DAMPAK KEBISINGAN DAN GETARAN TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT YANG TINGGAL DI PINGGIRAN REL KERETA API Sahabat, seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa salah satu jenis transportasi darat yang cukup diminati oleh masyarakat adalah kereta api. Di mana kita ketahui bahwa sebagian kebutuhan mobilisasi penduduk di daerah Ibukota Jakarta dipenuhi oleh jasa kereta api ini. Kereta api merupakan transportasi dengan multi keunggulan komparatif: hemat lahan dan energi, rendah polusi, bersifat massal, adaptif dengan perubahan teknologi, yang memasuki era kompentisi, potensinya diharapkan dapat dimobilisasi dalam skala nasional, sehingga mampu menciptakan keunggulan, kompetisi terhadap produksi dan jasa domestik di pasar global. Dengan tugas pokok dan fungsi memobilisasi arus penumpang dan barang di atas jalan rel, maka kereta api ikut berperan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Perkeretaapian tidak saja memberi dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga kemungkinan dampak negatif berupa pencemaran udara akibat kebisingan dan getaran. Keadaan ini akan sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar rel kereta api. Fenomena di kota adalah kurangnya lahan untuk tempat tinggal bahkan lahan yang tersedia hanya mampu dimiliki oleh masyarakat pada kalangan ekonomi menengah keatas karena harganya yang cukup mahal, sedangkan bagi masyarakat ekonomi rendah terpaksa memanfaaatkan lahanlahan sempit seperti daerah pinggiran rel kereta api sebagai tempat tinggal. Maka lahan-lahan terbuka. (hijau) seperti jalur hijau lalu lintas, bantaran sungai, bantaran jalur keret rel kereta api, lahan kosong dan semuanya enjadi sarana empuk akhirnya menjadi daerah pemukiman (Purnomohadi, 2001). Sebelum kita melangkah jauh membahas tentang dampak kebisingan dan getaran kereta api terhada masyaraat yang tinggal di sekitar rel kereta api, ada baiknya kita tahu dulu pengertian kebisingan dan getaran. 1. Kebisingan Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan. yang penting (Slamet, 2006). Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk menyatakan suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitasaktifitas alam (Schilling, 1981). Suara dihasilkan ketika sumbernya menyentuh partikel-partikel udara sehingga saling bergesekan, menimbulkan gelombang suara yang bergerak menyebar ke partikel-partikel udara lainnya akhirnya sampai kemana-mana jauh dari sumbernya. Kecepatan rambat suara ini kirakira 340 meter/detik, tetapi angka ini bervariasi sesuai dengan media perantara. Kecepatan rambat suara di besi adalah 5000 meter/detik dan 1500 meter/detik di dalam air (Phoon, 1988). Bunyi merupakan perubahan tekanan dalam udara yang ditangkap oleh gendang telinga dan disalurkan ke otak. Tekanan diukur dalam pascal (Pa). Ambang pendengaran manusia diperkirakan 0,00002 Pa. Frekuensi bunyi paling rendah yang dapat dideteksi oleh telinga manusia ialah sekitar 20 Hz dan yang paling tinggi, pada orang muda sampai 18 KHz. Dengan bertambahnya usia, telinga makin kurang peka terhadap frekuensi tinggi. Penggandaan frekuensi akan meningkatkan nada not sebesar satu oktaf. Telinga paling peka terhadap suara antara 500 Hz - 4 kHz, diantaranya 500 Hz . 2 kHz adalah frekuensi bicara. Kecuali nada murni yang tidak lazim, banyak kebisingan terdiri atas banyak frekuensi dan intensitas (Harrington dan Gill, 2005). Gelombang bunyi adalah gelombang mekanis longitudinal, gelombang bunyi tersebut dapat dijalarkan di dalam benda padat, benda cair dan gas. Partikel-partikel yang mentransmisikan sebuah gelombang seperti itu berosilasi di dalam arah penjalaran gelombang itu sendiri. Ada suatu jangkauan frekuensi yang besar di dalam mana dapat menghasilkan gelombang mekanis longitudinal dan gelombang bunyi adalah dibatasi oleh jangkauan frekuensi yang dapat merangsang telinga dan otak manusia kepada sensasi pendengaran (Halliday, 1990). Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi dalam 3 kategori: 1. Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik. 2. Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi antara 31,5 . 8.000 Hz. 3. Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil. Banyak pendapat yang mengemukakan tentang definisi kebisingan seperti yang tertulis dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 718/Menkes/Per/XI/1987: Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan. Bising ini merupakan kumpulan nada-nada dengan bermacam-macam intensitas yang tidak diingini sehingga mengganggu ketentraman orang terutama pendengaran (Dirjen P2M dan PLP Depkes RI, 1993). 1.1.Tingkat Kebisingan Karena ada kisaran sensitivitas, telinga dapat mentoleransi bunyi-bunyi yang lebih keras pada frekuensi yang lebih rendah dibanding pada frekuensi tinggi. Kisaran kurva-kurva pita oktaf dikenal sebagai kurva tingkat kebisingan (NR = noise rating) pernah dibuat untuk menyatakan analisis pita oktaf yang dianjurkan pada berbagai situasi. Kurva bising yang diukur yang terletak dekat di atas pita analisis menyatakan NR kebisingan tersebut (Harrington dan Gill, 2005). Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut: 1. Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA, berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran. 2. Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari. 3. Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau L-95. 1.2.Jenis jenis Kebisingan a. Kebisingan kontinyu yaitu kebisingan dengan spektrum berfrekuensi luas misal: suara yang timbul oleh kompresor, kipas angin, dapur pijar serta spektrum yang berfrekuensi sempit contoh: suara gergaji sirkuler, katup gas. b. Kebisingan terputus-putus misal suara lalu lintas, suara pesawat udara yang tinggal landas. c. Kebisingan implulsif (= impact or impulsive noise) seperti: pukulan martil, tembakan senapan, ledakan meriam dan lain-lain. 1.3.Efek-efek Kebisingan Dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari kebisingan adalah efek kesehatan dan non kesehatan. Hal ini dapat terjadi karena telinga tidak diperlengkapi untuk melindungi dirinya sendiri dari efek kebisingan yang merugikan. Bunyi mendadak yang keras secara cepat diikuti oleh reflek otot di telinga tengah yang akan membatasi jumlah energi suara yang dihantarkan ke telinga dalam. Meskipun demikian di lingkungan dengan keadaan semacam itu relatif jarang terjadi. Kebanyakan seseorang yang terpajan pada kebisingan mengalami pajanan jangka lama, yang mungkin intermiten atau terus menerus. Transmisi energi seperti itu, jika cukup lama dan kuat akan merusak organ korti dan selanjutnya dapat mengakibatkan ketulian permanen (Harrington dan Gill, 2005). Secara umum telah disetujui bahwa untuk amannya, pemaparan bising selama 8 jam perhari, sebaiknya tidak melebihi ambang batas 85 dBA. Pemaparan kebisingan yang keras selalu di atas 85 dBA, dapat menyebabkan ketulian sementara. Biasanya ketulian akibat kebisingan terjadi tidak seketika sehingga pada awalnya tidak disadari oleh manusia. Baru setelah beberapa waktu terjadi keluhan kurang pendengaran yang sangat mengganggu dan dirasakan sangat merugikan. Pengaruh-pengaruh kebisingan selain terhadap alat pendengaran dirasakan oleh para pekerja yang terpapar kebisingan keras mengeluh tentang adanya rasa mual, lemas, stres, sakit kepala bahkan peningkatan tekanan darah. Gangguan kesehatan lainnya selain gangguan pendengaran biasanya disebabkan karena energy kebisingan yang tinggi mampu menimbulkan efek viseral, seperti perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah, dan tingkat pengeluaran keringat. Sebagai tambahan, ada efek psikososial dan psikomotor ringan jika dicoba bekerja di lingkungan yang bising (Harrington dan Gill, 2005). 1.4.Baku Tingkat Bebisingan Nilai ambang batas kebisingan adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh manusia tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu yang cukup lama/terus menerus, selanjutnya ditulis NAB. Penting untuk diketahui bahwa di dalam menetapkan standar NAB pada suatu level atau intensitas tertentu, tidak akan menjamin bahwa semua orang yang terpapar pada level tersebut secara terus menerus akan terbebas dari gangguan pendengaran, karena hal itu tergantung pada respon masing-masing individu (Keputusan MENLH, 1996). Beberapa negara telah membuat ketentuan tentang NAB dalam undangundang, seperti di Amerika Serikat, Inggris, Jerman Barat, Yugoslavia dan Jepang menetapkan nilai ambang batas 90 dBA, Belgia dan Brazilia 80 dBA, Denmark, Finlandia, Italia, Swedia, Switzerland dan Rusia 85 dBA (Suheryanto, 1994). Di Indonesia nilai ambang batas kebisingan ditetapkan 85 dBA berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. 1/1978. Baku tingkat kebisingan yang diperuntukan kawasan/lingkungan kegiatan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan No. KEP-48/MENLH/11/1996 adalah sebagai berikut: Tabel 2.1. Baku Tingkat Kebisingan PERUNTUKAN KAWASAN/ TINGKAT KEBISINGAN LINGKUNGAN KEGIATAN dB(A) a. Peruntukan Kawasan 1. Perumahan dan Pemukiman 55 2. Perdagangan dan Jasa 70 3. Perkantoran dan Perdagangan 65 4. Ruang Terbuka Hijau 50 5. Industri 70 6. Pemerintah dan Fasilitas Umum 60 7. Rekreasi 70 8. Khusus: - Bandar Udara* - Stasiun Kereta Api* - Pelabuhan Laut 70 - Cagar Budaya 60 b. Lingkungan Kegiatan 1. Rumah sakit atau sejenisnya 55 2. Sekolah atau sejenisnya 55 3. Tempat ibadah atau sejenisnya 55 Keterangan: Sumber: Himpunan Peraturan di Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan *) disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan Tahun 1996 2. Getaran Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam surat keputusannya mencantumkan bahwa getaran adalah gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan setimbang terhadap suatu titik acuan, sedangkan yang dimaksud dengan getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia (Kep.MENLH No: KEP-49/MENLH/11/1996). Pendapat tersebut ditegaskan dalam buku saku Kesehatan dan Keselamatan Kerja dari Sucofindo (2002) yang menyatakan bahwa getaran ialah gerakan ossillatory/bolak-balik suatu massa melalui keadaan setimbang terhadap suatu titik tertentu. Dalam kesehatan kerja, getaran yang terjadi secara mekanis dan secara umum terbagi atas: a. Getaran seluruh badan, b. Getaran tangan-lengan. Besaran getaran dinyatakan dalam akar rata-rata kuadrat percepatan dalam satuan meter per detik (m/detik2 rms). Frekuensi getaran dinyatakan sebagai putaran per detik (Hz). Getaran seluruh tubuh biasanya dalam rentang 0,5 . 4,0 Hz dan tangan-lengan 8-1000 Hz (Harrington dan Gill, 2005). Vibrasi atau getaran, dapat disebabkan oleh getaran udara atau getaran mekanis misalnya mesin atau alat-alat mekanis lainnya, oleh sebab itu dapat dibedakan dalam 2 bentuk: 1. Vibrasi karena getaran udara yang pengaruh utamanya pada akustik. 2. Vibrasi karena getaran mekanis mengakibatkan timbulnya resonansi/turut bergetarnya alat-alat tubuh dan berpengaruh terhadap alat-alat tubuh yang sifatnya mekanis pula (Gabroel, 1996). Penjalaran vibrasi mekanik melalui sentuhan/kontak dengan permukaan benda yang bergerak, sentuhan ini melalui daerah yang terlokasi (tool hand vibration) atau seluruh tubuh (whole body vibration). Bentuk tool hand vibration merupakan bentuk yang terlazim di dalam pekerjaan. Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh: 3 . 9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut. 6 . 10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung, pemakaian O2 dan volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat banyak perubahan sistem peredaran darah. 10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi. 13 . 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi. < 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi lemah, rasa tidak enak dan kurang ada perhatian. 2.1.Jenis Getaran 2.1.1.Getaran Seluruh Tubuh Getaran seluruh tubuh biasanya dialami pengemudi kendaraan; traktor, bus, helikopter, atau bahkan kapal. Efek yang timbul tergantung kepada jaringan manusia, seperti: (Sucofindo, 2002) a. 3 . 6 Hz untuk bagian thorax (dada dan perut), b. 20-30 Hz untuk bagian kepala, c. 100-150 Hz untuk rahang. Di samping rasa tidak ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh goyangan organ seperti ini, menurut beberapa penelitian, telah dilaporkan efek jangka lama yang menimbulkan orteoartritis tulang belakang (Harrington dan Gill, 2005). 2.1.2.Getaran Tangan Lengan Getaran jenis ini biasanya dialami oleh tenaga kerja yang diperkerjakan pada: a. Operator gergaji rantai, b. Tukang semprot, potong rumput, c. Gerinda, d. Penempa palu. Menurut buku saku K3 Sucofindo tahun 2002 efek getaran pada tangan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Kelainan pada peredaran darah dan persyarafan (vibration white finger), b. Kerusakan pada persendian dan tulang-tulang. Efek getaran pada tangan lengan ini lebih mudah dijelaskan daripada menguraikan patofisiologisnya. Efek ini disebut sebagai sindroma getaran tangan lengan (Hand Vibration Arm Syndrome = HVAS) yang terdiri atas: a. Efek vaskuler-pemucatan episodik pada buku jari ujung yang bertambah parah pada suhu dingin (fenomena raynaud), b. Efek neurologik-buku jari ujung mengalami kesemutan total dan baal. 2.2.Baku Tingkat Getaran Baku tingkat getaran adalah batas maksimal tingkat getaran yang diperbolehkan dari usaha atau kegiatan pada media padat sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan serta keutuhan bangunan. Begitu juga dengan batas maksimal tingkat getaran kereta api seyogyanya tidak akan mengganggu terhadap kenyamanan dan kesehatan masyarakat sekitarnya, disaat kereta api lewat getaran yang dirasakan harus dalam taraf tidak mengganggu, sehingga tetap menjamin kenyamanan. Penetapan baku tingkat getaran ini telah diatur dalam suatu Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP49/MENLH/11/1996 sebagai berikut: Tabel 2.3. Baku Tingkat Getaran untuk Kenyamanan dan Kesehatan Frekuensi (Hz) Nilai Tingkat Getaran, da Frekuensi lam Mikron (10-6 meter) Tidak Menganggu Tidak Nyaman Menyakitkan menganggu 4 < 100 > 1000 100 -500 > 500-1000 5 < 80 > 1000 80 - 350 > 350 -1000 6.3 < 70 > 1000 70 -275 > 275 -1000 8 < 50 > 500 50 -160 > 160 -500 10 < 37 > 300 37 - 120 > 120 -300 12.5 < 32 > 220 32 -90 > 90 -220 16 < 25 > 120 25 - 60 > 60 -120 20 < 20 > 40- 85 > 85 20 - 40 25 < 17 > 30- 50 > 50 17 -30 31.5 < 12 > 20- 30 > 30 12 -20 40 <9 > 15- 20 > 20 9 -15 50 <8 > 12- 15 > 15 8 -12 63 <6 > 12- 15 > 12 6 -9 Sumber: Himpunan Peraturan di Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Konversi: percepatan = (2ðf)2 x simpangan kecepatan = 2ðf x simpangan ð = 3,14 3. Dampak Kebisingan dan Getaran Kereta Api Sumber bising yang dapat mempengaruhi kenyamanaan di dalam gerbong kereta api terdiri dari berbagai jenis sumber yang cukup kompleks, mulai dari bising yang disebabkan oleh gesekan antara roda dan rel kereta api, vibrasi dari engine (untuk gerbong yang menggunakan motor bogie), vibrasi bogie kereta api, aerodynamic bogie, aerodynamic gerbong kereta api, dan bising yang disebabkan oleh alat pengkondisi udara. Bising dalam gerbong kereta api terjadi karena adanya perambatan vibrasi yang berasal mulai dari bagian bawah kereta api, yaitu roda, bogie, sampai ke bagian dalam gerbong kereta api. Pembangkitan bising seperti ini disebut dengan structure borne noise. Tingkat bising structure borne noise dipengaruhi oleh sumber vibrasi, gejala propagasi vibrasi pada benda padat, vibrasi antar sambungan dan pertemuan bagian–bagian struktur, serta bentuk dan dimensi selubung gerbong. Kebisingan yang disebabkan karena suara kereta api dapat mempengaruhi kesehatan terhadap fungsi tubuh yang menyebabkan peningkatan tekanan darah dan berupa peningkatan sensitivitas tubuh seperti peningkatan system kardiovaskuler dalam bentuk kenaikan tekanan darah danpeningkatan denyut jantung (Candra, 2007). Dampak getaran/vibrasi kereta api terhadap masyarakat yang bermukim di sekitar rel kereta api terutama terjadi pada bagian organ-organ tertentu seperti: dada, kepala, rahang dan persendian lainnya. Di samping rasa ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh goyangan organ seperti ini, menurut beberapa penelitian, telah dilaporkan efek jangka lama yang menimbulkan orteoartritis tulang belakang. Getaran dapat juga menimbulkan efek vaskuler dan efek neurologik, meskipun belum ada penelitian atau pengujian yang cukup definitive getaran diduga dapat menyebabkan perubahan atau peningkatan tekanan darah yang pada tingkat tertentu dapat mengakibatkan hipertensi (Harrington dan Gill, 2005). Menurut Pulat (1992) juga mengatakan bahwa pemaparan kebisingan yang keras selalu di atas 85 dBA, dapat menyebabkan ketulian sementara. Biasanya ketulian akibat kebisingan terjadi tidak seketika sehingga pada awalnya tidak disadari oleh manusia. Baru setelah beberapa waktu terjadi keluhan kurang pendengaran yang sangat mengganggu dan dirasakan sangat merugikan. Pengaruh-pengaruh kebisingan selain terhadap alat pendengaran dirasakan oleh seseorang yang terpapar kebisingan keras mengeluh tentang adanya rasa mual, lemas, stres, sakit kepala bahkan peningkatan tekanan darah. Kenyataan ini dirasakan dalam keseharian masyarakat yang tinggal di pinggiran rel baik siang hari ataupun malam hari bahwa kebisingan sangat dirasakan yaitu mengalami gangguan pada telinga yang disebabkan oleh kebisingan pada saat kereta api melewati rel yang berada dekat perumahan penduduk. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Karolinska Institute, Stokholm, Dr Mats Rosenlund (2008) mengatakan, orang yang tinggal di sekitar bandara sangat berisiko mengalami tekanan darah tinggi akibat tingginya polusi udara. Kesimpulan itu diambil dari penelitian terhadap 2.000 lelaki yang tinggal di sekitar bandara selama sepuluh tahun. Penelitian ini juga mengambil data dari tingkat kepadatan lalu lintas udara dan data diagnosis dokter tentang peningkatan tekanan darah dalam 10 tahun terakhir. Hasilnya, secara umum 20 persen lelaki yang sering terkena polusi suara dari pesawat 19 persen mengalami peningkatan tekanan darah tinggi. Keterpaparan terhadap kebisingan dan getaran yang melebihi nilai ambang batas pada kurun waktu yang cukup lama akan berakibat pada gangguan pendengaran ringan dan jika terjadi terus menerus akan menyebabkan ketulian permanen. Selain itu kebisingan juga diduga menimbulkan gangguan emosional yang memicu meningkatnya tekanan darah. Energi kebisingan yang tinggi mampu juga menimbulkan efek viseral, seperti perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah dan tingkat pengeluaran keringat, dapat juga terjadi efek psikososial dan psikomotor ringan jika seseorang berada di lingkungan yang bising. Demikian juga dengan getaran yang dapat menimbulkan efek vaskuler dan efek neurologik, meskipun belum ada penelitian atau pengujian yang cukup definitif getaran diduga dapat menyebabkan perubahan atau peningkatan tekanan darah yang pada tingkat tertentu dapat mengakibatkan hipertensi (Harrington dan Gill, 2005). Melihat kenyataan yang terjadi saat ini yang seperti ini, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menghindari atau paling tidak mengurangi dampak polemic berkepanjangan bagi kesehatan masyarakat terutama yang bermukim di sekitar rel kereta api. Beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan terutama oleh pihak-pihak yang sangat berkaitan langsung dengan perkeretaapian nasional yaitu: 1. Bagi PT. Kereta Api (Persero) Indonesia agar dapat lebih mempertegas dan mengawasi langsung aturan jarak rel yang diperbolehkan ditempati oleh masyarakat, serta memanfaatkan lahan kosong sepanjang rel kereta api seperti penanaman pohon beringin atau yang lain yang bisa berfungsi sebagai peredam. 2. Bagi Dinas Kesehatan membuat menyusun program penyuluhan akibat kebisingan dan geteran bagi kesehatan masyarakat yang tinggal di pinggiran rel kereta api. 3. Bagi Dinas Tata Kota agar dapat menyusun penataan ulang perencanaan tata ruang serta menerapkan aturan yang tegas sekaligus meningkatkan kerja sama dengan PT. Kereta Api (Persero) khususnya bagi wilayah-wilayah tempat tinggal masyarakat sepanjang rel Kereta Api Kota. Sumber: Rusli Mustar.2008. Pengaruh Kebisingan Dan Getaran Terhadap Perubahan Tekanan Darah Masyarakat Yang Tinggal Di Pinggiran Rel Kereta Api Lingkungan Xiv Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai Tahun 2008.Managemen Kesehatan Lingkungan Industri.USU. Sumatera Utara. Angraini, A. 2005. Perbedaan Tekanan Darah Tenaga Kerja pada Tingkat Getaran yang Berbeda. Skripsi FKM-Universitas Negeri Semarang. Semarang.