IMPLEMENTASI PEDAGOGICAL CONTEN

advertisement
IMPLEMENTASI PEDAGOGICAL CONTEN KNOWLEDGE (PCK)
TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA
Oleh :
Suminawati
Ai Nur Solihat
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai pedagogical
content knowledge (PCK) guru ekonomi, tingkat kemampuan kognitif siswa pada
mata pelajaran ekonomi dan pengaruh pedagogical content knowledge (PCK)
terhadap tingkat kemampuan kognitif siswa pada mata pelajaran ekonomi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
deskriftif. Populasi dalam penelitian ini adalah Guru Ekonomi dan siswa kelas XI
SMA Negeri di Kota Tasikmalaya. Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah simple random sampling. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif untuk mengetahui gambaran
pedagogical content knowledge (PCK) guru ekonomi, tingkat kemampuan kognitif
siswa pada mata pelajaran ekonomi, dan analisis regresi linier sederhana untuk
mengetahui pengaruh Pedagogical Content Knowledge (PCK) terhadap
peningkatan kemampuan kognitif siswa.
Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah memperoleh gambaran
mengenai pedagogical content knowledge (PCK) guru ekonomi, tingkat
kemampuan kognitif siswa pada mata pelajaran ekonomi yang nantinya dapat
memberikan kontribusi dalam pengembangan pembelajaran ekonomi baik formal
maupun non formal, sehingga dapat memberikan masukan dalam mengembangkan
proses pembelajaran yang efektif sehingga kompetensi yang diharapkan dimiliki
siswa dapat tercapai.
Kata Kunci : pedagogical content knowledge, PCK, kemampuan kognitif
1. PENDAHULUAN
Kemampuan kognitif merupakan kemampuan internal seseorang untuk
berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Kemampuan kognitif
menyebabkan proses berpikir unik dalam menganalisa, memecahkan masalah, dan
di dalam mengambil keputusan. Kemampuan dan keunikan berpikir tersebut
sebagai executive control, atau disebut dengan control tingkat tinggi, yaitu analisa
yang tajam, tepat dan akurat.
Kemampuan kognitif tertinggi menurut Gagne (Martinis Yamin, 2008:2)
adalah strategi kognisi, atau analisis, sintesis dan evaluasi. Streategi kognitif ini
dapat dipelajari oleh siswa dengan guru, kemampuan ini lebih banyak siswa
berpikir dengan memberikan bahan atau materi pelajaran dimana siswa dapat
memecahkan persoalan, baik dalam kelas maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Pemberian materi pelajaran di dalam kelas tidak sebatas memberi informasi, akan
tetapi merupakan cikal bakal mereka untuk mengembangkan diri, dan menindak
lanjuti apa yang telah mereka dapat dari informasi awal di dalam kelas.
Kemampuan berpikir sangat diperlukan sebagai bentuk hasil dari proses
pendidikan, dimana dalam proses pendidikan merupakan upaya pengkondisian
siswa. Bila upaya pengkondisian itu kurang mendukung pencerahan atau
pengembangan penalaran, serta kemampuan berpikir yang baik, maka akan
melahirkan lulusan pendidikan yang kurang optimal. Padahal dalam era globalisasi
seperti sekarang ini menuntut ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas
yang memiliki daya saing secara terbuka, yang bisa bersaing baik secara lokal
maupun secara global. Sumber daya manusia tidak lagi dianggap sebagai pelengkap
semata, akan tetapi sudah menjadi kekuatan utama bagi industri dalam
menghasilkan keunggulan dalam konteks yang lebih komprehensif, dan inovatif.
Tantangan persaingan global, pertumbuhan penduduk, pengangguran,
tanggung jawab sosial, keanekaragaman ketenagakerjaan, etika, kemajuan
teknologi dan ilmu pengetahuan, dan gaya hidup serta kecenderungannya
merupakan tantangan yang saling terkait. Dalam persaingan global, semua sumber
daya antar negara akan bergerak bebas melewati batas-batas yang ada. Hanya
sumber daya yang memliki keunggulanlah yang dapat bertahan dalam persaingan.
Salah satu keunggulan yang harus dimiliki sumber daya Indonesia agar dapat
bertahan dalam persaingan global adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti
kemampuan berpikir kreatif, produktif, dan inovatif.
Kenyataannya sekarang, kualitas sumber daya manusia indonesia di nilai
masih rendah. Kemampuan siswa dalam dalam berpikir tingkat tinggi masih rendah
dimana siswa Indonesia belum mampu mengerjakan soal-soal yang memerlukan
tanggapan (reasoning). Hal dibuktikan melalui hasil survey yang dilakukan oleh
TIMSS (Trends in International Match Science Survey) dari Global Institute tahun
2007 (Penerapan Kurikulum 2013), menyebutkan bahwa hanya 5% siswa Indonesia
yang dapat mengerjakan soal-soal dalam katagori tinggi dan advance (memerlukan
reasoning), jauh lebih rendah dibandingkan siswa Korea yang mencapai 71%
sanggup menyelesaikan soal-soal dalam kategori tinggi dan advance. Dalam
perspektif lain, 78% siswa Indonesia hanya dapat mengerjakan soal-soal dalam
katagori rendah (hanya memerlukan knowing, atau hafalan), sedangkan hanya 10%
siswa Korea yang hanya dapat mengerjakan soal-soal tersebut. Hasil survey PISA
tahun 2009 juga menunjukkan kemampuan siswa di Indonesia masih rendah dalam
menguasai pelajaran, yaitu hampir semua siswa Indonesia hanya menguasai
pelajaran sampai level 3 saja, sementara negara lain banyak sudah bisa mencapai
level 4, 5, bahkan 6. Dengan keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama,
interpretasi dari hasil ini hanya satu, namun materi yang diajarkan belum sesuai
dengan tuntutan zaman. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan kurikulum dari
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menjadi Kurikulum 2013 yang menuntut
penguatan reasoning sehingga dapat menumbuhkan kemampuan siswa dalam
berpikir tingkat tinggi. Kurikulum yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi, menghasilkan insan yang produktif, kreatif, inovatif, dan berkarakter
adalah kurikulum 2013.
Dalam implementasi Kurikulum 2013, pendidikan karakter dapat
diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran pada setiap bidang studi yang terdapat
dalam kurikulum. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilainilai pada setiap bidang studi perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dihubungkan
dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dalam menerapkan kurikulum 2013 ini
harus melibatkan komponen-komponen antara lain kurikulum, rencana
pembelajaran, proses pembelajaran, mekanisme penilaian kualitas hubungan,
pengelolaan pembelajaran, pengelolaan sekolah/madrasah, pelaksanaan
pengembangan dari siswa, pemberdayaan sarana dan prasarana, pembiayaan, serta
etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Keterlibatan komponen-komponen dalam implementasi kurikulum 2013
dapat diintegrasikan dalam sebuah proses pembelajaran. Proses pembelajaran
merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai
pemegang peranan utama. Guru professional tidak hanya ditunjukkan atau
dibuktikan dengan sertifikat profesional melainkan harus ditunjukkan oleh kinerja
sebagai seorang pendidik. Guru tidak hanya sekedar menguasai materi (konten) dan
strategi pengajaran, tetapi juga harus mempunyai pemahaman dan kemampuan
khusus untuk memadukan pengetahuan materi, kurikulum, belajar, pengajaran, dan
siswa. Lebih lanjut pengetahuan semacam itu disebut sebagai pengetahuan konten
pedagogi (pedagogical content knowledge).
Pedagogical Content Knowledge digambarkan sebagai hasil perpaduan
antara pemahaman materi ajar (content knowledge) dan pemahaman cara mendidik
(pedagogical knowledge) yang berbaur menjadi satu yang perlu dimiliki oleh
seorang pengajar. Shuell dan Shulman (Eggen & Kauchak, 2010) merumuskan
bahwa Pedagogical Content Knowledge adalah pemahaman tentang metode
pembelajaran apa yang efektif untuk menjelaskan materi tertentu, serta pemahaman
tentang apa yang membuat materi tertentu mudah atau sulit dipelajari.
Dua bagian besar yang membentuk Pedagogical Content Knowledge
adalah content knowledge dan pedagogical knowledge. Menurut Shulman (1986),
content knowledge meliputi pengetahuan konsep, teori, ide, kerangka berpikir,
metode pembuktian dan bukti. Shulman juga menyatakan bahwa pedagogical
knowledge berkaitan dengan cara dan proses mengajar yang meliputi pengetahuan
tentang manajemen kelas, tugas, perencanaan pembelajaran dan pembelajaran
siswa. Pedagogical knowledge ini identik dengan kompetensi pedagogik guru
menurut PP Nomor 74 tahun 2008, bahwasannya kompetensi pedagogik guru
merupakan kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman
terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum silabus, perancangan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran pembelajaran yang mendidik dan
dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar, serta
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Berbagai penelitian tentang penerapan Pedagogical Content Knowledge
telah banyak dilakukan, dari penelitian tersebut ternyata Pedagogical Content
Knowledge memberikan dampak positif dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga
hal ini berimplikasi pada hubungan yang erat antara cara guru mengajar atau
pengetahuan pedagogik dengan konten materi yang diajarkan.
2. METODOLOGI
2.1 Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Metode penelitian dapat memberikan
gambaran kepada para peneliti mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan
dalam penelitian. Dalam melakukan penelitian diperlukan pemilihan metode yang
tepat, sehingga dapat memberikan kemudahan untuk memecahkan masalah yang
diteliti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode survei deskriptif.
2.2 Variabel Penelitian
Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui pengaruh Pedagogical Content
Knowledge (PCK) terhadap Kemampuan Kognitif Siswa. Variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Pedagogical Content Knowledge (PCK) dan
Kemampuan Kognitif Siswa.
2.3 Populasi dan Sampel
2.3.1 Populasi
Dalam pelaksanaan penelitian tidak terlepas dari subjek penelitian, karena
merupakan alat yang dipergunakan untuk memecahkan masalah atau penunjang
keberhasilan penelitian. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah guru
mata pelajaran ekonomi dan siswa kelas IX jurusan ilmu sosial di SMA Negeri Kota
Tasikmalaya.
2.3.2 Sampel
Adapun teknik sampel yang dipergunakan yaitu teknik simple random
sampling (sample acak sederhana) karena tanpa memperhatikan strata yang ada
dalam populasi itu. Besarnya sampel penelitian ini ditetapkan dengan menggunakan
rumus ukuran sampel dari Slovin dengan rumus sebagai berikut:
n=
Keterangan :
n = jumlah sampel
N
1 + Ne 2
N = jumlah populasi
e2 = level of error yang ditetapkan = 0,05
2.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data mengacu pada cara apa data yang diperlukan
dalam penelitian bisa diperoleh. Kaitannya dengan hal tersebut, serta dapat melihat
konsep analitis dari penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan
bisa melalui komunikasi secara langsung atau tidak langsung. Teknik pengambilan
data dalam penelitian ini dilakukan tes, kueioner dan observasi.
2.4.1 Tes
Tes, yaitu serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok (Riduwan, 2012:42). Tes yang digunakan
untuk mengukur variable terikat berupa tes kemampuan kognitif siswa. Adapun
langkah-langkah dalam penyusunan alat tes tersebut adalah :
a. Menentukan SK, KD, Indikator dan tujuan pembelajaran
b. Membuat kisi-kisi tes
Kisi-kisi menggambarkan penyebaran jumlah pokok uji yang akan dibuat untuk
pokok bahasan dan jenjang tertentu. Pembuatan kisi-kisi tertulis sebagai
rancangan tes harus merujuk pada kompetensi dasar, indikator pembelajaran,
sub materi pokok uji, dan jumlah soal.
c. Menyusun tes kemampuan kognitif
d. Melakukan Uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihaan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih
mempunyai validitas tinggi, sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti
memiliki validitas rendah. (Suharsimi Arikunto, 2010:211)
Dalam penelitian ini, perhitungan validitas dilakukan untuk validitas
validitas item soal. Untuk mengukur tingkat validitas item soal, digunakan rumus
korelasi product momment :
𝑁 𝑋𝑌 − ( 𝑋)( 𝑌)
𝑟"# =
𝑁 𝑋+ − ( 𝑋+) 𝑁 𝑌+ − ( 𝑌+)
Keterangan :
𝑟"#
= Angka korelasi product momment
N
= Number of Cases (Jumlah Siswa)
𝑋𝑌 = Jumlah hasil perkalian antara skor X dan Y
𝑋 = Jumlah skor X
𝑋 = Jumlah skor Y
Koefisien korelasi selalu terdapat antara -1,00 sampai +1,00. Namun
karena dalam menghitung sering dilakukan pembulatan angka-angka, sangat
mungkin diperoleh koefisien lebih dari 1,00. Koefisien negatif menunjukkan
hubungan kebalikan sedangkan koefisien positif menunjukkan adanya kesejajaran.
Untuk mengadakan interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi adalah
sebagai berikut :
• Antara 0,800 sampai dengan 1,00
: Sangat tinggi
•
•
•
•
Antara 0,600 sampai dengan 0,799
: Tinggi
Antara 0,400 sampai dengan 0,599
: Cukup
Antara 0,200 sampai dengan 0,399
: Rendah
Antara 0,00 sampai dengan 0,199
: Sangat rendah
Untuk penafsiran harga koefisien korelasi harus dikonfirmasi dengan tabel
harga kritik product momment dengan taraf signifikasi 95%, sehingga dapat
diketahui signifikan tidaknya korelasi tersebut. 𝑟"# disebut juga r hitung. Hasil r hitung
yang diperoleh, harus dikonfirmasikan dengan harga distribusi r dengan taraf
signifikasi (α) = 0,05 yang artinya peluang membuat kesalahan sebesar 5% setiap
item akan terlihat tingkat kesalahannya. Apabila harga r hitung > r tabel maka korelasi
tersebut dinilai valid (signifikan) dan sebaliknya. (Suharsimi Arikunto, 2013:89)
2. Uji Reliabilitas
Dalam penelitian ini, untuk menghitung reliabilitas tes kemampuan
ditentukan melalui perhitungan koefisien korelasi dengan menggunakan CronbachAlpha. Data diolah mengan menggunakan SPSS 21 dan diperoleh nilai r.
Interpretasi dari nilai reliabilitas tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3
Klasifikasi Tingkat Reliabilitas
Besarnya r
Tingkat Reliabilitas
0,90 < r ≤ 1,00
Sangat Tinggi
0,70 < r ≤ 0,90
Tinggi
0,40 < r ≤ 0,70
Sedang
0,20 < r ≤ 0,40
Rendah
r ≤ 0,20
Sangat Rendah
3. Analisis Butir Soal
Analisis butir soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang
tergolong kelompok baik, kurang baik, dan soal yang jelek. Dengan analisis soal
dapat diperoleh informasi tentang kejelekan sebuah soal dan petunjuk untuk
mengadakan perbaikan. (Suharsimi Arikunto, 2013:222).
a. Tingkat Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu
sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha
memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa
menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di
luar jangkauannya. (Suharsimi Arikunto, 2013:222)
Untuk menghitung tingkat kesukaran soal pilihan ganda, digunakan
rumus:
𝐵
𝑃=
𝐽𝑆
Keterangan :
P
= indeks kesukaran
B
= banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS
= jumlah seluruh siswa peserta tes
Indeks kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut :
P 0,00-0,30 = Soal dianggap sukar
P 0,31-0,70 = Soal dianggap sedang
P 0,71-1,00 = Soal dianggap mudah
b. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang
berkemampuan rendah. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda
soal pilihan ganda adalah :
𝐵1 𝐵2
𝐷=
−
= 𝑃1 − 𝑃2
𝐽1
𝐽2
Dimana :
J
= Jumlah peserta test
JA
= Banyaknya peserta kelompok atas
JB
= Banyaknya peserta kelompok bawah
BA
= Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar
BB
= Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan
benar
PA
= Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (P, sebagai indeks
kesukaran)
PB
= Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar.
Kriteria daya pembeda diklasifikan sebagai berikut :
• D ≤ 0,00
= Sangat jelek
• 0,00 < D≤ 0,20 = Jelek (Poor)
• 0,20 < D ≤ 0,040 = Cukup (Satisfactory)
• 0,40 < D ≤ 0,70 = Baik (Good)
• 0,70 <D ≤1,00
= Sangat baik (Excellent)
2.4.2 Kuesioner
Sugiyono (2013; 142) menyatakan bahwa Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan
atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Kuesioner dalam penelitian ini, digunakan untuk mengetahui gambaran dari
variabel X (Pedagogical Content Knowledge) sebanyak 47 item pertanyaan.
3 ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.
KESIMPULAN
6. DAFTAR PUSTAKA
Ambotang, Abdul Said, dkk. Pengaruh Pengetahuan Pedagogi dan Kandungan
Terhadap Efikasi Guru dalam Pengajaran Ekonomi. Universiti Malaysia
Sabah.
Anderson, Lorin W dan David R. Krathwohl. (2010). Kerangka Landasan Untuk
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Casey, Catherine E. & Ruth A. Childs. (2007). Teacher Education Program
Admission Criteria and What Beginning Teachers Need to know to be
Successful Teachers. Canadian Journal of Educational Administration and
Policy, issue #67.
Chotibul Umam, Nova. (2010). Pengaruh Kompetensi Pedagogik Guru dan
Fasilitas Belajar Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Mengelola
Kearsipan Pada Siswa Kelas XI Jurusan Administrasi Perkantoran SMK
Taman Siswa Kudus. Skripsi : Universitas Negeri Semarang.
Dewi, Luh Retiantari Dewi, dkk. (2014). Pengaruh Kompetensi Pedagogik dan
kompetensi Profesional Terhadap Hasil Belajar Siswa Dalam Mata
Pelajaran Ekonomi Kelas X SMAN 4 Singaraja. Jurnal Jurusan Pendidikan
Ekonomi Vol 4, No 1 (2014): Publisher: Jurnal Jurusan Pendidikan
Ekonomi
Gujarati, Damodar. (1998). Ekonometrika Dasar. Jakarta : Erlangga.
Olfos, Raimundo, Tatiana Goldrine &Soledad Estrella. (2014). Teachers’
pedagogical content knowledge and its relation with students’
understanding. Revista Brasileira de Educação v. 19 n. 59 out.-dez.
Shulman, Lee S. (1986). Those Who Understan: Knowledge Growth in Teaching.
Educational Researcher, Vol. 15, No. 2 (Feb., 1986), pp. 4-14. Tersedia
[online]: http://www.jstor.org/stable/1175860 .
Sukadi, Eti, dkk. (2015). Implementasi Pedagogical Conten Knowledge Pada
Materi Listrik Dinamis Untuk Meningkatkan Kompetensi Calon Guru
Fisika. JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 4, No. I, 2015 (hal 3746). Tersedia [online]: http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Yamin, Martinis. (2008). Paradigma Pendidikan Konstruktivistik Implementasi
KTSP dan UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta : GP
Press.
Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen.
Download