http://perpustakaan.isbi.ac.id sumber full text klik di sini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan manusia dalam menangkap informasi berbeda-beda ada yang lebih mudah menerima informasi berupa tulisan, gambar, tulisan bergambar, audio, video dan audio video (film). Selama ini kebanyakan orang tidak menyadari hal itu dan memaksakan diri untuk memahami informasi lewat tulisan khususnya buku. Film sebagai sarana pencapaian informasi harus terus dikreasikan agar media pembelajaran tidak mesti lewat tulisan. Film harus dikemas dengan ringan agar mudah dicerna oleh penonton. Dengan maraknya penayangan film dokumenter di Indonesia, wawasan masyarakat akan berbagai pengetahuan umum pun bertambah. Hal ini terbukti dengan munculnya para pembuat film yang membuat film dokumenter dengan tema budaya dan kearifan lokal. Tentunya hal ini positif dan sejalan dengan misi Indonesia untuk memelihara budayanya sendiri agar tidak punah. Film mempunyai kemampuan untuk mengarahkan dan menuntun perhatian masyarakat pada peristiwa tertentu. Dengan maksud dan tujuan ini, film berpotensi untuk memasukkan unsur pendidikan, nilai sosial, pengetahuan sejarah, dan pengetahuan kebudayaan di dalamnya. Dengan pemasukan unsur – unsur tersebut, dapat membentuk pemikiran masyarakat yang kritis dan berwawasan. Laiknya film menggunakan kelebihannya ini karena sosialisasi tentang nilai – nilai sosial dalam kehidupan masyarakat tidak hanya tanggung jawab keluarga dan lingkungan sekitar, tapi juga tanggung jawab dari film yang memiliki agenda dalam http://perpustakaan.isbi.ac.id sumber full text klik di sini penceritaannya dan audience dapat berpotensi untuk mengikuti agenda media tersebut. Perkembangan dunia film saat sangatlah pesat, baik dari segi kualitas, kuantitas dan para pembuat film (sineas). Film yang beredar di Indonesia sekarang ini mulai beragam, tidak lagi didominasi oleh satu genre melainkan masyarakat dihadapkan pada beberapa pilihan genre film yang bervariatif dan berkualitas. Film mulai menjadi tontonan publik gratis setelah banyak televisi nasional menayangkan film-film box office dan film layar lebar Indonesia. Munculnya stasiun televisi baru pun memberikan andil pada peningkatan kualitas film dan selera film masyarakat kita. Sebut saja Kompas TV yang sering menayangkan film dokumenter berkualitas dari luar negeri. Tentunya hal ini berpengaruh pula pada acara yang dibuat oleh Kompas TV yang mengadopsi genre dokumenter namun lebih cenderung pada program tayangan variety show. Selera masyarakat akan kebutuhan film dokumenter pun semakin besar. Dari sekian banyak film yang beredar, terdapat kesamaan cara bertutur pada film indie maupun film komersil, khususnya pada film dokumenter dan dokudrama. Cara bertutur yang dilakukan oleh dokumentaris kebanyakan menggunakan metode wawancara, narasi atau pengisi suara (voice over), sehingga terdapat anggapan bahwa film dokumenter menjadi film wawancara. Dengan alasan tersebut dokumentaris mencoba merencanakan pengadeganan yang terperinci dan kemudian dipergunakan dalam cerita dokumenter. Hal ini membuat film dokumenter menjadi lebih menarik, seperti dalam film Jurasic Park yang menghadirkan hewan purba berbentuk dinosaurus ke dalam dunia nyata. Film “Dejavu in Java” ini http://perpustakaan.isbi.ac.id sumber full text klik di sini menampilkan bagaimana kehidupan dan budaya kubur manusia prasejarah di Gua Pawon dengan ciri khasnya tersendiri. Dejavu menurut buku “Psikologi Kepribadian” karya Agus Sujanto berasal dari kata Perancis yang berarti "telah melihat", maksudnya adalah mengalami sesuatu pengalaman yang dirasakan namun seperti pernah dialami sebelumnya. Sementara lokasi manusia pawon itu ada di pulau Jawa, maka diberilah judul dalam bahasa Inggris, in Java. Dalam film ini dejavu akan dijadikan sebagai pengantar cerita oleh tokoh untuk melakukan rekonstruksi kehudupan manusia pawon dan memasukan tekhnik augmented reality Film. Secara umum, Augmented Reality (AR) adalah penggabungan antara objek virtual dengan objek nyata. 1.2 Rumusan Ide Penciptaan Film doukumenter/ dokudrama yang mengangkat mengenai situs-situs bersejarah selain membuka wawasan, dapat juga berguna sebagai media pembelajaran. Film “Dejavu in Java” ini akan menjadi film yang inovatif setelah menggunakan penuturan drama, dengan sisipan rekonstruksi manusia prasejarah dan penggunaan augmented reality seperti yang ada di film Iron Man. Penonton akan merasakan sensasi yang baru saat menonton film ini. Film yang dari segi cerita ringan namun dapat menguak misteri yang selama ini belum banyak orang ketahui. Dengan kecanggihan teknologi yang diterapkan pada film ini, penonton diharapkan merasakan hal yang baru dalam genre dokudrama ini dan tidak merasa jenuh saat menontonnya. http://perpustakaan.isbi.ac.id sumber full text klik di sini Selama ini keberadaan Gua Pawon bagi warga sekitar di Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung barangkali tidaklah terlalu istimewa. Letak Gua yang berada di lokasi penambangan batu kapur hanya dianggap sebagai satu lokasi tempat bernaung disela penambangan atau tempat bermain anak-anak. Banyak yang tidak mengetahui bahwa tempat ini mempunyai artefak/ situs manusia pra sejarah dikarenakan minimnya pemberitaan yang beredar. Konon pemberitaan tentang temuan manusia prasejarah ini sedikit dibatasi karena berlawanan dengan teori evolusi Darwin, dimana asal manusia berasal dari Kera. Mengetahui budaya manusia prasejarah yang ada di Gua Pawon ini cukup penting untuk menguak kehidupan mereka. Apakah memang benar manusia prasejarah itu merupakan nenek moyang dari manusia Sunda atau bahkan Jawa?. Jika memang terbukti maka akan muncul sejarah dan cerita baru yang belum terungkap. Pembatasan masalah pada film ini hanyalah mengenai kehidupan manusia prasejarah yang ada di Gua Pawon. Informasi dari film ini penting untuk diketahui karena kita dapat mengetahui sejarah tentang manusia pra sejarah. Khususnya manusia Sunda bahkan Jawa yang fosilnya ditemukan di daerah Padalarang, lebih lengkapnya di kawasan karst atau batu kapur Citatah, Kabupaten Bandung Barat. Jaraknya sekitar 25 kilometer dari pusat Kota Bandung. http://perpustakaan.isbi.ac.id sumber full text klik di sini 1.3 Keaslian/ Orisinalitas Karya Karya ini diyakini sebagai karya asli atau ide baru dalam mengangkat sebuah film dokudrama. Sejauh ini belum ada film tentang Gua Pawon yang dibuat menggunakan gaya tutur dokudrama. Stasiun TV RCTI pernah membuat dan menayangkan GAPURA (2004) dengan format Dokumenter Televisi. Ide yang diangkat sama yaitu tentang manusia prasejarah yang ada di Gua Pawon. Gapura membahas bagaimana awalnya tim riset cekungan Bandung menemukan kerangka manusia Pawon, Luthfi Yondri dan Rimbaman berperan sebagai narasumber dan ketua dari tim riset. Acara ini menggunakan pola tutur narasi yang disampaikan oleh narator pria dan dipandu oleh reporter wanita yang menggunakan kostum layaknya petualang dengan setting lokasi yang menyerupai alam. Terdapat rekonstruksi kehidupan manusia pawon dimana mereka melakukan aktivitas makan dan berkumpul secara kelompok. Model manusia Pawon dalam rekonstruksi layaknya manusia seperti kita, hanya saja mereka berambut panjang dengan sedikit keriting gimbal, untuk wanita mengenakan pakaian berwarna coklat yang menyerupai model kain ikhram saat naik haji dan untuk laki-laki bertelanjang dada dengan mengenakan penutup kemaluan berwarna coklat. “Dejavu in Java” menyerupai film ”Jurasic Park” karya Steven Spielberg (1993) yaitu idenya sama-sama tentang sejarah kehidupan di masa lampau. Namun dari segi alur dan pola tuturnya berbeda. Jurasic Park diangkat dari sebuah novel kemudian dikembangkan menjadi sebuah film, jika “Dejavu in Java” berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Luthfi Yondri, Balai Arkeolog Bandung dan Komunitas Cekungan Bandung kemudian dibentuk menjadi cerita. Dari segi latar http://perpustakaan.isbi.ac.id sumber full text klik di sini cerita, Jurasic Park adalah menghidupkan/ membawa hewan purba ke zaman sekarang, sementara “Dejavu in Java” melihat kehidupan manusia pra sejarah dari mimpi dan dejavu seseorang yang dibenarkan oleh peneliti gua Pawon. Selain itu “Jurasic Park” menampilkan dinosaurus menggunakan boneka, robot dan modelling animasi, sementara manusia pra sejarah “Dejavu in Java” membuatnya dengan rekonstruksi yang menggunakan manusia saat ini hanya dibalut dengan make up. Augmented Reality menjadi keunggulan dalam film “Dejavu in Java”. 1.4 Tujuan dan Manfaat 1.4.1 Tujuan Film ini dibuat dengan tujuan membuat varian film dokumenter jenis dokudrama, dengan mengusung tema pra sejarah di Gua Pawon. Adapun narasi film meliputi: 1. Visualisasi dokudrama tentang kehidupan manusia prasejarah. 2. Visualisasi dokudrama tentang proses penguburan manusia prasejarah. 3. Visualisasi dokudrama tentang tidak terbuktinya teori evolusi manusia Darwin melalui temuan manusia prasejarah di Gua Pawon dengan teknik augmented reality. 1.4.2 Manfaat Manfaat dari produksi film dokudrama ini masyarakat luas dapat mengapresiasi film dokudrama tentang manusia pawon. Kemudian manfaat umum dapat menjadi media promosi bagi pemerintah daerah Kab. Bandung Barat, http://perpustakaan.isbi.ac.id sumber full text klik di sini sehingga masyarakat mengetahui kehidupan manusia pra sejarah di Gua Pawon dan dapat memberikan opininya mengenai teori Darwin yang selama ini menjadi teori evolusi manusia.