peningkatkan hasil belajar matematika melalui

advertisement
Satya Widya, Vol. 32, No.2. Desember 2016: 138-143
PENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH
BAGI SISWA KELAS VIIIG SMP NEGERI 2 TUNTANG KABUPATEN SEMARANG
TAHUN AJARAN 2015/2016
Tri Muah
[email protected]
SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang
ABSTRAK
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas
VIIIG SMP Negeri 2 Tuntang dengan model Pembelajaran Kooperatif tipe Make a match
pada materi persamaan garis lurus. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Make a match
merupakan salah satu model Pembelajaran Kooperatif dimana siswa bekerja sama mencari
pasangan masing-masing. Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat
tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Pengumpulan data
menggunakan catatan lapangan, observasi, tes dan wawancara. Alat pengumpulan data
adalah lembar observasi, pedoman wawancara, dan butir soal. Analisis data dalam penelitian
tindakan kelas ini menggunakan teknik analisis deskriptif. Hasil yang didapat dalam penelitian
ini: siklus 1 dilakukan selama 2 pertemuan dengan hasil persentase siswa yang nilainya di
atas KKM sebanyak 53,33%. Siklus 2 dilakukan selama 2 pertemuan dengan hasil persentase
siswa yang nilainya di atas KKM sebanyak 76.67%. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
bahwa Model Pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas 8G SMP Negeri 2 Tuntang.
Kata kunci: pembelajaran kooperatif Make a Match, hasil belajar
PENDAHULUAN
Mata pelajaran matematika adalah salah
satu mata pelajaran yang memberikan
kontribusi positif untuk tercapainya masyarakat
yang cerdas dan bermartabat melalui sikap kritis
dan berfikir logis. Matematika sebagai salah satu
ilmu dasar yang penting diajarkan supaya siswa
mampu berhitung, berpikir kritis, kreatif , teliti
dan logis. Kurangnya ketahanan pribadi dalam
belajar matematika dapat berpengaruh besar
terhadap gairah belajar matematika. Jika hal
ini dibiarkan maka siswa akan semakin tidak
menyenangi matematika bahkan pada taraf
tertentu akan bersikap anti pati pada pelajaran
matematika. Hal ini berakibat pada prestasi
belajar matematika akan semakin rendah.
138
Pembelajaran matematika di SMP N 2
Tuntang khususnya siswa kelas 8 tergolong
rendah. Rendahnya hasil belajar matematika di
kelas VIIIG SMP Negeri 2 Tuntang, nampak
pada rata-rata prestasi belajar siswa masih di
bawah KKM (70). Berdasarkan tes materi
menggambar persamaan garis lurus bahwa dari
30 siswa kelas VIIIG, ada 3 siswa (10%) mendapatkan nilai di atas KKM sedangkan 27
siswa (90%) belum mencapai KKM. selanjutnya hasil rata-rata kelas diperoleh sebesar 53,4.
Hasil pengamatan proses pembelajaran
matematika di SMP Negeri 2 Tuntang
menunjukkan bahwa pembelajaran masih
berpusat pada guru. Pada saat kegiatan belajar
di kelas sebagian besar siswa cenderung pasif,
Peningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match (Tri Muah)
siswa juga beranggapan bahwa matematika itu
pelajaran yang menakutkan dan membosankan.
Berdasarkan masalah tersebut, perlu dilakukan
perbaikan yang terkait pada proses pembelajaran. Upaya yang dilakukan dalam rangka
perbaikan ialah melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
dalam materi persamaan garis lurus yang akan
diajarkan.
KAJIAN PUSTAKA
MATEMATIKA
Wahyudi (2012:10) menjelaskan bahwa
matematika berkenaan dengan ide (gagasangagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan,
yang diatur secara logis sehingga matematika
berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.
Selanjutnya, Heruman (2007:27) mengemukakan matematika sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari struktur yang abstrak dan pola
hubungan yang ada di dalamnya. Hal ini berarti
belajar matematika pada hakekatnya adalah
belajar konsep, struktur konsep dan mencari
hubungan antar konsep dan strukturnya.
Menurut lampiran Permendiknas No. 22
Tahun 2006 (Depdiknas, 2006) matematika
merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, mempunyai
peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Perkembangan
pesat teknologi informasi dan komunikasi
dewasa ini dilandasi oleh perkembangan
matematika di bidang teori bilangan, aljabar,
analisis, teori peluang dan matematika diskrit.
Mata pelajaran matematika perlu diberikan
kepada semua peserta didik untuk membekali
peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama. Kemampuan itu
diperlukan agar siswa memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan
yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Pembelajaran matematika hendaknya
dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai
dengan situasi (contextual problem). Dengan
mengajukan masalah kontekstual, peserta didik
secara bertahap dibimbing untuk menguasai
konsep matematika. Untuk meningkatkan
keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan
menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau
media lainnya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa matematika ialah suatu
pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis,
berjenjang dari yang paling mudah hingga ke
paling rumit. Sedangkan pembelajaran matematika hakikatnya adalah proses dirancang
dengan tujuan untuk menciptakan suasana
lingkungan yang memungkinkan siswa
melaksanakan kegiatan belajar matematika
yang mampu menanamkan konsep matematika
secara jelas, tepat dan akurat kepada siswa
sesuai dengan jenjang kelasnya.
Berpijak pada hakikat dan karakterisik
pembelajaran matematika seperti telah diuraikan diatas, maka guru mata pelajaran matematika perlu mempertimbangkan rancangan
pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerjasama melalui
model pembelajaran kooperatif make a match.
Uraian secara medalam atau mendetail
tentang model pembelajaran kooperatif make
a match dan hasil belajar pada bagian tersendiri
Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative
Learning)
Pengertian Pembelajaran Kooperatif
menurut Isjoni (2011) adalah sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk bekerjasama
139
Satya Widya, Vol. 32, No.2. Desember 2016: 138-143
dengan peserta didik lain dalam tugas-tugas
yang terstruktur selanjutnya guru bertindak
sebagai fasilitator. Belajar kooperatif menurut
Anitah (2008) adalah pembelajaran yang
menggunakan kelompok kecil sehingga siswa
bekerja sama untuk memaksimalkan kegiatan
belajarnya sendiri dan juga anggota yang lain.
Dari dua definisi tentang pembelajaran
kooperatif dapat disimpulkan sebagai kegiatan
pembelajaran dengan cara berkelompok untuk
bekerja sama menyelesaikan persoalan.
Konsep pembelajaran kooperatif pada
intinya menempatkan pengetahuan yang dimiliki
siswa yaitu hasil dari aktivitas yang dilakukan,
bukan pengajaran yang diterima secara pasif
(Isjoni, 2010). Hasil pembelajaran kooperatif
dapat bermanfaat bagi siswa yang memiliki
prestasi rendah namun berusaha memperoleh
pengetahuan dari pada kelompok siswa yang
prestasinya tinggi yang tidak berpikir untuk
memperolehnya. Siswa yang lemah belajar
dengan konsep yang menantang melalui interaksi
dengan siswa yang pintar dengan mendorong
keberhasilan mereka serta menimbulkan
perjuangan di dalam kelas. Siswa yang pintar
dalam belajar kelompok dapat memperluas
pemahaman mereka karena menjelaskan
konsep-konsep pada siswa yang lain (Isjoni,
2010).
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Make a Match
Model pembelajaran make a match atau
mencari pasangan menurut Kunandar (2008)
adalah model pembelajaran kooperatif dengan
cara mencari pasangan soal atau jawaban yang
tepat dan siswa yang sudah menemukan
pasangannya sebelum batas waktu akan diberi
poin. Model pembelajaran kooperatif tipe
make a match ini dikembangkan oleh Lorna
Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik
ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil
140
belajar mengenai suatu konsep atau topik
dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini
bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan
untuk semua tingkatan usia anak didik.
Kunandar (2008) menyebutkan langkahlangkah model pembelajaran kooperatif tipe
make a match sebagai berikut: (1) guru menyiapkan kartu yang berisi beberapa konsep
atau topik yang cocok untuk sesi review, bagian
depan berisi soal, sedangkan bagian belakang
berisi jawaban; (2) setiap siswa mendapat satu
kartu; tiap siswa memikirkan jawaban dan soal
dari kartu yang dipegang; (3) setiap siswa
mencari pasangan yang mempunyai kartu yang
cocok dengan kartunya; (4) setiap siswa yang
dapat mencocokkan kartunya sebelum batas
waktu, maka akan diberi hadiah atau poin; (4)
setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap
siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya.
Kelebihan dari model pembelajaran
kooperatif tipe make a match yaitu, dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik
secara kognitif maupun fisik; ada unsur
permainan, metode ini menyenangkan; meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi
yang dipelajari; dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa; efektif sebagai sarana melatih
keberanian siswa untuk tampil presentasi;
efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai
waktu untuk belajar.
Hasil Belajar
Poerwadarminto (2003:348) mengatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang
dicapai setelah seseorang mengadakan suatu
kegiatan belajar yang terbentuk dalam bentuk
suatu nilai hasil belajar yang diberikan guru.
selanjutnya, Tu’u (2004: 75) menyatakan bahwa
hasil belajar dibuktikan dan ditunjukkan melalui
nilai, atau angka nilai dari hasil evaluasi yang
dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan
Peningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match (Tri Muah)
ulangan-ulangan atau ujian yang ditempuhnya.
Hasil belajar menurut Anni (2004:4) merupakan
perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar
setelah mengalami aktivitas belajar, sedangkan
hasil belajar menurut Sudjana (1990:22) adalah
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Berdasarkan
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa
setelah siswa melakukan kegiatan belajar. Hasil
belajar ini berupa nilai yang diberikan oleh guru
sebagai bentuk dari pengalaman belajar.
Gagne seperti dikutip oleh Kunandar
(2008) menyebutkan bahwa ada lima kategori
hasil belajar, yakni: informasi verbal, kecakapan
intelektul, strategi kognitif, sikap dan keterampilan. Sementara itu Bloom mengungkapkan
tiga tujuan pengajaran yang merupakan
kemampuan seseorang yang harus dicapai dan
merupakan hasil belajar yaitu: kognitif, afektif,
dan psikomotorik (Sudjana, 1990:22).
Penelitian ini mengacu pada hasil belajar
menurut Kunandar (2008) dimana hasil belajar
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pembelajaran dari guru. Pemahaman yang dimiliki
siswa dapat mengontrol nilai yang akan dicapai
siswa, sehingga setiap siswa memiliki kepuasan
terhadap kemampuan yang dimiliki dan nilai atau
hasil belajar yang didapatnya.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada bulan
Oktober sampai dengan November pada
semester gasal tahun ajaran 2015/2016 pada
materi persamaan garis lurus. Lokasi penelitian
dilakukan di SMP Negeri 2 Tuntang yang
terletak di Jln. Mertokusumo, Ds. Candirejo,
Kec. Tuntang, Kab. Semarang. Pemilihan
tempat didasarkan pada pertimbangan bahwa
di kelas VIIIG SMP Negeri 2 Tuntang masih
mengalami masalah dalam hasil belajar siswa
pada mata pelajaran matematika yang masih
rendah. Subyek penelitian adalah siswa kelas
VIIIG yang berjumlah 30 siswa.
Sumber data dalam penelitian ini ialah
diperoleh dari wawancara, observasi, dan nilai
tes formatif siswa. Teknik pengumpulan data
menggunakan tes dan catatan harian.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian tindakan kelas dilakukan di
SMP Negeri 2 Tuntang yaitu kelas VIIIG
berjumlah 30 siswa. Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara sebelum dilakukan
penelitian, hasil belajar siswa kelas VIIIG
tergolong rendah yaitu dari 30 siswa, ada 27
siswa (10%) belum tuntas.
Selanjutnya dilakukan perbaikan melalui
2 siklus, siklus 1 dilaksanakan dalam dua
pertemuan. Pada pertemuan 1 guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make
a match yaitu dengan membagikan kartu-kartu
soal kepada seluruh siswa, bagian depan adalah
soal dan bagian belakang adalah jawaban milik
teman. Siswa mengerjakan soal-soal di dalam
kartu sampai batas waktu yang ditentukan,
kemudian mencari pasangan jawaban dari kartu
yang didapat. Hal ini bertujuan agar siswa mau
berperan aktif dalam setiap pembelajaran, tidak
pasif hanya duduk mendengarkan penjelasan
guru. Hasil pengamatan setelah dilakukan
penerapan make a match pada pertemuan 1,
siswa sudah mulai aktif mengerjakan soal yang
diberikan oleh guru, namun masih ada siswa
yang bingung dengan langkah pembelajaran
dengan make a math karena baru pertama kali
diterapkan. Pertemuan 2, siswa sudah terbiasa
dengan model pembelajaran kooperatif tipe
make a match. Terlihat ketika proses pengerjaan soal, keseluruhan siswa sudah memiliki
kesadaran akan tugas yang diberikan. Akhir
siklus I, yaitu setelah pertemuan 1 dan 2, dilakukan tes siklus I (post test 1) untuk mengukur
tingkat pemahaman siswa.
141
Satya Widya, Vol. 32, No.2. Desember 2016: 138-143
Siklus II dilaksanakan dalam dua
pertemuan, pertemuan 1 melanjutkan materi
siklus I, menggunakan model pembelajaran
koperatif make a match. Setiap siswa
diberikan sebuah kartu soal, bagian depan
adalah soal dan bagian belakang adalah
jawaban milik teman. Siswa mengerjakan soal
di dalam kartu sampai batas waktu yang
ditentukan, kemudian mencari pasangan
jawaban dari kartu yang didapat. Pertemuan
2, pembelajaran diawali dengan penyampaian
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, guru
menjelaskan materi dengan model pembelajarannya make a match. Hasil pengamatan
siklus II, siswa sangat antusias dan berperan
aktif dalam seluruh proses pembelajaran, terlihat
bahwa siswa asyik dalam mengerjakan soal dan
mencari pasangan kartu. Siswa yang sebelumnya pasif mau berinteraksi dengan guru, bertanya
jika ada materi yang belum paham. Akhir siklus
II, yaitu setelah pertemuan 1 dan 2, dilakukan
tes siklus II (post test 2) untuk mengukur tingkat
pemahaman siswa. Tabel 1 berikut adalah hasil
belajar siswa SMP Negeri 2 Tuntang pada
setiap siklus.
Berdasarkan Tabel 1 dan Gambar 1, hasil
belajar kondisi awal sampai siklus II terdapat
selisih tingkat persentase dari indikator
keberhasilan. Ketuntasan pada kondisi awal
mengalami peningkatan pada siklus I yaitu dari
10% menjadi 53,33% dengan selisih 43.33%.
Peningkatan juga terjadi pada siklus I ke siklus
II yaitu dari 53.33% menjadi 76.67% dengan
selisih 23,34%. Dari data diatas dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar siswa sudah
mencapai indikator keberhasilan yang telah
ditetapkan yaitu 70% siswa tuntas.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilaksanakan melalui penelitian tindakan kelas
melalui penerapan model cooperetive learning
tipe make a match dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas VIIIG SMP Negeri 2
Tuntang. Peningkatan hasil belajar ini dapat
dilihat dari persentase tingkat kelulusan siswa
pada pra siklus, siklus I dan siklus II. Persentase
tingkat kelulusan pada kondisi awal adalah
10%, pada siklus I adalah 53.33% dan pada
Tabel 1 Hasil Tiap Siklus
KONDISI
Tuntas
Tidak
Tuntas
JUMLAH
KONDISI AWAL
Jumlah
Persentase
SIKLUS I
Jumlah
Persentase
SIKLUS II
Jumlah
Prosentase
3 siswa
27 siswa
10%
90%
16 siswa
14 siswa
53,33%
46,67%
23siswa
7 siswa
76.67%
23.33%
30 siswa
100%
30 siswa
100%
30 siswa
100%
Gambar 1. Persentase ketuntasan hasil tiap siklus
142
Peningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match (Tri Muah)
siklus II adalah 76.67%. Jadi penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe make a match
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
materi garis singgung di kelas 8G SMP Negeri
2 Tuntang.
Saran
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I
dan II dengan penerapan model cooperetive
tipe make a match kelas 8G SMP Negeri 2
Tuntang pada materi persamaan garis lurus
maka disampaikan saran kepada sekolah, guru,
dan peneliti lain. Adapun saran tersebut adalah:
1. Hendaknya guru memperhatikan setiap siswa
yang tidak hadir saat pembelajaran berlangsung, karena akan ada kendala dalam
pembelajaran menggunakan make a match.
2. Sebelum melakukan penelitian hendaknya
guru memperkaya pemahaman tentang model
cooperative learning tipe make a match.
3. Pihak guru disarankan untuk menjadikan
model cooperative learning tipe make a
match sebagai suatu referensi dalam
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Anni. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT
MKK: Universitas Semarang.
Heruman. 2007. Model pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Isjoni. 2011. Pembelajaran Kooperatif
Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi
Antar Peserta Didik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Kunandar. 2018. Langkah Mudah Penelitian
Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Lie, Anita. 2008. Cooperatif Learning. Jakarta:
Grasindo.
Poerwadarminta, W.J.S. 2003. Kamus Umum
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Sudjana.1999. StrategiPembelajaran.
Bandung: Falah Production.
Tulus, Tu’u. 2004. Peran Disiplin pada
Perilaku dan Prestasi Belajar. Jakarta:
Wahyudi. 2012. Matematika realistik dan
implementasinya dalam proses
pembelajaran.
143
Download