BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Belajar Para ahli banyak yang mengemukakan definisi belajar, tetapi pada kesempatan ini hanya akan dikemukakan definisi belajar menurut : 1. B.F Skinner (1985) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Berdasarkan eksperimennya Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforcer) 2. Caphlin (1985) membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan keduanya berbunyi belajar adalah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus 9) B. Karakteristik Anak Didik Sekolah Dasar Menurut Nasution (1993), masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira sebelas atau dua belas tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar dan dimulainya sejarah dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap-sikap dan tingkah lakunya. Para guru mengenal masa ini sebagai masa sekolah karena pada usia inilah anak untuk pertama kalinya menerima pendidikan formal. Tetapi bisa juga dikatakan bahwa masa usia sekolah adalah masa matang untuk belajar maupun masa matang untuk sekolah 11). Suatu hal yang sangat penting dan harus dikatakan oleh guru sedini mungkin pada permulaan anak sekolah adalah menanamkan dan menumbuhkan dasar pendidikan moral, sosial, etika, dan agama dalam setiap pribadi anak. Semua nilai ini sangat diperlukan dalam pembentukan kepribadian anak dan sangat berguna dalam kehidupan anak dikemudian hari 11). C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Beberapa hal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua yaitu 11) : 1. Faktor dari luar diri pelajar. a) Faktor Non Sosial lingkungan (cuaca, waktu, suhu, tempat) dan alat yang dipakai untuk belajar (alat tulis menulis, buku-buku, alat-alat peraga) b) Faktor Sosial : Faktor manusia yang secara langsung atau tidak langsung (radio, TV) hadir didekat pelajar. 2. Faktor dari dalam diri pelajar. a) Faktor Fisiologi : yaitu Tonus jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologi tertentu. Tonus jasmani ini dipengaruhi oleh gizi. Apabila gizi kurang maka tonus jasmani juga akan berkurang, akibatnya pelajar akan lesu, lelah , mengantuk dan kurang konsentrasi. Demikian juga penyakit kronis seperti pilek, influensza, sakit gigi, batuk dan sejenisnya yang dianggap tidak cukup serius untuk mendapatkan perhatian dan pengobatan ternyata dalam kenyatannya dapat mengganggu aktivitas belajar. b) Faktor psikologis Frandsen (1961) mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar itu adalah : 1) Adanya sifat ingin tahu untuk menyelidiki dunia yang lebih luas 2) Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju. 3) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-teman. 4) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran. D. Pengukuran Skor Prestasi Belajar Anak Sekolah Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai setelah menuntut pelajaran yang berupa nilai-nilai ulangan, ujian atau Indeks Prestasi. Evaluasi dari prestasi belajar ini penting untuk meningkatkan prestasi belajar dan cara memberikan pelajaran disekolah tersebut. Prestasi belajar merupakan perwujudan dari kecerdasan seorang anak dan perkembangan kognitifnya. Dengan demikian kedua hal ini berkaitan secara langsung dan erat. Prestasi belajar seorang siswa dinilai melalui suatu evaluasi. Evalusi mencakup beberapa aspek yaitu psikomotorik, kognitif dan efektif. Informasi tentang hasil belajar dapat berupa data kualitatif dan kuantitatif tergantung pada alat dan metode yang digunakan. Metode dan alat yang digunakan dalam hasil belajar mencakup 2 macam tes yaitu tes lisan dan tes tertulis. Ada 3 macam tes ditinjau dari segi kegunaan untuk semua siswa, yaitu 12). a. Tes Diagnostik Adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan murid, sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan perlakuan yang tepat. b. Tes sumatif Dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau untuk sebuah program yang besar kepada anak didik. Tes sumatif merupakan ulangan umum yang dilaksanakan pada catur wulan (cawu) atau semester. c. Tes Formatif Adalah tes untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa terbentuk setelah mengikuti program tertentu. Pelaksanaannya dalam bentuk ulangan harian. E. Aspek-Aspek Fisik Dalam Belajar Aspek-aspek fisik dalam belajar adalah sebagai berikut 13) : 1. Kondisi fisik lingkungan. Misalnya : tempat sendiri tidak ramai, penerangan cukup dan lain-lain. 2. Kondisi fisik anak Dalam proses belajar guru sering menghadapi murid-murid yang mengalami kesulitan belajar yang nampak dalam berbagai manifestasi antara lain : a) Hasil belajar rendah, b)Hasil yang dicapai tak seimbang dengan usahanya, c) Sikap kurang wajar, d) Gejala emosional kurang wajar Latar belakang kesulitan itu dapat disebabkan oleh berbagai faktor : 1. Faktor Intern : a) Aspek Fisiologis (yang bersifat jasmaniah) Kondisi umum jasmani dan tonus yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Tonus jasmani ini di pengaruhi oleh nutrisi sehingga kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing-pusing kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajari pun kurang atau tidak berbekas. Kondisi organ-organ khusus siswa seperti tingkat kesehatan indera pendengaran dan indera penglihatan juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan khususnya yang disajikan di kelas. Daya pendengaran dalam penglihatan siswa yang rendah dapat mengahambat proses informasi yang bersifat gema dan citra serta dapat menghambat proses informasi yang dilakukan oleh sistem memori siswa tesebut 9) b) Aspek Psikologis (yang bersifat rohaniah) 1) Tingkat kecerdasan/intelegensi Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengn cara yang tepat. Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegensi menusia lebih menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya, karena otak merupakan “menara pengontrol” pada hampir semua seluruh aktivitas manusia 9). 2) Sikap siswa. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi efektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap obyek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap (attitude) siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang guru sajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru dan mutu pelajaran yang guru sajikan, apalagi jika diiringi kebencian kepada guru yang bersangkutan siswa tersebut dapat menimbulkan kesulitan belajar 9). 3) Bakat siswa Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi secara global bakat itu mirip dengan intelegensi 9). 4) Minat siswa Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat seperti yang dipakai dan dipahami oleh seseorang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar dalam bidang-bidang tertentu 9). 5) Motivasi siswa Motivasi adalah keadaan organisme baik manusia ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam perkembangan selanjutnya motivasi dibedakan menjadi dua macam yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hak dan keadaan yang berasal dari siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan balajar. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Dalam perspektif kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi siswa adalah motivasi intrinsik karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain 9). 2. Faktor ekstern a) Faktor lingkungan sosial Lingkungan sosial seperti guru, staf administrasi dan temanteman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Selanjutnya yang termasuk lingkungan sosial adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Kondisi masyarakat di lingkungan kumuh yang serba kekurangan dan anak-anak penganggur misalnya akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Lingkungan sosial yang lebih banyak memepengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orangtua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga dan demografi keluarga, semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa 9) b) Faktor Lingkungan Non Sosial Yang termasuk didalamnya adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa 9). F. Konsumsi Energi dan Protein Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein, lemak. Dengan demikian agar manusia selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup pula kedalam tubuhnya. Manusia yang kurang makan akan lemah baik daya kegiatan, pekerjaanpekerjaan fisik maupun daya pemikirannya karena kurangnya zat-zat makanan yang diterima tubuhnya yang dapat menghasilkan energi 14). 1. Konsumsi Energi Menurut Suharjo, dan Clara M. Kusharto (1988), seseorang tidak dapat bekerja dengan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam atau menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun kebiasaan meminjam ini akan dapat mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu kurang gizi khususnya energi 14). Seorang anak dipacu oleh orang tuanya agar rajin bekerja, rajin belajar agar kelak menjadi orang yang berguna, akan tetapi kurang diperhatikan makanannya yang bergizi, maka harapan orang tua tersebut besar kemungkinannya tidak akan tercapai, bahkan anak tersebut selain pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya akan terganggu juga akan menjadi anak yang lemah, tidak periang dan tidak bergairah. Hal itu disebabkan kekurangan gizi khususnya energi 14). 2. Konsumsi Protein Protein berguna bagi tubuh sebagai zat pembangun bagi pertumbuhan atau pemeliharaan jaringan tubuh dan sebagai pengatur kelangsungan proses di dalam tubuh. Disamping itu juga sebagai pemberi tenaga dalam keadaan energi kurang tercukupi oleh karbohidrat dan lemak. Karena adanya fungsi protein yang terakhir ini, maka pakar peneliti telah menemukan bahwa komposisi protein memang mengandung unsur karbon, dengan demikian maka jelas protein dapat berfungsi sebagai sumber energi pula. Umumnya protein akan berfungsi demikian apabila tersedianya karbohidrat dan juga lemak di dalam tubuh tidak mencukupi kebutuhan yang diperlukan tubuh untuk melakukan berbagai kegiatan internal dan eksternal 14). Protein dikatakan sebagai zat pembangun atau pertumbuhan karena kalau dikehendaki, tumbuh dan berkembangnya generasi atau keturunan yang lebih handal keadaan perawakan, kesehatan dan lebih resisten pertumbuhan dan kehidupannya, dengan daya kreativitas dan daya kerjanya yang lebih meningkat, maka memperhatikan pemberian berbagai bahan makanan yang tinggi kandungan proteinnya harus diutamakan, karena protein bertugas bagi semua tingkat kehidupan, dari sejak anak-anak sampai menjadi dewasa, hingga tua. Bayi yang masih dalam kandungan juga memerlukan pembentukan jaringan dan makanan yang mengandung protein yang dapat diberikan melalui ibunya. Demikian pula orang yang sakit dalam tingkat penyembuhannya, terutama untuk pembentukan jaringan baru 14). Tabel 2. Angka Kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan (per orang per hari). Golongan Umur BB Standart Energi (kkal) Protein (gr) 0-6 bln 6,0 550 10 7-11 bln 8,5 650 16 1-3 thn 12,0 1000 25 4-6 thn 18,0 1550 39 7-9 thn 25,0 1800 45 10-12 thn 35,0 2050 50 13-15 thn 48,0 2400 60 16-18 thn 55,0 2600 65 10-12 thn 38,0 2050 50 13-15 thn 49,0 2350 57 16-18 thn 50,0 2200 55 Pria Wanita Sumber : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII Tahun 2004 17) 3. Metode Pengukuran Konsumsi Makanan Metode Pengukuran Konsumsi makanan untuk individu, antara lain : a. Metode Recall 24 jam Metode ini digunakan untuk estimasi jumlah pangan dan minuman yang dimakan oleh seseorang selama 24 jam yang lalu atau sehari sebelum wawancara dilakukan. Dengan metode ini akan diketahui besarnya porsi pangan berdasarkan ukuran rumah tangga Ukuran Rumah Tangga (URT), kemudian dikonversi ke ukuran metrik (g) 2). b. Metode estimated food records Dengan metode ini responden mencatat semua pangan dan minuman yang dikonsumsi seminggu. Pencatatan dilakukan oleh responden dengan menggunakan URT atau menimbang langsung berat pangan yang dimakan 2). c. Metode penimbangan makanan (Food Weighing). Metode penimbangan mengukur secara langsung berat setiap jenis pangan/pangan yang dikonsumsi oleh seseorang pada hari wawancara 2). d. Food frequency questionnaire Metode ini dikenal sebagai metode frekuensi pangan, dimaksudkan untuk memperoleh informasi pola konsumsi pangan seseorang. Untuk itu, diperlukan kuesioner yang terdiri dari dua komponen yaitu daftar jenis pangan dan ferekuensi konsumsi pangan 2). e. Metode riwayat makanan (Dietary History) Tujuan dari metode ini adalah untuk menemukan pola inti pangan seharihari pada jangka waktu lama serta untuk melihat kaitan antara intik pangan dan kejadian penyakit tertentu. Metode ini meliputi tiga komponen dasar, yaitu wawancara mendalam pola makan sehari-hari (termasuk recall 24 jam), checklist frekuensi pangan, dan pencatatan pangan 2-3 hari, yang dimaksudkan sebagai teknik cross checking (pemeriksaan silang) 2). G. Kecacingan Cacingan adalah infestasi cacing usus (Soil Transmitted) yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Hookworm : Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) yang bersifat parasit (merugikan) dan daur hidupnya berkaitan dengan perilaku bersih dan kondisi sanitasi lingkungan 6). Di Indonesia nematoda usus lebih sering disebut sebagai cacing perut. Sebagian besar pernularannya melalui tanah, maka digolongkan di dalam kelompok termasuk dalam Soil Transmitted ada lima species yaitu : A. lumbricoides, T.trichiura, N. americanus, A. duodenale, S. stercoralis. Kelima species ini merupakan parasit cacing yang endemik di seluruh wilayah Indonesia. Akan tetapi dalam penelitian ini hanya akan dibahas dua buah species saja yaitu : 1. Ascaris lumbricoides a. Morfologi Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi terutama pada anak. Frekuensinya antara 60-90%. Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja disekitar halaman rumah, dibawah pohon, ditempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah. Di negara-negara tertentu terdapat kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk. Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar 25-30 C merupakan hal-hal yang sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides menjadi bentuk infektif. Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan yang betina 22-35 cm. Stadium dewasa hidup dirongga usus muda. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari, yang terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Telur yang dibuahi besarnya kurang lebih 60x45 mikron dan yang tidak dibuahi 90 x 40 mikron 15). b. Siklus hidup Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esophagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan 15). c. Diagnosis Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis. Selain itu diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung karena muntah, maupun melalui tinja 15) 2. Trichuris trichiura a. Morfologi Cacing betina penjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kirakira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Cacing dewasa ini hidup di kolon ascendens dan sekum dengan bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setip hari antara 3000-10.000 butir. Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih 15). b. Siklus hidup Telur yang dibuahi dikeluarkan bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalm waktu 3 sampai 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung yaitu bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai silkus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari 15). c. Diagnosis Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam tinja 15) H. Hubungan Infeksi Kecacingan Dengan Prestasi Belajar Jumlah anak usia sekolah cukup besar yaitu berkisar 40 juta anak, oleh karena itu anak sebagai aset sumber daya manusia dan generasi penerus perlu diperhatikan kehidupannya. Dalam kondisi ini anak harus mendapat makanan yang bergizi baik kuantitas maupun kualitas. Keadaan ini diperberat dengan perilaku keluarga yang kurang membiasakan memberi makan pagi kepada anak sebelum berangkat sekolah, tidak jajan di sekolah serta kebersihan dan hygiene perorangan kurang sehingga dapat berdampak pada tingginya prevalensi kecacingan 1). Infeksi penyakit cacing perut akan berdampak pada penurunan produktivitas dan intelektualitas serta status kesehatan dan gizi anak-anak. Dari penelitian yang dilakukan di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi kecacingan saat ini masih cukup tinggi yaitu 40-70 % dn merupakan masalah kesehatan masyarakat 1). Dampak kecacingan pada anak sekolah akan menurunkan daya tahan tubuh karena zat-zat gizi di dalam tubuh dimakan cacing. Sehingga lama-kelamaan anak menjadi sakit-sakitan. Dampak yang nyata adalah muka anak pucat, lesu dan lemah, mudah lelah dan letih serta mudah mengantuk dalam mengikuti pelajaran sehingga pada akhirnya dapat menurunkan prestasi belajar 1) I. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Dengan Prestasi belajar Anak sekolah dalam kehidupannya sehari-hari sangat efektif, disamping itu juga mereka dalam masa pertumbuhan yang cepat. Dalam kondisi anak harus mendapat makanan yang bergizi baik kualitas maupun kuantitas. Dengan meningkatnya status gizi anak maka dapat turut membantu mencerdaskan bangsa. Salah masalah kesehatan dan gizi pada anak-anak sekolah yang prevalensinya cukup tinggi yaitu Kurang Energi dan Protein. Timbulnya kurang Energi dan Protein (KEP) diakibatkan oleh kurangnya konsumsi energi dan protein baik kuantitas maupun kualitasnya dalam waktu cukup lama. Dalam tingkat ringan dan sedang tanda-tanda KEP ini sering tidak jelas, tetapi dapat diketahui cepat dengan melakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Prevalensi gizi kurang pada anak sekolah menurut hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Puslitbang Gizi Depkes, 1993 adalah sebesar 11,5 %. Dampak akibat kekurangan gizi seperti KEP yang diderita masyarakat periode dalam kandungan dan periode anak-anak akan menghambat kecerdasan, menghambat kesanggupan anak untuk mencapai syarat optimal bagi kelangsungan hidup sehari-hari serta manghambat perkembangan fisik maupun mental yang berakibat pada prestasi belajar 1) J. Kerangka Teori Faktor psikologis 1) Tingkat kecerdasan (intelegensia) 2) Sikap siswa 3) Bakat siswa 4) Minat siswa 5) Motivasi siswa Faktor Fisiologi 1) Infeksi kecacingan 2) Status Gizi : a. Tingkat Konsumsi Energi b. Tingkat Konsumsi Protein Prestasi Belajar Faktor Lingkungan Sekolah : 1) Guru 2) Fasilitas Belajar 3) Teman Sekolah Faktor Lingkungan Keluarga : 1) Fasilitas Belajar 2) Sifat-sifat Orang Tua 3) Situasi Belajar 4) Demografi Keluarga Dimodifikasi dari teori : (Muhibbidin Syah 2000) dan (Djamarah Bahri Syaiful 2002) K. Kerangka Konsep Mengacu pada hubungan antara berbagai faktor yang mempengaruhi kemampuan kognitif ( dengan mengukur prestasi belajar) maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah : Infeksi Kecacingan (Ascaris dan Trichuris) Prestasi Belajar Tingkat Konsumsi Energi L.dan HIPOTESA Protein 1. Ada hubungan infeksi kecacingan dengan prestasi belajar 2. Ada hubungan tingkat konsumsi energi dengan prestasi belajar 3. Ada hubungan tingkat konsumsi protein dengan prestasi belajar