BAB II PEMBAHASAN A. Kerangka Teori 1. Penegakan Hukum

advertisement
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kerangka Teori
1.
Penegakan Hukum
Secara konseptional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidahkaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian
penjabaran
nilai
tahap
akhir,
untuk
menciptakan,
memelihara
dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.1
Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan atau
sikap tindak yang dianggap pantas, atau seharusnya. Perilaku atau sikap tindak
tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan
kedamaian. Demikianlah konkretisasi daripada penegakan hukum. Penegakan
hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang
menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah
hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi.
Atas dasar uraian tersebut diatas dapatlah dikatakan bahwa gangguan
terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara
1
Soejono soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1993, Hal. 13.
nilai kaidah dan pola perilaku. Gangguan tersebut terjadi, apabila terjadi
ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam
kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang
mengganggu kedamaian peraulan hidup.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut diatas dapatlah ditarik suatau
kesimpulan sementara, bahwa masalah pokok daripada penegakan hukum
sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktorfaktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau
negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut, adalah
sebagai berikut2 :
1. Faktor hukum
Yang meliputi konsep hukum adalah semua peraturan dan kaidahkaidah atau norma yang oleh anggota masyarakat dijadikan patokan
berinteraksi dengan tercitanya ketertiban dan ketentraman di dalam ini
di batasi pada undang-undang saja yang di dalam arti material adalah
peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh pengusaha
maupun daerah yang satu.
Dengan demikian maka undang-undang dalam arti material
mencakup :
 Peraturan pusat yang berlaku untuk semua warga negara atau
semua
golongan
tertentu
disebagaian wilayah negara
2
Ibid, Hal.4-5.
saja
maupun
berlaku
umum
 Peraturan setempat yang hanya berlaku untuk umum di suatu
tempat atau daerah tertentu saja
Di dalam proses penegakan hukum biasanya terjadi bahwa
kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang melekat
pada hukum itu sendiri yang justru menjadi sumber kegagalan proses
penegakan hukum. Hal itu tidak mustahil, sebab kadangkala terdapat
rumusan atau kaidah hukum yang tidak jelas dan membuka peluang
penafsiran yang beragam, atas dasar kaidah hukum yang satu dengan
yang lain, mengenai hal yang sama yang bertentangan. Sikap hukum
yang demikian sering menimbulkan keragu-raguan terhadap para
subyek hukum.
Apabila tidak ada masalah dengan faktor hukum tadi, maka hukum
yang berlaku sudah dianggap baik, akan tetapi hukum itu sendiri
dalam wujudnya peraturan tidak jelas dapat melakukan sendiri. Dari
sinilah masuknya peranan para penegak hukum yang tidak lain adalah
manusia.
2. Faktor penegak hukum
Secara sosiologi, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai
kedudukan dan peranan. Kedudukan sosial merupakan posisi tertentu
didalam struktur kemayarakatan yang mugkin tinggi, sedang dan
rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah,
yang isinya adalah hak dan kewajiban tertentu. Hak dan kewajiban
merupakan peranan.
3. Faktor sarana atau fasilitas
Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin
penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana tau
fasilitas tersebut, antara lain, mencakup tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil. Organisasi yang baik, peralatan yang
memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Selain itu tidak
lengkapnya atau tidak adanya sarana atau fasilitas tersebut, akan
mengkin penegakan hukum menyerasikan peranan yang seharuusnya
dengan peranan yang aktual.
4. Faktor masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk
mencapai kedamaian didalam masyarakat. Dengan begitu maka
masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum. Penegakan
hukum bukanlah meruakan suatu kegiatan yang berdiri sendiri,
melainkan mempunyai hubungan timbala balik yang erat dengan
masyarakatnya. Dan diketahai pula untuk mencapai kedamaian harus
ada kepatuhan dari masyarakat. Dan keatuhan tersebut antara lain
ditentukan ada kesadaran hukum. Kesadaran hukum merupakan nilainilai yang terdapat didalam diri manusia tentang hukum yang ada atau
tentang hukum yang diharapkan akan ada. Dalam melaksanakan
penetapan hukum, selain faktor kesadaran hukum masyarakat perlu
pula memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat.
Keempat faktor tersebut di atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh
karena merupakan esensi dari penegakan hukum, serta juga merupakan tolok ukur
daripada efektivitas penegakan hukum.
2.
Penegak Hukum
Penegak hukum adalah mereka yang langsung atau secara tidak langsung
berkecimpung dibidang penegakan hukum. Maka yang dimaksudakan penegak
hukum akan dibatasi pada kalangan yang secara langsung berkecimpung dalam
bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup “ Law Enforcement “, akan
tetapi juga “ Peace maintenance “. Kiranya sudah dapat diduga bahwa kalangan
tersebut mencakup mereka yang bertugas di bidang-bidang kehakiman, kejaksaan,
kepolisian, kepengacaraan, dan permasyarakatan.
Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai
kedudukan ( status ) dan peranan ( role ). Kedudukan ( sosial ) merupakan posisi
tertentu di dalam kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau
rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya
adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Hak-hak dan kewajibankewajiban tadi merupakan peranan atau ( role ). Oleh karena itu, maka seseorang
yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan.
Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat,
sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Suatu peranan tertentu dapat
dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut3 :
1. Peranan yang ideal ( Ideal role )
2. Peranan yang seharusnya ( expected role )
3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri ( perceived role )
4. Peranan yang sebenarnya dilakukan ( actual role )
Seorang penegak hukum, sebagai mana halnya dengan warga-warga
masyarakat lain, lazimnya mempunyai beberapa kedudukan dan peranan
sekaligus. Dengan demikian tidaklah mustahil, bahwa antara pelbagai kedudukan
dan peranan timbul konflik. Kalau didalam kenyataanya terjadi suatu kesenjangan
3
Ibid, Hal. 10-11
antara peranan yang seharusnya dengan peranan yang sebenarnya dilakukan,
maka terjadi suatu kesenjangan peranan.
Kerangka sosiologis tersebut, akan diterapkan dalam analisa terhadap
penegak hukum, sehinggan pusat perhatian akan diarahkan pada peranannya.
Namun demikian, didalam hal ini ruang lingkup hanya akan dibatasi pada peranan
yang seharusnya dan peranan aktual.
Masalah peranan dianggap penting, oleh karena pembahasan mengenai
penegak hukum sebenarnya lebih banyak tertuju pada diskresi. Sebagaimana
dikatakan dimuka, maka diskresi menyangkut pengambilan keputusan yang tidak
sangat terikat oleh hukum, dimana penilaian pribadi juga memegang peranan. Di
dalam penegakan hukum diskresi sangatlah penting, oleh karena :
 Tidak ada perundang-undangan yang sedemikian lengkapnya,
sehingga dapat mengatur semua perilaku manusia.
 Adanya kelambatan-kelambatan untuk menyesuaikan perundangundangan
didalam
masyarakat,
sehingga
menimbulkan
ketidakpastian
 Kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan dengan
sebagaimana yang dikehendaki oleh pembentuk undang-undang.
 Adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan
secara khusus.
Penggunaan perspektif peranan dianggap mempunyai keuntungankeuntungan tertentu, oleh karena :
 Fokus utamanya adalah dinamika masyarakat.
 Lebih mudah untuk membuat suatu proyeksi, oleh karena
pemusatan perhatian pada segi prosesual.
 Lebih memperhatukan pelaksanaan hak dan kewajiban serta
tanggung jawabnya, daripada kedudukan dengan lambanglambangnya yang cenderung bersifat konsumtif.
3.
Kesadaran Hukum Masyarakat
Berbagai pendapat munculmengenai konsep atau pengertian dari
kesadaran hukum itu. Menurut Soerjono Soekanto kesadaran hukum
adalah kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam manusia tentang
hukum yang ada atau hukum yang di harapkan ada. Kesadaran hukum
sebenarnya juga masalah nilai-nilai, dengan demikian kesadaran hukum
adalah konsepsi-konsepsi dalam diri manusia tentang keserasian antara
ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau yang sepantasnya.
Ada satu kecenderungan besar untuk menyatakan bahwa kesadaran
hukum merupakan suatu penilaian terhadap hukum yang diharapkan.
Penilaian merupakan suatu sikap yang mengandung konsepsi mengenai
apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.
Kesadaran hukum dan takutnya masyarakat pada hukum tidak bisa
dipisahkan secara tegas berarti apabila masyarakat sadar akan peranan dan
fungsi hukum, tentunya mereka akan mentaati segala larangan atau
perintahnya. Sedangkan seorang yang taat hukum, tentunya karena melihat
dan sadar, apabila tidak demikian maka hukum akan memberikan sanksi.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas ada asumsi bahwa kepatuhan
hukum senantiasa tergantunga pada kesadaran hukum.
Salah satu cara pembentukan kesadaran hukum masyarakat adalah
bagaimana hukum disebarluaskan atau dikomunikasikan kepada warga
masyarakat,
sehingga
warga
masyarakat
mengerti,
memahami,
danmelaksanakan apa yang dikehendaki oleh aturan hukum masyarakat.
Dalam proses penegakan hukum, tentunya dimaksudakan agar
hukum atau peraturan perundang-undangan yang diberlakukan dapat
berfungsi sesuai yang dikehendaki atau dipatuhi dalam masyarakat. Suatu
kepatuhan hukum antara lain ditentukan pada kesadaran hukumnya.
Sedangkan kesadaran hukumitu merupakan faktor dari diri seseorang dan
memiliki indiiator sebagai berikut :4

Pengetahuan tentang peraturan ( law awareness ).
Pengetahuan tentang hukum diartikan sebagai kesan dalam
pikiran seseorang mengenai hukum-hukum tertentu. Disini pun
4
Soerjono Soekanto & Mustofa Abdullah, Sosiologi Hukum dan Masyarakat, Rajawali, Jakarta,
1980, Hal. 96.
kita harus berhati-hati, oleh karena adanyapelbagai arti hukum,
lagi pula pengetahuan tentang hukum mungkin hanya sebagai
hukum yang mengatur secara langsung mengenai kepentingan
adat. Misalnya mungkin tidak tahu tentang hukum positif
tertulis tertentu, akan tetapi dia mengetahui mengeani hukum
adat yang berlaku di masyarakatnya.

Pengetahuan tentang isi peraturan ( law acquaintance )
Pengetahuan saja belum cukup, selanjutnya diperlukan suatu
pemahaman atas pengertian hukum yang berlaku. Dengan
pemahaman tersebut dimaksudkan agar suatu pengertian
terhadap tujuan peraturan perundang-undangan bermanfaat
bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh perundangudangan yang dimaksud.

Sikap hukum ( legal attitude )
Apabila
masyarakat
sudah
mengetahui
peraturan
dan
memahami isinya, maka dapat diduga bahwa ia akan bersikap
sesuai dengan nilai-nilai yang dianut didalam aturan-aturan
tersebut.

Perikelakuan hukum ( legal behavior )
Apabila warga masyarakat sudah mengetahui peraturan dan
memahami isinya, serta bagaimana sikap mereka terhadap
peraturan,
maka
akan
nampak
hukum.perilaku
hukum
merupakan manifestasi dari kesadaran hukum yang relatif
tinggi. Di katakan relatif oleh karena ketaatan hukum
merupakan perwujudan dari suatu taraf kesadaran hukum
tertentu, yang mungin disebabkan :
-
Rasa takut sanksi negatif sebagai akibat melanggar
hukum
-
Ada rasa keinginan kuat untuk memelihara hubungan
baik dengan lingkungan.
-
Ada rasa keinginan kuat untuk memelihara hubungan
dengan penguasa.
-
Sesuai dengan nilai-nilai yang dianut.
-
Sebagian besar dari kepentingan-kepentingan dijamin
dan dilindungi hukum.
4.
Pengertian Parkir dan Pengendalian Penyediaan ruang Parkir
4.1.
Pengertian Parkir
Setiap perjalanan yang menggunakan kendaraan diawali dan diakhiri
ditempat parkir , ruang parkir tersebar di tempat asal perjalanan bisa digarasi
mobil, dihalaman,di gedung parkir, ataupun di tepi jalan. Sebelumnya kita
mengetahui lebih dulu tentang Definisi Parkir menurut Peraturan Daerah kota
Salatiga nomor 15 tahun 2013 Pasal 1 ayat (20), Parkir adalah keadaan suatu
kendaraan tidak bergerak yang bersifat sementara karena ditinggalkan oleh
pengemudinya.
Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan
menginginkan
kendaraannya
parkir
di
tempat,
dimana
tempat
mudah
dicapai.Kemudahan tersebut salah satunya Parkir dibadan jalan.Penyediaan tepat
parkir baik di pinggir jalan pada lokasi jalan tertentu baik di badan jalan maupun
dengan menggunakan sebagian perkerasan jalan mengakibatkan turunnya
kapasitas jalan, sehingga menyebabkan penggunaan jalan menjadi tidak
efektif.Menurut statusnya lahan Parkir dibedakan menjadi 5( lima ), antara lain:5

Parkir umum, biasanya dikelola oleh Pemerintah Daerah.

Parkir khusus, dikelola oleh swasta.

Parkir darurat, diselenggarakan karena adanya kegiatan incidental.

Taman Parkir, dikelola oleh pemerintah daerah.

Gedung Parkir, biasanya diselenggarakan oleh pemerintah daerah
dan pengelolaannya oleh swasta.
4.2
Pengendalian penyediaan ruang parkir
Pengendalian
parkir
dilakukan
untuk
mendorong
penggunaan
sumberdaya parkir secara lebih efisien serta digunakan juga sebagai alat untuk
5
Wkipedia.org/wiki/parkir
membatasi arus kendaraan ke suatu kawasan yang perlu dibatasi lalu lintasnya.
Pengendalian parkir merupakan alat manajemen kebutuhan lalu lintas yang biasa
digunakan untuk mengendalikan kendaraan yang akan menuju suatu kawasan
ataupun perkantoran tertentu sehingga dapat diharapkan akan terjadi peningkatan
kinerja lalu lintas di kawasan tersebut.Pengendalian parkir harus diatur dalam
Peraturan Daerah tentang Parkir agar mempunyai kekuatan hukum dan
diwujudkan rambu larangan, rambu petunjuk dan informasi. Untuk meningkatkan
kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan yang diterapkan dalam pengendalian
parkir perlu diambil langkah penegakan hukum yang tegas dalam menindak para
pelanggar kebijakan parkir.
Salah satu langkah penting dalam pengendalian lalu lintas adalah dengan
membatasi ketersediaan ruang parkir dengan cara:6
1. Pengurangan fasilitas parkir di pinggir jalan sebagaimana diamanatkan
didalam Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan dalam pasal 43 ayat (3) yang berbunyi Fasilitas Parkir
di dalam Ruang Milik Jalan hanya dapat diselenggarakan di tempat
tertentu pada jalan kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus
dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan. atau
lebih ekstrem menghilangkan fasilitas parkir dipinggir jalan.
2. Merubah pendekatan dalam pemberian Ijin Mendirikan Bangunan
untuk tempat-tempat umum, perkantoran atau pertokoan dengan
6
Tood Litman, Transportation Elastities : How Prices and Other Factor Affect Travel Behavior,
Victoria Transport Policy Institute, Victoria, 2010
merubah pendekatan dari jumlah ruang parkir minimal menjadi jumlah
ruang parkir maksimal.
3. Bangunan tidak diperkenankan untuk menyediakan fasilitas ruang
parkir, agar pengguna bangunan tersebut menggunakan angkutan
umum.
Pelaksanaan pengawasan yang disertai dengan penegakan hukum yang
tegas merupakan langkah yang penting dalam pengendalian parkir untuk
mempertahankan kinerja lalu lintas. Langkah yang penting dalam pengawasan
parkir antara lain meliputi penilangan pelanggaran parkir oleh Polisi Lalu Lintas,
pemasangan gembok roda sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi pelanggar
terhadap larangan parkir ataupun penderekan terhadap kendaraan yang mogok
atau melanggar larangan parkir. Beberapa cara yang biasa dilakukan terhadap
pelanggaran parkir khususnya parkir liar dipinggir jalan adalah sebagai berikut:7
 Tilang: Merupakan cara yang paling umum dilakukan terhadap
pelanggaran parkir dipinggir jalan. Formulir tilang merupakan
perlengkapan standar petugas Polisis Lalu Lintas yang sedang
patroli, dan kalau petugas yang bersangkutan menemukan
pelangaran parkir, langsung menerbitkan tilang kepada pelanggar.
Yang menjadi masalah yang biasa ditemukan petugas patroli
adalah pengemudi meninggalkan kendaraan, dalam hal yang
7
Tood Litman, Transportation Elastities : How Prices and Other Factor Affect Travel Behavior,
Victoria Transport Policy Institute, Victoria, 2010
demikian Polisi dapat menderek mobil yang melanggar parkir
ataupun melakukan penggembokan roda.
 Derek : Cara yang lain yang juga bisa dilakukan, terutama bila
pengemudi
meninggalkan
kendaraan
adalah
melakukan
penderekan kendaraan yang melakukan pelanggaran parkir.
Pengemudi selanjutnya mengambil ke pool tempat kendaraan
yang diderek dikumpulkan serta mendapatkan surat Tilang.
 Gembok roda : Seorang petugas melakukan penegakan terhadap
pelanggaran parkir dengan memasang gembok roda. Gembok
roda adalah perangkat untuk menghambat kendaraan yang
melanggar aturan larangan parkir dijalankan dengan mengembok
salah satu roda sehingga kendaraan yang melanggar terkunci.
Untuk membuka gembok roda, pelanggar harus melaporkan
keinstansi terkait dalam hal ini Dinas Perhubungan untuk
membuka kunci setelah membayar denda atas pelanggaran yang
dilakukannya.
Adapun juga sanksi administratifyang diatur dalam Bab XIV Peraturan
Daerah No. 15 Tahun 2013. Pasal 78 yang berbunyi :
(1) Penyelenggaraan atas ketentuan dalam peraturan daerah ini
dikenakan sanksi administratif.
(2) Sanksi admiinistratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa :
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan ;
c. Pembekuan izin ;
d. Pencabutan izin ;
e. Pembatalan izin ; dan / atau
f. Denda administratif.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
sampai dengan huruf e diatur dalam Peraturan Walikota.
Pasal 79 yang berbunyi : setiap orang atau badan yang menyelenggarkan
fasilitas parkir tanpa izin sebgaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)
dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) dikalikan luas area fasilitas parkir.
B.
Hasil Penelitian
Dari hasil uraian tinjauan pustaka diatas, penulis ingin menguraikan
mengenai hasil penelitian dari Penegakan Hukum Terhadap Parkir Liar di Kota
Salatiga.
1.
Gambaran umum Dinas Perhubungan Kota Salatiga
BAGAN SUSUNAN ORGANISASI
DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI, KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
KEPALA DINAS
Kelompok Jabatan
Fungsional
Sekertariat
Sub bagian
Perencanaan
Sub Bagian Umum
dan Kepegawaian
Bidang Lalu Lintas
Bidang Angkutan
Bidang Kelaikan Kendaraan
Bidang Telekomunikasi dan
Informatika
Seksi Manajemen dan
Rekayasa Lalu Lintas
Seksi Angktan Orang
Seksi Pengujian Kendaraan
Seksi Telekomunikasi
Seksi Seni Kebudayaan
Seksi Pengendalian dan
Pengamanan
Seksi Angkutan Barang dan
Khusus
Seksi Perbengkelan Umum
Seksi Informatika
Seksi Pariwisata
UPTD Parkir
2.
Sub Bagian
Keuangan
Bidang Kebudayaan dan
Pariwisata
UPTD Terminal
Organisasi Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perhubungan
Undang-Undang LLAJ No. 22 Tahun 2009 ini diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejateraan masyarakat peningkatan pelayanan,
pemberdayaan,
dan
peran
serta
masyarakat
memperhatikan
prinsip
demokrasi,pemerataan keadilan, kekhususan, keistimewaan suatu daerah dalam
suatu Struktur Organisasi dan Tata Kerja, dengan visi dan misi serta tujuan pokok
dan misi sebagai berikut:8
 VISI Dinas Perhubungan:

Visi dari Dinas Perhubungan UPTD Parkir adalah terwuudnya suatu
sistem Transpotasi di Kota Salatiga yang menjamin Keamanan,
Kenyamanan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintasnya .
 MISI Dinas Perhubungan:

Menciptakan suatu sistem transpotasi di kota Salatiga yang menjamin
keamanan, ketertiban, kelancaran, kenyamaanan Lalu Lintas.

Meningkatkan
kemampuan,
pengetahuan,
Aparatur
Dinas
Perhubungan yang dilandasi dengan sikap mental yang baik sebagai
aparatur yang professional dalam bidangnya.

Meningkatkan dan mendorong kesadaran masyarakat untuk disiplin,
tertib dan taat dalam berlalu lintas.
 Tujuan Pokok dan Misi UPTD Parkir:

Untuk
menyusun
rencana,
mengkoordinasikan,
melaksanakan,
mengendalikan, mengawasi, dan mengembangkan pengelolaan dan
pengoperasian unit parkir.
3.
Data Kawasan dan Lokasi Tempat Parkir Kota Salatiga
3.1.
Kawasan Parkir kota Salatiga.
8
Sumber Dinas Perhubungan Sub UPTD Parkir Kota Salatiga
Berikut adalah data kawasan Parkir, kawasan tempat khusus parkir,
kawasan parkir tidak tetap Tahun 2014, sebagai berikut :9
1. Kawasan Parkir

Setiap ruas jalan yang ditetapkan sebagai lokasi tempat parkir,
dinyatakan dengan rambu parkir, dan atau marga parkir.

Lokasi parkir 3 kawasan, yaitu kawasan utama I, kawasan
utama 2, dan kawasan pengembangan.

Kawasan Utama I yang meliputi ruas - ruas jalan sebagai
berikut:
a) Jalan Jendral Sudirman, dari Bundaran Tamansari
sampai dengan Pertigaan Mrican
b) . Jalan Pemuda
c) Jalan Ahmad Yani, dari Pertigaan Jalan Jendral
Sudirman s.d batas akhir Pertokoan Makutarama .
d) Jalan Sukowati
e) Jalan Kartini
f) Jalan Cemara, dari pertigaan Diponegoro sampai
dengan Pertigaan Jl. Kemiri Raya.
g) Kawasan Lapangan Pancasila
h) Jalan Patimura, dari Bundaran Tamansari s.d pertigaan
JL. Yos Sudarso
9
04-14
Hasil Wawancara Dengan Kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, Tanggal 01-
i) Lingkungan Pasar- Pasar milik Pemerintah Kota
Salatiga.

Kawasan Utama II yang meliputi ruas- ruas jalan sebagai
berikut:
a) Jalan Diponegoro
b) Jalan Mohamad Yamin
c) Jalan Yos Sudars
d) Jalan Langensuko
e) Jalan Bungur
f) Jalan Pemotongan
g) Jalan Taman Makam Pahlawan, dari timur pertigaan Pasar
Blauran s.d batas Jalan Muwardi
h) Jalan Muwardi
i) Jalan Kalinyamat
j) Jalan Kalipengging
k) Jalan Senjoyo
l) jalan Adi sucipto
m) Jalan Bridjen Sugiarto
n) jalan Imam Bonjol

Kawasan
Pengembangan
yang
meliputi seluruh ruas jalan pada wilayah Kota Salatiga yang
tidak termasuk dalam Kawasan Utama I dan Kawasan Utama
II.
2.
Kawasan Tempat Khusus Parkir

Kawasan tempat khusus parkir di
Kota Salatiga merupakan lokasi parkir yang telah ditetapkan
dalam Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2011
Tentang Retibusi Jasa Usaha.

Kawasan tempat parkir khusus dapat
menepati :
a)
Gedung parkir.
b)
Taman parkir.
c)
Pelataran atau halaman parkir.

Kawasan
tempat
khusus
parkir
dibedakan antara lain :
a)
Milik Pemerintah Daerah.
b)
Milik Swasta.
c)
Milik Pemerintah Daerah dikelola
Swasta.

Kawasan tempat khusus parkir milik
Pemerintah Daerah, yaitu :
a)
Tempat parkir pada Rumah Sakit
Umum Daerah.

Kawasan khusus parkir milik Swasta,
yaitu tempat parkir didalam gedung, taman parkir dan/atau
pelataran parkir milik badan hukum atau perseorangan.

Kawasan tempat khusus parkir milik
Pemerintah Daerah dikelola Swasta, yaitu :
a)
Tempat parkir pada Plaza.
b)
Tempat parkir pada Pasar Raya I, dan
II.
c)
Tempat parkir pada Shopping Centre.
d)
Tempat
parkir
pada
Pemandian
Kalitaman.
3.
Kawasan Parkir Tidak Tetap.
Kawasan parkir tidak tetap merupakan lokasi parkir pada ruas jalan
kawasan pengembangan, peraturan ini bersifat sementara.
3.2.
Lokasi Tempat Parkir Kota Salatiga.
a.
Berikut
DataRekapitulasi
Lokasi
Parkir Tepi Jalan Umum yang di kelola oleh Pemerintah Kota
Salatiga Tahun 2014, yang akan di jelaskan dalam bentuk tabel di
bawah ini :
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
Tabel 1
Lokasi Parkir Tepi Jalan Umum
Kota Salatiga
2014
Nama Lokasi
Toko Liliana
Wahid R2 dan R4
Lippo R4
Nusantara R4
Niki Baru R2
Pasar Pagi Plaza
Bhs R2 dan R4
Niki Manteb
Pos Kota
Damar
Palapa
Istana Kado
Apotek 24 Jam
Panda
Pos 1 R2/Modern
BNI
Tegal R2 dan R4
Molina
Jago R2 dan R4
Waringin R2
PP Waringin
Green R2 dan R4
Toko 56
Gembira
Bata
Ada Baru
Bina jaya
Istana Busana
Paris R2 dan R4
Buah
Star R2 dan R4
Helm A. Yani
Budi Jaya
Surabaya R2
Apotek Salatiga
36.
Depan Madya
37.
Bengkel Planet
38.
Prayogo
39.
Maju Mapan
40.
Ngedok
41.
Pojok
42.
Podo-podo
43.
Maju Jaya
44.
Sumber Jaya
45.
Kridanggo
46.
Pasar Sapi R2
47.
Kampung Steak
48.
Marvel
49.
Kombinasi
50.
Cakrawala
51.
Kantor Pos
52.
Irvan Motor
53.
VOC
54.
Taman sari 1 dan 2
55.
Nyi Kopek
56.
Toko Batik Budi
57.
Blauran I, II, III
58.
Klenteng R2 dan R4
59.
Doremi R2
60.
Kesambi R2 dan R4
61.
Kantil
62.
ATRIUM R2 dan R4
63.
Nasi Goreng Pak Joko
64.
Cafe Adam Eve
65.
Kucingan
66.
Cosmo
67.
Foodcourt Dipo
68.
Sate Madura Patimura
69.
Soto Semarang
70.
Cungkup
Sumber : Data Rekapitulasi Parkir Tepi Jalan Umum Tahun 2014, Dinas
Perhubungan Sub UPTD Parkir Kota Salatiga.
Keterangan :

R2 : Kendaraan Roda 2 ( sepeda motor )

R4 : Kendaraan Roda 4 ( mobil )
4.
Fakta Kebijakan Peraturan Walikota Tentang Petunjuk Pelaksanaa
Penyelenggaraan Perparkiran dan Tata Tertib Parkir Kota Salatiga.
Menurut hasil wawancara yang dilakukan penulis, salah satu peranan
pemerintah dalam mengatasi kasus parkir liar dengan mengeluarkan kebijakan
parkir. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Salatiga sebagai berikut :
10

Rencana kedepan dengan membuat Peraturan walikota, dalam
Peraturan Walikota tersebut akan mengatur tentangpetunjuk
pelaksanaan penyelenggaraan perparkiran dan tata tertib Parkir
kota Salatiga

Menindak tegas masyarakat yang Parkir di daerah bukan zona
Parkir atau terdapat rambu dilarang Parkir.
5.
Ketentuan Pelanggaran Parkir Liar Terhadap Peraturan Daerah No.
15 Tahun 2013 dan Bentuk Parkir Liar.
1.1.
Ketentuan Pelanggaran Parkir Liar Terhadap Peraturan Daerah No. 15
Tahun 2013.
Pembangunan suatu daerah yang dapat berjalan dengan baik selain
memerlukan instansi terkait dalam rangka pembangunan dan pengamanannya
masyarakat harus ikut andil dalam hal tersebut sebagaimana yang dimaksudkan
oleh Kepala UPTD Parkir, mengatakan bahwa masalah parkir liar tersebut tidak
10
Hasil wawancara dengan Kepala UPTD Parkir, Bpk. Agus Nursholichin, 24-10-13
akan pernah selesai apabila dari pihak masyarakat sendiri tidak sadar atas aturan
hukum dan tidak ikut serta membantu ketertiban umum.11
Dalam skripsi ini penulis mengambil salah satu contoh kasus Parkir liar di
kota Salatiga yang terjadi di depan Universitas Kristen Satya Wacana, ditempat
tersebut telah terdapat rambu larangan parkir dan fungsi tempat tersebut adalah
sebagai halte yang dijadikan sarana untuk naik turunnya penumpang tidak
berfungsi dengan baik dan benar. Tempat tersebut ironisnya dijadikan sebagai
sarana parkir pelaku parkir liar. Menurut beberapa pelaku parkir liar yang
diwawancarai alasan mereka parkir ditempat tersebut kurang tahu aturan hukum,
walaupun mereka mengetahui tempat tersebut dilarang untuk parkir mereka
beranggapan kalau parkir ditempat tersebut lebih cepat dibandingkan harus masuk
dan parkir didalam kampus walaupun parkir ditempat larangan itu harus
membayar sedangkan parkir di kampus tidak perlu membayar dan lebih aman.
Sedangkan menurut juru parkir liar ditempat tersebut alasan mereka tetap
melayani parkir liar ditempat tersebut selain karena untuk penghasilan juga karena
walaupun sudah dilarang tetap banyak pelaku parkir liar yang parkir ditempat
tersebut.12Universitas Kristen Satya Wacana menurut Kepala UPTD Parkir
dianggap telah memberikan pelayanan parkir yang cukup memadai dengan lahan
yang cukup luas, akan tetapi kesalahan tersebut bersumber dari mahasiswa dalam
10-13
11
Hasil wawancara dengan Kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, tanggal 24-
12
Observasi di halte depan kampus UKSW pada hari Jumat, 25 Oktober 2013
hal ini pelaku parkir liar sendiri yang kurang sadar tentang hukum dan kurang
sadar akan ketertiban bersama adalah tanggung jawab bersama.13
Dari uraian diatas yang menjadi latar belakang dari masalah tersebut tidak
lain adalah kesadaran dari pihak mahasiswa, masyarakat, dan pengemudi motor
pelaku parkir liar. Menurut kepala UPTD Parkir Agus Nursolichinkasus tersebut
disebut Parkir Liar karena para tukang parkir mengambil alih zona parkir yang
tidak sesuai dengan tempat parkir yang telah ditentukan oleh pemerintah kota
Salatiga, tetapi dimanfaatkan sebagai lahan parkir bagi tukang parkir liar, selain
itu Pemerintah Kota Salatiga menghimbau agar masyarakat dan pengemudi motor
tidak parkir di area larangan parkir. Sehingga dalam kasus ini yang perlu
ditegakkan adalah Para Juru Parkir liar dan masyarakat yang parkir diluar zona
Parkir tersebut.14
Keberadaan Parkir liar ini jelas merugikan kota Salatiga selain membuat
pemandangan yang tidak teratur serta merusak Penataan Ruang kota Salatiga.
1.2.
Bentuk Parkir Liar
Menurut hasil wawancara dengan Kepala UPTD Parkir, bentuk parkir liar
yang ada di Kota Salatiga sebagai berikut :

tukang atau juru parkir liar meminta
masyarakat untuk membayarparkir namun tidak diberikan tanda bukti
pembayaran, apabila ada Tukang Parkir yang tidak memberikan karcis
13
14
Hasil wawancara dengan Kepala UPTD Parkir Bpk. Agus Nursolichin,24-10-13
Hasil wawancara dengan Bpk. Agus Nursholichin Kepala UPTD Parkir, 11-10-13
parkir masyarakat dihimbau agar tidak memberikan uang kepada
tukang parkir tersebut.

parkir khususnya terhadap aturan lalu
lintas yang ditandai dengan rambu larangan parkir, rambu larangan
stop, serta marka larangan parkir dijalan atau walaupun tidak ada
rambu larangan parkir tapi tidak semestinya digunakan untuk parkir
seperti trotoar yang seharusnya digunakan untuk pejalan kaki,
jembatan, zebra cross, dan jarak 50m dari rambu larangan.
2.
Fakta Data Parkir Liar Kota salatiga
Berikut data Parkir Liar, menurut Dinas Perhubungan sub UPTD parkir
Kota Salatiga yang akan dijelaskan dalam bentuk tabel di bawah ini
:
Tabel 2
Data Lokasi Parkir Liar
Kota Salatiga
2014
No.
Lokasi Parkir Liar
1.
Halte Depan UKSW
2.
Depan Gereja GKJ Jl. Diponegoro
3.
Depan TK,SD Laboratorium
4.
Depan SD AL-Azhar
5.
Seberang
Patimura
jalan
Ruko
Baru
Jl.
Sumber : Data Lokasi Parkir Liar Dinas Perhubungan Sub UPTD Parkir Kota
Salatiga.
3.
Bentuk Penegakan Hukum Terhadap Parkir Liar Oleh Dinas
Perhubungan.
Dalam mengatasi parkir liar upaya yang dilakukan pihak Dinas
Perhubungan dalam bentuk sanksi adminitratif sesuai dengan Peraturan Daerah
Nomor 15 Tahun 2013 Pasal 78 yang berbunyi :
(1) Penyelenggaraan atas ketentuan dalam peraturan daerah ini
dikenakan sanksi administratif.
(2) Sanksi admiinistratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa :
g. Peringatan tertulis;
h. Penghentian sementara kegiatan ;
i. Pembekuan izin ;
j. Pencabutan izin ;
k. Pembatalan izin ; dan / atau
l. Denda administratif.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
sampai dengan huruf e diatur dalam Peraturan Walikota.
Pasal 79 yang berbunyi : setiap orang atau badan yang menyelenggarkan
fasilitas parkir tanpa izin sebgaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)
dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) dikalikan luas area fasilitas parkir.
Sesuai dengan kewenangannya, Dinas Perhubungan kota Salatiga bidang
UPTD Parkir mengambil langkah untuk mengatasi parkir liar yang telah
melanggar Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan Peraturan Daerah
nomor 15 tahun 2013 tersebut di lakukan dengan cara memberikan sanksi yang
tegas sepertiberikut :15

Menggembosi ban pengemudi sepeda motor pelanggar parkir.

Gembok roda pengemudi sepeda motor pelanggar parkir.

Mencabut pentil ban sepeda motor pelanggar parkir.

Menilang sepeda motor pelaku parkir liar langsung ditempat yang
menjadi parkir liar.
Selain itu, UPTD Parkir Kota Salatiga juga melakukan penegakan hukum,
seperti :16
 Teguran lisan oleh pengawas petugas juru parkir atau petugas lain
yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Perhubungan.
 Teguran secara tertulis oleh Kepala UPTD Parkir
 Pemutusan hubungan mitra kerja sebagai sebagai juru parkir oleh
kepala UPTD Parkir
15
Hasil wawancara dengan kepala UPTD parkir, Bpk. Agus Nursolichin, 11-10-13
Hasil Wawancara Dengan Kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, Tanggal
16
01-04-14.
 Sanksi hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
apabila tetap melakukan kegiatan yang berkaitan dengan
perparkiran.
4.
Hambatan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Parkir Liar.
Dalam mengatasi masalah Parkir liar, Pemerintah Kota Salatiga dalam hal
ini Dinas Perhubungan memiliki beberapa hambatan, antara lain :17
a. Keterbatasan dana, sehingga karena keterbatasan dana tersebut Dinas
Perhungan sub UPTD Parkir tidak dapat mengajak Satpol PP, Polisi
Lalu Lintas, untuk dapat saling bekerja sama melakukan penegakan
hukum dalam mengatasi masalah Parkir liaryang ada di Kota Salatiga.
b. Keterbatasan kewenangan, seperti dalam hal tilang, pihak Dinas
Perhubungan hanya dapat memperingatkan para pengendara sepeda
motor, karena kewenagan tilang itu adalah wewenang dari pihak
Kepolisian Lalu Lintas Kota Salatiga.
c. Karena belum adanya Organisasi yang terstruktur dengan baik.
d. Keterbatasan
waktu,
sehingga
tidak
mungkin
pihak
Dinas
Perhubungan, Polisi Lalu Lintas selalu memperingati pelaku parkir liar
untuk tidak melakukan parkir liar di tempat tersebut, karena masih
banyak tugas-tugas Dinas Perhubungan, Polisi Lalu Lintas yang harus
dilakukan maupun dikerjakan.
17
Hasil wawancara dengan kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, tanggal 24-
10-13
e.
Belum adanya Peraturan Daerah yang
memadai untuk mengatasi masalah secara khusus tentang pelaksanaan
penyelenggaraan perparkiran di Kota Salatiga.
C.
Analisis
Setelah penulis menguraikan hasil dari penelitian mengenai Penegakan
Hukum terhadap parkir liar di Kota Salatiga, maka selanjutnya dalam sub bab ini
penulis akan menganalisis terhadap Penegakan Hukum terhadap Parkir Liar di
Kota Salatiga.
Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginankeinginan hukum menjadi suatu kenyataan. Keinginan-keinginan tersebut adalah
pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan
hukum.18Secara konseptional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-
18
Satjipto rahardjo, Masalah-Masalah Hukum Sebagai Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Bandung,
Bandung, 1986, Hal. 24.
kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian
penjabaran
nilai
tahap
akhir,
untuk
menciptakan,
memelihara
dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.19
Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan atau
sikap tindak yang dianggap pantas, atau seharusnya. Perilaku atau sikap tindak
tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan
kedamaian. Demikianlah konkretisasi daripada penegakan hukum. Penegakan
hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang
menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah
hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi.
Atas dasar uraian tersebut diatas dapatlah dikatakan bahwa gangguan
terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara
nilai kaidah dan pola perilaku. Gangguan tersebut terjadi, apabila terjadi
ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam
kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang
mengganggu kedamaian peraulan hidup.
Dari uraian diatas Dasar Hukum yang mengatur tentang Penegakan
Hukum terhadap Parkir liar di kota Salatiga, adalah:
1. Sebagaimana penulis kembangkan mengenai Penegakan Hukum
terhadap Parkir Liar di Kota Salatiga, namun Undang-Undang No 22
19
Soejono soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1993, Hal. 13.
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan,dalam Pasal 287 ayat
(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan
yang melanggar tata cara berhenti dan parkir dalam Pasal 106 ayat
(4) huruf e. dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh
ribu rupiah).
Dari Konsep diatas dalam realitanya Undang-undang No.22 Tahun
2009 tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena tidak ada
denda atau kurangan penjara bagi parkir liar hanya sebatas peringatan
saja.
2. Sehubungan dengan Pasal 106 ayat (4) huruf e berbunyi: Setiap orang
yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi
ketentuan: berhenti dan parkir.
Namun jika dilihat dari hasil penelitian penulis dari fakta yang didapat
tidak semua masyarakat mematuhi peraturan dalam pasal tersebut,
masih banyak pengendara kendaraan bermotor yang parkir atau
berhenti bukan pada tempat atau area parkir. Sehingga kini masalah
parkir liar belum dapat diberantas sepenuhnya oleh Pemerintah daerah
dan masalah parkir liar ini merusak tata kota Salatiga serta
mengahambat kelancaran lalu lintas.
3. Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 15 tahun 2013 Pasal 16 Ayat
(1)yang berbunyi :Walikota menetapkan lokasi Parkir pada badan
Jalan dan diluar badan jalan dengan memperhatikan :
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah
b. Analisis dampak Lalu Lintas
c. Kemudahan bagi Pengguna jasa
d. Kebutuhan penegendalian Lalu Lintas
e. Ketersediaan Lahan.
4. Dalam hal menetukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal 16
ayat (2) yang berbunyi : prosedur penetapan lokasi parkir
sebagaimana pada ayat (1) sebagai berikut :
a. Pengumpulan data kinerja jalan
b. Analisis kebutuhan ruang Parkir
c. Menetukan pola Parkir dan kelengkapan pendukung
d.
Analisis kinerja jaringan Jalan sebelum dan sesudah
penetapan ruang Parkir
e. Informasi lokasi Parkir ditampilkan dalam peta jaringan lokasi
Parkir
dan
dipublikasikan
untuk
mendapat
masukan
masyarakat.
5. Dalam suatu metode perencanaan penyelenggaraan fasilitas parkir
kendaraan di badan jalan,Pihak yang berwenang dalam mengatasi
masalah parkir adalah SKPD Dinas Perhubungan sub bidang UPTD
parkir Kota Salatiga yangdiatur oleh Pasal 17 yang berbunyi :
a. penyelenggaraan parkir pada badan jalan dilaksanakan
oleh Satuan Kerja Peerangkat Daerah (SKPD) yang
membidangi perhubungan.
b. Penyelenggaraan Parkir pada badan Jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilaksanakan di
tempat tertentu pada Jalan kota dinyatakan dengan Rambu
Lalu Lintas dan / atau Marka Jalan.
6. Dalam suatu metode perencanaan, penyelenggaraan fasilitas parkir
kendaraan di luar badan jalan diatur olehPasal 18 yang berbunyi:
Penyelenggaraan fasilitas parkir di luar badan jalan dapat dilakukan
oleh perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum
Indonesia berupa :
a. Usaha khusus perparkiran; atauPenunjang usaha pokok.
b. Penyelanggaraan
fasilitas
parkir
diluar
badan
jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pajak parkir
yang ditetapkan dengan peraturan daerah sendiri.
c. Penyelenggaraan
fasilitas
parkir
diluar
badan
jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan parkir insidentil
tetap memperhatikan prosedur penetapan lokasi parkir
sebagaimana pasal 16 ayat (2) huruf a, b, dan c.
7. Adapun tentang izin penyelenggaraan fasilitas parkir diatur dalam
Pasal 19 yang berbunyi :Setiap penyelenggara parkir diluar badan
jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) wajib memiliki
izin
penyelenggaraan
fasilitas
parkir
yang
diterbitkan
oleh
Walikota.Ketentuan lebih lanjut menegenai persyaratan dan tata cara
pemberian izin penyelenggara parkir diluar badan jalan diatur
dengan Peraturan Walikota.
Dalam realitanya, fakta yang terjadi banyak Parkir liar yang di kota
Salatiga, masih banyak juru parkir/ tukang parkir yang tidak memiliki
ijin penyelenggaraan parkir dan menggunakan tempat larangan sebagai
lahan parkir. Hingga kini pihak dinas perhubungan sub UPT Parkir
belum dapat menyelesaikan masalah ini secara tuntas, dan sanksi
untuk para juru parkir liar masih sebatas wacana saja dan belum ada
penerapannya.
8. Selama ini belum ada aturan tertulis tentang zonasi, baru ada dalam
bentuk draft. SKPD terkait yakni Dinas Perhubungan sub UPTD parkir
yang membuat kebijakan zonasi parkir yaitu:20
a. Setiap ruas jalan yang ditetapkan sebagai lokasi tempat parkir,
dinyatakan dengan rambu parkir, dan atau marga parkir.
b. Lokasi parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan
menjadi 3 kawasan, yaitu kawasan utama I, kawasan utama 2, dan
kawasan pengembangan.
c. Kawasan Utama I yang meliputi ruas- ruas jalan.
d. Kawasan Utama II yang meliputi ruas- ruas jalan.
20
Hasil Wawancara dengan Kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, Tanggal 01-
04-14.
e. Kawasan Pengembangan yang meliputi seluruh ruas jalan pada
wilayah Kota Salatiga yang tidak termasuk dalam Kawasan Utama
I dan Kawasan Utama II.
Dalam melakukan observasi penulis melihat Undang-Undang Lalu Lintas
Angkutan Jalan No. 22 Tahun 2009 Pasal 106 ayat (4) dan Peraturan Daerah
Nomor15 Tahun 2013 Pasal 16, 17 dan 18 ini paling sering dilanggar yakni
adanya Parkir liar.
A.
Penegakan Hukum yang dilakukan Dinas Perhubungan kota Salatiga
Peranan Penegakan Hukum yang dilakukan Dinas Perhubungan kota Salatiga
dalam mengatasi masalah parkir liar di kota Salatiga diterapkan dalam Tugas
pokok dan misi ( TUPOKSI ) Dinas Perhubungan bidang UPTD Parkir kota
Salatiga yaitu:
1. Untuk menyusun rencana unit parkir.
Dalam menyusun rencana unit parkir, Dinas Perhubungan sudah
melakukan perencanaan unit-unit parkir tetapi belum seluruhnya tercapai,
dalam hal ini masih ada yang belum teratasi perencannaan itu. Masih
dituangkan dalam bentuk draft peraturan walikota.
2. Mengkoordinasikan, melaksanakan, mengendalikan unit parkir.
Sesuai dengan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan kepala
UPTD parkir Kota Salatiga sudah mengkoordinator pengendalian unit
parkir, tetapi hal itu belum di laksanakan secara maksimal. Penyebab
utamanya adalah keterbatasan dana sehingga pihak Dinas Perhubungan
Sub UPTD Parkir Kota Salatiga tidak dapat pihak lain misalnya pihak
kepolisian
agar
ikut
andil
dalam
melaksankan
koordinasi
dan
mengendalikan unit parkir.21
3. mengawasi, dan mengembangkan pengelolaan dan pengoperasian unit
parkir.
Pihak Dinas Perhubungan bidang UPTD Parkir hanya mengelola dan
mengoperasikan yang sudah berjalan selama ini, tetapi itupun belum
secara maksimal melaksanakannya. Karena hanya memberikan lokasilokasi yang dapat di parkir. Dalam hal mengawasi sendiri ini pihak Dinas
Perhubungan bidang UPTD Parkir Kota Salatiga belum melakukan
pengawasan unit parkir.
TUPOKSI Dinas Perhubungan bidang UPTD Parkir Kota Salatiga diatas
belum dapat berjalan sepenuhnya, apabila Pemerintah Daerah tidak membantu
dalam hal pendanaan, tugas pokok dan misi dari Dinas Perhubungan sub UPTD
21
Hasil Wawancara dengan Kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, Tanggal
10-01-2014
Parkir belum dapat berjalan sepenuhnya, karena kendala utama yang dihadapi
adalah keterbatasan dana.22
Sesuai dengan kewenangannya, Dinas Perhubungan kota Salatiga bidang
UPTD Parkir mengambil langkah untuk mengatasi parkir liar yang telah
melanggar Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan Peraturan Daerah
nomor 15 tahun 2013 tersebut di lakukan dengan cara memberikan sanksi yang
tegas seperti berikut :23

Menggembosi ban pengemudi sepeda motor pelanggar parkir.

Gembok roda pengemudi sepeda motor pelanggar parkir.

Mencabut pentil ban sepeda motor pelanggar parkir.

Menilang sepeda motor pelaku parkir liar langsung ditempat yang
menjadi parkir liar.
Dari uraian diatas Dinas Perhubungan Kota Salatiga memiliki tugas dan
kewajiban untuk mengendalikan dan mengawasi pengoperasian unit Parkir agar
berjalan dengan lancar, tertib dan aman. Dilihat dari kenyataannya, fakta yang
terjadi dalam masyarakat bahwa di kota Salatiga masih banyak dijumpai kasus
Parkir Liar, sebagai contoh : Halte depan Universitas Kristen Satya Wacana, GKJ
Jalan Diponegoro, Depan SD AL- Azhar, Depan SD LAB, Seberang Ruko JL.
Patimura. Dari fakta tersebut nampaklah Penegakan Hukum oleh Dinas
Perhubungan dalam TUPOKSI melaksanakan pengendalian, koordinasi dan
22
Hasil Wawancara dengan Kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, Tanggal
10-01-2014
23
Hasil wawancara dengan kepala UPTD parkir, Bpk. Agus Nursolichin, 11-10-13
penyusunan belum tercapai secara optimal, sehingga terjadi kesenjangan antara
peran yang seharusnya UPTD Parkir lakukan dengan kenyataan yang terjadi di
lapangan. Pihak Dinas Perhubungan belum menjalankan fungsinya sesuai dengan
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 15 Tahun 2013 mengenai sanksi bagi
Pakir Liar. Hukuman kurungan ringan 5 s/d 7 hari dan membayar denda sesuai
dengan NJOP
bagi tukang parkir liar sanksi tersebut hingga kini belum
diterapkan sepenuhnya, selain itu tidak ada tindakan tegas dari Dinas
Perhubungan bagi tukang parkir yang tidak memberikan Karcis Parkir untuk
masyarakat dan hanya sebatas himbauan bagi masyarakat untuk tidak memberikan
uang apabila tidak diberi Karcis Parkir. Sementara ini upaya Penegakan hukum
yang diambiloleh Dinas Perhubungan kota Salatiga untuk mengatasi pelanggaran
parkir yang telah melanggar Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan
Peraturan Daerah nomor 15 tahun 2013 tersebut di lakukan
memberikan sanksi yang tegas seperti
dengan cara
menggembosi ban pengemudi sepeda
motor pelanggar parkir, gembok roda pengemudi sepeda motor pelanggar parkir,
mencabut pentil ban sepeda motor pelanggar parkir.
B. Hambatan Penegakan Hukum Terhadap Parkir Liar di Kota Salatiga
Masalah pokok dari pada penegakan hukum terletak pada faktor-faktor
yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang
netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor
tersebut. Faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut24 :
1. Faktor hukum
Yang meliputi konsep hukum adalah semua peraturan dan kaidah-kaidah atau
norma yang oleh anggota masyarakat dijadikan patokan berinteraksi dengan
tercitanya ketertiban dan ketentraman di dalam ini di batasi pada undang-undang
saja yang di dalam arti material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan
dibuat oleh pengusaha maupun daerah yang satu.

Dari hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan, karena belum
adanya Peraturan Daerah yang memadai untuk mengatasi masalah secara
khusus tentang pelaksanaan penyelenggaraan perparkiran di Kota Salatiga,
maka masyarakat menganggap tidak ada patokan dalam pelaksanaan
fungsi parkir di Kota Salatiga.
 Belum adanya peraturan daerah merupakan termasuk dalam faktor
penegakan hukum, seharusnya pemerintah daerah membuat aturan-aturan
yang tegas yang dituangkan dalam Peraturan Daerah baik dari tempattempat lokasi parkir, tata cara parkir, bentuk- bentuk pelanggaran parkir
dan aturan- aturan lain serta sanksi- sanksi yang tegas seperti tilang bagi
masyarakat pemarkir liar ataupun kurungan penjara bagi tukang parkir
liar. Sehingga aturan- aturan tersebut tidak hanya sekedar wacana tetapi
24
Soejono soekanto, Ibid, Hal.4-5.
dapat diterapkan dalam masyarakat, karena dengan adanya Peraturan
Daerah masyarakat akan lebih tunduk pada hukum yang berlaku.
2. Faktor penegak hukum
Secara sosiologi, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan
dan peranan. Kedudukan sosial merupakan posisi tertentu didalam struktur
kemayarakatan yang mugkin tinggi, sedang dan rendah. Kedudukan tersebut
sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya adalah hak dan kewajiban
tertentu. Hak dan kewajiban merupakan peranan.

Keterbatasan kewenangan, seperti dalam hal tilang, pihak Dinas
Perhubungan hanya dapat memperingatkan para pengendara sepeda
motor, karena kewenagan tilang itu adalah wewenang dari pihak
Kepolisian Lalu Lintas Kota Salatiga. Keterbatasan kewenangan
termasuk dalam Faktor Penegak hukum, setiap penegak hukum
tersebut mempunyai kedudukan dan peranan. Kedudukan sosial
merupakan posisi tertentu didalam struktur kemayarakatan yang
mugkin tinggi, sedang dan rendah. Keterbatasan Dinas Perhubungan
dalam hal tilang menyebabkan pihak Dinas Perhubungsn mengalami
kesulitan untuk memberikan tindakan tegas baik kepada masyarakat
parkir liar ataupun tukang parkir liar yang menyebabkan masyarakat
kurang menanggapi apabila tidak ada peringatan baik denda ataupun
tindakan tegas lainnya.

Keterbatasan
waktu,
sehingga
tidak
mungkin
pihak
Dinas
Perhubungan, Polisi Lalu Lintas selalu memperingati pelaku parkir liar
untuk tidak melakukan parkir liar di tempat tersebut, karena masih
banyak tugas-tugas Dinas Perhubungan, Polisi Lalu Lintas yang harus
dilakukan maupun dikerjakan. Dalam hal keterbatasan waktu termasuk
dalam Faktor sarana dan prasarana, waktu berperan penting dalam
mengatasi masalah parkir liar, karena tidak memungkinkan apabila
instansi terkait harus memantau langsung sehingga langkah yang
diambil oleh pihak dinas perhubungan hanya sebatas menggembosi
ban, mencabut pentil kendaran, menggembok roda, karena tindakan
tegas lainnya seperti tilang hanya merupakan wewenang dari Polisi
lalu lintas.
3. Faktor sarana atau fasilitas
Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan
hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana tau fasilitas tersebut, antara
lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil. Organisasi
yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya.
Selain itu tidak lengkapnya atau tidak adanya sarana atau fasilitas tersebut,
akan mungkin penegakan hukum menyerasikan peranan yang seharusnya
dengan peranan yang aktual.

Keterbatasan dana, sehingga karena keterbatasan dana tersebut Dinas
Perhungan sub UPTD Parkir tidak dapat mengajak Satpol PP, Polisi
Lalu Lintas, untuk dapat saling bekerja sama melakukan penegakan
hukum dalam mengatasi masalah Parkir liar yang ada di Kota
Salatiga.

Dari hasil penelitian diatas, Faktor sarana atau fasilitas merupakan
hambatan dalam pelaksanaan Penegakan Hukum Tanpa adanya sarana
atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan
berlangsung dengan lancar. Sehingga bantuan dana dari Pemerintah
Daerah sangatlah dibutuhkan agar pihak Dinas Perhubungan Sub
UPTD Parkir dapat bekerja sama dengan pihak- pihak atau instansi
terkait untuk mengambil kebijakan dalam mengatasi masalah Parkir
Liar.

Karena belum adanya Organisasi yang terstruktur dengan baik. Dari
hasil penelitian diatas, belum adanya organisasi yang baik termasuk
dalam Faktor sarana dan prasarana yang merupakan hambatan dalam
penegakan hukum. Sarana dan prasarana tersebut bukan dalam bentuk
fasilitas tetapi tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil serta
Organisasi yang baik, dengan adanya tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil akan dapat memberikan langkah- langkah
atau solusi yang
bertujuan untuk mencapai kedamaian didalam
masyarakat. Dengan begitu akan mempengaruhi penegakan hukum.
Apabila masyarakat dan para tenaga ahli dapat berorganisasi dengan
baik satu sama lain untuk mencari solusi dari parkir liar maka maka
masalah parkir liar dapat segera diselesaikan. Masalah utama dari
parkir liar karena masyarakat tidak memiliki kesadaran hukum, moleh
karena itu organisasi yang baik diharapkan mampu memberikan
pengertian kepada masyarakat tentang pentingnya kesadaran hukum
sehingga menanamkan pada diri masyarakat bahwa tanggung jawab
menjaga ketertiban umum adalah tanggung jawab bersama.
4. Faktor masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai
kedamaian didalam masyarakat. Dengan begitu maka masyarakat dapat
mempengaruhi penegakan hukum. Penegakan hukum bukanlah meruakan suatu
kegiatan yang berdiri sendiri, melainkan mempunyai hubungan timbala balik yang
erat dengan masyarakatnya. Diketahai pula untuk mencapai kedamaian harus ada
kepatuhan dari masyarakat, dan kepatuhan tersebut antara lain ditentukan ada
kesadaran hukum. Kesadaran hukum merupakan nilai-nilai yang terdapat didalam
diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan akan
ada. Dalam melaksanakan penetapan hukum, selain faktor kesadaran hukum
masyarakat perlu pula memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat.

Untuk menuntaskan masalah Parkir Liar ini diperlukan waktu yang cukup
lama dan hingga kini masalah tersebut sangat sulit diatasi,karena baik dari
masyarakat parkir liar dan juru parkir liar tidak memiliki kesadaran
hukum.
Download