9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1.
Peningkatan Pembelajaran Matematika Kelas V SD
a. Karakteristik Siswa Kelas V SD
Anak pada usia Sekolah Dasar (SD) memiliki karakteristik unik
yang harus dipahami seorang guru agar dapat menerapkan pendekatan,
model, metode dan media yang inovatif, kreatif, menarik dan tepat
sehingga dapat meningkatkan kemampuan atau hasil belajar siswa sesuai
kebutuhan dan karakteristiknya. Guru harus mengenal perkembangan
siswa baik secara fisik maupun mental.
Piaget (Saminanto, 2010: 18-19) kemampuan kognitif manusia
berkembang menurut empat tahap, dari lahir sampai dewasa. Keempat
tahap tersebut sebagai berikut.
(a) Tahap sensori-motor (sensory-motor stage):
Tahap sensori-motor berlangsung sejak manusia lahir sampai
berusia sekitar 2 tahun. Pada tahap ini, pemahaman anak mengenai
berbagai hal terutama bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh
beserta alat-alat indera.
(b) Tahap pra operasional (pre-operational stage):
Tahap pra-operasional berlangsung dari kira-kira usia 2 tahun
sampai 7 tahun. Pada tahap ini, anak tidak lagi hanya bergantung pada
kegiatan (gerakan) tubuh atau inderanya, tetapi anak sudah
menggunakan pemikirannya dalam berbagai hal. Akan tetapi, pada
tahap ini pemikiran si anak masih bersifat egosentris belum obyektif,
artinya pemahamannya mengenai berbagai hal masih terpusat pada
dirinya sendiri dan orang lain dianggap mempunyai pemikiran dan
perasaan seperti yang ia alami.
9
10
(c) Tahap operasional konkret (concrete-operational stage):
Tahap ini berlangsung kira-kira dari usia 7 sampai 12 tahun.
Pada tahap ini tingkat egosentris anak sudah berkurang, anak sudah
dapat berfikir secara obyektif yaitu memahami bahwa orang lain
memiliki perasaan yang berbeda dari dirinya. Pada tahap ini anak juga
sudah bisa berpikir logis tentang berbagai hal, termasuk hal yang agak
rumit, tetapi dengan syarat bahwa hal-hal tersebut disajikan secara
konkret (disajikan dalam wujud yang bisa ditangkap dengan panca
indera).
(d) Tahap operasional formal (formal operational stage):
Tahap ini berlangsung kira-kira sejak usia 12 tahun ke atas. Pada
tahap ini anak atau orang sudaah mampu berpikir secara logis tanpa
kehadiran benda-benda konkret.
Sumantri dan Permana (2001: 10-11) masa usia sekolah dasar
(sekitar 6,0-12,0) merupakan tahapan perkembangan penting dan bahkan
fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya. Karakteristik
anak sekolah dasar secara umum dikemukakan oleh Basset, Jacka dan
Logan sebagai berikut: (1) mereka secara ilmiah memiliki rasa ingin tahu
yang kuat dan tertarik pada dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka
sendiri, (2) mereka senang bermain dan lebih suka bergembira/riang, (3)
mereka
suka
mengatur
dirinya
untuk
menangani
berbagai
hal,
mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru, (4)
mereka bergetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi sebagaimana
mereka tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalankegagalan, (5) mereka belajar secara efektif ketika mereka merasa puas
dengan situasi yang terjadi, (6) mereka belajar dengan cara bekerja,
mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anak-anak lainnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
karakteristik siswa kelas V SD antara lain berusia 10-11 tahun, berada
pada tahap perkembangan operasional konkret, memiliki rasa ingin tahu
yang kuat, tertarik pada dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka
11
sendiri, aktif bergerak, suka bermain dan hal-hal yang menggembirakan,
suka mencoba hal-hal baru, memiliki sifat kooperatif dan dapat bekerja
sama dan bergaul dengan teman secara baik, mulai belajar dengan
menggunakan
prinsip
ilmiah
sederhana,
belajar
dengan
bekerja
mengamati, berinisiatif, mencoba, dapat mengikuti peraturan yang ada,
serta mulai terdorong untuk berprestasi.
b. Hakikat Pembelajaran
1) Pengertian Pembelajaran
UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Bab I pasal 1 ayat 20 menyatakan, “Pembelajaran adalah proses
interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar.” Depdikbud (2005: 4).
Suyitno (Saminanto, 2010: 91) pembelajaran merupakan upaya
untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi,
minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi
optimal antara guru dengan siswa serta siswa dengan siswa.
Syaiful Sagala (2014: 61) menyatakan bahwa “Pembelajaran
merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak
guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa atau
murid.”
Komalasari (2013: 3) pembelajaran dapat didefinisikan sebagai
suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/ pembelajar yang
direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara
sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan guru
maupun siswa dengan siswa dan sumber belajar yang direncanakan,
dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis pada suatu lingkungan
belajar untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan,
12
potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam serta
mencapai tujuan pembelajaran yang optimal, efektif dan efisien.
2) Tujuan Pembelajaran
Robert
F.
Mager
(Yamin
dan
Maisah,
2009:
131)
mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah sebagai perilaku
yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada
kondisi dan kompetensi tertentu.
Suharjo (2006: 85) tujuan pembelajaran dapat dibedakan
menjadi dua yaitu instructional effect dan nurturant effect. instructional
effect merupakan tujuan pembelajaran yang secara eksplisit diusahakan
dan dicapai melalui tindakan pembelajaran tertentu, serta berbentuk
pengetahuan dan keterampilan sedangkan nurturant effect adalah tujuan
pembelajaran yang lebih merupakan hasil sampingan dari pembelajaran,
misalnya siswa mampu berpikir kritis, terbuka menerima pendapat
orang lain, kreatif, displin, melalui penghayatan terhadap pengalaman
berupa diskusi kelompok.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa tujuan pembelajaran merupakan kemampuan yang dapat berupa
tingkah laku, pengetahuan, sifat, atau keterampilan yang diharapkan
tercapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
3) Faktor Yang Mempengaruhi Pembelajaran
Menurut Asra dan Sumiati (2008: 5) faktor-faktor yang
mempengaruhi pembelajaran sebagai berikut:
a) Faktor Guru
Setiap guru memilki pola mengajar sendiri-sendiri. Pola mengajar
tercermin dalam tingkah laku pada waktu pembelajaran.
b) Faktor Siswa
Setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun
kepribadian. Kecakapan yang dimiliki masing-masing siswa itu
13
meliputi
kecakapan
potensial
yang
memungkinkan
untuk
dikembangkan, seperti bakat dan kecerdasan, maupun kecakapan
yang diperoleh dari hasil belajar. Keragaman dalam kecakapan dan
kepribadian ini dapat mempengaruhi terhadap situasi yang dihadapi
dalam proses pembelajaran.
c) Faktor Kurikulum
Secara sederhana arti kurikulum menggambarkan pada isi atau
pelajaran dan pola interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa
untuk mencapai tujuan tertentu. Materi pembelajaran sebagai isi
kurikulum mengacu kepada tujuan yeng hendak dicapai. Demikian
pula pola interaksi guru-siswa. Oleh karena itu, tujuan yang hendak
dicapai itu secara khusus menggambarkan bentuk perubahan
tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai siswa melalui proses
belajar yang beraneka ragam. Dengan demikian, baik materi
pembelajaran maupun pola interaksi guru-siswa pun beraneka
ragam pula. Hal ini dapat menimbulkan situasi yang bervariasi
dalam proses pembelajaran.
d) Faktor Lingkungan
Lingkungan ini meliputi keadaan ruangan, tata ruang, dan berbagai
situasi fisik yang ada di sekitar kelas atau sekitar tempat
berlangsungnya proses pembelajaran. Lingkungan ini pun dapat
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi situasi belajar.
Slameto (2010: 54-71) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi 2 golongan yaitu
faktor intern dan faktor ekstern. (a) Faktor Intern, dalam faktor intern
terdapat tiga faktor yaitu faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor
kelelahan. Faktor jasmaniah meliputi kesehatan dan cacat tubuh. Proses
belajar anak akan terganggu jika kesehatan anak juga terganggu. Cacat
tubuh juga dapat mempengaruhi belajar, hendaknya anak yang
mengalami cacat belajar pada lembaga pendidikan khusus. Faktor
psikologis mencakup inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif,
14
kematangan dan kesiapan. Sedangkan faktor kelelahan dapat dibedakan
menjadi kelelahan rohani dan kelelahan jasmani. Kelelahan rohani
dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat
dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan jasmani
terlihat dengan lemah dan lunglainya tubuh; (b) Faktor Ekstern. Faktor
ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan
menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor
masyarakat. Faktor keluarga meliputi cara orang tua dalam mendidik
anaknya, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan
ekonomi keluarga, dan latar belakang kebudayaan. Faktor sekolah
meliputi metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa,
displin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas
ukuran, keadaan gedung, metode belajar siswa dan tugas rumah. Faktor
masyarakat meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media
(radio, TV, surat kabar, majalah, dll), teman bergaul, dan bentuk
kehidupan masyarakat.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran dibagi menjadi
2 golongan yaitu faktor intern meliputi siswa (jasmaniah, psikologis
dan kelelahan) dan faktor ekstern meliputi guru, kurikulum, lingkungan
(masyarakat) dan keluarga.
c. Pembelajaran Matematika di SD
1) Pengertian Matematika
H.W. Fowler (Saminanto, 2010: 96) Matematika adalah ilmu
yang mempelajari tentang bilangan dan ruang yang bersifat abstrak.
Ibrahim dan Suparni (2012: 35) Matematika merupakan ilmu
universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai
peran penting dalam berbagai displin dan memajukan daya pikir
manusia.
15
Wahyudi (2015: 68) mengemukakan bahwa Matematika
merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan
dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu
konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang
sudah diterima sehingga kebenaran antarkonsep dalam matematika
bersifat sangat kuat dan jelas.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, memiliki ruang atau objek abstrak,
menggunakan bilangan atau bahasa simbol dan dibangun melalui proses
penalaran deduktif untuk memajukan daya pikir manusia.
2) Fungsi Matematika di SD
Jihad (2008: 153) fungsi Matematika di SD adalah sebagai
wahana untuk: (a) mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan bilangan dan simbol, (b) mengembangkan ketajaman
penalaran yang dapat memperjelas dan menyelesaikan permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi Matematika, Wahyudi (2015: 68)
menyatakan:
Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan
eksperimen, sebagai alat pemecah masalah melalui pola pikir
dan model matematika serta sebagai alat komunikasi melalui
simbol, tabel, grafik, diagram, dan menjelaskan gagasan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa fungsi Matematika di SD adalah untuk mengembangkan
kemampuan menalar yang dapat menyelesaikan permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari dan sebagai alat komunikasi.
3) Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Depdiknas
(Susanto,
2013:
190)
tujuan
pembelajaran
matematika di sekolah dasar, sebagai berikut: (a) memahami konsep
16
matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam
pemecahan masalah, (b) menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,
menyusun
bukti,
atau
menjelaskan
gagasan
dan
pernyataan
matematika, (c) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (d) mengomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah, (e) memiliki sikap menghargai
penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Ibrahim
dan
Suparni
(2012:
36)
tujuan
pembelajaran
Matematika di SD agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antar konsep dan mengaplikasikan konsep tersebut secara luwes, akurat,
efesien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, 2) menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, menyusun bukti atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika, 3) memecahkan masalah yang
meliputi
kemampuan
memahami
masalah,
merancang
model
matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh, 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, 5)
memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Heruman (2009: 2) berpendapat, “Tujuan akhir pembelajaran
Matematika di SD yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan
berbagai konsep Matematika dalam kehidupan sehari-hari.”
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa tujuan Matematika di SD yaitu untuk membekali siswa agar
17
mampu memahami, terampil dalam menggunakan konsep matematika
dalam kehidupan sehari-hari serta melatih cara berpikir secara
sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten.
4) Ruang Lingkup Matematika Kelas V SD
BSNP (2006: 148) mata pelajaran matematika pada satuan
pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (a) bilangan,
(b) geometri dan pengukuran, (c) pengolahan data.
Menurut Standar Kompetensi mata pelajaran Matematika untuk
SD dan MI, bahwa ruang lingkup mata pelajaran Matematika pada
satuan pendidikan sekolah dasar meliputi aspek bilangan, geometri dan
pengukuran serta pengolahan data. Bilangan membahas tentang kaidah
konsep simbolisasi lambang bilangan dan perhitungan dasar sederhana
yang banyak melibatkan media konkret dan media manipulatif lainnya.
Geometri dan pengukuran lebih fokus membelajarkan siswa tentang
konsep ruang dan ukurannya dengan perhitungan dasar yang sederhana
menggunakan media konkret dan media manipulatif lainnya. Sedangkan
Pengolahan data lebih banyak membahas tentang hakikat data, cara
mengolah dan membaca data berdasarkan kaidah rasional dan ilmiah
menggunakan data-data konkret dan data manipulatif.
Berdasarkan aspek-aspek penjabaran ruang lingkup pelajaran
Matematika di sekolah dasar, pada penelitian ini peneliti mengambil
aspek penjabaran pada kelas V semester 2, yaitu bangun ruang.
Penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar tentang materi
bangun ruang berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yaitu sebagai berikut:
18
Tabel 2.1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika
tentang Bangun Ruang Kelas V SD Semester 2
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
6. Memahami sifat-sifat
bangun dan hubungan
antarbangun
6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat
bangun datar
6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat
bangun ruang
6.3 Menentukan jaring-jaring
berbagai bangun ruang
sederhana
6.4 Menyelidiki sifat-sifat
kesebangunan dan simetri
6.5 Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan bangun datar
dan bangun ruang
sederhana
Penelitian ini tidak mengambil semua kompetensi dasar di atas,
namun peneliti hanya mengambil sebagian dari kompetensi dasar 6.2
mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang yaitu khususnya bangun
prisma tegak segiempat dan prisma tegak segitiga. Selanjutnya, peneliti
menentukan indikator yang terdiri dari (1) menyebutkan contoh bendabenda di lingkungan sekitar yang berbentuk prisma tegak segiempat
yang alasnya daerah persegi panjang, (2) mengidentifikasi sisi, rusuk
dan titik sudut prisma tegak segiempat yang alasnya daerah persegi
panjang, (3) menyebutkan contoh benda-benda di lingkungan sekitar
yang berbentuk prisma tegak segiempat yang alasnya daerah persegi
panjang, (4) menghitung banyaknya sisi, rusuk dan titik sudut prisma
tegak
segiempat
yang
alasnya
daerah
persegi
panjang,
(5)
mengidentifikasi sifat-sifat bangun prisma tegak segiempat yang
alasnya daerah persegi panjang, (6) menyebutkan contoh benda-benda
di lingkungan sekitar yang berbentuk prisma tegak segiempat yang
alasnya daerah persegi, (7) mengidentifikasi sisi, rusuk dan titik sudut
prisma tegak segiempat yang alasnya daerah persegi, (8) menyebutkan
contoh benda-benda di lingkungan sekitar yang berbentuk prisma tegak
19
segiempat yang alasnya daerah persegi, (9) menghitung banyaknya sisi,
rusuk dan titik sudut prisma tegak segiempat yang alasnya daerah
persegi, (10) mengidentifikasi sifat-sifat bangun prisma tegak segiempat
yang alasnya daerah persegi, (11) menyebutkan contoh benda-benda di
lingkungan sekitar yang berbentuk prisma tegak segitiga, (12)
mengidentifikasi sisi, rusuk dan titik sudut prisma tegak segitiga, (13)
menyebutkan contoh benda-benda di lingkungan sekitar yang berbentuk
prisma tegak segitiga, (14) menghitung banyaknya sisi, rusuk dan titik
sudut prisma tegak segitiga, (15) mengidentifikasi sifat-sifat bangun
prisma tegak segitiga. Pemilihan ini disesuaikan berdasarkan hasil
identifikasi masalah yang menunjukkan bahwa siswa kelas V SDN
Gumilir 04 sebagian besar masih mengalami kesulitan dalam
menentukan sifat-sifat bangun ruang khususnya bangun prisma.
d. Bangun Ruang
1) Hakikat Bangun Ruang
Wahyudi (2015: 368) berpendapat bahwa, “Bangun ruang
dibentuk oleh daerah segi banyak yang disebut sisi. Bangun ruang
disebut juga bangun berdimensi tiga, karena mengandung tiga unsur,
yaitu panjang, lebar dan tinggi.”
Melengkapi
pengertian
tersebut
Suharjana
(2008:
5)
berpendapat bahwa Bangun ruang adalah bagian ruang yang dibatasi
oleh himpunan titik-titik yang terdapat pada seluruh permukaan bangun
tersebut. Daerah atau bidang yang membatasi bangun ruang disebut sisi.
Sisi-sisi pada bangun ruang bertemu pada satu garis yang disebut rusuk.
Tiga atau lebih rusuk pada suatu bangun ruang bertemu pada suatu titik
yang disebut titik sudut (Pratama, Irdamurni, & Zulmiyetri, 2013).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bangun
ruang adalah bagian ruang yang dibatasi oleh himpunan titik-titik yang
terdapat pada permukaan bangun tersebut, mempunyai bagian-bagian
20
berupa sisi, rusuk dan titik sudut serta mengandung tiga unsur yaitu
panjang, lebar dan tinggi.
2) Macam-Macam Bangun Ruang
Dari macam-macam bangun ruang, peneliti mengambil bangun
prisma untuk dijadikan bahan penelitian.
Prisma adalah bidang banyak yang dibatasi oleh dua bidang
yang sejajar dan beberapa bidang lain yang berpotongan menurut garisgaris yang sejajar (Muhsetyo, 2012: 5.13).
Wahyudi (2015: 368) Bangun prisma yang sering ditemui
adalah prisma tegak yang sisinya berbentuk persegi panjang atau sering
disebut prisma siku-siku. Yang termasuk prisma siku-siku diantaranya
prisma tegak segiempat dan prisma tegak segitiga dapat dijelaskan
seperti di bawah ini:
1. Prisma Tegak Segiempat
Muhsetyo (2012: 5.14) Prisma tegak segi empat ada yang
alasnya daerah persegi panjang disebut balok, dan alasnya daerah
bujur sangkar atau persegi disebut kubus.
a) Prisma Tegak Segiempat yang Alasnya Daerah Persegi Panjang
Prisma tegak segiempat yang alasnya daerah persegi
panjang adalah suatu bangun ruang yang dibatasi oleh tiga pasang
(enam) persegi panjang dimana setiap pasang persegi panjang
saling sejajar (berhadapan) dan berukuran sama. Nama lainnya
adalah prisma siku-siku, kotak atau kuboid. Unsur-Unsur Prisma
Tegak Segiempat yang Alasnya Daerah Persegi Panjang sebagai
berikut.
21
Gambar 2.1: Prisma Tegak Segiempat yang Alasnya
Daerah Persegi Panjang ABCD.EFGH
1. Pada prisma tegak segiempat yang alasnya daerah persegi
panjang ABCD.EFGH terdapat 6 bidang atau sisi yang
berhadapan sejajar dan kongruen yaitu:
- sisi alas = ABCD
- sisi belakang = CDHG
- sisi tutup = EFGH
- sisi kiri = ADHE
- sisi depan = ABFE
- sisi kanan = BCGF
Gambar 2.2: Kerangka Prisma Tegak Segiempat yang Alasnya
Daerah Persegi Panjang ABCD.EFGH
2. Pada kerangka prisma tegak segiempat yang alasnya daerah
persegi panjang ABCD.EFGH terdapat 12 rusuk yang sama
panjang yaitu:
rusuk alas
: AB = CD, BC = AD
rusuk tegak
: AE = BF, DH = CG
rusuk atas
: EF = GH, FG = EH
Gambar 2.3: Kerangka Prisma Tegak Segiempat yang
Alasnya Daerah Persegi Panjang
ABCD.EFGH
22
3. Pada kerangka prisma tegak segiempat yang alasnya daerah
persegi panjang ABCD.EFGH terdapat 8 titik sudut yang sama
besar yaitu:
Titik sudut A
Titik sudut E
Titik sudut B
Titik sudut F
Titik sudut C
Titik sudut G
Titik sudut D
Titik sudut H
A=
B=
C= D= E= F=
G=
H = 90o
b) Prisma Tegak Segiempat yang Alasnya Daerah Persegi
Prisma tegak segiempat yang alasnya daerah persegi disebut
kubus. Kubus adalah prisma siku-siku khusus. Semua sisinya
berbentuk persegi. Kubus juga disebut bidang enam beraturan.
Unsur-Unsur Prisma Tegak Segiempat yang Alasnya Daerah Persegi
sebagai berikut:
Gambar 2.4: Prisma Tegak Segiempat yang Alasnya
Daerah Persegi ABCD.EFGH
1. Pada prisma tegak segiempat yang alasnya daerah persegi ABCD.
EFGH terdapat 6 sisi yang kongruen yang berbentuk persegi
adalah
- sisi alas = ABCD
- sisi belakang = CDHG
- sisi atas = EFGH
- sisi kiri = ADHE
- sisi depan = ABFE
- sisi kanan = BCGF
23
Gambar 2.5: Kerangka Prisma Tegak Segiempat yang Alasnya
Daerah Persegi ABCD.EFGH
2. Pada kerangka prisma tegak segiempat yang alasnya daerah
persegi ABCD.EFGH terdapat 12 rusuk yang sama panjang yaitu:
rusuk alas
: AB = CD, BC = AD
rusuk tegak
: AE = BF, DH = CG
rusuk atas
: EF = GH, FG = EH
Gambar 2.6: Kerangka Prisma Tegak Segiempat yang Alasnya
Daerah Persegi ABCD.EFGH
3. Pada prisma tegak segiempat yang alasnya daerah persegi
ABCD.EFGH terdapat 8 titik sudut yang sama besar yaitu:
Titik sudut A
Titik sudut E
Titik sudut B
Titik sudut F
Titik sudut C
Titik sudut G
Titik sudut D
Titik sudut H
A=
B=
C= D= E= F=
G=
H = 90o
c) Prisma tegak segitiga
Prisma tegak segitiga adalah prisma yang alas dan tutupnya
berbentuk segitiga
24
Sisi
tutup
Sisi
kiri
Sisi
belakang
Sisi
kanan
Sisi
alas
Gambar 2.7: Kerangka dan Prisma Tegak Segitiga ABC.DEF
Unsur-unsur yang dimiliki prisma segitiga adalah sebagai berikut:
a. Pada prisma tegak segitiga ABC.DEF terdapat 5 sisi yang
sejajar dan kongruen, yaitu:
- Sisi alas = ABC
- Sisi kanan = BCFE
- Sisi tutup = DEF
- Sisi belakang = ACFD
- Sisi kiri = ABED
b. Pada prisma tegak segitiga ABC.DEF terdapat 9 rusuk yang sama
panjang, yaitu:
- Rusuk Alas yaitu rusuk AB, BC dan AC
- Rusuk Tutup yaitu DE, EF dan DF
- Rusuk Tegak yaitu AD, BE dan CF
c. Pada prisma tegak segitiga ABC.DEF terdapat 6 titik sudut yang
sama besar yaitu:
- Titik sudut A
- titik sudut D
- Titik sudut B
- titik sudut E
- Titik sudut C
- titik sudut F
3) Sifat-Sifat Prisma Tegak Segiempat
a) Sifat-Sifat Prisma Tegak Segiempat yang alasnya persegi panjang
sebagai berikut.
1) Mempunyai 8 titik sudut yang sama besar
2) Mempunyai 12 rusuk yang sama panjang
25
3) Mempunyai 6 bidang sisi berbentuk persegi panjang, sisi-sisi
yang berhadapan sejajar dan kongruen.
b. Sifat-Sifat Prisma Tegak Segiempat yang alasnya persegi sebagai
berikut.
1) Mempunyai 8 titik sudut yang sama besar
2) Mempunyai 12 rusuk yang sama panjang
3) Mempunyai 6 bidang sisi berbentuk bujur sangkar atau persegi,
sisi-sisi yang berhadapan sejajar dan kongruen.
4) Sifat-Sifat Prisma Tegak Segitiga
Sifat-Sifat Prisma Tegak Segitiga sebagai berikut:
a. Prisma memiliki bentuk alas dan tutup yang kongruen.
b. Memiliki 5 sisi yaitu satu sisi alas dan satu sisi atas yang berbentuk
segitiga yang kongruen serta tiga sisi tegak yang berbentuk persegi
panjang yang sejajar dan sama panjang.
c. Prisma memiliki 9 rusuk yaitu tiga rusuk alas, tiga rusuk tegak dan
tiga rusuk atas yang sama panjang.
d. Memiliki 6 titik sudut yang sama besar.
3) Peningkatan Pembelajaran Matematika Kelas V SD
Menurut Poerwadarminta (2005: 1281) menyatakan peningkatan
berarti proses, cara, perbuatan, meningkatkan. Meningkatkan sendiri
berarti menaikkan (derajat, taraf, dsb); mempertinggi; memperhebat
(produksi dsb). Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengertian peningkatan ialah suatu proses perubahan meningkatkan,
yang berarti proses perubahan dari keadaan tertentu menuju ke arah
yang lebih tinggi tarafnya atau ke arah yang positif (lebih baik).
Pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dengan
guru dan sumber belajar yang direncanakan, dilaksanakan, dan
dievaluasi secara sistematis pada suatu lingkungan belajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
26
Matematika adalah suatu bahan kajian yang memiliki objek
abstrak dibangun dengan pola pemikiran deduktif dimana dalil-dalil
setelah dibuktikan kebenarannya melalui pemecahan masalah, sehingga
berlaku secara umum. Sedangkan menurut Muhsetyo (2008: 1.26)
pembelajaran
kepada
matematika
adalah
melalui
serangkaian
siswa
sehingga
siswa
memperoleh
proses pengalaman
kegiatan
kompetensi
belajar
yang terencana
tentang
bahan
matematika yang dipelajari.
Siswa kelas V SD berada pada rentang usia 10-11 tahun berada
pada tahap perkembangan operasional konkret, memiliki rasa ingin tahu
yang kuat, tertarik pada dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka
sendiri,
aktif
bergerak,
suka
bermain
dan
hal-hal
yang
menggembirakan, suka mencoba hal-hal baru, memiliki sifat kooperatif
dan dapat bekerja sama dan bergaul dengan teman secara baik, mulai
belajar dengan menggunakan prinsip ilmiah sederhana, belajar dengan
bekerja mengamati, berinisiatif, mencoba, dapat mengikuti peraturan
yang ada, serta mulai terdorong untuk berprestasi. Anak telah mampu
berpikir secara logis dan sistematis serta mulai melihat sesuatu
berdasarkan persepsinya tetapi hanya melalui pengertian konkret belum
mampu berpikir secara abstrak. Maka dalam hal ini pembelajaran
Matematika perlu mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar
mengajar. Guru yang berperan sebagai fasilitator siswa dalam kegiatan
belajar mengajar harus dapat mengemas pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
peningkatan pembelajaran Matematika siswa kelas V SD adalah suatu
proses perubahan dari keadaan awal menuju ke arah keadaan yang lebih
baik atau ke arah yang positif dengan melakukan interaksi antara siswa
dan guru, yang merupakan usaha sadar dan terarah yang sudah
dirancang sedemikian rupa oleh guru untuk meningkatkan pembelajaran
matematika dengan menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar
27
yang memungkinkan siswa turut serta berperan aktif dalam kegiatan
pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Sehingga
pembelajaran matematika pada siswa kelas V yang berada pada fase
operasional konkret, belajar dengan mengamati dan mencoba, masih
senang dengan dunia sekitar, aktif bergerak, masih senang bermain dan
bekerjasama, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, serta masih berpikir
konkret akan lebih bermakna bagi siswa serta hasil belajarnya pun akan
mengalami peningkatan.
2.
Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan Media Konkret
a. Penerapan Pendekatan Kontekstual
1) Pengertian Pendekatan Kontekstual
Menurut Trianto
(2012:
107),
“Pendekatan
Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka
sehari-hari. “
Menurut Nurhadi (Rusman 2012: 189) “Pendekatan Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat.“
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pendekatan kontekstual adalah suatu konsep belajar yang
mengaitkan materi dengan kejadian nyata yang dialami siswa dalam
pembelajaran di sekolah sehingga mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam
kehidupan sehari-hari dalam konteks pribadi, sosial dan budaya
28
sehingga siswa benar-benar memperoleh pemahaman tentang apa yang
telah dipelajarinya.
2) Karakteristik Pendekatan Kontekstual di SD
Karakteristik CTL yaitu, (a) kerja sama, (b) saling menunjang,
(c) menyenangkan dan tidak membosankan, (d) belajar dengan
bergairah, (e) pembelajaran terintegrasi, (f) menggunakan berbagai
sumber, (g) siswa aktif, (h) sharing dengan teman, (i) siswa kritis guru
kreatif, (j) dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa,
peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain, (k) laporan kepada
orang tua bukan hanya rapor, melainkan hasil karya siswa, laporan hasil
praktikum, karangan siswa dan lain-lain (Shoimin, 2013: 42).
Menurut Sanjaya (2014: 256) terdapat lima karakteristik penting
CTL, yaitu:
a) Dalam CTL merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah
ada (activing knowledge), artinya apa yang akan dipelajari, tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian
pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang
akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki
keterkaitan satu sama lain.
b) Pendekatan kontektual adalah belajar dalam rangka memperoleh
dan
menambah
pengetahuan
baru
(acquiring
knowledge).
Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya
pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan,
kemudian memperhatikan detailnya.
c) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi dipahami dan
diyakini.
d) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh
29
harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak
perubahan perilaku siswa.
e) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik
untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa karakteristik pendekatan kontekstual di sekolah dasar adalah
mengarah pada pembelajaran yang dilaksanakan dalam situasi yang
menyenangkan, aktif, kreatif, menghasilkan suatu produk/hasil yang
baik dan inovatif, terdapat suatu kerjasama antarsiswa, kebermaknaan
dalam pembelajaran dan diarahkan dalam konteks kehidupan nyata atau
sehari-hari siswa. Seperti saat pembelajaran, siswa diajak untuk berada
di lingkungan nyata dan alamiah sehingga siswa mendapatkan
pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan.
3) Komponen Pendekatan Kontekstual di SD
Menurut Nurhadi Contextual Teaching and Learning (CTL)
melibatkan tujuh komponen utama (Sagala, 2012: 88) adalah sebagai
berikut:
a) Konstruktivisme (Construtivism)
Konstruktivisme, merupakan suatu pendekatan yang meminta
siswa membangun pengertian sendiri mengenal informasi-informasi
yang diperoleh, sehingga pengetahuan itu bermakna baginya.
b) Bertanya (Questioning)
Bertanya (Questioning), merupakan bagian dari proses
pembelajaran yang menimbulkan rasa ingin tahu. Dengan
keingintahuan itu, maka siswa diajak berpikir kritis, di dorong untuk
memperoleh informasi atau mengetahui sesuatu.
30
c) Menemukan (Inquiry)
Menemukan (Inquiry) merupakan proses pembelajaran yang
dilakukan melalui suatu usaha siswa untuk menemukan sendiri
masalah yang dihadapi beserta cara pemecahannya.
d) Masyarakat belajar (learning community)
Masyarakat
belajar
(learning
community),
bahwa
pengetahuan akan banyak dibentuk oleh berkomunikasi dengan
orang lain. Penerapan dalam pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) ini, bahwa hasil belajar akan diperoleh melalui
berbagi dengan teman, dengan orang lain, kelompok, sumbersumber belajar lain, di samping guru.
e) Permodelan (modelling)
Permodelan (modelling), adalah suatu proses pembelajaran
yang menggunakan contoh yang ditiru oleh siswa. Dengan
permodelan siswa akan terhindar dari verbalisme yang abstrak,
karena pembelajaran berproses melalui contoh konkret. Melalui
permodelan guru meminta siswa melakukan sesuatu.
f) Refleksi (reflection)
Refleksi (reflection), merupakan proses berpikir tentang apa
yang telah dipelajari dengan jalan menelaah dan merespon kejadian,
kegiatan, dan pengalaman yang diperoleh untuk mendapatkan
pemahaman baik yang bersifat positif maupun negatif. Melalui
refleksi, siswa dapat meninjau kembali apa yang dimiliki dan
berusaha memperbaharuinya.
g) Penilaian nyata (authentic assessment)
Penilaian nyata (authentic assessment), merupakan proses
penilaian untuk mengumpulkan semua informasi tentang semua
kegiatan belajar yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran
berlangsung, dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber.
Penilaian dapat mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa,
mempersyaratkan penerapan pengetahuan dan pengalaman, yang
31
Contextual Teaching and Learning (CTL) dan relevan. Tujuannya
menilai proses maupun produk.
Menurut Trianto (2012: 111), pendekatan CTL memiliki
tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (Construtivism),
menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar
(learning community), permodelan (modelling), refleksi (reflection),
penilaian nyata (authentic assessment.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa komponen pendekatan kontekstual di SD terdiri
dari
tujuh
komponen
utama
yaitu
(1)
Konstruktivisme
(Construtivism), (2) Bertanya (Questioning), (3) Menemukan
(Inquiry), (4) Masyarakat belajar (learning community), (5)
Permodelan (modelling), (6) Refleksi (reflection), (7) Penilaian
nyata (authentic assessment).
4) Tujuan Pendekatan Kontekstual di SD
CTL bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa
melalui pemahaman materi dengan mengaitkan antara materi pelajaran
dengan konteks kehidupan sehari-hari (Arum, 2013: 32).
Grenno (Smith, 2010: 34) menerangkan bahwa Contextual
Teaching and Learning (CTL) bertujuan untuk meningkatkan
kemungkinan transfer dari kelas ke dalam situasi kehidupan siswa,
meningkatkan
kemungkinan
belajar
siswa
serta
memudahkan
penguasaaan siswa terhadap materi pelajaran
Hal ini sejalan dengan pernyataan Tambelu (2013: 27) bahwa
pendekatan kontekstual bertujuan untuk menyediakan pengetahuan
kepada siswa yang dapat diterapkan secara fleksibel serta dapat
ditransfer dari satu masalah ke yang lain dan dari satu konteks ke yang
lain.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa pendekatan kontekstual di SD bertujuan untuk meningkatkan
32
kemungkinan transfer ilmu pengetahuan dari pembelajaran di kelas ke
dalam situasi kehidupan siswa secara fleksibel sehingga dapat
memudahkan penguasaan materi pelajaran di sekolah dasar.
5) Langkah-langkah Pendekatan Kontekstual di SD
Rusman (2012: 199) secara garis besar langkah-langkah
penerapan CTL dikembangkan dari komponen utama CTL sebagai
berikut:
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. (Constructivisme)
2. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. (Questioning)
3. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
(Inquiry)
4. Ciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam kelompokkelompok (Learning Community)
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran (Modelling)
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan. (Reflection)
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dan objektif dengan berbagai
cara.(Authentic Assesment)
Shoimin (2013: 43-44) memaparkan langkah-langkah penerapan
CTL sebagai berikut:
1) Kegiatan Awal
a) Guru menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti
proses pembelajaran.
b) Apersepsi sebagai penggalian pengetahuan awal siswa terhadap
materi yang akan diajarkan.
c) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok
materi yang akan dipelajari.
d) Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar.
33
2) Kegiatan Inti
a) Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan
yang diajukan guru.
b) Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian dan
alasan atas jawaban permasalahan yang diajukan.
c) Siswa dalam kelompok menyelesaikan lembar kerja yang
diajukan guru
d) Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok
dan kelompok yang lain menanggapi kelompok yang mendapat
tugas.
e) Dengan mengacu pada jawaban siswa, melalui tanya jawab, guru
dan siswa membahas cara penyelesaian masalah yang tepat
f) Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa
tentang hal-hal atau materi yang belum dipahami siswa.
3) Kegiatan Akhir
a) Guru dan siswa membuat kesimpulan
b) Siswa mengerjakan lembar tugas
c) Siswa menukar lembar kerja kepada teman yang lain untuk
dikoreksi dan dibahas sekaligus memberikan penilaian.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah pendekatan kontekstual di sekolah dasar sebagai
berikut:
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Guru memberikan penanaman, pengarahan, dan motivasi kepada
siswa bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika mereka
mengkonstruksi atau mendapatkan sendiri suatu pengetahuan atau
konsep dengan pengalaman yang mereka dapat sendiri. Misalnya
siswa mengamati benda-benda disekitar kelas yang termasuk bangun
ruang. Kemudian siswa menyebutkan nama-nama bangun ruang
tersebut berdasarkan pengalaman atau pengetahuan siswa.
34
2. Bertanya (Questioning)
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya ataupun
sebaliknya guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk
bertanya ataupun sebaliknya guru memberikan pertanyaan kepada
siswa untuk membangkitkan respon siswa. Misalnya: guru bertanya
tentang berapa jumlah sisi, titik sudut dan rusuk pada bangun prisma
tegak segitiga?
3. Menemukan (Inquiry)
Guru melakukan inkuiri dalam pembelajaran yaitu dengan siswa
melakukan percobaan dan observasi untuk menemukan pengetahuan,
informasi, dan konsep itu. Misalnya siswa mengamati, menghitung
dan memahami sisi, titik sudut dan rusuk pada bangun prisma tegak
segitiga. Serta siswa mengamati dan menyebutkan contoh benda
yang berbentuk bangun prisma tegak segitiga dalam kehidupan
sehari-hari seperti: kardus bungkus cokelat.
4. Masyarakat belajar (Learning Community)
Guru mengajak siswa untuk membentuk kelompok dalam kelas.
Pembentukan dilakukan secara merata oleh guru. Dengan tujuan
akan terjalin dan berkembangnya keterampilan siswa dalam
berkomunikasi, dalam kelas. Yaitu dari siswa-diskusi kelompok,
siswa-diskusi kelompok-diskusi kelas. Ataupun menjalin hubungan
dengan orang-orang yang berada di sekitar anak. (Secara
berkelompok siswa memecahkan permasalahan tentang jumlah sisi,
titik sudut, rusuk pada bangun prisma tegak segitiga serta contoh
benda yang berbentuk bangun prisma tegak segitiga dalam
kehidupan sehari-hari.
5. Pemodelan (Modelling)
Guru bersama-sama dengan siswa melakukan pemodelan misal
dengan guru bersama siswa melakukan demonstrasi di depan kelas
atau siswa melakukan, memberikan, dan memperagakan sesuatu di
depan kelas. (Siswa mendemonstrasikan hasil diskusi tentang jumlah
35
sisi pada bangun prisma tegak segitiga dengan media konkret
bungkus cokelat untuk menunjukkan jumlah beserta letak sisi-sisi,
titik sudut, dan media kerangka untuk menunjukkan jumlah beserta
letak rusuk pada bangun tersebut).
6. Refleksi (Reflection)
Guru mengajak siswa bersama-sama melakukan refleksi atau melihat
kembali apa yang telah mereka pelajari sekilas.
(Guru bersama siswa membahas dan menyimpulkan materi tentang
sifat-sifat pada bangun ruang berdasarkan unsur-unsur prisma tegak
segitiga tersebut).
7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Guru melakukan penilaian sebenarnya yaitu guru menilai dari hasil
pekerjaan siswa baik berupa hasil belajar siswa ataupun hasil karya
siswa. (Siswa mengerjakan soal evaluasi tentang sifat-sifat bangun
prisma)
6) Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual di SD
Kelebihan pendekatan CTL dinyatakan oleh Hosnan
(2014: 279)
antara lain:
1) pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa
dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting,
sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi
secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan
tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah
dilupakan;
2) pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan
konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut
aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk
menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis
36
konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami”
bukan ”menghafal”.
Shoimin (2013: 44) kelebihan CTL, yaitu:
1) Pembelajaran kontekstual dapat menekankan aktivitas berpikir siswa
secara penuh, baik fisik maupun mental.
2) Pembelajaran kontekstual dapat menjadikan siswa belajar bukan
dengan
menghafal,
melainkan
proses
berpengalaman
dalam
kehidupan nyata.
3) Kelas dalam kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh
informasi, melainkan sebagai tempat untuk menguji data hasil
temuan mereka di lapangan.
4) Materi pelajaran ditentukan oleh siswa sendiri, bukan hasil
pemberian dari orang lain.
Kekurangan pendekatan CTL menurut Putra (2013: 260-261)
antara lain:
1) Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran
kontekstual berlangsung
2) Jika guru tidak bisa menguasai kelas, maka bisa menciptakan situasi
kelas yang kurang kondusif.
Kekurangan CTL menurut Shoimin (2013: 44) yaitu penerapan
pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang kompleks dan
sulit
dilaksanakan
dalam
konteks
pembelajaran,
selain
juga
membutuhkan waktu yang lama.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa kelebihan penerapan pendekatan kontekstual di SD adalah jika
diterapkan dalam proses pembelajaran di sekolah dasar maka
pembelajaran menjadi lebih bermakna dan nyata bagi siswa karena
pengetahuan dibangun dari pengalaman dan pengetahuan sendiri
sehingga pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan
penguatan konsep. Sedangkan kelemahan yang ada dalam pendekatan
kontekstual secara umum yaitu guru hanya sebagai pembimbing dan
37
fasilitator dalam pembelajaran sehingga siswa diharapkan mampu
menemukan
konsep-konsep
berdasarkan
idenya
masing-masing.
Dengan adanya kelebihan dan kelemahan pendekatan CTL tersebut
maka peneliti berusaha untuk mengembangkan kelebihan-kelebihan
CTL yang ada dengan menerapkan ketujuh komponen utama
pendekatan kontekstual secara benar dan berusaha menghilangkan
kekurangan yang ada dengan melakukan pembelajaran sebaik mungkin
dan meminimalkan kesalahan-kesalahan dalam pembelajaran.
b. Penggunaan Media Konkret
1) Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin, merupakan bentuk jamak
dari kata medium, yang berarti sesuatu yang terletak di tengah (antara
dua pihak atau kutub) atau suatu alat. Media dapat diartikan sebagai
perantara atau penghubung antara dua pihak, yaitu antar sumber pesan
dengan penerima pesan atau informasi (Anitah, 2009: 123).
Arsyad (2011: 4-5) media adalah komponen sumber belajar atau
wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan
siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Padmono (2011: 11)
mengemukakan bahwa “media adalah segala hal (manusia dan alat)
yang membantu atau perantara pesan dari pengirim atau penerima”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa media merupakan alat bantu komunikasi untuk menyampaikan
materi
pembelajaran
kepada
pebelajar
agar
tercapai
tujuan
pembelajaran dengan efektif, aktif, dan efisien.
2) Macam-macam Media
Adapun macam-macam media seperti yang dikemukakan oleh
Anitah (2009: 128) bahwa media pembelajaran digolongkan menjadi
tiga jenis, yaitu media visual, audio, dan audiovisual.
38
a) Media Visual
Media visual adalah media yang hanya dapat digunakan
melalui indera penglihatan. Terdiri dari media yang dapat
diproyeksikan meliputi media proyeksi diam (gambar diam) serta
media proyeksi gerak. media yang tidak dapat diproyeksikan
meliputi still picture, ilustrasi, karikatur, poster, bagan, grafik, peta
datar, relia dan model (benda nyata), dan berbagai jenis papan.
b) Media Audio
Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam
bentuk auditif atau hanya dapat didengar yang dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan para siswa untuk
mempelajari bahan ajar. Terdiri dari program kaset suara, CD
audio, dan program radio.
c) Media Audio-Visual
Media audio-visual adalah kombinasi dari audio dan visual
atau biasa disebut sebagai media pandang dengar. Contohnya yaitu
program video/televisi pendidikan, video/televisi instruksional,
program slide suara, dan program CD interaktif.
Suwarna
(2005:
134)
mengemukakan
klasifikasi
media
pengajaran atau pembelajaran berdasarkan tujuan praktis yang akan
dicapai ialah sebagai berikut:
a) media grafis
b) media audio
c) media proyeksi
Mengenal jenis-jenis media, Sudjana dan Rivai (2010: 3) juga
menyatakan bahwa ada beberapa jenis media yang dapat digunakan
dalam proses pengajaran. Jenis media tersebut, yaitu:
1) media grafis
Media ini sering disebut juga media dua dimensi yakni media
yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Dengan media grafis
guru dapat menyalurkan pesan dan informasi melalui simbol-
39
simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian,
memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu fakta
atau konsep yang mudah terlupakan apabila hanya dilakukan
melalui penjelasan verbal. Beberapa contoh media grafis antara
lain gambar, foto, grafik, kartun, karikatur, puzzle, diagram,
komik dan lain-lain
2) media tiga dimensi
Media tiga dimensi, meliputi: model padat, model susun, model
kerja, diorama dan lain-lain
3) media proyeksi seperti: slide, film, strips, penggunaan OHP dan
lain-lain
4) penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa secara
umum media dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu media
audio, media visual, dan media audio-visual. Media yang digunakan
peneliti
dalam
melakukan
penelitian
adalah
media
konkret.
Berdasarkan jenis dan klasifikasi media di atas, media konkret disebut
juga media sebenarnya atau media relia. Media benda konkret
termasuk dalam media visual yang tidak dapat diproyeksikan , selain
itu termasuk juga dalam media tiga dimensi sebab memiliki panjang,
lebar dan tinggi.
3) Kriteria Pemilihan Media
Indriana (2011: 27) berpendapat, “dasar pertimbangan dalam
pemilihan media adalah terpenuhinya kebutuhan dan tercapainya
tujuan pembelajaran. Jika tidak sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
pembelajaran, maka media tersebut tidak bisa digunakan”. Hal ini
dipertegas dengan pendapat Connel (dalam Indriana, 2011: 27) yang
menyatakan dalam menggunakan media harus sesuai dengan
kebutuhan dan tujuan pembelajaran.
40
Sudjana & Rivai (Sukiman, 2012: 50-51) mengemukakan dalam
memilih media guru hendaknya mempertimbangkan kriteria-kriteria
berikut: (1) ketepatan dengan tujuan/kompetensi yang ingin dicapai;
(2) ketepatan untuk mendukung isi pelajaran yang bersifat fakta,
konsep, prinsip, atau generalisasi; (3) keterampilan guru dalam
menggunakannya; dan (4) tersedianya waktu untuk menggunakan.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Padmono (2011: 18) yang
menyebutkan kriteria dalam memilih media, meliputi: (1) ketepatan
dengan tujuan pengajaran, (2) dukungan terhadap isi bahan pengajaran,
(3) pemudahan memilih media, (4) keterampilan guru dalam
menggunakannya, (5) tersedianya waktu untuk menggunakan, dan (6)
sesuai dengan taraf berpikir siswa.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kriteria
memilih media meliputi: (1) ketepatan dengan tujuan pembelajaran, (2)
ketepatan untuk mendukung isi pengajaran, (3) media tersedia dengan
mudah, (4) kompetensi guru dalam menggunakan media, (5)
tersedianya waktu untuk penggunaan, dan (6) sesuai dengan
karakteristik peserta didik.
Berkenaan dengan kriteria memilih media tersebut, maka media
konkret yang dipilih peneliti sudah memenuhi kriteria yang telah
disebutkan. Media konkret yang digunakan peneliti sesuai dengan isi
materi yang diajarkan yaitu tentang bangun ruang khususnya materi
sifat-sifat bangun prisma karena dalam materi ini siswa harus benarbenar mengetahui, mengenal, mengerti dan memahami bentuk nyata,
nama, bagian-bagian, unsur-unsur bangun prisma yang dipelajarinya
sebelum menuju pada tahap selanjutnya yaitu sifat-sifat bangun
prisma, jaring-jaring maupun volume. Dengan adanya media konkret
pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa dapat mengamati,
meraba, memegang, mengetahui secara langsung bentuk, ukuran
bangun
ruang
tersebut
sehingga
dapat
mendukung
tujuan
pembelajaran. Penggunaan media konkret tergolong mudah karena
41
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa sehingga guru
berkompetensi untuk menggunakannya. Selain itu, media konkret
dapat diperoleh secara mudah banyak ditemukan di lingkungan sekitar
kita. Penggunaan media konkret sangat sesuai dengan karakteristik
peserta didik khususnya anak SD karena usia anak SD masih berada
pada tahap operasional konkret, siswa masih berpikir secara konkret
belum dapat berpikir secara abstrak.
4) Media Konkret
Media konkret dapat juga diartikan sebagai media nyata, realita
atau relia. Asyhar (2011: 54) mengemukakan bahwa benda nyata adalah
benda yang dapat dilihat, didengar atau dialami oleh siswa sehingga
memberikan pengalaman langsung kepada mereka
Sanaky (2013: 128) benda asli adalah benda dalam keadaan
sebenarnya dan seutuhnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa media konkret merupakan media benda asli yang masih dalam
keadaan utuh, ukuran yang sebenarnya dan dikenali sebagai wujud asli
untuk memudahkan konsep yang akan disampaikan kepada siswa,
sehingga siswa merasa tertarik. Media ini dapat berupa benda mati atau
makhluk hidup.
5) Langkah-langkah Penggunaan Media Konkret di SD
Padmono (2011: 43-44) penerapan media nyata atau media
konkret dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan cara: (1)
memperkenalkan unit baru perlu metode khusus yang memberi
perhatian siswa, (2) menjelaskan proses, media nyata tepat untuk
pengajaran yang menunjukkan proses dan tidak sekedar benda, (3)
menjawab pertanyaan (perlu diuji sejauh mana keterlibatan siswa dalam
berinteraksi dengan media nyata, (4) melengkapi perbandingan, (5)
unitakhir atau puncak.
42
Sudjana & Rivai (2010: 197-205) mengemukakan langkahlangkah penggunaan media konkret antara lain: (1) memperkenalkan
unit, (2) menjelaskan proses, (3) menjawab pertanyaan-pertanyaan, (4)
melengkapi pemahaman siswa tentang media konkret, (5) membimbing
siswa menuju unit akhir.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa langkah-langkah penggunaan media konkret di sekolah dasar
sebagai berikut:
a) Persiapan Sebelum Menggunakan Media Konkret
Pada langkah yang pertama ini, guru mempersiapkan diri,
dan media serta peralatan yang mungkin diperlukan dalam
penggunaan media konkret di sekolah dasar. Setelah itu guru perlu
mengatur penempatan media konkret dan peralatan yang lain
dengan baik sehingga setiap siswa memiliki kesempatan yang sama
untuk melihat media tersebut. Dalam penelitian ini media konkret
yang digunakan berupa kardus bungkus cokelat, kardus bungkus
pasta gigi, kotak kapur, kotak kado dan sebagainya.
b) Kegiatan selama penggunaan media
Pada langkah kedua, guru menjaga suasana atau ketenangan
kelas dan menghindari gangguan yang dimungkinkan dapat
menghambat atau mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar.
Kegiatan apapun yang dilakukan oleh guru selama pembelajaran,
bila suasana kelas tidak kondusif dan ketenangan kelas tidak terjaga,
maka konsentrasi siswa akan terganggu dan kegiatan pembelajaran
akan berjalan kurang baik dan kurang maksimal.
Kegiatan selama penggunaan media konkret dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) guru menunjukkan kepada siswa beberapa media konkret seperti
bungkus cokelat, kotak kapur, kardus nasi di depan kelas
disertai upaya menjaga ketenangan kelas dan siswa diminta
43
memegang, mengamati dan memperhatikan media secara
seksama;
2) guru bertanya jawab dengan siswa mengenai nama media
konket tersebut dan membimbing siswa dalam memahami ciriciri media konkret tersebut, misalnya: “Apa nama benda yang
ibu pegang?” Berbentuk bangun ruang apa benda tersebut?
Berapa jumlah sisi bangun ruang tersebut?”;
3) guru menjelaskan materi dan bertanya jawab dengan siswa
tentang cara berbicara yang baik dalam mendeskripsikan media
konkret tersebut. Andi menjawab pertanyaan ibu guru tentang
nama benda yang dipegang ibu guru yaitu wadah cokelat.
Bentuknya bangun prisma tegak segitiga, Sisinya ada 5. “Andi,
dalam menyampaikan/ mendeskripsikan media konkret tersebut
menggunakan kalimat yang jelas, lengkap, baku dan disertai
dengan menunjukkan sesuatu seperti ketika mendeskripsikan
jumlah sisi prisma tegak segitiga, maka ditunjukkan mana
bagian sisi dari bangun tersebut kemudian saat menghitung
jumlahnya maka ditunjukkan mana sisi depan, belakang, kanan,
kiri, tutup, alas dan sebagainya.
4) guru
memberikan
contoh
berbicara
yang
baik
dalam
mendeskripsikan media konkret tersebut misalnya nama benda
yang ibu pegang adalah bungkus cokelat. Berbentuk bangun
ruang prisma tegak segitiga. Jumlah sisi pada bangun prisma
tegak segitiga ada 5. Sisi-sisi pada prisma tegak segitiga yang
berhadapan kongruen disampaikan dengan jelas, disertai dengan
menunjukkan apa yang dilakukan seperti menunjukkan letak sisi
pada prisma tegak segitiga, ;
5) guru memberi penugasaan pada siswa untuk mencoba membuat
deskripsi media konkret dan menjaga ketenangan kelas,
misalnya: “Anak-anak sekarang coba kalian membuat deskripsi
tentang media konkret bungkus cokelat ini ;
44
6) guru meminta beberapa siswa berbicara di depan kelas secara
individual untuk mendeskripsikan salah satu media konkret,
misalnya: “Setelah kalian membuat deskripsi, sekarang kalian
bacakan hasil deskripsi kalian di depan kelas!”
c) Kegiatan Tindak Lanjut
Pada
langkah
ketiga,
guru
menjajagi
apakah
tujuan
pembelajaran telah tercapai atau belum dengan cara melaksanakan
evaluasi.
6) Kelebihan dan Kekurangan Media Konkret
Sanaky (2013:
128-129) media konkret memiliki beberapa
kelebihan yaitu siswa akan lebih banyak belajar, belajar dengan
menggunakan benda-benda asli memegang peranan penting dalam
upaya memperbaiki proses pembelajaran, pembelajar juga dapat belajar
langsung dan tidak hanya mendengar pengajar menjelaskan dengan
monoton gambar yang ditampilkan pengajar.
Kemudian Asyhar mengatakan (2011: 55) “Kelebihan dari
media nyata ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada
siswa sehingga pembelajaran bersifat lebih konkret dan waktu retensi
lebih panjang”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
media konkret memiliki beberapa kelebihan antara lain: (1) memberi
pengalaman yang lebih banyak dan bermakna bagi siswa, (2)
memperbaiki proses pembelajaran, (3) memberi variasi kepada pengajar
agar dalam menjelaskan, siswa tidak hanya mendengarkan saja dan
tidak monoton, (4) memberi waktu retensi yang lebih banyak.
Selain memiliki kelebihan, media konkret juga memiliki
beberapa kekurangan. Sanaky (2013: 129) menyatakan bahwa belajar
menggunakan media konkret memakan biaya yang cukup besar.
Menurut Padmono (2011: 43) penggunaan benda nyata perlu
mempertimbangkan
beberapa
hal
antara
lain:
(1)
apakah
45
memungkinkan dimanfaatkan dalam kelas secara efisien, (2) bagaimana
caranya agar benda nyata sesuai dengan pola belajar siswa, (3) dari
mana sumbernya benda nyata digunakan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa media konkret memiliki beberapa kekurangan antara lain: (1)
media konkret harus dapat dimanfaatkan secara efisien agar dapat
memberikan pengalaman secara langsung kepada siswa, (2) harus dapat
mengetahui cara penyampaian media tersebut dengan benar, (3)
memperhatikan asal sumber benda tersebut agar siswa dapat belajar
dengan media yang sama di tempat berbeda.
c. Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan Media Konkret
Pendekatan Kontekstual adalah suatu konsep pembelajaran yang
mengaitkan materi dengan kejadian nyata yang dialami siswa dalam
pembelajaran di sekolah sehingga mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan tentang apa yang dimiliki dengan penerapan pada
kehidupan sehari-hari dalam konteks pribadi, sosial dan budaya serta
sehingga siswa benar-benar memperoleh pemahaman tentang apa yang
telah dipelajarinya.
Media konkret merupakan media benda asli yang masih dalam
keadaan utuh, ukuran yang sebenarnya dan dikenali sebagai wujud asli
untuk memudahkan konsep yang akan disampaikan kepada siswa,
sehingga siswa merasa tertarik.
Penerapan pendekatan kontekstual dengan media konkret adalah
suatu penerapan pendekatan pembelajaran dengan cara mengaitkan materi
yang diajarkan dengan kehidupan siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan tentang apa yang dimiliki dengan penerapan
pada kehidupan sehari-hari dalam konteks pribadi, sosial dan budaya yang
dikombinasikan dengan media benda asli berdimensi tiga yang memiliki
panjang, lebar dan tinggi yang masih dalam keadaan utuh, ukuran yang
sebenarnya dan dikenali sebagai wujud asli untuk memudahkan konsep
46
yang akan disampaikan kepada siswa sehingga siswa merasa tertarik, dan
benar-benar memperoleh pemahaman tentang apa yang telah dipelajarinya.
d. Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan Media
Konkret Kelas V Sekolah Dasar Materi Sifat-Sifat Bangun Prisma
Langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual dengan media
konkret kelas V sekolah dasar materi sifat-sifat bangun prisma dalam
penelitian ini adalah:
1) Konstruktivisme dengan media konkret berupa bangun ruang
Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada
pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar yaitu dengan
cara guru meminta siswa mengamati benda-benda disekitar kelas yang
termasuk bangun ruang. Kemudian siswa menyebutkan nama-nama
bangun ruang tersebut berdasarkan pengalaman atau pengetahuan
siswa.
2) Bertanya mengenai media konkret berupa bangun ruang
Siswa dan guru bertanya jawab tentang materi pelajaran dan nama
benda-benda yang termasuk dalam media konkret berupa bangun ruang
serta membimbing siswa untuk memahami sifat-sifat bangun ruang
melalui benda tersebut. Guru bertanya kepada siswa tentang banyaknya
sisi, rusuk dan titik sudut bangun prisma tegak segitiga, serta contoh
benda yang berbentuk bangun prisma tegak segitiga dalam kehidupan
sehari-hari.
3) Inkuiri melalui media konkret berupa bangun ruang
Guru
menyajikan
informasi
kepada
siswa
dengan
jalan
mendemonstrasikan dan memberi masalah kepada siswa dengan
menggunakan media konkret berupa benda berbentuk bangun ruang
kemudian siswa diminta untuk menemukan atau memecahkan
permasalahan tersebut serta guru menjelaskan kepada siswa tentang
cara berbicara yang baik dalam mendeskripsikan benda tersebut. Dalam
hal ini, siswa mengamati, Misalnya siswa mengamati, menghitung dan
47
memahami jumlah sisi, titik sudut dan rusuk pada bangun prisma tegak
segitiga. Serta siswa mengamati dan menyebutkan contoh benda yang
berbentuk bangun prisma tegak segitiga dalam kehidupan sehari-hari
seperti: kardus bungkus cokelat.
4) Masyarakat belajar mengenai media konkret berupa bangun ruang
Guru menegaskan siswa serta membimbing siswa dalam kelompokkelompok untuk mendiskusikan materi sifat-sifat bangun ruang
berdasarkan media konkret berupa benda berbentuk bangun ruang.
Yaitu siswa secara berkelompok mengamati, menghitung, dan
memahami jumlah sisi, titik sudut dan rusuk pada bangun prisma tegak
segitiga. Serta siswa mengamati dan menyebutkan contoh benda yang
berbentuk bangun prisma tegak segitiga dalam kehidupan sehari-hari
seperti: kardus bungkus cokelat.
5) Permodelan dengan media konkret berupa bangun ruang
Guru menggunakan media konkret dalam pembelajaran bangun ruang
berupa benda-benda yang berbentuk bangun ruang seperti kemasan
cokelat, santan (prisma segitiga), kemasan sabun mandi, kotak kapur,
kota kado, rubik, kotak tisu, kardus (prisma segiempat) dan lain
sebagainya kemudian guru meminta beberapa siswa berbicara di depan
kelas secara individual untuk mendeskripsikan dengan menggunakan
bahasa yang benar salah satu benda seperti kemasan/bungkus cokelat
yaitu berbentuk prisma tegak segitiga, memiliki 5 sisi, memiiki 6 titik
sudut, memiliki 9 rusuk dan sebagainya sambil menunjukkan letak sisi,
titik sudut maupun rusuk bangun prisma tegak segitiga tersebut.
6) Refleksi
Guru bersama siswa mengulang sekilas proses pembelajaran yang telah
dilakukan serta merefleksikan hasil diskusi siswa, dan bertanya jawab
mengenai sifat-sifat bangun ruang menggunakan media konkret berupa
benda berbentuk bangun ruang sehingga siswa dapat memperbaharui
pengetahuan yang telah dibentuknya serta menambah pengetahuan yang
telah dimiliki. Guru membahas dan menjelaskan materi tentang sifat-
48
sifat bangun prisma tegak segitiga tersebut misalnya prisma tegak
segitiga memilki 5 sisi yang berhadapan dan kongruen, memilki 8 titik
sudut yang sama besar, memilliki 9 rusuk yang berupa tiga rusuk alas
dan tiga rusuk tutup serta tiga rusuk tegak yang sama panjang dan
sebagainya sambil menunjukkan dengan benar kepada siswa, letak-letak
sisi, titik sudut, rusuk dan sebagainya
7) Penilaian autentik
Guru melakukan penilaian autentik atau penilaian sebenarnya yaitu
guru menilai proses pembelajaran siswa serta hasil belajar siswa
melalui penilaian proses seperti dalam mendeskripsikan bangun ruang
prisma tegak segitiga dan penilaian tes hasil belajar siswa melalui
mengerjakan soal evaluasi tentang bangun prisma tegak segitiga.
3.
Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
pernah dilakukan oleh Sutama (Vol. 4, No 3, 2015) pada jurnal internasional
American International Journal of Social Science dari www.aijssnet.com
dengan judul “Lesson Study Based Contextual Mathematics Leraning Quality
in Elementary School of Selo Boyolali”. Penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa pembelajaran berbasis kontekstual dapat meningkatkan pembelajaran
Matematika. Persamaan penelitian yang akan dilaksanakan peneliti dengan
penelitian Tambelu yaitu sama-sama menggunakan pembelajaran kontekstual
untuk meningkatkan pembelajaran Matematika. Sedangkan perbedaannya
adalah pada penelitian Sutama subjeknya siswa kelas IV SD kemudian pada
penelitian ini subjeknya siswa kelas V SD. Selain itu penelitian penelitian
Sutama tidak menggunakan media konkret sedangkan penelitian ini
menggunakan media konkret.
Penelitian relevan yang dilakukan oleh Julie Sarama (Vol 3, No. 3,
2009)
pada jurnal internasional dengan judul Concrete’’ Computer
Manipulatives in Mathematics Education. Penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa penggunaan benda manipulatif (benda konkret) dapat meningkatkan
49
pembelajaran matematika. Persamaan penelitian yang dilaksanakan peneliti
dengan penelitian Julie yaitu sama-sama menggunakan media konkret untuk
meningkatkan pembelajaran Matematika. Sedangkan perbedaannya adalah
pada penelitian Julie
menggunakan media konkret berupa komputer
kemudian pada penelitian ini menggunakan media konkret berupa kotak
kapur, bungkus cokelat, kardus bungkus pasta gigi dan sebagainya. Selain itu
subjek dalam penelitian Julie yaitu siswa secara umum sedangkan dalam
penelitian ini, subjeknya siswa kelas V SD.
M. Amin Rois (2015: 242) dengan judul “Penerapan Pendekatan
Kontekstual dengan Media Konkret dalam Peningkatan Pembelajaran
Matematika pada Siswa Kelas IV SDN 7 Kutosari
Tahun Ajaran
2014/2015.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan
kontekstual dengan media konkret dapat meningkatkan pembelajaran
Matematika tentang sifat-sifat bangun ruang pada siswa kelas IV SDN 7
Kutosari Tahun Ajaran 2014/2015. Persamaan penelitian ini adalah samasama menerapkan pendekatan kontekstual dengan media konkret dalam
pembelajaran serta materi yang diteliti sama-sama tentang sifat-sifat bangun
ruang. Perbedaannya yaitu dalam penelitian yang dilakukan oleh M. Amin
Rois subjeknya adalah siswa kelas IV SD kemudian pada penelitian ini
subjeknya siswa kelas V SD.
Penelitian relevan yang dilakukan oleh Nurul Syifa Urohmah (2015:
225) dengan judul “Penerapan Pendekatan Scientific Dengan Media Konkret
Dalam Peningkatan Pembelajaran Matematika Tentang Bangun Ruang Pada
Siswa Kelas V SD Negeri 2 Kaleng Tahun Ajaran 2014/2015’’. Penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Matematika dengan media
konkret dapat meningkatkan pembelajaran matematika tentang bangun ruang.
Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan media
konkret, subjeknya sama-sama kelas V SD dan materi yang diteliti samasama tentang sifat-sifat bangun ruang. Perbedaannya yaitu penelitian Nurul
Syifa Urohmah menggunakan pendekatan pembelajaran scientific, sedangkan
pada penelitian ini menggunakan pendekatan kontekstual.
50
Berdasarkan beberapa penelitian relevan di atas, dapat disimpulkan
bahwa penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan pembelajaran
matematika serta penggunaan media konkret juga dapat meningkatkan
pembelajaran matematika materi bangun ruang khususnya bangun prisma.
B. Kerangka Berpikir
Karakteristik siswa kelas V SD yang berusia 10-11 tahun berada pada
tahap perkembangan operasional konkret. Pada tahap ini anak memiliki rasa ingin
tahu yang kuat, tertarik pada dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka sendiri,
aktif bergerak, suka bermain dan hal-hal yang menggembirakan, suka mencoba
hal-hal baru, memiliki sifat kooperatif dan dapat bekerja sama dan bergaul dengan
teman secara baik, mulai belajar dengan menggunakan prinsip ilmiah sederhana,
belajar dengan bekerja mengamati, berinisiatif, mencoba, dapat mengikuti
peraturan yang ada, mulai terdorong untuk berprestasi serta anak telah memiliki
kemampuan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat
konkret misalnya benda yang dapat dilihat, didengar, diraba, dan diotak-atik
dengan penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar, belum
mampu berpikir secara abstrak karena pengalaman yang dimiliki masih terbatas
serta dalam memahami konsep, siswa sangat terikat pada proses mengalami
sendiri. Artinya, siswa akan mudah memahami konsep apabila pengertian konsep
tersebut dapat diamati atau siswa melakukan sesuatu yang berkaitan dengan
konsep tersebut.
Hal itu bertentangan dengan karakteristik Matematika yang menyatakan
bahwa matematika adalah suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak
dibangun dengan pola pemikiran deduktif yang diperoleh sebagai akibat logis dari
kebenaran yang sudah ada sebelumnya dan diterima sehingga kebenaran antar
konsep dalam Matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Bangun ruang
merupakan bagian dari ruang lingkup matematika kelas V SD. Bangun ruang
disebut juga bangun berdimensi tiga yang mempunyai bagian berupa sisi, rusuk,
titik sudut serta mengandung tiga unsur yaitu panjang, lebar dan tinggi. Konsep
dan keterampilan yang tercakup dalam bangun ruang sangat baik dalam
51
memberikan apresiasi dan pengalaman bagi siswa SD untuk belajar menjadi
bermakna. Artinya, dalam pembelajaran Matematika tentang bangun ruang
khususnya prisma perlu adanya pendekatan, model maupun media pembelajaran
yang mewakili kenyataan agar materi Matematika tentang bangun ruang yang
abstrak dapat tersalurkan ke dalam pemikiran siswa kelas V.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pembelajaran
matematika tentang bangun ruang yaitu melalui pendekatan kontekstual dengan
media konkret. Pendekatan Kontekstual adalah suatu proses pembelajaran yang
membantu guru dalam mengaitkan materi yang diajarkan dengan kehidupan siswa
dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari dalam konteks
pribadi, sosial dan budaya sehingga siswa benar-benar memperoleh pemahaman
tentang apa yang telah dipelajari. Media konkret adalah media benda asli yang
masih dalam keadaan utuh, ukuran sebenarnya dan dikenali sebagai wujud asli
untuk memudahkan konsep yang akan disampaikan kepada siswa, sehingga siswa
tertarik.
Penerapan
pendekatan
kontektual
dengan
media
konkret
dalam
pembelajaran Matematika tentang Bangun ruang ini sesuai dengan karakteristik
siswa kelas V SD, karena melalui pendekatan kontekstual ini siswa
mengkonstruksi atau menemukan serta menggali sendiri materi bangun ruang
berdasarkan pengalaman yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari siswa sesuai
dengan karakteristik siswa mencoba hal-hal baru, mengembangkan sifat rasa ingin
tahu yang kuat yang dimiliki siswa melalui kegiatan aktif bertanya, siswa bekerja
sama dalam kelompok sesuai dengan karakteristik bahwa siswa memiliki sikap
kooperatif, menghadirkan media konkret terkait materi bangun ruang yang
mendukung proses pembelajaran matematika dengan memanfaatkan lingkungan
sekitar sesuai dengan karakteristik siswa belum mampu memahami hal-hal abstrak
dan masih senang bermain dan tertarik dengan lingkungan sekitar, melakukan
refleksi di akhir kegiatan pembelajaran dan penilaian sebenarnya. Selain itu
penerapan media konkret dapat membantu meningkatkan motivasi siswa dalam
pembelajaran Matematika tentang bangun ruang, karena dengan media konkret,
52
siswa dapat melihat, memegang, maupun mengotak-atik secara langsung bentuk,
ukuran, warna dan sebagainya. Dari bangun ruang tersebut, siswa dapat
mengetahui, memahami dan mengerti jumlah sisi, titik sudut dan rusuk bangun
ruang tersebut. Sehingga siswa dapat menanamkan pengetahuan secara sendirinya
melalui media konkret. Media konkret juga dapat menarik perhatian dan minat
siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan termotivasi untuk mengikuti
pembelajaran dan lebih interaktif dan tujuan pembelajaran tercapai.
Pembelajaran Matematika tentang “Sifat-Sifat Bangun Prisma’’ melalui
pendekatan kontekstual dengan media konkret pada siswa kelas V dilaksanakan
dengan langkah-langkah yaitu: (1) guru mengkonstruk pengetahuan siswa dengan
guru meminta siswa mengamati benda-benda disekitar kelas yang termasuk
bangun ruang. Kemudian siswa menyebutkan nama-nama media konkret bangun
ruang tersebut berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki siswa
(konstruktivisme);
(2) guru menggali rasa ingin tahu siswa dengan bertanya
mengenai jumlah sisi, titik sudut dan rusuk yang terdapat pada media konkret
bangun ruang yang dipegang, dipilih maupun diketahui siswa misalnya prisma
tegak segiempat yang alasnya daerah persegi panjang (questioning); (3) siswa
menggali informasi sendiri mengenai banyaknya sisi, titik sudut dan rusuk dari
media konkret bangun ruang tersebut prisma tegak segiempat yang alasnya daerah
persegi panjang (inquiry); (4) siswa secara berkelompok menyelesaikan masalah
mengenai sifat-sifat yang dimiliki bangun ruang tersebut (learning community);
(5) siswa mendeskripsikan, menghitung dan menunjukkan letak sisi, titik sudut
dan rusuk secara individu salah satu bangun ruang di depan kelas dengan media
konkret berupa kemasan cokelat, kotak kapur, kotak susu, kerangka dan
sebagainya menggunakan bahasa yang baik (modelling) ; (6) guru bersama siswa
melakukan refleksi (reflection); dan (7) guru melakukan penilaian proses yaitu
pada saat pembelajaran matematika materi sifat-sifat bangun prisma dan penilaian
hasil melalui tes evaluasi di akhir pembelajaran (authentic assessment).
Berdasarkan langkah-langkah tersebut, diharapkan penerapan pendekatan
kontekstual dengan media konkret akan menimbulkan rasa senang pada diri siswa
dan siswa merasa tidak bosan dengan pembelajaran yang sedang dijalani sehingga
53
siswa akan aktif dalam belajar dan pembelajaran akan lebih bermakna. Selain itu
jika penerapan pendekatan kontekstual dengan media konkret dalam peningkatan
pembelajaran bangun ruang pada siswa kelas V SD dilaksanakan dengan langkahlangkah yang tepat, siswa kelas V SDN Gumilir 04 mampu belajar Matematika
tentang sifat-sifat bangun prisma dengan rasa senang, aktif, tidak bosan dan
pembelajaran dapat meningkat 85 % serta mencapai KKM yaitu 70. Bagan
kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar 2.8 sebagai berikut.
54
SISWA
Karakteristik siswa kelas V SD yang
berusia 10-11 tahun berada pada
tahap perkembangan operasional
konkret. Pada tahap ini anak telah
memiliki kemampuan berpikir logis,
akan tetapi hanya dengan bendabenda yang bersifat konkret.
MATEMATIKA BANGUN RUANG
 Matematika
 bahan kajian yang memiliki objek
abstrak
 pola pemikiran deduktif
 kebenaran antar konsep bersifat
sangat kuat dan jelas.
 Bangun ruang
 bangun berdimensi tiga
 Mempunyai sisi, rusuk dan titik
sudut
 mengandung tiga unsur yaitu
panjang, lebar dan tinggi.
PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN MEDIA KONKRET
 Penerapan pendekatan kontekstual dengan media konkret dalam pembelajaran Matematika
tentang bangun ruang yang terdiri dari tujuh langkah yaitu konstruktivisme dengan media
konkret, bertanya mengenai media konkret, inkuiri melalui media konkret, masyarakat belajar
mengenai media konkret, permodelan dengan media konkret, refleksi dan penilaian autentik ini
sesuai dengan karakteristik siswa kelas V SD yaitu belum mampu memahami hal-hal abstrak,
masih senang bermain dan tertarik dengan lingkungan sekitar, senang mencoba hal-hal baru,
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, karena siswa mengkonstruksi serta menggali sendiri materi
bangun ruang berdasarkan pengalaman yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, siswa
dituntut aktif, kreatif, berpikir kritis, bekerja sama, media konkret yang mendukung proses
pembelajaran memanfaatkan lingkungan sekitar sehingga pembelajaran menjadi bermakna
Penerapan pendekatan kontekstual dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran bangun
ruang pada siswa kelas V SD melalui langkah-langkah yang tepat, siswa kelas V SDN Gumilir 04
mampu belajar Matematika tentang sifat-sifat bangun prisma dengan rasa senang, aktif, tidak bosan
dan pembelajaran dapat meningkat 85 % serta mencapai KKM yaitu 70
Gambar 2.8: Bagan Kerangka Berpikir
55
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian kajian teori, penelitian yang relevan, serta kerangka berpikir,
maka peneliti dapat menentukan hipotesis tindakan “Jika penerapan pendekatan
kontekstual dengan media konkret dilaksanakan dengan langkah-langkah yang
tepat, maka dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang sifat-sifat
bangun prisma pada siswa kelas V SDN Gumilir 04 tahun ajaran 2015/2016.”
Download