BAB II

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Belajar
Para ahli banyak yang mengemukakan definisi belajar, tetapi pada kesempatan
ini hanya akan dikemukakan definisi belajar menurut :
1. B.F Skinner (1985) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau
penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Berdasarkan
eksperimennya
Skinner
percaya
bahwa
proses
adaptasi
tersebut
akan
mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforcer)
2. Caphlin (1985) membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan
pertama berbunyi belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif
menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan keduanya berbunyi
belajar adalah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan
khusus 9)
B. Karakteristik Anak Didik Sekolah Dasar
Menurut Nasution (1993), masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak
akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira sebelas atau dua belas
tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar dan dimulainya
sejarah dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap-sikap dan tingkah
lakunya. Para guru mengenal masa ini sebagai masa sekolah karena pada usia inilah
anak untuk pertama kalinya menerima pendidikan formal. Tetapi bisa juga dikatakan
bahwa masa usia sekolah adalah masa matang untuk belajar maupun masa matang
untuk sekolah 11).
Suatu hal yang sangat penting dan harus dikatakan oleh guru sedini mungkin
pada permulaan anak sekolah adalah menanamkan dan menumbuhkan dasar
pendidikan moral, sosial, etika, dan agama dalam setiap pribadi anak. Semua nilai ini
sangat diperlukan dalam pembentukan kepribadian anak dan sangat berguna dalam
kehidupan anak dikemudian hari 11).
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan
menjadi dua yaitu 11) :
1. Faktor dari luar diri pelajar.
a) Faktor Non Sosial lingkungan (cuaca, waktu, suhu, tempat) dan alat yang
dipakai untuk belajar (alat tulis menulis, buku-buku, alat-alat peraga)
b) Faktor Sosial : Faktor manusia yang secara langsung atau tidak langsung
(radio, TV) hadir didekat pelajar.
2. Faktor dari dalam diri pelajar.
a) Faktor Fisiologi : yaitu Tonus jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologi
tertentu. Tonus jasmani ini dipengaruhi oleh gizi. Apabila gizi kurang
maka tonus jasmani juga akan berkurang, akibatnya pelajar akan lesu,
lelah , mengantuk dan kurang konsentrasi. Demikian juga penyakit kronis
seperti pilek, influensza, sakit gigi, batuk dan sejenisnya yang dianggap
tidak cukup serius untuk mendapatkan perhatian dan pengobatan ternyata
dalam kenyatannya dapat mengganggu aktivitas belajar.
b) Faktor psikologis
Frandsen (1961) mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk
belajar itu adalah :
1) Adanya sifat ingin tahu untuk menyelidiki dunia yang lebih luas
2) Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk
selalu maju.
3) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan
teman-teman.
4) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai
pelajaran.
D. Pengukuran Skor Prestasi Belajar Anak Sekolah
Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai setelah menuntut pelajaran yang
berupa nilai-nilai ulangan, ujian atau Indeks Prestasi. Evaluasi dari prestasi belajar ini
penting untuk meningkatkan prestasi belajar dan cara memberikan pelajaran
disekolah tersebut. Prestasi belajar merupakan perwujudan dari kecerdasan seorang
anak dan perkembangan kognitifnya. Dengan demikian kedua hal ini berkaitan secara
langsung dan erat. Prestasi belajar seorang siswa dinilai melalui suatu evaluasi.
Evalusi mencakup beberapa aspek yaitu psikomotorik, kognitif dan efektif. Informasi
tentang hasil belajar dapat berupa data kualitatif dan kuantitatif tergantung pada alat
dan metode yang digunakan. Metode dan alat yang digunakan dalam hasil belajar
mencakup 2 macam tes yaitu tes lisan dan tes tertulis. Ada 3 macam tes ditinjau dari
segi kegunaan untuk semua siswa, yaitu 12).
a. Tes Diagnostik
Adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan murid,
sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan perlakuan
yang tepat.
b. Tes sumatif
Dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau untuk
sebuah program yang besar kepada anak didik. Tes sumatif merupakan ulangan
umum yang dilaksanakan pada catur wulan (cawu) atau semester.
c. Tes Formatif
Adalah tes untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa terbentuk setelah
mengikuti program tertentu. Pelaksanaannya dalam bentuk ulangan harian.
E. Aspek-Aspek Fisik Dalam Belajar
Aspek-aspek fisik dalam belajar adalah sebagai berikut 13) :
1. Kondisi fisik lingkungan.
Misalnya : tempat sendiri tidak ramai, penerangan cukup dan lain-lain.
2. Kondisi fisik anak
Dalam proses belajar guru sering menghadapi murid-murid yang mengalami
kesulitan belajar yang nampak dalam berbagai manifestasi antara lain :
a) Hasil belajar rendah, b)Hasil yang dicapai tak seimbang dengan usahanya, c)
Sikap kurang wajar, d) Gejala emosional kurang wajar
Latar belakang kesulitan itu dapat disebabkan oleh berbagai faktor :
1. Faktor Intern :
a) Aspek Fisiologis (yang bersifat jasmaniah)
Kondisi umum jasmani dan tonus yang menandai tingkat
kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi
semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Tonus jasmani
ini di pengaruhi oleh nutrisi sehingga kondisi organ tubuh yang lemah,
apalagi jika disertai pusing-pusing kepala misalnya, dapat menurunkan
kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajari pun kurang
atau tidak berbekas. Kondisi organ-organ khusus siswa seperti tingkat
kesehatan indera pendengaran dan indera penglihatan juga sangat
mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan
pengetahuan khususnya yang disajikan di kelas. Daya pendengaran dalam
penglihatan siswa yang rendah dapat mengahambat proses informasi yang
bersifat gema dan citra serta dapat menghambat proses informasi yang
dilakukan oleh sistem memori siswa tesebut 9)
b) Aspek Psikologis (yang bersifat rohaniah)
1) Tingkat kecerdasan/intelegensi
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan
psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan
lingkungan dengn cara yang tepat. Jadi, intelegensi sebenarnya bukan
persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ
tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak
dalam hubungannya dengan intelegensi menusia lebih menonjol
daripada peran organ-organ tubuh lainnya, karena otak merupakan
“menara pengontrol” pada hampir semua seluruh aktivitas manusia 9).
2) Sikap siswa.
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi efektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif
tetap terhadap obyek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif
maupun negatif. Sikap (attitude) siswa yang positif, terutama kepada
guru dan mata pelajaran yang guru sajikan merupakan pertanda awal
yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif
siswa terhadap guru dan mutu pelajaran yang guru sajikan, apalagi jika
diiringi kebencian kepada guru yang bersangkutan siswa tersebut dapat
menimbulkan kesulitan belajar 9).
3) Bakat siswa
Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan
demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti
berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai
dengan kapasitas masing-masing. Jadi secara global bakat itu mirip
dengan intelegensi 9).
4) Minat siswa
Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat seperti yang dipakai dan
dipahami oleh seseorang selama ini dapat mempengaruhi kualitas
pencapaian hasil belajar dalam bidang-bidang tertentu 9).
5) Motivasi siswa
Motivasi adalah keadaan organisme baik manusia ataupun hewan
yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam perkembangan
selanjutnya motivasi dibedakan menjadi dua macam yaitu motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hak dan
keadaan yang berasal dari siswa sendiri yang dapat mendorongnya
melakukan tindakan balajar. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal
dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga
mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Dalam perspektif
kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi siswa adalah motivasi
intrinsik karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada
dorongan atau pengaruh orang lain 9).
2. Faktor ekstern
a) Faktor lingkungan sosial
Lingkungan sosial seperti guru, staf administrasi dan temanteman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa.
Selanjutnya yang termasuk lingkungan sosial adalah masyarakat dan
tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan
siswa tersebut. Kondisi masyarakat di lingkungan kumuh yang serba
kekurangan dan anak-anak penganggur misalnya akan sangat
mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Lingkungan sosial yang lebih
banyak memepengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga
siswa itu sendiri. Sifat-sifat orangtua, praktik pengelolaan keluarga,
ketegangan keluarga dan demografi keluarga, semuanya dapat
memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan
hasil yang dicapai oleh siswa 9)
b) Faktor Lingkungan Non Sosial
Yang termasuk didalamnya adalah gedung sekolah dan letaknya,
rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar,
keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa 9).
F. Konsumsi Energi dan Protein
Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran
karbohidrat, protein, lemak. Dengan demikian agar manusia selalu tercukupi
energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup pula kedalam
tubuhnya. Manusia yang kurang makan akan lemah baik daya kegiatan, pekerjaanpekerjaan fisik maupun daya pemikirannya karena kurangnya zat-zat makanan yang
diterima tubuhnya yang dapat menghasilkan energi 14).
1. Konsumsi Energi
Menurut Suharjo, dan Clara M. Kusharto (1988), seseorang tidak dapat
bekerja dengan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan
kecuali jika meminjam atau menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun
kebiasaan meminjam ini akan dapat mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu
kurang gizi khususnya energi 14).
Seorang anak dipacu oleh orang tuanya agar rajin bekerja, rajin belajar
agar kelak menjadi orang yang berguna, akan tetapi kurang diperhatikan
makanannya
yang
bergizi,
maka
harapan
orang
tua
tersebut
besar
kemungkinannya tidak akan tercapai, bahkan anak tersebut selain pertumbuhan
dan perkembangan tubuhnya akan terganggu juga akan menjadi anak yang lemah,
tidak periang dan tidak bergairah. Hal itu disebabkan kekurangan gizi khususnya
energi 14).
2. Konsumsi Protein
Protein berguna bagi tubuh sebagai zat pembangun bagi pertumbuhan atau
pemeliharaan jaringan tubuh dan sebagai pengatur kelangsungan proses di dalam
tubuh. Disamping itu juga sebagai pemberi tenaga dalam keadaan energi kurang
tercukupi oleh karbohidrat dan lemak. Karena adanya fungsi protein yang terakhir
ini, maka pakar peneliti telah menemukan bahwa komposisi protein memang
mengandung unsur karbon, dengan demikian maka jelas protein dapat berfungsi
sebagai sumber energi pula. Umumnya protein akan berfungsi demikian apabila
tersedianya karbohidrat dan juga lemak di dalam tubuh tidak mencukupi
kebutuhan yang diperlukan tubuh untuk melakukan berbagai kegiatan internal dan
eksternal 14).
Protein dikatakan sebagai zat pembangun atau pertumbuhan karena kalau
dikehendaki, tumbuh dan berkembangnya generasi atau keturunan yang lebih
handal keadaan perawakan, kesehatan dan lebih resisten pertumbuhan dan
kehidupannya, dengan daya kreativitas dan daya kerjanya yang lebih meningkat,
maka memperhatikan pemberian berbagai bahan makanan yang tinggi kandungan
proteinnya harus diutamakan, karena protein bertugas bagi semua tingkat
kehidupan, dari sejak anak-anak sampai menjadi dewasa, hingga tua. Bayi yang
masih dalam kandungan juga memerlukan pembentukan jaringan dan makanan
yang mengandung protein yang dapat diberikan melalui ibunya. Demikian pula
orang yang sakit dalam tingkat penyembuhannya, terutama untuk pembentukan
jaringan baru 14).
Tabel 2. Angka Kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan (per orang per hari).
Golongan Umur BB Standart
Energi (kkal)
Protein (gr)
0-6 bln
6,0
550
10
7-11 bln
8,5
650
16
1-3 thn
12,0
1000
25
4-6 thn
18,0
1550
39
7-9 thn
25,0
1800
45
10-12 thn
35,0
2050
50
13-15 thn
48,0
2400
60
16-18 thn
55,0
2600
65
10-12 thn
38,0
2050
50
13-15 thn
49,0
2350
57
16-18 thn
50,0
2200
55
Pria
Wanita
Sumber : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Prosiding Widya Karya
Nasional Pangan dan Gizi VIII Tahun 2004 17)
3. Metode Pengukuran Konsumsi Makanan
Metode Pengukuran Konsumsi makanan untuk individu, antara lain :
a. Metode Recall 24 jam
Metode ini digunakan untuk estimasi jumlah pangan dan minuman yang
dimakan oleh seseorang selama 24 jam yang lalu atau sehari sebelum
wawancara dilakukan. Dengan metode ini akan diketahui besarnya porsi
pangan berdasarkan ukuran rumah tangga Ukuran Rumah Tangga (URT),
kemudian dikonversi ke ukuran metrik (g) 2).
b. Metode estimated food records
Dengan metode ini responden mencatat semua pangan dan minuman yang
dikonsumsi seminggu. Pencatatan dilakukan oleh responden dengan
menggunakan URT atau menimbang langsung berat pangan yang dimakan 2).
c. Metode penimbangan makanan (Food Weighing).
Metode penimbangan mengukur secara langsung berat setiap jenis
pangan/pangan yang dikonsumsi oleh seseorang pada hari wawancara 2).
d. Food frequency questionnaire
Metode ini dikenal sebagai metode frekuensi pangan, dimaksudkan untuk
memperoleh informasi pola konsumsi pangan seseorang. Untuk itu,
diperlukan kuesioner yang terdiri dari dua komponen yaitu daftar jenis pangan
dan ferekuensi konsumsi pangan 2).
e. Metode riwayat makanan (Dietary History)
Tujuan dari metode ini adalah untuk menemukan pola inti pangan seharihari pada jangka waktu lama serta untuk melihat kaitan antara intik pangan
dan kejadian penyakit tertentu. Metode ini meliputi tiga komponen dasar,
yaitu wawancara mendalam pola makan sehari-hari (termasuk recall 24 jam),
checklist frekuensi pangan, dan pencatatan pangan 2-3 hari, yang
dimaksudkan sebagai teknik cross checking (pemeriksaan silang) 2).
G. Kecacingan
Cacingan adalah infestasi cacing usus (Soil Transmitted) yang disebabkan
oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan
cacing tambang (Hookworm : Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) yang
bersifat parasit (merugikan) dan daur hidupnya berkaitan dengan perilaku bersih dan
kondisi sanitasi lingkungan 6).
Di Indonesia nematoda usus lebih sering disebut sebagai cacing perut.
Sebagian besar pernularannya melalui tanah, maka digolongkan di dalam kelompok
termasuk dalam Soil Transmitted ada lima species yaitu : A. lumbricoides,
T.trichiura, N. americanus, A. duodenale, S. stercoralis. Kelima species ini
merupakan parasit cacing yang endemik di seluruh wilayah Indonesia. Akan tetapi
dalam penelitian ini hanya akan dibahas dua buah species saja yaitu :
1. Ascaris lumbricoides
a. Morfologi
Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi terutama pada anak.
Frekuensinya antara 60-90%. Kurangnya pemakaian jamban keluarga
menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja disekitar halaman rumah,
dibawah pohon, ditempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah. Di
negara-negara tertentu terdapat kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk.
Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar 25-30 C merupakan
hal-hal yang sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides
menjadi bentuk infektif. Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan
yang betina 22-35 cm. Stadium dewasa hidup dirongga usus muda. Seekor
cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari, yang
terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Telur yang
dibuahi besarnya kurang lebih 60x45 mikron dan yang tidak dibuahi 90 x
40 mikron 15).
b. Siklus hidup
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang
menjadi bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia, menetas di usus
halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah
atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran
darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu
dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui
bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga
menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan
ini dan larva akan tertelan ke dalam esophagus, lalu menuju ke usus halus.
Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang
tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2
bulan 15).
c. Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan
tinja secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis
askariasis. Selain itu diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar
sendiri baik melalui mulut atau hidung karena muntah, maupun melalui
tinja 15)
2. Trichuris trichiura
a. Morfologi
Cacing betina penjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan
kira-kira 4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kirakira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih
gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing
jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Cacing dewasa ini hidup di
kolon ascendens dan sekum dengan bagian anteriornya yang seperti
cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan
menghasilkan telur setip hari antara 3000-10.000 butir. Telur berukuran
50-54 mikron x 32 mikron berbentuk seperti tempayan dengan semacam
penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna
kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih 15).
b. Siklus hidup
Telur yang dibuahi dikeluarkan bersama tinja. Telur tersebut
menjadi matang dalm waktu 3 sampai 6 minggu dalam lingkungan yang
sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan teduh. Telur matang ialah telur
yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung
yaitu bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar
melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi
dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon,
terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai silkus paru. Masa
pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina
meletakkan telur kira-kira 30-90 hari 15).
c. Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam tinja 15)
H. Hubungan Infeksi Kecacingan Dengan Prestasi Belajar
Jumlah anak usia sekolah cukup besar yaitu berkisar 40 juta anak, oleh karena
itu anak sebagai aset sumber daya manusia dan generasi penerus perlu diperhatikan
kehidupannya. Dalam kondisi ini anak harus mendapat makanan yang bergizi baik
kuantitas maupun kualitas. Keadaan ini diperberat dengan perilaku keluarga yang
kurang membiasakan memberi makan pagi kepada anak sebelum berangkat sekolah,
tidak jajan di sekolah serta kebersihan dan hygiene perorangan kurang sehingga dapat
berdampak pada tingginya prevalensi kecacingan 1).
Infeksi penyakit cacing perut akan berdampak pada penurunan produktivitas
dan intelektualitas serta status kesehatan dan gizi anak-anak. Dari penelitian yang
dilakukan di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi
kecacingan saat ini masih cukup tinggi yaitu 40-70 % dn merupakan masalah
kesehatan masyarakat 1).
Dampak kecacingan pada anak sekolah akan menurunkan daya tahan tubuh
karena zat-zat gizi di dalam tubuh dimakan cacing. Sehingga lama-kelamaan anak
menjadi sakit-sakitan. Dampak yang nyata adalah muka anak pucat, lesu dan lemah,
mudah lelah dan letih serta mudah mengantuk dalam mengikuti pelajaran sehingga
pada akhirnya dapat menurunkan prestasi belajar 1)
I. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Dengan Prestasi belajar
Anak sekolah dalam kehidupannya sehari-hari sangat efektif, disamping itu
juga mereka dalam masa pertumbuhan yang cepat. Dalam kondisi anak harus
mendapat makanan yang bergizi baik kualitas maupun kuantitas. Dengan
meningkatnya status gizi anak maka dapat turut membantu mencerdaskan bangsa.
Salah masalah kesehatan dan gizi pada anak-anak sekolah yang prevalensinya cukup
tinggi yaitu Kurang Energi dan Protein. Timbulnya kurang Energi dan Protein (KEP)
diakibatkan oleh kurangnya konsumsi energi dan protein baik kuantitas maupun
kualitasnya dalam waktu cukup lama. Dalam tingkat ringan dan sedang tanda-tanda
KEP ini sering tidak jelas, tetapi dapat diketahui cepat dengan melakukan
penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Prevalensi gizi kurang pada
anak sekolah menurut hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Puslitbang Gizi
Depkes, 1993 adalah sebesar 11,5 %. Dampak akibat kekurangan gizi seperti KEP
yang diderita masyarakat periode dalam kandungan dan periode anak-anak akan
menghambat kecerdasan, menghambat kesanggupan anak untuk mencapai syarat
optimal bagi kelangsungan hidup sehari-hari serta manghambat perkembangan fisik
maupun mental yang berakibat pada prestasi belajar 1)
J. Kerangka Teori
Faktor psikologis
1) Tingkat kecerdasan
(intelegensia)
2) Sikap siswa
3) Bakat siswa
4) Minat siswa
5) Motivasi siswa
Faktor Fisiologi
1) Infeksi kecacingan
2) Status Gizi :
a. Tingkat Konsumsi
Energi
b. Tingkat Konsumsi
Protein
Prestasi Belajar
Faktor Lingkungan
Sekolah :
1) Guru
2) Fasilitas Belajar
3) Teman Sekolah
Faktor Lingkungan
Keluarga :
1) Fasilitas Belajar
2) Sifat-sifat Orang
Tua
3) Situasi Belajar
4) Demografi Keluarga
Dimodifikasi dari teori : (Muhibbidin Syah 2000) dan
(Djamarah Bahri Syaiful 2002)
K. Kerangka Konsep
Mengacu pada hubungan antara berbagai faktor yang mempengaruhi kemampuan
kognitif ( dengan mengukur prestasi belajar) maka kerangka konsep pada penelitian
ini adalah :
Infeksi Kecacingan (Ascaris
dan Trichuris)
Prestasi Belajar
Tingkat Konsumsi Energi
L.dan
HIPOTESA
Protein
1. Ada hubungan infeksi kecacingan dengan prestasi belajar
2. Ada hubungan tingkat konsumsi energi dengan prestasi belajar
3. Ada hubungan tingkat konsumsi protein dengan prestasi belajar
Download