Kinerja Pengawas Kapal Perikanan

advertisement
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis
Soedjadi (1996) menyatakan bahwa, analisis adalah rangkaian kegiatan
pemikiran yang logis, rasional, sistematis dan obyektif dengan menerapkan
metodologi atau teknik ilmu pengetahuan, untuk melakukan pengkajian,
penelaahan, penguraian, pemerincian dan pemecahan terhadap suatu obyek atau
sasaran sebagai satu kebulatan komponen yang utuh ke dalam sub-sub komponen
yang lebih kecil, sehingga dapat diperoleh kejelasan-kejelasan tentang fakta, data
dari informasi tentang obyek tertentu. Berkaitan dengan penelitian ini, maka
analisis yang dimaksud adalah serangkaian kegiatan menguraikan, menelaah dan
mengkaji aspek-aspek yang mendukung pelaksanaan kegiatan pengawasan kapal
perikanan. Aspek-aspek tersebut adalah mekanisme kerja, dukungan sumberdaya,
dukungan hukum dan kelembagaan serta dukungan peran serta stakeholder yang
terkait.
2.2 Kinerja
Kinerja berasal dari bahasa sansekerta kinarya yang berarti hasil karya atau
hasil kerja. Hasibuan (1994) menyatakan bahwa prestasi kerja (kinerja)
merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melakukan tugas-tugas
yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman,
kesungguhan serta ketepatan waktu. Prestasi kerja ini adalah gabungan dari tiga
faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, penerimaan atas
penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi.
Ukuran-ukuran kinerja yang digunakan sangat banyak jenisnya. Menurut
Furtwengler (2002), kinerja dapat diukur dalam empat hal, yaitu sebagai berikut :
1) Kecepatan
Dalam suatu kegiatan pengawasan diperlukan petugas pengawas yang
kinerjanya harus cepat, dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai atau lebih awal
dari deadline serta bebas dari kesalahan;
2) Kualitas
Kecepatan dalam menghasilkan suatu output pengawasan sumberdaya tanpa
disertai kualitas yang dihasilkan tersebut adalah sia-sia. Kualitas yang buruk
memungkinkan peluang terjadinya pelanggaran perikanan atau illegal fishing;
3) Layanan
Layanan yang buruk selama kegiatan pengawasan dilakukan, maka akan
menghapus manfaat yang dicapai dari kecepatan dan kualitas;
4) Nilai
Nilai adalah suatu kualitas yang dapat dirasakan yang lebih baik dari yang
mereka bayarkan.
Ukuran-ukuran kecepatan, kualitas, layanan, dan nilai akan memberikan
gambaran mengenai tingkat kinerja dari sumberdaya pengawas pada suatu
lembaga satuan pengawas. Tingkat kinerja merupakan prestasi kerja pengawas
terkait dengan sikap kerja, pengetahuan dan ketrampilan, serta kesempatan atau
peluang. Sikap kerja itu sendiri dipengaruhi oleh motivasi, yang dilandasi oleh
sistem budaya atau tradisi, hubungan manajemen dan partisipasi. Pengetahuan dan
ketrampilan dipengaruhi oleh sistem pendidikan dan latihan serta pengalaman.
Menurut Furtwengler (2002), ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam
rangka meningkatkan kinerja karyawannya, antara lain : membuat ukuran kinerja
karyawan, mendorong pengembangan karyawan dan mengupayakan kepuasan
karyawan.
2.3 Pengawas Perikanan
Menurut DKP berdasarkan SK Nomor KEP/59/MEN/SJ/2002 tentang
Petunjuk Teknis Pengelolaan Administrasi Kepegawaian Jabatan Fungsional
Pengawas Perikanan, pengawas perikanan adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS)
yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, hak secara penuh oleh pejabat
yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengawasan perikanan. Pengawasan
Perikanan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap kegiatan usaha
perikanan dengan tujuan untuk memastikan apakah pelaksanaan rangkaian usaha
perikanan telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk didalamnya
kegiatan pemantauan, pemeriksaan, bimbingan teknis, sosialisasi, inspeksi,
penilikan, analisis, dan evaluasi.
11
Pengawas Perikanan Bidang penangkapan Ikan adalah Pegawai Negeri Sipil
yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat
yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengawasan penangkapan ikan
meliputi dokumen perizinan usaha penangkapan, operasi kapal perikanan, alat
penangkapan dan alat bantu penangkapan, hasil tangkapan, anak buah kapal, log
book perikana, daerah penangkapan, pemanfaatan sumberdaya ikan dan
lingkungan serta yang berkaitan dengan penangkapan lainnya.
Pengawas Perikanan terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan
Non PPNS. Pengawas diutamakan yang telah berstatus PPNS Perikanan, sehingga
mempunyai kewenangan melakukan tindakan penyidikan secara langsung dalam
hal ditemukan bukti awal telah terjadi pelanggaran perikanan.
Syarat sebagai PPNS yang sah adalah :
1) Telah mengikuti pelatihan penyidikan di Mabes Polri dan dinyatakan lulus;
2) Mendapat sertifikat sebagai penyidik PNS melalui Menteri Kehakiman;
3) Telah melakukan sumpah jabatan sebagai PPNS didepan Pejabat yang
berwenang.
Pengawasan kapal ikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan harus
didukung oleh sumber-sumber yang akan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan
dan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika dan
efektifitas keberhasilan suatu organisasi. Kondisi tersebut mengakibatkan kegiatan
pengawasan kapal ikan tidak dapat dihitung dengan asas biaya dan manfaat,
karena yang penting adalah pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya dan
lingkungan dalam upaya menciptakan peluang kepada masyarakat saat ini secara
berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Suatu organisasi atau lembaga tidak dapat efektif melaksanakan tugas dan
fungsinya tanpa didukung dengan sumberdaya yang memadai, sumberdaya
tersebut adalah :
1) Tenaga pelaksana dalam hal ini adalah petugas pengawas perikanan yang
ditunjuk oleh pejabat yang berwenang dan mempunyai kapasitas dan
kemampuan yang cakap dan terampil;
2) Uang atau biaya dalam hal ini adalah tersediannya biaya atau anggaran yang
jelas sumber atau mata anggarannya sehingga dapat direncanakan untuk
membiayai pelaksanaan pengawasan secara berkesinambungan dalam kurun
waktu tertentu. Tanpa tersedianya biaya, niscaya pengawasan tidak akan dapat
terselenggaranya secara efektif, sistematis dan terukur untuk mencapai target
dan tujuan pengawasan kapal ikan;
12
3) Bahan atau alat pengawasan dalam hal ini adalah LBP, alat-alat ukur,
barcode, alat dokumentasi dan sebagainya. Tanpa adanya dukungan bahan
dan alat bantu pengawasan niscaya pengawasan tidak akan menghasilkan
output positif dan berguna, sehingga sulit untuk mendapat simpati dan peran
serta masyarakat;
4) Sarana pengawasan dalam ha ini adalah berupa kantor dan perlengkapannya,
sarana transportasi, sarana penyidikan termasuk gedung penyimpanan barang
bukti dan ruang tahanan, dan kapal pengawas untuk patroli;
5) Metode atau tatacara dalam hal ini adalah pedoman yang tertuang dalam
standar operasi dan prosedur pengawasan penangkapan ikan yang mengacu
pada SK Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/02/MEN/2002 tentang
Pedoman Pelaksana Pengawasan Penangkapan Ikan.
6) Waktu pengawasan kapal ikan dalam hal ini adalah waktu kerja pengawas
perikanan, waktu kerja pengawasan harus diupayakan selama 24 jam dan
dapat dilakukan dengan jadual piket antar satuan piket pengawas sekurangkurangnya harus ada satu orang yang berstatus PPNS.
2.4 Pengawasan
Handoko
(1993)
menyatakan
bahwa
yang
dimaksud
pengawasan
(controlling) adalah suatu proses yang dilakukan untuk menjamin bahwa tujuan
suatu organisasi dan manajemen dapat dicapai. Pengawasan adalah suatu proses
dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelasanaan pekerjaan yang
dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau
kebijaksanaan yang telah ditentukan sebelumnya. Jelasnya pengawasan harus
berpedoman terhadap rencana (planning) yang telah diputuskan, perintah (order)
terhadap pelaksanaan pekerjaan (performance), tujuan dan atau kebijaksanaan
yang telah ditentukan sebelumnya (Farlan, 1989 diacu dalam Handayaningrat,
1994).
Handayaningrat (1994) menyatakan pengawasan dimaksudkan untuk
memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidak-sesuaian, penyelewengan dan
lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan. Jadi
maksud pengawasan bukan mencari kesalahan tetapi mencari kebenaran terhadap
hasil pelaksanaan pekerjaan. Tujuan pengawasan adalah agar pelaksaan pekerjaan
diperoleh secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya.
13
Macam-macam Pengawasan (Handayaningrat, 1994)
1) Pengawasan dari dalam adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat atau
unit pengawasan yang dibentuk di dalam organisasi itu sendiri, aparat
pengawas bertindak untuk dan atas nama pimpinan organisasi. Aparat
pengawas ini bertugas mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan
oleh pimpinan organisasi untuk perbaikan atau kebijaksaan lebih lanjut;
2) Pengawasan dari luar adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat atau unit
dari luar organisasi itu. Aparat atau unit pengawasan bertindak atas nama
atasan dari pimpinan organisasi itu, atau atas nama pimpinan organisasi itu
atas permintaannya;
3) Pengawasan
preventif
adalah
pengawasan
sebelum
suatu
rencana
dilaksanakan, pengawasan untuk mencegah terjadinya kekeliruan, kesalahan
dalam pelaksanaan kegiatan;
4) Pengawasan represif, pengawasan kapal ikan dimaksudkan untuk memastikan
bahwa tidak terjadi kesalahan atau kekeliruan dalam pelaksanaan izin oleh
kapal ikan tersebut, berupa surviellane dengan cara melakukan pemeriksaan
secara langsung pelaksanaan kegiatan kapal ikan tersebut di laut.
Pengawasan kapal ikan sebagai pengawasan represif dapat menggunakan
beberapa sistem (Handayaningrat, 1994) yaitu :
1) Sistem komparatif yaitu mempelajari laporan penangkapan ikan (Fishing Log
Book) dibandingkan dengan lamanya trip penangkapan dan jenis ikan yang
tertangkap,
mengadakan
analisa
dan
memberikan
penilaian
serta
penyempurnaan;
2) Sistem verifikatif yaitu pemeriksaan berdasarkan pedoman atau petunjuk
teknis dan dibuat laporan periodik, melihat perkembangan dan penilaian hasil
pelaksanaan serta memutuskan tindakan-tindakan lebih lanjut;
3) Sistem Inspekstif yaitu dengan cara mengecek kebenaran dari suautu laporan
penangkapan ikan dengan pemeriksaan di tempat (on the spot inspection);
4) Sistem investigative yaitu pemeriksaan dengan titik berat pada penyelidikan
atau penelitian yang lebih mendalam terhadap indikasi adanya pelanggaran
perikanan, baik dari laporan masyarakat atau dari pengamatan langsung di
lapangan, tujuannya untuk memberi keyakinan tentang kebenaran laporan atau
dugaan pelanggaran yang telah diterima sebelumnya.
Keempat sistem tersebut saat ini dipergunakan dalam pelaksanaan kebijakan
pengawasan kapal ikan di Indonesia dan di kenal dengan sebutan system MCSI
singkatan dari Monitoring, Controlling, Surveilance dan Investigation.
14
Pengertian MCS, secara umum dipakai sebagaimana disepakati dalam
konferensi FAO tahun 1981 di Roma dengan uraian sebagai berikut :
1) Monitoring – the continuous requirement for the measurement of fishing effort
characteristics and resources yields;
2) Control – the regulatory conditions under which the exploitation of the
resource may be conducted;
3) Surveillance – the degree and types of observation reguired to maintaian
compliance with the regulatory control imposed on fishing activities.
MCS bagi setiap negara berbeda tergantung dari pola dan strategi
pembangunan Negara yang bersangkutan. Ditjen Pengawasan dan Pengendalian
Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, mendefinisikan MCS adalah sebagai
berikut:
1) Monitoring (Pemantauan) adalah pencarian dan pengumpulan data, informasi,
fakta yang dilakukan setiap saat secara berkelanjutan untuk memperoleh
kejelasan serta akibat peristiwa yang terjadi;
2) Controlling (Pemeriksaan) adalah upaya menemukan terjadinya sebuah
peristiwa yang dilakukan di luar ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
3) Surveillance (Pengamatan) adalah tindakan hukum yang dilakukan terhadap
suatu peristiwa tindak pidana yang disengaja atau tidak disengaja oleh
seseorang atau badan hukum.
Metode Pengawasan terdiri dari enam jenis (Handayaningrat, 1994) :
1) Pengawasan langsung adalah apabila aparat pengawasan atau pimpinan
organisasi melakukan pemeriksaan langsung pada tempat pelaksanaan
pekerjaan, baik dengan sistem inspektif, verifikatif maupun investigatif.
Metode ini dimaksudkan agar segera dapat dilakukan tindakan perbaikan dan
penyempurnaan dalam pelaksanaan pekerjaan;
2) Pengawasan tidak langsung adalah apabila aparat pengawasan atau pimpinan
organisasi melakukan pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan hanya melalui
laporan-laporan yang masuk padanya. Laporan dapat berupa deretan angkaangka statistik dan lain-lain tentang kemajuan pelaksanaan pekerjaan.
Kelemahan laporan ini tidak segera mengetahui kesalahan-kesalahan dalam
pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat menimbulkan kerugian yang lebih
besar;
15
3) Pengawasan formal adalah pengawasan yang dilakukan oleh unit atau aparat
pengawas yang bertindak atas nama pimpinan organisasi itu atau atasan dari
pimpinan organisasi itu. Dalam pengawasan ini telah diatur prosedur,
hubungan dan tata kerja, dan periode waktunya. Aparat pengawasan ini harus
melakukan pengawasan dan pelaporan pengawasannya secara periodik,
laporan harus disertai saran-saran perbaikan atau penyempurnaan;
4) Pengawasan informal adalah pengawasan yang tidak melalui saluran formal
atau prosedur yang telah ditentukan. Pengawasan informal ini biasanya
dilakukan oleh Pejabat Pimpinan dengan melalui kunjungan yang tidak resmi
(pribadi), atau secara incginito. Hal ini berguna untuk menghindari kekakuan
hubungan antara atasan dan bawahan, sehingga tercipta suasana keterbukaan
dalam memperoleh informasi tentang pelaksanaan pekerjaan, usul dan saransaran dari bawahan;
5) Pengawasan adminstratif adalah pengawasan meliputi bidang keuangan,
kepegawaian dan material;
6) Pengawasan teknis adalah pengawasan terhadap hal-hal yang bersifat fisik,
misalnya pemeriksaan terhadap pembangunan gedung, pembuatan kapal dan
sebagainya;
Prinsip-prinsip pengawasan (Handayaningrat,1994) adalah :
1) Pengawasan berorientasi pada tujuan organisasi;
2) Pengawasan harus obyektif, jujur dan mendahulukan kepentingan umum
daripada kepentingan pribadi;
3) Pengawasan
harus
berorientasi
pada
kebenaran
menurut
peraturan
perundangan yang berlaku (wetmatigheid), berorientasi pada kebenaran atas
prosedur yang telah ditetapkan (rechtmatigheid), dan berorientasi terhadap
tujuan atau manfaat dalam pelaksanaan pekerjaan (doelmatifheid);
4) Pengawasan harus menjamin daya guna dan hasil guna pekerjaan;
5) Pengawasan harus berdasarkan atas standar yang obyektif,teliti dan tepat;
6) Pengawasan harus bersifat terus menerus;
7) Hasil pengawasan harus dapat memberikan umpan balik terhadap perbaikan
dan penyempurnaan pelaksanaan, perencanaan dan kebijaksanaan dimasa
depan.
16
Syarat-syarat pengawasan (Handayaningrat,1994) adalah :
1) Menentukan standar pengawasan yang baik dan dapat dilaksanakan;
2) Menghindari adanya tekanan, paksaan yang menyebabkan penyimpangan dari
tujuan pengawasan itu sendiri;
3) Melaksanakan koreksi rencana yang dapat digunakan untuk mengadakan
perbaikan serta penyempurnaan rencana yang akan datang.
Prosedur pengawasan (Handayaningrat,1994) adalah :
1) Observasi pemeriksaan dan pemerikasaan kembali;
2) Pemberian contoh;
3) Catatan dan laboran;
4) Pembatasan wewenang;
5) Menentukan peraturan-peraturan, perintah-perintah dan prosedur;
6) Anggaran;
7) Sensor dan tindakan disiplin.
2.5 Pengawasan Kapal Perikanan
Pengawasan kapal perikanan adalah pengawasan yang dilakukan oleh
aparatur pengawas yang ditunjuk Menteri Kelautan dan Perikanan atau pejabat
yang ditunjuk dan Gubernur Propinsi atau Pejabat yang ditunjuk atas nama
pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap kapal perikanan yang masuk,
membongkar ikan hasil tangkapan serta kapal perikanan yang keluar pelabuhan
dengan tatacara dan prosedur sebagaimana ditetapkan. Pelaku utama pengawasan
kapal perikanan adalah pemerintah atau petugas yang ditunjuk atas nama
pemerintah. Pertimbangan pemerintah utamanya adalah efektifitas dan bukan
efisiensi, karena sulit untuk mengukur efisiensi dalam pekerjaan pemerintah,
(Handayaningrat,1994).
Pengawasan kapal perikanan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
harus didukung oleh sumber-sumber yang akan dimanfaatkan untuk mencapai
tujuan serta memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika dan
evektivitas keberhasilan suatu organisasi. Soedjadi (1995) menyatakan bahwa,
organisasi tak mungkin dapat melaksanakan tugasnya tanpa didukung dengan
sumber-sumber atau sarana-sarana yang akan didayagunakan untuk mencapai
tujuan organisasi. Sumber-sumber tersebut adalah :
17
1) Manusia atau tenaga kerja;
2) Uang atau biaya;
3) Bahan-bahan atau meterial;
4) Mesin dan peralatan;
5) Metode;
6) Waktu.
Ketentuan hukum yang berkaitan dengan pengawasan adalah sebagai
berikut :
1) Berkaitan dengan perizinan perikanan meliputi :
(1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Eksklusif Ekonomi
Indonesia (ZEEI);
(2) Undang-Undang Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia;
(3) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2002 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak;
(4) Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan;
(5) Peraturan pemerintah nomor 15 tahun 2002 tentang usaha perikanan;
(6) Peraturan pemerintah nomor 54 tahun 2002 tentang usaha perikanan;
(7) Peraturan Pemerintah nomor 22 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
(8) Keputusan
Menteri
Kalautan
Nomor
KEP/10/MEN/2003
tentang
Perizinan Usaha Penangkapan Ikan;
2) Berkaitan dengan fisik kapal
(1) Undang-Undang Nomor 21 tahun 1992 tentang pelayaran;
(2) Keputusan Menteri Keluatan dan Perikanan Nomor KEP/60/MEN/2001
tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan di ZEEI;
(3) Keputusan Menteri Keluatan dan Perikanan Nomor KEP/28/MEN/2003
tentang Produktifitas Kapal Penangkap Ikan.
3) Berkaitan dengan alat penangkapan ikan
(1) Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya;
(2) Undang-Undang Nomor 23 tahun1997 tentang pengelolaan Lingkungan
Hidup;
(3) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/28/MEN/2003
tentang Produktifitas Kapal Penangkap Ikan;
(4) Keputusan Dirjen Perikanan Nomor 10/1982 tentang Pukat Udang;
(5) Keputusan Dirjen Perikanan Nomor 340/1990K tentang Pukat Ikan;
(6) Keputusan Dirjen Perikanan Nomor 340/1990 tentang Long Line.
18
4) Berkaitan dengan ABK
(1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP/781/MEN/1985 tentang
Pembatasan penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang
(TKWNAP);
(2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER/03/MEN/1985 tentang
pemberian Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing
Pendatang;
(3) Keputusan menteri Kehakiman Nomor M.02.IZ.01.10 tahun 1995 tentang
Kemudahan
Keimigrasian
diganti
dengan
:
Keputusan
Menteri
Kehakiman dan HAM Nomor M. 01.IZ.01.10 tahun 2003 tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Nomor M.02.IZ.01.10 tahun 1995
tentang Visa Singgah,Visa Tinggal Terbatas, Izin Masuk dan Izin
Keimigrasian;
(4) Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor F-658.IZ.01.10 tahun 2003
tentang Kemudahan Khusus Keimigrasian.
5) Berkaitan dengan Daerah Penangkapan dan jalur-jalaur penangkapan
Ikan
(1) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 995/Kpts/IK.210/9/99 tentang
Potensi Sumberdaya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan
(JTB) Di Wilayah Perikanan Republik Indonesia;
(2) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 995/Kpts/IK.210/9/99 tentang JalurJalur Penangkapan Ikan.
6) Berkaitan dengan Penerapan LBP dan SLO
(1) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/02/MEN/2002
tentang Pedoman Pelaksanaan pengawasan penangkapan Ikan;
(2) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/02/MEN/2002
tentang log book penangkapan dan Pengangkutan Ikan.
7) Berkaitan dengan VMS
(1) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/29/MEN/2003
tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan;
(2)
Pelatihan teknis pemasangan VMS.
19
2.6 Obyek Pengawasan
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004, obyek
pengawasan perikanan meliputi :
1) Penangkapan dan atau pengangkutan ikan ( pasal 7 ayat (2); pasal 8 ayat (1),
(2), dan (3); pasal 9 ; pasal 27 ; pasal 28, pasal 31 ; pasal 38 ; pasal 43 ; pasal
44);
2) Pembudidayaan ikan ( pasal 7 ayat (2) ; pasal 8 ayat (4) dan (5) ; pasal 12 ayat
(1), (2), (3), dan (4) );
3) Pengangkutan ikan hidup antar pulau dalam wilayah Republik Indonesia atau
antara wilayah Republik Indonesia dengan negara lain (pasal 7 ayat (2));
4) Suaka perikanan (pasal 7 ayat (2));
5) Jenis ikan yang dilindungi (pasal 7 ayat (2));
6) Plasma nutfah ( pasal 7 ayat (2) ; pasal 14 ayat (4));
7) Penggunaan bahan dan atau atau alat dan atau atau cara dan atau atau
bangunan yang merugikan dan atau atau membahayakan kelestarian sumber
daya ikan da atau atau lingkungannya (pasal 7 ayat (2) dan pasal 8 ayat (5));
8) Pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya
(pasal 7 ayat (2));
9) Penaatan persyaratan atau standard operasional prosedur penangkapan ikan
(pasal 7 ayat (2));
10) Wabah, hama dan penyakit ikan (pasal 7 ayat (2); pasal 21; pasal 23; pasal
26);
11) Distribusi dan pemasaran hasil perikanan ( pasal 16 ayat (1) ; pasal 26);
12) Penanganan dan pengolahan hasil perikanan ( pasal 20 ayat (3));
13) Penelitian perikanan ( pasal 55);
Hal ini sejalan dengan yang tertuang dalam pasal 66 ayat (1) bahwa
pengawasan perikanan dilakukan oleh pengawas perikanan. Didalam penjelasan
Pasal 66 ayat (1) dinyatakan bahwa pengawas perikanan antara lain pengawas
penangkapan, pengawas perbenihan, pengawas budidaya, pengawas hama dan
penyakit ikan, dan pengawas mutu.
20
Obyek pengawasan kapal perikanan meliputi :
1) Pemeriksaan dokumen perizinan kapal perikanan
2) Pemeriksaan fisik kapal perikanan
3) Pemeriksaan alat penangkapan ikan
4) Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan
5) Pemeriksaan peralatan lainnya
6) Pemeriksaan jumlah dan komposisi Awak Buah kapal (ABK) Asing
7) Pemeriksaan kegiatan dan hasil penangkapan dan pengangkutan ikan
8) Ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan atau atau pelabuhan lapor
9) Pengawasan jalur penangkapan ikan
10) Pemeriksaan daerah operasi penangkapan dan pengangkutan ikan
11) Pengawasan penerapan Log Book Perikanan (LBP) dan Surat Laik Operasi
(SLO) kapal perikanan
12) Pengawasan penerapan Vessel Monitoring System (VMS)
2.7 Kapal Perikanan
Menurut Nomura & Yamazaki (1997) bahwa kapal perikanan adalah kapal
yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang mencakup penggunaan atau
aktivitas penangkapan atau mengumpulkan sumberdaya penangkapan atau
mengumpulkan sumberdaya perairan, serta penggunaan dalam beberapa aktivitas
seperti riset, training dan inspeksi sumberdaya perairan. Lebih lanjut Fyson
(1985) mengemukakan bahwa kapal perikanan adalah kapal yang dibangun untuk
melakukan pekerjaan-pekerjaan usaha penangkapan ikan dengan ukuran,
rancangan bentuk dek, kapasitas muat, akomodasi, mesin serta berbagai
perlengkapan yang secara keseluruhan disesuaikan dengan fungsi dalam rencana
operasi. Berdasarkan Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan
bahwa kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lainnya yang
dipergunakan
untuk
melakukan
penangkapan
ikan,
mendukung
operasi
penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan
ikan,pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksplorasi perikanan.
21
Code of Conduct for Responsible Fisheries pada artikel 8.2.1 menerangkan
bahwa negara pemegang bendera harus menjaga dokumen atau data kapal ikan
yang diberi hak mengibarkan benderanya dan kewenangan melakukan
penangkapan ikan serta harus menunjukkan beberapa rincian data kapal,
kepemilikan dan kewenangan menangkap ikan. Artikel 8.2.3 disebutkan bahwa
kapal-kapal ikan yang diberi wewenang melakukan penangkapann ikan pada
perairan laut bebas atau di dalam perairan di bawah yuridiksi negara lain dari pada
negara pemegang bendera, harus ditandai dengan keseragaman dan sistem
penandaan kapal yang dikenal secara internasional seperti spesifikasi FAO dan
petunjuk penandaan dan identifikasi kapal-kapal ikan. Kapal perikanan, harus
menunjukkan informasi tentang :
1) Pihak yang memberi izin;
2) Ukuran (GT);
3) Daerah penangkapan;
4) Keterangan pemilik.
Kapal perikanan dalam Undang-Undang No. 31 tahun 2004 disebutkan
bahwa setiap kapal perikanan yang digunakan untuk menangkap ikan di wilayah
pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib dilengkapi surat izin
penangkapan ikan (SIPI) dan setiap kapal perikanan yang digunakan untuk
mengangkut ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib
dilengkapi SIKPI. Setiap kapal perikanan yang akan melakukan kegiatan
perikanan wajib memiliki surat laik operasi kapal perikanan dari pengawas
perikanan setelah dipenuhi persyaratan administrasi dan kelayakan teknis sebagai
persyaratan untuk mendapatkan surat izin berlayar dari syahbandar.
Fungsinya kapal perikanan meliputi :
1) Kapal penangkap ikan;
2) Kapal pengangkut ikan;
3) Kapal pengolah ikan;
4) Kapal latih perikanan;
5) Kapal penelitian atau eksplorai perikanan;
6) Kapal pendukung operasi penangkapan ikan dan atau pembudidayaan ikan.
22
Fyson (1985) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi desain
suatu kapal ikan yaitu :
1) Tujuan penangkapan;
2) Alat dan metode penangkapan;
3) Kelaiklautan dari kapal dan keselamatan awak kapal;
4) Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan desain kapal ikan;
5) Pemilihan material yang tepat untuk kontruksi;
6) Penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan;
7) Faktor-faktor ekonomi.
Nomura dan Yamazaki (1977) menyatakan bahwa sifat operasi kapal ikan
selalu berpindah-pindah dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan
lain, sehingga kapal ikan harus mempunyai kontruksi yang kuat. Disamping itu,
kondisi laut dan getaran mesin kapal akan mempengaruhi kekuatan kontruksi
kapal. Persyaratan minimal untuk kapal ikan ketika melakukan operasi
penangkapan adalah sebagai berikut :
1) Memiliki kekuatan struktur badan kapal;
2) Memiliki stabilitas yang tinggi;
3) Memiliki fasilitas untuk penyimpanan.
Karakteristik yang membedakan kapal ikan dengan jenis kapal lainnya
(Nomura dan Yamazaki, 1977) adalah :
1) Kecepatan kapal
Membutuhkan kecepatan yang tinggi untuk mengejar kelompok ikan serta
membawa hasil tangkapan yang segar dalam waktu yang pendek atau kisaran
kecepatan dalam operasi sangat bervariasi.
2) Kemampuan olah gerak kapal
Membutuhkan olah gerak yang baik pada saat pengoperasian alat tangkap,
seperti kemampuan steerability yang baik, radius putaran (turning circle) yang
kecil dan daya dorong mesin (propulsion engine) yang dapat dengan mudah untuk
bergerak maju dan mundur.
3) Kelaik lautan
Laik (layak) digunakan untuk operasi penangkapan ikan dan cukup tahan
untuk melawan kekuatan angin, gelombang, memiliki stabilitas yang baik dan
gaya apung yang cukup diperlukan untuk menjamin keamanan dalam pelayaran.
23
4) Luas area pelayaran
Area pelayaran kapal ikan luas karena pelayarannya ditentukan oleh
pergerakan kelompok ikan, daerah musim, berpindahan daerah penangkapan ikan
dan lain-lain.
5) Kontruksi badan kapal yang kuat
Kontruksi harus kuat karena dalam operasi penangkapan ikan akan
menghadapi kondisi alam yang berubah-ubah dan tahan terhadap getaran yang
disebabkan oleh kerja mesin atau menahan faktor internal dan eksternal.
6) Daya dorong mesin
Membutuhkan daya dorong mesin yang cukup besar, dengan volume mesin
yang kecil dan getaran mesin yang kuat.
7) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan
Penyimpanan hasil tangkapan dalam ruang tertentu dengan fasilitas ruang
pendingin, ruang pembekuan atau dengan es untuk menghindari pengaruh luar
yang akan menurunkan mutu ikan. Pengolahan ikan membutuhkan mesin-mesin
untuk pengolahan (pengalengan dan pengolahan tepung ikan) pada ikan.
8) Mesin-mesin penangkapan
Umumnya dilengkapi dengan alat bantu penangkapan untuk membentuk
kelancaran operasi penangkapan ikan seperti winch, power block, line hauler dan
sebagainya.
2.8 Dukungan Dalam Pengawasan Kapal Perikanan
2.8.1 Hukum dan kelembagaan
Dukungan hukum yang dimaksud adalah berupa landasan hukum yang
menjadi dasar hukum kebijakan pengawasan sampai dengan aturan-aturan
pelaksanaan pengawasan kapal perikanan di lapangan, sehingga secara hukum
dapat dibenarkan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kebijakan Pengawasan kapal
ikan adalah kegiatan yang bersifat mengikat dan wajib diindahkan terutama oleh
pihak-pihak yang terkait oleh karena itu dasar hukum kebijakannya harus berupa
undang-undang dan Peraturan Pemerintah untuk tingkat nasional dan peraturan
daerah untuk tingkat propinsi, sedang peraturan pelaksanaannya harus oleh
pejabat yang berwenang.Dukungan Kelembagaan yang dimaksud adalah lembaga
atau
organisasi
pengawas
perikanan
dan
kelembagaan
atau
proses
memasyarakatkan kegiatan pengawasan kapal perikanan, artinya kelembagaan
mempunyai dua makna yaitu sebagai wadah dan sebagai proses.
24
Dahuri, et. al (1996) menyatakan bahwa kelembagaan dapat diartikan dalam
dua bagian, pertama kelembagaan sebagai institut yaitu lembaga atau organisasi
berbadan hukum untuk mengelola suatu kegitan. Kelembagaan sebagai institut
dikembangkan dalam tiga aspek yaitu :
1) Peningkatan kemampuan aparatur yang bekerja pada lembaga tersebut dan
memobilisasi tenaga untuk bekerja di lembaga tersebut;
2) Menyediakan fasilitas ruang kantor, peralatan dan bahan serta fasilitas lainnya
untuk mengoperasikan lembaga tersebut;
3) Penyediaan dana operasional dan pemeliharaan serta pembangunan untuk
membiayai kegiatan lembaga tersebut.
Kedua, kelembagaan sebagai proses pelembagaan nilai-nilai yang
dikembangkan dengan memasyarakatkan hasil-hasil yang dikerjakan oleh
lembaga tersebut ke masyarakat (target atau pengguna jasa lembaga tersebut).
Nilai-nilai yang dilembagakan bisa berupa peraturan perundangan, peraturan
daerah, seperti tata ruang wilayah pesisir, petunjuk teknis operasional bagi
pengawas perikanan, informasi potensi sumberdaya ikan dan bentuk-bentuk
lainnya yang dihasilkan oleh lembaga tersebut.
Pengembangan dukungan sumberdaya dalam pengawasan kapal perikanan
yang diperlukan antara lain, 1) Peningkatan kemampuan petugas pengawas
perikanan, 2) Penyediaan sarana kantor dan perlengkapannya, 3) Penyediaan
peralatan dan bahan pengawasan, 4) Penyediaan dana operasional dan
pemeliharaan serta pengadaan fasilitas lain yang mendukung efektifitas
pengawasan kapal perikanan. Disamping dukungan sumberdaya tersebut yang tak
kalah penting harus diperhatikan adalah dalam proses rekruitmen petugas
pengawas perikanan, seperti diketahui kegiatan pengawasan adalah kegiatan yang
bersifat mengikat dan mempunyai kekuatan memaksa, maka petugas pengawas
perikanan yang ditunjuk harus memenuhi beberapa persyaratan dan kesiapan
mental dan fisik yang memadai, sehingga mampu menjawab tantangan dalam
pelaksanaan tugas di lapangan.
25
2.8.2 Dukungan sumberdaya
Soedjadi (1995) menyatakan suatu organisasi atau lembaga tidak dapat
efektif melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa didukung dengan sumberdaya
yang memadai, sumberdaya tersebut adalah :
1) Tenaga pelaksana
Tenaga pelaksana dalam hal ini adalah petugas pengawas perikanan yang
ditunjuk oleh pejabat yang berwenang dan mempunyai kapasitas dan kemampuan
sebagai pengawas perikanan yang cakap dan terampil. Pengawas perikanan
diutamakan yang telah berstatus PPNS yang mempunyai kartu anggota dan telah
disumpah oleh pejabat yang berwenang sehingga sah secara hukum dapat
melakukan tindakan penyidikan lebih lanjut bila ditemukan adanya bukti awal
telah terjadi pelanggaran perikanan. Tanpa kewenangan yang bersifat memaksa
dan sah secara hukum, niscaya kegiatan pengawasan tidak akan berjalan efektif
sebagaimana diharapkan.
2) Uang atau biaya
Tersedianya biaya atau anggaran yang jelas sumber atau mata anggarannya
sehingga dapat direncanakan untuk membiayai pelaksanaan pengawasan secara
berkesinambungan dalam kurun waktu tertentu, termasuk untuk biaya operasional
penyelidikan dan penyidikan. Tanpa tersedianya biaya, niscaya pengawasan tidak
akan dapat terselenggara secara efektif, sistematis dan terukur untuk mencapai
target dan tujuan pengawasan kapal perikanan.
3) Sarana dan prasarana pengawasan
Sarana
dan
prasarana
pengawasan
yang
ada
berupa
kantor
dan
perlengkapannya, sarana transportasi, sarana penyidikan termasuk gudang
penyimpanan barang bukti dan ruang tahanan bila diperlukan, kapal pengawas,
alat komunikasi (SSB), CDB, VMS dan lain sebagainya. Sarana prasarana
tersebut mutlak diperlukan sebagai dukungan dalam proses kegiatan pengawasan
kapal perikanan.
4) Bahan atau alat pengawasan
Bahan atau alat pengawasan berupa alat pengawasan berupa Log Book
perikanan dan surat laik operasi, alat-alat ukur, alat dokumentasi, barcode dan
sebagainya. Tanpa adanya dukungan bahan dan alat bantu pengawasan, niscaya
pengawasan tidak akan menghasilkan output positif dan berguna, sehingga sulit
untuk mendapat simpati apalagi peran serta masyarakat.
26
5) Metode atau tata cara
Pedoman yang tertuang dalam standar operasional pengawasan yang ada harus
mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
KEP/02/MEN/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Sumberdaya
Perikanan.
6) Waktu pengawasan kapal perikanan
Waktu kerja para pengawas perikanan harus diupayakan selama 24 jam dan
dapat dilakukan dengan jadual piket antar satuan pengawas. Setiap satuan piket
pengawas sekurang-kurangnya harus ada satu orang yang berstatus PPNS. Hal ini
dimaksudkan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya cacat hukum dalam
pelaksanaan pengawasan, terutama dalam hal pemeriksaan fisik kapal,
pemeriksaan alat tangkap serta dokumen perizinan.
2.8.3 Dukungan peran serta stakeholder
Pengawasan kapal perikanan mutlak memerlukan dukungan masyarakat,
oleh karena itu peran serta pihak-pihak terkait (stakeholder) sangat diperlukan.
Dukungan tersebut dapat berupa dukungan langsung yang berupa peran aktif atau
informasi yang dibutuhkan dalam prses pengawasan, atau dukungan tak langsung
berupa sikap positif dan tidak mempersulit atau menghalangi-halangi proses
pengawasan kapal perikanan, mulai dari proses perencanaan sampai proses
pelaksanaan.
Terciptanya peran serta stakeholder sangat dipengaruhi oleh mekanisme
pengawasan, yaitu bagaimana kinerjanya pengawas perikanan, bagaimana
dukungan sumberdaya yang dimiliki, sehingga outputnya akan diperhatikan dan
diterima masyarakat sebagai suatu hal yang posistif dan wajar untuk diapresiasi.
Dalam hal pengawasan kapal perikanan bahwa kinerja pengawas harus dilakukan
semata-mata demi kepentingan publik dengan menjunjung tinggi asas keadilan
(Soedjadi, 1995)
Indikator peran serta stakeholder dalam proses penelitian ini adalah :
1) Adanya dukungan Kepala Pelabuhan Perikanan dalam bentuk penyediaan:
(1) Dukungan sumberdaya untuk melaksanakan pengawasan;
(2) Kewenangan pengawas dalam menolak masuknya kapal perikanan yang
illegal;
(3) Kantor khusus pengawas perikanan beserta perlengkapannya;
(4) Honor rutin setiap bulan atau insentif kepada pengawas perikanan.
27
2) Adanya dukungan dari syahbandar pelabuhan dalam bentuk menerima Surat
Laik Operasi dari Pengawas sebagai dasar penerbitan Surat Ijin Berlayar
(SIB).
3) Kesediaan bekerja sama dari nakhoda dalam memberikan data, fakta dan
informasi yang diperlukan dalam pengawasan sehingga memudahkan dan
memperlancar proses pengawasan diatas kapal serta kesediaan mengisi Log
Book perikanan.
4) Adanya dukungan dari lembaga nelayan (HNSI dan POKMASWAS) dalam
bentuk menerima dan membantu pengawasan dalam proses kegiatan
pengawasan (Dahuri et. al (1996).
28
Download