BAB II PEMBAHASAN A. Kerangka Teori 1. Penegakan Hukum Secara konseptional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidahkaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.1 Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan atau sikap tindak yang dianggap pantas, atau seharusnya. Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian. Demikianlah konkretisasi daripada penegakan hukum. Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Atas dasar uraian tersebut diatas dapatlah dikatakan bahwa gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara 1 Soejono soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, Hal. 13. nilai kaidah dan pola perilaku. Gangguan tersebut terjadi, apabila terjadi ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian peraulan hidup. Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut diatas dapatlah ditarik suatau kesimpulan sementara, bahwa masalah pokok daripada penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktorfaktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut2 : 1. Faktor hukum Yang meliputi konsep hukum adalah semua peraturan dan kaidahkaidah atau norma yang oleh anggota masyarakat dijadikan patokan berinteraksi dengan tercitanya ketertiban dan ketentraman di dalam ini di batasi pada undang-undang saja yang di dalam arti material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh pengusaha maupun daerah yang satu. Dengan demikian maka undang-undang dalam arti material mencakup : Peraturan pusat yang berlaku untuk semua warga negara atau semua golongan tertentu disebagaian wilayah negara 2 Ibid, Hal.4-5. saja maupun berlaku umum Peraturan setempat yang hanya berlaku untuk umum di suatu tempat atau daerah tertentu saja Di dalam proses penegakan hukum biasanya terjadi bahwa kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang melekat pada hukum itu sendiri yang justru menjadi sumber kegagalan proses penegakan hukum. Hal itu tidak mustahil, sebab kadangkala terdapat rumusan atau kaidah hukum yang tidak jelas dan membuka peluang penafsiran yang beragam, atas dasar kaidah hukum yang satu dengan yang lain, mengenai hal yang sama yang bertentangan. Sikap hukum yang demikian sering menimbulkan keragu-raguan terhadap para subyek hukum. Apabila tidak ada masalah dengan faktor hukum tadi, maka hukum yang berlaku sudah dianggap baik, akan tetapi hukum itu sendiri dalam wujudnya peraturan tidak jelas dapat melakukan sendiri. Dari sinilah masuknya peranan para penegak hukum yang tidak lain adalah manusia. 2. Faktor penegak hukum Secara sosiologi, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan dan peranan. Kedudukan sosial merupakan posisi tertentu didalam struktur kemayarakatan yang mugkin tinggi, sedang dan rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya adalah hak dan kewajiban tertentu. Hak dan kewajiban merupakan peranan. 3. Faktor sarana atau fasilitas Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana tau fasilitas tersebut, antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil. Organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Selain itu tidak lengkapnya atau tidak adanya sarana atau fasilitas tersebut, akan mengkin penegakan hukum menyerasikan peranan yang seharuusnya dengan peranan yang aktual. 4. Faktor masyarakat Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian didalam masyarakat. Dengan begitu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum. Penegakan hukum bukanlah meruakan suatu kegiatan yang berdiri sendiri, melainkan mempunyai hubungan timbala balik yang erat dengan masyarakatnya. Dan diketahai pula untuk mencapai kedamaian harus ada kepatuhan dari masyarakat. Dan keatuhan tersebut antara lain ditentukan ada kesadaran hukum. Kesadaran hukum merupakan nilainilai yang terdapat didalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan akan ada. Dalam melaksanakan penetapan hukum, selain faktor kesadaran hukum masyarakat perlu pula memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat. Keempat faktor tersebut di atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, serta juga merupakan tolok ukur daripada efektivitas penegakan hukum. 2. Penegak Hukum Penegak hukum adalah mereka yang langsung atau secara tidak langsung berkecimpung dibidang penegakan hukum. Maka yang dimaksudakan penegak hukum akan dibatasi pada kalangan yang secara langsung berkecimpung dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup “ Law Enforcement “, akan tetapi juga “ Peace maintenance “. Kiranya sudah dapat diduga bahwa kalangan tersebut mencakup mereka yang bertugas di bidang-bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan, dan permasyarakatan. Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan ( status ) dan peranan ( role ). Kedudukan ( sosial ) merupakan posisi tertentu di dalam kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Hak-hak dan kewajibankewajiban tadi merupakan peranan atau ( role ). Oleh karena itu, maka seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan. Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Suatu peranan tertentu dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut3 : 1. Peranan yang ideal ( Ideal role ) 2. Peranan yang seharusnya ( expected role ) 3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri ( perceived role ) 4. Peranan yang sebenarnya dilakukan ( actual role ) Seorang penegak hukum, sebagai mana halnya dengan warga-warga masyarakat lain, lazimnya mempunyai beberapa kedudukan dan peranan sekaligus. Dengan demikian tidaklah mustahil, bahwa antara pelbagai kedudukan dan peranan timbul konflik. Kalau didalam kenyataanya terjadi suatu kesenjangan 3 Ibid, Hal. 10-11 antara peranan yang seharusnya dengan peranan yang sebenarnya dilakukan, maka terjadi suatu kesenjangan peranan. Kerangka sosiologis tersebut, akan diterapkan dalam analisa terhadap penegak hukum, sehinggan pusat perhatian akan diarahkan pada peranannya. Namun demikian, didalam hal ini ruang lingkup hanya akan dibatasi pada peranan yang seharusnya dan peranan aktual. Masalah peranan dianggap penting, oleh karena pembahasan mengenai penegak hukum sebenarnya lebih banyak tertuju pada diskresi. Sebagaimana dikatakan dimuka, maka diskresi menyangkut pengambilan keputusan yang tidak sangat terikat oleh hukum, dimana penilaian pribadi juga memegang peranan. Di dalam penegakan hukum diskresi sangatlah penting, oleh karena : Tidak ada perundang-undangan yang sedemikian lengkapnya, sehingga dapat mengatur semua perilaku manusia. Adanya kelambatan-kelambatan untuk menyesuaikan perundangundangan didalam masyarakat, sehingga menimbulkan ketidakpastian Kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan dengan sebagaimana yang dikehendaki oleh pembentuk undang-undang. Adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan secara khusus. Penggunaan perspektif peranan dianggap mempunyai keuntungankeuntungan tertentu, oleh karena : Fokus utamanya adalah dinamika masyarakat. Lebih mudah untuk membuat suatu proyeksi, oleh karena pemusatan perhatian pada segi prosesual. Lebih memperhatukan pelaksanaan hak dan kewajiban serta tanggung jawabnya, daripada kedudukan dengan lambanglambangnya yang cenderung bersifat konsumtif. 3. Kesadaran Hukum Masyarakat Berbagai pendapat munculmengenai konsep atau pengertian dari kesadaran hukum itu. Menurut Soerjono Soekanto kesadaran hukum adalah kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam manusia tentang hukum yang ada atau hukum yang di harapkan ada. Kesadaran hukum sebenarnya juga masalah nilai-nilai, dengan demikian kesadaran hukum adalah konsepsi-konsepsi dalam diri manusia tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau yang sepantasnya. Ada satu kecenderungan besar untuk menyatakan bahwa kesadaran hukum merupakan suatu penilaian terhadap hukum yang diharapkan. Penilaian merupakan suatu sikap yang mengandung konsepsi mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Kesadaran hukum dan takutnya masyarakat pada hukum tidak bisa dipisahkan secara tegas berarti apabila masyarakat sadar akan peranan dan fungsi hukum, tentunya mereka akan mentaati segala larangan atau perintahnya. Sedangkan seorang yang taat hukum, tentunya karena melihat dan sadar, apabila tidak demikian maka hukum akan memberikan sanksi. Sehubungan dengan hal tersebut di atas ada asumsi bahwa kepatuhan hukum senantiasa tergantunga pada kesadaran hukum. Salah satu cara pembentukan kesadaran hukum masyarakat adalah bagaimana hukum disebarluaskan atau dikomunikasikan kepada warga masyarakat, sehingga warga masyarakat mengerti, memahami, danmelaksanakan apa yang dikehendaki oleh aturan hukum masyarakat. Dalam proses penegakan hukum, tentunya dimaksudakan agar hukum atau peraturan perundang-undangan yang diberlakukan dapat berfungsi sesuai yang dikehendaki atau dipatuhi dalam masyarakat. Suatu kepatuhan hukum antara lain ditentukan pada kesadaran hukumnya. Sedangkan kesadaran hukumitu merupakan faktor dari diri seseorang dan memiliki indiiator sebagai berikut :4 Pengetahuan tentang peraturan ( law awareness ). Pengetahuan tentang hukum diartikan sebagai kesan dalam pikiran seseorang mengenai hukum-hukum tertentu. Disini pun 4 Soerjono Soekanto & Mustofa Abdullah, Sosiologi Hukum dan Masyarakat, Rajawali, Jakarta, 1980, Hal. 96. kita harus berhati-hati, oleh karena adanyapelbagai arti hukum, lagi pula pengetahuan tentang hukum mungkin hanya sebagai hukum yang mengatur secara langsung mengenai kepentingan adat. Misalnya mungkin tidak tahu tentang hukum positif tertulis tertentu, akan tetapi dia mengetahui mengeani hukum adat yang berlaku di masyarakatnya. Pengetahuan tentang isi peraturan ( law acquaintance ) Pengetahuan saja belum cukup, selanjutnya diperlukan suatu pemahaman atas pengertian hukum yang berlaku. Dengan pemahaman tersebut dimaksudkan agar suatu pengertian terhadap tujuan peraturan perundang-undangan bermanfaat bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh perundangudangan yang dimaksud. Sikap hukum ( legal attitude ) Apabila masyarakat sudah mengetahui peraturan dan memahami isinya, maka dapat diduga bahwa ia akan bersikap sesuai dengan nilai-nilai yang dianut didalam aturan-aturan tersebut. Perikelakuan hukum ( legal behavior ) Apabila warga masyarakat sudah mengetahui peraturan dan memahami isinya, serta bagaimana sikap mereka terhadap peraturan, maka akan nampak hukum.perilaku hukum merupakan manifestasi dari kesadaran hukum yang relatif tinggi. Di katakan relatif oleh karena ketaatan hukum merupakan perwujudan dari suatu taraf kesadaran hukum tertentu, yang mungin disebabkan : - Rasa takut sanksi negatif sebagai akibat melanggar hukum - Ada rasa keinginan kuat untuk memelihara hubungan baik dengan lingkungan. - Ada rasa keinginan kuat untuk memelihara hubungan dengan penguasa. - Sesuai dengan nilai-nilai yang dianut. - Sebagian besar dari kepentingan-kepentingan dijamin dan dilindungi hukum. 4. Pengertian Parkir dan Pengendalian Penyediaan ruang Parkir 4.1. Pengertian Parkir Setiap perjalanan yang menggunakan kendaraan diawali dan diakhiri ditempat parkir , ruang parkir tersebar di tempat asal perjalanan bisa digarasi mobil, dihalaman,di gedung parkir, ataupun di tepi jalan. Sebelumnya kita mengetahui lebih dulu tentang Definisi Parkir menurut Peraturan Daerah kota Salatiga nomor 15 tahun 2013 Pasal 1 ayat (20), Parkir adalah keadaan suatu kendaraan tidak bergerak yang bersifat sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya. Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan menginginkan kendaraannya parkir di tempat, dimana tempat mudah dicapai.Kemudahan tersebut salah satunya Parkir dibadan jalan.Penyediaan tepat parkir baik di pinggir jalan pada lokasi jalan tertentu baik di badan jalan maupun dengan menggunakan sebagian perkerasan jalan mengakibatkan turunnya kapasitas jalan, sehingga menyebabkan penggunaan jalan menjadi tidak efektif.Menurut statusnya lahan Parkir dibedakan menjadi 5( lima ), antara lain:5 Parkir umum, biasanya dikelola oleh Pemerintah Daerah. Parkir khusus, dikelola oleh swasta. Parkir darurat, diselenggarakan karena adanya kegiatan incidental. Taman Parkir, dikelola oleh pemerintah daerah. Gedung Parkir, biasanya diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan pengelolaannya oleh swasta. 4.2 Pengendalian penyediaan ruang parkir Pengendalian parkir dilakukan untuk mendorong penggunaan sumberdaya parkir secara lebih efisien serta digunakan juga sebagai alat untuk 5 Wkipedia.org/wiki/parkir membatasi arus kendaraan ke suatu kawasan yang perlu dibatasi lalu lintasnya. Pengendalian parkir merupakan alat manajemen kebutuhan lalu lintas yang biasa digunakan untuk mengendalikan kendaraan yang akan menuju suatu kawasan ataupun perkantoran tertentu sehingga dapat diharapkan akan terjadi peningkatan kinerja lalu lintas di kawasan tersebut.Pengendalian parkir harus diatur dalam Peraturan Daerah tentang Parkir agar mempunyai kekuatan hukum dan diwujudkan rambu larangan, rambu petunjuk dan informasi. Untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan yang diterapkan dalam pengendalian parkir perlu diambil langkah penegakan hukum yang tegas dalam menindak para pelanggar kebijakan parkir. Salah satu langkah penting dalam pengendalian lalu lintas adalah dengan membatasi ketersediaan ruang parkir dengan cara:6 1. Pengurangan fasilitas parkir di pinggir jalan sebagaimana diamanatkan didalam Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam pasal 43 ayat (3) yang berbunyi Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanya dapat diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan. atau lebih ekstrem menghilangkan fasilitas parkir dipinggir jalan. 2. Merubah pendekatan dalam pemberian Ijin Mendirikan Bangunan untuk tempat-tempat umum, perkantoran atau pertokoan dengan 6 Tood Litman, Transportation Elastities : How Prices and Other Factor Affect Travel Behavior, Victoria Transport Policy Institute, Victoria, 2010 merubah pendekatan dari jumlah ruang parkir minimal menjadi jumlah ruang parkir maksimal. 3. Bangunan tidak diperkenankan untuk menyediakan fasilitas ruang parkir, agar pengguna bangunan tersebut menggunakan angkutan umum. Pelaksanaan pengawasan yang disertai dengan penegakan hukum yang tegas merupakan langkah yang penting dalam pengendalian parkir untuk mempertahankan kinerja lalu lintas. Langkah yang penting dalam pengawasan parkir antara lain meliputi penilangan pelanggaran parkir oleh Polisi Lalu Lintas, pemasangan gembok roda sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi pelanggar terhadap larangan parkir ataupun penderekan terhadap kendaraan yang mogok atau melanggar larangan parkir. Beberapa cara yang biasa dilakukan terhadap pelanggaran parkir khususnya parkir liar dipinggir jalan adalah sebagai berikut:7 Tilang: Merupakan cara yang paling umum dilakukan terhadap pelanggaran parkir dipinggir jalan. Formulir tilang merupakan perlengkapan standar petugas Polisis Lalu Lintas yang sedang patroli, dan kalau petugas yang bersangkutan menemukan pelangaran parkir, langsung menerbitkan tilang kepada pelanggar. Yang menjadi masalah yang biasa ditemukan petugas patroli adalah pengemudi meninggalkan kendaraan, dalam hal yang 7 Tood Litman, Transportation Elastities : How Prices and Other Factor Affect Travel Behavior, Victoria Transport Policy Institute, Victoria, 2010 demikian Polisi dapat menderek mobil yang melanggar parkir ataupun melakukan penggembokan roda. Derek : Cara yang lain yang juga bisa dilakukan, terutama bila pengemudi meninggalkan kendaraan adalah melakukan penderekan kendaraan yang melakukan pelanggaran parkir. Pengemudi selanjutnya mengambil ke pool tempat kendaraan yang diderek dikumpulkan serta mendapatkan surat Tilang. Gembok roda : Seorang petugas melakukan penegakan terhadap pelanggaran parkir dengan memasang gembok roda. Gembok roda adalah perangkat untuk menghambat kendaraan yang melanggar aturan larangan parkir dijalankan dengan mengembok salah satu roda sehingga kendaraan yang melanggar terkunci. Untuk membuka gembok roda, pelanggar harus melaporkan keinstansi terkait dalam hal ini Dinas Perhubungan untuk membuka kunci setelah membayar denda atas pelanggaran yang dilakukannya. Adapun juga sanksi administratifyang diatur dalam Bab XIV Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2013. Pasal 78 yang berbunyi : (1) Penyelenggaraan atas ketentuan dalam peraturan daerah ini dikenakan sanksi administratif. (2) Sanksi admiinistratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. Peringatan tertulis; b. Penghentian sementara kegiatan ; c. Pembekuan izin ; d. Pencabutan izin ; e. Pembatalan izin ; dan / atau f. Denda administratif. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e diatur dalam Peraturan Walikota. Pasal 79 yang berbunyi : setiap orang atau badan yang menyelenggarkan fasilitas parkir tanpa izin sebgaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikalikan luas area fasilitas parkir. B. Hasil Penelitian Dari hasil uraian tinjauan pustaka diatas, penulis ingin menguraikan mengenai hasil penelitian dari Penegakan Hukum Terhadap Parkir Liar di Kota Salatiga. 1. Gambaran umum Dinas Perhubungan Kota Salatiga BAGAN SUSUNAN ORGANISASI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI, KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KEPALA DINAS Kelompok Jabatan Fungsional Sekertariat Sub bagian Perencanaan Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Bidang Lalu Lintas Bidang Angkutan Bidang Kelaikan Kendaraan Bidang Telekomunikasi dan Informatika Seksi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Seksi Angktan Orang Seksi Pengujian Kendaraan Seksi Telekomunikasi Seksi Seni Kebudayaan Seksi Pengendalian dan Pengamanan Seksi Angkutan Barang dan Khusus Seksi Perbengkelan Umum Seksi Informatika Seksi Pariwisata UPTD Parkir 2. Sub Bagian Keuangan Bidang Kebudayaan dan Pariwisata UPTD Terminal Organisasi Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perhubungan Undang-Undang LLAJ No. 22 Tahun 2009 ini diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejateraan masyarakat peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat memperhatikan prinsip demokrasi,pemerataan keadilan, kekhususan, keistimewaan suatu daerah dalam suatu Struktur Organisasi dan Tata Kerja, dengan visi dan misi serta tujuan pokok dan misi sebagai berikut:8 VISI Dinas Perhubungan: Visi dari Dinas Perhubungan UPTD Parkir adalah terwuudnya suatu sistem Transpotasi di Kota Salatiga yang menjamin Keamanan, Kenyamanan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintasnya . MISI Dinas Perhubungan: Menciptakan suatu sistem transpotasi di kota Salatiga yang menjamin keamanan, ketertiban, kelancaran, kenyamaanan Lalu Lintas. Meningkatkan kemampuan, pengetahuan, Aparatur Dinas Perhubungan yang dilandasi dengan sikap mental yang baik sebagai aparatur yang professional dalam bidangnya. Meningkatkan dan mendorong kesadaran masyarakat untuk disiplin, tertib dan taat dalam berlalu lintas. Tujuan Pokok dan Misi UPTD Parkir: Untuk menyusun rencana, mengkoordinasikan, melaksanakan, mengendalikan, mengawasi, dan mengembangkan pengelolaan dan pengoperasian unit parkir. 3. Data Kawasan dan Lokasi Tempat Parkir Kota Salatiga 3.1. Kawasan Parkir kota Salatiga. 8 Sumber Dinas Perhubungan Sub UPTD Parkir Kota Salatiga Berikut adalah data kawasan Parkir, kawasan tempat khusus parkir, kawasan parkir tidak tetap Tahun 2014, sebagai berikut :9 1. Kawasan Parkir Setiap ruas jalan yang ditetapkan sebagai lokasi tempat parkir, dinyatakan dengan rambu parkir, dan atau marga parkir. Lokasi parkir 3 kawasan, yaitu kawasan utama I, kawasan utama 2, dan kawasan pengembangan. Kawasan Utama I yang meliputi ruas - ruas jalan sebagai berikut: a) Jalan Jendral Sudirman, dari Bundaran Tamansari sampai dengan Pertigaan Mrican b) . Jalan Pemuda c) Jalan Ahmad Yani, dari Pertigaan Jalan Jendral Sudirman s.d batas akhir Pertokoan Makutarama . d) Jalan Sukowati e) Jalan Kartini f) Jalan Cemara, dari pertigaan Diponegoro sampai dengan Pertigaan Jl. Kemiri Raya. g) Kawasan Lapangan Pancasila h) Jalan Patimura, dari Bundaran Tamansari s.d pertigaan JL. Yos Sudarso 9 04-14 Hasil Wawancara Dengan Kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, Tanggal 01- i) Lingkungan Pasar- Pasar milik Pemerintah Kota Salatiga. Kawasan Utama II yang meliputi ruas- ruas jalan sebagai berikut: a) Jalan Diponegoro b) Jalan Mohamad Yamin c) Jalan Yos Sudars d) Jalan Langensuko e) Jalan Bungur f) Jalan Pemotongan g) Jalan Taman Makam Pahlawan, dari timur pertigaan Pasar Blauran s.d batas Jalan Muwardi h) Jalan Muwardi i) Jalan Kalinyamat j) Jalan Kalipengging k) Jalan Senjoyo l) jalan Adi sucipto m) Jalan Bridjen Sugiarto n) jalan Imam Bonjol Kawasan Pengembangan yang meliputi seluruh ruas jalan pada wilayah Kota Salatiga yang tidak termasuk dalam Kawasan Utama I dan Kawasan Utama II. 2. Kawasan Tempat Khusus Parkir Kawasan tempat khusus parkir di Kota Salatiga merupakan lokasi parkir yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retibusi Jasa Usaha. Kawasan tempat parkir khusus dapat menepati : a) Gedung parkir. b) Taman parkir. c) Pelataran atau halaman parkir. Kawasan tempat khusus parkir dibedakan antara lain : a) Milik Pemerintah Daerah. b) Milik Swasta. c) Milik Pemerintah Daerah dikelola Swasta. Kawasan tempat khusus parkir milik Pemerintah Daerah, yaitu : a) Tempat parkir pada Rumah Sakit Umum Daerah. Kawasan khusus parkir milik Swasta, yaitu tempat parkir didalam gedung, taman parkir dan/atau pelataran parkir milik badan hukum atau perseorangan. Kawasan tempat khusus parkir milik Pemerintah Daerah dikelola Swasta, yaitu : a) Tempat parkir pada Plaza. b) Tempat parkir pada Pasar Raya I, dan II. c) Tempat parkir pada Shopping Centre. d) Tempat parkir pada Pemandian Kalitaman. 3. Kawasan Parkir Tidak Tetap. Kawasan parkir tidak tetap merupakan lokasi parkir pada ruas jalan kawasan pengembangan, peraturan ini bersifat sementara. 3.2. Lokasi Tempat Parkir Kota Salatiga. a. Berikut DataRekapitulasi Lokasi Parkir Tepi Jalan Umum yang di kelola oleh Pemerintah Kota Salatiga Tahun 2014, yang akan di jelaskan dalam bentuk tabel di bawah ini : No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. Tabel 1 Lokasi Parkir Tepi Jalan Umum Kota Salatiga 2014 Nama Lokasi Toko Liliana Wahid R2 dan R4 Lippo R4 Nusantara R4 Niki Baru R2 Pasar Pagi Plaza Bhs R2 dan R4 Niki Manteb Pos Kota Damar Palapa Istana Kado Apotek 24 Jam Panda Pos 1 R2/Modern BNI Tegal R2 dan R4 Molina Jago R2 dan R4 Waringin R2 PP Waringin Green R2 dan R4 Toko 56 Gembira Bata Ada Baru Bina jaya Istana Busana Paris R2 dan R4 Buah Star R2 dan R4 Helm A. Yani Budi Jaya Surabaya R2 Apotek Salatiga 36. Depan Madya 37. Bengkel Planet 38. Prayogo 39. Maju Mapan 40. Ngedok 41. Pojok 42. Podo-podo 43. Maju Jaya 44. Sumber Jaya 45. Kridanggo 46. Pasar Sapi R2 47. Kampung Steak 48. Marvel 49. Kombinasi 50. Cakrawala 51. Kantor Pos 52. Irvan Motor 53. VOC 54. Taman sari 1 dan 2 55. Nyi Kopek 56. Toko Batik Budi 57. Blauran I, II, III 58. Klenteng R2 dan R4 59. Doremi R2 60. Kesambi R2 dan R4 61. Kantil 62. ATRIUM R2 dan R4 63. Nasi Goreng Pak Joko 64. Cafe Adam Eve 65. Kucingan 66. Cosmo 67. Foodcourt Dipo 68. Sate Madura Patimura 69. Soto Semarang 70. Cungkup Sumber : Data Rekapitulasi Parkir Tepi Jalan Umum Tahun 2014, Dinas Perhubungan Sub UPTD Parkir Kota Salatiga. Keterangan : R2 : Kendaraan Roda 2 ( sepeda motor ) R4 : Kendaraan Roda 4 ( mobil ) 4. Fakta Kebijakan Peraturan Walikota Tentang Petunjuk Pelaksanaa Penyelenggaraan Perparkiran dan Tata Tertib Parkir Kota Salatiga. Menurut hasil wawancara yang dilakukan penulis, salah satu peranan pemerintah dalam mengatasi kasus parkir liar dengan mengeluarkan kebijakan parkir. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Salatiga sebagai berikut : 10 Rencana kedepan dengan membuat Peraturan walikota, dalam Peraturan Walikota tersebut akan mengatur tentangpetunjuk pelaksanaan penyelenggaraan perparkiran dan tata tertib Parkir kota Salatiga Menindak tegas masyarakat yang Parkir di daerah bukan zona Parkir atau terdapat rambu dilarang Parkir. 5. Ketentuan Pelanggaran Parkir Liar Terhadap Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2013 dan Bentuk Parkir Liar. 1.1. Ketentuan Pelanggaran Parkir Liar Terhadap Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2013. Pembangunan suatu daerah yang dapat berjalan dengan baik selain memerlukan instansi terkait dalam rangka pembangunan dan pengamanannya masyarakat harus ikut andil dalam hal tersebut sebagaimana yang dimaksudkan oleh Kepala UPTD Parkir, mengatakan bahwa masalah parkir liar tersebut tidak 10 Hasil wawancara dengan Kepala UPTD Parkir, Bpk. Agus Nursholichin, 24-10-13 akan pernah selesai apabila dari pihak masyarakat sendiri tidak sadar atas aturan hukum dan tidak ikut serta membantu ketertiban umum.11 Dalam skripsi ini penulis mengambil salah satu contoh kasus Parkir liar di kota Salatiga yang terjadi di depan Universitas Kristen Satya Wacana, ditempat tersebut telah terdapat rambu larangan parkir dan fungsi tempat tersebut adalah sebagai halte yang dijadikan sarana untuk naik turunnya penumpang tidak berfungsi dengan baik dan benar. Tempat tersebut ironisnya dijadikan sebagai sarana parkir pelaku parkir liar. Menurut beberapa pelaku parkir liar yang diwawancarai alasan mereka parkir ditempat tersebut kurang tahu aturan hukum, walaupun mereka mengetahui tempat tersebut dilarang untuk parkir mereka beranggapan kalau parkir ditempat tersebut lebih cepat dibandingkan harus masuk dan parkir didalam kampus walaupun parkir ditempat larangan itu harus membayar sedangkan parkir di kampus tidak perlu membayar dan lebih aman. Sedangkan menurut juru parkir liar ditempat tersebut alasan mereka tetap melayani parkir liar ditempat tersebut selain karena untuk penghasilan juga karena walaupun sudah dilarang tetap banyak pelaku parkir liar yang parkir ditempat tersebut.12Universitas Kristen Satya Wacana menurut Kepala UPTD Parkir dianggap telah memberikan pelayanan parkir yang cukup memadai dengan lahan yang cukup luas, akan tetapi kesalahan tersebut bersumber dari mahasiswa dalam 10-13 11 Hasil wawancara dengan Kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, tanggal 24- 12 Observasi di halte depan kampus UKSW pada hari Jumat, 25 Oktober 2013 hal ini pelaku parkir liar sendiri yang kurang sadar tentang hukum dan kurang sadar akan ketertiban bersama adalah tanggung jawab bersama.13 Dari uraian diatas yang menjadi latar belakang dari masalah tersebut tidak lain adalah kesadaran dari pihak mahasiswa, masyarakat, dan pengemudi motor pelaku parkir liar. Menurut kepala UPTD Parkir Agus Nursolichinkasus tersebut disebut Parkir Liar karena para tukang parkir mengambil alih zona parkir yang tidak sesuai dengan tempat parkir yang telah ditentukan oleh pemerintah kota Salatiga, tetapi dimanfaatkan sebagai lahan parkir bagi tukang parkir liar, selain itu Pemerintah Kota Salatiga menghimbau agar masyarakat dan pengemudi motor tidak parkir di area larangan parkir. Sehingga dalam kasus ini yang perlu ditegakkan adalah Para Juru Parkir liar dan masyarakat yang parkir diluar zona Parkir tersebut.14 Keberadaan Parkir liar ini jelas merugikan kota Salatiga selain membuat pemandangan yang tidak teratur serta merusak Penataan Ruang kota Salatiga. 1.2. Bentuk Parkir Liar Menurut hasil wawancara dengan Kepala UPTD Parkir, bentuk parkir liar yang ada di Kota Salatiga sebagai berikut : tukang atau juru parkir liar meminta masyarakat untuk membayarparkir namun tidak diberikan tanda bukti pembayaran, apabila ada Tukang Parkir yang tidak memberikan karcis 13 14 Hasil wawancara dengan Kepala UPTD Parkir Bpk. Agus Nursolichin,24-10-13 Hasil wawancara dengan Bpk. Agus Nursholichin Kepala UPTD Parkir, 11-10-13 parkir masyarakat dihimbau agar tidak memberikan uang kepada tukang parkir tersebut. parkir khususnya terhadap aturan lalu lintas yang ditandai dengan rambu larangan parkir, rambu larangan stop, serta marka larangan parkir dijalan atau walaupun tidak ada rambu larangan parkir tapi tidak semestinya digunakan untuk parkir seperti trotoar yang seharusnya digunakan untuk pejalan kaki, jembatan, zebra cross, dan jarak 50m dari rambu larangan. 2. Fakta Data Parkir Liar Kota salatiga Berikut data Parkir Liar, menurut Dinas Perhubungan sub UPTD parkir Kota Salatiga yang akan dijelaskan dalam bentuk tabel di bawah ini : Tabel 2 Data Lokasi Parkir Liar Kota Salatiga 2014 No. Lokasi Parkir Liar 1. Halte Depan UKSW 2. Depan Gereja GKJ Jl. Diponegoro 3. Depan TK,SD Laboratorium 4. Depan SD AL-Azhar 5. Seberang Patimura jalan Ruko Baru Jl. Sumber : Data Lokasi Parkir Liar Dinas Perhubungan Sub UPTD Parkir Kota Salatiga. 3. Bentuk Penegakan Hukum Terhadap Parkir Liar Oleh Dinas Perhubungan. Dalam mengatasi parkir liar upaya yang dilakukan pihak Dinas Perhubungan dalam bentuk sanksi adminitratif sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2013 Pasal 78 yang berbunyi : (1) Penyelenggaraan atas ketentuan dalam peraturan daerah ini dikenakan sanksi administratif. (2) Sanksi admiinistratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : g. Peringatan tertulis; h. Penghentian sementara kegiatan ; i. Pembekuan izin ; j. Pencabutan izin ; k. Pembatalan izin ; dan / atau l. Denda administratif. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e diatur dalam Peraturan Walikota. Pasal 79 yang berbunyi : setiap orang atau badan yang menyelenggarkan fasilitas parkir tanpa izin sebgaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikalikan luas area fasilitas parkir. Sesuai dengan kewenangannya, Dinas Perhubungan kota Salatiga bidang UPTD Parkir mengambil langkah untuk mengatasi parkir liar yang telah melanggar Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan Peraturan Daerah nomor 15 tahun 2013 tersebut di lakukan dengan cara memberikan sanksi yang tegas sepertiberikut :15 Menggembosi ban pengemudi sepeda motor pelanggar parkir. Gembok roda pengemudi sepeda motor pelanggar parkir. Mencabut pentil ban sepeda motor pelanggar parkir. Menilang sepeda motor pelaku parkir liar langsung ditempat yang menjadi parkir liar. Selain itu, UPTD Parkir Kota Salatiga juga melakukan penegakan hukum, seperti :16 Teguran lisan oleh pengawas petugas juru parkir atau petugas lain yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Perhubungan. Teguran secara tertulis oleh Kepala UPTD Parkir Pemutusan hubungan mitra kerja sebagai sebagai juru parkir oleh kepala UPTD Parkir 15 Hasil wawancara dengan kepala UPTD parkir, Bpk. Agus Nursolichin, 11-10-13 Hasil Wawancara Dengan Kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, Tanggal 16 01-04-14. Sanksi hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila tetap melakukan kegiatan yang berkaitan dengan perparkiran. 4. Hambatan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Parkir Liar. Dalam mengatasi masalah Parkir liar, Pemerintah Kota Salatiga dalam hal ini Dinas Perhubungan memiliki beberapa hambatan, antara lain :17 a. Keterbatasan dana, sehingga karena keterbatasan dana tersebut Dinas Perhungan sub UPTD Parkir tidak dapat mengajak Satpol PP, Polisi Lalu Lintas, untuk dapat saling bekerja sama melakukan penegakan hukum dalam mengatasi masalah Parkir liaryang ada di Kota Salatiga. b. Keterbatasan kewenangan, seperti dalam hal tilang, pihak Dinas Perhubungan hanya dapat memperingatkan para pengendara sepeda motor, karena kewenagan tilang itu adalah wewenang dari pihak Kepolisian Lalu Lintas Kota Salatiga. c. Karena belum adanya Organisasi yang terstruktur dengan baik. d. Keterbatasan waktu, sehingga tidak mungkin pihak Dinas Perhubungan, Polisi Lalu Lintas selalu memperingati pelaku parkir liar untuk tidak melakukan parkir liar di tempat tersebut, karena masih banyak tugas-tugas Dinas Perhubungan, Polisi Lalu Lintas yang harus dilakukan maupun dikerjakan. 17 Hasil wawancara dengan kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, tanggal 24- 10-13 e. Belum adanya Peraturan Daerah yang memadai untuk mengatasi masalah secara khusus tentang pelaksanaan penyelenggaraan perparkiran di Kota Salatiga. C. Analisis Setelah penulis menguraikan hasil dari penelitian mengenai Penegakan Hukum terhadap parkir liar di Kota Salatiga, maka selanjutnya dalam sub bab ini penulis akan menganalisis terhadap Penegakan Hukum terhadap Parkir Liar di Kota Salatiga. Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginankeinginan hukum menjadi suatu kenyataan. Keinginan-keinginan tersebut adalah pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan hukum.18Secara konseptional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah- 18 Satjipto rahardjo, Masalah-Masalah Hukum Sebagai Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Bandung, Bandung, 1986, Hal. 24. kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.19 Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan atau sikap tindak yang dianggap pantas, atau seharusnya. Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian. Demikianlah konkretisasi daripada penegakan hukum. Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Atas dasar uraian tersebut diatas dapatlah dikatakan bahwa gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara nilai kaidah dan pola perilaku. Gangguan tersebut terjadi, apabila terjadi ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian peraulan hidup. Dari uraian diatas Dasar Hukum yang mengatur tentang Penegakan Hukum terhadap Parkir liar di kota Salatiga, adalah: 1. Sebagaimana penulis kembangkan mengenai Penegakan Hukum terhadap Parkir Liar di Kota Salatiga, namun Undang-Undang No 22 19 Soejono soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, Hal. 13. Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan,dalam Pasal 287 ayat (3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar tata cara berhenti dan parkir dalam Pasal 106 ayat (4) huruf e. dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Dari Konsep diatas dalam realitanya Undang-undang No.22 Tahun 2009 tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena tidak ada denda atau kurangan penjara bagi parkir liar hanya sebatas peringatan saja. 2. Sehubungan dengan Pasal 106 ayat (4) huruf e berbunyi: Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan: berhenti dan parkir. Namun jika dilihat dari hasil penelitian penulis dari fakta yang didapat tidak semua masyarakat mematuhi peraturan dalam pasal tersebut, masih banyak pengendara kendaraan bermotor yang parkir atau berhenti bukan pada tempat atau area parkir. Sehingga kini masalah parkir liar belum dapat diberantas sepenuhnya oleh Pemerintah daerah dan masalah parkir liar ini merusak tata kota Salatiga serta mengahambat kelancaran lalu lintas. 3. Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 15 tahun 2013 Pasal 16 Ayat (1)yang berbunyi :Walikota menetapkan lokasi Parkir pada badan Jalan dan diluar badan jalan dengan memperhatikan : a. Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah b. Analisis dampak Lalu Lintas c. Kemudahan bagi Pengguna jasa d. Kebutuhan penegendalian Lalu Lintas e. Ketersediaan Lahan. 4. Dalam hal menetukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal 16 ayat (2) yang berbunyi : prosedur penetapan lokasi parkir sebagaimana pada ayat (1) sebagai berikut : a. Pengumpulan data kinerja jalan b. Analisis kebutuhan ruang Parkir c. Menetukan pola Parkir dan kelengkapan pendukung d. Analisis kinerja jaringan Jalan sebelum dan sesudah penetapan ruang Parkir e. Informasi lokasi Parkir ditampilkan dalam peta jaringan lokasi Parkir dan dipublikasikan untuk mendapat masukan masyarakat. 5. Dalam suatu metode perencanaan penyelenggaraan fasilitas parkir kendaraan di badan jalan,Pihak yang berwenang dalam mengatasi masalah parkir adalah SKPD Dinas Perhubungan sub bidang UPTD parkir Kota Salatiga yangdiatur oleh Pasal 17 yang berbunyi : a. penyelenggaraan parkir pada badan jalan dilaksanakan oleh Satuan Kerja Peerangkat Daerah (SKPD) yang membidangi perhubungan. b. Penyelenggaraan Parkir pada badan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilaksanakan di tempat tertentu pada Jalan kota dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas dan / atau Marka Jalan. 6. Dalam suatu metode perencanaan, penyelenggaraan fasilitas parkir kendaraan di luar badan jalan diatur olehPasal 18 yang berbunyi: Penyelenggaraan fasilitas parkir di luar badan jalan dapat dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia berupa : a. Usaha khusus perparkiran; atauPenunjang usaha pokok. b. Penyelanggaraan fasilitas parkir diluar badan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pajak parkir yang ditetapkan dengan peraturan daerah sendiri. c. Penyelenggaraan fasilitas parkir diluar badan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan parkir insidentil tetap memperhatikan prosedur penetapan lokasi parkir sebagaimana pasal 16 ayat (2) huruf a, b, dan c. 7. Adapun tentang izin penyelenggaraan fasilitas parkir diatur dalam Pasal 19 yang berbunyi :Setiap penyelenggara parkir diluar badan jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) wajib memiliki izin penyelenggaraan fasilitas parkir yang diterbitkan oleh Walikota.Ketentuan lebih lanjut menegenai persyaratan dan tata cara pemberian izin penyelenggara parkir diluar badan jalan diatur dengan Peraturan Walikota. Dalam realitanya, fakta yang terjadi banyak Parkir liar yang di kota Salatiga, masih banyak juru parkir/ tukang parkir yang tidak memiliki ijin penyelenggaraan parkir dan menggunakan tempat larangan sebagai lahan parkir. Hingga kini pihak dinas perhubungan sub UPT Parkir belum dapat menyelesaikan masalah ini secara tuntas, dan sanksi untuk para juru parkir liar masih sebatas wacana saja dan belum ada penerapannya. 8. Selama ini belum ada aturan tertulis tentang zonasi, baru ada dalam bentuk draft. SKPD terkait yakni Dinas Perhubungan sub UPTD parkir yang membuat kebijakan zonasi parkir yaitu:20 a. Setiap ruas jalan yang ditetapkan sebagai lokasi tempat parkir, dinyatakan dengan rambu parkir, dan atau marga parkir. b. Lokasi parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menjadi 3 kawasan, yaitu kawasan utama I, kawasan utama 2, dan kawasan pengembangan. c. Kawasan Utama I yang meliputi ruas- ruas jalan. d. Kawasan Utama II yang meliputi ruas- ruas jalan. 20 Hasil Wawancara dengan Kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, Tanggal 01- 04-14. e. Kawasan Pengembangan yang meliputi seluruh ruas jalan pada wilayah Kota Salatiga yang tidak termasuk dalam Kawasan Utama I dan Kawasan Utama II. Dalam melakukan observasi penulis melihat Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan No. 22 Tahun 2009 Pasal 106 ayat (4) dan Peraturan Daerah Nomor15 Tahun 2013 Pasal 16, 17 dan 18 ini paling sering dilanggar yakni adanya Parkir liar. A. Penegakan Hukum yang dilakukan Dinas Perhubungan kota Salatiga Peranan Penegakan Hukum yang dilakukan Dinas Perhubungan kota Salatiga dalam mengatasi masalah parkir liar di kota Salatiga diterapkan dalam Tugas pokok dan misi ( TUPOKSI ) Dinas Perhubungan bidang UPTD Parkir kota Salatiga yaitu: 1. Untuk menyusun rencana unit parkir. Dalam menyusun rencana unit parkir, Dinas Perhubungan sudah melakukan perencanaan unit-unit parkir tetapi belum seluruhnya tercapai, dalam hal ini masih ada yang belum teratasi perencannaan itu. Masih dituangkan dalam bentuk draft peraturan walikota. 2. Mengkoordinasikan, melaksanakan, mengendalikan unit parkir. Sesuai dengan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan kepala UPTD parkir Kota Salatiga sudah mengkoordinator pengendalian unit parkir, tetapi hal itu belum di laksanakan secara maksimal. Penyebab utamanya adalah keterbatasan dana sehingga pihak Dinas Perhubungan Sub UPTD Parkir Kota Salatiga tidak dapat pihak lain misalnya pihak kepolisian agar ikut andil dalam melaksankan koordinasi dan mengendalikan unit parkir.21 3. mengawasi, dan mengembangkan pengelolaan dan pengoperasian unit parkir. Pihak Dinas Perhubungan bidang UPTD Parkir hanya mengelola dan mengoperasikan yang sudah berjalan selama ini, tetapi itupun belum secara maksimal melaksanakannya. Karena hanya memberikan lokasilokasi yang dapat di parkir. Dalam hal mengawasi sendiri ini pihak Dinas Perhubungan bidang UPTD Parkir Kota Salatiga belum melakukan pengawasan unit parkir. TUPOKSI Dinas Perhubungan bidang UPTD Parkir Kota Salatiga diatas belum dapat berjalan sepenuhnya, apabila Pemerintah Daerah tidak membantu dalam hal pendanaan, tugas pokok dan misi dari Dinas Perhubungan sub UPTD 21 Hasil Wawancara dengan Kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, Tanggal 10-01-2014 Parkir belum dapat berjalan sepenuhnya, karena kendala utama yang dihadapi adalah keterbatasan dana.22 Sesuai dengan kewenangannya, Dinas Perhubungan kota Salatiga bidang UPTD Parkir mengambil langkah untuk mengatasi parkir liar yang telah melanggar Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan Peraturan Daerah nomor 15 tahun 2013 tersebut di lakukan dengan cara memberikan sanksi yang tegas seperti berikut :23 Menggembosi ban pengemudi sepeda motor pelanggar parkir. Gembok roda pengemudi sepeda motor pelanggar parkir. Mencabut pentil ban sepeda motor pelanggar parkir. Menilang sepeda motor pelaku parkir liar langsung ditempat yang menjadi parkir liar. Dari uraian diatas Dinas Perhubungan Kota Salatiga memiliki tugas dan kewajiban untuk mengendalikan dan mengawasi pengoperasian unit Parkir agar berjalan dengan lancar, tertib dan aman. Dilihat dari kenyataannya, fakta yang terjadi dalam masyarakat bahwa di kota Salatiga masih banyak dijumpai kasus Parkir Liar, sebagai contoh : Halte depan Universitas Kristen Satya Wacana, GKJ Jalan Diponegoro, Depan SD AL- Azhar, Depan SD LAB, Seberang Ruko JL. Patimura. Dari fakta tersebut nampaklah Penegakan Hukum oleh Dinas Perhubungan dalam TUPOKSI melaksanakan pengendalian, koordinasi dan 22 Hasil Wawancara dengan Kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, Tanggal 10-01-2014 23 Hasil wawancara dengan kepala UPTD parkir, Bpk. Agus Nursolichin, 11-10-13 penyusunan belum tercapai secara optimal, sehingga terjadi kesenjangan antara peran yang seharusnya UPTD Parkir lakukan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Pihak Dinas Perhubungan belum menjalankan fungsinya sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 15 Tahun 2013 mengenai sanksi bagi Pakir Liar. Hukuman kurungan ringan 5 s/d 7 hari dan membayar denda sesuai dengan NJOP bagi tukang parkir liar sanksi tersebut hingga kini belum diterapkan sepenuhnya, selain itu tidak ada tindakan tegas dari Dinas Perhubungan bagi tukang parkir yang tidak memberikan Karcis Parkir untuk masyarakat dan hanya sebatas himbauan bagi masyarakat untuk tidak memberikan uang apabila tidak diberi Karcis Parkir. Sementara ini upaya Penegakan hukum yang diambiloleh Dinas Perhubungan kota Salatiga untuk mengatasi pelanggaran parkir yang telah melanggar Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan Peraturan Daerah nomor 15 tahun 2013 tersebut di lakukan memberikan sanksi yang tegas seperti dengan cara menggembosi ban pengemudi sepeda motor pelanggar parkir, gembok roda pengemudi sepeda motor pelanggar parkir, mencabut pentil ban sepeda motor pelanggar parkir. B. Hambatan Penegakan Hukum Terhadap Parkir Liar di Kota Salatiga Masalah pokok dari pada penegakan hukum terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut24 : 1. Faktor hukum Yang meliputi konsep hukum adalah semua peraturan dan kaidah-kaidah atau norma yang oleh anggota masyarakat dijadikan patokan berinteraksi dengan tercitanya ketertiban dan ketentraman di dalam ini di batasi pada undang-undang saja yang di dalam arti material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh pengusaha maupun daerah yang satu. Dari hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan, karena belum adanya Peraturan Daerah yang memadai untuk mengatasi masalah secara khusus tentang pelaksanaan penyelenggaraan perparkiran di Kota Salatiga, maka masyarakat menganggap tidak ada patokan dalam pelaksanaan fungsi parkir di Kota Salatiga. Belum adanya peraturan daerah merupakan termasuk dalam faktor penegakan hukum, seharusnya pemerintah daerah membuat aturan-aturan yang tegas yang dituangkan dalam Peraturan Daerah baik dari tempattempat lokasi parkir, tata cara parkir, bentuk- bentuk pelanggaran parkir dan aturan- aturan lain serta sanksi- sanksi yang tegas seperti tilang bagi masyarakat pemarkir liar ataupun kurungan penjara bagi tukang parkir liar. Sehingga aturan- aturan tersebut tidak hanya sekedar wacana tetapi 24 Soejono soekanto, Ibid, Hal.4-5. dapat diterapkan dalam masyarakat, karena dengan adanya Peraturan Daerah masyarakat akan lebih tunduk pada hukum yang berlaku. 2. Faktor penegak hukum Secara sosiologi, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan dan peranan. Kedudukan sosial merupakan posisi tertentu didalam struktur kemayarakatan yang mugkin tinggi, sedang dan rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya adalah hak dan kewajiban tertentu. Hak dan kewajiban merupakan peranan. Keterbatasan kewenangan, seperti dalam hal tilang, pihak Dinas Perhubungan hanya dapat memperingatkan para pengendara sepeda motor, karena kewenagan tilang itu adalah wewenang dari pihak Kepolisian Lalu Lintas Kota Salatiga. Keterbatasan kewenangan termasuk dalam Faktor Penegak hukum, setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan dan peranan. Kedudukan sosial merupakan posisi tertentu didalam struktur kemayarakatan yang mugkin tinggi, sedang dan rendah. Keterbatasan Dinas Perhubungan dalam hal tilang menyebabkan pihak Dinas Perhubungsn mengalami kesulitan untuk memberikan tindakan tegas baik kepada masyarakat parkir liar ataupun tukang parkir liar yang menyebabkan masyarakat kurang menanggapi apabila tidak ada peringatan baik denda ataupun tindakan tegas lainnya. Keterbatasan waktu, sehingga tidak mungkin pihak Dinas Perhubungan, Polisi Lalu Lintas selalu memperingati pelaku parkir liar untuk tidak melakukan parkir liar di tempat tersebut, karena masih banyak tugas-tugas Dinas Perhubungan, Polisi Lalu Lintas yang harus dilakukan maupun dikerjakan. Dalam hal keterbatasan waktu termasuk dalam Faktor sarana dan prasarana, waktu berperan penting dalam mengatasi masalah parkir liar, karena tidak memungkinkan apabila instansi terkait harus memantau langsung sehingga langkah yang diambil oleh pihak dinas perhubungan hanya sebatas menggembosi ban, mencabut pentil kendaran, menggembok roda, karena tindakan tegas lainnya seperti tilang hanya merupakan wewenang dari Polisi lalu lintas. 3. Faktor sarana atau fasilitas Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana tau fasilitas tersebut, antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil. Organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Selain itu tidak lengkapnya atau tidak adanya sarana atau fasilitas tersebut, akan mungkin penegakan hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual. Keterbatasan dana, sehingga karena keterbatasan dana tersebut Dinas Perhungan sub UPTD Parkir tidak dapat mengajak Satpol PP, Polisi Lalu Lintas, untuk dapat saling bekerja sama melakukan penegakan hukum dalam mengatasi masalah Parkir liar yang ada di Kota Salatiga. Dari hasil penelitian diatas, Faktor sarana atau fasilitas merupakan hambatan dalam pelaksanaan Penegakan Hukum Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sehingga bantuan dana dari Pemerintah Daerah sangatlah dibutuhkan agar pihak Dinas Perhubungan Sub UPTD Parkir dapat bekerja sama dengan pihak- pihak atau instansi terkait untuk mengambil kebijakan dalam mengatasi masalah Parkir Liar. Karena belum adanya Organisasi yang terstruktur dengan baik. Dari hasil penelitian diatas, belum adanya organisasi yang baik termasuk dalam Faktor sarana dan prasarana yang merupakan hambatan dalam penegakan hukum. Sarana dan prasarana tersebut bukan dalam bentuk fasilitas tetapi tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil serta Organisasi yang baik, dengan adanya tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil akan dapat memberikan langkah- langkah atau solusi yang bertujuan untuk mencapai kedamaian didalam masyarakat. Dengan begitu akan mempengaruhi penegakan hukum. Apabila masyarakat dan para tenaga ahli dapat berorganisasi dengan baik satu sama lain untuk mencari solusi dari parkir liar maka maka masalah parkir liar dapat segera diselesaikan. Masalah utama dari parkir liar karena masyarakat tidak memiliki kesadaran hukum, moleh karena itu organisasi yang baik diharapkan mampu memberikan pengertian kepada masyarakat tentang pentingnya kesadaran hukum sehingga menanamkan pada diri masyarakat bahwa tanggung jawab menjaga ketertiban umum adalah tanggung jawab bersama. 4. Faktor masyarakat Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian didalam masyarakat. Dengan begitu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum. Penegakan hukum bukanlah meruakan suatu kegiatan yang berdiri sendiri, melainkan mempunyai hubungan timbala balik yang erat dengan masyarakatnya. Diketahai pula untuk mencapai kedamaian harus ada kepatuhan dari masyarakat, dan kepatuhan tersebut antara lain ditentukan ada kesadaran hukum. Kesadaran hukum merupakan nilai-nilai yang terdapat didalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan akan ada. Dalam melaksanakan penetapan hukum, selain faktor kesadaran hukum masyarakat perlu pula memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat. Untuk menuntaskan masalah Parkir Liar ini diperlukan waktu yang cukup lama dan hingga kini masalah tersebut sangat sulit diatasi,karena baik dari masyarakat parkir liar dan juru parkir liar tidak memiliki kesadaran hukum.