BAB I - Digilib ITS

advertisement
5
Laporan Tugas Akhir
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Korosi
Definisi dari korosi adalah penurunan mutu material
akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungan sekitar
[Trethewey,1991]. Bila ditinjau dari interaksi yang terjadi, korosi
adalah proses transfer elektron dari logam ke lingkungannya.
Logam bertindak sebagai sel yang memberikan elektron (anoda)
dan lingkungan bertindak sebagai penerima elektron (katoda).
Sedangkan penurunan mutu yang diakibatkan interaksi secara
fisik bukan disebut korosi, namun biasa dikenal sebagai erosi dan
keausan.
Dengan bereaksi ini sebagian logam akan “hilang”,
menjadi suatu senyawa yang lebih stabil. Di alam, logam pada
umumnya berupa senyawa, karena itu peristiwa korosi juga dapat
dianggap sebagai peristiwa kembalinya logam menuju bentuknya
sebagaimana ia terdapat di alam. Dan ini merupakan kebalikan
dari proses extractive metallurgy, yang memurnikan logam dari
senyawanya. Dalam hal ini korosi mengakibatkan kerugian
karena hilangnya sebagian hasil usaha manusia memurnikan
logam.
2.1.1
Korosi Merata
Korosi merata adalah korosi yang terjadi pada seluruh
permukaan metal ketika bereaksi dengan lingkungan sekitar
[Black, 1988]. Korosi merata merupakan korosi yang paling
banyak terjadi pada logam dan merupakan jenis korosi yang
seharusnya tidak berbahaya selama pengurangan ketebalan metal
masih bisa ditolerir. Lapisan pasif pada logam-logam yang sangat
reaktif merupakan produk dari korosi merata. Contohnya adalah
Titanium memiliki laju korosi yag paling rendah jika dibanding
dengan Stainless Steel dan paduan Cobalt Chromium. Tapi
6
Laporan Tugas Akhir
adanya serum protein dapat bereaksi dengan Cromium dan Nikel,
sehingga menaikkan korosi merata 2 hingga 10 kali lipat [Black,
1988].
2.1.2
Korosi Galvanik
Korosi ini terjadi akibat perbedaan makroskopik pada
potensial elektrokimia, biasanya merupakan dampak dari
berdekatannya metal yang berbeda [Jacobs,1998]. Contohnya
adalah penggunaan metal yang tidak seharusnya, seperti halnya
kawat Stainless Steel yang mengalami kontak metalik dengan
femoral stem paduan Cobalt atau Titanium, paduan Cobalt
femoral head mengalami kontak metalik dengan paduan Titanium
femoral stem, dan baut paduan Titanium mengalami kontak
metalik dengan lempengan Stainless Steel [Griffin,1983].
2.1.3
Korosi Sumuran
Korosi Sumuran adalah penembusan yang cepat pada
daerah kecil pada tempat yang berlainan. Sumuran ini sangat kecil
dan mudah tertutup oleh korosi. Demikian pula serangan yang
dilokalisir biasanya terlindung oleh celah yang ada pada bagian
logam dibawah endapan antara metal dengan metal yang lain.
Sumuran ini dapat dilihat secara langsung dengan mata telanjang
tapi pada kasus tertentu sumuran tersebut tidak dapat dilihat, dan
berbahaya karena dapat menyebabkan bentuk stress corrosion
cracking (SCC). Sumuran terukur ketika sisi anodik menjadi
bagian bagian yang kecil dari permukaan dikarenakan pecahnya
lapisan pasif. Perbedaan kadar oksigen menyebabkan perbedaan
dari potensial elektrokimia antara sumuran dengan logam sekitar.
2.1.4
Korosi Celah
Korosi ini terjadi bila ada salah satu sisi yang terlindungi
dari lingkungan. Biasanya hal ini ditemukan pada bagian bawah
dari kepala mur yang menahan plat implant atau pada lokasi yang
7
Laporan Tugas Akhir
serupa sebagai contoh daerah pertemuan antara komponen dari
dua benda. Hal penting yang membuat terjadinya korosi ini
adalah terjadinya celah, baik celah yang sempit, retakan dalam
juga pada pertemuan antara dua jenis alat seperti pada plat dan
kepala mur, atau defect seperti fatique crack. Mekanisme dari
korosi celah adalah mula-mula terjadi korosi merata pada
permukaan logam (pada celah), lalu oksigen yang ada dicelah
habis untuk korosi merata sehingga tidak terbentuk lagi ion
hidroxil. Selanjutnya adalah terjadinya peristiwa otokatalitik,
yaitu masuknya ion ion negatif dari lingkungan kedalam celah
melalui proses difusi sehingga akan terjadi serangan korosi yang
lebih hebat lagi.
2.1.5
Korosi Fatigue
Korosi fatique adalah jenis kegagalan dari logam yang
terjadi dari kombinasi dari reaksi elektrokimia dan beban siklik.
Ketahanan terhadap korosi fatique sangat penting untuk alat
implant atau untuk logam yang digunakan untuk aplikasi gerakan
siklis. Secara normal kegagalan mungkin tidak dapat diukur,
tetapi keretakan dapat muncul dari dalam logam, kerusakan
permukaan, serangan kimiawi dan sebab yang lain. Lingkungan
korosif dapat menyebabkan serangan korosi lokal. Serangan ini
dipengaruhi oleh tipe larutan, larutan pH, kandungan oksigen dan
temperatur. Lingkungan dari cairan tubuh akan menurunkan dari
ketahanan fatique dari implant. Striasi dari fatique dapat diketahui
pada logam yang patah dengan “garis pantai” yang menandakan
adanya korosi fatique. Keberadaan dari sumuran akan menambah
kecepatan terjadinya korosi fatique.[Sivakumar,1994].
2.1.6
Korosi Fretting
Korosi fretting terjadi bila dua permukaan yang berbeda
seperti plat tulang dan kepala mur dari alat prosthetic bergesekan
satu sama lain secara kontinue dalam lingkungan tubuh. Korosi
8
Laporan Tugas Akhir
ini terjadi sebagai hasil dari gerakan yang kecil antara permukaan
yang saling kontak dalam lingkungan korosif, bahkan ketika tidak
adanya medium korosif korosi ini dapat terjadi. Gesekan ini dapat
menyebabkan partikel-partikel logam produk dari korosi ikut
kedalam jaringan sekitar, atau dapat menyebabkan inisiasi dari
retakan dan kegagalan patahan dari implant tersebut
[Syrett,1978]. Korosi fretting pada plat tulang dan paku pada
panggul dapat menyebabkan korosi lelah. Yang dapat diketahui
dari lubang mur.
2.2
Polarisasi
Ketika suatu logam tidak berada dalam kesetimbangan
dengan larutan yang mengandung ion-ionnya, potensial
elektrodanya berbeda dengan potensial korosi bebas dan selisih
antara keduanya disebut polarisasi. Besar polarisasi dinyatakan
dengan satuan overvoltage (η) yang menyatakan besarnya
polarisasi terhadap potensial equilibrium elektroda. Polarisasi
aktivasi adalah reaksi elektrokimia yang dikendalikan oleh salah
satu tahap siklus reaksi elektrokimia yang terjadi pada antar-muka
logam dan elektrolit. Pada tahap ini dibutuhkan energi aktivasi
untuk menghadapi energi barrier yang menghambat kelangsungan
proses. Polarisasi konsentrasi adalah reaksi elektrokimia yang
dikendalikan oleh proses difusi ion dalam elektrolit. Polarisasi ini
dapat diilustrasikan dengan proses difusi ion hidrogen ke
permukaan logam membentuk gas hidrogen berdasarkan reaksi
evolusi hidrogen. Dalam hal ini, konsentrasi ion hidrogen rendah
dalam elektrolit, dan laju reduksi ion hidrogen dipermukaan
logam dikendalikan oleh difusi hidrogen ke permukaan logam
tersebut. Pada polarisasi konsentrasi, sejumlah perubahan dalam
sistem yang meningkatkan laju difusi ion dalam elektrolit akan
mengurangi pengaruh polarisasi konsentrasi dan peningkatan laju
reaksi. Adukan pada elektrolit akan mengurangi gradien
konsentrasi ion positif dan meningkatkan laju reaksi.
9
Laporan Tugas Akhir
2.3
Passivasi
Passivasi logam adalah rintangan korosi akibat
pembentukan produk korosi sebagai lapisan protektif yang
menghambat kelangsungan reaksi. Dengan definisi lain bahwa
pasifasi logam merupakan peristiwa kehilangan reaktifitas reaksi
logam akibat keberadaan kondisi lingkungan tertentu. Sejumlah
logam dan paduan teknik menjadi pasif dan bahkan sangat tahan
korosi dalam lingkungan oksidator sedang sampai kuat. Contoh
logam yang memiliki sifat pasivasi adalah Baja Tahan Karat
(Stainless Steel), Nikel dan sejumlah paduan Nikel, Titanium dan
paduannya, Aluminium dan paduannya.
Ada dua teori berkaitan dengan lapisan pasif, yakni teori
lapisan oksida dan teori adsorpsi. Menurut teori lapisan oksida,
lapisan pasif adalah lapisan barrier difusi pada produk korosi
yang memisahkan logam dengan lingkungan sehingga reaksi
terhambat atau berhenti. Menurut teori adsorpsi, lapisan pasif
logam pasif yang dilapisi oleh lapisan chemisorbed oksigen.
Keberadaan lapisan ini dimaksudkan untuk mengadsorpsi
molekul H 2 O sehingga menghambat pelarutan di anoda. Dua teori
tersebut menjabarkan maksud yang hampir sama bahwa lapisan
protektif yang terbentuk pada permukaan logam menciptakan
kondisi pasif dan terjadi peningkatan ketahanan korosi logam.
Pasivasi logam yang dinyatakan dalam laju korosi
diilustrasikan dengan kurva polarisasi pada Gambar 2.1. Kurva
polarisasi menunjukkan hubungan antara potensial logam dengan
rapat arus. Perilaku pasivasi logam M dinyatakan sebagai rapat
arus. Pada titik A, logam dalam kondisi potensial equilibrium dan
rapat arus i o . Ketika potensial logam menjadi lebih positif, logam
berperilaku sebagai logam aktif, rapat arus i c dan laju reaksi
meningkat secara eksponensial. Ketika potensial logam lebih
positif sampai mencapai E pp dan rapat arus i passif , laju korosi
menurun drastis. Pada potensial E pp , terbentuk lapisan protektif
pada permukaan logam dan menurunkan reaktifitas logam. Jika
10
Laporan Tugas Akhir
potensial logam makin positif, rapat arus masih tetap i passif sampai
batas daerah pasif. Peningkatan potensial lebih lanjut melampaui
daerah pasif menyebabkan logam menjadi aktif kembali dan rapat
arus meningkat dalam daerah transpasif.
2.4
Hubungan Pasivasi dan Polarisasi
Kurva polarisasi sangat berguna untuk menggambarkan
fenomena pasifasi dari logam seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.3.Gambar ini menunjukkan nilai – nilai atau besaran
yang terdapat dalam kurva polarisasi logam aktif – pasif, yaitu :
E corr = Potensial korosi bebas pada saat kesetimbangan.
E pp = Potensial awal pada saat lapisan pasif akan dan mulai
terbentuk (awal pasifasi)
Ef
= Potensial pada saat lapisan pasif terbentuk sempurna
(pasivasi sempurna)
Er
= Potensial awal pada saat lapisan pasif pecah
(breakdown of passivity )
I crit = Rapat arus yang terjadi pada saat lapisan pasif akan dan
mulai terbentuk.
Ip
= Rapat arus yang terjadi saat lapisan pasif terbentuk
sempurna.
Gambar 2.1 Bagian – Bagian Kurva Polarisasi
11
Laporan Tugas Akhir
Dari gambar 2.1 dapat dijelaskan bahwa :
1.
Pada potensial yang lebih negatif dari E corr (daerah aktif),
reaksi yang terjadi adalah reaksi reduksi yang laju
reaksinya mengikuti tipe garis Tafel.
2.
Potensial yang lebih positif dari dari E corr, laju reaksi
oksidasi yaitu disolusi dari suatu logam M (MMn+ +en-)
juga mengikuti tipe garis tafel.
3.
Pada titik E pp (Primary or Peak Pasivation Potensial)
sampai dengan E f potensial menuju keseimbangan antara
logam M dan salah satu dari oksida–oksida (MO) diikuti
dengan semakin lambatnya laju reaksi.Pada titik ini metal
mulai menjadi pasif.Arus yang bersesuaian pada titik ini
dinamakan I crit (Critical Pasivatting Current Density)
4.
Pada potensial yang lebih besar dari E f , terbentuk lapisan
oksida pasif yang sangat tipis pada permukaan, sehingga
laju reaksi dari disolusi metal menjadi lambat dan
cenderung konstan.Arus yang bersesuaian dengan titik
adalah Ip sebagai passivation current density.Peristiwa
korosi disini cenderung berhenti. Kenaikan potensial
berikutnya menyebabkan lapisan cenderung rusak oleh
disolusi kimiawi atau serangan dari ion agresif seperti ion
klorida.
5.
Pada potensial yang lebih positif daripada Er yaitu pada
daerah transpasif korosi metal mulai terjadi karena
pecahnya lapisan oxida atau hidroksida (OH), sehingga
oksign kembali bereaksi dengan logam M.
2.5
Hubungan Laju Korosi dan Polarisasi
Perbedaan potensial antara katoda dan anoda sangat
penting untuk menggambarkan terjadinya korosi. Tetapi hal ini
belum dapat menggambarkan laju korosi sebenarnya. Laju korosi
yang terjadi juga dinyatakan tergantung pada kerapatan arus yang
timbul (current density). Semakin tinggi kerapatan arus yang
12
Laporan Tugas Akhir
timbul maka korosi semakin hebat begitupun juga sebaliknya.
Karena fenomena tersebut korosi dapat disimpulkan dengan
pemakain kurva tegangan fungsi arus yang selanjutnya disebut
kurva polarisasi. Laju korosi dalam kurva polarisasi dinyatakan
dengan adanya E corr dan I corr . E corr dan I corr tidak bisa langsung
didapatkan dalam kurva polarisasi, tetapi dimodelkan dengan
adanya Tafel Equation dan Buttler – Volmer Equation.
Tafel Equation :
I = I o exp ( 2.303 ( E – Eo / b )
(2.1)
I = Arus yang terjadi akibat adanya reaksi
I o = Exchange Current
E = Potensial Electrode.
Eo = Equilibrium potensial
b = Beta Tafel Constant.
Tafel Equation hanya berlaku untuk satu reaksi. Dalam proses
korosi terjadi dua reaksi yaitu reksi katodik dan anodik.
Perumusan Tafel Equation dalam reaksi katodik dan anodik
dikenal dengan :
Butler – Volmer equation :
I
=
I corr (exp(2.303(E-E corr )/ba)exp(-2.303(E-E corr )/bc))
(2.2)
I
= Arus terukur (amps)
I corr = Corrosion current (amps)
E
= Electrode potensial
E corr = Corrosion potential (volts)
ba
= Anodic Beta Tafel Constant
= Cathodic Beta tafel constant
bc
Pemodelan tersebut didekati dengan adanya Tafel Analysis
yaitu ekstrapolasi garis lurus pada daerah katodik dan anodik
sehingga bertemu pada satu titik. Titik ini menyatakan E corr dan
I corr (lihat Gambar 2.2).
13
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.2. Classic Tafel Análisis
Perhitungan laju korosi dari Icorr dalam kurva polarisasi dihtung
dengan cara ( ASTM vol 03.02.G02 )
CR = K 1 I corr EW
(2.3)
ρ
CR = Laju Korosi (mm/yr) untuk i corr (μA/Cm2)
= 3.27 x 10-3 mm g/μA Cm yr
K1
I corr = Rapat arus saat Ecorr (exchange current density)
Ρ
= density (g/cm3)
EW = Equivalent Weight.
Sedangkan untuk perhitungan Laju korosi pengujian immerse
didapatkan dengan rumus sebagai berikut :
Dari nilai weight loss, dapat dihitung nilai corrosion ratesnya
dengan menggunakan rumus:
Penetration =
(2.4)
14
Laporan Tugas Akhir
Nilai C = 1 untuk mm dan 0.061 untuk mils
Apparent Corrosion Rate =
(2.5)
2.6
Perilaku Korosi Aktif – Pasif
Pasivasi dari suatu logam atau paduan menunjukkan
perilaku khusus pada pertambahan polarisasi anodik (ditunjukkan
pada Gambar 2.2). Pada potensial karakteristik yang rendah
dalam larutan asam teraerasi, laju korosi yang terukur dengan
rapat arus anodik yang tinggi akan meningkat sejalan dengan
bertambahnya potensial pada daerah aktif. Diatas E pp lapisan
pasif menjadi stabil, laju korosi berkurang, di daerah pasif
diperkirakan 106 kali lebih rendah daripada didaerah aktif pada I c
[Jones,1992]. Apabila lapisan film berada pada potensial yang
lebih tinggi maka lapisan akan pecah/rusak dan laju korosi
bertambah didaerah transpasif.
2.7
Biomaterial
Biomaterial adalah penggunaan material yang memiliki
kecenderungan tidak bereaksi (inert) sebagai pengganti fungsi
dari jaringan tubuh yang kontak langsung dengan cairan tubuh.
Disebut sebagai biomaterial yang ideal ketika suatu
bahan/material memiliki biokompatibilitas yang baik, sifat
mekanik yang baik dan proses manufaktur yang mudah.
Properties paling penting yang diperlukan oleh material adalah
biokompatibilitas, hal ini dikarenakan adanya hubungan dengan
reaksi jaringan, perubahan dari sifat (mekanik, fisik dan kimia)
dan juga kemungkinan degradasi material. Ductility, toughness,
creep, dan wear resistance adalah properties mekanik yang
diperlukan untuk biomaterial sedangkan metode fabrikasi,
konsistensi, tingkat kenyamanan dan biaya produksi adalah
15
Laporan Tugas Akhir
karakter manufaktur yang pada akhirnya menentukan pemilihan
penggunaan bahan implant.
Biomaterial adalah substansi yang berasal dari alam atau
sintetis yang digunakan sebagai peralatan medis. Pada umumnya,
peranan biomaterial adalah sebagai pengganti atau tambahan pada
komponen biologik. Biokompatibilitas dalam terminologi umum
menjelaskan suatu keadaan dimana tak terjadi interaksi yang
berbahaya antara material asing atau peralatan dengan tuan rumah
biologis. Ada dua hal yang perlu mendapat pertimbangan: (1)
efek biomaterial pada tuan rumah biologis dan (2) efek dari
sistem biologis pada material. Tujuan dari penelitian in vitro
(tidak menggunakan makhluk hidup sebagai mediator) dan in vivo
(dalam tubuh makhluk hidup) adalah untuk mengidentifikasi
potensi toksisitas dari biomaterial dalam tubuh dan untuk
mendeteksi potensi kegagalan dari peralatan tersebut pada
penggunaannya secara khusus. Karena implant metalik langsung
dipakai sebagai material untuk fiksasi rigid, maka korosi dan
perubahan permukaan dari material-material ini hampir selalu
terkait dengan respons biologis [Andri,2000]. Terjadinya reaksi
dari sistim tubuh terhadap material implant ditentukan dari faktor
bisa tidaknya material tersebut diterima dan memenuhi fungsi
pada tubuh. Biokompatibilitas merupakan sistim yang mencakup
fisik, kimia, biologis, medik dan aspek desain [Spenser, 1998].
Gambar 2.3 Biokompatibilitas dari Variasi Vistim Parameter
16
Laporan Tugas Akhir
Permukaan merupakan hal yang penting dalam biomaterial, interaksi
pada permukaan implant dengan cairan tubuh secara alami menunjukkan
adanya penurunan reaksi antara respon tubuh terhadap implant dan
perkembangan dari permukaan implant/jaringan.
Gambar 2.4 Skema Respon Tubuh pada Permukaan Biomaterial
Gambar 2.5 Tahapan Interaksi Implant pada Tulang
17
Laporan Tugas Akhir
Pengaruh dari permukaan biasanya dominan pada saat proses awal dari
respon biologis, bagaimanapun juga diketahui bahwa interaksi biokimia
yang pertama pada implant diputuskan dari reaksi dan bentuk akhir
jaringan pada permukaan [Spenser,1998].
2.8
Material untuk Aplikasi Orthophaedi
Pengaplikasian biomaterial pada penggunaan implant
yang disebut dengan osseointegration (osteosintesis) dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu metal, polimer, keramik dan
komposit.
2.8.1
Metal
Metal memiliki cakupan yang luas dalam aplikasiannya,
diantaranya fixasi patah tulang, penggantian tulang, external
spints, braces dan traction apparatus. Modulus elastis dan titik
luluh digabungkan dengan keuletan metal membuat material jenis
ini cocok untuk menopang beban tanpa mengakibatkan
deformasi. Tiga material yang biasa digunakan adalah Titanium,
Stainless Steel dan Paduan Cobalt-Chromium. Titanium dan
paduan Titanium memiliki kelebihan yaitu modulus elastisitas
rendah dan resistansi korosi tinggi, selain itu juga adanya lapisan
oksida pada Titanium memiliki pengaruh yang sangat signifikan
terhadap pengintegrasian metal ini pada jaringan tulang.
Tabel 2.1 Perbandingan Beberapa Material Implant Prostesis
Implant
Keuntungan
Kerugian
 Lebih mudah
untuk
Modular
mencocokan
Ti6Al4V/CoCrMo
dengan pasien
(Porous)
 Memiliki
kelebihan
 Korosi celah pada
bagian sambungan
 Co, Cr, Mo
merupakan unsur
beracun dirancang
berdasar kebutuhan
18
Laporan Tugas Akhir
dibanding dengan
operasi
material lain
 Dibutuhkan waktu
 Memiliki modulus
2 minggu tanpa
yang rendah
pembebanan agar
terjadi pertumbuhan
 Penggunaan
tulang
lapisan dapat
dihindarkan
CoCrMo
(Smooth)
 Ketahanan
 Bisa menyebabkan
penggunaaan
reaksi jaringan
tinggi
 Co, Cr, Mo
 Memiliki toleransi merupakan unsur
pembedahan yang
beracun memiliki
tinggi
modulus yang tinggi
CoCrMo
(Porous)
 Memiliki
ketahanan
penggunaan yang
tinggi
 Tidak diperlukan
lapisan untuk
membuatnya
menyatu dengan
femur
Ti6Al4V
(Porous)
 Tidak diperlukan  Memiliki ketahanan
penggunaan yang
lapisan untuk
rendah
membuatnya
menyatu dengan  Dibutuhkan waktu 2
femur
minggu tanpa
 Memiliki modulus pembebanan agar
terjadi pertumbuhan
yang rendah
tulang
toxicity sangat
 Co, Cr, Mo
merupakan unsur
beracun
 Memiliki modulus
yang tinggi
 Dibutuhkan waktu 2
minggu tanpa
pembebanan agar
terjadi pertumbuhan
tulang
19
Laporan Tugas Akhir
rendah
Ti6Al4V
(Smooth)
 Memiliki toleransi  Memiliki ketahan
pembedahan yang
penggunaan yang
lebih besar
rendah
kemungkinan adanya
 Toksinitas sangat
reaksi jaringan
rendah
Modular
Ti6Al4V/Al 2 O 3
 Mudah untuk
disesuaikan
 Meluruhkan unsur
dengan pasien
Al
 Alumina memiliki
 Korosi celah pada
ketahanan
bola sambungan
penggunaan dan
 Dirancang sesuai
degradasi yang
dengan kebutuhan
sangat bagus
pembedahan
 Memiliki modulus
yang rendah
316L Stainless
Steel
(smooth)
 Harga murah
mudah untuk
diproduksi
Toleransi
pembedahan besar
Banyak penelitian
secara mendalam
tentang spesimen
ini
ZrO 2 Coated Zr
or Oxidized Ti13%Zr-13%Nb
alloy
 Modulus rendah
 Harga mahal
 Biokompatibilitas  Sulit untuk
tinggi
difabrikasi
 Ketahanan
 Tidak diketahui
penggunaan tinggi secara pasti sifat dari
interaksi Zn dengan
 Pelekatan pada
 Korosif
 Mudah mengalami
retak lelah
 Modulus sangat
tinggi
 Memungkinkan
adanya reaksi
jaringan
20
Laporan Tugas Akhir
lapisan bagus
tulang
 Dalam pengujian
 Modulus rendah
Diamond Like
pada jaringan hidup,
 Biokompatibilitas
Carbon
 Adanya hidrogen
tinggi
Coated/Surface
menyebabkan

Ketahanan
Nitrided Ti6Al4V
berkurangnya
penggunaan tinggi
kerekatan pelapisan
 Ketahanan
pemakaian dengan
 Sangat mahal kecali
sangat tinggi
hanya digunakan
 Sifat mekanik
sebagai pelapis
Ru-37.5Zr-12.5Pd
yang sempurna
Coated Ti6Al4V
 Biokompatibilitas
 Biokompatibilitas
secara maksimal
sama atau lebih
belum diteliti
baik dibanding
paduan CoCrMo
[Seaborn, 2000]
Perlu diperhatikan dalam penggunaan metal sebagai
implant ada beberapa unsur yang sangat dihindari penggunaannya
apabila kadarnya melebihi ambang batas dikarenakan unsur
tersebut beracun terhadap tubuh. Adapun unsur-unsur tersebut
adalah:
Tabel 2.2 Batas Toxicity CCR 50
Fe
Mn
Co
Ni
Cr
V
CCR
50 59
15
3.5
1.1
0.06
0.03
(µg ml-1)
Nilai CCR 50 ini didefinisikan sebagai kosentrasi dari substrat sel
hidup yang mengalami reduksi hingga 50% ketika diuji dengan
unsur-unsur diatas.
21
Laporan Tugas Akhir
2.8.1.1 Titanium
Jenis metal ini adalah termasuk dalam golongan IV pada
tabel periodik, sehingga mempunyai afinitas yang kuat terhadap
oksigen. Titanium mempunyai ketahanan korosi yang sangat
bagus, hal ini disebabkan karena adanya lapisan oksida tipis yang
menyelimuti permukaannya.
Titanium komersial sudah tersedia dalam bentuk mill
sejak tahun 1950. Titanium diproduksi dan digunakan untuk
aplikasi pemakaian yang memerlukan kekuatan yang cukup,
mampu bentuk yang bagus serta sifat tahan korosi yang bagus.
Sifat mekanik Titanium tergantung dari sejumlah kecil dari
oksigen dan nitrogen pada keadaan solid solution, sehingga
memungkinkan untuk menghasilkan sejumlah tingkatan titanium
komersial murni, dengan sifat mekanis yang sesuai untuk
berbagai macam penggunaan sehingga material yang dipakai
sesuai yang diharapkan.
Titanium yang ditemukan di pada tahun 1791 oleh William
Gregor (Inggris) adalah unsur kesembilan yang terbesar di bumi.
Seiring dengan perkembangan teknologi, Titanium (Ti) telah
menjadi material pilihan untuk banyak digunakan dalam
implantasi gigi dan bedah tulang. Hal tersebut dikarenakan
minimalnya reaksi jaringan yang diakibatkan oleh penanaman
material ini dalam tubuh. Pada penanaman material ini terjadi
reaksi biologis secara alami yaitu terbentuknya jaringan baru
yang kemudian melekat pada lapisan oksida pada permukaan
Titanium. Titanium merupakan material allotropik dengan dua
bentuk kristalografi yaitu alpha (α) yang mempunyai bentuk
hexagonal close packed (HCP) pada temperatur < 882,5 oC dan
beta (β) yang mempunyai bentuk body centered cubic (BCC)
pada temperatur >882,5 oC.
22
Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.3 Sifat Mekanik Beberapa Jenis Titanium
Sifat Mekanik
Tensile Strength (Mpa)
Yield Strength (Mpa)
Elongation (%)
Reduction of Area (%)
Modulus of Elasticity (Gpa)
Poisson ratio
Condition
(Wt %) Ti
Grade 1
240
170
24
30
102
0.34
Annealed
99.5
Grade 2
345
275
20
30
102
0.34
Annealed
99.2
Grade 3
450
380
18
30
103
0.34
Annealed
99.1
Grade 4
550
485
15
25
104
0.34
Annealed
99.0
Penggunaan Titanium sebagai implant didasarkan pada
densitas yang rendah, ketahanan korosi yang sempurna, modulus
mekanikal yang cocok dengan tulang bila dibanding dengan
material lain. Berdasarkan jumlah oksigen yang terkandung maka
Commercial Pure Titanium dikasifikasikan menjadi 4 grade
mulai dari grade 4 dengan kandungan oksigen maksimal 0.4%
dan grade 1 minimal 0.18%. Karena biokompatibilitas dan
karakteristik fisik yang maksimal ini maka Titanium murni
maupun Titanium paduan banyak digunakan pada bidang medis
dengan variasi yang beragam mulai dari sambungan tulang,
pengganti tulang, implant dental, pembuluh jantung buatan, dll.
Dengan adanya lapisan tipis dalam ukuran nm membuat Titanium
menjadi material yang sangat terlindung dari korosi. Dengan
minimalisnya peluruhan ion sebagai hasil residu pada jaringan
tubuh sehingga material ini dapat diklasifikasikan sebagai
material inert atau secara elektrokimia merupakan material yang
pasif pada semua kombinasi potensial dan pH.
2.8.1.2 Lapisan Oksida Titanium
Titanium adalah logam yang sangat reaktif, ketika
permukaannya terekspose pada udara atau lingkungan yang lain
yang mengandung oksigen lapisan oksida tipis dari Titanium
terbentuk dimana kandungan utamanya adalah TiO 2 . Kehadiran
23
Laporan Tugas Akhir
lapisan oksida tipis ini membuat Titanium mempunyai ketahanan
terhadap korosi yang sangat bagus didalam berbagai jenis media
korosif. TiO 2 memiliki sifat pasivasi dan repasifasi yang sangat
tinggi dalam segala kondisi pH dan hampir tidak mengalami
perubahan pada kondisi biologis tubuh. TiO 2 memiliki konstanta
dielektrik yang menyerupai air sehingga lapisan oksida ini dapat
bereaksi dengan bagus dengan protein tubuh. Adanya air, meski
dalam jumlah sangat kecil, ketika proses pembentukkan selaput
sedang berlangsung sangat berpengaruh terhadap kemampuan
selaput itu untuk melindungi logam dibawahnya. TiO 2 pada
permukaan Titanium komersial murni (CP Ti), secara studi
spectroscopic telah didapatkan nilai ketebalan oksida sekitar 1.817 nm. Struktur memiliki kekasaran permukaan bervariasi dari
0.53 - 0.67μm. TiO 2 mengikat molekul maupun atom sebagai
lapisan monomolekular.
Lapisan pasivasi pada permukaan logam adalah suatu
lapisan oksida tipis yang terbentuk pada bermacam-macam
tingkat derajat (tergantung pada besar kecilnya tenaga bebas
pembentukan oksida-logam dan ketersediaan oksigen di
permukaan). Adanya lapisan oksida yang terbentuk secara alami
menjadikan Titanium memiliki biokompatibilitas yang sempurna
dalam kaitannya dengan tinggi rendahnya daya konduksi
elektronik dan memiliki resistansi korosi tinggi. Titanium dan
oksidanya menunjukkan pelepasan ion dalam kuantitas rendah
didalam lingkungan mengandung air. TiO 2 mempunyai tiga
bentuk allotrophic yaitu anatase, brookite dan rutile. Brookite dan
anatase adalah bentuk metastabil dan berubah bentuk secara
eksotermal dan irreverisible ke rutile akibat fungsi thermal
maupun akibat pengerjaan mekanik pada temperatur kamar.
24
Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.4 Sifat Kristalografi Anatase, Brookite & Rutile
Properties
Crystal structure
optical
Density, g/cm3
Hardness, Mohs scale
Unit cell
Dimensions,nm
a
b
c
Anatase
Tetragonal
Uniaxial, (-)
3.9
5.5-6
D 4 a19.4TiO 2
Brookite
Orthorhombic
Biaxial (+)
4.0
5.5-6
D 2 h15.8TiO 2
Rutile
Tetragonal
Uniaxial (+)
4.23
7-7.5
D 4 h12.8TiO 2
0.3758
0.9166
0.5436
0.5135
0.4584
0.9514
2.953
Tabel 2.5 Reaksi Perubahan Energi
TiCl 4 (g) + O 2 (g) – TiO 2 (rutile, solid) + 2Cl 2 (g)
ΔG,kJ/mola
Log Kpb
Temperature, ◦C
ΔH,kJ/mola
827
-174.7
-116.0
5.51
1027
-174.7
-105.4
1327
-170.9
-90.0
Gambar 2.6 Struktur Kristal TiO 2 (Rutile)
Studi Cigada menunjukkan bahwa semakin tingginya
ketebalan oksida pada paduan titanium atau titanium murni maka
mengakibatkan berkurangnya secara drastis kepasifan arus
didalam cairan fisiologis sehingga mencegah pelepasan ion
titanium didalam cairan badan. Di samping ketebalan, struktur
25
Laporan Tugas Akhir
oksida juga memiliki peran utama dalam penurunan pelepasan
ion. Tingkat pelepasan ion berubah-ubah sesuai dengan kondisi
cairan pada lingkungan tubuh dan pengaruh reaksi lebih lanjut
antara sel dan implant. Rutile adalah padatan yang memiliki
struktur tetragonal dengan kemampuan difusi ion yang lebih baik
dibanding anatase, oleh karena itu struktur ini akan memperbaiki
resistansi dissolusi [Mueller, 2002].
2.8.2
Polimer
Polimer adalah rangkaian panjang dari material dengan
berat molekul tinggi yang terdiri dari pengulangan unit monomer.
Polimer memiliki sifat fisik yang mendekati jaringan halus, oleh
karena itu polimer banyak digunakan untuk menggantikan kulit,
tendon, tulang rawan, pembuluh darah dll. Polimer mengalami
degradasi pada lingkungan tubuh dikarenakan faktor biokimia dan
mekanik. Hal ini menyebabkan adanya serangan ion,
pembentukan ion hidroksil dan terlarutnya oksigen sehingga
terjadi iritasi pada jaringan dan menurunnya properties mekanik.
2.8.3
Keramik
Keramik adalah senyawa inorganik yang dalam
biomaterial diklasifikasikan menjadi 5 kategoris berdasarkan
karakter makroskopis permukaan ataupun stabilitas kimia pada
lingkungan tubuh yaitu : karbon, alumina, zirconia, keramik gelas
dan kalsium fosfat. Keterbatasan dari keramik adalah kekuatan
tarik dan ketangguhan akan patah yang rendah sehingga
aplikasinya terbatas. Hasil dari tes ex-vivo mengindikasikan
bahwa keramik gagal berikatan karena lemahnya jaringan yang
terbantuk pada sistim [Hench,1982].
2.8.4
Komposit
Kata komposit memiliki makna yaitu material yang
terdiri dari dua ataupun lebih bagian, dimana satu material
26
Laporan Tugas Akhir
berfungsi sebagai matriks dan material yang lainnya berfungsi
sebagai reinforced. Keuntungan dari penggunaann material ini
adalah meningkatnya biokompatibilitas tubuh terhadap implant.
[Kamachi,2000]
2.9
Diagram E/pH (Pourbaix)
Diagram pourbaix adalah diagram yang memperlihatkan
kondisi-kondisi dimana logam akan terkorosi, tidak terkorosi atau
mengalami pasifasi dalam larutan berpelarut air. Gambar 2.7
adalah diagram pourbaix untuk Titanium. Beberapa perbedaan
utama harus diperhatikan bahwa hanya ada satu daerah korosi,
dan tiga tahap oksida pasif yang berbeda. Pada diagram ini
ditunjukkan bahwa titanium hydride (Tih2) adalah tahap yang
stabil ketika pH memiliki nilai potensial kurang dari - 0.8V,
hidrogen menyusutkan daerah korosif daerah segi tiga pada
gambar dibawah ini dan meningkatkan daerah metal yang pasif.
Gambar 2.7 Diagram Pourbaix Titanium-H2O
(Daerah arsir menandakan lingkungan interrnal tubuh manusia)
27
Laporan Tugas Akhir
2.10
Lingkungan Biologi
Tubuh manusia adalah lingkungan yang korosif bagi
logam dan paduannya karena dapat terjadi reaksi oksigenisasi.
Tubuh memiliki larutan dengan kadar garam sekitar 0,9% pada
pH~7,4 dengan temperatur 37,1°C. Ketika implant dimasukkan
kedalam tubuh manusia maka secara spontan akan di penuhi
dengan cairan jaringan extracellular terlihat pada Gambar 2.6
[Pholer 1986]. Semua bahan implant akan mengalami dissolution
karena reaksi kimia maupun elektrokimia pada kecepatan tertentu,
dikarenakan lingkungan tubuh yang korosif dan kompleks. Cairan
tubuh manusia terdiri atas larutan air, senyawa kompleks, larutan
cairan dari oksigen dan kandungan yang besar dari sodium
(Na+)dan clorine (Cl-) dan elektrolit lainnya seperti bikarbonat,
kandungan kecil dari potassium, kalsium, magnesium dan
phosphate, sulfat, asam amino, protein, plasma, limfa. Ion-ion
yang ada ditubuh juga memberikan peranan yang penting untuk
menjaga pH dan transfer elektron. Keberadaan implant pada
dasarnya amat mengganggu dari lingkungan tubuh sebagai contoh
terganggunya suplai darah ke tulang dan kesetimbangan dari ion.
Permulaan dari terjadinya korosi dapat terjadi karena
kondisi yang bervariasi dari permukaan implant yang ditanamkan.
Dan implant dikatakan gagal ketika tidak dapat dilepas dari
jaringan dikarenakan rasa sakit yang besar, peradangan dan reaksi
lainnya seperti korosi dan keausan. Dengan penanaman impant
akan menyebabkan kenaikan konsentrasi ion yang ada pada
jaringan. Ketika material ditanamkan maka akan terjadi reaksi
penolakan dari tubuh dan kehadiran dari implant akan
mengurangi sistim pertahanan tubuh sehingga berakibat infeksi
yang merupakan keinginan tubuh untuk melepas implant.
[Helmus,1995]. Ketika infeksi tidak dapat dikontrol maka
jaringan akan merespon dengan rasa nyeri sampai inflamasi yang
kronis. Keharusan sebuah implant untuk inert atau memiliki
toleransi tubuh yang baik .Respon dari tubuh pada material yang
28
Laporan Tugas Akhir
inert adalah dengan munculnya jaringan serabut serabut kolagen
tipis yang membungkus implant dan memisahkan dari jaringan
normal.
Gambar 2.8 Ketahanan Korosi
(0,5% NaCl, pH 7,4) dan Reaksi Jaringan dari berbagai Logam
Biomaterial [Steinemann,1985]
Hal ini tentunya akan semakin berpengaruh terhadap
tubuh dengan fungsi waktu, kapsul yang menyelimuti dapat
terdiri atas area dari sel mati yang melekat pada implant yang
diselimuti oleh daerah sel yang mulai tumbuh. Pada satu kasus
kapsul memiliki bentuk jaringan batas yang bagus akan tetapi
pada kasus yang lain kapsul tersebut terbentuk tidak beraturan
dan berdifusi pada otot sekitar. Ketebalan dari jaringan serabut
tersebut tergantung dari ketahanan implant terhadap korosi.
Material yang menghasilkan serabut kolagen yang paling tipis
mengindikasikan
lebih
tahan
korosi
dan
memiliki
biokompatibilitas dan yang paling diterima oleh tubuh.
Ada standardisasi yang harus dipenuhi oleh sebuah
material agar bisa dikatakan layak sebagai bahan implant, salah
satunya adalah memiliki nilai corrosion rates yang kurang dari
0.475 mpy.
29
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.9 Komposisi ion dari Plasma Darah, Cairan
Intersisi dan Cairan Intraselluler [Pholer, 1986]
Download