BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan sebagai mata pelajaran wajib di sekolah. Mata pelajaran IPA ini diajarkan dari jenjang pendidikan dasar sampai menengah bahkan sampai perguruan tinggi masih diajarkan. IPA merupakan salah satu disiplin ilmu yang mempunyai peranan penting dalam upaya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam mempelajari IPA dibutuhkan pemikiran, pemahaman, ketelitian, dan penalaran. Belajar IPA bukan hanya suatu konsep tentang alam saja akan tetapi juga merupakan sebuah penerapan konsep dan ada suatu proses untuk menemukan. Dalam IPA tidak hanya mendapatkan penemuan tetapi juga proses mendapatkan penemuan. IPA seharusnya dapat digunakan manusia untuk memecahkan masalah-masalah yang ada. Dengan penerapan IPA secara benar tidak akan memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan yang ada di sekitar kita. Seperti yang dicantumkan dalam standar isi: “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. IPA diperlukan dalam kehidupan seharihari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.”(Standar isi,2006:161) Seperti yang disebutkan di atas begitu pentingnya suatu pemecahan masalah dalam IPA ini, maka dalam proses pembelajaran IPA siswa seharusnya diajarkan bagaimana memecahkan suatu masalah. Dengan memecahkan masalah yang ada siswa dapat lebih memahami pengetahuan yang akan siswa dapatkan. Tapi pada kenyataannya di kelas guru sekarang hanya memberikan pernyataan langsung dan terbuka di depan kelas. Siswa hanya menerima apa yang dijelaskan oleh guru, mereka hanya mendengarkan, mencatat dan menghafal apa yang 1 2 disampaikan oleh guru. Siswa tidak akan aktif dan hanya menjadi penonton yang hanya menerima saja tanpa terlibat langsung. Dengan begitu siswa hanya akan mengetahui secara sekilas saja tentang materi yang diajarkan. Siswa hanya tahu tentang konsep saja sehingga pengetahuan yang diterima siswa tidak bisa mendalam. Padahal saat ini siswa dituntut untuk aktif, kreatif dan inovatif agar anak dapat mengembangkan pemikirannya. Komunikasi satu arah yang dilakukan dalam proses pembelajaran tersebut membuat siswa merasa kurang antusias dengan materi yang telah disampaikan oleh guru. Mereka akan merasa bosan karena tidak dilibatkan secara aktif saat proses pembelajaran berlangsung. Pengetahuan yang telah dimiliki anak akan terbuang sia-sia karana tidak dilibatkan. Pembelajaran akan berlangsung monoton karena guru hanya menyampaikan materi dengan ceramah di depan kelas. Masalah lainya yang sering terjadi adalah alat peraga yang digunakan oleh guru. Guru jarang atau bahkan tidak pernah menggunakan alat peraga yang ada sehingga anak kurang tertarik saat proses pembelajaran. Ini mengakibatkan hasil belajar yang didapatkan siswa menjadi rendah. Ini pula yang dapat dilihat dari observasi awal yang dilakukan di SD Negeri 01 Candisari diketahui bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami mata pelajaran IPA. Minat siswa terhadap mata pelajaran IPA masih sangat kurang. Hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA dirasakan juga cukup rendah. Menurut wawancara dengan kepala sekolah yang sementara menggantikan guru kelas untuk mengajar kelas IV IPA di sekolah ini pada tanggal 05 Februari 2014, rata-rata nilai IPA siswa kelas IV pada semester I tahun 2013 adalah 53,3% (16 dari 30 siswa) yang belum mencapai standar minimal 63. Karena ketrampilan dalam memecahkan suatu masalah tidak dilaksanakan dalam proses pembelajaran, maka ini menjadi mempengaruhi proses pemahaman materi yang disampaikan. Akan tetapi jika ketrampilan dalam memecahkan masalah ini digunakan, maka pengetahuan yang dimiliki siswa tidak akan terbuang sia-sia karena diigunakan dalam proses pembelajaran dan siswa akan merasa tertantang dan berfikir. Siswa aktif untuk mencari sumber pengetahuan untuk memecahkan masalah yang ada. Selain itu siswa akan bebas 3 mengungkapkan pendapat dan mengungkapkan pendapatnya untuk memecahkan suatu masalah tersebut. Untuk itu guru harus memperhatikan faktor eksternal dari siswa yaitu model pembelajaran. Untuk melibatkan ketrampilan dalam memecahkan masalah dibutuhkan model yang tepat untuk melibatkan pemikiran siswa. Model yang dirasa tepat untuk melibatkan pemikiran siswa ini adalah Model Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning. Karena model pembelajaran ini mendorong siswa untuk bekerja memecahkan masalah yang ada. Siswa akan aktif berfikir bagaimana menemukan sebuah pemecahan masalah. Dengan model pembelajaran berbasis masalah diharapkan meningkatkan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran tersebut. Sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai secara utuh. 1.2 Identifikasi Masalah Dalam pembelajaran IPA, siswa kurang memahami apa guna belajar IPA itu sendiri. Siswa banyak mengalami kesulitan untuk menjawab soal yang berhubungan dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kesulitan ini dikarenakan tidak digunakannya ketrampilan untuk memecahkan masalah dalam proses pembelajaran sehingga pengalaman siswa ini tidak digunakan dan siswa tidak dapat memecahkan masalah dengan pengetahuan yang dimilikinya. Siswa sering hanya tahu materi saja tapi tidak pernah melihat atau menerapkan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari jika terdapat masalah di sekitarnya. Dengan begitu siswa hanya menerima teori yang sekilas dan kurang mendalam. Selain itu dalam proses pembelajaran siswa bosan menerima materi dari guru, siswa akan bercerita sendiri, siswa kurang anrusias dalam pembelajaran. Penyebab lainnya adalah adanya kurangnya tenaga pengajar di sekolahan ini menyebabkan tidak ada guru tetap yang mengajar kelas IV. Yang mengajar di kelas IV adalah guru yang ada waktu luang dan tidak ada jam mengajar di kelas akan masuk mengajar di kelas. Selain itu kepala sekolah juga ikut mengajar di kelas IV. Karena tidak ada guru tetap di kelas IV ini, maka proses pembelajaran kelas terganggu. Guru yang mengajar tidak memperhatikan proses pembelajaran siswa dan kurangnya penerapan model pembelajaran yang kreatif. 4 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi di atas, maka peneliti dapat merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 1.3.1 Bagaimana model problem based learning untuk meningkatkan hasil belajar IPA para siswa kelas IV SD Negeri 01 Candisari semester genap tahun ajaran 2013/ 2014? 1.3.2 Apakah model problem based learning mampu meningkatkan hasil belajar IPA kelas IV SD Negeri 01 Candisari semester genap tahun ajaran 2013/ 2014? 1.4 Tujuan Penelitian Sesuai permasalahan yang dijelaskan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1.4.1 Menjelaskan bagaimana penerapan model problem based learning dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas IV SD Negeri 01 Candisari semester genap tahun ajaran 2013/ 2014. 1.4.2 Meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA melalui pendekatan problem based learning (PBL) kelas IV SD Negeri 01 Candisari semester genap tahun ajaran 2013/ 2014. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam dunia pendidikan bahwa sebuah model problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA. 1.5.2 Manfaat Praktis Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut: A. Bagi siswa 1. Agar siswa dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal IPA. 5 2. Siswa dapat meningkatkan prestasi belajarnya dengan pembelajaran menggunakan model problem based learning. 3. Siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan aktif , kreatif, dan menyenangkan. B. Bagi guru 1.6 Dengan adanya penelitian guru mendapatkan wawasan mengenai model yang dapat digunakan dalam pembelajaran. 1.7 Guru dapat menggunakan penelitian ini sebagai acuan bahwa pembelajaran dapat berlangsung secara aktif, efektif, dan menyenangkan. 1.8 Penelitian dapat digunakan sebagai acuan untuk mencari model lainnya. C. Bagi penulis 1. Dengan dilaksanakannya penelitian tindakan kelas ini penulis dapat mengerti pentingnya Penelitian Tindakan Kelas. 2. Penulis mampu mengetahui suatu masalah dan dapat menemukan alternatif penyelesaian masalahnya. 3. Penulis mampu memperbaiki proses pembelajaran dalam kelas. 4. Hasil penelitian dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. D. Bagi Sekolah 1. Sebagai masukan bagi guru SD untuk melakukan pembelajaran dalam kelas. 2. Sebagai sebuah sumbangan pemikiran untuk peningkatan pembelajaran siswa. 3. Sebagai acuan yang dapat digunakan untuk kegiatan selanjutnya. 4. Sebagai supervisi kepala sekolah terhadap guru.