THE DA VINCI CODE DAN TRADISI GEREJA

advertisement
THE DA VINCI CODE DAN TRADISI GEREJA
Sebuah Kritik terhadap Tradisi Gereja dalam Novel
Karya Dan Brown
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)
Oleh:
Ifa Nur Rofiqoh
NIM: 1111032100049
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H./2015 M.
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Ifa Nur Rofiqoh
NIM
: 1111032100049
Fakultas
: Ushuluddin
Jurusan/Prodi
: Perbandingan Agama
Alamat Rumah
: Seren, RT/RW 006/003, Kel. Jatipandak, Kec. Sambeng,
Kab. Lamongan, Provinsi Jawa Timur, kode pos 62284.
Telp./HP
: 085711181134
Judul Skripsi
: The Da Vinci Code Dan Tradisi Gereja: Sebuah Kritik
terhadap Tradisi Gereja dalam Novel Karya Dan Brown
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:
1.
2.
3.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah-satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 04 Agustus 2015
Ifa Nur Rofiqoh
ii
ABSTRAK
Ifa Nur Rofiqoh
The Da Vinci Code Dan Tradisi Gereja: Sebuah Kritikterhadap Tradisi
Gereja dalam Novel Karya Dan Brown
Karya sastra merupakan salah-satu produk budaya yang dapat
menggambarkan fakta masyarakat, dan sekaligus sebagai media dalam
menyebarkan pengaruh terhadap suatu pandangan dan sikap. Skripsi ini khusus
mengangakat novel The Da Vinci Code karya Dan Brown, seorang novelis asal
Amerika Serikat. Karirnya mulai melonjak sejak dirilisnya novel keempat The Da
Vinci Code, yang telah menjadi salah satu novel dengan penjualan terlaris setiap
waktu, yang menjadi subyek diskusi diantara banyak kalangan baik pembaca
maupun sarjana.
Kajian yang dilakukan penulis dalam skripsi ini berupayamenelusuri
bagaimana kritik para tokoh Kristen dan Katolik terkait tradisi gereja dalam novel
The Da Vinci Code. The Da Vinci Code merupakan novel yang menimbulkan
kontroversi karena dituduh telah menodai iman Kristiani. Suara pro-kontra
tersulut dan merebak luas. Respon terhadap novel ini bukan hanya dari pembaca
Kristen saja, tetapi juga non-Kristen.Para pemuka agama terutama pastornya dan
juga para cendikiawan, menyampaikan kritik berupa artikel dan buku yang
disampaikan melalui media masa cetak maupun elektronik.
Dari beberapa pemikiran yang diungkapkan, dapat diketahui bahwa para
pengkritik menolak pandangan Dan Brown menyangkut empat hal, yaitu Sejarah
Gereja, Kanonisasi Alkitab, Polemik Keilahian Yesus dan Perjamuan Terakhir.
Mereka menyajikan fakta sejarah, dan ayat-ayat pada Alkitab untuk memperkuat
argumennya.
v
KATA PENGANTAR
“Imagination is More Important Than Knowledge .
Knowledge is Limited.Imagination Encircles The World.”
~ Albert Einstein ~
Alhamdulillah Rabb al-alamin, allama al-insana ma lam ya’lam. Segala
puji, syukur dan kepasrahan bagi Allah, Rabb semesta alam, yang mengajarkan
kepada manusia apa yang ia tidak tau, sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi dengan judul The Da Vinci Code dan Tradisi Gereja: Sebuah Kritik
terhadap Tradisi Gereja dalam Novel Karya Dan Brown.Sholawat serta salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw., begitu juga kepada
keluarga dan para sahabat.
Bagi penulis, skripsi ini merupakan sebuah proses menuju kelulusan.
Layaknya sebuah proses liku-liku perjalanan dalam menyelesaikan proses ini
tentunya tidak lepas dari peran berbagai pihak. Untuk itu, tak dapat dipungkiri
sebuah rasa bahagia ini sepenuhnya bukan karena jerih payah penulis sendiri.
Sudah sepatutnya penulis ingin menyampaikan rasa “terima kasih” dan
penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran
skripsi ini. Bantuan dan dukungan mereka, sedikit banyak telah meringankan
beban penulis selama menyusun skripsi ini. Meskipun tidak semua pihak dapat
disebutkan satu persatu, setidaknya penulis merasa perlu menyebutkan sejumlah
nama yang membekas di hati penulis, yaitu:
1.
Bapak Ismatu Ropi, Ph.D, selaku pembimbing Skripsi saya yang sejak
semula dengan ketulusan hati dan tidak bosan-bosan memberikan perhatian
dan dorongan yang luas untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
vi
2.
Ibu Dr. Sri Mulyati, MA, selaku penasihat akademik yang terus
mengingatkan saya untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini, dan juga
yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam proses penulisan.
3.
Ibu Hj. Siti Nadroh, MA, yang telah menjadi “Ibu” bagi penulis, yang selalu
memberikan motivasi serta celotehan yang sangat bermanfaat, “Apa yang
kita kerjakan hari ini, akan kita rasakan manfaatnya beberapa tahun ke depan,
maka yakinlah tidak ada usaha yang sia-sia” begitulah penuturan beliau yang
memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
4.
Bapak Dr. Ahmad Ridho, DESA, dan Ibu Dra. Halimah Mahmudy, MA,
selaku ketua dan sekretaris jurusan Perbandingan Agama, yang telah
memberikan beberapa masukan yang sangat bermakna.
5.
Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6.
Segenap jajaran dosen dan guru besar Perbandingan Agama, Bapak Dr.
Media Zainul Bahri, MA, Ibu Dra. Hermawati, MA, Bapak Prof. Dr. Kautsar
Azhari Noer, Bapak Prof. Dr. Ridwan Lubis MA, Bapak Drs. M. Nuh Hasan,
MA, Bapak Dr. Amin Nurdin, MA, dan Bapak Dr. Hamid Nasuhi, M.Ag,
yang senantiasa memberikan ilmu serta wejangan yang tiada tara manfaatnya.
7.
Staf dan karyawan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, dan Perpustakaan
Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Pusat Universitas
Indonesia Depok, dan Perpustakaan Pusat UNIKA Atmajaya, yang banyak
membantu dalam menyediakan referensi yang dibutuhkan penulis.
8.
Keluarga penulis, Bapak Sutono, Adekku Gian Febi Fuadi dan Lovita Bunga
Aprilia, serta sepupuku Adinda Putri Mahesa dan Nizar Muhammad Hawari,
yang senantiasa memberikan senyumnya dalam menyemangati penulis. Juga
buat nenek penulis Sumi, yang senantiasa menyertakan nama penulis disetiap
do’anya.
9.
Temen-temen seperjuangan Lailatul Fawaidah, dan Indana Zulfa, yang selalu
berbagi kegalauan dalam menyelesaikan skripsi. Hey, kalian, ayo kita jemput
hari bahagia kita dengan memakai toga.
vii
10. Sahabat penulis, Sundari Rahayu, Siti Amaniatus Sholehah dan Vivi
Anggraini yang selalu memberikan celotehan yang manfaat sehingga penulis
tergerak untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman
CURIOUS
(Community
of
Religious
studies),
yang
memberikan keceriaan dan kebahagiaan selama menimba ilmu di jurusan
Perbandingan Agama. Terkhusus buat sahabat-sahabatku Ika Wahyu Susanti,
Nurjaman, Fahmi Dzilfikri, Fitri Astuti, Annisa Khalida, Diana Puspasari, Ida
Zubaedah, Ahmad Sobianto, Rifky Miftahul Amili, M. Sandiawan, Rini
Farida, Dede Ardi Hikmatullah dan semua teman-teman PA angkatan 2011.
12. Teman-teman dari WASIAT Jakarta (Wadah Silaturrahim Alumni Tarbiyatut
Tholabah), dan Teman-teman KKN “KITA” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang banyak memberikan pelajaran berharga tentang makna hidup.
Utamanya salam ta’dzim dan terima kasih serta do’a penulis buat Ibunda
tercinta Makhmudah, S. Pd. I., yang menjadi guru kehidupan bagi penulis, yang
tiada henti-hentinya dalam sujud malamnya mendoakan putri kecilnya, yang
senantiasa memberikan cinta, motivasi dan semangat tak terbatas. Terima kasih
untuk semua hal yang Ibu beri meski tak mengharapkan apapun. Semoga Allah
Swt. selalu melindungi Ibu.
Akhirnya, tidak ada gading yang tak retak, tidak ada manusia sempurna.
Namun begitu, semua tulisan yang ada di dalam skripsi ini adalah tanggung jawab
penulis. Untuk semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi
ini penulis ucapkan terima kasih.
Ciputat, 04 Agustus 2015
Ifa Nur Rofiqoh
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL............................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN ................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iv
ABSTRAK.......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian.................................................................................. 10
E. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 10
F. Metodologi Penelitian ............................................................................ 12
G. Sistematika Penulisan ............................................................................. 14
BAB II
STRUKTUR NOVEL THE DA VINCI CODE .............................................. 15
A. Riwayat Dan Brown ............................................................................... 15
B. Lingkungan Sosial The Da Vinci Code ................................................... 17
C. Latar Belakang Penulisan Novel ............................................................. 20
D. Unsur-Unsur Dalam Novel The Da Vinci Code ...................................... 23
ix
D.1.Tokoh dan Penokohan ...................................................................... 23
D.2. Struktur Latar.................................................................................. 27
D.3. Struktur Plot/Alur .......................................................................... 28
D.4. Tema............................................................................................... 30
E. Nilai-Nilai yang Dipermasalahkan dalam Novel The Da Vinci Code ...... 30
BAB III
AJARAN GEREJA DAN KRITIK DA VINCI CODE .................................. 33
A. Gereja .................................................................................................... 33
A.1. Sejarah Gereja dalam Tradisi Kristen .............................................. 33
A.1.a. Yesus Dalam Tradisi Gereja .................................................... 35
A.2. Sejarah Gereja dalam Novel The Da Vinci Code ............................. 37
B. Alkitab ................................................................................................... 40
B.1. Sejarah Alkitab dalam Pandangan Gereja Mainstream ..................... 40
B.1.a. Kanonisasi Perjanjian Lama ..................................................... 43
B.1.b. Kanonisasi Perjanjian Baru ...................................................... 44
B.2. Kanonisasi Alkitab dalam Novel The Da Vinci Code ...................... 48
C. Trinitas ................................................................................................... 49
C.1. Konsep Ketuhanan Kristen dalam Pandangan Gereja Mainstream ... 49
C.2.Konsep Ketuhanan Kristen dalam novel The Da Vinci Code ............ 55
D. Kontroversi Tokoh Pada Perjamuan Terakhir ......................................... 57
D.1. Perjamuan Terakhir dalam Pandangan Gereja Mainstream ............. 56
D.2. Perjamuan Terakhir dalam novel The Da Vinci Code ..................... 58
x
BAB IV
RESPON TOKOH KRISTEN DAN KATOLIK TERHADAPKRITIK
DA VINCI CODE ............................................................................................ 61
A. Konspirasi Gereja terhadap Status dan Nilai Perempuan ......................... 61
B. Alkitab adalah Hasil dari Kepentingan Politis Kaisar Konstantin ............ 64
C. Keilahian Yesus dan Hasil Voting Para Uskup ....................................... 68
D. Misteri Cawan Suci pada Lukisan Perjamuan Terakhir .......................... 75
E. Tanggapan Dan Brown Seputar Kontroversi Novel The Da Vinci Code . 83
F. Citra Yesus dalam Tradisi Islam ............................................................. 84
BAB V
KESIMPULAN ................................................................................................ 91
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 96
LAMPIRAN ..................................................................................................... 99
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pada Maret 2003, novel The Da Vinci Code [selanjutnya ditulis The Da
Vinci Code (tanpa ditulis miring)] karya Dan Brown, hadir di tengah-tengah
masyarakat. The Da Vinci Code adalah sebuah novel fenomenal yang terbit
pertama kali di New York. Dalam jangka waktu kurang dari satu tahun, novel ini
sudah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia yang
terbit pada Juli 2004, yang berasal dari edisi bahasa Inggris cetakan ke-45.
“Semua penjelasan mengenai karya seni, arsitektur, dokumen, dan ritual
rahasia di dalam novel ini adalah akurat”. Begitulah perkataan Dan Brown di
bagian depan novelnya. Novel ini ditulis oleh Dan Brown sebagai bentuk ekspresi
keberagamaannya. Pengekspresian Dan Brown melalui novelnya dilindungi oleh
Konstitusi Amerika Serikat, yang mengatur kebebasan beragama, dan juga oleh
freedom of speech yang diratifikasi pada tahun 1948. Peraturan ini membebaskan
setiap warga negara Amerika untuk berpendapat dan mengekspresikan
pendapatnya tersebut.1
The Da Vinci Code menjadi pembicaraan panas, karena berisi teori-teori
yang bertetangan dengan ajaran Kristen, hal yang mengherankan adalah bahwa
Dan Brown sendiri sebenarnya beragama Kristen. Publik pun bertanya-tanya
1
Miranti Andi Kasim “Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code”, Artikel Universitas Indonesia. Diakses pada 17 November 2014 dari
http://abbah.yolasite.com/resources/KAJIAN%20TERHADAP%20NOVEL%20DA%20VINCI%2
0CODE.pdf
1
2
mengapa
penganut
Kristen
menulis
novel
yang
bertentangan
dengan
keyakinannya.
Suara pro-kontra tersulut dan merebak luas. Para pemuka agama Katolik
terutama pastornya, tampak lebih banyak yang menanggapi The Da Vinci Code
dibanding para pendeta Kristen, meskipun tanggapan dari pemuka Kristen
terkesan bernada lebih keras.2 Terlebih lagi Respon para cendikiawan Katolik,
mereka menyampaikan Komentar-komentar melalui media masa cetak maupun
elektronik, bahkan mereka mengeluarkan sanggahan berupa artikel dan buku.
Pada hakikatnya, apa yang dikemukakan oleh Dan Brown, Pada 1950 sudah
didahului oleh Nikos Kazantzakis. Kazantzakis juga mengambil tema tentang
pernikahan Yesus dan Maria Magdalena. Yang membedakan dengan narasi Dan
Brown adalah bahwa Kazantzakis langsung mengambil setting asli, dengan tokoh
utamanya adalah Yesus sendiri.3 Namun demikian, buku karangan Kazantzakis
tidak mendapat respon/kritik seperti halnya novel Dan Brown.
Pihak gereja pada awalnya menganggap novel The Da Vinci Code sebagai
novel fiksi sesaat. Untuk itulah mereka cukup lama membisu tanpa berkomentar.
Akan tetapi karena banyaknya umat yang bingung dan bertanya-tanya mengenai
cerita misteri tersebut, akhirnya Gereja buka suara. Kardinal Tarcisio Bertone
adalah orang yang pertama kali secara formal-institusional memecahkan kebisuan
Gereja Katolik. Melalui koran setempat, II Giornale, Uskup Agung Genoa dari
2
3
Tim Penulis Obor, Opus Dei dan Da Vinci Code (Jakarta: Obor, 2006), h.159.
Tim Penulis Obor, Opus Dei dan Da Vinci Code, h. 170
3
Italia ini bertutur bahwa novel kontroversial tersebut berisi kebohongan yang tak
berdasar dan memalukan.4
Reaksi yang lebih lugas datang dari Opus Dei, yang mendapat citra buruk
dalam novel Dan Brown. Organisasi militan yang mendukung konservatisme
Gereja Katolik ini pernah melayangkan surat untuk mengubah bagian akhir cerita
agar tidak menyerang Gereja Katolik. Uniknya meskipun tidak sepakat dengan
karya literasi ini, kelompok konservatisme tersebut tidak langsung mengambil
langkah untuk memboikot peluncuran novel The Da Vinci Code.5 Lain halnya
dengan Opus Dei, kelompok gereja-gereja di Korea Selatan menempuh jalur
hukum guna menghentikan langkah sebuah distributor film lokal untuk
menayangkan film dari novel The Da Vinci Code di negeri Gingseng tersebut.
Pendeta Hong Jae Chul dari Dewan Gereja Korea menuturkan bahwa The Da
Vinci Code adalah sebuah sinema yang meremehkan dan berupaya merusak
Kristenitas, hal ini sebagaimana dikutip oleh Associated Press.6
Reaksi Kritis bukan hanya datang dari kalangan agamawan maupun para
teolog, tapi juga dari ahli sejarah. Profesor ilmu sejarah pada Divinity School
Universitas Harvard di Amerika Serikat, Karen L. King menilai bahwa tidak ada
bukti dari teks-teks sejarah maupun dari sejarah gereja perdana bahwa Yesus dan
Maria Magdalena berada dalam relasi perkawinan. Yang ada adalah bahwa Maria
Magdalena merupakan seorang rasul/murid tempat Yesus menyatakan pandangan
mendalam tentang ketuhanan dan mungkin ia memainkan peran penting dalam
4
George M. S., “Kontroversi The Da Vinci Code,” Matabaca: Jendela Dunia Pustaka IV,
no. 10 (Juni 2006): h. 22
5
George M. S., “Kontroversi The Da Vinci Code,” h. 23
6
George M. S., “Kontroversi The Da Vinci Code,” h. 23
4
perkembangan awal gereja. Terlebih ia mengatakan bahwa The Da Vinci Code
adalah sebuah novel misteri yang menegangkan bukan pelajaran sejarah.7
Ada beberapa kepercayaan yang tersebar di dunia ini, seperti Hindu,
Buddha, Sikh, Yahudi, Kristen, Islam, Konghucu, dan lain sebagainya. Di antara
beberapa kepercayaan ini pasti ada prinsip-prinsip dasar ajaran agamanya. Tak
jarang karena perbedaan ini timbul beberapa perdebatan yang masing-masing
mengklaim bahwa ajarannya lah yang paling benar.
Contoh yang bisa diambil adalah pandangan mengenai Yesus Kristus. Hal
yang sudah berabad-abad diyakini oleh umat Kristiani bahwa Yesus Kristus
adalah seorang manusia suci yang dilahirkan sekitar tahun 6/7 SM , disalibkan
sekitar tahun 30 M, diimani sebagai satu pribadi Ilahi (Putra Allah) dalam dua
kodrat (sungguh dan sepenuhnya ilahi dan manusiawi). Ia adalah seorang Yahudi
dari Galelia, keturunan Daud dan anak seorang perempuan bernama Maria, istri
Yoesoef, tukang kayu. Sesudah dibaptis oleh Yohanes, Yesus mewartakan
kerajaan Allah, bergaul secara istimewa dengan para pendosa dan orang-orang
yang tersisih, memanggil murid-murid untuk mengikutinya, memilih kelompok
inti yang terdiri dari dua belas orang, mengerjakan mukjizat dan mengajar dengan
berbagai perumpamaan. Di Yerussalem (di situ ia mengikat perjanjian baru
dengan Allah dalam rangka perayaan Paska) ia dikhianati, ditangkap, diperiksa
oleh para anggota Sanhedrin, dijatuhi hukuman mati oleh Pontius Pilatus,
disalibkan dan selanjutnya dikuburkan. Di atas salib tertulis tuduhan bahwa ia
mengaku diri sebagai Mesias. Sesudah itu ia menampakkan diri sebagai orang
7
George M. S.,“Kontroversi The Da Vinci Code,” h. 23
5
yang hidup mulia kepada sejumlah orang dan kelompok. Maria Magdalena (Yoh
20:1-2), mungkin ditemani oleh wanita-wanita lain (Mrk 16:1-8), menemukan
makamnya terbuka dan kosong. Dengan kekuatan Roh Kudus, sekelompok murid
berhimpun disekitar petrus dan rasul-rasul yang lain, lalu mengakui dan
mewartakan bahwa Yesus yang bangkit dan mulia adalah Kristus (atau Mesias)8,
Penyelamat, Tuhan, dan Anak Allah.9
Berbeda dengan tradisi Kristen, Yesus dalam tradisi Islam mempunyai
posisi yang istimewa. Citra Yesus dalam al-Qur’an sama sekali berbeda dengan
citra Yesus dalam Injil baik yang kanonik maupun apokrif. Dalam al-Qur’an
gambaran Yesus disebutkan dalam surat al-Baqarah/2: 253 yang artinya sebagai
berikut:
“Rasul-Rasul itu kami lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang
lain. Diantara mereka ada yang (langsung) Allah berfirman dengannya
dan sebagian lagi ada yang ditinggikan-Nya beberapa derajat. Dan
kami beri Isa putra Maryam beberapa mukjizat dan Kami perkuat dia
dengan ruhul kudus...”
Yesus dalam tradisi Islam banyak diceritakan tentang kelahirannya yang
penuh keajaiban. Itulah mengapa disebagian teks al-Qur’an Yesus selalu disebut
sebagai anak Maryam („Isaa ibn Maryam). Selain berita tetang kelahiran yang
penuh keajaiban peristiwa kematiannya pun penuh dengan keajaiban dia diangkat
oleh Allah ke langit yang diyakini masih hidup dan akan turun ke bumi untuk
8
Yesus diakui oleh umat Kristiani sebagai Mesias Rohani, yang menyelamatkan manusia
dengan mengorbankan pribadi kemanusiaannya di tiang salib. Hal ini berbeda dengan Mesias
dalam pandangan orang Yahudi. Orang Yahudi berpandangan bahwa Mesias adalah seseorang
yang datang untuk menyelamatkan kaumnya dari jajahan Romawi dan mendirikan Kerajaan Allah
sebagaimana Raja David dan Raja Solomo.
9
Gerald O’Collins, SJ dan Edward G. Farrugia, SJ, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kasinius,
1996), h. 356.
6
memerangi dajjal di hari akhir nanti.10 Hal ini difirmankan oleh Allah Swt. Dalam
surat al-Zukhruf/43:61, yang artinya sebagai berikut:
“Dan sungguh, dia (Isa) benar-benar menjadi pertanda akan datangnya
hari kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang (kiamat) itu
dan ikutilah aku. Inilah jalan yang lurus”.
Citra Yesus baik dalam tradisi Kristen maupun Islam berbeda dengan apa
yang digambarkan oleh Dan Brown dalam tulisannya. Secara garis besar, tema
The Da Vinci Code adalah membongkar kebohongan Gereja Katolik. Kontroversi
The Da Vinci Code berakar dari hasil otak atik kode rahasia yang menyebutkan
bahwa Yesus menikah dengan Maria Magdalena dan memiliki keturunan dari
hubungan tersebut. Sang pengarang menulis bahwa kebenaran ini telah ditutupi
selama kurang lebih 2000 tahun melalui konspirasi para petinggi gereja dan
sebuah kelompok militan konservatif.11
Lebih dari itu, hal yang terungkap dalam novel The Da Vinci Code adalah
tentang penggambaran gereja. Dan Brown menggambarkan gereja sebagai
lembaga yang merumuskan keilahian Yesus. Bahkan dinyatakan pula bahwa
gereja merupakan lembaga yang turut campur dalam kanonisasi Alkitab. Sehingga
Alkitab yang dijadikan pijakan bagi orang Kristen bukanlah wahyu suci dari Ilahi,
merupakan sebuah karya lembaga gereja.
Pada bagian inilah Brown menampilkan suatu pandangan yang bisa jadi
bertentangan dengan iman Kristiani, yang pada gilirannya menimbulkan
kontroversi sehingga sejumlah artikel maupun buku ditulis dalam rangka
mengkritik apa yang diuraikan Brown dalam novelnya itu. Anjuran untuk tidak
10
Tarif Khalidi, The Muslim Jesus: Saying and Stories In Islamic Literature. Penerjemah
Iyoh S. Muniroh dan Qomaruddin SF (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2003), h. 21
11
George M. S., “Kontroversi The Da Vinci Code,” h. 22
7
membaca novel ini, juga untuk tidak menonton filmnya, sering terdengar dalam
khotbah-khotbah misa maupun kebaktian.
Ada beberapa buku yang ditulis oleh orang-orang Kristen dan Katolik guna
untuk membantah pernyataan yang ada pada novel Dan Brown. diantaranya
adalah sebagai berikut:
1.
Cracking Da Vinci‟s Code karya James L. Garlow dan Peter Jones.
Penerjemah Lily Endang Joeliani diterbitkan di Jakarta oleh Bhuana Ilmu
Populer pada tahun 2005
2.
Fact and Fiction in the Da Vinci Code karya Steve Kellmeyer. Penerjemah
Dewi Minangsari diterbitkan oleh Optima Pers pada tahun 2005.
3.
Da Vinci Code Decoded karya Martin Lunn. Penerjemah Isma B.
Koesalamawardi diterbitkan di Jakarta oleh Ufuk Press pada tahun 2005.
4.
The Da Vinci Hoax karya Carl Olson dan Sandra Miesel. Penerjemah
Endyahswarawati Y. diterbitkan di Malang oleh Dioma pada tahun 2005.
5.
Breaking The Da Vinci Code karya Dr. Darrel L. Bock diterbitkan di
Nashville oleh Nelson Book pada tahun 2004.
6.
The Thurth Behind the Da Vinci Code karya Richard Abanes diterbitkan di
Eugene oleh Harvest House Publisher pada tahun 2004.
7.
Cracking the Da Vinci Code karya Simon Cox diterbitkan di New Delhi,
oleh Sterling Publishing, pada tahun 2004.
8.
Solving the Da Vinci Code Mystery karya Brandon Gilvin diterbitkan di St.
Lois oleh Chalice Press pada tahun 2004.
8
9.
The Da Vinci Code: Fact or Fiction? karya Hank Hanegraaff dan Paul
Maier diterbitkan di Wheaton oleh Tyndale House Publishers pada tahun
2004.
10.
The Da Vinci Deception karya Erwin W. Lutzer diterbitkan di Wheaton oleh
Tyndale House Publishers pada tahun 2004.
11.
Decoding the Da Vinci Code karya Amy Welborn diterbitkan di Huntington
oleh Our Sunday Visitor Pub. pada tahun 2004.
12.
The Gospel Code: Novel Claims About Jesus, Mary Magdalena, and Da
Vinci karya Ben Witherington diterbitkan di Downers Grove oleh IVP
Books tahun 2004.12
Beberapa buku tersebut secara garis besar berisi bantahan terhadap Novel
The Da Vinci Code. Oleh karena itu penulis mengangkat judul THE DA VINCI
CODE DAN TRADISI GEREJA: Sebuah Kritik terhadap Tradisi Gereja
dalam Novel Karya Dan Brown.
Untuk kebutuhan penelitian skripsi ini, penulis memfokuskan pada empat
buku utama yakni:
1.
Cracking Da Vinci‟s Code karya James L. Garlow dan Peter Jones
2.
Fact and Fiction in the Da Vinci Code karya Steve Kellmeyer.
3.
Da Vinci Code Decoded karya Martin Lunn.
4.
The Da Vinci Hoax karya Carl Olson dan Sandra Miesel.
12
J.B. Hixson, The Da Vinci Code Phenomenon: A Brief Overview and Response (jurnal of
the Grace Evangelical Society, 2004), h. 41
9
Ada empat point yang menjadi sorotan penulis dalam novel tersebut.
Pertama tentang Sejarah Gereja, kedua tentang Kanonisasi Alkitab, ketiga tentang
Polemik Ketuhanan Yesus dan keempat tentang Perjamuan Terakhir.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis membatasi permasalahan yang
diangkat dalam skripsi ini sebagai berikut:
1.
Bagaimana Kritik Dan Brown terhadap tradisi gereja dalam pandangan gereja
Mainstream?
2.
Bagaimana respon para tokoh Kristen dan Katolik berkenaan dengan tulisan
Dan Brown menyangkut empat hal, yaitu Sejarah Gereja, Kanonisasi Alkitab,
Polemik Ketuhanan Yesus dan Perjamuan Terakhir?
C.
Tujuan Penelitian
Setelah ditentukan batasan dan rumusan masalah, maka penelitian ini
memiliki tujuan untuk mengetahui kritik Dan Brown terhadap tradisi gereja dalam
pandangan gereja Mainstream, serta untuk mengetahui respon tokoh Kristen dan
Katolik berkenaan dengan tulisan Dan Brown.
Adapun secara khusus penelitian ini bertujuan Untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.) pada jurusan Perbandingan
Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10
D.
Manfaat Penelitian
1.
Menambah khazanah keilmuan bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya, tentang sebuah karya sastra yang bernuansa
agama.
2.
Memberikan konstribusi terhadap Fakultas Ushuluddin terkhusus pada
jurusan Perbandingan Agama. Diharapkan juga dalam penelitian ini
memiliki signifikansi ilmiah dalam keilmuan Ushuluddin.
3.
Menambah bahan perbendaharaan kepustakaan, dan dapat dijadikan
bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
E.
Tinjauan Pustaka
Sejauh pengamatan penulis, kajian tentang novel The Da Vinci Code sudah
banyak ditulis baik dalam bentuk artikel, skripsi, tesis, maupun buku, namun
ditulis dengan tema yang berbeda. Untuk itu penulis mengangkat tema The Da
Vinci Code dan tradisi gereja. Akhirnya penulis mendapatkan beberapa pustaka
yang memberikan inspirasi dan mendasari penelitian ini diantaranya sebagai
berikut:
1.
Dekonstruksi Dominasi Laki-Laki dalam Novel The Da Vinci Code Karya
Dan Brown oleh Fariska Pujianti. Thesis tahun 2010, Program Pascasarjana
Magister Ilmu Susastra, Universitas Diponegoro Semarang. Pada thesis ini
fokus penulis dalam penelitiannya adalah megkaji sejauh mana dominasi
laki-laki terhadap perempuan dalam novel The Da Vinci Code.
11
2.
Kontroversi Da Vinci Code tentang Pernikahan Yesus dan Respon TokohTokoh Kristen oleh Fuad Yustanto SY. Skripsi tahun 2008, Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Fokus penulis dalam
penelitiannya adalah
mejelaskan tentang kontroversi perkawinan Yesus
yang dideskripsikan dalam novel The Da Vinci Code.
3.
Kerinduan akan “Herstory” (Sebuah Kajian Semiotik dan Feminisme dalam
novel the Da Vinci Code karya Dan Brown) oleh Ikhaputri W. Skripsi tahun
2006, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Fokus
penulis dalam penelitiannya adalah kajian tentang semiotik terhadap novel
The Da Vinci Code.
4.
Perspektif Feminis Seorang Penulis Laki-Laki pada Novel The Da Vinci
Code oleh Dian Fidhy Pramusinta. Skripsi tahun 2006, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Fokus penulis dalam penelitiannya
adalah kajian gender yang terdapat dalam novel The Da Vinci Code. Dalam
skripsi ini dijelaskan dengan gamblang bagaimana penggambaran Dan
Brown seputar hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki.
5.
Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel The Da
Vinci Code oleh Miranti Andi Kasim, Universitas Indonesia. Fokus penulis
dalam penelitiannya adalah mengungkap religiusitas Dan Brown sebagai
seorang Katholik dan juga sebagai penulis novel The Da Vinci Code yang
isinya bertentangan dengan akidahnya. Dalam tulisan ini ditemukan
statement bahwa alasan Dan Brown menulis novel tersebut adalah sebagai
bentuk pencarian spiritualnya.
12
F.
Metodologi Penelitian
Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis
menggunakan metode
kepustakaan (library research), dalam riset pustaka ini penulis memanfaatkan
sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya.13 Data-data
kepustakaan yang penulis gunakan meliputi, dokumen, arsip, koran, majalah,
jurnal ilmiah, buku, dan media cetak lain yang relevan dengan penelitian ini.
Dengan pendekatan yang dipakai adalah pendekatan kualitatif.
Hasil dari penelitian ini akan diuraikan dengan metode deskriptif analisis
yang bertujuan untuk menggambarkan respon para tokoh baik Kristen maupun
Katolik terkait Tradisi Gereja yang digambarkan oleh Dan Brown dalam novel
The Da Vinci Code.
Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penelitian ini adalah:
1.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian kepustakaan ini adalah studi
dokumentasi yaitu dengan cara melihat atau menganalisis dokumen atau media
tertulis untuk mendapatkan gambaran terkait tema yang diangkat secara jelas dan
rinci.14
2.
Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer adalah sumber informasi yang secara langsung
13
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008),
h. 2.
14
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Salemba Humanika, 2012),
h. 143.
13
berkaitan dengan tema dalam penelitian. Dalam hal ini yang menjadi data primer
adalah novel The Da Vinci Code karya Dan Brown, juga empat buku utama yang
telah penulis sebut pada bagian latar belakang.
Sementara itu, data sekunder adalah sumber informasi yang secara tidak
langsung berkaitan dengan tema/pokok bahasan dalam penelitian, dengan kata
lain data sekunder dapat disebut sebagai data penunjang/pendukung. Adapun yang
termasuk dalam data sekunder dalam hal ini adalah buku, jurnal, skripsi, majalah
koran dan sebagainya yang dipandang relevan dan dapat mendukung penelitian.
3.
Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan cara pengambilan
kesimpulan dan verifikasi. Jadi dari dari data yang didapatkan itu penulis
mencoba mengambil kesimpulan dan berusaha memverifikasi data tersebut
dengan cara mengumpulkan data baru.15
4.
Metode penulisan
Metode penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for
Quality Developement and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.
15
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2000), h. 87.
14
G.
Sistematika Penulisan
Laporan penelitian ini terbagi kedalam lima bab, dengan penjelasan sebagai
berikut:
BAB I berisi pendahuluan yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II berisi struktur novel The Da Vinci Code, yaitu penjelasan tentang
pengarang novel, kondisi lingkungan sosial
novel, serta unsur-unsur yang
terdapat dalam novel.
BAB III berisi ajaran gereja dan kritik Da Vinci Code, yaitu penjelasan
tentang Tradisi gereja dalam pandangan gereja mainstream dan pandangan Dan
Brown. adapun temanya meliputi Gereja, Alkitab, Trinitas, dan kontroversi tokoh
pada Perjamuan Terakhir.
BAB IV berisi respon para tokoh Kristen dan Katolik terhadap kritik Da
Vinci Code, yaitu uraian argumen dan karya-karya para tokoh Kristen dan Katolik
yang diterbitkan untuk merespon novel The Da Vinci Code berkenaan dengan
empat hal, diantaranya tentang Sejarah Gereja, Kanonisasi Alkitab, Polemik
Ketuhanan Yesus dan Perjamuan Terakhir.
BAB V berisi kesimpulan yang menjawab perumusan masalah berdasarkan
data dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya.
BAB II
STRUKTUR NOVEL THE DA VINCI CODE
A.
Riwayat Dan Brown
Dan Brown adalah seorang pengarang novel The Da Vinci Code. Novel ini
telah menjadi salah satu novel dengan penjualan terlaris setiap waktu, yang
menjadi subyek diskusi yang kontroversi diantara banyak kalangan baik pembaca
maupun sarjana. Brown termasuk dalam daftar 100 Most Influential People (100
orang Paling Berpengaruh) versi majalah TIME.1
Ia dilahirkan pada 22 Juni 1964 di Exeter, New Hampshire, Amerika
Serikat. Ia adalah putra sulung dari tiga bersaudara ayahnya bernama Richard
Brown, seorang guru Matematika, dan ibunya bernama Connie Brown, yang
berprofesi sebagai pemusik pemain organ Gereja. Brown dibesarkan sebagai
seorang Kristen. Yang tumbuh dilingkungan keluarga yang menyukai teka-teki
dan kode-kode.2 Dari ayahnya lah ia belajar Deret Fibonacci.3
Namun karena perbedaan cara pandang kedua orang tuanya ia mengalami
kebingungan sejak usia kanak-kanak. Sebagaimana terekam dari penuturannya:
“Sementara sains memberikan bukti-bukti yang menggairahkan
atas klaim-klaimnya, apakah berupa foto, persamaan, atau bukti-bukti
1
Miranti Andi Kasim. “Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code,” Artikel Universitas Indonesia. Diakses pada 17 November 2014 dari
http://abbah.yolasite.com/resources/KAJIAN%20TERHADAP%20NOVEL%20DA%20VI
NCI%20CODE.pdf
2
Dan Brown, The Da Vinci Code, Penerjemah Ingrid Dwijani Nimpoeno (Yogyakarta:
Bentang, 2014), h. 10
3
Deret Fibonacci adalah deretan yang terbentuk dengan masing-masing angka dalam deret
tersebut merupakan hasil dari penjumlahan dari dua angka sebelumnya. Contoh dari deret
fibonacci adalah 0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, 233, 377, dst. Uniknya lagi hasil dari
pembagiannya bernilai sama setelah angka ke-13, yaitu bernilai 1,618. Contoh 233/144 = 1,618;
377/233 = 1,618; dst.
15
16
yang dapat dilihat, agama lebih banyak menutut, terus menerus
memintaku untuk menerima segala sesuatu secara yakin. Keyakinan
membutuhkan upaya yang lumayan banyak, terutama untuk anak-anak
belia dan khususnya dalam sebuah dunia yang tidak sempurna. Maka
sebagai seorang anak, aku cenderug berlandaskan pada fondas-fondasi
sains yang kokoh. Tetapi semakin jauh aku masuk ke dalam dunia
sains yang kokoh ini, semakin rapuh landasan tempatku memulai.”4
Brown mempunyai banyak riwayat intelektual, di antaranya pernah belajar
sejarah di Universitas Seville Spanyol. Di sanalah ia mulai menerima pelajaran
mengenai kode-kode tersembunyi di balik karya-karya seni ternama seperti The
Last Supper, Monalisa, Madonna of the Rocks, dan Adoration of Magi. Pada
tahun 1991, ia pergi ke Los Angeles untuk meniti karirnya di dunia musik sambil
bekerja sebagai guru bahasa Spanyol. Brown bergabung dengan National
Academy of Songwriters, di sana ia berkenalan dengan Blythe Newlon, direktur
pengembangan artistik organisasi yang akhirnya menjadi istrinya.5
Setelah meniti karir dibidang musik, Dan Brown kembali ke New
Hampshire dan mulai memfokuskan waktunya untuk menulis.6 Sebagai seorang
penulis, ia menghasilkan banyak karangan baik berupa cerita pendek maupun
novel. Namun, dalam karirnya sebagai seorang penulis, ia tidak dikenal oleh
publik sampai ia meluncurkan novel keempatnya yang berjudul The Da Vinci
Code. Beberapa karyanya adalah seperti Digital Fortress, terbit pada tahun 1997.
Angels and Demons, terbit pada tahun 2000. Deception Point, terbit pada tahun
4
Miranti Andi Kasim. “Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
5
Miranti Andi Kasim. “Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
6
Miranti Andi Kasim. “Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
17
2001. The Da Vinci Code, terbit pada tahun 2003. The Lost Symbol, terbit pada
tahun 2009. Dan Inferno, terbit pada tahun 2013.
Saat ini Dan Brown tinggal
di New England, dan masih menggeluti
pekerjaannya sebagai novelis.
B.
Lingkungan Sosial The Da Vinci Code
Lingkungan sosial The Da Vinci Code, meliputi unsur-unsur luar yang
mempengaruhi penulisan novel The Da Vinci Code. Seperti agama dalam
kebudayaan Amerika.
Analisis ini dilakukan dengan meneliti Bagaimana masyarakat Amerika
memisahkan peran sebagai umat beragama dan peran sebagai warga negara, dan
juga dikaitkan dengan prinsip kebebasan berbicara (freedom of speech) yang
terdapat dalam konstitusi Amerika.
Dalam konstitusi ini, salah-satu ciri paling menakjubkan pada agama di
Amerika adalah polipietes (keragaman agama dan keragaman bentuk).7 Beragama
di Amerika bukan merupakan urusan negara dan pemerintahan. Di dalam Kartu
Identitas Diri warga Amerika, kolom agama ditiadakan. Hal yang demikian
merupakan salah satu bukti bahwa pemerintah tidak turut campur dalam hal
kerohanian warga negaranya.
Betapapun begitu, masyarakat Amerika hampir selalu memiliki perasaan
kedekatan dengan kelompok keagamaan tertentu, dan disamping itu, terlibat
dalam praktik keagamaan dengan frekuensi yang tinggi. Mereka memiliki tingkat
7
Martin E. Marty, “Agama di Amerika,” dalam Luther S. Luedtke, ed., Making America:
The Society and Culture of the United States (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994), h. 192
18
keterlibatan keagamaan yang jauh lebih luas dibandingkan dengan keterlibatan
mereka dalam politik.8
Cara pandang keagamaan seperti ini tentu memiliki akar sejarah dari masa
pencerahan. Masa pencerahan meninggalkan pengaruh yang kuat pada karakter
dan kebudayaan Amerika. Sejak masa itu banyak orang Amerika mulai meyakini
bahwa kekuatan Ilahi di balik karakter dan kebudayaan dapat muncul dalam
berbagai macam ungkapan dan dapat dipahami oleh kaum beriman dengan
berbagai macam cara: “Kita berada di kapal yang berbeda-beda yang menuju ke
pantai yang sama, sebagaimana Jefferson merumuskan hal tersebut dengan baik.”
Tidak ada bedanya apakah tetangga sebelah menghormati satu Allah, dua puluh
Allah, atau bukan Allah sekalipun. Sepanjang mereka tidak mengganggu satu
sama lain – dengan kata lain “yaitu tidak mencuri dompet saya”.9
Begitulah keragaman keberagamaan di Amerika. Setiap orang mempunyai
hak untuk hidup sebagai warga negara yang beragama namun tidak mengikat.
Agama yang datang ke Amerika tidak membutuhkan legalitas dari negara.
Semuanya mempunyai tempat yang sama.
Dalam konteks budaya Amerika ini, Kebudayaan dalam masyarakat
mempengaruhi cara pandang individu dalam memaknai sesuatu, termasuk dalam
hal keagamaan. Apa yang dianggap benar oleh satu individu, belum tentu benar
menurut individu yang lain. Hal ini yang menjadi simpul ungkapan Dan Brown
dalam novelnya bahwa “kebenaran sejarah dalam agama itu bersifat relatif”.
8
David C. Leege dan Lyman A. Kellstedt, Rediscovering the Religious Factor in American
Politics, Penerjemah Debbie A. Lubis dan A. Zaim Rofiqi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2006), h. 423
9
Marty, “Agama di Amerika,” h. 203-204
19
Negara Amerika dengan gaya liberalnya menjadikan Dan Brown yakin bahwa
bentuk keberagamaan yang diekspresikan melalui tulisannya menjadi sebuah
novel yang sangat fenomenal tidaklah menyimpang dari sejarah Kristen.
Selain adanya kebebasan beragama, di Amerika juga menjunjung tinggi
kebebasan berbicara (freedom of speech)10. United Nations Universal Declaration
of Human Right, yang diadopsi tahun 1948, pada pasal 19 menyatakan:
“Everyone has the right to freedom of opinion and expression; this
right includes freedom to hold opinions without interference and to
seek, receive, and impart information and ideas throug any media and
regardiess of frontiers.”
(Setiap orang berhak untuk berpendapat dan memiliki kebebasan
berekspresi; hak ini termasuk kebebasan untuk mempertahankan
pendapat tanpa diinterferensi dan untuk mencari, menerima dan
membagi informasi serta segala macam gagasan, melalui media
apapun, tanpa batasan.)11
Secara teknis, deklarasi tersebut adalah resolusi dari PBB, bukan sebuah
traktat, jadi tidak bersifat mengikat negara-negara anggota PBB. Freedom of
Speech atau Kebebasan Berbicara mendapatkan perlindungan dalam hukum
internasional dari Internasional Covenant on Civil and Political Rights, yang
diratifikasi oleh lebih dari 150 negara.12
Lantas bagaimana penerapan di Amerika Serikat?, Pada umumnya Amerika
memiliki kebijakan liberal terhadap kebebasan berekspresi, tanpa sensor dari
10
yaitu kebebasan yang mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas tanpa
adanya tindakan sensor atau pembatasan. Akan tetapi dalam hal ini tidak termasuk dalam hal untuk
menyebarkan kebencian, dapat diidentikkan dengan istilah kebebasan berekspresi yang kadangkadang digunakan bukan hanya untuk kebebasan dalam berbicara lisan saja, melainkan juga
kebebasan dalam menuangkan ide apapun. Namun yang perlu digaris bawahi disini adalah
kebebasan ini tidak termasuk dalam konsep kebebasan berfikir atau kebebasan hati nurani.
Selengkapnya lihat “Freedom of Speech” diakses pada 08 Juni 2015 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Kebebasan_berbicara
11
Miranti Andi Kasim.“Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
12
Miranti Andi Kasim.“Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
20
pemerintah terhadap media pemberitaan (dengan pengecualian aturan dasar bagi
radio dan televisi) atau seni kreatif. Namun bukan berarti semua pendapat tanpa
batas. Pemerintah Amerika juga menerapkan batasan dan hukum apabila
kebebasan ekspresi tersebut mengandung unsur-unsur kebohongan.13
Oleh karena itu, betapapun masyarakat Amerika benar-benar menjunjung
tinggi hak mereka untuk bebas bicara dan menggunakannya untuk kepentingan
mereka, sebenarnya Pemerintah Amerika memiliki kendali langsung terhadap
kebebasan berbicara pada sejumlah media. Salah satu contohnya adalah
pengaturan siaran radio dan televisi dari Federal Communications Commision
(FCC).14
C.
Latar Belakang Penulisan Novel
Dan Brown selain mengarang enam novel yang terkenal, juga menulis
beberapa cerita pendek. Sebelum ia menerbitkan novel pertamanya Digital
Fortress, ia menulis “187 Men to Avoid” yang terbit pada tahun 1995 dengan
nama samaran Danielle Brown. Selain buku itu, ia juga menulis buku lainnya
dengan judul “The Bald Book” yang ditulis di sela-sela penulisan novel keduanya.
Novel kedua Dan Brown adalah Angels and Demons. Pada novel ini tokoh
Robert Langdon untuk pertama kalinya dikenalkan. Alur cerita dalam novel ini
membuat beberapa pembaca menuduhnya sebagai anti-Katolik dan seorang
Atheis. Secara ringkas novel ini menceritakan tentang petualangan Langdon
13
Miranti Andi Kasim.“Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
14
Miranti Andi Kasim.“Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
21
dalam memecahkan petunjuk berupa simbol-simbol untuk mengetahui dalang di
balik suatu pembunuhan dan kaitannya dengan organisasi rahasia Illuminati.
Dalam novel ini seorang Paus Vatikan-lah yang diceritakan sebagai dalang
pembunuhan. Brown juga menggambarkan pertentangan antara ilmu pengetahuan
dan agama sebagai latar cerita. Meskipun dirangkai sebegitu menariknya, angka
penjualan novel Angels and Demons kurang memuaskan. Novel ini belum mampu
membawa ketenaran nama Dan Brown secara maksimal.
Tidak lama setelah itu, Brown mulai menggarap novel ketiganya, akhirnya
pada tahun 2001 terbitlah sebuah novel dengan judul Deception Point, dengan
tema yang masih sama dengan novel keduanya. Namun novel ini dalam
penjualannya bernasib sama. Angka penjualannya rendah. Setelah menerbitkan
tiga novel yang tidak membuahkan hasil, juga Brown sedang tidak memiliki agen
dan penerbit. Ia mulai pesimis dengan karirnya sebagai seorang novelis. Pada
akhirnya membuat ia berpikir lebih keras untuk menarik perhatian pembaca pada
tulisan selanjutnya.
Dari kerja keras dan ketekunan yang dilakukannya untuk menggarap karya
berikutnya, akhirnya pada novel keempat dia sengaja memilih tema yang sensitif
untuk diangkat. Strategi ini berhasil. Tema The Da Vinci Code yang memaparkan
nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Kristen, akhirnya sukses besar dan
menjadikan nama Dan Brown muncul ke permukaan, dan menjadi bahan
pembicaraan. Dampak lain dari kesuksesan novel ini adalah dirilis-ulangnya
novel-novel Dan Brown sebelumnya.
22
Pada novel keempat ini, Dan Brown benar-benar serius menggarapnya.
Untuk mendapatkan data-data dalam penulisan ini, selama bertahun–tahun ia
melakukan riset di Museum Louvre, Kementrian Kebudayaan Paris, Proyek
Gutenberg, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Gnostic Society, Department of
Paintings Study and Documentation Service di Museum Louvre, Catholic World
News, Royal Observatory Greenwich, London Record Society, Monument
Collection di Westminster Abbey, John Pike dan Federation of American
Scientists. Dan juga mewancarai lima anggota Opus Dei (tiga anggota aktif dan
dua mantan anggota) yang mengungkapkan kisah mereka, baik positif maupun
negatif, mengenai pengalaman mereka di Opus Dei.15
Dalam novelnya kali ini, Brown kembali memilih tokoh Langdon yang dulu
pernah berperan dalam novel yang berjudul Angels and Demons. Alasan Brown
memilih Langdon sebagai tokoh utama pada novel The Da Vinci Code kali ini
adalah karena karakter Robert Langdon sangat mirip dengan Dan Brown.16
Selama proses riset dalam penulisan novelnya, pandangan-pandangan
Brown terhadap agama dan spiritualitasnya kelihatan mulai berubah. Seperti yang
telah diungkapkannya sebagai berikut:
“Anda tidak dapat melakukan penelitian tentang topik eksplosif ini
dan terbenam dalam persoalan semacam ini tanpa mengubah falsafah
fundamental anda.”
Novel The Da Vinci Code, oleh Dan Brown dianggap sebagai cara
memahami keruwetan sejarah, seperti sejarah tentang Priory of Sion dan
15
Dan Brown, The Da Vinci Code, h. 9-10
Miranti Andi Kasim.“Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
16
23
organisasi Katolik “Opus Dei”. Selain itu juga untuk memperkenalkan orangorang pada kode-kode tersembunyi dalam seni Leonardo da Vinci.
Hanya saja ketika sampai pada teori tentang pernikahan Yesus dan Maria
Magdalena, Brown ragu-ragu dengan teorinya tersebut. Namun ia harus berpaling,
pada akhirnya ia mengatakan bahwa The Da Vinci Code menggambarkan sejarah
sebagaimana yang akhirnya ia pahami setelah selama beberapa tahun melakukan
perjalanan, riset, membaca, wawancara dan eksplorasi.17
Dalam keberhasilan penulisan novel ini Brown tidak lepas dari bantuan istri
tercintanya Blythe – seorang peminat sejarah seni dan lukisan, yang memiliki
pengetahuan dan minat besar terhadap karya seni Leonardo da Vinci. Yang
akhirnya pada 18 Maret 2003, penerbit Doubleday menjadwalkan peluncuran
230.000 eksemplar The Da Vinci Code. Di hari pertama penjualannya, novel itu
berhasil terjual sebanyak 6.000 eksemplar, melonjak sampai nyaris 24.000 diakhir
minggu pertama. Minggu berikutnya, karya Brown itu masuk dalam daftar
bestseller di media-media cetak Amerika.18
D. Unsur-Unsur Dalam Novel The Da Vinci Code
D.1. Tokoh dan Penokohan
D.1.a. Robert Langdon
Tokoh ini diceritakan sebagai seorang profesor simbologi agama dari
Harvard. Ia ahli dalam hal-hal yang berkaitan dengan ikonologi klasik,
17
Miranti Andi Kasim.“Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
18
Miranti Andi Kasim.“Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang dalam Novel
The Da Vinci Code.”
24
simbol-simbol jaman pre-Kristen, seni kedewian, dan penerjemahan tulisantulisan kuno. Karena keahliannya, ia dipercaya oleh Jacques Sauniere
menemani cucunya Sophie Neveu dalam memecahkan kode/teka–teki dan
simbol-simbol yang ditinggalkannya sebelum Sauniere meninggal. Tetapi
tidak disangka, justru karena pesan yang ditinggalkan Jacques Sauniere lah
yang membuat Langdon menjadi tersangka dalam kasus terbunuhnya
Sauniere.
Karakter Langdon dalam novel ini adalah sebagai tokoh utama yang
sangat tertarik pada konsep perempuan suci. Ia percaya bahwa Holy Grail
yang sebenarnya bukanlah sebuah artafek berbentuk cawan, melainkan
metafora dari seorang perempuan.
D.1.b. Sophie Neveu
Sophie Neveu adalah cucu seorang kurator museum Louvre, Jacques
Sauniere. Ia berprofesi sebagai kriptografer di kepolisian Perancis. Dalam
novel ini, ia bersama-sama dengan Langdon akhirnya berhasil memecahkan
pesan kematian yang ditinggalkan Sauniere.
Sophie dibesarkan oleh kakeknya seorang diri, setelah kedua orang
tuanya meninggal karena kecelakaan. Ia mahir dalam hal teka-teki yang rumit
berkat didikan kakeknya, namun hubungan baik dengan kakeknya terputus
karena Sophie melihat kakeknya melakukan ritual seks (hieros gamos). Pada
akhir cerita, diketahui bahwa Sophie adalah keturunan dari Yesus Kristus dan
Maria Magdalena.
25
D.1.c. Sir Leigh Teabing
Sir Leigh Teabing adalah Sarjana seni lulusan Oxford yang
mengkhususkan diri pada pencarian cawan suci (holy grail). Ia juga adalah
seorang teman dari Langdon, mereka pertama kali bertemu melalui British
Broadcasting Corporation. Demi untuk menemukan keberadaa Holy Grail, ia
menempuh segala cara, termasuk memanfaatkan kecerdasan Langdon dan
Sophie. Ia juga memanfaatkan kegigihan Aringarosa beserta Silas dalam
pencarian Holy Grail. Diceritakan bahwa setelah ia menemukan Holy Grail,
ia berambisi untuk mengumumkan pada dunia bahwa Holy Grail bukanlah
cawan suci melainkan seorang perempuan yang melahirkan keturunan Yesus,
perempuan itu adalah Maria Magdalena.
D.1.d. Uskup Manual Aringarosa
Uskup Manual Aringarosa adalah Kepala gereja Opus Dei, sekaligus
pelindung dari biarawan albino bernama Silas. Aringarosa juga terlibat dalam
pencarian petunjuk untuk menemukan keberadaan Holy Grail. Aringarosa
adalah tokoh yang membantah anggapan bahwa Holy Grail adalah Maria
Magdalena, untuk itu ia dengan segala kemampuannya ingin menghilangkan
bukti bahwa cawan suci (Holy Grail) adalah Maria Magdalena.
D.1.e. Silas
Silas adalah seorang Anggota Opus Dei yang percaya bahwa tindakan
penyiksaan diri secara fisik merupakan bentuk pengabdian diri kepada Yesus
26
Kristus. Dengan mencambuki diri sendiri dan mengikatkan tali yang berduri
pada pahanya, ia akan merasakan penderitaan sebagaimana yang dirasakan
oleh Yesus Kristus di tiang salib.
Silas digambarkan sebagai pembunuh Jacques Sauniere beserta tiga
pemimpin organisasi Biarawan Sion lainnya. Meskipun Silas tahu bahwa
membunuh adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan dosa, namun ia tetap
tidak mau menghentikannya. Ia beranggapan bahwa selama perbuatannya
bertujuan untuk menyelamatkan keberlangsungan gereja Katolik, meskipun
itu diyakini sebagai perbuatan dosa, ia tetap akan melakukannya. Karena ia
percaya bahwa dosanya bisa dihapus apabila ia bertobat dengan cara
penghukuman diri.
D.1.f. Bezu Fache
Bezu Fache adalah seorang Kapten dari DCPJ (Direction Centrale
Police Judiciaire) atau kepolisian yudisial Perancis. Ia berkarakter tegas,
penuh kewaspadaan dan keras kepala. Dia juga yang bertanggung jawab
terhadap penyebab kematian Jacques Sauniere. Yang menjadi target Fache
dalam kasus pembunuhan yang terjadi di Museum Louvre adalah Robert
Langdon.
D.1.g. Jacques Sauniere
Jacques Sauniere adalah seorang kurator Museum Louvre yang dibunuh
oleh Silas. Dia merupakan kakek dari Sophie Neveu. Selain itu ia juga
27
termasuk mahaguru atau pemimpin tertinggi dari organisasi Biarawan Sion,
sebuah organisasi yang bertujuan menjaga rahasia Holy Grail dan keturunan
Yesus Kristus.
Ketujuh tokoh diatas merupakan tokoh sentral yang menjadi lakon
dalam novel The Da Vinci Code.
D.2. Struktur Latar
Latar dalam novel The Da Vinci Code dapat dilihat dalam tabel berikut:
No.
1.
2.
19
Bagian/ sub
bab
2–4
42 – 45
Lokasi,
Negara
Museum Louvre,
Paris
Depository bank
of zurich19
Periode
waktu
Status Sosial/Konteks cerita
10. 46 pm
Terbunuhnya Jacques
Sauniere,
Tempat pertama kali Robert
Langdon dan Sophie Neveu
bertemu, dan mendapatkan
pesan kematian dari Sauniere.
Tengah
malam
Langdon dan Sophie
menemukan Rosewood (kotak
kayu yang berisi cryptex),
yang menjadi petunjuk
keberadaan Holy Grail.
Terjadi perbincangan antara
Robert Langdon, Sophie
Neveu dan Sir Leigh Teabing
mengenai cawan suci (Holy
Grail).
3.
52 – 70
Versailles
Tengah
malam
4.
71 – 80
London, Inggris
Dini hari
Sophie Neveu, Robert
Langdon dan Sir Leigh
Teabing menghindari kejaran
Depository Bank of Zurich adalah bank Geld-schrank yang mewarkan ruang
penyimpanan anonim yang juga dikenal sebagai layanan penyimpanan tertutup. Bank ini
menyediakan berbagai bentuk benda yang ingin disimpan, seperti sertifikat, saham, serta lukisan
berharga, melalui serangkaian selubung privasi berteknologi tinggi, dan bisa menarik barangbarang itu kapan saja, juga dengan anonimitas total. Bank ini melayani klien selama 24 jam penuh,
dengan tradisi rekening bernomor Swiss. Bank ini memiliki kantor di Zurich, Kuala Lumpur, New
York, dan di Paris. Baca Brown, The Da Vinci Code, h. 269
28
5.
92 dan 95
Perpustakaan
king‟s collage20
Pagi hari
6.
97 – 99,
Westminster
Abbey21
7.
8.
101
104–105
Kapel “Rosslyn”,
Skotlandia22
Bezu Fache.
Ditengah perjalanan ia
berhasil menemukan kode
untuk membuka Criptex
pertama.
Pencarian informasi tentang
keberadaan makam kesatria
(Issac Newton) di London.
Pencarian “bola” yang
seharusnya ada di makam
Kesatria, yang menjadi kode
untuk membuka Criptex
kedua.
Siang
menjelang
sore
Sir Leigh Teabing ditangkap
oleh kapten Bezu Fache
Sore hari –
malam hari
Sophie Neveu bertemu nenek
dan adiknya yang dikira sudah
meninggal.
Terungkap rahasia bahwa
Sophie adalah keturunan
Yesus Kristus dan Maria
Magdalena.
D.3. Struktur Plot/Alur
The Da Vinci Code diawali dengan sebuah peristiwa pembunuhan yang
mengerikan di Museum Louvre, Paris. Polisi memanggil Robert Langdon,
20
King‟s Collage didirikan oleh Raja George IV pada 1829, menempatkan Departemen
Teologi dan Studi keagamaannya di sebelah gedung Parlemen, di tanah pemberian Raja.
Departemen agama King‟s Collage tidak hanya membanggakan pengalaman 150 tahun dalam
pengajaran dan riset, tetapi juga pendirian Institut Riset dalam Teologi Sistematik pada 1982,
dengan salah satu perpustakaan riset keagamaan yang paling lengkap dan maju secara elektronik di
dunia. Baca Brown. The Da Vinci Code, h. 559
21
Westminster dirancang dengan gaya katedral besar Amiens, Charters, dan Canterbury,
tidak dianggap sebagai katedral ataupun gereja Paroki. Klasifikasinya adalah sebagai tempat
pemujaan, dan hanya tunduk pada kerajaan. Sejak menjadi tempat penobatan William the
Conqueror pada Hari Natal 1066, tempat suci menakjubkan ini telah menyaksikan prosesi upacara
kerajaan dan urusan negara yang tak terhitung banyaknya – mulai dari kanonisasi Edward the
Confessor, pernikahan Pangeran Andrew dan Sarah Ferguson, sampai pemakaman Henry V, Ratu
Elizabeth I, dan Lady Diana. Baca Baca Brown. The Da Vinci Code, h. 586
22
Sering kali disebut Katedral Kode – berdiri sebelas kilometer di selatan Endiburg,
Skotlandia, di lokasi sebuah kuil Mithra kuno. Didirikan oleh Kesatria Templar pada 1446, kapel
itu diukiri rangkaian simbol membingungkan dari tradisi Yahudi, Kristen, Mesir, Mason dan
Pagan. Koordinat-koordinat geografis kapel itu berada tepat pada garis bujur utara-selatan yang
membelah Glaston-bury. Garis Mawar membujur ini adalah penanda tradisional Pulau Avalonnya
Raja Arthur, dn dianggap sebagai pilar utama geometri-suci Inggris. Dari Rose Line (Garis Mawar)
suci inilah, Rosslyn – yang asalnya dieja Roslin – memperoleh namanya. Baca Brown. The Da
Vinci Code, h. 642
29
seorang dosen simbologi agama dari Universitas Harvard, untuk membantu
memecahkan berbagai petunjuk misterius yang tertinggal didekat mayat,
Jacques Sauniere. Diatas dan sekitar mayat itu terdapat teka-teki, yang jika
dipecahkan oleh Langdon dan kriptografer polisi Sophie Neveu akan
mengarah ke berbagai petunjuk tersembunyi dari pengamatan yang wajar atas
karya seni Leonardo Da Vinci. Sophie dengan dibantu Langdon berusaha
keras untuk memecahkan kode rahasia tersebut yang akhirnya mengantarkan
mereka untuk bertemu dengan seorang ahli sejarah yang mendedikasikan
hidupnya dalam pencarian Holy Grail.
Langdon mendapati bahwa kurator Louvre yang terbunuh, bukan hanya
merupakan kakek dari Neveu yang sudah lama tidak bersamanya, tetapi juga
seorang Grandmaster di sebuah kelompok persaudaraan purba (Priory of
Sion) yang dipercaya untuk menjaga sebuah rahasia, yang apabila
diungkapkan akan mengancam eksistensi Gereja. Sauniere tewas karena
melindungi lokasi yang merupakan bukti adanya Cawan Suci.
Berlomba menyusuri jalan-jalan kota Paris, ke tempat tinggal Teabing
yang eksotis, ke London dengan menumpang penerbangan gelap, Langdon
dan Neveu terus mencoba untuk selangkah lebih maju dari polisi Perancis,
seorang pembunuh albino, dan seorang misterius yang mengatur pencarian
maut akan Cawan Suci. Berbagai simbol dan teka-teki yang sangat rumit
membawa Langdon dan Neveu pada sebuah kesimpulan menarik, dimana
lokasi Cawan Suci diungkapkan.
30
Robert Langdon dan Sophie Neveu pergi ke sebuah gereja Roslin.
Ternyata di sana mereka bertemu dengan nenek Sophie yang dikira sudah
meninggal, dan juga adik laki-laki Sophie. Setelah menggabungkan cerita,
ternyata Sophie sendiri adalah keturunan langsung dari Yesus dan Maria
Magdalena, sehingga ia dilindungi.
Pada akhir cerita, Langdon kembali ke Paris karena tidak menemukan
Cawan Suci di Roslin. Namun, ia tiba-tiba ingat kembali akan salah satu
petunjuk Sauniere, dan akhirnya meyakini bahwa tulang-tulang Maria
Magdalena disembunyikan di Paris, dekat museum Louvre itu sendiri.23
D.4. Tema
Novel The Da Vinci Code karya Dan Brown ini ber-Genre thriller,
dengan tema konspirasi, antara gereja Katolik Opus Dei dan Biarawan Sion
(Priory of Sion).
E.
Nilai-Nilai yang Dipermasalahkan dalam Novel The Da Vinci Code
Bila ditinjau lebih jauh, ada dua kelompok besar yang menjadi poros
pertentangan novel The Da Vinci Code, yaitu kelompok Opus Dei dan Priory of
Sion. Opus Dei merupakan sebuah organisasi yang didirikan pada tahun 1928 oleh
Pendeta Spanyol Josemaria Escriva. Organisasi ini mengembangkan sebuah
gerakan kembali ke nilai konservatif dan mendorong jemaatnya untuk
memperbanyak berbagai pengorbanan dalam hidup mereka sebagai usahanya
23
Steven E. Liauw. “Rangkuman Buku Da Vinci‟s Code” diakses pada 10 Maret 2015 dari
http://www.in-christ.net/artikel/literatur/rangkuman_buku_da_vinci_s_code
31
menjalankan karya Tuhan. Organisasi ini mendapat dukungan dari Vatikan.
Sedangkan Priory of Sion adalah kelompok yang kagum pada ikonologi
kedewian, paganisme, dan ketuhanan perempuan, tetapi kelompok ini menaruh
kebencian pada gereja, salah satu anggotanya dulu adalah Leonardo da Vinci.24
Organisasi Opus Dei termasuk dalam kelompok mainstream yang selama ini
mempercayai keilahian Yesus sebagaimana yang dipercayai oleh umat Kristiani
pada umumnya. Sedangkan Priory of Sion adalah kelompok yang mempercayai
bahwa Yesus sepenuhnya adalah manusia, pernah menikah dengan Maria
Magdalena dan mempunyai keturunan yang selanjutnya disebut sebagai dinasti
Merovongian, sebagaimana yang diungkap oleh Dan Brown dalam novel The Da
Vinci Code.
Berikut ini adalah tabel perbedaan nilai-nilai didalam novel tersebut dengan
apa yang dipercaya oleh jemaat Kristiani, yang mengguncang inti keyakinan
mereka.
Tabel nilai-nilai yang menjadi pertentangan antara Opus Dei dan Priory of Sion
Permasalahan
Opus Dei
Priory of Sion
Alkitab
Alkitab adalah sebuah kitab
sejarah yang
menggambarkan kehidupan
Yesus yang ditulis oleh
seorang yang dekat dan
mengenal Yesus semasa
hidupnya. Terdiri dari 27
kitab termasuk didalamnya
adalah empat injil yang
kanon, yaitu Injil Matius,
Markus, Lukas dan
Yohanes.
“Alkitab adalah produk manusia,
sayangku. Bukan Tuhan. Alkitab tidak
jatuh secara ajaib dari awan. Manusia
menciptakannya sebagai catatan
historis masa-masa pergolakan, dan
buku itu berevolusi melalui
penerjemahan, penambahan, dan
perbaikan yang tak terhitung
jumlahnya. Sejarah tidak pernah
memiliki versi bukunya yang pasti.”
(bab 55: 351)
24
Fariska Pujianti, “Dekonstruksi Dominasi Laki-Laki dalam Novel The Da Vinci Code
Karya Dan Brown.” Tesis S2, Program Pascasarjana Magister Ilmu Susastra, Universitas
Diponegoro Semarang, 2010. h. 63
32
Kesalibatan
Yesus
Yesus mempunyai sisi
Ketuhanan dan sisi
Kemanusiaan. Namun lepas
dari itu dia adalah manusia
suci. Yang dilahirkan dari
rahim Maria Tanpa bapak
dan sampai mati pun tetap
menjadi manusia suci.
Yesus adalah “Divine being”
Dalam lukisan perjamuan
terakhir Yesus beserta kedua
belas muridnya, yang duduk
di kanan Yesus adalah salah
seorang dari muridnya yang
bernama Yohanes.
The Last Supper
Holy Grail
Sebuah Cawan, yang
dijadikan Yesus untuk
minum Anggur pada Jamuan
Terakhir bersama
keduabelas muridnya.
Alkitab menurut Priory of Sion adalah
Hasil konspirasi Gereja
“sampai saai itu dalam sejarah, Yesus
dipandang oleh para pengikutnya
sebagai nabi yang fana ... lelaki hebat
dan berkuasa, tapi juga seorang
manusia, makhluk yang fana.”
“Bukan Putra Allah?”
“Benar,” ujar Teabing. “Penetapan
Yesus sebagai „Putra Allah‟ diajukan
secara resmi dan dipilih berdasarkan
pemungutan suara oleh Konsili Nicea.”
(bab 55: 354)
Pandangan Priory of Sion mengatakan
bahwa Yesus sepenuhnya adalah
“Human being”
Shopie meneliti figur yang berada
persis disebelah kanan Yesus,
memusatkan perhatiannya ke sana.
Ketika dia mengamati wajah dan tubuh
orang itu, gelombang ketakjuban
muncul di dalam dirinya. Individu itu
mempunyai rambut merah tergerai,
sepasang tangan lembut yang terlipat,
dan dada menonjol. Tak diragukan
lagi, dia ... perempuan.
“Dia perempuan!” teriak Sophie. (bab
57: 367)
Tentang lukisan perjamuan terakhir
ini, Priory of Sion mengatakan bahwa
yang duduk di kanan Yesus adalah
seorang perempuan bernama Maria
Magdalena.
“bukan apa,” bisik Teabing.
“Melainkan lebih tepat Siapa. Cawan
suci bukanlah benda. Sebenarnya itu
adalah ... Orang.” (bab 55: 359)
Holy grail dalam pandangan Priory of
Sion adalah Maria Magdalena.
BAB III
AJARAN GEREJA DAN KRITIK DA VINCI CODE
A.
Gereja
A.1. Sejarah Gereja dalam Tradisi Kristen
Pada hari Pentakosta, yaitu 50 hari setelah hari Paska, jema‟at-jema‟at
(komunitas) pertama kali terbentuk. Dalam tradisi Kristen, komunitas-komunitas
itu disebut ekklesia, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “gereja”.
Dalam Perjanjian Lama kata ekklesia digunakan untuk menunjukkan suatu
perkumpulan jemaat atau persidangan yang dipanggil bersama-sama guna tujuantujuan keagamaan.1
Dieter Becker, dalam bukunya Pedoman Dogmatika, menjelaskan bahwa
apa yang disebut dengan gereja adalah sebagai tubuh Kristus, di mana orangorang dimasukkan ke dalamnya melalui baptisan dan Perjamuan Kudus. Di
samping itu gereja atau orang-orang Kristen dapat juga disebut sebagai “orangorang kudus”, “rumah” Allah, “imamat yang rajani”, “umat Allah”, “kawasan
domba” Allah dan Kristus. Dan menurut Perjanjian Baru, gereja terdapat dalam
hubungan yang erat dengan Kristus dan tugasnya adalah mengabarkan kesaksian
tentang Dia.2
Gereja pada abad pertama dikenal sebagai gereja pada zaman rasul-rasul
(apostoloi age), hal ini sudah dimulai sejak hari Pentakosta sampai kematian rasul
1
Linwood Urban, A Short History of Christian Thought, Penerjemah Liem Sien Kie
(Jakarta: Gunung Mulia, 2009), h. 411
2
Dieter Becker, Pedoman Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat (Jakarta: Gunung Mulia,
2012), h. 171
33
34
terakhir, Yohanes. Periode ini berlangsung kurang lebih selama 70 tahun (30-100
M), tempat berlangsungnya adalah di Palestina, dengan gereja pusat berada di
Yerussalem, Antiokhia dan Roma. Pada periode ini, gereja menghadapi begitu
bayak tantangan. Sekitar tahun 70 M sampai 140 M komuntias Kristen di Roma
mengalami penindasan dan penganiayaan dari politik atau negara, di mana orangorang Kristen pada masa itu dipaksa untuk menyembah Kaisar. Pada masa itu
pula kota Roma dihancurkan.
Betapapun masa gereja mengalami ketertindasan, di sisi lain gereja
mengalami perkembangan yang signifikan. Jemaat-jemaat gereja secara bertahap
mulai tersebar ke wilayah Siria, Asia Kecil, Yunani, Mesir, Mesopotamia, dan di
tempat-tempat yang lebih jauh lagi.3
Gereja yang pada awalnya mempercayai kedatangan Yesus untuk kedua kali
ke dunia dengan segera, lama kelamaan mereka terpaksa menerima kenyataan
bahwa dia harus lebih baik dalam menjalankan tugas sebagai penghuni dunia
nyata ini, disamping pengharapan akan kedatangan sang messiah, Yesus. Oleh
sebab itu gereja perlu diberi susunan yang lebih teratur dan kukuh.
Akhirnya terbentuklah sebuah organisasi, yang mula-mula pimpinannya
diamanatkan kepada rasul-rasul (yaitu bukan saja saksi-saksi kebangkitan Yesus,
tetapi juga utusan-utusan Injil yang mengitari semua negeri), pengajar-pengajar
(guru-guru agama yang menafsirkan Alkitab, seperti ahli-ahli Taurat dalam agama
Yahudi) dan nabi-nabi (yang menerima karunia Roh yang istimewa). Mereka ini
3
H. Berkhof dan I. H. Enklaar, Sejarah Gereja (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), h. 10
35
bukan dipilih melainkan dengan sendirinya dihormati dan diakui kuasanya dalam
jemaat karena karunianya yang luar biasa itu.4
Lambat laun, penggembalaan jemaat beralih kepada uskup setelah
pemimpin dari golongan rasul, pengajar dan nabi meninggal dunia. Disini tugas
uskup bertambah penting selaku gembala jemaat dan pemimpin ibadah. Pada
permulaan abad ke-2 jemaat di Asia Kecil dan Siria dikepalai oleh seorang uskup
saja. Kemudian peraturan ini diikuti oleh negara manapun, sehingga susunan
gereja menjadi episkopal. Penatua-penatua merupakan badan tetap yang memilih
uskup serta membantunya dalam kebaktian dan pemerintahan jemaat.5
Pada abad pertengahan kepausan tiba pada puncak kekuasaannya. Menurut
Bonifatius VIII, mengabdikan diri di bawah paus sangat penting untuk menerima
keselamatan. Tuntutan akan supremasi paus dipersoalkan abad pertengahan purba,
tatkala timbul usaha-usaha agar konsili lebih dipentingkan dari pada paus. Baru
pada konsili Vatikan I kedudukan paus dikokohkan secara resmi dengan
menetapkan bahwa paus mempunyai kekuasaan tertinggi dalam mengambil
keputusan pengadilan diseluruh gereja. Dirumuskan juga bahwa paus tidak pernah
salah (infalibilitas), kalau dia memberi pendapat mengenai hal-hal iman dan etika
demi jabatannya (excathedra).6
A.1.a. Yesus dalam Ajaran Gereja
Bagi umat Kristiani Yesus adalah Sang Mesias yang selama ini dinantikan
kedatangannya untuk membebaskan penderitaannya pada dunia yang fana ini.
4
Berkhof, Sejarah Gereja, h. 11
Berkhof, Sejarah Gereja, h. 11
6
Becker, Pedoman Dogmatika, h. 172
5
36
Segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan Yesus mulai dari kelahirannya
sampai kematiannya di tiang salib merupakan suatu keajaiban. Tidak banyak ahli
sejarah yang mencatat mengenai peristiwa kelahiran Yesus, karena bagi mereka
hal terpenting dari kehidupan Yesus bukanlah tentang kelahirannya, melainkan
tentang kematian dan penderitaannya di tiang salib.
Meskipun demikian, penulis secara ringkas akan menguraikan sedikit
tentang peristiwa kelahiran Yesus. Dalam beberapa literatur yang penulis kutip,
tidak ditemukan secara pasti kapan Yesus dilahirkan, namun beberapa literatur
sepakat bahwa kelahiran Yesus diperkirakan terjadi antara tahun 1 SM dan tahun
1 M.7
Selanjutnya tentang peristiwa kematian dan penderitaan Yesus di tiang
salib. Dalam hal ini, ayat-ayat Alkitab menghadirkan dua pernyataan tentang
dijatuhkannya hukuman mati bagi Yesus di tiang salib. Pertama, Yesus dituduh
melakukan pelanggaran agama (Yoh.18:12-14), dalam hal ini Yesus dihadapkan
pada Rabi Yahudi untuk mendapat pengadilan. Kedua, Yesus dituduh melakukan
pelanggaran politik, dalam hal ini ia dihadapkan pada Gubernur Roma, Pontius
Pilatus.8 Dua tuduhan yang dijatuhkan kepada Yesus baik itu karena alasan
pelanggaran agama maupun politik adalah karena pengakuan Yesus bahwa ia
adalah Sang Messiah.9 Atas alasan inilah Yesus dihukum mati di tiang salib.
7
Perkiraan tahun kelairan Yesus tersebut menurut John Drane ternyata tidak benar, hal ini
disebabkan karena kesalahan yang dibuat pada abad ke-6 M dalam menghitung permulaan tarikh
masehi. Lebih lanjut Baca John Drane, Introducing the New Testament, penerjemah oleh P. G.
Katoppo (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), h. 54
8
Drane, Introducing the New Testament, h. 91
9
Baik para Rabi Yahudi maupun Gubernur Roma menyatakan Yesus Bersalah adalah
karena Yesus mengaku sebagai Messiah. Para Rabi Yahudi tidak mempercayai Yesus sebagai
Messiah karena Yesus tidak mampu membebaskan penderitaan orang-orang Yahudi dari
ketertindasan bangsa Romawi, dimana Messiah yang dinanti-nantikan oleh kaum Yahudi ialah
37
A.2. Sejarah Gereja dalam Novel The Da Vinci Code
Dan Brown dalam novelnya mengungkapkan sejarah Gereja menggunakan
versi yang berbeda dengan apa yang ada dalam pandangan tradisi Kristen.
Menurut Brown Gereja adalah lembaga yang telah mengubah sejarah Kristen, dan
menutupi kebenaran sejarah selama 2000 tahun. Sejarah yang telah ditutupi oleh
pihak Gereja dalam pandangan Brown diantaranya adalah tentang konsepsi
pemujaan terhadap dewi (perempuan suci),
kenyataan bahwa Yesus adalah
seorang manusia fana yang menikah dengan perempuan keturunan Benjamin,
Maria Magdalena, tentang misteri Holy grail, dan tentang kanonisasi Alkitab.
Lebih lanjut Brown menuturkan bahwa Gereja dengan sengaja memilih injil-injil
maupun surat-surat yang mengabarkan tentang keilahian Yesus, semua tulisan
tentang kemanusiaan Yesus dimusnahkan demi menjaga kewibawaan gereja yang
menganut sistem patriarkal. Berikut adalah kutipannya.
“Sophie,” jelas Langdon, “tradisi Priory of Sion yang
mengabadikan pemujaan dewi didasarkan pada kepercayaan bahwa
kaum lelaki berkuasa dalam gereja Kristen awal „menipu‟ dunia
dengan menyebarkan kebohongan-kebohongan yang merendahkan
nilai kaum perempuan dan memiringkan timbangan untuk memihak
kaum lelaki.”
Sophie tetap diam, menatap kata-kata itu.
“Priory percaya bahwa Konstantin dan para pewaris laki-lakinya
berhasil mengubah dunia dari paganisme matriarkal menjadi
Kristenitas patriarkal dengan melakukan kampanye propoganda yang
menyetankan perempuan suci, menghapuskan dewi dari agama
modern untuk selamanya.”
seseorang seperti raja David dan raja Solomon, seorang raja duniawi yang akan membangun
kembali bait suci mereka, Sinagoge “Haikal Sulaiman”. Sedangkan Gubernur Roma tidak
mempercayai Yesus sebagai Messiah adalah karena seseorang yang menyatakan diri sebagai
Messiah berarti dia menyatakan diri sebagai raja, sedangkan gelar raja hanya dianugerahkan oleh
senat Roma saja. Jadi, menurut gubernur Romawi Yesus tidak mendapat anugrah itu. Drane,
Introducing the New Testament, h. 91
38
...
Tak seorangpun bisa menyangkal banyaknya kebaikan yang
dilakukan Gereja modern di dunia yang bermasalah saat ini, tetapi
Gereja punya sejarah penipuan dan kekerasan. Perang salib brutal
mereka untuk “mendidik ulang” agama pagan dan pemuja-perempuan
berlangsung tiga abad, menggunakan metode-metode yang
menginspirasi dan mengerikan. (Brown, 2014: 191-192)
Citra buruk Gereja yang lain menurut Brown ialah keikutsertaan gereja
dalam penyusunan injil kanonik, injil-injil yang menceritakan kisah Yesus dan
Maria Magdalena dimusnahkan oleh gereja, karena dianggap sebagai kitab
Apokrif. Lebih jelasnya, berikut pernyataan Dan Brown dalam novelnya:
“Dalam pertemuan ini,” ujar Teabing, “Banyak aspek
Kristenitas yang diperdebatkan dan di pilih berdasarkan pemungutan
suara – tanggal Paskah, peranan uskup-uskup, penyelenggaraan
sakramen-sakramen, dan tentu saja, ketuhanan Yesus.”
“Saya tidak mengerti. Ketuhanan-Nya?”
“Sayangku,” jelas Teabing. “Sampai saat itu dalam sejarah,
Yesus dipandang oleh para pengikut-Nya sebagai nabi yang fana ...
lelaki hebat dan berkuasa, tapi juga seorang manusia, makhluk yang
fana.”
“Bukan Putra Allah?”
“Benar,” ujar Teabing. “Penetapan Yesus sebagai „Putra Allah‟
diajukan secara resmi dan dipilih berdasarkan pemungutan suara oleh
Konsili Nicea.”
“Tunggu. Anda mengatakan bahwa ketuhanan Yesus adalah
hasil dari pemungutan suara?”
“Kemenangannya juga relatif tipis,” imbuh Teabing.
“Bagaimanapun, menetapkan ketuhanan Kristus itu penting bagi
penyatuan selanjutnya kekaisaran Romawi dan bagi basis kekuasaan
baru Vatikan. Dengan secara resmi mendukung Yesus sebagai Putra
Allah, Konstantin mengubah Yesus menjadi dewa yang
keberadaannya melampaui lingkup dunia manusia, entitas yang
kekuasaannya tak terbantahkan. Ini tidak hanya mencegah tantangantantangan penganut pagan selanjutnya terhadap Kristenitas, tapi kini
para pengikut Kristus hanya bisa menebus dosa mereka melalui
saluran suci yang ditetapkan Gereja Katolik Roma.”
Sophie melirik Langdon, dan lelaki itu mengangguk pelan
menyetujui.
“Itu semua masalah kekuasaan,” lanjut Teabing. “Kristus
sebagai Mesias itu penting bagi berfungsinya Gereja dan negara.
39
Banyak ahli menyatakan bahwa pada masa awalnya, Gereja secara
harfiah mencuri Yesus dari para pengikut asli-Nya, membajak pesan
manusia-Nya, menyelubungi pesan itu dalam jubah ketuhanan yang
tidak bisa ditembus, dan menggunakannya untuk mengembangkan
kekuasaan mereka sendiri. Aku sudah menulis beberapa buku
mengenai topik itu.” (Brown, 2014: 353 – 355).
Kutipan di atas adalah pernyataan Brown yang menyangkal tentang
keilahian Yesus. Bagi Brown Yesus selain sebagai seorang yang hebat dan
berkuasa, dia hanyalah manusia biasa, yang jelas berbeda dengan Tuhan yang
mempunyai sifat kekal. Untuk itu, sangat mungkin apabila ada peristiwa
pernikahan dalam sejarah kehidupan Yesus. Brown menjelaskan bahwa Maria
Magdalena hamil pada saat penyaliban Yesus, dan untuk keamanan anak Kristus
yang belum lahir itu, Magdalena tidak punya pilihan lain kecuali melarikan diri
dari Tanah Suci. Dengan bantuan paman Yesus yang bernama Josef dari
Arimethia, ia diam-diam pergi ke Perancis, yang kemudian dikenal sebagai Gaul.
Disana ia mendapat tempat berlindung yang aman di komunitas Yahudi.
Di Perancis inilah Maria Magdalena melahirkan seorang bayi perempuan,
yang diberi nama Sarah. Kehidupan Magdalena dan Sarah dicatat dengan cermat
oleh pelindung Yahudi Mereka. Anak Magdalena termasuk garis keturunan Raja
Yahudi, yaitu David dan Solomon. Karena alasan ini orang Yahudi di Perancis
menganggap Magdalena sebagai bangsawan suci dan memujanya sebagai nenek
moyang dari garis keturunan raja-raja. Pada akhirnya keturunan Magdalena
menikah dengan keturunan bangsawan Perancis dan menciptakan sebuah garis
keturunan yang dikenal dengan Merovongian, yang mendirikan kota Paris.
“Bahwa Yesus seorang ayah,” Sophie masih tidak yakin.
“Ya,” kata Teabing. “Dan Maria Magdalena adalah rahim yang
menampung garis keturunan bangsawan-Nya. Priory of Sion, sampai
40
saat ini masih memuja Maria Magdalena sebagai Dewi, Cawan Suci,
Mawar dan Ibu Tuhan.”
Sekali lagi Sophie teringat ritual di ruang bawah tanah itu.
“Menurut Priory,” lanjut Teabing, “Maria Magdalena sedang
hamil pada saat penyaliban. Demi keselamatan anak Kristus yang
belum lahir itu, dia tidak punya pilihan, kecuali kabur dari Tanah Suci.
Dengan bantuan paman Yesus yang terpercaya, Yosef dari Arimatea,
Maria Magdalena diam-diam pergi ke Perancis, yang dulu dikenal
sebagai Gaul. Di sana dia menemukan tempat berlindung yang aman
di dalam komunitas Yahudi. Dan di Prancislah dia melahirkan seorang
anak perempuan, namanya Sarah.”
Sophie mendongak. “mereka benar-benar mengetahui nama
anaknya?”
“Jauh melebihi itu. Kehidupan Magdalena dan Sarah dikisahkan
dengan cermat oleh para pelindung Yahudi mereka. Ingatlah bahwa
anak Magdalena memiliki silsilah raja-raja Yahudi – Daud dan
Solomo. Untuk alasan ini, orang-orang Yahudi di Perancis
menganggap Magdalena bangsawan suci dan menghormatinya sebagai
nenek moyang garis bangsawan raja-raja. Tak terhitung banyaknya
ahli pada era itu yang mengisahkan hari-hari Magdalena di Perancis,
termasuk kelahiran Sarah dan silsilah kelurga selanjutnya.”
Sophie terkejut, “Ada silsilah keluarga Yesus Kristus?”
“Benar. Dan konon itu menjadi salah satu dasar dari dokumendokumen Sangreal. Genealogi lengkap keturunan-keurunan awal
Kristus.” (Dan Brown, 2014: 385 – 386).
Jelaslah bahwa Brown mempunyai cerita yang berbeda mengenai sejarah
Gereja dan Yesus Kristus. Brown menampilkan sesuatu yang benar-benar bertolak
belakang dari apa yang diyakini oleh umat Kristiani. Cerita tentang kemanusiaan
Yesus yang menikah dan bahkan mempunyai keturunan, oleh sejumlah tokohtokoh Kristen dan Katolik dibantah.
B.
Alkitab
B.1. Sejarah Alkitab dalam Pandangan Gereja Mainstream
Sebelum dibahas mengenai pandangan gereja terhadap sejarah Alkitab,
terutama masalah kanonisasi Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru),
41
pembahasan ini akan dimulai dengan mendefinisikan tentang Alkitab. Alkitab
atau Bible berasal dari bentuk latin kata Yunani yang berarti dokumen-dokumen,
dalam bahasa kita dimengerti sebagai kertas, meskipun Alkitab itu sendiri sudah
ada terlebih dulu, sebelum dituliskan di atas kertas.10 Alkitab yang menjadi Kitab
Suci orang Kristen terdiri dari dua bagian besar yaitu Perjanjian Lama11 dan
Perjanjian Baru12. Untuk lebih jelasnya, Berikut adalah bagan dari Alkitab:
Alkitab
Perjanjian Lama
Taurat
1.
2.
3.
4.
5.
Nebiyim (kitab nabi-nabi)
1.
2.
3.
4.
Kejadian
Keluaran
Imamat
Bilangan
Ulangan
5.
6.
7.
8.
Yosua
Hakim-hakim
Samuel
Raja-raja (nabinabi “terdahulu”)
Yesaya
Yeremia
Yeheskiel
12 nabi (nabi-nabi
“kemudian”)
Perjanjian Baru
Ketubim (surat-surat)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Mazmur
Ayub
Amsal
Kidung Agung
Ruth
Ratapan
Pengkhotbah
Ester
Daniel
Ezra
Nehemia
Tawarikh
Injil
1.
2.
3.
4.
Kisah Para
Rasul
Epistula
(surat2)
Matius
Markus
Lukas
Yohanes
Sejarah mengenai Alkitab sangat panjang dan kompleks. Sepanjang sejarah
Kristen, banyak metode dipakai untuk menafsirkan firman Allah tersebut. Sebab,
penafsiran Alkitab merupakan ikatan pokok antara kehidupan dan pikiran gereja
10
Robert B. Coote dan Marry P. Coote, Power, Plitics, and the Making of the Bible,
Penerjemah Minda Perangin-angin (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), h. 1
11
Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani dan beberapa ada yang ditulis dalam bahasa
Aram. Perjanjian Lama terdiri dari tiga kelompok kitab, yaitu kitab Taurat, Nebiyim dan Ketubim.
Kelompok kitab Taurat terdiri dari lima kitab, yaitu kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan
dan Ulangan. Kelompok kitab ini selain disebut Taurat (hukum) juga disebut kitab Musa.
Kelompok kitab Nebiyim terdiri dari 19 kitab. Sedangkan kelompok kitab Ketubim ada 12 kitab.
12
Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. berisi tentang sejarah Yesus, mulai dari
kelahiran, kehidupan serta kematiannya, namun yang paling banyak diceritakan di sini adalah
tentang kematian dan penderitaannya.
Wahyu
42
yang berlangsung dan dokumen-dokumen yang berisi tradisi-tradisi yang paling
awal. Pada abad-abad terdahulu sering difikirkan perlunya untuk membenarkan
setiap doktrin gereja dengan pernyataan-pernyataan Kitab Suci baik yang tersurat
maupun tersirat. Namun demikian, Kitab Suci disampaikan pada kesempatan
tertentu untuk memenuhi kebutuhan tertentu.13
Kadang kala, Alkitab disebut sebagai Firman Allah, hal itu memang benar,
namun harus difahami bahwa Firman Allah mempunyai arti yang lebih luas
dibanding dengan Alkitab. Firman Allah sering kali diidentikan dengan tiga
bentuk: Yesus Kristus, Alkitab, dan Khotbah. Menurut Karl Barth, Alkitab dan
Firman Allah dapat diidentikkan hanya dibawah kondisi tertentu. Bagi Barth, dalil
“Alkitab adalah Firman Allah” tidak dapat diputar balikkan menjadi pernyataan:
Firman Allah adalah Alkitab. Sesuai ketritunggalan Allah, Barth membedakan
dengan “tiga bentuk” Firman Allah: Firman Allah yang dinyatakan, Firman Allah
yang tertulis, dan Firman Allah yang disaksikan.
Dalam hal kanon, gereja menghayati petunjuk Ireneus bahwa gereja harus
berpihak pada tradisi yang asli dan mengesampingkan tradisi sekunder. Dalam
masalah ini prinsip Reformasi, apa yang kemudian disebut Sola Scriptura, sudah
mulai berkembang.14
Istilah kanon berasal dari bahasa Yunani yang berarti 'tongkat pengukur,
standar atau norma'. Secara historis, Alkitab telah menjadi norma yang berotoritas
bagi iman dan kehidupan bergereja. Proses pengkanonan ini dilakukan oleh
berpuluh-puluh ahli kitab suci dan bahasa yang dengan teliti dan serius memilah13
Robert M. Grant dan David Tracy, A short history of the interpretation of the Bible,
terjemahan oleh Agustinus Maleakhi (Jakarta, Gunung Mulia, 2000), h. 3
14
Becker, Pedoman Dogmatika, h. 44
43
milah banyak tulisan yang dianggap suci untuk menemukan kitab-kitab yang
benar-benar suci dan diwahyukan Allah untuk kemudian dijadikan satu.15
B.1.a. Kanonisasi Perjanjian Lama
Kitab-kitab yang tergabung dalam kitab Perjanjian Lama adalah kitab-kitab
yang ditulis perkiraan tahun 1500 SM sampai tahun 400 SM. Dengan kata lain,
kurang lebih 400 tahun sebelum kelahiran Yesus ke dalam dunia, kitab-kitab
Perjanjian Lama telah tertulis dan sudah sering dibaca oleh masyarakat Yahudi.16
Kitab Suci Perjanjian Lama berisi 24 gulungan, namun yang paling penting
adalah Taurat. Sampai abad pertama masehi, 24 gulungan ini masih terbentang
terpisah, kemudian digabungkan bersama ke dalam gulungan-gulungan atau
naskah-naskah kuno yang lebih panjang. Pengelompokan itu terdiri dari empat
gulungan pertama merupakan satu kesatuan. Sembilan gulungan pertama, yaitu
kelompok Taurat dan kelompok Para Nabi Terdahulu, mendeskripsikan cerita
bersambung dari permulaan sejarah sampai ke pembuangan wangsa Daud.
Pengelompokkan ini belum terselesaikan sebelum tahun 563 SM. Empat gulungan
Para Nabi kemudian mempunyai kemiripan satu dengan lainnya, dan semuanya
mencakup teks yang ditinggalkan ke periode tahun 550 – 450 SM. Tulisan
terakhir kelompok ini adalah Daniel yang belum ditulis hingga tahun 165 M.
Kedua gulungan terakhir – Ezra dan nehemia serta Tawarikh – saling
15
“Kanonisasi
Perjanjian
Baru”,
diakses
pada
17
Mei
http://www.sarapanpagi.org/40-kanonisasi-perjanjian-baru-vt679.html
16
“Kanon
Alkitab”
diakses
pada
08
September
http://www.sarapanpagi.org/kanon-alkitab-vt142.html
2015
2015
dari
dari
44
berhubungan satu sama lainnya. Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa
Kitab Suci Ibrani pada dasarnya telah selesai selama Periode Persia.17
Kitab yang paling terakhir dalam susunan mereka itu bukan kitab Maleakhi
melainkan kitab Tawarikh. Susunan yang dimiliki sekarang kemungkinan adalah
susunan yang disesuaikan dengan Septuaginta, yaitu kitab Perjanjian Lama
terjemahan bahasa Yunani yang dikerjakan perkiraan tahun 200 SM. Tadinya
jumlah kitab hanya 36 kitab, tetapi karena Samuel, Raja-raja dan Tawarikh dibagi
dua, maka menghasilkan jumlah 39 kitab.18
Orang Kristen mengakui kitab Perjanjian Lama sebagai kanon kitab suci
mereka bukan karena orang Yahudi telah menerima kitab Perjanjian Lama sebagai
kitab yang diilhamkan Allah, melainkan karena semua rasul juga mengakui,
bahkan Yesus sendiri juga mengakui bahwa kitab Perjanjian Lama adalah firman
Allah.
B.1.b. Kanonisasi Perjanjian Baru
Proses pengkanonan kitab-kitab Perjanjian Baru sedikit berbeda dari proses
pengkanonan kitab Perjanjian Lama, namun tetap memiliki prinsip dasarnya.
Sebagaimana proses pengkanonan kitab Perjanjian Lama tidak melalui sebuah
konferensi, demikian juga dengan proses pengkanonan kitab Perjanjian Baru.
Keduanya sama-sama melalui proses waktu yang panjang. Kitab-kitab yang
terkandung di dalam kedua kelompok kitab itu diakui satu persatu. Misalnya kitab
Musa yang terdiri dari kitab Kejadian sampai Ulangan itu adalah yang pertama
17
Coote, Power, Plitics, and the Making of the Bible, h. 7
“Kanon
Alkitab”
diakses
pada
08
http://www.sarapanpagi.org/kanon-alkitab-vt142.html
18
September
2015
dari
45
diakui sebagai Taurat (hukum) yang diberikan Allah kepada bangsa Israel.
Demikian juga kitab-kitab Perjanjian Baru diakui oleh jemaat Kristen satu
persatu.
Setelah Tuhan Yesus naik ke surga, belum ada sebuah kitab pun ditulis
mengenai diri dan ajaran-Nya, karena belum dirasa perlu, para saksi utama masih
hidup. Jadi Injil masih dalam bentuk verbal, lisan, dari mulut ke mulut, oleh para
rasul.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, jumlah para saksi mata dan para
rasul berkurang, dan semakin banyak ancaman pemberitaan ajaran-ajaran sesat.
Pada masa itu banyak ditemukan tulisan-tulisan yang bercorak rohani, yang
sebenarnya bukan Firman Allah. Oleh karena itu gereja merasakan pentingnya
ditentukan kitab-kitab mana sajakah yang dapat diakui berotoritas sebagai Firman
Allah. Kemudian para rasul mulai menuliskan surat-suratnya untuk para jemaat,
lalu perlahan-lahan dibuat salinan surat-surat itu untuk berbagai gereja.
Sebelum sampai pada proses pengkanonan, terlebih dahulu didahului proses
penulisan (composing) yang berkisar dari sekitar tahun 50 sampai sekitar 100.
Kemudian dilanjutkan dengan proses pengumpulan (collecting) yang berkisar dari
tahun 100 sampai 200. Proses pengumpulan ini adalah proses dimana orang-orang
percaya mengumpulkan surat-surat atau tulisan rasul-rasul untuk kebutuhan
jemaat maupun kebutuhan pribadi. Sesudah masa pengumpulan kemudian diikuti
masa pembandingan (comparing), yang berkisar dari tahun 200 sampai 300.
Proses pembandingan ini ialah proses dimana tiap-tiap jemaat lokal berusaha
membanding-bandingkan hasil koleksi mereka. Sesudah itu kemudian diikuti
46
dengan masa pelengkapan (completing) , yang berkisar dari tahun 300 sampai
400. Masing-masing jemaat melengkapi hasil koleksi mereka. Surat yang kurang
di satu jemaat, dilengkapi oleh jemaat yang lain. Ini adalah fenomena garis besar
proses pengkanonan kitab-kitab Perjanjian Baru.19
Seratus tahun pertama gereja Kristen kanonnya hanya terdiri dari Perjanjian
Lama. Namun sebelum tahun 100 M, sebagian dari kitab-kitab Perjanjian Baru
sudah ditulis. Hingga abad ke-2 M, barulah kitab-kitab Injil dan tulisan Paulus
diangkat kedudukannya sebagai kanon. Kita tahu sebelumnya bahwa Perjanjian
Lama pada mulanya adalah Kitab Suci yang hanya milik orang-orang Yahudi,
ketika gereja awal Kristen mengakui Perjanjian Lama sebagai kanon maka
mulailah gereja menghadapi tugas bagaimana menafsirkan Perjanjian Lama kalau
dibandingkan dengan Yudaisme.20
Pada dasarnya dapat disebut tiga peristiwa yang mendorong gereja purba
menggabungkan tulisan-tulisan tersebut menjadi satu kumpulan yang baku
(kanon), yaitu: 1) timbulnya tradisi-tradisi rahasia aliran gnostik yang sesat dan
tidak benar, 2) kumpulan tulisan yang dipersingkat oleh Marcion, dan 3)
Montanisme dengan pewahyuan-pewahyuan yang baru.21
Pertengahan abad ke-2 adalak titik awal kanon Perjanjian Baru, yang
awalnya terjadi secara lisan. Penulis surat II Petrus, yang mungkin berasal dari
tahun 120 hingga 150 M sudah menyamakan surat-surat Paulus dengan “suratsurat lainnya” (3:15f). Orang pertama yang berbicara tentang Perjanjian Baru
19
“Kanon
Alkitab”
diakses
pada
08
September
2015
dari
http://www.sarapanpagi.org/kanon-alkitab-vt142.html
20
Bernhard Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen: dari Abad Pertama sampai Masa
Kini, Penerjemah A. A. Yewangoe (Jakarta: Gunung Mulia, 2011), h. 31 - 32
21
Becker, Pedoman Dogmatika, h. 44
47
adalah Irenaeus dari Lyon (meninggal sekitar 202 M) tetapi yang perlu diketahui
bahwa dia dengan hati-hati tetap membedakan antara kewibawaan injil-injil dan
surat Paulus. Tidak ada satupun dari 206 kutipan yang diambil Irenaeus dari
Paulus yang diperkenalkan dengan formula “sudah tertulis”. Sekitar tahun 200 M
kanon Perjanjian Baru dalam bentuk pendahuluan telah ditetapkan.22
Selanjutnya pada parohan abad ke-4, kanon secara utuh dari Perjanjian Baru
ditetapkan. Buku-buku yang paling penting seperti empat Injil dan surat-surat
Paulus sejak akhir abad ke-2 dan seterusnya telah dipandang sebagai kanon
Perjanjian Baru, baik di Timur maupun di Barat.23 Dan sejak abad ke-5 M hampir
setiap orang Kristen, di mana saja di dunia ini, berpegang pada Perjanjian Baru
sebagai suatu kumpulan tulisan yang terdiri dari dua puluh tujuh kitab.24
Proses
pengkanonan
berkembang
secara
alamiah
dari
saling
membandingkan hasil koleksi di kalangan jemaat-jemaat lokal sampai akhirnya
secara universal mengakui dan menerima ke-27 kitab Perjanjian Baru sebagai
kitab-kitab yang diilhamkan Allah.
22
Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 33 - 34
Kadang-kadang dikatakan (khususnya oleh Harnack), bahwa formasi atau pembentukan
kanon Perjanjian baru secara menentukan dipengaruhi oleh Marcion. Marcion yang mempunyai
ide-ide aliran gnostik tertentu, menciptakan kanonnya sendiri tidak lama sebelum pertengahan
abad ke-2. Ia membuang Perjanjian lama, demikian pula banyak tulisan lainyang kemudia oleh
gereja dimasukkan dalam kanon Perjanjian Baru. Kanonnya yang mencakup Injil Lukas dan
sepuluh surat pertama Paulus, merupakan kanon Perjanjian Baru yang pertama. Baca Lohse,
Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 35
24
Richard W. Haskin. “Kanonisasi Perjanjian Baru” diakses pada 17 Mei 2015 dari
http://www.alkitab.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=149&Itemid=131
23
48
B.2. Kanonisasi Alkitab dalam Novel The Da Vinci Code
Dan Brown melalui tokoh Sir Leight Teabing mengungkapkan bahwa
Alkitab yang adalah produk manusia yang isinya sedikit banyak sudah ditambah
maupun dikurangi. Penyusunan Alkitab dilakukan oleh Konstantin Agung,
seorang kaisar romawi yang beragama Pagan, yang baru dibaptis diujung
kematiannya. Berikut adalah kutipannya.
Sophie sedikit merinding. “Da Vinci bicara tentang Alkitab?”
Teabing mengangguk. “Perasaan Leonardo mengenai Alkitab
berhubugan langsung dengan cawan suci. Sesungguhnya, Da Vinci
melukis cawan yang sebenarnya, yang akan kutunjukkan padamu
sesaat lagi, tapi pertama-tama kita harus membicrakan Alkitab.”
Teabing tersenyum. “Dan segala yang perlu kau ketahui tentang
Alkitab bisa diringkas oleh doktor Alkitab hebat, Martyn Percy.”
Teabing berdehem, lalu berkata, “Alkitab tidak datang melalui faks
dari surga.”
“Maaf?”
Alkitab adalah produk manusia, Sayangku. Bukan Tuhan.
Alkitab tidak jatuh secara ajaib dari awan. Manusia menciptakannya
sebagai catatan historis masa-masa pergolakan , dan buku itu
berevolusi melalui penerjemahan, penambahan, dan perbaikan yang
tak terhitung jumlahnya. Sejarah tidak pernah memiliki versi bukunya
yang pasti.”
“Oke.”
“Yesus Kristus adalah tokoh bersejarah dengan pengaruh luar
biasa, mungkin pemimpin paling misterius dan menginspirasi yang
pernah disaksikan oleh dunia. Sebagai Mesias yang diramalkan, Yesus
menggulingkan raja-raja, menginspirasi jutaan orang, dan
menciptakan filosofi-filosofi baru. Sebagai keturunan Raja Solomo
dan Raja Daud, Yesus berhak mewarisi tahta Raja Orang Yahudi. Bisa
dimengerti jika kehidupan-Nya dicatat oleh ribuan pengikut di seluruh
negeri.” Teabing berhenti untuk meneguk teh, lalu meletakkan
kembali cangkirnya diatas rak perapian. “Lebih dari delapan puluh
Injil dipertimbangkan sebagai Perjanjian Baru, tetapi hanya relatif
sedikit yang dipilih untuk dimasukkan – antara lain Injil Matius,
Markus, Lukas, dan Yohanes.”
“Siapa yang memilih injil-injil yang dimasukkan?” tanya
Sophie.
“Aha!” Teabing sangat bersemangat. “Ironi mendasar
Kristenitas! Alkitab, seperti yang kita kenal saat ini, disusun oleh
Kaisar Romawi Pagan, Konstantin Agung.”
49
“Kukira Konstantin penganut Kristen,” ujar Sophie.
“Bukan,” ejek Teabing. “Dia penganut pagan seumur hidup
yang dibaptis di ranjang kematiannya, terlalu lemah utuk memprotes.
Pada masa Konstantin, agama resmi Roma adalah pemujaan matahari
– aliran kepercayaan Sol Invictus, atau Matahari yang Tak Tertandingi
– dan Konstantin adalah pendeta kepalanya. (Brown, 2014: 350-352).
C.
Trinitas
C.1. Konsep Ketuhanan Kristen dalam Pandangan Gereja Mainstream
Dalam kristologi, pada awal Gereja Purba yang menjadi persoalan utama
adalah tentang pribadi Yesus, apakah ia Allah ataukah manusia biasa, atau justru
Yesus adalah dua Pribadi Allah sekaligus manusia. Jika demikian adanya,
hubungan antara ketuhanan-Nya dan kemanusiaan-Nya menjadi
sebuah
pertanyaan.
Menjelang akhir abad ke-2 M. Penjelasan tentang Allah diperkenalkan oleh
beberapa tokoh, diantaranya adalah Irenaeus. Dalam pembicaraannya mengenai
Allah, menurutnya ada dua segi dasar menonjol. Pertama, tentang keberadaan
Allah yang bathiniah, dan kedua tentang penyingkapan Allah yang bersifat
progresif dalam sejarah keselamatan. Terkadang juga Irenaeus menekankan begitu
kuat keesaan Allah sehingga kita mendapat kesan seakan-akan ia sudah jatuh
kedalam modalistis, seolah-olah anak dan Roh itu hanyalah sekedar atribut-atribut
dari satu Allah. Didalam bukunya Proof of the Apostolic Preachingnya, Irenaeus
menjelaskan lebih lanjut bahwa Allah itu satu sesuai dengan hakikat keberadaan
dan kekuasaan-Nya, meskipun Dia juga bertindak sebagai pengatur ekonomi
penebusan kita, Dia sebagai Bapa sekaligus Anak. Dia mengajarkan bahwa Allah
50
sejak awalnya adalah kekal telah bersama-sama dengan Firman dan HikmatNya.25
Pendapat kedua dikemukakan oleh Tertullianius, Tertullianius mempunyai
pandangan yang serupa dengan Irenaeus. Ia juga mulai dengan pribadi Allah
Bapak, dan yang bersama-sama dengan dia, Firman dan Hikmat, yang melahirkan
kedua-Nya dengan tujuan penciptaan dunia. Tertullianius sangat pandai dalam
mendefinisikan Trinitas, bahwa Trinitas adalah satu substansi dalam tiga pribadi
yang berhubungan satu sama lain. Jelasnya tiga pribadi ada dalam satu substansi
namun tetaplah hanya ada satu Allah.26
Pendapat selanjutnya dikemukakan oleh Origenes (meninggal 254 M).
Menurut Origines trinitas ditandai oleh dua segi dasar. Pertama, seperti halnya
Irenaeus dan Tertullianius, ia memberi tekanan besar pada keesaan Allah. Namun
ia tidak menjelaskan hal itu lebih jelas dan rinci. Origenes menjelaskan perbedaan
ketiga pribadi bahwa anak lebih rendah daripada Bapak, dan Roh Kudus lebih
rendah dari pada anak. Namun demikian, pada saat yang sama Origenes juga
berpendapat bahwa ketiga pribadi itu adalah satu, dalam pengertian bahwa
ketiganya memiliki suatu kesatuan dan keserasian kehendak.27
Pertikaian mengenai hubungan Kristus dengan Allah Bapak semakin
memuncak pada awal abad ke-4. Arius (meninggal 336 M) yang berasal dari
Antiokhia, menjabat sebagai pemimpin di salah satu Gereja di kota Alexandria,
25
Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 54-55
Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 56
27
Untuk kesatuan seperti ini Origines sudah mempergunakan konsep homoousios
(“kesatuan keberadaan”, atau dalam terjemahan liturgis yang umum, “dari satu substansi”), yang
kemudian diberikan status dogmatis pada Konsili Nicea (352 M). Baca Lohse, Pengantar sejarah
dogma Kristen, h. 57
26
51
berpendapat bahwa Kristus tidak sederajat dengan Allah, melainkan berada
dibawahnya. Ia dipandang sebagai makhluk yang sempurna yang diciptakan dari
ketidakadaan, oleh karena itu Kristus “bukan ilahi” dan “bukan dari kekekalan”.28
Perhatian utama Arius adalah menekankan keunikan dan transendensi Allah.
Yang dimaksudkan Arius dengan kata “Allah” adalah hanya Allah Bapak. Oleh
karena keberadaan Allah ini adalah muthlak transendental dan muthlak kekal,
maka ia tidak dapat disandingkan dengan siapapun. Dengan demikian segala
sesuatu yang berada di samping Allah yang transenden ini adalah sesuatu yang
diciptakan dari yang tidak ada.29
Penjelasan Arius selanjutnya adalah tentang pribadi Yesus. Menurutnya
Allah sejak semula kekal bersama-sama dengan Firman dan Hikmatnya. Tetapi
bagi Arius kedua hal ini hanya mempunyai sangkut-paut dengan keberadaan Allah
dan bukan dengan pribadi kedua atau ketiga dari Trinitas. Firman, yang oleh
sebagian kalangan disebut sebagai Yesus Kristus, adalah ciptaan Allah, diciptakan
Allah dari ketiadaan sebelum permulaan waktu. Hal itu tidak berarti bahwa Arius
menempatkan Anak sederajat dengan ciptaan lainnya.30
Pendapat Arius yang demikian dibantah oleh Athanasius yang menjabat
sebagai uskup Alexandria selama hampir setengah abad (328-373). Athanasius
menekankan bahwa Kristus harus dipandang sebagai Allah sepenuhnya, oleh
sebab itu dia tidak boleh dibedakan derajatnya dari Allah Bapak. Logos sehakikat
dengan Allah Bapa dan sesungguhnya keduanya adalah satu.31
28
Becker, Pedoman Dogmatika, h. 114
Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 60
30
Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 61
31
Becker, Pedoman Dogmatika, h. 114
29
52
No
1
Pemikiran Arius
Kristus lebih rendah dari Allah
Bapak.
Pemikiran Athanasius
Kristus adalah Allah sepenuhnya.
2
Kristus adalah anak angkat Allah.
Dia sehakikat dengan Allah Bapak
(homoousious).
3
Kristus diciptakan sebagaimana
makhluk yang lain (seorang
malaikat yang tertinggi).
Kristus adalah dari kekekalan.
4
Kristus adalah guru dan teladan
bagi makhluk yang lain.
Kristus disebut Juruselamat
manusia dan dunia, yang
menyelamatkan dari kefanaan.
Barulah dalam waktu yang agak lama Athanasius berbicara mengenai
kedudukan roh kudus. Athanasius menekankan, bahwa menurut kesaksian
Alkitab, Roh Kudus bukanlah sesuatu yang merupakan hakikat makhlukiyah,
tetapi termasuk pada Allah dan satu dengan keallahan, yaitu Trinitas. Roh Kudus
berasal dari Allah. Ia melimpahkan pengudusan, dan bahkan kehidupan itu
sendiri. Roh Kudus itu kekal, maha ada, dan satu, sedangkan ciptaan bersifat fana,
tergantsung pada waktu dan tempat dan banyak.32
Oleh
karena
keragaman
pandangan
tentang
ajaran
Allah,
kaisar
Konstantinus Agung berusaha mendamaikan kedua belah pihak dengan
mengadakan Konsili Nicea pada tahun 325 (Konsili Oikumenis I). Dalam konsili
ini, pendapat Athanasius mendapat kemenangan dimana dirumuskan bahwa Yesus
sederajat dengan Allah Bapa. Namun rumusan homoousious yang disepakati di
sini belum diartikan maksud dan makna yang sebenarnya.
Hasil Konfesi Nicea yang berasal dari tahun 325 M itu berbunyi sebagai
berikut:
Kami percaya dalam satu Allah, Bapa yang Maha Kuasa,
pencipta segala sesuatu yang kelihatan dan tidak kelihatan;
32
Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 78
53
Dan didalam satu Tuhan Yesus Kristus, Anak Allah dilahirkan
dari Bapa, Allah dari Allah, terang dari terang, Allah yang sejati dari
Allah yang sejati, dilahirkan bukan diciptakan, bersal dari satu
substansi dengan Bapa, melalui Siapa segala sesuatu ada, segala
sesuatu baik yang di sorga maupun yang di bumi, Yang oleh sebab
kita manusia dan demi keselamatan kita, turun dan menjelma, menjadi
manusia, menderita, dan bangkit lagi pada hari yang ketiga, naik ke
sorga, dan akan datang untuk menghakimi yang hidup dan yang mati;
Dan di dalam Roh Kudus.33
Setelah diadakan Konsili Nicea, yang mengakhiri konteroversi Arius dan
Athanasius, justru timbul kontroversi lagi seputar pemahaman mengenai putusan
dari hasil konsili tersebut. Untuk itu, pada tahun 381 diadakan Konsili
Konstantinopel (Konsili Oikumenis II) menguatkan keputusan Nicea, bahwa anak
itu homoousious dengan Bapak. Konsili ini mengaku pula, bahwa Roh Kudus juga
sehakikat dengan Allah Bapak. Bapa-bapa Kappadokia merumuskan ajaran
tentang mia ousia (satu-satunya hakikat) dan treis hupostaseis (tiga oknum).
Artinya, Allah Bapa, Allah Anak dan Roh Kudus tidaklah bertindak secara
terpisah, tetapi dalam satu gerakan yang serentak menyelamatkan manusia.34
Dari keputusan dalam Konsili Konstantinopel ini, menimbulkan pertikaian
dari dua golongan yang berbeda pendapat. Golongan pertama dari madzhab
Antiokhia diwakili oleh Nestorius selaku Patriarkh dari Konstantinopel, sedang
golongan kedua dari madzab Alexandria yang diwakili oleh Cyrillus sebagai
uskup kota itu. Yang menjadi bahan perdebatan adalah tentang apakah
kemanusiaan dan keallahan Kristus erat hubungannya sehingga melebur dan tidak
tampak lagi perbedaannya, atau apakah masing-masing mempertahankan sifatnya
sehingga tetap terpisah. Pertikaian diantara kedua golongan ini juga disebut
33
Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 65-66
Becker, Pedoman Dogmatika, h. 116
34
54
pertentangan antara “kaum monofisit” dan “kaum duofisit”. Berikut adalah
perbedaan pendapat dari kedua golongan.
No
1
2
Alexandria
Menitikberatkan tabiat ilahi Kristus.
Tabiat insani Kristus hilang melebur
dalam samudra keilahiannya.
Ditekankan keesaan tabiat ilahi
Kristus saja.
3
Antiokhia
Meitikberatkan kemanusiaan Kristus.
Dalam
diri
Kristus
diadakan
pembagian: ada tabiat insani dan ilahi.
Tidak ada keesaan antara kedua tabiat
Kristus, kecuali keesaan kehendak.
Selanjutnya pada tahun 431 diadakan Konsili Efesus (Konsili Oikumenis
III) menyebut Maria sebagai yang melahirkan Allah (theotokos). Dengan
demikian pandangan Cyrillus mengalahkan pandangan Nestorius. Meskipun
demikian pertikaian kedua madzhab itu belum diselesaikan secara tuntas. 35
Akhirnya diadakanlah Konsili Chalcedon pada tahun 451 (Konsili
Oikumenis IV). Hasil dari konsili ini adalah mengambil jalan tengah yaitu
menyaring masing-masing pendapat dan meleburnya. Jadi dari konsili ini
dirumuskan bahwa Kristus bertabiat ganda dalam satu oknum. Kedua tabiat ini
tidak bercampur (asunkhutos) dan tidak berubah (atreptos) serta tidak terbagi-bagi
(adikhairetos) dan tidak terpisah (akhoristos). Kedua rumusan pertama melawan
kaum monofisit sedangkan dua rumusan yang lainnya melawan kaum duofisit.
Keputusan konsili ini sebenarnya hanya memuaskan pihak menengah, sehingga
berdasarkan itu Gereja koptis dan Gereja nestorian memisahkan diri dari arus
pemikiran yang berpengaruh digereja purba.36
35
Becker, Pedoman Dogmatika, h. 116
Becker, Pedoman Dogmatika, h. 117
36
55
C.2. Konsep Ketuhanan Kristen dalam novel The Da Vinci Code
Dalam novelnya, Dan Brown menjelaskan bahwa konsep ketuhanan Kristen
apabila dikembalikan pada nilai-nilai awal mula agama Kristen muncul
sesungguhnya adalah agama yang memuja dan kagum pada ikonologi kedewian,
paganisme, dan ketuhanan perempuan.
Alasan Dan Brown banyak mengulas tentang keberadaan Holy Grail adalah
bahwa grail merupakan simbol dari dewi yang hilang. Dewi yang dimaksudkan
Dan Brown adalah Maria Magdalena, hilangnya perempuan suci ini selain dari
pada munculnya doktrin baru dalam agama Kristen tentang Trinitas, disebabkan
juga oleh gereja yang telah menaklukkan perempuan, menghilangkan dewi dan
melarang penghormatan kaum pagan kepada perempuan suci. Inilah argumen Dan
Brown yang ditulis dalam novelnya:
“itu pentagram,” jelas Langdon, suaranya terdengar mengaung
di dalam ruangan besar itu. “Salah satu simbol tertua di dunia.
Digunaka lebih dari empat ribu tahun sebelum Masehi.”
“Dan apa artinya?”
...
“Simbol membawa arti yang berbeda di dalam latar belakang
yang berbeda,” jelas Langdon. “Yang terutama, pentagaram adalah
simbol keagamaan pagan.”
Fache mengangguk, “Pemujaan setan.”
“Bukan,” ujar Langdon membetulkan, dan langsung menyadari
bahwa pemilihan kosakatanya seharusnya lebih jelas.
Belakangan ini, istilah pagan hampir menjadi sinonim dengan
pemujaan setan – kesalahpahaman besar. Akar kata itu sesungguhnya
berasal dari kata latin paganus, yang berarti penduduk-desa. “Pagan”
berarti penduduk desa yang secara harfiah tidak mendapat
indoktrinasi, yang mempertahankan agama pedesaan kuno pemujaan
alam. Sesungguhnya, ketakutan gereja terhadap mereka yang tinggal
di villes (desa-desa) terpencil sangatlah besar, sehingga kata “villager
(penduduk-desa)” – vilain – yang dulunya netral, berubah arti menjadi
orang jahat.
“Pentagram,” jelas Langdon, “adalah simbol pra-Kristen yang
berhubungan dengan pemujaan alam. Orang kuno memandang dunia
56
mereka dalam dua belahan – maskulin dan feminin. Para dewa dan
dewi mereka berupaya mempertahankan keseimbangan kekuatan. Yin
dan yang. Ketika lelaki dan perempuan seimbang, muncul keselarasan
di dalam dunia. Ketika mereka tidak seimbang, muncul kekacauan.”
Langdon menunjuk perut Sauniere. “Pentagram ini menggambarkan
belahan perempuan dari segala sesuatu – konsep yang disebut
„perempuan suci‟ atau „dewi suci‟ oleh sejarahwan keagamaan.
Dibandingkan dengan semua orang lainnya, Sauniere pasti
mengetahui hal ini.” (Brown, 2014: 63-65).
Simbol Pentagram bagi Dan Brown melambangkan pemujaan terhadap
perempuan suci. Dalam novel
the Da Vinci Code, Pentagram digambarkan
sebagai salah satu simbol tertua di dunia, telah ada sejak empat ribu tahun
sebelum Masehi dan merupakan representasi “dewi” yang disembah oleh kaum
pagan. Para nenek moyang terdahulu melihat dunia ini sebagai dua bagian – lelaki
dan perempuan. Para dewa dan dewi mereka bekerja untuk menjaga
keseimbangan kekuatan. Ketika lelaki dan perempuan seimbang, muncul harmoni
di dunia ini. Jika mereka tidak seimbang maka akan muncul kekacauan.
Novel The Da Vinci Code menganggap bahwa adanya konsep perempuan
suci membuat takut pihak gereja, sehingga mereka membasmi konsep pemujaan
yang berpusat pada perempuan. Dan Brown dalam novelnya melalui kepercayaan
dari kelompok Priory of Sion tetap melestarikan konsep perempuan suci ini.
Untuk itulah Priory of Sion dengan segala upaya memyembuyikan keberadaan
makam Maria Magdalena yang dianggap sebagai sosok perempuan suci yang
sangat diagungkan itu, demi menjaga keberlangsungan kepercayaaan zaman praKristen, juga menjaga keberadaan keturunannya.
57
D.
Kontroversi Tokoh Pada Perjamuan Terakhir
D.1. Perjamuan Terakhir dalam Pandangan Gereja Mainstream
Perjamuan terakhir adalah perjamuan malam yang dilakukan oleh Yesus
beserta keduabelas muridnya (Simon Petrus, Andreas, Yokabus, Yohanes, Filipus,
Bartolomeus, Tomas, Matius pemungut cukai, Yokabus anak Alfeus, Yudas
Thadeus, Simon dari Zelot, dan yudas Iskariot), pada hari kamis malam jum‟at
sebelum peristiwa tertangkapnya Yesus di taman Getsmani akibat penghianatan
dari salah satu muridnya, Yudas Iskariot.
Pada proses Perjamuan terakhir tersebut Yesus beserta keduabelas muridnya
melakukan ritual makan roti tanpa ragi dan minum anggur, yang oleh gereja pada
periode sekarang ini dijadikan sebagai dasar dilaksanakannya Sakramen Ekaristi.
Dalam sakramen ini, roti dan anggur yang dikonsekrasikan oleh imam berubah
menjadi Tubuh dan darah Yesus. Paham ini mempunyai dasar Alkitabiah seperti
dalam Injil Matius bab 26:26-29, Injil Lukas 22:14:23, Injil Yohanes 6:25-59, dan
surat Paulus I kepada jemaat Korintus 11:17-33. sakramen kudus ini bertujuan
untuk mengingat penderitaan Yesus.37
Diceritakan pula bahwa Pada malam Perjamuan Terakhir, Yesus berada
ditengah-tengah 12 muridnya, enam murid berada di sebelah kanan Yesus dan
enam murid lainnya berada di sebelah kiri Yesus. Dan salah seorang murid yang
mendapat tempat istimewa untuk berada di kanan Yesus adalah Yohanes, ia
adalah salah seorang murid yang paling disayangi oleh Yesus.
37
“Sakramen Ekaristi” artikel dalam media Iman Katolik: Media Informasi dan Sarana
Katekese, diakses pada 29 Mei 2015 dari http://www.imankatolik.or.id/sakramenekaristi.html.
58
Pada malam perjamuan itu Yesus sebenarnya sudah mengetahui bahwa dia
akan segera ditangkap dan dihukum mati oleh kaisar Romawi, untuk itulah Yesus
menunjuk salah satu muridnya, yaitu Santo Petrus38 (yang mempunyai nama asli
Simon) untuk menjadi penerusnya. Selain itu ia juga berjanji bahwa tiga hari
setelah hari kematiannya dia akan bangkit dan menjadi penyelamat untuk setiap
manusia yang mempercayai peristiwa penyalibannya.
D.2. Perjamuan Terakhir dalam novel The Da Vinci Code
Penggambaran Dan Brown jelas berbeda dengan pandangan gereja
Mainstream. Bagi Dan Brown, baik seseorang yang duduk di kanan Yesus
maupun yang di tunjuk oleh Yesus sebagai penerusnya untuk mendirikan gereja
adalah sosok perempuan suci keturunan bangsawan Benjamin bernama Maria
Magdalena.39 Berikut adalah kutipan langsung dari novel The Da Vinci Code,
yaitu percakapan Sir Leigh Teabing dan Sophie Neveu beserta Robert Langdon.
“Di mana Yesus duduk?” tanya Teabing.
“Di Tengah.”
“Bagus. Apa makanan yang disantap Yesus dan muridnya?”
“Roti.” Jelas.
“Bagus sekali. Dan apa minumnya?”
“Anggur. Mereka minum anggur.”
38
Nama Petrus sendiri diberikan oleh Yesus yang berarti batu karang. Dengan menamai
Simon sebagai Petrus atau “batu karang” mengisyaratkan Yesus akan meletakkan landasan
gerejanya diatas Petrus.
39
Maria Magdalena menurut pandangan gereja Mainstram dikenal sebagai seorang wanita
yang mengasihi Yesus, dikisahkan bahwa Maria Magdalena adalah orang pertama yang dijumpai
Yesus, pada waktu Yesus bangkit dari kematiannya. Dalam empat Injil nama Maria Magdalena
ditemukan sebanyak 12 kali. Dialah yang menyaksikan kuburan Yesus kosong, Maria merupakan
saksi pertama tentang kebangkitan Yesus. Jadi, dalam makna ganda, ia menjadi apostola
apostolarum, rasul dari segala rasul. Mari Magdalena lah yang juga memberitakan kabar kepada
murid-murid Yesus bahwa Yesus menepati janjinya „akan bangkit setelah tiga hari dari peristiwa
kematiaannya di tiang salib‟, janji yang diucapkan Yesus sebelum dia dihukum mati. Baca
Retnowati, Perempuan-perempuan dalam Alkitab: Peran, Partisipasi, dan Perjuangannya
(Jakarta: Gunung Mulia, 2008), h. 43
59
“Hebat. Dan satu pertanyaan final. Berapa banyak gelas anggur
di atas meja?”
Sophie berheni sejenak, menyadari bahwa ini pertanyaan
menjebak. Dan setelah makan malam. Yesus mengambil secangkir
anggur, berbagi dengan para muridnya. “Satu cangkir,” katanya.
“Cawan suci.” Mangkuk Kristus. Holy Grail. “Yesus membagibagikan secawan anggur, sebagaimana yang dilakukan kaum Kristen
modern pada komuni.”
Teabing mendesa. “Buka matamu.”
Sophie membuka matanya. Teabing menyeringai angkuh.
Sophie memandang ke bawah, ke lukisan itu, melihat dengan takjub
bahwa setiap orang dimeja itu memegang segelas Aggur, termasuk
Kristus sendiri. Tiga belas cawan. Selain itu, cawan-cawan itu tampak
kecil, tak bertangkai, dan terbuat dari kaca. Tak ada satu pun cawan
sesungguhnya dalam lukisan itu. Tiada Holy Grail.
Mata Teabing berkedip-kedip. “Tidakkah sedikit aneh
menurutmu, mengingat bahwa baik Alkitab dan legenda kita yang
lazim tentang Holy Grail merayakan momen ini sebagai kemunculan
pasti dari Holy Grail. Anehnya, Da Vinci tampak lupa untuk melukis
Cawan Kristus.
“Tentu saja para sarjana seni telah lupa mencatat hal ini.”
“Kau akan terkejut jika mengetahui berbagai anomali yang
dicakupkan Da Vinci dalam lukisan ini, yang kebanyakan sarjana tak
melihatnya atau sekedar memilih untuk mengabaikannya. Gambar ini,
sesungguhnya kunci keseluruhan misteri Holy Grail. Da Vinci
membentangkan semuanya secara terbuka dalam The Last Supper.
Sophie memindai karya itu dengan semangat. “Apakah lukisan
ini mengatakan kepada kita apa Holy Grail itu sesungguhnya?”
“Bukan apa,” bisik Teabing, “Tapi siapa dia. Holy Gril
bukanlah sebuah benda. Sesungguhnya Holy Grail adalah ...
seseorang.” (Brown, 2014: 358-359)
Kutipan selanjutnya dari pernyataan Dan Brown, adalah:
“Tunggu dulu,” kata Sophie. “Kau bilang Holy Grail itu
perempuan. The Last Supper adalah lukisan tigabelas laki-laki.”
“Benarkah?” Teabing mengangkat alisnya. “Coba lihat dengan
teliti.”
Dengan tidak yakin, Sophie mendekati lukisan itu, mengamati
tiga belas tokoh di dalamnya, Yesus Kristus ditengah, enam murid
disebelah kiri-Nya, dan enam murid lain di sebelah kanan-Nya.
“Mereka semua lelaki,” jelas Sophie.
“Oh?” kata Teabing. “Bagaimana dengan yang duduk di tempat
kehormatan, disebelah kanan the Lord?”
Sophie memerika tokoh yang duduk tepat di sebelah kanan
Yesus. Dia memusatkan perhatiannya pada tokoh tersebut. Ketika dia
60
mempelajari wajah dan tubuh tokoh itu, gelombang ketakjuban
muncul di dalam dirinya. Individu itu mempunyai rambut merah
tergerai, sepasang tangan lembut yang terlipat, dan dada menonjol.
Tak diragukan lagi, dia ... perempuan.
“Dia perempuan!” teriak Sophie
...
“Siapa dia?” tanya Sophie.
“Itu, Sayangku,” jawab Teabing, “adalah Maria Magdalena.”
Sophie berbalik. “Pelacur itu?”
Teabing terkesiap, seakan kata itu melukainya secara pribadi.
“Magdalena bukan seperti itu. Kesalahan konsep yang merugikan itu
adalah warisan kampanye pencemaran yang diluncurkan oleh Gereja
awal. Gereja perlu memfitnah Maria Magdalena untuk menutupi
rahasia berbahayanya – peranannya sebagai Cawan Suci.”
“peranan-nya?”
“Seperti yang kubilang,” jelas Teabing, “Gereja awal perlu
meyakinkan dunia bahwa nabi Yesus yang fana itu adalah makhluk
suci. Oleh karena itu, injil-injil yang menjelaskan aspek-aspek
duniawi kehidupan Yesus harus harus dihapuskan dari Alkitab.
Malang bagi para penyunting awal, ada satu tema duniawi tertentu
yang selalu muncul kembali di dalam injil-injil itu, yaitu Maria
Magdalena.” Dia terdiam. “Yang lebih spesifik lagi, pernikahannya
dengan Yesus Kristus.”
“Maaf?” Mata Sophie beralih pada Langdon, lalu kembali pada
Teabing.
“Itu masalah catatan sejarah,” ujar Teabing, “dan Da Vinci jelas
menyadari fakta itu. Perjamuan Terakhir bisa dikatakan berteriak
kepada mereka yang memandangnya, bahwa Yesus dan Maria
Magdalena adalah pasangan suami istri.” (Brown, 2014: 367-369).
Kutipan tersebut memberikan kita gambaran bahwa Brown menafikan
keberadaan Yohanes pada saat Perjamuan Terakhir. Posisi Yohanes dalam lukisan
the Last Supper oleh Dan Brown digantikan Maria Magdalena. Ialah murid
kesayangan Yesus yang mendapat mandat untuk meneruskan kepemimpinan
Gereja. Maria Magdalena begitu istimewa dimata Yesus. Selain kedudukannya
sebagai murid terkasihnya, Magdalena adalah Holy Grail, seseorang yang
melahirkan keturunan Yesus.
BAB IV
RESPON TOKOH KRISTEN DAN KATOLIK TERHADAP KRITIK
DA VINCI CODE
A.
Konspirasi Gereja terhadap Status dan Nilai Perempuan
Hal pertama yang di soroti oleh Dr. Jim Garlow dan Dr. Peter Jones1 adalah
tentang konspirasi Gereja terhadap status dan nilai perempuan. Menurut Garlow
dan Jones Pernyataan Brown bahwa Konstantin dan para pewaris laki-lakinya
berhasil mengubah dunia dari paganisme matriarkal menjadi Kristenitas patriarkal
adalah salah. Bukti sejarah mengatakan, baik sekuler maupun agama lebih banyak
dipimpin oleh lelaki dari pada perempuan.2 Pendapat Dan Brown tentang gereja
merendahkan nilai perempuan juga dianggap salah. Karena apabila kita melirik
pada sejarah, justru gerejalah yang mengangkat harkat dan martabat perempuan,
karena sebelum kedatangan Kristus kebanyakan perempuan dipandang rendah.3
Baik dalam Kitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru dituliskan tentang
1
Dr. Jim Garlow adalah seorang penulis, pembicara, dan sejarawan, mengudara setiap hari
di 300 stasiun radio seluruh negeri dalam tafsiran historis satu menit berjudul “The Garlow
Perspective”. Perjalanan akademisnya mencakup Drew University (Ph.D. Dalam Teologi Sejarah),
Princeton Theological Seminary (Master of Theology), Asbury Theological Seminary (Master of
Divinity). Dia memebrikan pelayanan sebagai pendeta senior pada Skyline Wesleyan Church di
San Dieogo, Clifornia. Informasi lebih lanjut kunjungi www. Jimgarlow.com. Peter Jones adalah
direktur pada Christian Witness to a Pagan Planet, yaitu organisasi yang dibentuk untuk
memperlengkapi Gereja dalam mewartakan Kabar Baik kepada dunia yang semakin menjauh dari
Allah. Ia menjadi dosen tamu yang memberikan mata kuliah Perjanjian Baru di Westminster
Seminary, California. Ia meraih gelar Master of Divinity dari Gordon-Conwell Theological
Seminary, gelar Master of Theology dari Harvard Divinity School, dan gelar Ph. D. Dari Princeton
Theological Seminary. Peter tumbuh dewasa di Liverpool, Inggris, dan merupakan teman dekat
semasa kecil John Lennon, hobinya adalah bermain golf dan bermain piano jazz modern.
Informasi lebih lanjut kunjungi www.cwipp.org.
2
James L. Garlow dan Peter Jones, Cracking Da Vinci’s Code, Penerjemah Lily Endang
Joeliani (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2005), h. 51
3
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 54
61
62
betapa tingginya derajad perempuan.4 Dari sinilah kita tahu betapa Alkitab
memberi penghargaan terhadap perempuan.
Pandangan lain yang dikemukakan Dan Brown terkait tradisi gereja awal
ialah tentang sejarah hidup Yesus. Yesus yang sekarang ini dipercaya oleh umat
kristiani dianggap sebagai hasil dari konsolidasi gereja. Satu dari pertanyaanpertanyaan terbesar yang mencuat dalam novel The Da Vinci Code adalah apakah
Yesus menikah atau tidak, pada kenyataannya masalah pernikahan Yesus inilah
yang mejadi dasar dari teori merovongian. Pandangan tersebut akhirnya menui
pro-kontra dari berbagai kalangan. Muncul beberapa tokoh yang mengkritik hal
itu, satu diantaranya adalah Steven Kellemeier.
Steven Kellemeier5 membantah pernyataan Dan Brown bahwa Yesus
menikah dengan Maria Magdalena, dan Mempunyai keturunan yang disebut
dengan kaum Merovongian yang mendirikan kota Paris. “Hal ini jelas merupakan
kebohongan besar dalam sejarah,” tutur Kellemeier. Kellemeier menjelaskan
bahwa Paris berumur lebih dari 2000 tahun. Jika kaum Merovongian sungguh
keturunan Yesus, sedangkan Yesus sendiri meninggal baru 2000 tahun lalu,
bagaimana hal itu mungkin? Dalam kenyataannya, Paris ditemukan oleh Parisii,
4
Sebagai contoh di dalam Kitab Kejadian, kita belajar bahwa baik lelaki maupun
perempuan menerima identitas mereka, pengertian mereka akan nilai diri, dari hubungan mereka
dengan Sang Khalik, karena telah diciptakan menurut gambar Allah (kej. 1:27). Baca Garlow,
Cracking Da Vinci’s Code, h. 59
5
Steven Kellemeier atau biasa juga disebut dengan Seteve Kellmeyer adalah seseorang yang
dikenal secara internasional karena kepandaiannya dalam berceramah. Selain itu dia juga sering
muncul di beberapa acara TV. Latar belakang pendidikannya yang beragam menjadikan dia
sebagai seorang yang terkenal di dunia pembicara. Riwayat pendidikannya meliputi: M. A. di
Fransiscan University Steubenville, OH. M. A. di Southern Illinois University, B. A. di Southern
Illinois University, dan A. A. S. di Southwestern Illinois Collage. Kellemeier selain dikenal
sebagai pembicara, dia juga dikenal sebagai penulis, terbitan dari tulisannya seperti For Over a
Year. Beberapa karyanya dapat di temukan di situs online, yaitu: Catholic Citizens of Illinois,
Intellectual Conservative, Catholic Exchange, dan lain sebagainya. Informasi lebih lengkap
kunjungi http://stevekellmeyer.com/Biography.html.
63
sekelompok orang Calts yang mendiami pulau tersebut pada abad ke-3 SM. Nama
Paris adalah berasal dari mereka.6
Sebagaimana Steven Kellemeier, Martin Lunn7 juga berpendapat bahwa di
dalam Alkitab tidak pernah disebutkan bahwa Yesus menikah.8 Dalam bukunya
Da Vinci Code Decoded Lunn menambahkan pejelasan tentang keturunan David
dan Merovongian, sebagai berikut:
“Beberapa dokumen Biarawan Sion menyatakan bahwa silsilah
keturunan Merovongian dapat ditelusuri di Perjanjian Lama dan Troy
Kuno. Mereka diduga berasal dari suku Israel khususnya – yang
dikepalai oleh Benjamin. Daerah kekuasaan mereka mencakup yang
sekarang merupakan daerah sekitar Yerussalem sebelum kota tersebut
menjadi Ibukota kerajaan Raja Daud (David) dan Sulaiman
(Solomon)”9
Senada dengan pernyataan beberapa tokoh di atas, Carl E. Olson10 juga
membantah peristiwa pernikahan Yesus. Dalam bukunya The Da Vinci Hoax,
Olson mengungkapkan dua point penting terkait masalah tersebut. Pertama, dia
mengatakan bahwa peristiwa pernikahan Yesus adalah tanpa dasar historis.
Kedua, andaikata semuanya memang benar, maka muncul begitu banyak
6
Steven Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, Penerjemah Dewi Minangsari
(T. Tp.: Optima Pers, 2005), h. 88
7
Martin Lunn dikenal sebagai seorang peneliti ahli masalah keturunan Davidic dan isu-isu
lain yang dikenalkan The Da Vinci Code. Lulusan dari program Master Sejarah dan Jurnalisme ini
pernah hidup di sepanjang daerah Timur Tengah, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa,
namun domisili yang sekarang adalah Barcelona. Dia juga seorang pimpinan besar (Grand Master)
dari The Dragon Society yang didirikan oleh King Sigismund dari Hungaria, tahun 1408. Lebih
lanjut baca Martin Lunn, Da Vinci Code Decoded, Penerjemah Isma B. Koesalamawardi (Jakarta:
Ufuk Press, 2005), h. 282.
8
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 156.
9
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 72
10
Carl E. Olson adalah penulis buku laris Will Catholic Be “Left Behind”? Olson menjadi
Konstributor tetap berbagai publikasi seperti Natioanal Catholic Register, First Things, dan Crisis.
Olson sebagaimana tokoh yang lain seperti Martin Lunn juga Dr. Jim Garlow dan Dr. Peter Jones,
dalam usahanya mengkritik novel The Da Vinci Code, dia mengarang buku dengan judul The Da
Vinci Hoax bersama Sandra Miesel. Sandra Miesel adalah seorang yang bergelar Master sejarah
abad pertengahan dari Universitas Illinois. Selama lebih dari dua puluh tahun karir jurnalistiknya,
Miesel telah menulis ratusan esai dan artikel terutama di bidang sejarah, seni, dan hagiografi.
64
pertanyaan, misalnya apabila Yesus hanya dianggap sebagai “seorang nabi yang
dapat mati”, mengapa seorang dewi yang juga merupakan keturunan bangsawan
menaruh minat pada-Nya?. Berkaitan dengan hal ini, Olson menunjuk lepada
pernyataan Kardinal Francis George, Uskup Agung Chicago, setelah membaca
novel Dan Borwn dia berkata “Yesus bukan Allah tetapi Maria seorang dewi?,
apa maksud pernyataan tersebut? Andaikata Yesus bukan Allah mengapa dia
menikah denga seorang dewi?”. Disamping itu pada masa Yesus, mempunyai
darah Daud itu sangat lazim, mengingat semua kerabat ayah tiri-Nya yakni Yusuf
memiliki darah tersebut. Dan artinya novel tersebut menyiratkan, bahwa bersama
duapuluh generasi raja-raja Yehuda, ditambah semua generasi yang ada selama
enam abad antara masa pembuangan Babel hingga kelahiran Yesus, hanya tersisa
beberapa orang saja dari mereka.11
Dari beberapa sanggahan para tokoh di atas, tampak dengan jelas bahwa
mereka menolak apa yang ditulis Dan Brown bahwa Yesus pernah menikah,
apalagi mempunyai keturunan.
B.
Alkitab adalah Hasil dari Kepentingan Politis Kaisar Konstantin
Point kedua yang menjadi kontroversi adalah tentang Kanonisasi Alkitab,
Brown menulis bahwa Alkitab yang sekarang dipegang teguh oleh umat Kristiani
merupakan hasil bentukan dari pada bapak-bapak gereja, ada lebih dari delapan
puluh Injil dibuang oleh gereja dan hanya empat Injil sajalah yang dimasukkan ke
dalam kanon.
11
Carl E. Olson dan Sandra Miesel, The Da Vinci Hoax, Penerjemah Endyahswarawati Y.
(Malang: Dioma, 2005), h. 92
65
Hal ini lah yang membuat Carl E. Olson dalam buku The Da Vinci Hoax
mengatakan bahwa pada pertengahan abad kedua hanya ada lima atau enam injil
yang dipertimbangkan. Pada akhir abad ke dua Gereja perdana mengakui empat
injil (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes), karena keempatnya ditulis dengan
wahyu Roh Kudus dan diperuntukkan bagi kanon Perjanjian Baru. Olson
mengutip pendapat Jenkins bahwa sesungguhnya proses penentuan kanon itu
melalui perjalanan yang sangat panjang, hal ini terjadi sebelum Konstantinus
menjadi kaisar, dan sebelum gereja mempunyai prospek sedikitpun dalam
kekuasaan politik. Fase terpenting dari perjalanan kanon Perjanjian Baru adalah
terjadi pada pertengahan abad kedua.12
Pendapat senada dikemukakan oleh Dr. Jim Garlow dan Dr. Peter Jones,
bahwa pada dasarnya kanon sudah dimulai sejak 150 tahun sebelum pemerintahan
Konstantin, yakni pada masa Mercion13. Namun kebanyakan pakar sepakat kanon
Perjanjian Baru mulai terbentuk pada akhir abad kedua. Pembentukan kanon pada
akhir abad kedua ini merupakan respon terhadap kanon Mercion.14
Selanjutnya Dr. Jim Garlow dan Dr. Peter Jones menjelaskan bahwa
meskipun semasa hidupnya Yesus tidak menulis apapun, ia memastikan akan ada
orang yang dilatih olehnya, yang akan membawakan pesannya untuk setiap
manusia di dunia. Untuk merampungkan Injilnya, Lukas mengindikasikan bahwa
12
Olson, The Da Vinci Hoax, h. 59
Mercion adalah salah satu pemimpin gereja modern (gereja yang mengingkari doktrindokterin utama iman Kristen). Ia hidup antara tahun 90 – 160 M berasal dari Pontus (kini wilayah
Turki). Mercion pada tahun 144 pergi ke Roma dan mendirikan komunitas alternatif. Di sana, ia
dikeluarkan karena menyimpang dari doktrin iman Kristen, yaitu menciptakan Alkitab sendiri.
Alkitab Mercion meliputi Injil Lukas dan 10 surat Rasul Paulus yang telah dibersihkan dari
pengaruh Perjanjian Lama. Baca Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 142
14
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 142
13
66
para saksi mata telah menyerahkan kisah-kisah mereka kepadanya (Luk 1:2);
Rasul Petrus menyatakan diri sebagai salah seorang “saksi mata” (2 Ptr 1:16);
Rasul Yohanes menyatakan diri telah “mendengar, melihat, dan meraba” Yesus (1
Yoh 1:1); sdangkan paulus menyatakan diri sebagai orang terakhir yang melihat
Tuhan yang bangkit (1 Kor 15:8).15
Garlow dan Jones dengan tegas menolak apa yang disampaikan Dan Brown
dalam novelnya bahwa Alkitab disusun oleh Konstantin pada abad keempat.
Brown jelas menulis pendapatnya tidak berdasarkan aspek sejarah. Menurut
Garlow dan Jones, sejarah yang sesungguhnya terjadi ialah pada abad pertama,
kanon berada dalam bentuk organik dan berfungsi tanpa deklarasi gereja formal.
Akan tetapi, sejak awal ortodoksi ke 27 kitab ada di sana. Kekristenan dan Alkitab
tidak dapat dipisahkan. Singkatnya dia mengatakan “Gereja tidak menciptakan
kanon, kanon lah yang menciptakan gereja”, dengan kata lain, Firman Allah ini
lah yang dari luar, diberikan pada saat-saat penting dalam sejarah melalui utusan
yang dipilihnya, yang memanggil umat Allah ke dalam keberadaannya. Dan pada
abad ke-4 Gereja hanya menerbitkan apa yang selalu dipercayainya sebagai
kebenaran demi kejelasan.16
Tulisan Brown yang menyatakan Alkitab merupakan buah karya manusia,
dibenarkan oleh Steven Kellemeier. Kellemeier berpendapat bahwa Alkitab tidak
jatuh secara ajaib dari surga. Manusia menciptakannya sebagai catatan historis
masa-masa pergolakan, dan buku itu berevolusi melalui penerjemahan,
15
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 145
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 145
16
67
penambahan, dan perbaikan yang tak terhitung jumlahnya.17 Dengan kata lain,
Alkitab merupakan benda mati, apabila tidak ada peran manusia, maka Alkitab
tersebut akan tetap menjadi benda mati yang tidak mempunyai nilai dan fungsi
dalam mengatur kehidupan manusia. Dalam point ini tidak hanya Kellemeier saja
bahkan setiap orang Katolik menyetujui bahwa Alkitab ditulis, dikumpulkan, dan
diresmikan oleh manusia. Lebih lanjut Kellemeier membuat suatu perumpamaan
sebagaimana berikut ini:
“Pernahkah anda mengenal seseorang begitu baiknya sehingga anda
bisa menyelesaikan kalimat persis seperti yang dikatakannya (dan
mungkin sering bisa) dan dia bisa melakukan hal yang sama pada
anda? Meskipun anda mungkin dibesarkan dalam lingkungan yang
sama sekali berbeda, pemahaman anda tentang dunia ini dan
pemahamannya tentang hal-hal tertentu di dunia begitu mirip dengan
anda, sehingga anda bisa secara virtual membaca fikiran satu sama
lain. Begitulah kiranya para pengarang Kitab Suci dan Allah.18
Hal demikian, sebagaimana yang dapat kita fahami bahwa Alkitab ditulis
oleh manusia. Namun bukan sembarang manusia yang bisa menuliskan Alkitab,
kecuali orang-orang yang mendapat inspirasi dari Ilahi. Manusia yang mampu
mengenal Allah dan mampu memandang dunia sebagaimana yang dikehendaki
Allah adalah manusia yang dipilih untuk menuliskan Alkitab. Untuk itulah
mereka mampu menuliskannya persis seperti yang ingin dikatakan oleh Allah.
Mereka menyelesaikan kalimat sesuai yang dikehendaki oleh Allah. Memang
benar mereka hanyalah manusia tetapi mereka merupakan alat, yaitu yang
dijadikan oleh Allah sebagai penulis sejati Kitab Suci, walaupun sesungguhnya
17
Dan Brown, The Da Vinci Code, Penerjemah Ingrid Dwijani Nimpoeno (Yogyakarta:
Bentang, 2014). H. 351
18
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 57
68
Allah sendirilah penulis sejati dari Kitab Suci. Jadi Alkitab tidak dikirim melalui
fax dari surga.19
Namun, disisi lain Steven Kellemeier menyanggah pendapat Dan Brown
yang menyatakan bahwa Konstantin adalah dalang dibalik penyusunan Alkitab.
Dalam bukunya Fact and Fiction in The Da Vinci Code, dia menulis bahwa
jumlah injil yang dikanonkan sudah ditetapkan jauh sebelum abad pertama.
Seluruh kitab Perjanjian Baru selain kitab wahyu sudah ditulis pada masa
penghancuran Yerussalem pada tahun 70 M, dan tahun 100 M barulah seluruh
kitab termasuk kitab Wahyu dituliskan.20
Lebih lanjut Kellemeier mengatakan bahwa Konstantin tidak ada kaitannya
dengan pengumpulan Alkitab. Daftar pertama kitab Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru secara resmi disetujui oleh Paus Damasus tahun 382, disahkan
pada Konsili Hippo dan Kartago tahun 393 dan 397. “Konstantin sudah berada
dalam makam selama sekitar setengah abad ketika daftar buku Alkitab secara
resmi dikumpulkan” tulis Kellemeier.21
C.
Keilahian Yesus dan Hasil Voting Para Uskup
Point ketiga yang menjadi kontroversi bukan hanya seputar pribadi Yesus
tapi juga tentang “Siapakah Yesus?”. Terhadap hal ini Martin Lunn mulai
menjelaskan
tentang
fakta
dan
fiksi
seputar
Yesus
Kristus
dengan
mengungkapkan bagaimana sejarah Kristen pada awalnya sehingga bisa
berkembang seperti yang kita kenal saat ini. Lunn menulis dalam bukunya bahwa:
19
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 58
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 59
21
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 60
20
69
“kira-kira 25 tahun setelah Yesus di salib, sebuah skisma muncul
dalam bentuk sebuah pergerakan yang sekarang kita kenal sebagai
Kristen. Sebenarnya itu adalah hasil dari versi St. Paul tentang agama
Kristen. Paul berusaha menjadikan Kristen sebagai agama yang lebih
dapat diterima. Sekarang tidak ada lagi bentuk atau tulisan tentang
Kristen yang lain – yang seharusnya adalah agama yang dianut oleh
keluarga Yesus Kristus dan teman-temannya dulu.”22
Lunn, menjelaskan bahwa segala kesan kita terhadap Yesus berasal dari
informasi yang sudah diwariskan kepada kita langsung dari satu orang saja, yaitu
Paul; dan bahkan disaring olehnya juga. Dia mempengaruhi penulis empat buah
Injil dengan sebuah tujuan politis yang jelas, yaitu memberikan kesan bahwa tidak
ada patriotisme Yahudi.23
Menurut sejarah versi Pauline, Yesus adalah seorang revolusioner yang
tujuannya adalah mengeluarkan orang Romawi dari tanah airnya. Dia
mencampurkan konsep agama dan politik untuk mencapai tujuannya tersebut. Hal
ini jelas berbeda dengan pandangan Paul. Paul tidak mengakui bahwa Yesus
adalah raja yang membebaskan bangsa Yahudi dari bangsa Romawi. Baginya kata
“Messiah” berarti Yesus adalah Putra Allah yang turun ke bumi dan mati ditiang
salib demi menebus dosa manusia. Hal ini jelas Yesus tidak mengisi peran
messiah seperti yang diharapkan oleh orang Yahudi, karena dia tidak
mengeluarkan umatnya dari tekanan bangsa Romawi. Namun pristiwa
kebangkitan Yesus, telah mengubah arti messiah. Pengikutnya percaya bahwa
hanya Tuhan yang mampu menciptakan keajaiban kebangkitan seorang yang telah
22
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 141
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 145
23
70
meninggal. Ini artinya istilah “Messiah”berarti seorang yang memiliki sifat seperti
Tuhan.24
Secara lebih detail, Paul selanjutnya berkata bahwa Aspek terpenting dalam
kehidupan Yesus adalah kisah tentang kematian dan kebangkitannya.25 Pengikut
Yesus percaya bahwa Yesus memang bangkit dari kematiannya karena itu dia
dianggap tidak benar-benar mati. Dalam pandangan mereka, Yesus akan
melanjutkan pekejaannya yaitu membebaskan mereka dan mengembalikan bumi
kepada kerajaan Tuhan.26
Berbeda dengan Martin Lunn, Garlow dan Jones memulai tanggapannya
dengan membuka pernyataan tentang pribadi Yesus dimata para pengikutnya pada
zamannya. Diceritakan bahwa pada waktu itu Yesus melontarkan pertanyaan
kepada para pengikutnya, “Siapa aku ini?” kata Yesus. Jawaban pertama
mengatakan bahwa Yesus adalah si Tua Yeremia yang hidup kembali, hal ini
karena Yesus menitikkan air mata ketika berkhotbah. Jawaban kedua adalah
bahwa Yesus adalah Elia yang datang kembali, hal ini karena Yesus telah
melakukan begitu banyak mukjizat. Jawaban lain memberi pernyataan bahwa
Yesus adalah salah satu nabi – pengkhotbah yang pernah hidup 700 tahun silam
dan lahir kembali. Dari beberapa jawaban yang dilontarkan para pengikutnya
Yesus tidak merasa puas. Yang ingin Yesus ketahui adalah siapakah Dia bagi para
pengikutnya. Akhirnya Petrus menjawab bahwa Yesus adalah Mesias yang
“berbeda” dari orang-oang yang megaku sebagai mesias pada masa penutupan
24
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 149
Pada sisi lain, bagi umat Yahudi, kematian Yesus merupakan suatu tanda kegagalan
Yesus dalam memainkan peran sebagai Messiah yang dinanti-nantikan untuk membebaskan orang
Yahudi dari jajahan romawi.
26
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 151
25
71
Perjanjian Lama dan dumulainya Perjanjian Baru.27 Pengertian “berbeda” dari
istilah ini adalah sebagaimana yang digunakan oleh Gereja, bahwa Yesus
merupakan mediator unik antara Allah Pencipta yang transenden dan
kemanusiaan yang berdosa.28
Secara lebih rinci, Garlow dan Jones selanjutnya menulis beberapa catatan
tentang keilahian Yesus dalam bukunya Cracking Da Vinci’s Code sebagai
berikut:
“Sejak semula Yesus adalah pribadi Ilahi. Paulus menggambarkan
Yesus “dalam rupa Allah” (Fil 2:6). Ia menuliskan hal ini pada awal
tahun 50-an. Terlebih, ia mengutip sejenis himne yang sangat bersifat
Yahudi dan tidak diragukan lagi berasal dari para rasul di Palestina
pada masa awal gereja (Fil 2:5-11). Tambahan kedua teks dari masa
awal gereja ini kepada pernyataan matang Paulus tentang keilahian
Yesus – seperti Roma 1:3 (“AnakNya [Allah]”). 1 Korintus 8:6 (“Satu
Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang olehNya segala sesuatu telah
dijadikan”), dan Kolose 1:15-16 (“Ia [Kristus] adalah gambar Allah
yang tidak kelihatan ... di dalam Dialah telah diciptakan segala
sesuatu”), dan jelas abad ke-4 tidak menciptakan keilahian Kristus.
Gereja perdana memegang teguh iman bahwa Yesus adalah
sepenuhnya dan seutujnya Ilahi.29
Jelas penulis buku Cracking Da Vinci’s Code ini, dengan tegas menyatakan
bahwa sesungguhnya keilahian Yesus diakui lama sebelum Konsili Nicea.
Sependapat dengan Garlow dan Jones, Steven Kellemeier pada bagian awal
bukunya, Fact and Fiction in The Da Vinci Code mengugkapkan bahwa
perdebatan tentang keilahian Yesus sebenarnya sudah dimulai sejak peristiwa
penyaliban Yesus. Pada peristiwa penyaliban tersebut, kematian Yesus menjadi
sebuah pertanyaan “apakah Yesus benar-benar meninggal ketika disalib atau
tidak?”. Satu pihak berpendapat bahwa Yesus benar-benar meninggal. Dan
27
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 80
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 85
29
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 88
28
72
beberapa pihak lain mengklaim bahwa Yesus sebenarnya tidak meninggal. Ada
dua pernyataan atas dua kemungkinan tersebut. Pertama adalah pernyataan
tentang keberadaan jasad Yesus setelah disalib, karena ditemukan makamnya
kosong setelah peristiwa penyaliban tersebut. Kedua merupakan sesuatu yang
aneh apabila ketika disalib Yesus tidak meninggal dunia, karena hukuman salib
pada masa itu adalah menyiksa orang sampai mati, jika tidak sampai mati
namanya bukan penyaliban. Lebih lanjut Kellemeier mengatakan bahwa orang
Romawi mungkin tidak pandai dalam memahami Taurat, tetapi mereka sangat
hebat dalam hukuman mati. Dengan kata lain, sesuatu yang mustahil apabila
Yesus masih hidup ketika disalib, kecuali ia memiliki suatu keistimewaan.30
Orang-orang mulai berkelompok sesuai dengan teori masing-masing.
Orang-orang Korintus dan Abionit memastikan bahwa Yesus hanyalah manusia,
bukan Allah, namun penjelasan mengenai hal tersebut tidak ada kata sepakat
diantara mereka. Orang Nicolation berpandangan bahwa Yesus adalah Allah.
Kaum Docetis31 berkata kalau Yesus adalah Allah yang tidak mempunyai badan
yang sungguh-sungguh, peristiwa penyaliban, kehidupannya di bumi, semua itu
merupakan ilusi Ilahi yang kompleks, itulah sebabnya jasadnya tidak di temukan.
Kaum Gnostik mempunyai pandangan lain tentang hakikat Allah, menurutnya ada
dua macam Allah. Pertama adalah Allah setan dari Perjanjian Lama yang disebut
dengan Demiurge yang menciptakan dunia untuk menjebak jiwa manusia dalam
30
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 4
Kaum Docetis merupakan suatu kelompok/aliran yang meyakini bahwa Allah di dalam
Yesus Kristus tidak menjelma sebagai manusia. Hanya kelihatannya saja dia menjelma menjadi
manusia (diserupakan). Karena pada hakikatnyaYesus tidak pernah datang menjadi manusi, ia
hanya berbentuk roh saja yang kelihatan seperti manusia untuk melayani manusia di dunia yang
kotor ini. Semua peristiwa yang berkaitan dengan penderitaan dan penyalibannya hanya bersifat
semu semata. Diakses pada 08 Agustus 2015 dari http://sttinti.ac.id/renungan4/90-inkarnasi.html
31
73
penjara realitas material. Kedua Propater yang baik dan suci, dialah yang
mengirim Kristus untuk menyampaikan bagaimana cara bisa lepas dari Demiurge.
Kaum Kristiani memastikan kalau Dia adalah Allah, dan Allah telah mengambil
bentuk manusia. Pendapat seperti ini juga diyakini oleh ke duabelas murid Yesus.
Mereka rela disiksa dan dicemooh pada masa itu demi mempertahankan
argumennya bahwa Yesus adalah Allah.32
Lebih lanjut Kellemeier menjelaskan bahwa setiap orang di Nicea setuju
kalau Yesus Kristus adalah Allah. Disamping mereka juga mengetahui bahwa ia
adalah manusia. Dalam pertemuan di Nicea tersebut mereka berkumpul untuk
memutuskan bagaimana keseluruhan keilahian ini bekerja. Apakah Yesus Kristus
dianggap seperti malaikat yang sangat berkuasa, bertindak sebagai Allah bagi
semua manusia tercipta termasuk para malaikat sebagaimana dikatakan Uskup
Arius atau apakah Dia sesungguhnya memiliki kodrat Ilahi sepenuhnya
sebagaimana dikatakan secara virtual oleh setiap orang kecuali dari pihak Uskup
Arius.33
Menurut Garlow dan Jones, salah satu ajaran palsu yang disebarkan oleh
Arius pada tahun 318 M, adalah ia mengajarkan bahwa Yesus merupakan
makhluk ciptaan, seperti halnya manusia lainnya, dan bukan “Anak Allah yang
terkasih”. Pendapat Arius ini ditentang oleh Alexander, uskup Alexandria, atas
penentangan ini Arius pindah ke Palestina dan meneruskan ajarannya di sana. Di
sana, Arius mulai mengirimkan surat ke gereja-gereja daerah dengan
mempromosikan gagasan bahwa Yesus adalah makhluk ciptaan. Perdebatan itu
32
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 5
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 64
33
74
berkembang selama beberapa tahun ke depan, dan akhirnya memperoleh perhatian
kaisar, Konstantin.34
Tujuan dari diadakannya Konsili ini tidak lain adalah untuk mendamaikan
perdebatan panjang antara Arius dan seluruh kekristenan. Yang hasilnya adalah
pendapat Arius tidak diterima oleh kaum kristiani.Yang perlu digaris bawahi
adalah bahwa benar Konstantin lah yang mengusulkan dan mengadakan
pertemuan ini, namun dia tidak terlibat atas keputusan yang diambil, hasil
keputusannya merupakan hasil musyawarah para uskup. Konstantin menghadiri
pertemuan tersebut hanya untuk penyambutan pada pembukaan dan perpisahan
pada penutupan konsili.35
Pandangan ini diperkuat oleh pernyataan Dr. Jim Dalam buku nya Cracking
Da Vinci’s Code, bahwa:
“Konstantin, yang telah mengkonsolidasi kekuasaannya atas
Kekaisaran Romawi, menguyapakan penyatuan regional. Ia tahu
perpecahan di dalam tubuh Gereja akan menjadi kekuatan yang
membuat kekaisaran itu tidak stabil, jadi ia bergerak memulihkan
kedamaian. Konstantin mengumpulkan lebih dari 300 uskup dari
seluruh kekaisaran, terutama dari daerah timur. (Hal ini akan
menguntunkan arius, karena di sana lah pengaruhnya paling besar.)
Para uskup menempuh perjalanan ribuan mil untuk menghadiri
konferensi yang diselenggarakan di Konstantinopel. Banyak yang
datang dengan luka-luka siksaan karena mempertahankan iman.
Pengikut Arius menyerahkan pernyataan doktrin mereka, yang jelasjelas mengingkari keilahian Kristus. Pernyataan ini ditolak mentahmentah. Para uskup, dipimpin oleh Athanasius, mempertimbangan apa
yang diajarkan oleh Gereja perdana di dalam Perjanjian Baru. Mereka
menuliskan pengakuan iman alternatif, yang menjadi cetak biru
Syahadat Para Rasul (Pengakuan Iman Rasuli) di Nicea. Di dalamnya,
Yesus diakui sebagai Ilahi, posisi historis yang telah diambil gereja
sejak 300 tahun sebelumnya.”36
34
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 93
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 64
36
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 93
35
75
Pada pertemuan dalam Konsili Nicea yang diadakan tahun 325, mereka
semua sepakat bahwa Yesus memiliki kodrat Ilahi. Keputusan tersebut malahan
belum final yaitu dengan perbandingan suara 313 banding 5, yang selanjutnya
menjadi 316 banding 2 ketika tiga dari uskup merubah suara mereka. Pada konsili
ini pula lah diputuskan tanggal paskah.37 Jumlah suara yang diperoleh adalah 316
melawan 2. Ini sulit disebut sebagai voting ketat. Selama tiga abad, gereja telah
menderita dibawah tirani Kekaisaran Romawi. Konsili Nicea terjadi hanya 14
tahun setelah penganiayaan terakhir terhadap orang-orang Kristen di tangan
Kaisar Galerius. Para uskup tidak akan pernah mau mengkompromikan apa yang
telah dikorbankan oleh sesama orang Kristen. Mereka lebih suka menderita tiga
abad lagi untuk menjalani penindasan dan penganiayaan alih-alih mengingkari
Tuhan.38
Dari beberapa pandangan yang dikemukakan oleh Kellemeier dan juga
Garlow dan Jones tampak dengan jelas bahwa mereka menolak tulisan Dan
Brown yang menyatakan kalau Penetapan Yesus sebagai „Putra Allah‟ diajukan
secara resmi dan dipilih berdasarkan pemungutan suara oleh Konsili Nicea, yang
katanya Kemenangannya relatif tipis.
D.
Misteri Cawan Suci pada Lukisan Perjamuan Terakhir
Cawan Suci bukanlah objek yang ingin diungkapkan oleh Dan Brown. Dan
juga bukan hanya lokasi rahasia dari ikon keagamaan ini yang telah membuat
37
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 64.
Garlow, Cracking Da Vinci’s Code, h. 94.
38
76
banyak orang mati saat melindunginya. Tetapi, substansi dari cawan itu sendiri
lah inti dari misteri ini.
Martin Lunn dalam bukunya Da Vinci Code Decoded menjelaskan bahwa
ada dua macam tafsiran Holy Grail, pertama Holy Grail ditafsirkan sebagai
simbol bagi keturunan Kristus yang dilahirkan istrinya Maria Magdalena39. Kedua
ada kepercayaan bahwa Holy Grail sebenarnya hanya semacam piala, piala yang
digunakan untuk mewadahi darah Yesus ketika disalib.40
Menurut Lunn agama Kristen mempunyai banyak sekali ritual umum, salah
satunya adalah Perjamuan Kudus yang menyajikan arak anggur yang dipercaya
mengandung darah Kristus di dalamnya. Legenda versi zaman Arthurian bercerita
kisah seorang kapten Romawi bernama Longinus, yang menusuk sisi tubuh
Kristus untuk meyakinkan bahwa dia sudah tewas ketika disalib. Lalu Joseph dari
Arimathea menadahi darah dalam piala yang sama dengan yang digunakan
Kristus untuk minum arak anggur pada peristiwa Perjamuan Terakhir. Piala itu
umumnya diduga sebagai Holy Grail.41
Joseph Arimathea adalah pengikut Yesus, yang dipenjarakan oleh orang
Romawi setelah peristia penyaliban. Dia menyimpan piala itu dan membawanya
ke Roma dan Perancis bagian selatan bersama Maria Magdalena serta beberapa
orang murid Yesus lainnya. Dia (mungkin bersama Yesus juga) diduga kemudian
pergi ke Inggris, yaitu tempat di mana ia tinggal selamanya di daerah yang
sekarang adalah Inggris bagian selatan di kota Glastonbury. Di sanalah Gereja
39
Tafsiran sebagaimana tersebut adalah yang juga dipaparkan oleh Dan Brown dalam novel
The Da Vinci Code.
40
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 130.
41
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 133
77
Kristen pertama di Britania didirikan, tepat di tempat yang sekarang sudah
menjadi reruntuhan dari sebuah biara, dan mungkin juga di sanalah Holy Grail
disimpan. Holy Grail kemudian hilang. Dari sanalah Pencarian Holy Grail yang
dilakukan raja Arthur bersama para ksatrianya dimulai.42
Diceritakan pula bahwa Holy Grail diyakini disimpan di Italia selama 300
tahun, dan dijaga oleh seorang biara yang bernama St. Lawrence, seorang diakon
Gereja Roma. Diduga dia mendapatkannya dari dua orang tentara Spanyol di
rumahnya di Pirenia Spanyol pada akhir abad ke tiga. Hidup St. Lawrence
berakhir dengan tidak menyenangkan, dia dipanggang di atas sebuah panggangan
beberapa hari setelah temannya, Pus Sixtus II dihukum mati. Grail disimpan di
sebuah gereja San Pedro el Vejo hingga tahun 711.43
Sejarah terus bercerita tentang perpindahan Holy Grail dari satu gereja ke
gereja lainnya. Singkat cerita Holy Grail terakhir kali disimpan di tempat yang
mungkin kita lihat kini adalah di dalam kapel Katedral Valencia di Spanyol.
Setelah pembicaraan panjang seputar makna dari Holy Grail dan
keberadaannya, maka kita akan kembali melihat kontroversi yang terdapat dalam
lukisan The Last Supper. Satu dari lain hal yang menjadi permasalahan adalah
tentang siapakah sebenarnya yang duduk di kanan Yesus. Mengingat yang
dikatakan Brown dalam narasi novelnya bahwa yang duduk di kanan Yesus
adalah seorang perempuan, menurut Brown hal tersebut terlihat jelas apabila kita
mempelajari wajah dan tubuh tokoh itu, Individu yang ada dalam lukisan
mempunyai rambut merah tergerai, sepasang tangan lembut yang terlipat, dan
42
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 134
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 136
43
78
dada menonjol. Brown dengan sangat yakin dengan pendapatnya bahwa dia
adalah seorang perempuan. Steven Kellemeier membantah hal tersebut dengan
menyajikan fakta seputar teknik dan tipe penggambaran Tokoh dalam sebuah
lukisan.
Dalam bukunya Fact and Fiction in the Da Vinci Code, Kellemeier dengan
rinci menjelaskan bahwa dari sekian banyak „tipe‟ yang tersedia untuk
menggambarkan sang murid, secara umum orang seperti itu (murid yang duduk
dikanan Yesus) selalu ditampilkan dengan rambut panjang dan tanpa janggut,
karena ia belum mencapai usia di mana seorang laki-laki sepantasnya membiarkan
janggutnya tumbuh. St. Yohanes sebagai seorang termuda dan merupakan murid
yang paling dicintai Yesus, selalu dilukiskan dengan gaya demikian. Coba dilihat
dalam lukisan atau patung manapun, misalnya pada lukisan kaki salib di mana
Maria Magdalena dan Maria (Ibu Yesus) juga ada pada lukisan tersebut, maka
akan ditemukan kesamaan dengan lukisan Leonardo44. Dalam lukisan The Last
Supper Leonardo jelas tidak menggambarkan Maria Magdalena melainkan St.
Yohanes.
Secara lebih detail Kellemeier selanjutnya menjelaskan bahwa:
“Hal ini juga menjelas mengapa setiap orang masih mempunyai
cawan mereka. Hidangan paskah mempunyai empat cangkir ritual
berisi anggur. Cangkir ketiga disebut cangkir berkat, adalah yang
diberkati Yesus. Segera sesudah konsekrasi, dia dan para murid tidak
makan, karena Kristus bermaksud untuk meminum cangkir keempat,
44
Orang-orang dalam lukisan perjamuan tersebut disusun menjadi empat kelompok yang
masing-masing terdiri dari tiga orang, dengan posisi Yesus berada ditengah-tengah. Karena
pelukisnya menangkap peristiwa penghianatan, di mana semua murid menolak anggapan bahwa
mereka akan menghianati Yesus. Yudas, Petrus dan Yohanes berada dalam satu kelompok, hal ini
dikarenakan mereka memiliki respon yang berbeda terhadap Yesus. Yudas menghianati dan tidak
kembali. Petrus meninggalkannya tetapi kembali, dan Yohanes tidak menghianati dan tidak pula
meninggalkan Yesus. Lebih lanjut baca Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 69.
79
cangkir penyempurnaan, saat tergantung di kayu Salib. Tetapi
pengumuman tentang penghianatan tidak terjadi saat konsekrasi
cangkir berkat. Sesungguhnya Injil Yohanes yang menjadi acuan
lukisan, tidak menggambarkan konsekrasi Perjamuan Malam terakhir
sama sekali. Itulah sebabnya lukisan Leonardo disebut Perjamuan
Malam terakhir. Bukan Ekaristi atau cangkir ketiga.”45
Deskripsi diatas memberikan kita gambaran bahwa menurut Kellemeier St.
Yohanes lah yang mempunyai posisi istimewa dalam lukisan The Last Supper
bukan Maria Magdalena. Dan juga Katolik Roma mengaku bahwa St. Peter
adalah pendiri gereja Katolik. Peter bereputasi sebagai orang pembenci
perempuan, atau seperti yang ditulis Dan Brown, “seorang yang membedabedakan jenis kelamin,”.
Berbicara mengenai Maria Magdalena yang sering kali disebut-sebut oleh
Dan Brown dalam novelnya, ada beberapa point yang juga menjadi kontroversi
diantaranya mengenai jati dirinya, relasinya dengan Yesus, peranannya dalam
gereja perdana, serta kaitannya dengan Holy Grail.
Dalam novel The Da Vinci Code Dan Brown menyatakan:
1.
Maria Magdalena adalah The Holy Grail. Penyelidikan seputar Holy Grail
sebenarnya adalah pencarian tempat peristirahatan akhir Maria Magdalena,
bukan pencarian piala/cawan suci yang dipakai pada Perjamuan Malam
Terakhir.
2.
Gereja Katolik kompromi terhadap penyembunyian fakta sejarah Maria
Magdalena bahwa dia adalah perempuan suci keturunan dari suku
Benjamin.
45
Kellemeier, Fact and Fiction in The Da Vinci Code, h. 69
80
3.
Maria Magdalena menikah dengan Yesus dan mempunyai keturunan yang
selanjutnya disebut sebagai dinasti Merovongian. Hal ini dipandang sebagai
fakta sejarah dan dikenal melalui injil-injil gnostik yang dibuang oleh
gereja.
4.
Maria Magdalena merupakan rasul utama yang mendapat mandat dari Yesus
untuk melanjutkan kepemimpinan gereja.
Pandangan Dan Brown tentang citra Maria Magdalena tersebut oleh Olson
disanggah dengan memberi keterangan sejarah dan legenda-legenda terkait hal
tersebut yang diuraikan dengan jelas dalam satu bab penuh pada bukunya The Da
Vinci Hoax.
Untuk mendapatkan pandangan Olson, penulis mengutip penyataan dari
buku The Da Vinci Hoax, berikut adalah kutipan dari buku Carl E. Olson yang
dikarang bersama dengan Sandra Miesel.
“... ia digambarkan sebagai perempuan yang menderita kerasukan roh
jahat dan Yesus telah mengusir tujuh roh jahat darinya (Mrk. 16:9;
Luk. 8:2). Ia disebut secara mencolok sebagai salah satu perempuan
yang mendampingi Yesus dalam pelayanan-Nya (Luk. 8:2), sebagai
salah satu saksi mata penyaliban-Nya (Mat. 27:56; Mrk. 15:40; Yoh.
19:25), pada pemakaman Yesus (Mat. 27:61; Mrk. 15:47), dan makam
kosong (Mat. 28:1-10; Mrk. 16:1-8; Luk. 24:10). Sesudah
kebangkitan-Nya, Yesus menampakkan diri kepadanya saja di makam
(Mrk. 16:9; Yoh. 20:1-18).”46
Citra Maria Magdalena selain digambarkan oleh Olson melalui kutipankutipan ayat Alkitab, dia juga menghadirkan beberapa cerita terkait Maria
Magdalena. Misalnya dalam tradisi barat, dia digambarkan sebagai perempuan
46
Olson, The Da Vinci Hoax, h. 74
81
pendosa, perempuan yang dibebaskan dari tujuh roh jahat, juga digambarkan
sebagai Maria dari Betaia, saudara perempuan Marta dan Lazarus.47
Cerita yang lain bisa dilihat pada tradisi Timur, di sana diceritakan bahwa
Maria Magdalena sebagai teman dari rasul Yohanes dan Maria, ibu Yesus, dan
bahwa mereka semua menetap di Efesus, yang pada akhirnya Maria Magdalena
bertunangan dengan Yohanes. Beberapa legenda lain bahkan menggambarkan
Maria Magdalena melewatkan akhir hidupnya dalam sebuah gua di Perancis,
sebagai pertapa perempuan.48 Dari beberapa cerita yang ditulis Carl E. Olson
dalam bukunya ia mengatakan bahwa hampir semua cerita mengenai Maria
Magdalena adalah bersifat khayal.
Masih dalam tema Maria Magdalena, Olson menyangkal pendapat bahwa
gereja awal menyembunyikan serta menghapus sejarah Maria Magdalena dari
dunia, seperti yang dikatakan Langdon pada Sophie.49 Dalam hal ini Olson
memberikan tanggapan bahwa apabila benar Konstantin memang menyunting
Injil dmi ambisi politiknya, mengapa nama Maria Magdalena disebutkan beberapa
kali dalam Injil yang empat. Bahkan ia menjadikan Maria sebagai saksi mata
kebangkitan Yesus. Padahal dalam masyarakat Yahudi, kesaksian seorang
perempuan dianggap tidak sah.50
Pandangan Olson mengenai Maria Magdalena diperkuat dengan mengutip
beberapa buku, misalnya buku The Templar Revelation: Secret Guardians of the
47
Olson, The Da Vinci Hoax, h. 74
Olson, The Da Vinci Hoax, h. 80
49
Diceritakan dalam novel Dan Brown bahwa Gereja awal perlu meyakinkan dunia bahwa
nabi Yesus yang fana itu adalah makhluk suci. Oleh karena itu, injil-injil yang menjelaskan aspekaspek duniawi kehidupan Yesus harus harus dihapuskan dari Alkitab. Baca Brown, The Da Vinci
Code, h. 368.
50
Olson, The Da Vinci Hoax, h. 75.
48
82
True Identity of Christ51 karya Lynn Picknett dan Clive Prince, dan buku The
Making of the Magdalen: Preaching and PopularDevotion in the Later Middle
Ages52 karya Katherine Jonsen. Kedua buku ini secara garis menggambarkan
bahwa Maria Magdalena hanyalah sosok yang pantas dijadikan panutan karena
ketaatannya terhadap Yesus. Satu hal yang juga harus diketahui dari pribadi Maria
Magdalena adalah bahwa dia merupakan saksi mata atas peristiwa kebangkitan
Yesus.
Tentang deskripsi Maria Magdalena yang ditulis dalam banyak injil
Gnostik53 Olson mengutip beberapa buku diantaranya The Woman Jesus Loved:
Mary Magdalena in the Nag Hammadi Library and Related Documents, buku
tersebut menyebutkan bahwa peran Maria Magdalena dalam tulisan-tulisan
gnostik tidak serupa bahkan berbeda-beda dalam banyak teks.54
Dari beberapa pandangan yang dikemukakan Olson, tampak dengan jelas
bahwa ada begitu banyak misteri dalam lukisan Perjamuan Terakhir yang menjadi
kontroversi para tokoh, diantaranya misteri tentang Holy Grail. Yang harus kita
51
Dalam bukunya Picknett dan Prince berpendapat bahwa Maria Magdalena adalah “simbol
yang kuat” bagi hak-hak para perempuan yang berhrap dapat ditahbis sebagai imam, dan mereka
bersikeras bahwa “makna Magdalena yang abadi dan dalam” terletak posisinya sebagai saksi mata
pertama dari kebangkitan. Namun para penulis yang baru menyangkal bahwa Yesus mati di Salib
atau dibangkitkan, dengan mengatakan bahwa wafatnya Yesus dan kebangkitan itu bagian dari
bualan rapi hasil karanan “Yesus dan lingkungan dalamnya”. Lebih lanjut baca Olson, The Da
Vinci Hoax, h. 76.
52
Dalam buku ini disajikan beberapa penyebab lain mengapa Greogorius mengaitkan
pendosa dalam Lukas 7 denga Maria dari Betania dengan Maria Magdalena. Sebab pertama adalah
kedekatannya secara tekstual dalam Injil Lukas (bab 7 dan 8). Sebab kedua adalah menjelang abad
ke-6 kota Magdala mengalami kemerosotan akhlak dan tidak bertuhan. Sebab ketiga yaitu tertulis
dalam Yo. 11:1-2 bahwa perempuan yang pernah meminyaki kaki Tuhann dengan minyak mur,
yang menyekanya dengan rambutnya adalah Maria dari Betania, saudara perempuan Martha dan
Lazarus. Lebih lanjut baca Olson, The Da Vinci Hoax, h. 77.
53
Dalam injil-injil Gnostik Maria Magdalena diceritakan sebagai seseorang yang paling
dikasihi Yesus, terlebih lagi diceritakan bahwa Yesus sering mengecup bibir Maria. Diantara injil
gnostik yang membahas gagasan tentang perkawinan spiritual antara Maria Magdalena dan Yesus
Kristus Gospel of Philip. Baca Olson, The Da Vinci Hoax, h. 84.
54
Olson, The Da Vinci Hoax, h. 84.
83
fahami adalah bahwa Holy Grail hanyalah sebuah simbol. Simbol yang bisa
mengungkap ribuan makna tergantung persepsi setiap orang. Untuk itulah muncul
beberapa interpretasi terhadap Holy Grail tersebut. Umat Kristiani secara umum
memaknai Holy Grail sebagai sebuah cangkir berbentuk piala yang digunakan
untuk mewadahi darah Yesus ketika disalib, selain digunakan untuk minum
anggur pada Perjamuan Terakhir. Dan interpretasi lain mengatakan bahwa Holy
Grai adalah Maria Magdalena.
Penjelasan tentang misteri Holy Grail ditutup dengan pendapat Martin Lunn
sebagai berikut:
“Kita mungkin tidak akan pernah tau identitas yang sesungguhnya
dari Holy Grail. Tetapi benda kecil yang indah itu – yang benar-benar
dapat kita lihat kini, tampaknya memang benar-benar sebuah piala
yang digunakan oleh Kristus 2000 tahun yang lalu, dan yang telah
membentuk dasar begitu banyak mitologi dan romantisme Barat. Holy
Grail terus mengusik fikiran kita, karena itu merupakan bagian dari
susunan budaya kita. Sekarang kesan itu sendiri memliki logat
tersendiri yang berarti sesuatu yang dikejar-kejar. Pencarian Holy
Grail tidak selalu harus pada benda itu sendiri, tetapi mengetahui apa
itu Grail dan apa artinya.”55
E.
Tanggapan Dan Brown Seputar Kontroversi Novel The Da Vinci Code
The Da Vinci Code yang terbit pada tahun 2003 ternyata menarik perhatian
dari berbagai kalangan, baik yang datang dari Amerika Serikat, Vatikan,
organisasi Opus Dei dan juga dari seorang Uskup Agung dari Genoa yang
bernama Kardinal Tarcisio Bertone. Hal ini membuat Dan Brown merasa sangat
terkejut. Brown menanggapi kritik terhadapnya dengan menegaskan bahwa
mayoritas kritikus sama sekali tidak menangkap poin seutuhnya dari novel itu.
55
Lunn, Da Vinci Code Decoded, h. 140.
84
Respon terhadap novel The Da Vinci Code, tidak hanya berupa opini
pembenaran terhadap isi yang diungkapkan seperti dalam buku karangan Martin
Lunn yang berjudul Da Vinci Code Decoded, tetapi juga berupa kritik yang tajam
yang mematahkan segala argumen yang tercantum dalam novel itu, seperti buku
yang dikarang oleh Steve Kellmeyer dengan judul Fact and Fiction in The Da
Vinci Code.
Adanya tuduhan bahwa Dan Brown adalah seorang yang anti-Kristen, dia
membantah dengan pernyataan sebagai berikut:
“Buku ini sama sekali bukan anti-Kristen atau anti-Katolik. Aku
seorang Nasrani, meskipun mungkin bukan dalam arti kata yang
paling tradisional. Bukuku hanya memandang katekisme dan sejarah
agama Kristen melalui lensa yang sedikit berbeda, yang merupakan
eksplorasi atas kitab-kitab Bible yang tidak termasuk ke dalam versi
Konstantin, versi yang kita baca sekarang ini.”
Setelah selama berbulan-bulan mendapat cercaan serta krtikan dari berbagai
kalangan, Brown mengatakan bahwa bukan saja keyakinannya tak goyang, tetapi
dia juga mendapat pertanyaan-pertanyaan yang begitu banyak tentang pengalaman
spiritualitasnya. Akhirnya dia menjawab seperti dibawah ini.
“Aku sangat berharap merasakan keyakinan yang sama sekali tidak
meragukan. Tapi aku benar-benar merasakan itu, dan aku masih terus
mencari. Aku menulis The Da Vinci Code juga bagian dari pencarian
spiritualku. Aku tak pernah membayangkan sebuah novel menjadi
begitu kontroversial”.
F.
Citra Yesus Dalam Tradisi Islam
Citra Yesus dalam tradisi Islam, dapat dirujuk pada al-Qur‟an sebagai
sumber kebenaran orang Islam. Penggambaran Yesus dalam al-Qur‟an sama
sekali berbeda dengan apa yang diceritakan dalam Injil. Yesus dalam al-Qur‟an
85
lebih banyak digambarkan tentang kelahirannya yang penuh keajaiban dari pada
tentang penderitaan dan kematiaannya di tiang salib. Namun, tidak menutup
kemungkinan al-Qur‟an juga menjelaskan peristiwa penyaliban Yesus.
Yesus dalam al-Qur‟an lebih akrab disebut sebagai Isa Ibn Maryam. Ia
termasuk salah satu Rasul Ulul Azmi, yang mempunyai keistimewaan lebih
dibanding nabi-nabi yang lain. Namun begitu, al-Qur‟an mengajarkan bahwa
tidak ada perbedaan di antara para nabi, dan iman yang benar harus mempercayai
semua nabi. Hal ini terurai dalam al-Qur‟an Q.S al-Nisa/4: 150.
Prof. Dr. KH. Hasbullah Bakry, SH dalam bukunya Isa dalam Qur’an
Muhammad dalam Bible, berbicara banyak tentang Isa, mulai dari silsilah
keluarga Maryam sampai peristiwa penyaliban Yesus dan konsep Trinitas.
Mengenai kelahiran Nabi Isa menurut Prof. Bakry adalah berdasarkan kalimat
penciptaan Allah: kun faya kun yang ditanggungkan penghamilannya pada
Maryam dengan daripada roh Allah. Hal ini dapat dilihat pada Q.S Ali Imran/3:
47, yang artinya sebagai berikut:
“Maryam berkata, “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku
mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang
laki-lakipun.” Allah berfirman (dengan perantara Jibril),
“Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila
Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka hanya cukup Allah
berkata kepadanya, „Jadilah‟, lalu jadilah dia.”56
Selain itu, menurut Ridha Shadr dalam bukunya al-Masih fi al-Qur’an,
bahwa penciptaan Isa adalah seperti penciptaan Adam. Dalam hal ini Shadr
menutip Q.S Ali Imran/3: 59, yang artinya sebagai berikut:
56
Hasbullah Bakry, Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible (Jakarta: Firdaus, 1959), h.
3
86
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah
seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah,
kemudian Allah berfirman kepadanya, “Jadilah” (seorang manusia),
maka jadilah dia.57
Disamping
peristiwa
kelahirannya
yang
penuh
keajaiban,
Allah
menganugerahkan banyak mukjizat kepada Nabi Isa, untuk membuktikan
kerasulannya. Misalnya menghidupkan orang mati, menyembuhkan penyakit
sopak, dll. Nabi Isa dengan membawa kitab Injil membenarkan semua isi Taurat
dari Nabi Musa. Ajarannya mengajak Bani Israel kepada Tauhid, dan dalam
ajarannya juga menerangkan bakal datangnya seorang penghibur Nabi Akhir
Zaman untuk segala bangsa bernama Ahmad (Muhammad).
Baik Al-Qur‟an maupun Alkitab sama-sama menceritakan tentang keajaiban
kelahiran Isa. Namun dalam hal keilahiannya ada perbedaan pandangan antara alQur‟an dan Alkitab. Apabila injil-injil dalam Perjanjian baru banyak menceritakan
tentang keilahian Yesus, dan menjadikan peristiwa penyaliban Yesus sebagai
pondasi iman mereka. Maka tidak demikian dengan al-Qur‟an, al-Qur‟an hanya
mengakui Isa sebagai nabi, bukan sebagai Tuhan. Hal ini diungkapkan dalam Q.S
Az-Zukhruf/43: 59, yang artinya sebagai berikut:
“Isa itu lain tidak terkecuali seorang hamba yang kami beri
kurnia (pangkat nabi) dan kami jadikan dia sebagai contoh yang ajaib
bagi Bani Israel.”
Ayat-ayat al-Qur‟an yang lain yang berhubungan dengan hal tersebut bisa
dilihat dalam Q.S al-Maidah/5: 17, 72, dan 75. Pada ayat-ayat tersebut dengan
57
Ridha Shadr, al-Masih fi al-Qur’an, penerjemah Syekh al-Hamid (Jakarta: Citra, 2006), h.
55
87
jelas di ungkapkan bahwa Isa hanyalah seorang nabi bukan Tuhan sebagaimana
diungkapkan dalam empat Injil dalam Perjanjian Baru.58
Dalam agama Kristen, salib merupakan bukti pengakuan iman Kristen,
tanpa mengimani kematian Yesus ditiang salib guna menebus dosa manusia
(menyelamatkan manusia), maka belum sempurna iman umat Kristiani. Seperti
yang difahami, al-Qur‟an menyagkal pembunuhan Isa dengan penyaliban seperti
yang dikisahkan oleh Perjanjian Baru. al-Qur‟an menjelaskan bahwa Nabi Isa
wafat bukan karena disalib, sebab beberapa hari setelah peristiwa penyaliban itu
tersiar berita bahwa orang melihat Nabi Isa hidup seperti biasa. Baru kemudian
karena perintah Allah yakni mengabulkan do‟a beliau untuk menghabisi tugas di
Palestina (lihat Matius 26: 39 dan 42, Yahya 18: 11), Nabi Isa meninggalkan
kaumnya dan pindah ke daerah lain dan wafat disana sebagai Nabi atau guru
agama biasa. Hal ini ditegaskan dalam Q.S an-Nisa/4: 157-158 yang berbunyi:59
“Dan lantaran perkataan mereka yang mengatakan: Sesungguhnya
kami telah membunuh Isa al-Masih anak Maryam dan Rasul Allah itu.
Padahal sebenarnya mereka tidak membunuhnya dan tidak pula
menyalibkannya (hingga mati), melainkan hanyalah diserupakan saja
pada mereka seakan-akan Isa itu telah mati tersalib.”
“Tetapi sebenarnya Allah telah mengangkat Isa itu kepada-Nya dan
Allah itu Maha Besar dan Maha Bijaksana.”
Dari cuplikan ayat diatas, timbul 3 tafsir dikalangan ulama‟ muslim:
1. Sebagian ulama‟ berpendapat bahwa Nabi Isa telah dilepaskan Tuhan ketika
dia mau ditangkap oleh orang-orang Israel di taman Getsemani. Dia telah
menyelinap
tersembunyi
dari
penglihatan
orang-orang
yang
hendak
menangkapnya. Yudas (Yahuda) seorang murid yang menghianatinya
58
Bakry, Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible, h. 9
Bakry, Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible, h. 45
59
88
diserupakan oleh Tuhan sebagai Nabi Isa, oleh sebab itu yang disalibkan
adalah Yudas bukan Nabi Isa. Nabi Isa yang telah lepas dari tangkapan itu
diangkat oleh Tuhan ke langit, dan kemudian pada akhir zaman akan turun ke
bumi untuk mengislamkan orang-orang Nasrani yang menyembahnya.
2. Segolongan ulama‟ lain berpendapat bahwa terlepasnya Nabi Isa dari peristiwa
penyaliban adalah ketika dia dibawa dari istana Pilatus menuju Golgota.
Ditengah jalan ketika Nabi Isa memikul salibnya dia ditukar dengan orang lain
yang bernama Simon Kirene. Simon inilah yang kemudian mati disalib sedang
Nabi Isa diangkat Tuhan ke langit.
3. Pendapat lain yang banyak sesuai dengan ulama-ulama tafsir modern, mereka
berpendapat bahwa Nabi Isa memang benar telah ditangkap di taman
Getsemani dan dibawa ke istana Pilatus dan juga langsung dibawa ke bukit
Golgota dan disalibkan, disana penyaliban ini digagalkan oleh Tuhan, artinya
disalib namun tidak sampai mati. Menurut pendapat golongan ini Nabi Isa
diserupakan saja kepada mereka (orang-orang Yahudi) seakan-akan Isa sudah
mati. Padahal hanya pingsan saja. Kemudian Isa dikuburkan di dalam
pemakaman Yusuf Arimatea oleh Yusuf sendiri ditemani oleh Nikodemus.60
Sejarah juga mencatat bahwa setelah sadar dari pingsannya Isa keluar dari
pekuburan dan setelah 40 hari diperintahkan Tuhan meninggalkan wilayah
Palestina dan mengembara, seterusnya ke tempat lain (al-Masih artinya
pengembara). Tugas kerasulannya kepada Israel telah dicabut Tuhan sesuai
dengan do‟a permintaannya sendiri sewaktu hapir tertangkap di taman Getsemani.
60
Bakry, Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible, h. 46
89
Diduga Isa mengembara ke sebelah Timur. Menurut ulama‟-ulama‟ Ahmadiah,
Isa berdiam di Kasymir hingga meninggal di sana pada umur yang tua sebagai
seorang yang saleh.61
Demikianlah beberapa ayat al-Qur‟an yang bercerita tentang Isa. Hal lain
yang juga dikomentari al-Qur‟an berkenaan dengan ajaran Kristen adalah tentang
Trinitas. Bakry mengatakan bahwa terbentuknya konsep Trinitas merupakan hal
yang tidak masuk akal, dan semata-mata berdasar perumusan diluar wahyu Ilahi
dari manusia-manusia biasa, namun seorang ulama (patres) besar gereja bernama
Agustinus (354-430) pernah berusaha menambah keyakinan umat Nasrani dengan
sistim memberi makna pada ketiga oknum Trinitas itu. Tuhan Bapa dianggap
bersifat “Ingatan”, Tuhan Anak bersifat “Kecerdasan (Intellegensi)” sedang Roh
Suci bersifat “Keinginan”. Alasannya: Ingatan adalah sumber idea-idea (citacita) sedang intellegensia sumber pengetahuan dan keinginan sumber cinta.62
Hal ini terjadi pula pada ulama-ulama Nasrani di zaman sekarang yang
menamsilkan Trinitas itu dengan matahari yang terbagi tiga sifat, yaitu matahari,
terangnya dan panasnya. Padahal kalau mau menguraikan attribute matahari
bukanlah dua itu saja tetapi ada banyak lagi seperti warnanya, bulatnya, besarnya,
beratnya, dll.
Ringkasnya sungguh nyata untuk membuktikan Trinitas ulama-ulama
Nasrani hanya membikin tamsil yang dibuat-buat dengan penguraian atribut yang
terbatas tiga. Padahal dalam ilmu bahasa atau klasifikasi-quantitatif, selain satu
berarti jama‟ (plural). Jadi tiga berarti jama‟ tidak bisa disamakan dengan satu.
61
Bakry, Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible, h. 47
Bakry, Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible, h. 83
62
90
Dengan demikian Trinitas berarti polytheisme bukanlah monotheisme. Sifat
enigheid (keseragaman) atau eenheid (kesatuan) dari Trinitas dalam tiga unsur
tidak lain terkecuali harus diartikan sebagai keseragaman dan kesatuan yang
monistis-pantheistis seperti yang diajarkan oleh madzhab Stoa, madzhab
Neoplatonisme, filosof Spinoza, dan lain-lain seperti aliran Pantheisme, tak dapat
diartikan sebagai monotheisme absolut seperti yang ada pada Taurat Musa dan
pada agama Islam.63
63
Bakry, Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible, h. 84
BAB V
KESIMPULAN
Ada empat point yang menjadi perbedaan pandangan antara yang diyakini
oleh gereja mainstream dan yang diungkapkan Dan Brown dalam novel The Da
Vinci Code. Pertama tentang Sejarah Gereja, kedua tentang Kanonisasi Alkitab,
ketiga tentang Polemik Ketuhanan Yesus dan keempat tentang Perjamuan
Terakhir.
Dalam pandangan gereja Mainstream, sejarah gereja berawal pada hari
pentakosta, dimana gereja dimaksudkan sebagai jemaat-jemaat yang berkumpul
untuk tujuan pembelajaran hukum Taurat dan juga untuk tujuan keagamann
lainnya. Namun, seiring berjalannya waktu, arti gereja berubah menjadi sebuah
institusi yang dipimpin oleh para rasul dan diteruskan oleh para Uskup yang
mempunyai wewenang sebagai pemegang hukum tertinggi.
Tentang keilahian Yesus gereja mainstream meyakini bahwa Yesus adalah
satu pribadi dalam dua kodrat, yaitu ilahi dan manusiawi. Hal ini sudah diimani
sejak peristiwa penyaliban Yesus, namun karena perbedaan pandangan dari
berbagai kalangan, diadakanlah empat kali konsili dari tahun 325 M sampai tahun
451 M untuk melerai polemik keilahian Yesus.
Kemudian tentang kanonisasi Alkitab. Gereja mainstream menjelaskan
bahwa Alkitab merupakan bagian dari firman Tuhan. Dalam penulisannya
menjadi sebuah kanon Alkitab melalui proses yang rumit dan kompleks. Seperti
contoh Perjanjian Lama yang baru berbentuk kanon sejak periode Persia, dan
91
92
Perjanjian Baru yang mulai ditulis pada periode ke-2 dari generasi Yesus, yang
pada akhirnya diterima secara resmi sebagai kanon pada abad ke-4, yaitu 27 kitab
dari Perjanjian Baru diakui sebagai kebenaran.
Pembahasan selanjutnya adalah tentang perjamuan terakhir. Menurut gereja
Mainstream Perjamuan Terakhir merupakan suatu peristiwa yang sangat penting
bagi umat Kristen, dimana peristiwa tersebut dijadikan dasar dari sakramen
ekaristi. Perjamuan Terakhir adalah jamuan malam antara Yesus dan ke-12
muridnya, pada malam tersebut Yesus beserta murid-muridnya melakukan ritual
minum anggur dan pengajaran Taurat. Di sana Yesus ditemani Yohanes, murid
kesayangan yang duduk di kanannya. Pada peristiwa itulah Yesus menunjuk salah
satu muridnya, yaitu Petrus, untuk melanjutkan kepemimpinan gereja. Hal
terpenting dari perjamuan terakhir adalah mengenai cawan suci. Cawan suci bagi
gereja Mainstream hanyalah sebuah cawan berbentuk piala yang dijadikan Yesus
dan murid-muridnya untuk minum anggur, sekaligus yang digunakan oleh Yusuf
untuk mewadahi darah Yesus ketika disalib.
Dan Brown menampilkan wacana yang berbeda dengan pandangan gereja
Mainstream. Hal pertama yang disoroti Dan Brown adalah tentang sejarah gereja,
dimana gereja menurut Brown merupakan lembaga yang telah mengubah sejarah
Kristen dan menutupi kebenaran sejarah selama lebih dari 2000 tahun,
diantaranya adalah tentang pribadi Yesus. Ia menyangkal pandangan gereja
mainstream yang mengungkapkan bahwa Yesus mempunyai pribadi keilahian.
Menurutnya Yesus tidak lain hanyalah seorang manusia biasa yang mempunyai
keturunan dari hasil pernikannya dengan Maria Magdalena.
93
Selanjutnya adalah tentang Alkitab, menurut Brown Alkitab bukan firman
Tuhan melainkan hasil karya dari lembaga gereja yang disusun bersama dengan
kaisar Konstantin. Kemudian tentang polemik keilahian Yesus, Brown
berpendapat bahwa keilahian Yesus merupakan hasil voting para uskup pada
Konsili Nicea tahun 325 M. Hal lain yang diungkapkan Brown adalah tentang
Perjamuan Terakhir, ia menjelaskan bahwa peristiwa Perjamuan terakhir
menyimpan begitu banyak misteri didalamnya, diantaranya adalah tentang cawan
suci (holy grail), menurut Brown cawan suci adalah Maria Magdalena, seorang
perempuan yang merupakan murid sekaligus istri Yesus. Magdalena adalah murid
terkasih Yesus, yang duduk di kanannya ketika malam Perjamuan terakhir, bukan
Yohanes. Magdalena juga lah yang ditunjuk Yesus untuk meneruskan
kepemimpinan gereja, bukan Petrus.
Akibat wacana yang dihadirkan Brown dalam novel tersebut, memunculkan
respon dari beberapa tokoh Kristen dan Katolik. Pertama adalah tentang sejarah
gereja, citra buruk gereja yang dilontarkan oleh Brown bahwa gereja adalah
lembaga yang merumuskan keilahian Yesus dan juga dalang dibalik pengumpulan
Alkitab adalah salah. Karena gereja sebagai lembaga didalamnya terkumpul
jemaat-jemaat yang dipenuhi roh kudus. Jadi segala keputusan yang datang dari
padanya adalah atas kehendak Tuhan.
Kedua tentang Alkitab, Kanonisasi Alkitab terjadi 150 tahun sebelum
pemerintahan Kostantin. Adalah salah apabila Brown meyebutkan bahwa Alkitab
disusun demi kepentingan politik kaisar Konstantin pada abad ke 4. karena pada
abad ke 4 gereja hanya menerbitkan Alkitab sebagai suatu kebenaran. Baik tokoh
94
Kristen maupun Katolik sepakat bahwa Alkitab tidak di fax dari surga, melainkan
ditulis oleh manusia sebagai catatan historis.
Ketiga tetang polemik ketuhanan Yesus, respon tokoh Kristen dan Katolik
mengatakan bahwa memang benar rumusan Trinitas terbentuk pada Konsili
Nicea, namun tentang keilahian Yesus berdasarkan voting para uskup adalah
salah. Tujuan diadakannya Konsili Nicea tidak lain hanyalah untuk mendamaikan
perdebatan panjang antara Arius dan seluruh kekristenan. Pada konsili ini semua
pihak kecuali pihak Arius sepakat bahwa Yesus memiliki kodrat Ilahi. Jumlah
suara yang diperoleh adalah 316:2, hal ini tidak dapat disebut sebagai hasil voting.
Keempat tentang Perjamuan Terakhir, yang menjadi kontroversi salah
satunya adalah Cawan Suci. Dalam hal ini, tokoh Kristen dan Katolik sependapat
dengan pandangan gereja Mainstream, yang mengatakan cawan suci hanyalah
sebuah cawan berbentuk piala yang digunakan Yesus untuk minum anggur pada
malam perjamuan terakhir, dan juga digunakan untuk mewadahi darah Yesus
ketika disalib. Cawan tersebut sekarang ini tersimpan di dalam kapel Katedral
Valencia di Spanyol. Selanjutnya perdebatan tentang siapakah yang duduk di
kanan Yesus, menurut para pengkritik adalah Yohanes, bukan Maria Magdalena.
Karena Yohanes merupakan seorang murid termuda diantara murid-murid
lainnya, maka dalam lukisan The Last Supper ia digambarkan dengan rambut
panjang dan tanpa janggut.
Berdasarkan analisa penulis, perbedaan pandangan terhadap Yesus adalah
suatu hal yang wajar, karena paradigma yang berbeda akan menghasilkan
pandangan yang berbeda pula. Kita bisa menyebutnya Yesus atau Isa. Kita juga
95
bisa saja menggelarinya Messiah, Kristus atau al-Masih. Bahkan kita bebas untuk
mempercayainya diangkat ke langit maupun disalib. Hal yang demikian adalah
tergantung persepsi kita masing-masing.
Yang menjadi point pentingnya adalah bahwa putra Maryam ini, seorang
yang sangat luar biasa dan istimewa. Ia merupakan seorang yang diagungkan oleh
dua agama besar, Kristen dan Islam. Yesus/Isa adalah muara cinta yang oleh
agama Kristen maupun Islam dipandang berdasarkan arah yang berbeda. Sebagai
al-Masih ia mampu menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang buta dan
penyakit kusta. Dan sebagai Kristus ia diyakini sebagai roh Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Buku:
Bakry, Hasbullah. Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible. Jakarta: Firdaus,
1959.
Becker, Dieter. Pedoman Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat. Jakarta:
Gunung Mulia, 2012.
Brown, Dan. The Da Vinci Code. Penerjemah Ingrid Dwijani Nimpoeno.
Yogyakarta: Bentang, 2014.
Coote, Robert B. dan Marry P. Coote. Power, Politics, and the Making of the
Bible. terjemahan oleh Minda Perangin-angin. Jakarta: Gunung Mulia,
2012.
Drane, John. Introducing the New Testament, penerjemah oleh P. G. Katoppo.
Jakarta: Gunung Mulia, 2012.
Garlow, James L. dan Peter Jones, Cracking Da Vinci’s Code. Penerjemah Lily
Endang Joeliani. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2005.
George M. S. “Kontroversi The Da Vinci Code,” Matabaca: Jendela Dunia
Pustaka IV, no. 10. Juni 2006.
Gerald O’Collins, SJ dan Edward G. Farrugia, SJ. Kamus Teologi. Yogyakarta:
Kasinius, 1996.
Herdiansyah, Haris. Metodologi
Humanika, cet. 2012.
Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Salemba
H. Berkhof dan I. H. Enklaar. Sejarah Gereja. Jakarta: Gunung Mulia, 2012.
J.B. Hixson. The Da Vinci Code Phenomenon: A Brief Overview and Response.
jurnal of the Grace Evangelical Society, 2004.
Lohse, Bernhard. Pengantar sejarah dogma Kristen: dari Abad Pertama sampai
Masa Kini. PenerjemahA. A. Yewangoe. Jakarta: Gunung Mulia, 2011.
Kellemeier, Steven. Fact and Fiction in The Da Vinci Code. Penerjemah Dewi
Minangsari. T. Tp.: Optima Pers, 2005.
Khalidi, Tarif. The Muslim Jesus: Saying and Stories In Islamic Literature.
Penerjemah Iyoh S. Muniroh dan Qomaruddin SF. Jakarta: PT Serambi
Ilmu Semesta, 2003.
96
Leege, David C. dan Lyman A. Kellstedt. Rediscovering the Religious Factor in
American Politics, Penerjemah Debbie A. Lubis dan A. Zaim Rofiqi.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006.
Lunn, Martin. Da Vinci Code Decoded. Penerjemah Isma B. Koesalamawardi.
Jakarta: Ufuk Press, 2005.
Marty, Martin E. “Agama di Amerika,” dalam Luther S. Luedtke, ed., Making
America: The Society and Culture of the United States. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 1994: h. 189 - 212
Olson, Carl E. dan Sandra Miesel. The Da Vinci Hoax. Penerjemah
Endyahswarawati Y. Malang: Dioma, 2005.
Pujianti, Fariska. “Dekonstruksi Dominasi Laki-Laki dalam Novel The Da Vinci
Code Karya Dan Brown.” Tesis S2, Program Pascasarjana Magister Ilmu
Susastra, Universitas Diponegoro Semarang, 2010
Retnowati. Perempuan-perempuan dalam Alkitab: Peran, Partisipasi, dan
Perjuangannya. Jakarta: Gunung Mulia, 2008.
Robert M. Grant dan David Tracy. A short history of the interpretation of the
Bible. terjemahan oleh Agustinus Maleakhi. Jakarta, Gunung Mulia, 2000.
Shadr, Ridha. al-Masih fi al-Qur’an. Penerjemah Syekh al-Hamid. Jakarta: Citra,
2006.
Tim Penulis Obor. Opus Dei dan Da Vinci Code. Jakarta: Obor, 2006.
Urban, Linwood. A Short History of Christian thought. terjemahan oleh Liem Sien
Kie. Jakarta: Gunung Mulia, 2009.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000.
Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008.
Referensi Internet:
“Decotisme” Diakses pada 08 Agustus 2015 dari http://sttinti.ac.id/renungan4/90inkarnasi.html
“Freedom
of
Speech”
diakses
pada
08
http://id.wikipedia.org/wiki/Kebebasan_berbicara
Juni
2015
dari
Haskin, Richard W. “Kanonisasi Perjanjian Baru” diakses pada 17 Mei 2015 dari
http://www.alkitab.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=14
9&Itemid=131
97
“Kanon
Alkitab”
diakses
pada
08
September
http://www.sarapanpagi.org/kanon-alkitab-vt142.html
2015
“Kanonisasi Perjanjian Baru”, diakses pada 17 Mei 2015
http://www.sarapanpagi.org/40-kanonisasi-perjanjian-baru-vt679.html
dari
dari
Kasim, Miranti Andi “Mengkaji Representasi Nilai-Nilai Religius Pengarang
dalam Novel The Da Vinci Code”, Artikel Universitas Indonesia. Diakses
pada 17 November 2014 dari
http://abbah.yolasite.com/resources/KAJIAN%20TERHADAP%20NOVEL
%20DA%20VINCI%20CODE.pdf
“Papirus”
Diakses
pada
08
https://id.m.wikipedia.org/wiki/papirus
Agustus
2015
dari
“Sakramen Ekaristi” artikel dalam media Iman Katolik: Media Informasi dan
Sarana
Katekese,
diakses
pada
29
Mei
2015
dari
http://www.imankatolik.or.id/sakramenekaristi.html.
Steven E. Liauw. “Rangkuman Buku Da Vinci’s Code” diakses pada 10 Maret
2015 dari
http://www.in-christ.net/artikel/literatur/rangkuman_buku_da_vinci_s_code
Steve Kellmeyer. “Catholic Author and Speaker” di akses pada 20 Juni 2015 dari
http://stevekellmeyer.com/Biography.html
98
Download