BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri Konsep diri menurut Rogers (dalam Sobur, 2011) adalah bagian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimboliskan, dimana “aku” merupakan pusat referensi setiap pengalaman. Konsep diri merupakan bagian inti dari pengalaman individu yang secara perlahan dibedakan dan disimboliskan sebagai bayangan tentang diri yang mengatakan “apa dan siapa aku sebenarnya” dan “apa yang sebenarnya harus saya perbuat”. Jadi self concept adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan akau dari yang bukan aku. Konsep diri adalah kemampuan keyakinan dan persepsi diri mengenai diri sendiri yang terorganisasi dengan kata lain, konsep diri tersebut bekerja sebagai dasar, diri memberikan sebuah kerangka berfikir yang menentukan bagaimana mengolah informasi tentang diri sendiri, termasuk motivasi, keadaan emosional, evaluasi diri, kemampuan dan banyak hal lainnya Klien (dalam Baron, 2003) Brooks (dalam Rakhmat, 2008) mengemukakan konsep diri mencakup seluruh pandangan dan pesan individu tentang dirinya sendiri, 12 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 baik yang bersifat fisik, sosial ataupun psikologis yang diperoleh individu berdasarkan pengalaman dan interaksi individu. Menurut (Hurlock, 1993) konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep ini mencakup citra fisik diri citra psikologis diri, citra fisik diri biasanya terbentuk pertama dan berkaitan dengan penampilan fisik, daya tarik, kesesuaian dan tidak kesesuaian terhadap jenis kelamin. Citra psikologis didasarkan atas pikiran, perasaan dan emosi, yang terdiri dari kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian terhadap kehidupan. Calhoun dan Acocella (1990) mengatakan cara pandang individu dengan yang lainya akan membentuk suatu konsep tentang dirinya, konsep tentang diri merupakan hal terpenting bagi kehidupan individu karena konsep diri menentukan bagaimana individu bertindak dalam berbagai situasi. Berk (dalam Dariyo, 2007) konsep diri (self-concept) ialah gambaran diri sendiri yang bersifat menyeluruh terhadap keberadaan diri seseorang. Konsep diri ini meliputi asek fisiologis, psikologis, psikososiologis, psiko etika dan moral. Gambaran konsep diri berasal dari interaksi antara diri sendiri maupun antara diri dengan orang lain. Mead (dalam Burn, 1993) mendefinisikan konsep diri sebagai perasaan, pandangan, dan penilaian individu mengenai dirinya yang didapat dari hasil interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Menurut 13 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 Hurlock (1999) konsep diri adalah pandangan individu mengenai dirinya. Konsep diri terdiri dari dua komponen, yaitu konsep diri sebenarnya (real self) yang merupakan gambaran mengenai diri, dan konsep diri ideal (ideal self) yang merupakan gambaran individu mengenai kepribadian yang diinginkan. Sedangkan Sobur (2003) mengatakan konsep diri adalah semua persepsi kita terhadaap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek social, dan aspek psikologis, yang didasarkan pada pengalaman dan interksi dengan orang lain. Goss dan O’Hair (dalam Sobur, 2003) menunjukan bahwa konsep diri mengacu pada cara anda menilai diri anda sendiri, seberapa besar anda berpikir bahwa diri anda berharga sebagai seseorang. Fits (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan linngkungan. Konsep diri secara fenomenologis bahwa individu dapat mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti individu menunjukan suatu kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti yang ia lakukan terhadap dunia di luar dirinya. Fits juga mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri 14 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 seseorang, dapat lebih mudah meramalkan dan memahami tigkah laku orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri (Agustiani, 2006). Berdasarkan dari beberapa definisi, dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan individu mengenai dirinya, meliputi gambaran mengenai diri dan kepribadian yang diinginkan, yang diperoleh dari pengalaman dan interaksi dengan orang lain. 2. Dimensi – Dimensi Dalam Konsep Diri Fitts (dalam Agustiani, 2006) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut : 1) Dimensi internal Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk : a. Diri identitas (identity self) Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pertanyaan, “siapa saya ?”. Dari labellabel dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) dapat membangun identitas diri serta gambaran dirinya. Kemudian seiring bertambahnya usia dan interaksi dengan lingkungannya, 15 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 pengetahuan individu tentang dirinya menjadi bertambah, sehingga ia dapat melengkapi keterangan tetang dirinya dengan hal-hal yang lebih kompleks, seperti “saya pintar tetapi terlalu gemuk “ dan sebagainya. b. Diri Pelaku (behavioral self) Diri sebagai pelaku merupakan persepsi seseorang terhadap tingkah lakunya atau caranya bertindak mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”, selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri identitas. Diri yang adekuat akan menunjukan adanya keserasian antara diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. Kaitan dari keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai. c. Diri Penerimaan/Penilai (judging self) Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara mediator antara diri identitas dan diri pelaku. Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-label yang dikenal pada dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya tetapi juga sarat dengan nilai-nilai. Selanjutnya, penilaian ini lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkanya. Diri penilai 16 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang rendah dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar pada dirinya. Sebaliknya, individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya lebih realistis, lebih memungkinkan individu untuk melupakan keadaan dirinya dan memfokuskan energy serta perhatiannya ke luar diri, dan berfungsi lebih konstruktif. Ketiga bagian internal ini mempunyai peran yang berbeda-beda, namun saling melengkapi dan berinteraksi membentuk suatu diri yang utuh dan menyeluruh. 2) Dimensi Eksternal Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dengan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang berkaitan dengan sekolah, organisasi, gama, dan sebagainya, dimensi ini juga bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu : a. Diri Fisik (physical self) Merupakan persepsi dan perasaan seseorang terhadap keadaan diriya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, warna kulit (hitam, putih), 17 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus). b. Diri Etika Moral (moral ethical self) Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai-nilai etika dan moral, selain itu juga berkaitan dengan persepsi hubungan seseorang dengan Tuhannya, rasa puas seseorang pada kehidupan keagamaannya, nilai-nilai moral yang dianut berkenaan dengan apa yang baik dan yang buruk. c. Diri Pribadi (personal self) Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana seseorang merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat. d. Diri Keluarga (family self) Diri keluarga merupakan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh perasaan seseorang terhadap dirinya sebagai anggota keluarga dan terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya selaku anggota keluarga, mencintai dan di cintai 18 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 keluarga, merasa bahagia di tengah-tengah keluarganya, merasa bangga dengan keluarga. e. Diri Sosial (social self) Bagian ini merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya dalam berinteraksi dengan orang lain (orang tua, saudara kandung, kerabat dalam lingkungan keluarga, tempat teman-teman tinggal disekitarnya pergaulan, lebih maupun luas atau komunikasi). Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam dimensi eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya dengan orang lain. Seseorang tidak dapat begitu saja menilai bahwa ia memiliki fisik yang baik tanpa adanya reaksi dari orang lain yang memperlihatkan bahwa secara fisik ia memang menarik. Demikian pula seseorang tidak dapat mengatakan bahwa dirinya memiliki diri pribadi yang baik tanpa adanya tanggapan atau rekasi orang lain di sekitarnya yang menunjukan bahwa dirinya memang memiliki pribadi yang baik. Menurut Calhoun dan Acocella (dalam Desmita, 2009) dimensi konsep diri, yaitu : a. Pengetahuan Dimensi pertama dari konsep diri ini adalah apa yang kita ketahui tentang diri sendiri atau penjelasan dari “siapa saya” yang 19 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 akan memberi gambaran tentang diri saya. Gambaran tersebut pada gilirannya akan membentuk citra diri. Gambaran diri tersebut merupakan kesimpulan dari: pandangan kita dalam berbagai peran yang kita pegang, seperti sebagai orangtua, suami atau istri, karyawan, pelajar, dan seterusnya; pandangan kita tentang watak kepribadian yang kita rasakan ada pada diri kita, seperti jujur, setia, gembira, bersahabat, aktif, dan seterusnya; pandangan kita tentang sikap yang ada pada diri kita; kemampuan yang kita miliki, kecakapan yang kita kuasai, dan berbagai karakteristik lainnya yang kita lihat melekat pada diri kita. b. Harapan Dimensi kedua dari konsep diri adalah dimensi harapan atau diri yang dicita-citakan dimasa depan. Ketika kita mempunyai sejumlah pandangan tentang siapa kita sebenarnya, pada saat yang sama kita juga mempunyai pandangan lain tentang kemungkinan menjadi apa diri kita dimasa mendatang. Singkatnya kita juga mempunyai pengharapan bagi diri kita sendiri. Pengharapan ini merupakan diri ideal (self ideal) atau diri yang dicita-citakan. Citacita diri (self-ideal) terdiri alas dambaan, aspirasi, harapan, keinginan bagi diri kita, atau menjadi manusia seperti apa yang kita inginkan. 20 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 c. Penilaian Dimensi ketiga konsep diri adalah penilaian kita terhadap diri kita sendiri. Penilaian diri sendiri merupakan pandangan kita tentang harga atau kewajaran kita sebagai pribadi. setiap hari kita berperan sebagai penilai tentang diri kita sendiri, menilai apakah kita bertentangan: 1) pengharapan bagi diri kita sendiri (saya dapat menjadi apa), 2) standar yang kita tetapkan bagi diri kita sendiri (saya seharusnya menjadi apa). Hasil dari penilaian tersebut membentuk apa yang disebut dengan rasa harga diri, yaitu seberapa besar kita menyukai konsep diri. Seorang individu tidak dapat mengatakan bahwa dirinya memiliki diri pribadi yang baik tanpa adanya tanggapan atau reaksi orang lain di sekitarnya yang menunjukan bahwa dirinya memang memiliki pribadi yang baik. 3. Aspek-Aspek Dalam Konsep Diri Staines (dalam Burns, 1993) menjelaskan ada tiga aspek dalam konsep diri, yaitu : a. Konsep diri dasar. Aspek ini merupakan pandangan individu terhadap status, peranan, dan kemampuan dirinya. b. Diri sosial. Aspek ini merupakan diri sebagaimana yang diyakini individu dan orang lain yang melihat dan mengevaluasi. 21 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 c. Diri ideal. Aspek ini merupakan gambaran mengenai pribadi yang diharapkan oleh individu, sebagian berupa keinginan dan sebagian berupa keharusankeharusan. Berk (dalam Dariyo, 2007) pemahaman keberadaan diri sendiri berhubungan erat dengan pemahaman terhadap karakteristik secara objektif terhadap diri sendiri, atau yang disebut sebagai kategori diri (selfcategorial). Ada beberapa aspek-aspek psikologi : a. Aspek fisiologis Berkaitan dengan unsur-unsur fisik, seperti warna kulit, bentuk, berat atau tinggi badan, raut muka (tampan, cantik, sedng, atau jelek), memiliki kondisi badan yang sehat, normal/cacat dan sebagainya. Karakteristik fisik mempengaruhi bagaimana seseorang menilai diri sendiri, tidak dipungkiri orang lain juga penilaian terhadap fisiologis. b. Aspek Psikologis Meliputi tiga hal yaitu (1) kognisi (kecerdasan, minat, dan bakat, kreatifitas, kemampuan konsentrasi), (2) afeksi (ketahanan, ketekunan, dan keuletan kerja), (3) konasi (kecepatan dan ketelitian kerja) unsurunsur psikologis tersebut akan mempengaruhi penilaian terhada diri sendiri, penilaian yang baik akan akan mengembangkan konsep diri yang baik dan juga demikian sebaliknya. 22 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 c. Aspek psiko-sosiologis Pemahaman individu yang masih memiliki hubungan dengan lingkungan sosialnya. Terdiri dari tiga unsur yaitu (1) orangtua, saudara, dan kerabat dalam keluarga, (2) teman-teman pergaulan dalam kehidupn bertetangga, (3) lingkungan sekolah (guru, teman sekolah, aturan-aturan sekolah), oleh karena itu orang untuk menjalin hubungan dengan lingkungan harus mempunyai kemampuan interaksi. Tuntutan sosial secara langsung maupun tidak langsung mentaati aturan-aturan sosial. d. Aspek psiko-spiritual Kemampuan pengalaman individu yang berhubungan dengan nilainilai dan ajaran agama, meliputi (1) ketaatan beribadah, (2) kesetiaan berdoa dan puasa, (3) kesetiaan menjalankan agama. diri spiritual ini bersifat berhubungan erat dengan Tuhan. e. Aspek psikoetika dan moral Suatu kemmpuan memahami dan melakukan perbuatan berdasarkan nilai-nilai etika dan moralitas. Setiap pemikiran, perasaan, dan perilaku individu harus mengacu pada nilai kebaikan, keadilan, kebenaran, dan kepantasan. Sangat penting untuk menopang keberhasilan seseorang untuk melakukan penyesuaian diri dengan orang lain. 23 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 (Hurlock, 1999) mengemukakan bahwa konsep diri memiliki dua aspek, yaitu : a. Fisik. Aspek ini meliputi sejumlah konsep yang dimiliki individu mengenai penampilan, kesesuaian dengan jenis kelamin, arti penting tubuh, dan perasaan gengsi di hadapan orang lain yang disebabkan oleh keadaan fisiknya. Hal penting yang berkaitan dengan keadaan fisik adalah daya tarik dan penampilan tubuh dihadapan orang lain. Individu dengan penampilan yang menarik cenderung mendapatkan sikap sosial yang menyenangkan dan penerimaan sosial dari lingkungan sekitar yang akan menimbulkan konsep yang positif bagi individu. b. Psikologis. Aspek ini meliputi penilaian individu terhadap keadaan psikis dirinya, seperti rasa percaya diri, harga diri, serta kemampuan dan ketidakmampuannya. Penilaian individu terhadap keadaan psikis dirinya, seperti perasaan mengenai kemampuan atau ketidakmampuannya akan berpengaruh terhadap rasa percaya diri dan harga dirinya. Individu yang merasa mampu akan mengalami peningkatan rasa percaya diri dan harga diri, sedangkan individu dengan perasaan tidak mampu akan merasa rendah diri sehingga cenderung terjadi penurunan harga diri. 24 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri Menurut Rakhmat (dalam Sobur, 2003) konsep diri terbentuk dalam waktu yang relatif lama, banyak factor yang mempengaruhi konsep diri antaranya jatidiri (identitas) orang lain yang kita nilai, pengalaman terhadap lingkungan terdekatnya bermula dari lingkungan rumah dengan menilai dari masing-masing anggota keluarga, lalu setelah bertambah besar mulai mempunyai hubungan yang lebih luas dari sekedar lingkungan keluarganya. Maka akan lebih mempunyai banyak teman, lebih banyak kenalan, pengetahuan-pengetahuan baru,dan mumpunyai lebih banyak pengalaman, akhirnya akan memperoleh konsep diri yang baru dan berbeda dari apa yang sudah terbentuk sebelumnya. Fits juga mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang, dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri. Konsep diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut Fitts (dalam Agustiani, 2006) : a. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan perasaan positif dan perasaan berharga. b. Kompetisi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain. 25 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 c. Aktualisasi diri atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang sebenarnya. Centi (dalam Rakhmat, 2008) mengemukakan konsep diri (self concept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagaimana yang di harapkan. Ada beberapa factor antara lain : a. Inteligensi Inteligensi mempunyai penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. b. Pendidikan Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestasinya. Jika prestasinya meningkat maka konsep dirinya akan berubah. c. Status sosial ekonomi Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Penerimaan lingkungan terhadap seseorang cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingkan individu yang status sosialnya rendah. 26 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 d. Hubungan keluarga Seseorang mempunyai hubungan yang erat dengan anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. e. Orang lain Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Sullivan (dalam Rakhmat, 2005) menjelaskan bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya bila orang lain selalu meremehkan dirinya, menyalahkan dan menolaknya ia akan cenderung tidak akan menyenangi diri kita. 5. Jenis-Jenis Konsep Diri Menurut Calhoun & Acocella (1990), dalam perkembangannya konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. a. Konsep diri positif Konsep diri positif menunjukan adanya penerimaan diri dimana individu dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik. Konsep diri positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri sehingga 27 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima dirinya aapa adanya. Individu memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicaai, mampu menghadapi kehidupan di masa depannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan. Brooks dan Emmert dikutip (Rakhmat, 2008) yang menyatakan bahwa individu yng memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal, yaitu : 1. Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah. 2. Merasa setara dengan orang lain. 3. Menerima pujian tanpa rasa malu. 4. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat. b. Konsep diri negatif Sedangkan untuk konsep diri yang negatif (Coopersmith, 1991) mengemukakan beberapa karakteristik yaitu mempunyai perasaan tidak aman kurang menerima dirinya sendiri dan biasanya memiliki harga diri yang rendah. Fits (dalam Yanti, 2008) menyebutkan cirriciri individu yang mempunyai konsep diri negative adalah : 1. Tidak menyukai dan menghormati diri sendiri. 2. Memiliki gambaran yang tidak pasti terhadap dirinya. 28 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 3. Sulit mendefinisikan diri sendiri dan mudah terpengaruh oleh bujukan dari luar. 4. Tidak memiliki pertahanan psikologis yang dapat membantu menjaga tingkat harga dirinya. 5. Mempunyai banyak persepsi yang saling berkonflik. 6. Merasa aneh dan asing terhdap diri sendiri sehingga sulit untuk bergaul. 7. Mengalami kecemasan yang tinggi, serta serimg mengalami pengalaman negative dan tidak dapat mengambil manfaat dari pengalaman tersebut. Konsep diri seseorang dapat bergerak di dalam kesatuan dari positif ke negatif Burns, (1993). Berkaitan langsung dengan respon lingkungan sosialnya terhadap diri dirinya. Jika seseorang memperoleh perlakuan yang positif, maka ia akan mengembangkan konsep diri yang positif pula. individu tidak akan ragu untuk dapat membuka diri dan menerima masukan dari luar sehingga konsep dirinya menjadi lebih dekat pada kenyataan. Berdasarkan uraian diatas bahwa individu yang memiliki konsep diri negatif tidak tahu siapa dirinya akan cenderung tidak dapat menerima keadaan dirinya dan mempunyai kemungkinan akan merasa rendah diri atau dapat menimbulkan efek yang kurang baik bagi dirinya dan tingkah lakunya, namun sebaliknya dengan individu yang berkonsep diri positif akan akan memandang 29 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 dirinya dengan stabil dan teratur merasa dirinya lebih berharga lebih percaya diri pada dirinya dalam mengahadapi berbagai situasi. B. Remaja 1. Defenisi Remaja Desmita (2009) mengatakan arti dari remaja yang telah digunakan secara luas untuk menunjukan suatu perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa, yang ditandai perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas sebagai individu yang terpisah dari keluarga, dan menghadapi tugas menentukan jalan hidupnya (Atkinson, 2004). Menurut (Hurlock, 1999) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang berarti ”tumbuh” atau ”tumbuh menjadi dewasa”, adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Sedangkan Chaplin (1997) mengatakan bahwa adolescence merupakan masa remaja, yaitu periode antara masa pubertas sifat transisi ke dewasa atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. 30 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 Piaget (dalam Hurlock, 1992) mengatakan secara psikologis masa remaja adalah usia saat individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak-anak tidak lagi meras dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkat yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Mereka tidak dapat dan tidak mau lagi diperlakukan sebagai kanak-kanak karena mereka sekarang hidup dengan orang dewasa, didalam masyarakat orang dewasa menuntut penyesuaian dengan orang dewasa. Selanjutnya Kartono (dalam Rola, 2006) mengatakan bahwa masa remaja juga sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, banyak terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai fungsi jasmaniah dan rohaniah. Yang sangat menonjol pada periode ini adalah kesadaran diri yang mendalam mengenai diri sendiri dimana remaja mulai meyakini kemampuannya, potensi, citacita, usaha menentukan jalan hidup, dan mulai mencari nilai-nilai tertentu, seperti kebaikan, keluhuran, kebijaksanaan, dan keindahan. Dari beberapa definisi tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimana remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak. Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Namun pada 31 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 masa ini juga seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku dan kepribadian baik secara fisik maupun mental. 2. Batasan Usia Remaja Mendefinisikan remaja untuk masyarakat indonesia sama sulitnya dengan menetapkan definisi remaja secara umum. Karena di Indonesia sendiri terdiri dari berbagai macam suku, adat dan tingkat social-ekonomi maupun pendidikan. Adapun batasan usia remaja menurut beberapa sumber (Sarwono, 2011) dalam bukunya Psikologi Remaja : a. Menurut WHO mendefinisikan bahwa anak bisa dikatakan remaja apabila telah mencapai umur 10-20 tahun. Sedangkat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan batasan kurun usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda. b. Menurut Hukum Dalam UU No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah, dan dalam UU Perkawinan No.1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja apabila sudah cukup matang untuk menikah yaitu umur 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki. c. Secara sosial psikologis (Hurlock, 1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal 32 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 dan akhir dibedakan karena pada remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa. d. Dari sudut pandang Perkembangan Fisik bahwa seorang pria yang berotot, berkumis, berjenggot dan juga tumbuhnya rambut di daerah kemaluan, menghasilkan beberapa ratus juta sel mani (sperma) setiap kali ia berejakulasi atau mengalami mimpi basah untuk seorang wanita yang berpayudara dan berpinggul besar yang setiap bulannya mengeluarkan sebuah sel telur dari indung telur atau yang disebut juga haid. e. Menurut Masyarakat Indonesia pada memberikan batasan usia 11 -24 tahun dan belum menikah yang menjadi usia ramaja dengan pertimbangan, Usia 11 tahun adalah usia ketika pada umumnya tandatanda seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik), usia 11 tahun sudah dianggap akhir balig, baik menurut adat maupun agama sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan sebagai anak-anak (kriteria sosial), pada usia 11 tahun mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa, batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal karena belum bisa memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis. Golongan usia 24 tahun masih banyak di Indonesia terutama dikalangan masyarakat menengah ke atas yang mempersyaratkan berbagai hal untuk mencapai kedewasaan. 33 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 3. Tugas Perkembangan Masa Remaja Tugas perkembangan seorang remaja menurut Havighurst (dalam Sarwono, 2002) adalah a. Menerima kondisi fisiknya dan mampu memanfaatkan tubuhnya secara efektif. Penilaian positif terhadap keadaan fisik seseorang, baik dari diri sendiri maupun dari orang lain, akan membangun konsep diri ke arah yang positif. Penilaian positif akan menumbuhkan rasa puas terhadap diri, yang merupakan awal dari sikap positif terhadap diri. Sebaliknya penilaian yang buruk terhadap kondisi fisik baik dari diri sendiri maupun orang lain, akan membuat seseorang merasa ada kekurangan dari tubuhnya, sehingga merasa tidak puas terhadap kondidi fisiknya dan menjadi bersikap negatif terhadap diri sendiri (Pudjijogjanti, 1985). b. Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin mana pun. c. Menerima peran jenis kelaminnya sebagai laki-laki atau perempuan. d. Berusaha mencapai kemandirian emosi dari orang tua dan orang dewasa lain. Menurut Richmond dan Sklansky (dalam Sarwono), inti tugas perkembangan periode remaja awal dan menengah adalah memperjuangkan kebebasan (the strike for autonomy). e. Mempersiapkan karir ekonomi. Remaja yang duduk di bangku sekolah menengah atas memberi perhatian yang besar pada tugas 34 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 perkembangan ini karena kebahagiaan remaja dimasa karir ekonomi yang akan akan datang menentukan yaitu dalam pekawinanan dan keluarga (Hurlock, 1999). f. Mempersiapkan diri untuk membina perkawinan dan kehidupan berkeluarga. g. Merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab. h. Memiliki sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman bertingkah laku. Menurut Fishbein dan Ajzein (dalam Baron, 2003) orangorang yang penting bagi seseorang (significant other) juga akan menjadi pedoman dalam memunculkan suatu perilaku. Apakah orang-orang yang penting tersebut berharap bahwa seseorang harus menampilkan suatu perilaku atau tidak. Setiap tugas perkembangan akan mempengaruhi perkembangan konsep diri, karena pada dasarnya tugas-tugas perkembangan remaja tersebut adalah penyesuaian terhadap berbagai aspek kepribadian. Konsep diri adalah inti pola kepribadian (Hurlock, 1999). 4. Karakteristik Umum Remaja Berdasarkan dari beberapa definisi (Yusuf, 2009) mengemukakan beberapa karakteristik perkembangan remaja yaitu a. Perkembangan fisik 35 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 Masa remaja merupakan dimana terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat tubuh pada bagian-bagian tertentu tumbuh menjadi besar, seperti hidung, kaki, dan tangan, proporsi tubuh menjadi besar. b. Perkembangan kognitif (intelektual) Menurut Piaget masa ini sudah mencapai tahap operasi formal atau tahap kegiatan-kegitan mental tentang berbagai gagasan yang abstrak, berpikir operasi formal bersifat hipotesis da abstrak, serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah dari pada berfikir kongkret. c. Perkembangan emosi Merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi, pertumbuhan fisik seksual yang mempengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan baru dialami sebelumnya perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim. d. Perkembangan sosial Yaitu kemampuan remaja untuk memahami orang lain, pemahaman ini mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan teman sebaya baik dalam hubungan persahabatan ataupun percintaan. 36 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 e. Perkembangan moral Mulai mengenal tentang nilai-nilai moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, kedispilinan, dan juga mulai muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain, untuk memenuhi kepuasan fisiknya adanya (penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang perbuatanya). f. Perkembangan kepribadian Merupakan system yang dinamis dari sifat, sikap dan kebiasaan yang konsisten ini merupakan cerminan dari perkembangan fisik seksual, emosional, sosial, kognitif, dan nilai-nilai. g. Perkembangan kesadaran beragama Kemampuan berfikir abstrak remaja tentang kesadaran atau keyakinan beragama, memperasalahkan sumber-sumber orientasi dalam kehidupan, disamping itu jika remaja kurang mendapat bimbingan keagamaan yang kurang baik akan menjadi pemicu berkembangnya sikap dan perilaku remaja yang kurang baik. 5. Ciri-Ciri Masa Remaja Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya (Hurlock,1980) a. Masa Remaja sebagai Periode yang Penting 37 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 Dimana masa remaja sebagai akibat fisik dan psikologis mempunyai persepsi yang sama penting. Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan cepatnya perkembangan mental terutama pada awal masa remaja, dapat menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru b. Masa Remaja sebagai Periode Peralihan Peralihan tidak berarti terputus atau berubah dari apa yang terjadi sebelumnya, tetapi peralihan yang dimaksud adalah dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. c. Masa Remaja sebagai Periode Perubahan Tingkat perubahan sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik yaitu : emosi, tubuh, minat, dan peran yang diharapkan. d. Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah Dimana masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Karena ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut cara yang mereka yakini, akhirnya banyak remaja menemukan penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka. e. Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas Usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perananya dalam masyarakat. 38 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 f. Masa Remaja sebagai Usia yang Menimbulkan Ketakutan Banyak anggapan popular tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai, banyak di antaranya yang bersifat negatif antaranya tidak dapat dipercaya, tidak rapih, berperilaku merusak, dsb, sehingga orang dewasa harus membimbing, dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. g. Masa Remaja sebagai Masa yang Tidak Realistik Remaja cenderung memandang dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang mereka inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Hal itu juga dipengaruhi oleh idealisme yang berlebihan bahwa mereka segera harus melepaskan kehidupan mereka yang bebas bila telah mencapai status orang dewasa. h. Masa Remaja sebagai Ambang Masa Dewasa Remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa seperti merokok, minum-minuman keras, obatobatan terlarang, dan terlibat dalam perbuatan seks dengan anggapan bahwa perilaku tersebut akan memberikan citra yang mereka inginkan. 39 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 C. Minuman Keras 1. Pengertian Minuman Keras (Santrock, 2007) mengatakan minuman keras adalah salah satu minuman yang mengandung zat adiktif (alkohol). Alcohol adalah obatobatan yang sangat keras. Di dalam tubuh, alcohol bereaksi terutama sebagai penenang (depressant) dan memperlambat aktivitas otak. Namun demikian, dalam dosis yang rendah, alcohol dapat bekerja sebagai stimulant (Prunell, 1987). Bila dikonsumsi berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan efek samping menurunnya kesadaran atau mabuk. Sedangkan BKKBN (2003) mengertikan minuman keras adalah minuman yang mengandung alcohol dan dapat menimbulkan ketagihan, bisa berbahaya bagi pemakainya karena dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati, dan perilaku, serta menyebabkan kerusakan fungsi-fungsi organ tubuh. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa setets alcohol saja dalam minuman hukumnya sudah haram. Menurut Wresniwiro (1999) berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No; 86/Men.Kes/Per/IV/77, yang dimaksud dengan minuman keras adalah semua jenis minuman beralkohol, tetapi bukan obat yang meliputi : a. Golongan A 1%-5% (jenis bir, guiness, dan lain-lain). 40 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 b. Golongan B 5%-20% (jenis congyang, anggur merah, anggur putih, anggur hitam, Newport, dan lain-lain). c. Golongan C 20%-55% (jenis mansion, vodka, red label, contreu, oplosan : ciu, tuak,dsb.) Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud minuman keras yaitu minuman yang mengandung alkohol yang dapat dibagi menjadi tiga golongan, yang apabila dikonsumsi secara berlebihan dan secara terus menerus dapat mempengaruhi kesehatan, perilaku, pikiran, perasaan, hubungan dengan orang lain dan tindakan yang dapat diamati baik secara langsung maupun tidak langsung. 2. Dampak Minuman Beralkohol Dampak negatif penggunaan alkohol dikategorikan menjadi 3, yaitu dampak fisik, dampak neurology dan psychologi, juga dampak social (Hawari, 1991) a. Dampak Fisik Beberapa penyakit yang diyakini berasosiasi dengan kebiasaan minum alkohol antara lain kerusakan paru-paru, hati, ginjal, usus, kanker, penyakit jantung, gangguang syaraf dan bahkan kematian. 41 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 b. Dampak Psikoneurologis Pengaruh addictive, imsonia, depresi, gangguan kejiwaaan, serta dapat merusak jaringan otak secara permanen sehingga menimbulkan gangguan daya ingatan, kemampuan penilaian, kemampuan belajar, tidak dapat berkonsetrasi dengan baik dan gangguan neurosis lainnya. c. Dampak Sosial Dampak sosial yang berpengaruh bagi orang lain baik dalam keluarga ataupun bermasyarakat di mana perasaan pengguna alkohol sangat labil, mudah tersinggung, perhatian terhadap lingkungan menjadi terganggu. Kondisi ini menekan pusat pengendalian diri sehingga pengguna menjadi agresif, bila tidak terkontrol akan menimbulkan tindakan yang melanggar norma bahkan memicu tindakan kriminal serta meningkatkan resiko kecelakaan. 3. Karakteristik Dari Peminum-minuman Keras Rasyid (1991) mengatakan seseorang dikatakan peminum adalah orang yang mempunyai kebiasaan minum- minuman keras berulangkali dan namun masih bisa mengontrol dirinya dalam mengkonsumsi minumminuman keras. Namun secara sederhana peminum alkohol dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok, yang meliputi peminum ringan, peminum sedang, dan peminum berat. 42 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 Peminum Ringan (Light Drinker) yaitu mereka yang mengkonsumsi antara 0,28 - 5,9 gram atau ekuivalen dengan minum 1 botol bir atau kurang. Peminum Menengah (Moderate Drinker) yaitu mereka yang mengkonsumsi antara 6,2 - 27,7 gram alkohol atau setara dengan 1 - 4 botol bir. Peminum Berat (Heavy Drinker) yaitu mereka yang mengkonsumsi lebih dari 28 gram alkohol atau lebih dari 4 botol bir. Sundeen (dalam Hawari, 1991) menjelaskan berdasarkan motif seseorang dalam mengkonsumsi minum-minuman keras adalah sebagai berikut : a. Penggunaan alkohol yang bersifat eksperimental. Kondisi penggunaan alkohol pada tahap awal yang disebabkan rasa ingin tahu dari seseorang (remaja). Sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya, remaja selalu ingin mencari pengalaman baru atau sering juga dikatakan taraf coba-coba, termasuk juga mencoba menggunakan alkohol. b. Penggunaan alkohol yang bersifat rekreasional. Penggunaan alcohol pada waktu berkumpul bersama-sama teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam minggu, ulang tahun atau acara pesta lainnya. Penggunaan ini mempunyai tujuan untuk rekreasi bersama teman sebaya. 43 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 c. Penggunaan alkohol yang bersifat situasional. Seseorang mengkonsumsi alkohol dengan tujuan tertentu secara individual, hal itu sebagai pemenuhan kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri dari masalah, konflik, stress dan frustasi. d. Penggunaan alkohol yang bersifat penyalahgunaan. Penggunaan alkohol yang sudah bersifat patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, paling tidak sudah berlangsung selama 1 bulan. Sudah terjadi penyimpangan perilaku, mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, seperti di lingkungan pendidikan atau pekerjaan. e. Penggunaan alkohol yang bersifat ketergantungan. Penggunaan alkohol yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat (alkohol). Suatu kondisi dimana indidvidu yang biasa menggunakan zat adiktif (alkohol) secara rutin pada dosis tertentu akan menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga akan menimbulkan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan. 44 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 D. Kerangka Berfikir Remaja Biasa minum-minuman Keras Tidak biasa minum-minuman Keras Konsep Diri Tinggi Konsep Diri Rendah Gambar .1 Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial. Sebagian besar pengguna minuman keras adalah remaja. Remaja merupakan kelompok rawan yang beresiko terhadap penyalahgunaan alkohol karena sifatnya yang energik, dinamis dan ingin mencoba hal yang baru, menyenangi petualangan, mudah tergoda oleh tekanan dan pengaruh dari 45 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 kelompoknya, cepat putus asa sehingga mudah terjerumus kedalam penyalahgunaan alkohol. Hal ini juga didukung oleh belum matangnya konsep diri untuk lebih memperhitungkan akibat suatu perbuatan (Hurlock, 1997). Rasyid (1991) menjelaskan seseorang dikatakan peminum adalah orang yang mempunyai kebiasaan minum- minuman keras berulangkali dan namun masih bisa mengontrol dirinya dalam mengkonsumsi minum-minuman keras, secara sederhana peminum dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok, yang meliputi peminum ringan, peminum sedang, dan peminum berat. Sundeen (dalam Hawari, 1991) menjelaskan berdasarkan motif seseorang dalam mengkonsumsi minum-minuman keras adalah sebagai berikut : a. Penggunaan alkohol yang bersifat eksperimental. Kondisi penggunaan alkohol pada tahap awal yang disebabkan rasa ingin tahu dari seseorang (remaja). Sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya, remaja selalu ingin mencari pengalaman baru atau sering juga dikatakan taraf cobacoba, termasuk juga mencoba menggunakan alkohol. b. Penggunaan alkohol yang bersifat rekreasional. Penggunaan alcohol pada waktu berkumpul bersama-sama teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam minggu, ulang tahun atau acara pesta lainnya. Penggunaan ini mempunyai tujuan untuk rekreasi bersama teman sebaya. c. Penggunaan alkohol yang bersifat situasional. Seseorang mengkonsumsi alkohol dengan tujuan tertentu secara individual, hal itu sebagai 46 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 pemenuhan kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri dari masalah, konflik, stress dan frustasi. d. Penggunaan alkohol yang bersifat penyalahgunaan. Penggunaan alkohol yang sudah bersifat patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, paling tidak sudah berlangsung selama 1 bulan. Sudah terjadi penyimpangan perilaku, mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, seperti di lingkungan pendidikan atau pekerjaan. e. Penggunaan alkohol yang bersifat ketergantungan. Penggunaan alkohol yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat (alkohol). Suatu kondisi dimana indidvidu yang biasa menggunakan zat adiktif (alkohol) secara rutin pada dosis tertentu akan menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga akan menimbulkan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan. Hasil penelitian Alaina (2002) menemukan bahwa konsep diri yang negatif atau rendah berbanding terbalik dengan gaya hidup hedonisme, dimana tingginya gaya hidup hedonisme salah satunya yang diberikan oleh konsep diri negatif. Gaya hidup hedonisme yang banyak dianut oleh kawula muda dan bahkan orang dewasa saat ini, sangat mengagung-agungkan segala bentuk kesenangan, foya-foya dan hura-hura, meski tak jarang pesta atau hura-hura yang di gelar oleh mereka yang berseberangan dengan pranata 47 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014 sosial dan norma-norma agama, misalnya adalah perilaku dengan minuman beralkohol. Menurut Atkhinson (dalam Sabtiyo, 2005) konsep diri adalah gabungan pikiran, perasaan dan sikap seseorang terhadap diri mereka sendiri. individu yang memiliki konsep diri yang kuat, maka memiliki harga diri yang tinggi dimana individu berada dalam standar dan harapan yang ditentukan bagi dirinya sendiri, menyukai siapa dirinya, apa yang dikerjakan dan apa tujuannya. 48 Studi Deskriptif Kuantitatif..., Afrizal Arif Nugroho, Fakultas Psikologi UMP, 2014