DAFtAR NEGAtIF INvEStASI

advertisement
Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia
Daftar Negatif Investasi
TM Zakir Machmud
Publikasi Ikhtisar Kebijakan Singkat ini merupakan hasil dari
Aktivitas ‘Kebijakan Ekonomi di Indonesia’ yang dilakukan oleh Centre
for Strategic and International Studies (CSIS) dan Economic Research
Institute for ASEAN and East Asia (ERIA). Kegiatan ini merupakan
kontribusi pemikiran dari komunitas penelitian/riset, yang diharapkan
dapat membantu meningkatkan efektivitas kebijakan pemerintah.
Dalam kegiatan ini, CSIS bersama dengan ERIA mengundang 16 ahli
ekonomi dari berbagai institusi penelitian terkemuka yang kompeten
pada bidang keahlian yang spesifik, untuk berdiskusi mengenai tujuh
permasalahan strategis ekonomi Indonesia (pembangunan infrastruktur,
kebijakan daya saing, iklim investasi, kebijakan pangan, kebijakan
sektor jasa, kebijakan fiskal, dan kebijakan perlindungan sosial),
yang kemudian dikumpulkan dalam rangkaian ikhtisar kebijakan singkat
(policy brief) untuk masing-masing topik.
Diseminasi hasil temuan dan rekomendasi yang dihasilkan
kegiatan ini dilakukan melalui berbagai jalur. Kegiatan ini berusaha
untuk melibatkan pejabat pemerintah yang terkait melalui sejumlah
Focus Group Discussion (FGD) dan Audiensi dengan pengambil kebijakan
strategis, yang terkait dengan masing-masing topik di atas. Sementara itu,
diseminasi kepada publik secara luas juga dilakukan melalui sejumlah
Seminar Publik mengenai masing-masing topik, serta melalui publikasi
Ikhtisar Kebijakan Singkat dan sejumlah multimedia pendukung yang
dapat diakses secara online melalui www.paradigmaekonomi.org.
1
Ikhtisar Penting:
1. Investasi baik domestik maupun asing merupakan salah satu
pilar penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia
2. Sebagai salah satu alat kebijakan pemerintah untuk mengatur
investasi asing, Daftar Negatif Investasi (DNI) harus
mencerminkan keseimbangan antara tujuan pembangunan
ekonomi dan kepentingan nasional. Daftar Negatif Investasi
(DNI) juga harus bersifat dinamis mengikuti kondisi
pembangunan ekonomi nasional serta mempertimbangkan
perkembangan kondisi ekonomi (dan bisnis) global.
3. Semakin maju tingkat pembangunan ekonomi negara,
semakin pendek daftar bidang usaha dan/atau semakin mudah
persyaratan DNI-nya
4. Proses penyusunan DNI harus dilakukan dengan komprehensif,
transparan dan membuka ruang seluas-luasnya bagi partisipasi
dari berbagai pemangku kepentingan
Pengantar
Selain konsumsi, investasi (Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto –
PMTDB) merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Selama satu dasawarsa terakhir kontribusi investasi berada dikisaran 20%
– 30% dari total Produk Domestik Bruto (PDB), kedua terbesar setelah
konsumsi yang mencapai 56%. Sebagai negara yang sedang mendorong
percepatan pertumbuhan ekonominya agar tidak terjebak dalam “middle
income trap”, semakin disadari bahwa peran investasi, baik yang bersumber
dari dalam negeri (PMDN) maupun luar negeri (PMA) adalah sangat penting.
Ditengah terbatasnya ketersediaan sumber pembiayaan investasi dalam negeri,
yakni tingkat tabungan domestik, peran dari investasi asing semakin diperlukan.
Daftar Negatif Investasi (DNI) merupakan salah satu alat kebijakan
pemerintah yang berfungsi untuk mengatur investasi di Indonesia. Pada intinya,
DNI memuat bidang usaha (sektor bisnis) mana saja yang tertutup sepenuhnya
bagi investasi atau terbuka sebagian, yakni berinvestasi dengan persyaratan
tertentu. Bidang usaha (sektor bisnis) dan persyaratan dimaksud tercantum
dalam Peraturan Presiden tentang Daftar Negatif Investasi yang direvisi
secara berkala sesuai kebutuhan dan kepentingan pembangunan nasional.
Pendekatan yang digunakan oleh pemerintah dalam menyusun DNI adalah
negative approach, dimana bidang usaha (sektor bisnis) yang dikecualikan
dari daftar ini berarti terbuka sepenuhnya bagi asing untuk berinvestasi.1
Pengaturan seperti ini lazim dipergunakan oleh pemerintah di berbagai negara
untuk mengatur investasinya. Beberapa negara yang memiliki pengaturan
serupa diantaranya: Executive Order 184 on 10th Foreign Investment Negative
List (Philippina)2, List of Businesses Prohibited for Foreign Investment (Saudi
1 Pasal 3 Perpres no.39/2014 menyatakan “Bidang usaha yang tidak tercantum dalam Lampiran I (daftar bidang
usaha tertutup untuk penanaman modal) dan Lampiran II (daftar bidang usaha terbuka dengan persyaratan)
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 dan pasal 2 dinyatakan terbuka tanpa persyaratan dalam penanaman modal”.
2 http://www.gov.ph/2015/05/29/executive-order-no-184-s-2015/
2
Arabian General Investment Authority – SAGIA)3, Special Administrative
Measures (Negative List) on Foreign Investment Access in Shanghai Pilot Free
Trade Zone (Shanghai Municipal Government).4
Pengalaman best practice dari beberapa negara menunjukan bahwa semakin
maju tingkat pembangunan ekonomi suatu negara maka semakin terbuka
terhadap investasi asing. Dengan demikian, daftar bidang usaha yang masuk
dalam negative list bagi investasi asing otomatis juga akan semakin pendek,
atau semakin mudah persyaratannya. Pengaturan terhadap investasi asing di
negara-negara seperti ini relatif hampir sama dengan pengaturan terhadap
investasi domestiknya. Beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman,
Jepang bahkan tidak lagi menerapkan aturan seperti DNI.
Sebagai negara yang masih membutuhkan investasi, tentunya pemerintah
akan berupaya maksimal untuk membuka peluang investasi seluas-luasnya,
terutama bagi investasi asing khususnya di bidang-bidang usaha penting namun
belum mampu dikuasai oleh bangsa Indonesia. Diharapkan, masuknya investasi
asing akan memberikan kontribusi pada bangsa Indonesia berupa perbaikan
level kemampuan teknologi (technology upgrading) melalui transfer teknologi
(spillover), perbaikan keahlian dan pengetahuan (improved skill and knowledge)
tenaga kerja maupun memperluas jaringan usaha (business network expansion).
Disamping itu, juga menciptakan lapangan pekerjaan baru, berpotensi
menambah pendapatan negara, dan masih banyak manfaat positif lainnya.
Ada sedikit catatan, beberapa dari manfaat diatas, pada prakteknya belum terjadi
secara optimal di lapangan. Dalam banyak kasus, proses transfer teknologi,
keahlian dan ilmu pengetahuan (spillover) kepada SDM Indonesia tidak berjalan
semulus yang diperkirakan. Begitu juga dengan harapan bertambah luasnya
jaringan bisnis bagi perusahaan lokal tidak dengan serta merta terlaksana dengan
mudah. Oleh karena itu, aturan dan regulasi pendukung yang berkaitan dengan
hal-hal tersebut perlu dibuat dan dilaksanakan secara tegas dan konsisten.
Sebagai salah satu negara tujuan investasi yang cukup menarik5, proses
penyusunan DNI harus sejalan dan konsisten dengan tujuan pembangunan
ekonomi nasional dan kepentingan publik antara lain: pengembangan UMKM
dan Koperasi, pemerataan pembangunan, perlindungan sosial dan kesehatan
masyarakat, pelestarian lingkungan hidup, bidang usaha strategis bagi
NKRI dlsb. Dalam rangka mengakomodasi tujuan dan kepentingan dimaksud,
daftar bidang usaha dalam DNI diatur melalui dua cara, yaitu: (a) bidang usaha
yang tertutup penuh untuk investasi (baik domestik maupun asing)6, dan (b) bidang
usaha yang terbuka dengan persyaratan7. Adapun persyaratannya mencakup: (i)
dicadangkan untuk UMKM dan Koperasi, (ii) besaran kepemilikan modal asing,
(iii) melalui kemitraan, (iv) memerlukan izin khusus, (v) harus berdiri dilokasi
tertentu, dan atau (vi) kombinasi dari persyaratan-persyaratan diatas.
Terlepas dari berbagai persyaratan yang diterapkan, Pemerintah perlu
mencari titik keseimbangan antara kepentingan nasional dan kebutuhan
investasi yang cukup tinggi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Untuk itu perlu diupayakan langkah-langkah terobosan. Misalnya dalam upaya
mendorong perkembangan UMKM dan Koperasi, pemerintah bisa memberikan
insentif (dalam berbagai bentuk) bagi investasi berskala besar (baik asing
3 http://www.sagia.gov.sa/en/InvestorServices/InvestorLibrary/SubCategory_Library/Business_not_permitted.pdf
4 http://www.nortonrosefulbright.com/knowledge/publications/118112/new-2014-negative-list-reduces-restrictionsfor-foreign-investment-in-the-shanghai-free-trade-zone
5 Setidaknya menurut beberapa lembaga pemeringkat dunia seperti Fitch Rating, Moody dan Japan Credit Rating
Indonesia sudah tergolong dalam kategori Investment Grade.
6 Perpres no.39/2014 Lampiran I
7 Op.cit Lampiran II
3
maupun domestik) untuk masuk ke bidang-bidang usaha tertentu asalkan
bermitra dengan UMKM dan Koperasi lokal. Dengan demikian UMKM dan
Koperasi akan semakin terintegrasi dalam jaringan produksi/distribusi yang
lebih luas secara nasional maupun internsional. Langkah ini sudah dilakukan
dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid X yang diluncurkan bulan Februari 2016
lalu, walaupun produk hukumnya belum tersedia (lihat BOX).
Aturan DNI terakhir yang diterbitkan pemerintah adalah Perpres no.39/2014.
Aturan ini merupakan revisi dari aturan sebelumnya, yakni Perpres no.36/2010.
Ada sedikit perbedaan dengan aturan sebelumnya, dimana Perpres no.39/2014
memperketat aturan bahkan menutup bidang usaha tertentu untuk investasi
asing diantaranya: jasa migas, perdagangan eceran (kecuali usaha skala besar),
transportasi, pembangkit energi skala kecil, jasa pengamanan, dan perdagangan
dan logistik. Sementara disisi lain, membuka atau mempermudah aturan
yang ada untuk investasi asing di beberapa bidang usaha meliputi: fasilitas
pelabuhan, energi, farmasi/obat-obatan, telekomunikasi fixed line, kelautan
dan modal ventura.8
Revisi DNI Perpres no.39/2014 dan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid
X, Februari 2016
Baru-baru ini pemerintah melakukan revisi Perpres no 39/2014
tentang DNI, dimana tujuan utamanya adalah dalam rangka
mendorong peningkatan investasi baik domestik maupun
asing dengan tetap meningkatkan perlindungan bagi UMKM
dan Koperasi. Untuk itu, BKPM dan Kementerian Koordinator
Perekonomian, sebagai lembaga yang berwenang mengundang
berbagai pemangku kepentingan, termasuk kementerian/lembaga,
pelaku usaha, asosiasi bisnis, kamar dagang asing, lembaga
swadaya masyarakat (NGO, CSO) untuk memberikan masukan
dan tanggapannya. Hasil revisi tentang DNI tertuang dalam Paket
Kebijakan Ekonomi Jilid X yang diluncurkan pada tanggal 11
Februari 2016. Pada intinya, paket kebijakan ekonomi ini berisi:
(i) bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI (35 bidang usaha), (ii)
bidang usaha yang dibuka untuk asing dengan besaran tertentu,
dari sebelumnya 100% PMDN (20 bidang usaha), (iii) penambahan
bidang usaha agar PMDN dan PMA dipersyaratkan bermitra dengan
UMKM dan Koperasi (62 bidang usaha), (iv) penyederhanaan
(reklasifikasi) bidang usaha untuk UMKM dan Koperasi, (v)
perluasan nilai pekerjaan bidang usaha yang dicadangkan untuk
UMKM dan Koperasi (39 bidang usaha), (vi) penambahan bidang
usaha yang dicadangkan untuk UMKM dan Koperasi (19 bidang
usaha). Mayoritas, bidang-bidang usaha tercakup diatas bersifat
jasa pelayanan seperti: jasa konsultan konstruksi, jasa pariwisata,
jasa e-commerce, jasa cold storage, jasa perfilman dan hanya dua
yang berupa industri manufaktur. Meskipun telah diumumkan,
produk hukumnya (Peraturan Presiden) belum terbit hingga kini.
Menurut kepala BKPM, aturannya sudah ada namun masih dalam
proses konfirmasi dengan kementerian/lembaga terkait.
8 https://www.kpmg.com/ID/en/IssuesAndInsights/ArticlesPublications/Documents/Investing%20in%20Indonesia%20
2015.pdf
4
Sumber: disarikan dari
http://www.kemenkeu.go.id/Berita/paket-kebijakan-ekonomijilid-x-tingkatkan-investasi-lindungi-umkmk
http://www.merdeka.com/uang/bkpm-sebut-regulasi-revisi-dniditerbitkan-pertengahan-april.html
Beberapa Isu Penting Dalam Penyusunan DNI
Setidaknya ada tiga isu penting dalam proses penyusunan DNI yang perlu
mendapat perhatian serius. Jika tidak ditangani dengan tepat, akan menimbulkan
kebingungan dan ketidakpastian bisnis bagi para investor, khususnya investor
asing, yang dapat bermuara pada hengkangnya mereka dari Indonesia.
Isu tersebut adalah:
1. Pada pelaksanaannya, banyak bermunculan inkonsistensi aturan yang terjadi
di lapangan. Inkonsistensi ini muncul karena ada perbedaan penafsiran
hukum antara aturan DNI yang bersifat lintas sektoral (generalis) dengan
aturan sektoral yang lebih spesifik (specialis). Aturan mana yang harus diikuti,
seandainya terjadi pertentangan diantara keduanya. Ditambah lagi dengan
munculnya isu tata urutan (hirarki) perundangan, dimana aturan berbentuk
Undang Undang (UU) memiliki tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan Peraturan Presiden. Akibatnya, seringkali para pengambil kebijakan
sektoral tidak mengindahkan aturan dalam DNI. Oleh karena itu perlu ada
upaya penataan hukum yang terkoordinasi untuk memecahkan masalah ini.
Misalnya: (1) menjadikan aturan tentang DNI sebagai acuan satu-satunya
tentang investasi asing dalam penyusunan aturan pelaksanaan sektoral,
(2) mempertegas fungsi kendali dan koordinasi dari Kementerian Koordinator
Perekonomian sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang terkait dengan
aturan tentang DNI.
2. Hal lain yang juga kerap muncul di lapangan adalah masih adanya
pemahaman yang keliru dari sebagian pemangku kepentingan yang
beranggapan bahwa DNI merupakan aturan untuk melindungi (proteksi)
bidang usaha tertentu dari investasi asing. Berangkat dari pemikiran dimaksud,
seringkali muncul loby dan desakan dari pihak-pihak yang berkepentingan
agar bidang usaha tertentu dimasukan ke dalam DNI sehingga terbebas
dari asing atau setidaknya ada persyaratan khusus untuk investasi asing.
Berbagai alasan, dan justifikasi, termasuk isu nasionalisme dikemukakan
agar investasi asing tidak masuk atau setidaknya dibatasi di bidang tertentu.
Sementara disisi lain ada beberapa pihak lain yang berkepentingan
menginginkan agar bidang usaha dimaksud dibuka seluas-luasnya untuk
asing. Mereka umumnya beranggapan bahwa proteksi melalui DNI hanya
akan menyuburkan praktik bisnis yang tidak sehat dan hanya menguntungkan
segelintir produsen dalam negeri. Tidak jarang, tarik menarik yang terjadi antar
kepentingan yang saling berlawanan ini menjadikan proses penyusunannya
menjadi alot dan memakan waktu. Akibatnya revisi aturan tentang DNI yang
ditunggu-tunggu investor terlambat diterbitkan.
3. Yang juga banyak dikeluhkan, utamanya oleh para pemodal adalah
proses penyusunan DNI yang seringkali tidak transparan. Tanpa ada
pemberitahuan atau penjelasan dari pihak berwenang terlebih dulu,
ada bidang usaha tertentu dimasukan atau dikeluarkan dari daftar DNI.
Tentunya ini akan sangat mempengaruhi minat untuk berinvestasi di
5
bidang tersebut. Secara prosedural, usulan pertama bidang usaha tertentu
masuk/keluar dari daftar DNI berasal dari kementerian/lembaga terkait,
yang secara umum menerima masukan dari asosiasi bisnis di bidang usaha
tersebut. Walaupun ada proses verifikasi di kementerian/lembaga, bisa
dikatakan hampir semua usulan tidak dilengkapi dengan kajian biaya dan
manfaat (cost benefit analysis). Kemudian BKPM dan Kemenko Perekonomian
sebagai lembaga lintas sektoral yang berwenang juga melakukan screening
dari usulan yang masuk dari kementerian/lembaga. Namun proses ini juga
tidak dilengkapi dengan kajian mendalam yang menggunakan instrumen
analisis yang memadai seperti Regualtory Impact Assessment (RIA). Akibatnya
penentuan masuk/tidaknya satu bidang usaha ke dalam daftar DNI tidak
memiliki kriteria yang jelas dan terkadang hasil dari proses tawar menawar.
Rekomendasi
1. Sosialisasi dan Diseminasi pemahaman bahwa Indonesia masih
membutuhkan investasi untuk mendorong pembangunan ekonomi.
Mengingat masih rendahnya sumber pembiayaan investasi dari dalam negeri,
maka peran penting dari investasi asing semakin dirasakan. Semakin tinggi
laju pertumbuhan investasi suatu negara maka semakin baik pembangunan
ekonominya dan otomatis semakin sejahtera masyarakatnya. Selain itu
juga ditunjukan bahwa masuknya investasi asing membawa manfaat lain
bagi bangsa Indonesia dari sisi mikro seperti adanya transfer teknologi,
pengetahuan dan keahlian (spillover), perluasan jaringan bisnis, penciptaan
lapangan kerja, dlsb.
2. Sosialisasi dan diseminasi pemahaman ke berbagai pemangku kepentingan
sektoral bahwa DNI adalah alat/kebijakan untuk mengatur investasi BUKAN
untuk menghambat investasi asing. Tujuan dari pengaturan ini adalah agar
sejalan dan konsisten dengan kepentingan publik dan tujuan pembangunan
nasional. Kebijakan ini bersifat dinamis mengikuti kondisi dan perkembangan
ekonomi negara dan juga memperhatikan perkembangan kondisi ekonomi
dan bisnis global. Pengalaman best practice dari beberapa negara maju
menunjukan bahwa dengan semakin maju tingkat pembangunan ekonomi
suatu negara, semakin terbuka dengan investasi asing.
3. Dalam menyusun aturan tentang DNI pemerintah perlu memperhatikan isu
konsistensi dan harmonisasi aturan perundangan lintas sektor, termasuk tata
urutan (hirarki) aturan perundangan. Untuk itu perlu ada upaya penataan
hukum yang terkoordinasi lintas sektor dibawah Kementerian Koordinator
Perekonomian. Upaya dimaksud misalnya: (1) menjadikan aturan tentang
DNI sebagai acuan satu-satunya tentang investasi asing dalam penyusunan
aturan pelaksanaan sektoral, (2) mempertegas fungsi kendali dan koordinasi
dari Kementerian Koordinator Perekonomian sebagai satu-satunya lembaga
yang berwenang terkait dengan aturan tentang DNI.
4. Ada perbaikan proses penyusunan DNI agar lebih komprehensif dan
transparan.
a. Kementerian/lembaga sebagai instansi pengusul bidang usaha perlu
melakukan kajian yang objektif dan sungguh-sungguh, seperti analisis
biaya-manfaat atau analisis dampak atas masukan-masukan yang diterima
dari berbagai pemangku kepentingan (asosiasi bisnis) sebelum diteruskan
ke BKPM dan Kemenko Perekonomian.
6
b. BKPM dan Kementrian Koordinator Perekonomian sebagai lembaga yang
bertanggung jawab atas penyusunan aturan DNI juga perlu melakukan
kajian-kajian yang objektif seperti Regulatory Impact Assessment
(RIA) atas masukan-masukan yang diterima dari berbagai pemangku
kepentingan, termasuk kementerian teknis.
c. Karena menyangkut kepentingan nasional, selain melakukan kajian,
baik K/L maupun BKPM dan kemenko Perekonomian perlu membuka
ruang partisipasi yang seluas-luasnya bagi pemangku kepentingan lainnya
seperti masyarakat, CSO, dll dalam proses penyusunan DNI. Mekanisme
konsultasi ataupun penyebarluasan usulan draf aturan melalui berbagai
saluran media publik (internet, Koran, TV) merupakan salah satu cara
yang baik.
8
Download