Integral dan Integral dan Persamaan Diferensial Persamaan

advertisement
Sudaryatno Sudirham
Studi Mandiri
Integral dan
Persamaan Diferensial
ii
Darpublic
BAB 4
Persamaan Diferensial
(Orde Satu)
4.1. Pengertian
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan di mana terdapat satu atau
lebih turunan fungsi. Persamaan duferensial diklasifikasikan sebagai:
1. Menurut jenis atau tipe: ada persamaan diferensial biasa dan
persamaan diferensial parsial. Jenis yang kedua tidak kita
pelajari di buku ini, karena kita hanya meninjau fungsi dengan
satu peubah bebas.
2. Menurut orde: orde persamaan diferensial adalah orde tertinggi
turunan fungsi yang ada dalam persamaan.
tiga;
3.
d2y
2
adalah orde dua;
d3y
dx3
adalah orde
dy
adalah orde satu.
dx
dx
Menurut derajat: derajat suatu persamaan diferensial adalah
pangkat tertinggi dari turunan fungsi orde tertinggi.
2
5
 d3y   d 2 y 
y
Sebagai contoh:  3  +  2  + 2
= e x adalah persamaan
 dx   dx 
+
x
1

 

diferensial biasa, orde tiga, derajat dua.
Dalam buku ini kita hanya akan membahas persamaan diferensial biasa,
orde satu dan orde dua, derajat satu.
4.2. Solusi
Suatu fungsi y = f(x) dikatakan merupakan solusi suatu persamaan
diferensial jika persamaan tersebut tetap terpenuhi dengan digantikannya
y dan turunannya dalam persamaan tersebut oleh f(x) dan turunannya.
Kita ambil satu contoh:
4-1
y = ke − x adalah solusi dari persamaan dy + y = 0 karena turunan
y = ke
−x
dt
dy
−
x
adalah
= −ke , dan jika ini kita masukkan dalam
dt
persamaan akan kita peroleh − ke − x + ke − x = 0
Persamaan terpenuhi.
Pada contoh di atas kita lihat bahwa persamaan diferensial orde satu
mempunyai solusi yang melibatkan satu tetapan sembarang yaitu k. Pada
umumnya suatu persamaan orde n akan memiliki solusi yang
mengandung n tetapan sembarang. Pada persamaan diferensial orde dua
yang akan kita bahas di bab berikutnya, kita akan menemukan solusi
dengan dua tetapan sembarang. Nilai dari tetapan ini ditentukan oleh
kondisi awal.
4.3. Persamaan Diferensial Orde Satu Dengan Peubah Yang Dapat
Dipisahkan
Solusi suatu persamaan diferensial bisa diperoleh apabila peubah-peubah
dapat dipisahkan; pada pemisahan peubah ini kita mengumpulkan semua
y dengan dy dan semua x dengan dx. Jika hal ini bisa dilakukan maka
persamaan tersebut dapat kita tuliskan dalam bentuk
f ( y )dy + g ( x)dx = 0
(4.1)
Apabila kita lakukan integrasi kita akan mendapatkan solusi umum
dengan satu tetapan sembarang K, yaitu
∫ f ( y)dy + ∫ g ( x)dx) = K
(4.2)
Kita ambil dua contoh.
1).
dy e x
dy
= ex− y .
Persamaan ini dapat kita tuliskan
=
dx e y
dx
sehingga kita dapatkan persamaan dengan peubah terpisah
e y dy − e x dx = 0 dan
∫ e dy − ∫ e dx = K
y
x
sehingga e y − e x = K atau e y = e x + K
4-2 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
2).
dy 1
=
. Pemisahan peubah akan memberikan bentuk
dx xy
ydy −
sehingga
dx
= 0 dan
x
dx
∫ ydy − ∫ x
=K
y2
− ln x = K atau y = ln x 2 + K ′
2
4.4. Persamaan Diferensial Homogen Orde Satu
Suatu persamaan disebut homogen jika ia dapat dituliskan dalam bentuk
dy
 y
= F 
dx
x
(4.3)
Persamaan demikian ini dapat dipecahkan dengan membuat peubah
bebas baru
y
v=
x
Dengan peubah baru ini maka
dy
dv
y = vx dan
=v+ x
dx
dx
Persamaan (14.2) menjadi
dv
v+x
= F (v )
(4.4)
dx
yang kemudian dapat dicari solusinya melalui pemisahan peubah.
dx
dv
+
=0
x v − F (v )
(4.5)
Solusi persamaan aslinya diperoleh dengan menggantikan v dengan y/x
setelah persamaan terakhir ini dipecahkan.
Kita ambil contoh: ( x 2 + y 2 )dx + 2 xydy = 0
2
Persamaan ini dapat kita tulis x 2 (1 + y )dx + 2 xydy = 0 atau
2
x
4-3
(1 +
y2
x2
)dx = −2
y
dy
1 + ( y / x) 2
dy sehingga
=−
= F ( y / x)
x
dx
2( y / x )
yang merupakan bentuk persamaan homogen.
Peubah baru v = y/x memberikan
y = vx dan
dy
dv
=v+ x
dx
dx
dan membuat persamaan menjadi
v+x
1 + v2
1 + 3v 2
1 + v2
dv
dv
atau x
=−
= −v −
=−
2v
2v
2v
dx
dx
Dari sini kita dapatkan
dv
2
(1 + 3v ) / 2v
=−
dx
x
atau
dx
2vdv
+
=0
x 1 + 3v 2
Kita harus mencari solusi persamaan ini untuk mendapatkan v
sebagai fungsi x. Kita perlu pengalaman untuk ini.
Kita tahu bahwa
d (ln x) 1
= . Kita coba hitung
dx
x
d ln(1 + 3x 2 ) d ln(1 + 3x 2 ) d (1 + 3 x 2 )
1
=
=
(6 x )
2
dx
dx
d (1 + 3x )
1 + 3x 2
Kembali ke persamaan kita. Dari percobaan perhitungan di atas
kita dapatkan solusi dari
dx
2vdv
+
=0
x 1 + 3v 2
1
1
adalah ln x + ln(1 + 3v 2 ) = K = ln K ′ atau
3
3
3 ln x + ln(1 + 3v 2 ) = K = ln K ′ sehingga x 3 (1 + 3v 2 ) = K ′
Dalam x dan y solusi ini adalah
(
)
(
)
x 3 1 + 3( y / x) 2 = K ′ atau x x 2 + 3 y 2 = K ′
4-4 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
4.5. Persamaan Diferensial Linier Orde Satu
Dalam persamaan diferensial linier, semua suku berderajat satu atau nol.
Dalam menentukan derajat ini kita harus memperhitungkan pangkat dari
peubah dan turunannya; misal y(dy/dx) adalah berderajat dua karena y
dan dy/dx masing-masing berpangkat satu dan harus kita jumlahkan
untuk menentukan derajat dari y(dy/dx).
Persamaan diferensial orde satu yang juga linier dapat kita tuliskan
dalam bentuk
dy
+ Py = Q
dx
(4.6)
dengan P dan Q merupakan fungsi x atau tetapan. Persamaan diferensial
bentuk inilah selanjutnya akan kita bahas dan kita akan membatasi pada
situasi dimana P adalah suatu tetapan. Hal ini kita lakukan karena kita
akan langsung melihat pemanfaatan praktis dengan contoh yang terjadi
pada analisis rangkaian listrik.
Dalam analisis rangkaian listrik, peubah fisis seperti tegangan dan arus
merupakan fungsi waktu. Oleh karena itu persamaan diferensial yang
akan kita tinjau kita tuliskan secara umum sebagai
a
dy
+ by = f (t )
dt
(4.7)
Persamaan diferensial linier orde satu seperti ini biasa kita temui pada
peristiwa transien (atau peristiwa peralihan) dalam rangkaian listrik. Cara
yang akan kita gunakan untuk mencari solusi adalah cara pendugaan.
Peubah y adalah keluaran rangkaian (atau biasa disebut tanggapan
rangkaian) yang dapat berupa tegangan ataupun arus sedangkan nilai a
dan b ditentukan oleh nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian.
Fungsi f(t) adalah masukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan
ataupun arus dan disebut fungsi pemaksa atau fungsi penggerak.
Persamaan diferensial seperti (4.7) mempunyai solusi total yang
merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi khusus
adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan (4.7) sedangkan solusi
homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan homogen
a
dy
+ by = 0
dt
(4.8)
4-5
Hal ini dapat difahami karena jika f1(t) memenuhi (4.7) dan fungsi f2(t)
memenuhi (4.8), maka y = (f1+f2) akan memenuhi (4.7) sebab
dy
d ( f1 + f 2 )
+ by = a
+ b( f1 + f 2 )
dt
dt
df
df
df
= a 1 + bf1 + a 2 + bf 2 = a 1 + bf1 + 0
dt
dt
dt
a
Jadi y = (f1+f2) adalah solusi dari (4.7), dan kita sebut solusi total yang
terdiri dari solusi khusus f1 dari (4.7) dan solusi homogen f2 dari (4.8).
Peristiwa Transien. Sebagaimana telah disebutkan, persamaan
diferensial seperti (14.7) dijumpai dalam peristiwa transien, yaitu selang
peralihan dari suatu keadaan mantap ke keadaan mantap yang lain..
Peralihan kita anggap mulai terjadi pada t = 0 dan peristiwa transien yang
kita tinjau terjadi dalam kurun waktu setelah mulai terjadi perubahan
yaitu dalam kurun waktu t > 0. Sesaat setelah mulai perubahan kita beri
tanda t = 0+ dan sesaat sebelum terjadi perubahan kita beri tanda t = 0−.
Solusi Homogen. Persamaan (4.8) menyatakan bahwa y ditambah
dengan suatu koefisien konstan kali dy/dt, sama dengan nol untuk semua
nilai t. Hal ini hanya mungkin terjadi jika y dan dy/dt berbentuk sama.
Fungsi yang turunannya mempunyai bentuk sama dengan fungsi itu
sendiri adalah fungsi eksponensial. Jadi kita dapat menduga bahwa solusi
dari (4.8) mempunyai bentuk eksponensial y = K1est . Jika solusi dugaan
ini kita masukkan ke (4.8), kita peroleh
aK1se st + bK1e st = 0
atau
K1(as + b ) y = 0
(4.9)
Peubah y tidak mungkin bernilai nol untuk seluruh t dan K1 juga tidak
boleh bernilai nol karena hal itu akan membuat y bernilai nol untuk
seluruh t. Satu-satunya cara agar persamaan (4.9) terpenuhi adalah
as + b = 0
(4.10)
Persamaan (4.10) ini disebut persamaan karakteristik sistem orde
pertama. Persamaan ini hanya mempunyai satu akar yaitu s = −(b/a). Jadi
solusi homogen yang kita cari adalah
ya = K1e st = K1e −(b / a ) t
(4.11)
Nilai K1 masih harus kita tentukan melalui penerapan suatu persyaratan
tertentu yang kita sebut kondisi awal yaitu kondisi pada t = 0+ sesaat
4-6 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
setelah mulainya perubahan keadaan. Ada kemungkinan bahwa y telah
mempunyai nilai tertentu pada t = 0+ sehingga nilai K1 haruslah
sedemikian rupa sehingga nilai y pada t = 0+ tersebut dapat dipenuhi.
Akan tetapi kondisi awal ini tidak dapat kita terapkan pada solusi
homogen karena solusi ini baru merupakan sebagian dari solusi. Kondisi
awal harus kita terapkan pada solusi total dan bukan hanya untuk solusi
homogen saja. Oleh karena itu kita harus mencari solusi khusus lebih
dulu agar solusi total dapat kita peroleh untuk kemudian menerapkan
kondisi awal.
Solusi khusus. Solusi khusus dari (4.7) tergantung dari bentuk fungsi
pemaksa f(t). Seperti halnya dengan solusi homogen, kita dapat
melakukan pendugaan pada solusi khusus. Bentuk solusi khusus haruslah
sedemikian rupa sehingga jika dimasukkan ke persamaan (4.7) maka
ruas kiri dan ruas kanan persamaan itu akan berisi bentuk fungsi yang
sama. Jika solusi khusus kita sebut yp, maka yp dan turunannya harus
mempunyai bentuk sama agar hal tersebut terpenuhi. Untuk berbagai
bentuk f(t), solusi khusus dugaan yp adalah sebagai berikut.
Jika f (t ) = 0 , maka y p = 0
Jika f (t ) = A = konstan, maka y p = konstan = K
Jika f (t ) = Aeαt = eksponensial, maka
y p = eksponensial = Keαt
Jika f (t ) = A sin ωt , atau f (t ) = A cos ωt , maka
y p = K c cos ωt + K s sin ωt
Perhatikan : y = K c cos ωt + K s sin ωt adalah
bentuk umum fungsi sinus maupun cosinus .
Solusi total. Jika solusi khusus kita sebut yp, maka solusi total adalah
y = y p + ya = y p + K1e s t
(4.12)
Pada solusi lengkap inilah kita dapat menerapkan kondisi awal yang akan
memberikan nilai K1.
Kondisi Awal. Kondisi awal adalah kondisi pada awal terjadinya
perubahan yaitu pada t = 0+. Dalam menurunkan persamaan diferensial
pada peristiwa transien kita harus memilih peubah yang disebut peubah
4-7
status. Peubah status harus merupakan fungsi kontinyu. Nilai peubah ini,
sesaat sesudah dan sesaat sebelum terjadi perubahan harus bernilai sama.
Jika kondisi awal ini kita sebut y(0+) maka
y (0 + ) = y ( 0 − )
(4.13)
Jika kondisi awal ini kita masukkan pada dugaan solusi lengkap (14.12)
akan kita peroleh nilai K1.
y (0 + ) = y p (0 + ) + K1 → K1 = y (0 + ) − y p (0 + )
(4.14)
yp(0+) adalah nilai solusi khusus pada t = 0+. Nilai y(0+) dan yp(0+) adalah
tertentu (yaitu nilai pada t = 0+). Jika kita sebut
y (0+ ) − y p (0 + ) = A0
(4.15)
y = y p + A0 e s t
(4.16)
maka solusi total menjadi
4.6. Solusi Pada Berbagai Fungsi Pemaksa
Tanpa Fungsi Pemaksa, f(t) = 0. Jika f(t) =0 maka solusi yang akan kita
peroleh hanyalah solusi homogen saja. Walaupun demikian, dalam
mencari soluai kita akan menganggap bahwa fungsi pemaksa tetap ada,
akan tetapi bernilai nol. Hal ini kita lakukan karena kondisi awal harus
diterapkan pada solusi total, sedangkan solusi total harus terdiri dari
solusi homogen dan solusi khusus (walaupun mungkin bernilai nol).
Kondisi awal tidak dapat diterapkan hanya pada solusi homogen saja
atau solusi khusus saja.
Contoh: Dari suatu analisis rangkaian diperoleh persamaan
dv
+ 1000v = 0
dt
untuk t > 0. Kondisi awal adalah v(0+) = 12 V.
Persamaan karakteristik : s + 1000 = 0 → s = −1000
Dugaan solusi homogen : va = A0e −1000t
Dugaan solusi khusus : v p = 0 (karena tidak ada fungsi pemaksa)
Dugaan solusi total : v = v p + A0e st = 0 + A0e −1000t
4-8 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
Kondisi awal : v (0 + ) = v(0 − ) = 12 V.
Penerapan kondisi awal pada dugaan solusi total
memberikan : 12 = 0 + A0 → A0 = 12
Solusi total menjadi : v = 12 e −1000 t V
Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 10
menghasilkan persamaan
dv
+ 3v = 0
dt
V, analisis transien
Persamaan karakteristik : s + 3 = 0 → s = −3
Dugaan solusi homogen : va = A0 e −3 t
Dugaan solusi khusus : v p = 0
Dugaan solusi total : v = v p + A0 e − 3t
Kondisi awal : v (0 + ) = 10 V
Penerapan kondisi awal memberikan : 10 = 0 + A0
Solusi total menjadi : v = 10 e −3t V
Fungsi Pemaksa Berbentuk Anak Tangga. Kita telah mempelajari
bahwa fungsi anak tangga adalah fungsi yang bernilai 0 untuk t < 0 dan
bernilai konstan untuk t > 0. Jadi jika kita hanya meninjau keadaan
untuk t > 0 saja, maka fungsi pemaksa anak tangga dapat kita tuliskan
sebagai f(t) = A (tetapan).
Contoh: Suatu analisis rangkaian memberikan persamaan
10−3
dv
+ v = 12
dt
dengan kondisi awal v(0+) = 0 V.
Persamaan karakteristik : 10−3 s + 1 = 0 → s = −1 / 10 −3 = −1000
Dugaan solusi homogen : va = A0e −1000 t
4-9
Karena f(t) = 12 konstan, kita dapat menduga bahwa solusi khusus
akan bernilai konstan juga karena turunannya akan nol sehingga
kedua ruas persamaan tersebut dapat berisi suatu nilai konstan.
Dugaan solusi khusus : v p = K
Masukkan v p dugaan ini ke persamaan : 0 + K = 12 ⇒ v p = 12
Dugaan solusi total : v = 12 + A0e −1000 t V
Kondisi awal : v(0 + ) = v(0−) = 0.
Penerapan kondisi awal memberikan : 0 = 12 + A0 → A0 = −12
Solusi total menjadi : v = 12 − 12 e −1000t V
Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 11 V, analisis transien
menghasilkan persamaan
dv
+ 5v = 200
dt
Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 → s = −5
Dugaan solusi homogen : va = A0 e − 5 t
Dugaan solusi khusus : v p = K → 0 + 5K = 200 → v p = 40
Dugaan solusi lengkap : v = v p + A0 e −5t = 40 + A0 e −5t
Kondisi awal : v(0 + ) = 11 V. Penerapan kondisi awal memberikan :
11 = 40 + A0 → A0 = −29
Tanggapan total : v = 40 − 29 e −5t V.
Fungsi Pemaksa Berbentuk Sinus. Berikut ini kita akan mencari solusi
jika fungsi pemaksa berbentuk sinus. Karena solusi homogen tidak
tergantung dari bentuk fungsi pemaksa, maka pencarian solusi homogen
dari persamaan ini sama seperti apa yang kita lihat pada contoh-contoh
sebelumnya. Jadi dalam hal ini perhatian kita lebih kita tujukan pada
pencarian solusi khusus.
Dengan pengertian bahwa kita hanya memandang kejadian pada t > 0,
bentuk umum dari fungsi sinus yang muncul pada t = 0 kita tuliskan
y = A cos(ωt + θ)
4-10 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
Melalui relasi
y = A cos(ωt + θ) = A{cos ωt cos θ − sin ωt sin θ}
bentuk umum fungsi sinus dapat kita tuliskan sebagai
y = Ac cos ωt + As sin ωt
dengan Ac = A cos θ dan
As = − A sin θ
Dengan bentuk umum seperti di atas kita terhindar dari perhitungan
sudut fasa θ, karena sudut fasa ini tercakup dalam koefisien Ac dan As.
Koefisien Ac dan As tidak selalu ada. Jika sudut fasa θ = 0 maka As = 0
dan jika θ = 90o maka Ac = 0. Jika kita memerlukan nilai sudut fasa θ dari
fungsi sinus yang dinyatakan dengan pernyataan umum, kita dapat
A
menggunakan relasi tan θ = s .
Ac
Turunan fungsi sinus akan berbentuk sinus juga. Oleh karena itu,
penjumlahan y = sinωt dan turunannya akan berbentuk fungsi sinus juga.
y = Ac cos ωt + As sin ωt ;
dy
= − Ac ω sin ωt + As ω cos ωt ;
dt
d2y
dt
2
= − Ac ω2 cos ωt − As ω2 sin ωt
Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 0 V suatu analisis transien
dv
+ 5v = 100 cos10t
menghasilkan persamaan
dt
Persamaan karakteristik : s + 5 = 0 → s = −5
Dugaan solusi homogen : va = A0e −5 t
Fungsi pemaksa berbentuk sinus. Solusi khusus kita duga akan
berbentuk sinus juga.
4-11
Dugaan solusi khusus :
v p = Ac cos10t + As sin 10t
Substitusi solusi khusus ini ke persamaan memberikan :
− 10 Ac sin 10t + 10 As cos 10t + 5 Ac cos 10t + 5 As sin 10t = 100 cos10t
→ −10 Ac + 5 As = 0 dan 10 As + 5 Ac = 100
→ As = 2 Ac → 20 Ac + 5 Ac = 100
⇒ Ac = 4 dan As = 8
Solusi khusus : v p = 4 cos 10t + 8 sin 10t
Dugaan solusi total : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + A0 e − 5 t
Kondisi awal v(0 + ) = 0.
Penerapan kondisi awal : 0 = 4 + A0 → A0 = −4
Jadi : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t − 4e − 5t V
Contoh: Apabila kondisi awal adalah v(0+) = 10 V, bagaimanakah
solusi pada contoh sebelum ini?
Solusi total telah diperoleh; hanya kondisi awal yang berubah.
Solusi total : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + A0 e −5t
Kondisi awal v(0 + ) = 10 → 10 = 4 + A0 → A0 = 6
Jadi : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + 6 e − 5 t V
Ringkasan. Solusi total terdiri dari solusi khusus dan solusi homogen.
Solusi homogen merupakan bagian transien dengan konstanta waktu
yang ditentukan oleh tetapan-tetapan dalam persamaan, yang dalam hal
rangkaian listrik ditentukan oleh nilai-nilai elemen rangkaian. Solusi
khusus merupakan solusi yang tergantung dari bentuk fungsi pemaksa,
yang dalam hal rangkaian listrik ditentukan oleh masukan dari luar;
solusi khusus merupakan bagian mantap atau kondisi final.
4-12 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
y = y p (t ) + A0 e− t / τ
Solusi khusus :
ditentukan oleh fungsi pemaksa.
merupakan komponen mantap;
tetap ada untuk t →∞.
Solusi homogen :
tidak ditentukan oleh fungsi pemaksa.
merupakan komponen transien; hilang pada t
→∞; sudah dapat dianggap hilang pada t = 5τ.
konstanta waktu τ = a/b pada (14.10)
Soal-Soal:
1.
2.
Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
dv
a).
+ 10v = 0 , v(0 + ) = 10 ;
dt
dv
b).
+ 15v = 0 , v (0 + ) = 5
dt
Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
di
a).
+ 8i = 0 , i (0 + ) = 2 ;
dt
di
b).
+ 10 4 i = 0 , i (0 + ) = −0,005
dt
4-13
3.
4.
Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
dv
a).
+ 10v = 10u (t ) , v(0 + ) = 0 ;
dt
dv
b).
+ 10v = 10u (t ) , v(0 + ) = 5
dt
Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
di
+ 10 4 i = 100u (t ) , i(0 + ) = 0 ;
dt
di
b).
+ 10 4 i = 100u (t ) , i (0 + ) = −0,02
dt
a).
5.
Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
dv
+ 5v = 10 cos(5t )u (t ) , v (0 + ) = 0 ;
dt
dv
b).
+ 10v = 10 cos(5t )u (t ) , v (0 + ) = 5
dt
a).
4-14 Sudaryatno Sudirham, Integral dan Persamaan Diferensial
4-15
Download