Pembelajaran Langsung - Digital Library

advertisement
Pembelajaran Langsung:
Mempertahankan Paradigma Pembelajaran Berpusat pada Guru
Sabri1
Abstrak: Rancangan model pembelajaran langsung secara khusus ditujukan untuk
mengajarkan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dan
dapat dipelajari setahap demi setahap. Pembelajaran ini berpusat pada guru dan
mencakup lima fase dalam sintaksnya. Kritik terhadap dan mitos tentang model ini
meluas akan tetapi pelaksanaannya telah menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Penelitian menunjukkan bahwa banyak guru yang dipandang sukses justru
menerapkan model ini dalam kerja professional mereka di sekolah.
Kata kunci: Pembelajaran langsung, berpusat pada guru.
Rancangan model pembelajaran langsung secara khusus ditujukan untuk mengembangkan
belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur
dan dapat dipelajari setahap demi setahap. Secara historis, beberapa aspek dari model
pembelajaran langsung berasal dari prosedur pelatihan dalam industri dan militer.
Analisis sistem mewarnai pengembangan model pembelajaran langsung. Di dalamnya
ditekankan bagaimana pengorganisasian pengetahuan dan keterampilan, dan bagaimana
menguraikan secara sistematik keterampilan kompleks dan ide-ide menjadi komponenkomponen sehingga dapat diajarkan secara berurutan.
Dalam tulisan ini, akan dibahas sekilas tentang pembelajaran langsung yang meliputi
definisi, ciri, sintaks, aspek pelaksanaan dan pengelolaan kelas, dan evaluasi. Di bagian akhir
akan dibahas mitos yang teridentifikasi di masyarakat tentang pembelajaran langsung.
A. Pembelajaran Langsung, Apakah itu?
Pembelajaran langsung dimulai oleh Siegfried Engelmann bersama rekan-rekannya di
University of Illinois pada tahun 1967 yang pada saat itu didefinisikan sebagai pengejaran
verbal langsung (Gervase, 2005). Pembelajaran langsung adalah sistem pengajaran yang
berupaya mengendalikan semua variabel yang menyebabkan terjadinya perbedaan kinerja
siswa. Sistem ini mengasumsikan bahwa jika anak didik memiliki IQ 60 atau lebih, mereka
1
Dosen Jurusan Matematika Universitas Negeri Makassar, Makassar Indonesia
1
dapat ditempatkan di dalam program pembelajaran langsung yang akan memungkinkan
mereka menguasai materi dalam waktu yang rasional dan wajar (Adam & Engelmann,
1996).
Adams dan Engelmann (1996) menggambarkan dua tipe teknik dan urutan pembelajaran
langsung: teknik dan urutan pembelajaran langsung yang menetapkan standar, dan urutan
dan materi pembelajaran langsung komersial yang dirancang untuk digunakan oleh orangorang yang tidak secara langsung dilatih oleh Engelmann dan rekan-rekannya.
Menurut Kardi dan Nur (2000), pembelajaran langsung sebenarnya dapat diterapkan dalam
bidang studi apa saja, namun model ini paling tepat untuk mata pelajaran yang berfokus
pada penampilan atau kinerja seperti menulis, membaca, matematika, musik, dan
pendidikan jasmani. Model ini tidak cocok untuk mengajarkan sikap atau pemahaman
masalah-masalah penting di dalam masyarakat. Juga, model ini kurang cocok untuk
mengajarkan keterampilan sosial, kreativitas, proses berpikir tingkat tinggi, dan konsepkonsep abstrak .
B. Ciri Utama Pembelajaran Langsung
Adam dan Engelmann (1996) mengemukakan tiga ciri utama pembelajaran langsung.
Pertama, pengelompokan homogen. Pengelompokan demikian ini dilakukan karena jika
guru mengajar siswa berkemampuan rendah dalam kelompok yang demikian, siswa
berkemampuan tinggi akan dirugikan. Pada prinsipnya, pada saat kinerja siswa berubah,
siswa terus menerus dikelompokkan ulang. Ciri lain dari pembelajaran langsung adalah
panjangnya pelajaran. Dalam pembelajaran langsung, siswa diharapkan menguasai semua
materi dalam jangka waktu tertentu. Waktu yang disediakan untuk pelajaran diterjemahkan
ke dalam tingkat kinerja siswa yang diharapkan atau tingka penguasaan siswa. Ciri yang
ketiga adalah presentasi tertulis. Di dalam tipe pembelajaran langsung komersial, petunjuk
pelaksanaan program bersifat spesifik dan ditampilkan dalam bentuk tertulis. Alasan
penggunaan petunjuk tertulis ini adalah membantu guru menyampaikan materi dengan
contoh yang memadai dan dengan kata-kata yang jelas dan konsisten.
2
C. Sintaks
Model pembelajaran langsung mencakup lima fase yang sangat penting (Kardi & Nur,
2000). Fase tersebut tertera pada tabel sintaks model pembelajaran langsung berikut ini.
Fase atau tahap dalam sintaks pembelajaran langsung
Fase
1. Menyampaikan tujuan
2. Mendemonstrasikan
pengetahuan atau keterampilan
3. Membimbing pelatihan
4. Mengecek pemahaman dan
memberi umpan balik
5. Memberikan
kesempatan
untuk pelatihan lanjutan dan
penerapan
Peran Guru
Guru
menjelaskan
indikator
pencapaian
kompetensi,
informasi
latar
belakang
pembelajaran,
pentingnya
pelajaran,
mempersiapkan siswa untuk belajar.
Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan
benar, atau menyajikan informasi tahap demi
tahap.
Guru merencanakan dan memberi bimbingan
pelatihan awal.
Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan
tugas dengan baik, memberi umpan balik.
Guru mempersiapkan kesempatan melakukan
pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada
penerapan kepada situasi lebih kompleks dan
kehidupan sehari-hari.
Carnine, Silbert, Kame’enui, dan Tarver (2004) mengemukakan enam aspek rancangan
program pembelajaran langsung yaitu: menetapkan tujuan, mengembangkan strategi
pembelajaran, mengembangkan prosedur pengajaran, memilih contoh, mengurutkan
keterampilan, dan menyediakan latihan dan tinjauan kembali.
D. Pelaksanaan Pembelajaran Langsung
Hasil nyata pembelajaran langsung yang menggembirakan telah ditunjukkan oleh berbagai
penelitian. Ada dua hal yang menonjol terkait dengan hasil pelaksanaan model
pembelajaran langsung, yaitu: alokasi waktu dan penggunaan tugas (kegiatan) yang
menggunakan model pembelajaran langsung lebih berhasil dan mencapai tingkat
keterlibatan yang tinggi daripada metode-metode informal yang berpusat pada siswa (Kardi
& Nur, 2000). Demikian juga, ditemukan bahwa observasi terhadap guru-guru yang
berhasil menunjukkan bahwa kebanyakan mereka menggunakan prosedur pembelajaran
langsung.
3
Dalam pelaksanaan pembelajaran langsung, ada beberapa hal yang merupakan keunikan,
antara lain:
a. Merumuskan tujuan
Salah satu format yang dipakai untuk merumuskan tujuan dalam pembelajaran langsung
adalah format Mager (Nur, 2005). Tujuan tersebut dikenal dengan tujuan perilaku yang
terdiri atas tiga bagian yaitu: perilaku siswa, menyangkut apa yang akan dilakukan siswa atau
jenis perilaku yang akan diterima oleh guru sebagai indikator pencapaian suatu tujuan;
situasi pengetesan, menyangkut kondisi saat perilaku tersebut akan diamati atau diharapkan
terjadi; dan kriteria kinerja, menyangkut tingkat standar atau kinerja siswa yang dapat
diterima.
Contoh:
Tiga bagian tujuan
Contoh
Perilaku siswa
Mengenali bilangan rasional
Situasi pengetesan
Diberikan daftar bilangan rasional dan irrasional
Kriteria kinerja
Menandai paling sedikit 80% benar
b. Memilih isi
Ada dua faktor, menurut Nur (2005), yang perlu diperhatikan di dalam memilih isi materi
yang akan diajarkan demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan lebih awal. Pertama, faktor
ekonomi yang menyangkut pertimbangan seberapa banyak informasi yang perlu
disampaikan kepada siswa sedemikian sehingga mereka menguasai ide-ide atau
keterampilan pokok yang telah direncanakan. Kedua, faktor kekuasaan yang menyangkut
pengaturan secara logis materi yang akan dipresentasikan yang memungkinkan siswa dapat
mempelajari hubungan antar fakta dan konsep-konsep kunci yang merupakan isi suatu
materi pelajaran.
c. Melakukan analisis tugas
Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi dengan tepat suatu keterampilan atau
pengetahuan yang akan diajarkan oleh guru. Ini dilakukan dengan cara memecah suatu
pengetahuan ke dalam komponen-komponennya sehingga dapat diajarkan serara terurut,
logis, dan bertahap. Analisis ini meliputi pemahaman terhadap pemahaman atau
keterampilan yang akan diajarkan, pemecahan pemahaman ke dalam komponen4
komponen, penyusunan komponen-komponen secara logis dan hirarkis, dan perancangan
strategi untuk mengajarkan komponen-komponen dengan tetap memperhatikan aspek
kesatuan dari semua komponen.
d. Merencanakan waktu dan ruang
Pengelolaan dan perencanaan waktu dalam pembelajaran langsung sangat penting dengan
memperhatikan dua hal yaitu: memastikan bahwa waktu yang teralokasi tepat dengan latar
belakang bakat dan kemampuan siswa dan memotivasi siswa untuk tetap melakukan tugas
yang telah direncanakan dengan konsentrasi optimal. Terkait dengan pengelolaan kelas,
untuk model pembelajaran yang berpusat pada guru, formasi kelas tradisional dengan ruang
gerak yang memadai masih tepat guna mengarahkan siswa memusatkan perhatiannya pada
guru atau informasi yang tertera di papan tulis.
Setelah melewati semua tahapan di atas, langkah berikutnya adalah pelaksanaan
pembelajaran langsung yang mengacu pada sintaks yang telah disinggung dalam Bagian C.
Tahap yang pertama dalam sintaks tersebut adalah memberitahuan tujuan dan menyiapkan
siswa. Kegiatan ini pada dasarnya sama saja dengan kegiatan awal hampir, jika tidak, semua
model pembelajaran. Guru perlu menjelaskan alasan pelibatan siswa di dalam suatu
pelajaran tertentu dan capaian yang dituju sebagai hasil keikutsertaan mereka di dalam
pelajaran. Guru juga harus mempersiapkan siswa untuk belajar dalam bentuk mengarahkan
konsentrasi siswa dengan cara yang beragam.
Tahap kedua dalam pelaksanaan pembelajaran langsung adalah presentasi dan demonstrasi.
Presentasi menuntut kejelasan uraian yang dilakukan berdasarkan perencanaan dan
pengaturan informasi dan strategi penyampaian yang mensyaratkan kemampuan
komunikasi yang baik. Demonstrasi yang tepat dan memadai dibutuhkan untuk membantu
siswa mencapai tingkat pemahaman atau penguasaan yang diinginkan. Variasi kegiatan
demonstrasi akan membantu siswa memahami sesuatu secara lebih menyeluruh, tidak
hanya menimbulkan ketergantungan dan keterbatasan pemahaman siswa pada apa yang
telah ditunjukkan oleh guru.
Menyediakan latihan terbimbing adalah tahap ketiga dalam pembelajaran langsung. Latihan
yang dilakukan seharusnya menjadikan siswa lebih memahami pengetahuan atau
5
keterampilan sesuai rencana awal. Untuk menghindarkan latihan yang tidak bermakna, guru
perlu menugasi siswa dengan latihan singkat dan bermakna. Demikian juga, beban latihan
harus memadai untuk memastikan bahwa pengetahuan atau keterampilan betul-betul telah
dikuasai.
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik sebagai tahap keempat ditujukan
untuk mengetahui sejauh mana pemahaman yang telah dicapai oleh siswa. Umpan balik
yang bermakna perlu dilakukan sehingga siswa dapat memahami kekurangannya,
merefleksi, dan kemudian membenahinya hingga mencapai tingkat pemahaman yang
diinginkan. Pengecekan pemahaman ini adalah semacam diagnosis terhadap hasil yang telah
dicapai oleh siswa hingga pada waktu tertentu.
Tahap terakhir dari pelaksanaan pembelajaran langsung adalah pemberikan kesempatan
latihan mandiri. Ini dapat berupa pekerjaan rumah. Tugas ini menjadi wadah bagi siswa
untuk segera menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh secara mandiri.
Selain sebagai kelanjutan latihan yang dilaksanakan di dalam kelas, tugas mandiri juga
berfungsi untuk memperpanjang waktu belajar siswa.
E. Lingkungan Belajar dan Pengelolaan Tugas
Salah satu keterampilan sosial yang dapat ditanamkan di dalam pembelajaran langsung
adalah kemampuan menyimak dan menghargai pembicaraan orang lain. Siswa yang suka
berbicara pada saat yang tidak tepat dan mengemukakan pertanyaan dapat memperlambat
tempo pembelajaran. Untuk itu, aturan ketat perlu diterapkan dengan tetap menghindarkan
kesan otoriter di dalam pelaksanaannya. Masalah lainnya adalah bagaimana mengatur tempo
pembelajaran. Pengaturan ini seharusnya memperhatikan kondisi siswa dengan latar
belakang masing-masing dan tingkat kesulitan materi yangnakan dijelaskan. Selain itu,
pengaturan partisipasi perlu diperhatikan sehingga kesan dominasi guru tidak terlalu
menonjol dalam kegiatan pembelajaran. Peran aktif siswa perlu diperhatikan asalkan tidak
mengganggu proses yang sedang berlangsung. Tentunya, hal ini bisa dicapai dengan
meratakan perhatian kepada seluruh kelas, tidak hanya pada kelompok siswa tertentu.
6
F. Evaluasi
Menurut Nur (2005), adalah penting untuk menepatkan strategi evaluasi dan penilaian
dengan tujuan pembelajaran pelajaran tertentu dan maksud yang terkandung di dalam suatu
model. Sesuai dengan karakteristiknya, untuk model pembelajaran langsung, penilaian
seharusnya berfokus pada tes kinerja. Konstruksi tes paling tidak harus mengacu pada
prinsip yang benar sehingga tujuan pengetesan dapat dicapai dalam bentuk pemerolehan
informasi yang tepat dan menyeluruh tentang kemampuan siswa. Gronlund (dalam Nur,
2005) mengemukakan lima prinsip dasar pembuatan tes, yaitu:
a. sesuai dengan tujuan pembelajaran,
b. mencakup semua tugas pembelajaran,
c. menggunakan soal tes yang sesuai,
d. menjamin validitas dan reliabilitas tes yang tinggi, dan
e. nantinya memanfaatkan hasil tes untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
G. Mitos tentang Pembelajaran Langsung
Adam dan Engelman (1996) mengidentifikasi delapan mitos tentang pembelajaran langsung
dan memberikan sanggahannya untuk masing-masing mitos tersebut. Pertama, program
pembelajaran langsung bersifat kaku dan tidak tercerahkan karena model ini
memperlakukan semua tugas pembelajaran sebagai sesuatu yang benar atau salah. Adam
dan Engelmann (1996) menjelaskan bahwa jika guru berupaya mengajarkan isi, perbedaan,
operasi, atau keterampilan dan tidak ada tanggapan yang lebih baik dari yang lain, guru
tersebut tidak akan bisa mengajarkan dan tidak akan mempunyai landasan untuk
menanggapi hasil kerja siswa. Mitos tentang jawaban benar ini dipegang sebagai alasan bagi
kurang mendalamnya analisis materi yang akan diajarkan. Padalah, materi yang dipahami
dan program yang dirancang dengan baik akan memungkinkan penentukan jawaban yang
benar atau tanggapan yang tepat untuk setiap kegiatan dalam program pembelajaran.
Kedua, pembelajaran langsung dinilai palsu karena didasarkan pada hirarki keterampilan,
tetapi tidak ada hirarki keterampilan yang universal. Adam dan Engelmann (1996)
menyanggah bahwa hirarki memang penting dan dapat ditemukan di setiap mata pelajaran.
Mereka juga menjelaskan bahwa siswa perlu mempelajari keterampilan prasyarat untuk
memecahkan masalah. Jika tidak, guru harus langsung mengajarkan keterampilan tersebut
yang seringkali membutuhkan waktu lama dan mengakibatkan ketergantungan siswa.
7
Mitos ketiga adalah bahwa pembelajaran langsung menjauhkan diri dari kemajuan
perkembangan dan teori perkembangan. Untuk menanggapi hal ini, Adam dan
Engelmann(1996) menyatakan bahwa pembelajaran langsung memang menjauhkan diri dari
teori perkembangan; akan tetapi, meskipun pernyataan bahwa teori perkembangan mampu
membuat prediksi umum tentang hal-hal yang berlaku bagi anak-anak dengan kemampuan
rata-rata, pernyataan tersebut tidak menilai keterampilan apa yang diketahui dan tidak
diketahui oleh anak didik tentang suatu materi pelajaran, juga tidak memberikan informasi
tentang dimana pembelajaran seharusnya dimulai. Untuk itu, teori perkembangan tidak
(kurang) berguna di dalam perancangan program.
Mitos keempat yang diidentifikasi oleh Adam dan Engelmann (1996) adalah bahwa
presentasi yang dinaskahkan dan pelajaran yang telah dirancang dengan ketat melumpuhkan
kreativitas guru. Mereka menyanggah bahwa potensi kreatif siswa dibatasi oleh
pengetahuan mereka dan siswa perlu mempelajari keterampilan dasar lebih dahulu. Untuk
itu, prioritas utama guru adalah mengajarkan keterampilan dasar tersebut. Biasanya, guru
dinilai kreatif jika mereka melibatkan siswa di dalam kegiatan kreatif. Padahal, indeks
kreativitas guru paling banyak ditentukan oleh tingkat keberhasilan mereka dalam
mengajar—mempercepat kinerja siswa dan mengajarkan hal-hal yang biasanya terasa sulit
oleh siswa. Juga, bahwa keberhasilan guru dalam mengajar mendahului perkembangan
kreativitas mereka. Jika guru telah menguasai perilaku dan mencapai hasil tertentu bersama
siswa, dia dapat memasukkan aspek kreativitas dengan cara seperti: menempuh jalan pintas
dalam pelajaran jika dibutuhkan, memodifikasi urutan presentasi, dan memperluas serta
mengintegrasikan hal-hal yang telah dipelajari oleh siswa di dalam proyek atau kegiatankegiatan lain.
Mitos kelima adalah bahwa program pembelajaran langsung hanya sesuai untuk siswa
dengan kemampuan rendah. Menanggapi hal ini, Adam dan Engelmann(1996)
mengemukakan bahwa pembelajaran langsung diasosiasikan dengan siswa yang demikian
karena model tersebut berhasil dan telah digunakan secara luas pada siswa tersebut. Akan
tetapi, sebagaimana dijelaskan oleh Adam dan Engelmann(1996), jika suatu model dapat
digunakan untuk siswa dengan kemampuan rendah, akan jauh lebih mudah
menggunakannya untuk siswa dengan kemampuan tinggi. Demikian juga, fakta yang
8
ditunjukkan oleh penelitian bahwa pembelajaran langsung telah mempercepat siswa
berkemampuan rendah hingga melampaui siswa berkemampuan tinggi yang menjalani
program lain, memberikan tantangan terhadap mitos yang menyatakan bahwa model
pembelajaran langsung hanya sesuai untuk siswa berkemampuan rendah.
Adam dan Engelmann (1996) mengidentifikasi mitos keenam yaitu bahwa pembelajaran
langsung mendorong belajar pasif. Menurut mitos ini, karena pembelajaran langsung
memecah keterampilan menjadi langkah-langkah kecil, siswa memiliki ketergantungan pada
guru dan tidak berhasil mengembangkan motif belajar mandiri. Adam dan Engelmann
(1996) menyanggah bahwa meskipun siswa memiliki ketergantungan pada guru sebagai
sumber informasi, belum ada bukti yang mendukung ide bahwa siswa akan kehilangan
kemampuan atau semangat untuk belajar mandiri.
Mitos ketujuh adalah bahwa pembelajaran langsung mengabaikan perbedaan individu.
Adam dan Engelmann (1996) meyakini bahwa model ini tidak mengabaikan perbedaan
individu hanya karena model tersebut mengakomodasi siswa dengan kemampuan dan gaya
yang beragam. Perbedaan individu justru ditanggapi dengan memberikan tes fungsional
yang menentukan ketepatan penempatan siswa dalam program. Lebih lanjut, dinyatakan
bahkan untuk siswa yang telah ditempatkan dengan tepat pun, guru masih didorong untuk
meragamkan banyaknya kegiatan berdasarkan kinerja siswa.
Mitos yang kedelapan yaitu ada kemungkinan untuk menggunakan kegiatan sekolah yang
efektif untuk mencapai hasil yang sebaik dengan hasil pembelajaran langsung. Adam dan
Engelmann (1996) menjelaskan bahwa aspek pembelajaran langsung seperti tanggapan
bersama dan banyaknya pujian sebelumnya telah dikenali sebagai praktek yang efektif. Akan
tetapi, aspek pembelajaran langsung yang lain seperti urutan kurikulum dan pembelajaran
seringkali diabaikan. Keduanya meyakini bahwa meskipun praktek efektif tersebut mungkin
memperbaiki apa yang telah dicapai, tanpa urutan pembelajaran yang sistematis, aspek
tersebut tidak akan memberikan hasil yang efektif dan tidak akan menghasilkan kinerja yang
tinggi. Alasannya, menurut Adam dan Engelmann (1996), adalah bahwa urutan kurikulum
bertanggung jawab dalam hal beragam konsep dan keterampilan yang akan ditanamkan
pada siswa.
9
H. Catatan Akhir
Pembelajaran langsung adalah model yang mempertahankan paradigma belajar berpusat
pada guru. Kritik terhadap model ini yang meluas didasari oleh pemahaman sebagian pakar
bahwa seharusnya kegiatan pembelajaran dipusatkan pada siswa sebagai subjek belajar.
Akan tetapi, berbagai kajian telah menunjukkan bahwa guru yang dinilai berhasil justru
banyak menerapkan model formal terstruktur tersebut di dalam kegiatan pembelajarannya.
Mitos-mitos yang menyebar di berbagai kalangan tentang pembelajaran langsung banyak
disebabkan oleh kekurangpahaman tentang pembelajaran langsung dan keberhasilan yang
dicapai dengan menerapkannya di dalam kegiatan pembelajaran.
I. Daftar Pustaka
Adams, G. L., & Engelmann, S. (1996). Research on Direct Instruction: 25 Years beyond
DISTAR. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall, Inc.
Carnine, D. W., Silbert, J., Kame’enui, E. J., & Tarver, S. G. (2004). Direct Instruction Reading:
Fourth Edition. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall, Inc.
Gervase, S. J. (2005). Reading Mastery: A Descriptive Study of Teachers Attitudes and Perceptions
towards Direct Instruction. Thesis tidak dipublikasikan. Graduate College, Bowling Green
State University, Iowa, USA.
Kardi, S, & Nur, M. (2000). Pengajaran Langsung. Surabaya: UNESA – University Press.
Nur, M. (2005). Guru yang Berhasil dan Model Pengajaran Langsung. Surabaya: Departemen
Pendidikan Nasional Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Lembaga
Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur.
10
Download