkatan investasi akan
meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional. Pertambahan barang
59
modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi di masa depan,
perkembangan ini menstimulir pertambahan produksi nasional dan kesempatankerja.
Investasi selalu diikuti oleh perkembangan tekhnologi, sehingga akan memberikan
kenaikan produktivitas dan pendapatan perkapita masyarakat. Kegiatan investasi
memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan
kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan kemakmuran masyarakat.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Sulawesi selatan periode 2002-2011
mengalami kenaikan dan penurunan dalam 10 tahun terakhir ini, seperti yang terlihat
pada Tabel 4.4 Penanaman Modal Dalam Negeri di Sulawesi Selatan.
Tabel 4.4 Penanaman Modal Dalam Negeri di Sulawesi Selatan 2002-2011
TAHUN
PMDN (Rp)
2002
146.059,75
2003
487.273,70
2004
767.121,75
2005
876.071,00
2006
2.362.637,24
2007
244.670,64
2008
121.399,91
2009
4.506.424,72
2010
3.878.822,32
2011
3.900.000,00
60
Pada Tabel 4.4 Penanaman Modal Dalam Negeri di Sulawesi Selatan jug
menunjukkan kenaikan dan penurunan dari tahun ke tahun selama 10 tahun terakhir
ini, seperti yang terlihat pada Tabel 4.4 bahwa PMDN mengalami kenaikan yang
pesat pada tahun 2009 yang mencapai angka 4.506.424,72 milyar rupiah sedangkan
PMDN yang paling rendah pada tahun 2002 yang hanya mencapai 146.059,75 juta
rupiah. Pada tahun 2003 investasi PMDN mencapai 487.273,70 juta rupiah
mengalami kenaikan sebesar 70 persen dibanding PMDN tahun 2002. Tahun 2004
investasi PMDN di Sulawesi Selatan mengalami kenaikan sebesar 36 persen menjadi
767.121,75 juta rupiah, selanjutnya mengalami kenaikan lagi sebesar 14 persen pada
tahun 2005 menjadi 876.071,00 juta rupiah. Pada tahun 2006 PMDN di Sulawesi
Selatan mengalami peningkatan yang cukup besar mencapai 2.362.637,24 milyar
rupiah atau meningkat sebesar 62 persen. Kemudian PMDN di Sulawesi Selatan
tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 89 persen menjadi 244.670,64 juta rupiah.
Pada tahun 2008 mengalami penurunan lagi sebesar 99 persen menjadi 121.399.912
juta rupiah, selanjutnya PMDN di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan yang
pesat pada tahun 2009 meningkat sebesar 96 persen menjadi 4.506.424,72 milyar
rupiah dimana pada tahun 2009 ini merupakan PMDN yang paling besar dari tahuntahun yang lainnya. Pada tahun 2010 PMDN di Sulawesi Selatan naik 16 persen
menjadi 3.878.822,32 milyar rupiah, selanjutnya meningkat sebesar 0,5 persen pada
tahun 2011 PMDN di Sulawesi Selatan menjadi 3.900.000,00 milyar rupiah.
61
4.4
Perkembangan Ekonomi Sulawesi Selatan
4.4.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan
yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut
merupakan rangkuman laju pertumbuhan dari berbagai sektor yang menggambarkan
tingkat perubahan yang terjadi. Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi
tersebut secara riil dan tahun ke tahun, disajikan melalui PDRB atas harga konstan.
Penggunaan angka atas harga konstan ini dimaksudkan untuk menghindari pengaruh
perubahan harga, sehingga perubahan yang diukur merupakan pertumbuhan rill
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi sering digunakan sebagai tolak ukur untuk
mengetahui sejauh mana kegiatan ekonomi di suatu wilayah berjalan selama kurun
waktu tertentu. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah menandakan
semakin bergairahnya kegiatan ekonomi. Berikut Tabel 4.5 PDRB atas dasar harga
konstan dan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan.
Tabel 4.5 Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Selatan 2002-2011
Tahun
2002
Pertumbuhan Ekonomi
(%)
4,8
2003
5,42
2004
5,26
2005
6,05
62
2006
6,72
2007
6,34
2008
7,78
2009
6,23
2010
8,18
2011
8,35
Sumber : Badan Pusat Statistik
Seperti yang terlihat pada Tabel 4.4 Tercatat bahwa pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Selatan mengalami kenaikan dan penurunan selama periode 2002 sampai
dengan 2011, pada tahun 2002 sampai 2007 pertumbuhan ekonomi Sulawesi selatan
mengalami peningkatan yang baik, pada tahun 2002 pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Selatan 4,8 persen mengalami peningkatan 1,3 persen pada tahun 2003 menjadi 5,42
persen. Pada tahun 2004 mengalami peningkatan sebesar 0,16 persen menjadi 5,26
persen. Kemudian pada tahun 2005 meningkat sebesar 0,79 persen menjadi 6,05
persen. Pada tahun 2006 nilai pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan juga
mengalami peningkatan sebesar 0,67 persen menjadi 6,72 persen. Kemudian tahun
2007 nilai pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan tercatat 6,34 persen yang
mengalami penurunan sebesar 0,38 persen. Pada tahun 2008 nilai pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Selatan 7,78 persen atau
meningkat sebesar 1,44 persen.
Selanjutnya pada tahun 2009 nilai pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan
mengalami penurunan sebesar 1,55 persen menjadi 6,23 persen Pada tahun 2010
pertumbuhan ekonomi menjadi 8,18 persen naik sebesar 1,95 persen dan pada tahun
63
2011 pertumbuhan ekonomi menjadi 8,35 persen atau naik sebesar 0,17 persen.
Pertumbuhan ekonomi ini merupakan usaha dalam menaikkan output perkapita dalam
masyarakat yang berlangsung dalam jangka panjang. Kenaikan
pertumbuhan
ekonomi memberikan dampak positif dari sejumlah program pemerintah
dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi salah satunya dengan cara meningkatkan
produksi barang-barang dalam negeri yang menambah pendapatan negara, adanya
sumber daya manusia juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi karena
dengan bertambah banyaknya sumber daya manusia para pengelola akan berdatangan
dan itu berakibat semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi sesuai dengan
sumber daya yang ada.
4.4.2 PDRB Sulawesi Selatan
Pendapatan regional per kapita atau PDRB perkapita sering digunakan sebagai
salah satu indikator tingkat kemajuan atau tingkat kesejahteraan penduduk suatu
wilayah. PDRB perkapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima
oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi. Dengan berkembangnya
perekonomian tentunya berdampak pada tingkat kesejahteraan penduduk. PDRB
perkapita diperoleh dari nilai produk domestik regional bruto dibagi dengan jumlah
penduduk.
64
Tabel 4.6 PDRB perkapita Atas Dasar Harga Konstan Sulawesi Selatan
2002-2011
.
Tahun
PDRB (milyar rupiah)
2002
30.948,82
2003
32.627,38
2004
34.345,08
2005
36.421,78
2006
38.867,68
2007
41.324,26
2008
44.549,82
2009
47.326,08
2010
51.197,03
2011
55.292,80
Sumber : Badan Pusat Statistik
Perkembangan PDRB Atas Harga Konstan di Sulawesi Selatan diikuti dengan
perkembangan pertumbuhan ekonomi di daerah Sulawesi Selatan. Selama periode
2002-2011 PDRB perkapita Sulawesi Selatan mengalami peningkatan yang sangat
65
baik dari tahun ke tahun. Ini berarti bahwa kesejahteraan penduduk Sulawesi Selatan
mengalami peningkatan sesuai dengan pertumbuhan PDRB perkapita nya. PDRB
harga konstan dapat digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan atau setiap sektor dari suatu periode waktu dan juga untuk mengetahui
pertumbuhan nyata ekonomi perkapita.
4.5
Hasil Analisis Data
Sub bab ini menguraikan hasil-hasil studi selama periode penelitian, yakni
hasil analisis terhadap investasi melalui pertumbuhan ekonomi terhadap penduduk
miskin di Sulawesi Selatan
4.5.1 Interpretasi Model
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa metode analisis yang digunakan
untuk menguji hipotesa adalah metode regresi 2SLS atau metode regresi dua tahap.
Metode ini untuk mengetahui apakah variabel independen (Penanaman Modal Asing,
Penanaman Modal Dalam negeri) berpengaruh terhadap variabel dependen
(penduduk miskin), namun melalui variabel perantara (pertumbuhan ekonomi).
Pengolahan data dengan menggunakan software Amos versi 5. Melalui penggunaan
software Amos dapat dilihat hasil yang menunjukkan hubungan secara langsung dan
tidak langsung variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil estimasi
berdasarkan data yang diolah pada penelitian ini dapat diketahui pada tabel berikut.
66
Tabel 4.7 Hasil Estimasi
Y1
Y1
Y1
Y2
Y2
Y2
Y2
<--<--<--<--<--<--<---
X1
X2
e1
X2
X1
Y1
e2
Estimate
81.238
47.192
29.766
-.361
-.122
-.002
1.623
S.E.
7.068
12.437
7.016
1.094
1.526
.018
.383
C.R.
11.494
3.794
4.243
-.331
-.080
-.127
4.243
P
.001
.001
.001
.741
.936
.899
.001
Label
par_1
par_2
par_7
par_3
par_4
par_5
par_6
Sumber : Data diolah BPS
Ket : X1 = PMA
X2 = PMDN
Y1 = Pertumbuhan Ekonomi
Y2 = Peduduk Miskin
Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa variabel yang
berpengaruh terhadap penduduk miskin, secara tidak langsung melalui pertumbuhan
ekonomi, adalah Penanaman Modal Asing PMA dan Penanaman Modal Dalam
Negeri, kedua variabel ini mempunyai nilai koefisien yang cukup tinggi. Secara tidak
langsung, melalui variabel pertumbuhan ekonomi, variabel Penaman Modal Asing
berpengaruh signifikan dengan nilai koefisien sebesar 81.238. Sedagkan variabel
Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN secara tidak langsung melalui variabel
pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan mempunyai nilai koefisien sebesar
67
47.192. Sedangkan secara langsung variabel Penanaman Modal Asing PMA dan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh tidak signifikan terhadap
penduduk miskin. Variabel pertumbuhan ekonomi, berpengaruh tidak signifikan
terhadap penduduk miskin.
4.6
Pembahasan
4.6.1 Hubungan Penanaman Modal Asing (PMA) dengan Kemiskinan
Variabel PMA (X1) dalam penelitian ini, secara langsung, bertanda negatif
dan tidak signifikan terhadap penduduk miskin. Berdasarkan hasil pengolahan data,
nilai koefisien variabel Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar -0,122. Hal ini tidak
sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa secara langsung Penanaman Modal
Asing berpengaruh negatif terhadap penduduk miskin. Hal ini disebabkan karena
Penanaman Modal Asing yang tercipta di Sulawesi Selatan kurang menyerap tenaga
kerja sehingga PMA di Sulawesi Selatan kurang berpengaruh pada masyarakat
miskin sehingga menciptakan pengangguran. Tingginya angka pengangguran pun
tidak bisa diatasi dengan Penanaman Modal Asing. Sebab, investor asing biasanya
bergerak di bidang pertambangan hanya menyerap tenaga kerja terdidik yang tidak
banyak menyerap tenaga kerja pada penduduk miskin, dimana mayoritas penduduk
miskin kurang memiliki skill. Keterkaitan kemiskinan dengan investasi di sektor
pendidikan sangat besar karena pendidikan memberikan kemampuan untuk
68
berkembang lewat penguasaan ilmu dan keterampilan. Pendidikan memiliki peran
yang penting dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk
menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta
pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro, 2006).
Secara tidak langsung melalui variabel pertumbuhan ekonomi, Penanaman
Modal Asing (PMA) bertanda positif dan signifikan, dimana nilai koefisien variabel
Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 81.238. Artinya apabila PMA meningkat
sebesar 1%, maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 81,238% dan
selanjutnya meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan mengakibatkan menurunnya
kemiskinan. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa secara tidak
langsung, Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh negatif terhadap kemiskinan
melalui pertumbuhan ekonomi. Diketahui bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan
investasi mempunyai hubungan timbal balik yang positif. Hubungan timbal balik
tersebut terjadi karena di satu pihak, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu
negara, berarti semakin besar bagian dari pendapatan yang bisa di tabung, sehingga
investasi yang tercipta akan semakin besar pula. Dilain pihak, semakin besar investasi
suatu negara, akan semakin besar pula tingkat pertumbuhan ekonomi yang bisa
dicapai, adanya pertumbuhan ekonomi yang dapat mengurangi jumlah penduduk
miskin,
pengangguran
dan
meningkatkan
kesejahteraan
(Harrrod-Domar).
Pertumbuhan ekonomi dapat dicapai melalui investasi, pertumbuhan ekonomi
berpengaruh terhadap penduduk miskin jika pertumbuhan ekonomi meningkat maka
69
dapat mengurangi jumlah penduduk miskin. Dengan adanya investasi jika penetapan
dan alokasinya yang tepat akan mampu menaikkan dan menciptakan pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas, sehingga mengurangi jumlah penduduk miskin.
4.6.2 Hubungan
Penanaman
Modal
Dalam
Negeri
(PMDN)
dengan
Kemiskinan
Variabel Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN (X2) dalam penelitian ini,
secara langsung terhadap penduduk miskin, bertanda negatif dan tidak berpengaruh
signifikan. Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai koefisien variabel Penanaman
Dalam Negeri (PMDN) sebesar -0.361. Hal ini dikarenakan Penanaman Modal
Dalam Negeri yang tercipta di Sulawesi Selatan tidak berdampak pada lapisan
masyarakat miskin karena sulit bagi penduduk miskin mendapatkan sumber
pendapatan, Sama sulitnya menciptakan lapangan kerja bagi penduduk miskin
(masyarakat lokal) jika pertumbuhan ekonomi hanya ditopang oleh kegiatan produksi
padat modal dan hanya membutuhkan tenaga kerja luaran pendidikan tinggi. Dimana
mayoritas masyarakat miskin adalah luaran pendidikan dasar (SD) atau bahkan tidak
tammat SD. Berdasarkan penelitian yang dilakukan fajaruddin (2003), yang
melakukan studi mengenai kajian terhadap komunitas indutri pengrajin. Studi
tersebut mengemukakan bahwa masuknya Penanaman Modal Dalam Negeri dan
Penanaman Modal Dalam Asing memiliki dampak positif dan negatif. Salah satu
70
yang terlihat antara lain bahwa kondisi tersebut akhirnya membawa dinamika
tersendiri, yang dengan leluasa membentuk masyarakat ekonomi baru, baik di daerah
perkotaan maupun pedesaan. Selain itu persaingan antara sektor ekonomi yang
bercorak tradisional dan ekonomi modern semakin tajam. Akibat sosial dari gejala
ekonomi ini antara lain berupa dislokasi sosial, pengangguran kemiskinan,
kriminalitas yang semakin meningkat.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) juga bertanda positif dan
signifikan secara tidal langsung terhadap penduduk miskin, dimana nilai koefisien
variabel Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar 47.192. Artinya apabila
PMDN meningkat sebesar 1%, maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar
47,192% meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan mengakibatkan menurunnya
penduduk miskin. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa secara
tidak langsung, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh negatif
terhadap penduduk miskin. Dengan semakin besarnya investasi PMDN maka
diharapkan akan mendorong pertumbuhan sektor swasta dan rumah tangga dalam
mengalokasikan sumber daya yang ada di suatu daerah. Hal ini pada akhirnya akan
menyebabkan makin meningkatnya PDRB dan diharapkan pertumbuhan ekonomi
daerah dapat meningkat. Dengan demikian investasi PMDN memiliki hubungan
positif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah (Eko-Prasetyo). Diketahui bahwa
tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi mempunyai hubungan timbal balik yang
positif. Hubungan timbal balik tersebut terjadi karena di satu pihak, semakin tinggi
71
pertumbuhan ekonomi suatu negara, berarti semakin besar bagian dari pendapatan
yang bisa di tabung, sehingga investasi yang tercipta akan semakin besar pula
(Harrod domar). Dilain pihak, semakin besar investasi suatu negara, akan semakin
besar pula tingkat pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai, adanya pertumbuhan
ekonomi yang dapat mengurangi penduduk miskin, pengangguran dan meningkatkan
kesejahteraan.
4.6.3 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Kemiskinan
Variabel pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini bertanda negatif dan
tidak signifikan, sesuai dengan hasil nalisis nilai koefisien pertumbuhan ekonomi
sebesar -0,002 dan tidak berpengaruh signifikan. hal ini diakibatkan karena
pemerintah mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi gagal
menciptakan pemerataan pendapatan per kapita. Pertumbuhan ekonomi tinggi, hanya
dinikmati oleh masyarakat tertentu saja, mereka yang berkeja di sektor industri padat
teknologi,
sektor keuangan (perbankan), dan sektor pemerintah tidak akan
menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat miskin. Sehingga pembangunan
ekonomi yang dilakukan tidak menjangkau masyarakat miskin (tidak pro poor).
Akibatnya, pemerintah memang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi tinggi
tetapi pada akhirnya tidak akan mampu menolong keluarga miskin keluar dari kondisi
kemiskinan. Juga ada faktor dari masyarakat itu sendiri walaupun pemerintah
72
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak ada kesadaran dari
masyarakat itu sendiri untuk bisa lebih maju dalam berkarya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Balisacan (2003), yang
melakukan studi mengenai pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan.
Studi tersebut menemukan bahwa adanya hubungan kuat antara kemiskinan dan
pertumbuhan ekonomi, namun terdapat faktor lain yang membuat masayarakat
miskin terpisah dari dampak pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Faktor tersebut adalah
infrastruktur, sumberdaya manusia yang berkualitas, dan akses terhadap teknologi
yang sulit.
Dari ringkasan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balisacan kita dapat
melihat bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kebijakan
pemerintah seharusnya ditargetkan untuk mencapai target-target pembangunan
infrastruktur, pembangunan tingkat pendidikan, capaian terhadap penggunaan
teknologi.
73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengaruh investasi Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh positif dan
signifikan secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi terhadap
kemiskinan di Sulawesi Selatan, hal ini menunjukkan bahwa PMA dapat
menurunkan kemiskinan jika didukung oleh pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh tidak
signifikan secara langsung tanpa melalui pertumbuhan ekonomi terhadap
kemiskinan di Sulawesi Selatan, hal ini menunjukkan bahwa PMA di
Sulawesi Selatan menyerap tenaga kerja yang memerlukan skill, dan
pendidikan yang tinggi, sedangkan penduduk miskin di Sulawesi Selatan
memiliki pendidikan yang rendah dan skill yang rendah.
2. Pengaruh Investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh
positif dan signifikan secara tidak langsung dengan melalui pertumbuhan
ekonomi terhadap kemiskinan di Sulawesi Selatan, hal ini dikarenakan PMDN
yang meningkat di Sulawesi Selatan dapat menaikkan pertumbuhan ekonomi
74
yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Sedangkan investasi Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh negatif dan tidak signifikan
secara langsung terhadap kemiskinan di Sulawesi Selatan, hal ini
menunjukkan bahwa PMDN di Sulawesi Selatan tidak berdampak pada
penduduk miskin karena PMDN menyerap tenaga kerja yang terdidik.
3. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap kemiskinan di Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa
kenaikan pertumbuhan ekonomi tidak dirasakan manfaatnya oleh semua
golongan masyarakat, yaitu penduduk miskin. Distibusi income tidak merata
sehingga tidak dirasakan oleh masyarakat penduduk miskin. Pemerintah tidak
boleh berbangga dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena tidak
dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.
5.2
Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, maka pada bagian ini
dikemukakan saran sebagai berikut :
1. Berkaitan bahwa Penaman Modal Asing (PMA) berpengaruh signifikan
secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan dan
tidak berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kemiskinan, investasi
75
PMA tidak berpengaruh langsung terhadap kemiskinan. Penanaman modal
asing seharusnya diarahkan pada aktivitas industri yang produktif, serta
prioritas program atau kegiatan pemberdayaan usaha kecil menengah, dengan
demikian akan tercipta pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan
berpengaruh signifikan terhadap pengurangan kemiskinan dan pengagguran
daerah perkotaan.
2. Berkaitan bahwa Penaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh
signifikan secara tidak langsung terhadap penduduk miskin, dan berpengaruh
tidak signifikan terhadap penduduk miskin secara langsung hal ini berarti
investasi PMDN dapat lebih ditingkatkan agar dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkualitas agar dapat dijangkau oleh masyarakat
miskin, sehingga kemiskinan dapat menurun.
3. Berdasarkan hasil analisis yang didapatkan bahwa pertumbuhan ekonomi
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan. Hal ini berarti
pertumbuhan ekonomi selama ini tidak dirasakan oleh penduduk miskin,
maka pertumbuhan ekonomi harus terus ditingkatkan agar semakin tinggi dan
pertumbuhan ekonomi ini bisa dirasakan oleh semua golongan masyarakat.
76
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Muhammad. 2008. Penanganan Kemiskinan Dalam Upaya Mewujudkan
Upaya Negara Kesejahteraan. Medan
Agussalim. 2012. Penanganan Kemiskinan di Sulawesi Selatan; Pendekatan dan
Agenda kebijakan. Makassar
Badan Pusat Statistik (BPS). Statistik Indonesia 1996 – 2010.
BPS. 2010. Makassar Dalam Angka. Makassar
Ervin Mardalena. 2009. Pengaruh Investasi Swasta dan Perdagangan Internasional
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Sumatera Selatan.Ekonomika
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta : Erlangga
Jamzani Sodik & Didi Nuryadin. 2005. Pengaruh Investasi dan Pertumbuhan
Ekonomi Regional. Yogyakarta
Khumaidi M, Roejito D. 1991. Makalah Kemiskinan Apa dan Bagaimana. Bogor:IPB
Imamudin Yuliadi. 2008. Analisis Investasi di Indonesia Pendekatan Keseimbangan
Makroekonomi. Yogyakarta
M.L Jhingan. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Prasetyo Eko. 2011. Analisis Pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
77
Penanaman Modal Asing (PMA), Tenaga Kerja dan Ekspor Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi. Sumatera Utara
Samuelson, Paul. 2004. Ilmu Makroekonomi, Edisi tujuh Belas. Jakarta : Media
Global Edukasi
Sitompul Novita. 2007. Pengaruh Investasi Tenaga Kerja Terhadap PDRB. Sumatera
Utara
Supranto, J. 2004. Ekonometri. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Sukandar Dadang. 2008. Analisis Diskriminan Untuk Menentukan Indikator Garis
Kemiskinan. IPB
Sukirno Sadono. 1994. Pengantar Makroekonomi, Edisi Kedua. Jakarta : PTGrafindo
Suman, Agus. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol.9 : Sholeh, Mainum.
Kemiskinan Telaah dan Beberapa Strategi Penanggulangannya.Yogyakarta :
Universitas Negeri Yogyakarta
Theofransus Litaay. 2007. Peningkatan Investasi di Indonesia Membutuhkan
Konsistensi Reformasi Hukum; Jurnal Studi Pembangunan. Kritis
Tambunan Taulus, T.H. 2001. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Gholia Indonesia
Undang-Undang Dasar GBHN Ketetapan MPR N0.II/MPR/1993. BP-7 Pusat
Yustika Ahmad Erani, 2000, Industrialisasi Pinggiran.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
http://www.wikipedia.org
78
Download