plagiat merupakan tindakan tidak terpuji plagiat

advertisement
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
UJI TOKSISITAS AKUT INFUSA BIJI ALPUKAT Persea americana Mill.
PADA MENCIT GALUR SWISS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Betzylia Wahyuningsih
NIM : 118114109
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
UJI TOKSISITAS AKUT INFUSA BIJI ALPUKAT Persea americana Mill.
PADA MENCIT GALUR SWISS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Betzylia Wahyuningsih
NIM : 118114109
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
i
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
iii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Ketahuilah, demikian hikmat untuk jiwamu :
Jika engkau mendapatnya, maka ada masa depan, dan harapanmu tidak akan hilang.
(Amsal 24 : 14)
Kupersembahkan karya ini untuk:
Tuhan Yesus Kristus, pribadi yang selalu memberikan masa depan yang mendatangkan KEBAIKAN,
Keluarga, terkhusus Ayah Wasidi, Bunda Minarti dan Kakak Yulia Arianingsih yang selalu mendoakan dan mendukung
dengan ketulusan dan kasih,
Sahabat-sahabatku yang Tuhan sediakan untuk menguatkan dan memberi motivasi dikala butuh sandaran,
Teman-teman yang mengisi hari-hari selama perkuliahan,
Serta almamaterku.
iv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
v
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
vi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas karunia
dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Uji Toksisitas Akut Infusa Biji Alpukat Persea americana
Mill. pada Mencit Galur Swiss”. Skripsi ini merupakan karya ilmiah penulis untuk
memperoleh gelar sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam proses pelaksanaan dan penyusunan skripsi
ini banyak pihak-pihak yang telah membantu dan melancarkan penyelesaian skripsi
ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
2. Ibu drh. Sitarina Widyarini, M.P., Ph.D. selaku Pembimbing Utama yang
benar-benar membimbing dan lebih dari sekedar ‘pembimbing’ tetapi
mengajarkan banyak hal dan mengarahkan untuk perbaikan selama
pelaksanaan dan penulisan skripsi.
3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Pembimbing Pendamping yang
benar-benar membimbing dan lebih dari sekedar ‘pembimbing’ tetapi
mengajarkan banyak hal dan mengarahkan untuk perbaikan selama
pelaksanaan dan penulisan skripsi.
4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji Skripsi atas
segala bantuan dan masukan demi perbaikan skripsi ini.
vii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji Skripsi atas
segala bantuan dan masukan demi perbaikan skripsi ini.
6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Laboratorium Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin dalam
penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.
7. Bapak Heru Purwanto dan Bapak Supardjiman selaku Laboran Farmakologi
dan Toksikologi, Bapak Kayatno selaku Laboran Biokimia, Bapak Wagiran
selaku Laboran Farmakognosi-Fitokimia, Bapak Kunto selaku Laboran
Kimia Analisis, Bapak Ottok selaku pengelola gudang kefarmasian atas
segala bantuan selama pelaksanaan skripsi ini.
8. Bapak drh. Sugiyono, M.Sc. yang telah banyak membantu dalam
pemeriksaan dan menentukan diagnosis histopatologis organ, serta Bapak
Lilik selaku laboran Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan
UGM yang membantu dalam pembuatan preparat histopatologis.
9. Sahabat dan rekan sekerja “Tim Biji Alpukat” Levina Apriyani, Rosita
Olimpia Bagiastrasari, Agustina Iswara, Christina Desi, Trifonia Ingrid dan
Marselina Cresentia atas kerjasama, bantuan, motivasi, perjuangan, dan
kebersamaan selama penelitian dan pengerjaan skripsi ini sampai akhir.
10. Sahabat-sahabatku tersayang Rosita Olimpia Bagiastrasari, Primalova
Septiavy Estiadewi, Titis Indrawati Suryaningtyas, Levina Apriyani,
Alexander Budi Kuncoro, Albertus Juannino Prabowo atas semangat, doa,
kebersamaan dan bantuan selama ini.
viii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11. Teman-teman Farmasi angkatan 2011, khususnya FSM C dan FKK B 2011
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak
memberikan membantu, berbagi ilmu, pengalaman, kebersamaan dan
kebahagian kepada penulis.
12. Ardhita Dhani Kurniawan yang selalu memberikan semangat, dukungan,
perhatian dan kasih sayang selama pelaksanaan dan penyusunan skripsi.
13. Sabrina Handayani Tambun dan Tengku Nur Indah Sari yang membantu
dan mendukung untuk melengkapi naskah skripsi.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang
telah membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh
dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima kritik, saran, dan koreksi dari
berbagai pihak untuk menjadikan skripsi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat dan informasi bagi pembaca.
Yogyakarta, April 2015
Penulis
ix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………...
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………..
ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………..
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …………………………………..
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……………..
vi
PRAKATA ………………………………………………………………..
vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………...
x
DAFTAR TABEL ………………………………………………………...
xiv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...
xvi
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………...
xvii
INTISARI …………………………………………………………………
xix
ABSTRACT ………………………………………………………………………..
xx
BAB I PENGANTAR …………………………………………………….
1
A. Latar Belakang …………………………………………………….
1
1. Rumusan masalah ……………………………………………..
3
2. Keaslian penelitian ……………………………………………
4
3. Manfaat penelitian …………………………………………….
5
B. Tujuan Penelitian ………………………………………………….
5
1. Tujuan umum ………………………………………………….
5
2. Tujuan khusus …………………………………………………
5
x
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ……………………………………..
6
A. Persea americana Mill. …………………………………………...
6
B. Infudasi……………………………………………………………...
9
C. Toksikologi ………………………………………………………..
9
D. Organ ……………………………………………………………...
15
1. Ginjal ………………………………………………………….
15
2. Usus …………………………………………………………..
17
3. Limpa ………………………………………………………….
19
4. Lambung ………………………………………………………
20
5. Jantung ………………………………………………………...
21
6. Paru-paru ……………………………………………………...
23
7. Hati ……………………………………………………………
24
E. Keterangan Empiris ……………………………………………….
27
BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………..
28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian …………………………………..
28
B. Variabel dan Definisi Operasional ………………………………..
28
1. Variabel utama ………………………………………………..
28
2. Variabel pengacau …………………………………………….
28
3. Definisi operasional …………………………………………..
29
C. Bahan Penelitian …………………………………………………..
30
1. Bahan utama …………………………………………………..
30
2. Bahan kimia …………………………………………………...
31
D. Alat atau Instrumen Penelitian ……………………………………
31
xi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
1. Alat pembuatan serbuk biji alpukat (Persea americana Mill.)..
31
2. Alat penetapan kadar air ………………………………………
31
3. Alat pembuatan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.)...
31
4. Alat uji toksisitas dan pemeriksaan histopatologik …………...
32
E. Tata Cara Penelitian ……………………………………………..
32
1. Determinasi tanaman Persea americana Mill. ………………..
32
2. Pengumpulan bahan …………………………………………...
32
3. Pembuatan serbuk biji alpukat ………………………………...
32
4. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. ……..
33
5. Pembuatan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) …….
33
6. Penetapan dosis infusa Persea americana Mill. ………………
33
7. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji …………………….
34
F. Tata Cara Analisis Hasil …………………………………………..
36
G. Skema Alur Penelitian …………………………………………..
37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………….
38
A. Determinasi Biji Alpukat ………………………………………….
38
B. Penetapan Kadar Air Serbuk Kering Biji Persea americana Mill..
38
C. Potensi Ketoksikan Akut (LD50) ………………………………….
39
D. Pengamatan Perubahan Berat Badan Mencit …………………….
40
E. Pengamatan Gejala-Gejala Toksik ………………………………
43
F. Pemeriksaan Histopatologik ………………………………………
46
G. Rangkuman Pembahasan ………………………………………….
62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………….
xii
65
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
A. Kesimpulan ……………………………………………………….
65
B. Saran ………………………………………………………………
65
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………
66
LAMPIRAN ………………………………………………………………
70
BIOGRAFI PENULIS ……………………………………………………
99
xiii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I.
Taksonomi P. americana Mill. ……………………………
Tabel II.
Skrining fitokimia ekstrak biji Persea americana Mill.
6
dengan berbagai pelarut ……………………………………..
7
Tabel III.
Hasil kuantitatif (dalam %) fitokimia biji alpukat …………..
8
Tabel IV.
Kriteria ketoksikan akut xenobiotika (Loomis, 1978) ………. 15
Tabel V.
Jumlah mencit mati (% respon) setelah pemberian infusa biji
alpukat (n = 10) ……………………………………………
Tabel VI.
39
Purata berat badan ± SE mencit jantan akibat pemberian
infusa biji alpukat …………………………………………… 40
Tabel VII
Purata berat badan ± SE mencit betina akibat pemberian
infusa biji alpukat …………………………………………… 42
Tabel VIII.
Hasil pemeriksaan gejala toksik pada mencit akibat
pemejanan infusa biji alpukat dan aquadest selama 6 jam
pertama ……………………………………………………...
Tabel IX.
44
Gambaran histopatologik organ mencit betina setelah 24 jam
pemberian infusa biji alpukat ……………………………….. 48
Tabel X.
Gambaran histopatologik organ mencit jantan setelah 24 jam
pemberian infusa biji alpukat ………………………………
Tabel XI.
49
Perubahan histopatologik organ mencit betina setelah 14 hari
pemberian infusa biji alpukat ………………………………
xiv
50
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Tabel XII.
Perubahan histopatologik organ mencit jantan setelah 14 hari
pemberian infusa biji alpukat ……………………………….
xv
51
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Skema alur penelitian ............................................................... 37
Gambar 2. Perubahan berat badan mencit jantan selama pemberian infusa
biji alpukat ………………………………………………......
41
Gambar 3. Perubahan berat badan mencit betina selama pemberian infusa
biji alpukat …………………………………………………
xvi
42
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Foto biji alpukat …………………………………………… 71
Lampiran 2. Foto serbuk biji alpukat …………………………………… 71
Lampiran 3. Foto infusa biji alpukat ……………………………………. 71
Lampiran 4. Foto pembuatan infusa biji alpukat ……………………….. 72
Lampiran 5. Foto pembedahan hewan uji ………………………………. 72
Lampiran 6. Surat pengesahan determinasi biji alpukat (Persea
americana Mill.) ………………………………………….. 73
Lampiran 7. Surat Ethics Committee Approval …………………………. 74
Lampiran 8. Data berat badan mencit jantan ……………………………. 75
Lampiran 9. Data berat badan mencit betina ……………………………. 76
Lampiran 10. Hasil pengamatan histopatologik setelah 24 jam …………. 77
Lampiran 11. Hasil pengamatan histopatologik setelah 14 hari ………… 78
Lampiran 12. Hasil konversi LD50 mencit ke manusia ………………….. 80
Lampiran 13. Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan setelah
pemberian infusa biji alpukat pengamatan 6 jam ………... 81
Lampiran 14. Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina setelah
pemberian infusa biji alpukat pengamatan 6 jam ………… 85
Lampiran 15. Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan setelah
pemberian infusa biji alpukat pengamatan 14 hari ………. 89
Lampiran 16. Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina setelah
pemberian infusa biji alpukat pengamatan 14 hari ………. 93
xvii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Lampiran 17. Contoh gambaran histopatologis hewan uji ......................... 97
xviii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mencari toksisitas akut biji alpukat (Persea
americana Mill.) yang dilihat dari tolok ukur kuantitatif (LD50) dan tolok ukur
kualitatif dari gejala klinis, sifat dan wujud toksisitas.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan
rancangan sederhana acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 50 ekor
mencit galur Swiss (25 jantan dan 25 betina) dan dibagi acak menjadi lima
kelompok perlakuan. Kelompok I, yaitu kontrol negatif yang diberi aquadest secara
peroral. Kelompok II (perlakuan dosis 1) diberi infusa biji alpukat (Persea
americana Mill.) dengan dosis 230,09 mg/kgBB. Kelompok III (perlakuan dosis 2)
diberi infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dengan dosis 520,00 mg/kgBB.
Kelompok IV (perlakuan dosis 3) diberi infusa biji alpukat (Persea americana
Mill.) dengan dosis 1175,20 mg/kgBB. Kelompok V (perlakuan dosis 4) diberi
infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dengan dosis 2655,95 mg/kgBB.
Pemberian infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dilakukan secara peroral,
sekali hanya hari pertama dan selanjutnya dilakukan uji reversibilitas 14 hari tanpa
diberikan perlakuan. Hewan uji kemudian dikorbankan dan dilihat
histopatologinya, jumlah kematian, gejala, dan wujud efek toksik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa LD50 semu infusa biji alpukat
(Persea americana Mill.) adalah >2655,95 mg/kgBB dan memiliki makna
toksikologi kategori sedikit toksik (0,5-5 g/kg). Gejala yang teramati pada mencit
jantan dan betina yaitu aktifitas meningkat/ beringas, dan penjilatan meningkat.
Wujud sifat efek toksik yang teramati dari hasil histopatologik tidak dapat
ditentukan karena tidak ada perubahan pada mencit jantan maupun mencit betina
kelompok perlakuan infusa biji alpukat setelah 24 jam maupun setelah uji
reversibilitas 14 hari.
Kata kunci : Persea americana Mill., infusa, toksisitas akut
xix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRACT
This study aims to examine the acute toxicity of avocado seeds infuse
(Persea americana Mill.) through its quantitative parameter (LD50) and qualitative
parameter (clinical signs of toxicity and spectrum of toxic effects)
This study is purely experimental research with simple designs
completely randomized direction. This study used 50 mice Swiss strain (25 male
and 25 female) and were divided randomly into 5 groups. First group or negative
group were given distilled water orally. Second group (dose 1) were given avocado
seeds infuse (Persea americana Mill.) 230.09 mg/kgBB. Third group (dose 2) were
given avocado seeds infuse (Persea americana Mill.) 520.00 mg/kgBB. Fourth
group (dose 3) were given avocado seeds infuse (Persea americana Mill.) 1175.20
mg/kgBB. Fifth group (dose 4) were given avocado seeds infuse (Persea americana
Mill.) 2655.95 mg/kgBB. Avocado seeds (Persea americana Mill.) were given by
oral route, single exposure and furthermore reversibility test for 14 days without
treatment given to the animal. The animals were sacrificed and examinated
histopathologically, the number of death, clinical signs of toxicity, and spectrum of
toxicity effects.
This study showed that pseudo LD50 avocado seeds infuse (Persea
americana Mill.) is >2655.95 and categorized light toxic (0.5-5 g/kg). The clinical
signs of toxicity in male and female mice were alteration of animal behavior , more
active, and higher lick. The spectrum of toxic effects can not be determined because
no changes in treatment animal after 24 hours or reversibility test 14 days.
Keywords : Persea americana Mill., infusion, acute toxicity
xx
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Pemanfaatan tanaman sebagai obat tradisional sudah lama dilakukan
sebagai upaya pencegahan dan pengobatan penyakit. Hal ini karena mulai
bergesernya pengobatan modern (dengan obat-obatan) menjadi pengobatan
alternatif dan didukung dengan sumber tanaman yang melimpah di Indonesia.
Selain itu pergeseran ini juga dikarenakan keterbatasan dari segi biaya pengobatan
modern dan tingginya efek samping dari obat modern sehingga masyarakat kembali
mencari pengobatan tradisional.
Alpukat
(Persea americana Mill.) adalah salah satu tumbuhan yang
banyak dijumpai dan dimanfaatkan sebagai pengobatan. Salah satu bagian alpukat
yang memiliki khasiat farmakologi yaitu biji. Biji alpukat bahkan telah teruji dapat
menurunkan kolesterol total, LDL, dan trigliserid (Imafidon dan Amaechina, 2010
; Nwaoguikpe dan Braide, 2011), aktivitas antiprotozoa dan antimikobakteri
(Jiménez- Arellanes, Luna-Herrera, Ruiz-Nicolás, Cornejo-Garrido, Tapia, dan
Yépez-Mulia, 2013 ; Idris, Ndukwe, dan Gimba, 2009), antidiabetes dan pelindung
jaringan (Ezejiofor, Okorie, dan Orisakwe, 2013 ; Alhassan, Sule, Atiku, Wudil,
Abubakar, dan Mohammed, 2012), antihipertensi (Anaka, Ozolua, dan Okpo,
2009), hepatoprotektif (Sasadara, 2013), serta nefroprotektif (Yoseph, 2013).
Pemanfaatan obat tradisional menjadi obat yang dapat digunakan di
masyarakat dalam berbagai keperluan agar tercapai derajat kesehatan yang
1
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2
optimal memerlukan standar. Upaya pencapaian standar dan pengembangan
tanaman obat tradisional ini sesuai dengan UU No.36 Tahun 2009 tentang
kesehatan yang menyebutkan bahwa obat tradisional harus memenuhi standar
yang
ditetapkan
dan
World
Health
Assembly
(WHA)
ke-56
juga
merekomendasikan sebelas langkah kepada negara-negara anggota World Health
Organization (WHO), diantaranya agar meningkatkan penelitian obat tradisional
dan menjamin khasiat, keamanan dan mutu. Upaya penegasan keamanan melalui
uji toksisitas merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu
obat
tradisional (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Pernyataan sebagaimana dinyatakan oleh Paracelsus (1493-1541), seorang
pakar yang mengkaji toksikologi secara ilmiah pertama kali, bahwa semua senyawa
adalah racun, tidak ada satupun yang bukan racun, tetapi takaran (dosis) yang
tepatlah yang membedakan antara racun dan obat (Loomis dan Hayes, 1996). Uji
toksisitas akut ini dapat menjangkau hubungan kuantitatif antara dosis dan respon.
Uji toksisitas akut biji alpukat pernah dilakukan dalam bentuk ekstrak
aquaeous (Ozolua, Anaka, Okpo, dan Idogun, 2009) yang menunjukkan bahwa
sampai pada dosis 10 g/kgBB di tikus tidak menunjukkan adanya kematian. Pada
ekstrak alkohol (Marlinda, Sangi, dan Wuntu, 2012 menunjukkan bahwa harga LC50
ekstrak alkohol biji alpukat kering dengan metode Brine Shrimp Lethality Test
(BST) sebesar 34,302 mg/L sedangkan LD50 ekstrak etanol biji alpukat pada mencit
sebesar 1200,75 mg/kg (Padilla-Camberos, Marinez- Velázquez, Flores-Fernández,
dan Villanueva-Rodriguez, 2013 ), tetapi dalam bentuk infusa belum pernah
dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui uji toksisitas akut infusa biji
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3
alpukat (Persea americana Mill.). Sediaan yang digunakan adalah infusa karena
alpukat yang sering dimanfaatkan sebagai pengobatan dalam masyarakat biasanya
diserbuk dan direbus dengan air panas. Secara umum teknik yang digunakan
di masyarakat serupa dengan pembuatan sediaan infusa. Pembuatan ini pada
masyarakat juga lebih mudah dan sederhana.
Uji toksisitas akut merupakan uji yang dirancang dengan pemberian dosis
tunggal senyawa uji untuk menentukan efek toksik dari suatu senyawa dalam waktu
yang singkat setelah pemenjanan ataupun pemberiannya dengan takaran tertentu
dan organ yang diamati lebih komperehensif yaitu organ-organ secara menyeluruh
(Donatus, 2001). Penelitian ini akan melihat perubahan pada organ lambung, usus,
jantung, paru-paru, hati, ginjal, dan limpa.
1.
Rumusan masalah
a. Berapa nilai ketoksikan akut infusa biji alpukat (Persea americana Mill.)
yang dinyatakan sebagai kisaran lethal dose 50 (LD50) pada mencit galur
Swiss?
b. Apa gejala yang timbul akibat pemejanan infusa biji alpukat (Persea
americana Mill.) pada mencit galur Swiss?
c. Apa kecenderungan wujud dan sifat toksik yang timbul yang dilihat dari
perubahan struktural histopatologik akibat pemejanan infusa biji alpukat
biji alpukat (Persea americana Mill.) pada mencit galur Swiss?
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2.
4
Keaslian penelitian
Terdapat sejumlah penelitian yang telah menguji ketoksikan akut dan
subakut alpukat (Persea americana Mill.) dengan bentuk ekstrak aquaeous
maupun alkohol. Pada toksisitas akut ekstrak aquaeous, dosis maksimal 10 g/kg
tidak menunjukkan LD50 dan pada toksisitas subakut ditemukan kenaikan jumlah
minum pada tikus dan kenaikan total protein pada hematologi darah yang
signifikan (Ozolua, Anaka, Okpo, dan Idogun, 2009). Penelitian lain yaitu
Marlinda, Sangi, dan Wuntu (2012) menyatakan bahwa analisis senyawa
metabolit sekunder dan uji toksisitas ekstrak etanol biji buah alpukat
memiliki LC50 biji alpukat biasa, segar, dan kering masing-masing sebesar
42,270; 36,078; dan 34,302 mg/L. Uji toksisitas terbaru Padilla-Camberos,
Marinez- Velázquez, Flores-Fernández, dan Villanueva-Rodriguez (2013)
menyatakan bahwa ekstrak etanol biji alpukat menunjukkan efek toksisitas akut
mulai pada dosis 500 mg/kg , LD50 sebesar 1200,75 mg/kg, dan tidak menunjukkan
adanya aktivitas genotoksisitas.
Yoseph (2013) menyatakan bahwa biji alpukat memiliki khasiat untuk
nefroprotektif pada tikus dengan dosis 360,71 mg/kgBB dan didukung dengan hasil
penelitian Sasadara (2013) yang menyatakan bahwa biji alpukat pun juga memiliki
khasiat sebagai hepatoprotektif. Sejauh studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti,
penelitian terkait dengan uji toksisitas akut infusa biji alpukat (Persea americana
Mill.) pada mencit galur Swiss belum pernah dilakukan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3.
Manfaat penelitian
a.
Manfaat teoritis
5
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan maupun dasar untuk penelitian selanjutnya, khususnya ilmu
kefarmasian terkait toksisitas akut infusa biji alpukat ( Persea americana Mill.).
b.
Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai dosis maupun ketoksikan akut biji alpukat (Persea americana Mill.).
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mendapatkan gambaran umum tentang ketoksikan akut infusa biji alpukat
(Persea americana Mill.)
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui nilai ketoksikan akut infusa biji alpukat (Persea americana
Mill.) yang dinyatakan sebagai kisaran lethal dose 50 (LD 50) pada mencit galur
Swiss.
b. Untuk mengetahui gejala yang timbul akibat pemejanan infusa biji alpukat
(Persea americana Mill.) pada mencit galur Swiss.
c. Untuk mengetahui kecenderungan wujud dan sifat toksik yang timbul yang dilihat
dari perubahan struktural melalui histopatologik akibat pemejanan infusa biji
alpukat (Persea americana Mill.) pada mencit galur Swiss
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Persea americana Mill.
1. Taksonomi
Biji alpukat yang sering disebut apokado atau avocado dalam bahasa
Malay atau yang sering disebut alligator pear, avocado, avocado-pear, atau butter
fruit dalam bahasa Inggris (Yasir, Das, dan Kharya, 2010) memiliki taksonomi
seperti tabel 1.
Tabel I. Taksonomi P. americana Mill.
Kingdom
Plantae
Subkingdom
Tracheobionta
Super Divisi
Spermatophyta
Divisi
Magnoliophyta
Kelas
Magnoliopsida
Sub Kelas
Magnolidae
Ordo
Laurales
Famili
Lauraceae
Genus
Persea
Spesies
Persea americana Mill.
(Plantamor, 2012).
2. Morfologi
Tinggi tanaman ini berkisar antara 9-20 m. Buahnya berbiji tunggal dan
besar yang dikelilingi oleh daging buah yang tertutup oleh kulit buah. Daging
buahnya mengandung 3-30% minyak. Kulit buahnya tipis dan bertekstur. Warna
buahnya pada saat matang bisa hijau, hitam, ungu, atau kemerahan, tergantung
6
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
7
varietasnya. Bentuk buahnya dari bulat sampai lonjong dengan berat mencapai 2,3
kg per buahnya (Orwa, Mutua, Kindt, Jamnadass, dan Anthony, 2009).
3. Kandungan
Menurut Nwaoguikpe dan Braide (2011), ekstrak air biji Persea americana
Mill. mengandung sejumlah senyawa antioksidan seperti saponin (51,00±0,0)
sebagai senyawa terbanyak, tanin (21,66±0,0) dengan urutan kedua , flavonoid
(21,00±0,0), alkaloid (9,43±0,2), dan sianogenik glikosida (4,86±0,0). Menurut
Arukwe, Amadi, Duru, Agomuo, Adindu, Odika, et al. (2012), kandungan biji
Persea americana Mill. adalah saponin, tanin, flavonoid, cyanogenic glycosides,
alkaloid, fenolik, dan steroid. Idris, Ndukwe, dan Gimba (2009) menyatakan
kandungan biji alpukat (Persea americana Mill.) hampir serupa dengan penelitian
yang lain tetapi menambahkan adanya kandungan terpenoid dan cardiac glycoside
pada pelarut polar dan semakin non polar pelarut yang digunakan, semakin sedikit
kandungan fitokimia yang tersari dalam pelarut. Kandungan-kandungan
lengkapnya dapat dilihat pada tabel II dan III.
Tabel II. Skrining fitokimia ekstrak biji Persea americana Mill. dengan
berbagai pelarut
(Idris, Ndukwe, dan Gimba, 2009)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8
Tabel III. Hasil kuantitatif (dalam %) fitokimia biji alpukat
(Nwaoguikpe dan Braide, 2011).
4. Khasiat dan kegunaan
Hampir semua bagian pada alpukat memiliki khasiat farmakologi. Salah
satu bagian yang dikembangkan yaitu bagian biji. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Anaka, et al., (2009) ekstrak air biji Persea americana Mill.
mampu menurunkan kolesterol total, LDL, dan trigliserid (Imafidon dan
Amaechina, 2010 ; Nwaoguikpe dan Braide, 2011), aktivitas antiprotozoa dan
antimikobakteri (Jiménez- Arellanes, Luna-Herrera, Ruiz-Nicolás, CornejoGarrido, Tapia, dan Yépez-Mulia, 2013 ; Idris, Ndukwe, dan Gimba, 2009). Biji
alpukat juga memiliki aktivitas antidiabetes dan pelindung jaringan (Ezejiofor,
Okorie, dan Orisakwe, 2013 ; Alhassan, Sule, Atiku, Wudil, Abubakar, dan
Mohammed, 2012) dengan cara menahan laju peningkatan glukosa darah
(Anggraeni,
2006). Menurut Anaka, Ozolua, dan Okpo (2009), biji alpukat
terbukti dapat digunakan sebagai antihipertensi. Biji alpukat dalam bentuk infusa,
dekok, maupun ekstrak juga mampu memiliki aktivitas hepatoprotektif (Sasadara,
2013), dan nefroprotektif (Yoseph, 2013).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9
B. Infudasi
Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi
bahan-bahan herbal dengan air sebagai pelarut pada suhu 90oC selama 15 menit di
atas penangas air terhitung mulai dari suhu mencapai 90oC sambil diaduk. Serkai
dalam keadaan panas dengan menggunakan kain flannel, kemudian ditambahkan
air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang
dikehendaki (Badan POM RI, 2010).
C. Toksikologi
1. Definisi
Uji toksikologi dapat dibagi menjadi uji ketoksikan tak khas dan uji
ketoksikan khas. Uji ketoksikan tak khas (uji toksisitas akut, subkronis, dan kronis)
merupakan uji yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau spektrum efek
toksik suatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji. Uji ketoksikan khas
merupakan uji untuk mengevaluasi secara rinci efek yang khas sesuatu senyawa
pada aneka ragam jenis hewan uji (Donatus, 2001).
2. Asas toksikologi
Berdasar alur peristiwa timbulnya efek toksik, ada 4 asas utama dalam
toksikologi yang meliputi kondisi efek toksik, mekanisme aksi, wujud, dan sifat
efek toksik (Donatus, 2001).
a.
Kondisi efek toksik
Kondisi efek toksik antara lain kondisi pemejanan yang meliputi jenis
pemejanan, jalur pemejanan, lama dan kekerapan, dan dosis (Loomis, 1978).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10
Kondisi makhluk hidup berupa keadaan fisiologi (berat badan, umur, suhu tubuh,
kecepatan pengosongan lambung, kecepatan aliran darah, status gizi, kehamilan,
genetika, dan jenis kelamin) dan patologi dapat mempengaruhi pula (Donatus,
2001).
b.
Mekanisme aksi
Mekanisme efek toksik dapat dijelaskan berdasarkan tempat kejadian,
sifat antaraksi antara racun dengan tempat aksi, dan resiko penumpukan racun
dalam tubuh. Berdasarkan sifat kejadian, mekanisme efek toksik dibagi menjadi
dua golongan yaitu mekanisme luka intrasel (mekanisme langsung) dan
mekanisme luka ekstrasel (mekanisme tidak langsung) (Donatus, 2001).
c.
Wujud
Wujud efek toksik dapat berupa perubahan biokimia, fungsional, dan
struktural. Perubahan biokimia meliputi respon dan kekacauan biokimia terhadap
luka sel akibat antaraksi zat beracun yang sifatnya tak terbalikkan (Lu, 1995).
Wujud fungsional berkaitan dengan antaraksi yang tak terbalikkan dengan reseptor
atau aksi tempat racun sehingga mempengaruhi fungsi homeostasis antaranya
anoreksia, gangguan pernafasan. Perubahan struktural seperti perlemakan yang
bersifat terbalikkan, nekrosis, karsinogenesis, mutagenesis, dan teratogenesis yang
tak terbalikkan (Donatus, 2001).
d.
Sifat efek toksik
Terdapat dua jenis sifat efek toksik yaitu terbalikkan dan tak terbalikkan.
Ciri khas sifat yang terbalikkan adalah bila kadar racun yang ada dalam tempat aksi
telah habis maka akan cepat kembali normal dan ketoksikan bergantung pada
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11
kecepatan absorbsi, distribusi, dan eliminasi. Sedangkan sifat tak terbalikkan lebih
menetap (Lu, 1995).
3. Uji toksisitas akut
a. Definisi dan tujuan
Uji toksisitas akut adalah uji untuk menentukan efek toksik suatu senyawa
dengan cara memberikan dosis tunggal senyawa uji dalam waktu singkat setelah
pemejanan (Donatus, 2001).
Sebagian besar uji toksisitas akut dirancang untuk menentukan dosis
lethal medium (LD50) bahan uji. LD50 merupakan dosis tunggal suatu zat yang
secata statistik diharapkan akan membunuh 50% hewan uji (Lu, 1995). LD50
merupakan satu dari beberapa indikasi yang digunakan dalam menetapkan
toksisitas akut (Dipasquale dan Hayes, 2001).
Uji toksisitas akut selain itu juga dapat untuk identifikasi karakteristik
suatu efek toksik suatu senyawa, identifikasi target organ dan manifestasi klinis
lainnya dari toksisitas akut, memperkirakan resiko toksisitas terhadap spesies
yang bukan sasaran atau toksisitasnya terhadap spesies sasaran, menentukan
reversibilitas dari respon toksik, dan menyediakan data kisaran dosis yang dapat
digunakan untuk penelitian yang lain atau yang lebih lama (Klaassen dan
Watkins, 2010).
b. Tata cara pelaksanaan
Hewan uji yang digunakan idealnya dapat memberikan respon toksik yang
mirip dengan manusia (Dipasquale dan Hayes, 2001). Secara umum, dalam uji
toksikologi akut khususnya dengan jalur pemberian oral, dapat digunakan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12
hewan uji seperti tikus atau mencit (Derelanko dan Hollinger, 2002) karena
hewan ini murah, mudah didapat, mudah ditangani,banyak data toksikologi
mengenai hewan ini yang mempermudah pembandingan toksisitas senyawa
(Lu, 1995).
Jalur pemberian yang akan digunakan melalui jalur yang akan digunakan
oleh manusia atau jalur yang memungkinkan manusia terpejani dengan senyawa
itu (Donatus, 2001). Jalur yang paling sering digunakan adalah jalur oral dengan
menggunakan sonde. Jalur lain yang dapat digunakan sebagai pilihan adalah
parenteral, injeksi intravena dan intraperitonial, dermal, subkutan, dan inhalasi
(Lu, 1995).
Takaran dosis yang dianjurkan paling tidak empat peringkat dosis,
berkisar dari dosis terendah yang tidak atau hampir tidak mematikan seluruh
hewan uji sampai dengan dosis tertinggi yang dapat mematikan hampir atau
seluruh hewan uji (kisaran dosis diperkirakan menyebabkan 10-90% kematian
hewan uji) (Lu, 1995).
Banyak peneliti memilih rasio atau faktor interval 1,2-2. Belakangan ini
dianjurkan prosedur uji sederhana yang menggunakan hanya enam sampai
sembilan untuk setiap uji dan dalam menentukan LD50 pada hewan besar,
umumnya digunakan hewan uji yang jauh lebih sedikit (Lu, 1995).
c. Pengamatan
Pengamatan dilakukan selama 24 jam, kecuali pada kasus tertentu selama
7-14 hari dan pengamatannya meliputi : (1) gejala-gejala klinis, (2) jumlah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13
hewan yang mati, dan (3) histopatologik organ (Donatus, 2001; Dipasquale dan
Hayes, 2001).
Autopsi harus dilakukan pada semua hewan yang sekarat, mati, dan
dikorbankan pada akhir masa uji dengan tujuan mendapatkan informasi
mengenai organ sasaran, terutama bila kematian tidak terjadi segera setelah
pemberian obat (Dipasquale dan Hayes, 2001).
d. Analisis dan evaluasi data
Tolok ukur utama ketoksikan racun memiliki hubungan yang erat
(kekerabatan) antara kondisi pemejanan, wujud, dan sifat efek toksik yang
selanjutnya dapat digunakan untuk menaksir batas aman. Tolok ukur dapat
dibagi menjadi dua yaitu tolok ukur kualitatif dan tolok ukur kuantitatif.
1) Tolok ukur kualitatif
Tolok ukur kualitatif meliputi mekanisme aksi toksik, jenis wujud efek
toksik, sifat efek toksik, dan gejala-gejala klinis yang nampak pada diri
penderita atau subyek uji (Donatus, 2001).
2) Tolok ukur kuantitatif
Kekerabatan antara takaran atau lebih luasnya kondisi pemejanan dan
wujud efek toksik merupakan tolok ukur dasar atau utama dengan cara
bagaimana ketoksikan dapat dikuantifikasi. Jadi pada dasarnya kekerabatan
antara kondisi pemejanan dan wujud efek toksik, dapat dibagi menjadi
kekerabatan antara takaran dan efek (takaran-efek) serta waktu dan efek (waktuefek). Kekerabatan ini untuk mengetahui kekerabatan antara kondisi pemejanan
dan intensitas efek toksik. Selain itu kekerabatan antara kondisi pemejanan dan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14
wujud efek toksik, juga dapat dibagi menjadi kekerabatan takaran dan respon
(takaran-respon) dan waktu-respon yang dapat untuk mengetahui frekuensi atau
angka kejadian timbulnya efek toksik pada sekelompok populasi subyek uji
(Donatus, 2001).
Kekerabatan takaran-respon lebih banyak digunakan dalam evaluasi
ketoksikan karena tentu tujuan evaluasi ketoksikan racun lebih ditujukan pada
resiko (ukuran kemungkinan timbulnya efek berbahaya racun pada sekelompok
populasi tertentu) (Donatus, 2001).
Dosis pemejanan dimana 50% individu dalam populasi menunjukkan efek
toksik baku (dosis median), digunakan sebagai tolok ukur potensi ketoksikan
racun bila efek toksik bakunya berupa salah satu dari perubahan biokimia,
fungsional, atau struktural disebut sebagai toxic dose (TD50). Bila efek toksiknya
berupa kematian, dosis median ini disebut lethal dose (LD50) (Donatus, 2001).
Harga LD50 atau TD50 dapat diperoleh secara statistik. Metode yang paling
lazim digunakan untuk menghitung harga takaran median ialah metode grafik
Litchifield dan Wilcoxon (1949), metode kertas grafik logaritmik Miller dan
Tainter (1944), dan tatacara menemukan kisaran Thomson dan Weil (1952).
Bila sampai dengan batas volum maksimal yang boleh diberikan pada hewan
uji, dosis yang diberikan tidak menimbulkan kematian hewan uji maka dosis
tertinggi tersebut dinyatakan sebagai LD50 semu (Donatus, 2001).
Harga LD50 atau TD50 merupakan tolok ukur ketoksikan akut. Semakin kecil
harga LD50 atau TD50, berarti semakin besar potensi toksik atau ketoksikan akut
senyawanya, yang kriterianya tersaji pada tabel IV.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15
Tabel IV. Kriteria ketoksikan akut xenobiotika (Loomis, 1978)
Kriteria
1. Luar biasa toksik
LD50(mg/kg)
1 atau kurang
2. Sangat toksik
1-50
3. Cukup toksik
50-500
4. Sedikit toksik
500-5000
5. Praktis tidak toksik
5000-15000
6. Relatif kurang berbahaya
Lebih dari 15000
D. Organ
1. Ginjal
Ginjal (ren, nephros) merupakan bagian dari sistema urinarium yang terletak di
dalam ruang retroperitoneum pada dinding belakang abdomen, di kedua sisi columna
vertebralis. Ginjal kiri dan kanan berbentuk seperti kacang dengan bagian atas
terlindung oleh skeleton thoracis. Pada posisi berdiri, ginjal memanjang dari vertebrae
lumbales pertama sampai keempat dengan letak ginjal kanan lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri karena adanya hepar. Tinggi rendahnya letak ginjal berubah
sesuai dengan respirasi dan perubahan posisi tubuh (Wibowo dan Paryana, 2009).
Setiap ginjal memliki sisi medial cekung yaitu hilus (tempat masuknya saraf,
keluarnya ureter serta masuk dan keluarnya pembuluh darah dan pembuluh limfe) dan
memiliki permukaan lateral yang cembung, keduanya dilapisi oleh suatu simpai fibrosa
tipis. Ginjal memiliki korteks di luar dan medula di dalam. Pada manusia, medula ginjal
terdiri atas 8-15 struktur berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal, yang
dipisahkan oleh penjuluran korteks yang disebut columna renalis. Setiap piramida
medula plus jaringan korteks di dasarnya dan di sepanjang sisinya membentuk suatu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16
lobus ginjal. Setiap ginjal terdiri atas 1-1,4 juta unit fungsional yang disebut nefron
(Mescher, 2010).
Fungsi utama dari ginjal yang sebagian besar membantu mempertahankan
stabilitas lingkungan cairan internal yaitu mempertahankan keseimbangan H2O di
tubuh, mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai, mengatur jumlah
dan konsentrasi sebagian besar ion, mempertahankan volume plasma yang tepat,
membantu mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh, mengeluarkan
produk akhir atau sisa metabolisme tubuh, mengeluarkan banyak senyawa asing
misal obat dan bahan aditif makanan, menghasilkan eritropoietin, menghasilkan
renin dan mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya (Sherwood, 2011).
Beberapa efek toksik zat beracun terhadap ginjal seperti berikut ini :
a. Nekrosis
Nekrosis dapat terjadi di berbagai tempat pada ginjal seperti tubulus
proximal, tubulus distal, medula, papila, dan tempat lainnya. Nekrosis ini ditandai
dengan sitoplasmik eosinofilik dan piknosis atau karioreksis dari inti sel. Nekrosis
dapat memicu adanya respon inflamasi akut. Nekrosis dapat terjadi sebagai respon
langsung adanya metabolit atau xenobiotika tetapi dapat pula merupakan efek
sekunder dari iskemik. Nekrosis papila sering terjadi di nefropati tubulus ginjal
karena berhubungan dengan fungsi tubulus distal dalam mengatur keseimbangan
air, elektrolit, dan asam-basa (Frazier, Seely, Hard, Betton, Burnett, Nakatsuji, et
al., 2012).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17
b. Perubahan pada glomerulus
Glomerulus merupakan organ target yang jarang dipengaruhi oleh bahan
beracun. Organ ini dapat dipengaruhi oleh bahan beracun baik secara langsung
maupun tidak langsung. Contoh perubahan yang terjadi pada glomerulus yaitu
glomerulonefritis, nefritis interstitial, edema, dan perubahan lainnya (Frazier,
Seely, Hard, Betton, Burnett, Nakatsuji, et al., 2012).
2. Usus
Organ usus dibagi menjadi dua, yaitu usus halus dan usus besar. Usus halus
merupakan tempat akhir berlangsungnya pencernaan, absorpsi nutrien, dan
sekresi endokrin. Peristiwa pencernaan dituntaskan dalam usus halus, tempat
nutrien (hasil pencernaan) diabsorpsi oleh sel-sel epitel pelapis. Usus halus relatif
panjang sekitar 5 meter dan terdiri atas tiga segmen yaitu duodenum, jejenum,
dan ileum. Segmen-segmen tersebut memiliki banyak kemiripan ciri (Mescher,
2010).
Usus besar terdiri atas kolon, sekum, apendiks, dan rektum. Sekum
membentuk kantung buntu di bawah pertemuan antara usus halus dan usus besar
di katup ileosekum. Tonjolan kecil seperti jari di dasar sekum adalah apendiks,
suatu jaringan limfoid yang mengandung limfosit. Kolon yang membentuk
sebagian besar usus besar tidak bergelung seperti usus halus tetapi terdiri dari tiga
bagian yang relatif lurus – kolon asenden, kolon transversum, dan kolon
desenden. Bagian terakhir kolon desenden membentuk huruf S membentuk kolon
sigmoid, kemudian lurus untuk membentuk rektum. Usus besar terutama adalah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
18
organ pengering dan penyimpan selain itu juga menyerap garam dan air dan
mengubah isi lumen menjadi feses (Sherwood, 2011).
Beberapa respon toksik yang dapat timbul di usus akibat pemberian bahan
beracun antara lain sebagai berikut.
a. Erosi, ulcer, dan inflamasi
Lapisan mukosa usus halus dilapisi oleh selapis sel epitel kolumnar dengan
kerentanan yang sama dengan mukosa lambung. Secara patologis ulser ini mirip
dengan yang terjadi di lambung. Inflamasi yang tersebar pada usus besar disebut
enteritis dan pada kondisi parah/kronis dapat menyebabkan adanya hemoragi tetapi
bila kerusakan sel masih ringan dan berpengaruhi bagian vili.
Vili usus dapat dirintangi oleh suatu bahan beracun yang menghambat
pembelahan sel-sel prekursor yang cepat dalam kriptus di dasar vilus, mempercepat
pembelahan sel, atau menimbulkan respons immunologis yang menimbulkan
atropi vili. Beberapa kondisi kerusakan pada vili akan berpengaruh pada feses yang
dihasilkan. Biasanya feses akan berwarna hitam (Glaister, 1986 ; Turton dan
Hooson, 2005).
b. Diare
Respon ini biasa terjadi terhadap ingesti bahan beracun. Dalam beberapa
kasus gejala ini berhubungan dengan luka mukosa usus seperti enteritis. Faktorfaktor penyebab diare bervariatif seperti infeksi, motilitas usus, maupun karena
malabsorbsi. Malabsorbsi dapat dikarenakan adanya penyakit penyerta lain yang
membuat adanya penurunan luas permukaan usus halus (Glaister, 1986 ; Turton
dan Hooson, 2005).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19
3. Limpa
Limpa adalah organ limfoid terbesar dalam tubuh dan satu-satunya organ yang
terlibat dalam filtrasi darah sehingga limpa merupakan organ penting pada pertahanan
terhadap antigen dalam darah. Organ ini juga menjadi tempat penghancuran eritrosit tua.
Sebagaimana halnya organ limfoid sekunder lainnya, limpa adalah tempat produksi
antibodi dan limfosit aktif yang dihantarkan ke dalam darah (Mescher, 2010).
Limpa terdiri atas jaringan retikular yang mengandung sel-sel retikular, banyak
limfosit dan sel darah lain, makrofag dan APC. Pulpa limpa memiliki dua komponen,
pulpa putih dan pulpa merah. Massa kecil pulpa putih terdiri atas nodul limfoid dan
selubung periarteriolar, sementara pulpa merah terdiri atas sinusoid yang berisi darah dan
korda limpa (korda Bilroth) (Mescher, 2010).
Limpa bukan merupakan organ yang vital pada orang dewasa meskipun
mempunyai fungsi imunogenik yang memproduksi antibodi, fungsi fagosit dari
sitem retikuloendotelial, dan fungsi penghancuran eritrosit. Limpa selain itu juga
berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah yang kemudian dapat dilepaskan ke
dalam sirkulasi dengan kontraksi otot polos di dalamnya. Fungsi hematopoesis dari
limpa hanya di dapatkan pada masa fetus (Wibowo dan Paryana, 2009).
Manifestasi klinik utama gangguan limpa adalah pembesaran limpa
(splenomegali). Limpa normal tidak dapat teraba. Splenomegali dapat terjadi pada
hipersplenisme (penyakit yang berhubungan dengan aktivitas berlebihan dan
pembesaran limpa) dengan anemia, leukopenia, dan trombositopenia akibat
meningkatnya perombakan sel-sel tersebut di hati (Chandrasoma dan Taylor,
1995). Perubahan non proliferatif yang dapat terjadi pada limpa juga dapat berupa
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
20
degeneratif lesi seperti atropi dan fibrosis. Perubahan ini dapat terjadi secara
spontan, pengaruh umur, xenobiotika yang mempengaruhi secara langsung
maupun tidak langsung (Suttie, 2006).
4. Lambung
Lambung adalah organ campuran eksokrin endokrin yang mencerna makanan
dan menyekresi hormon. Organ ini dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pembedaan
anatomik, histologis, dan fungsional. Fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas
lubang esofagus. Bagian tengah atau utama lambung adalah korpus. Lapisan otot polos
di fundus dan korpus relatif tipis tetapi bagian bawah lambung, antrum, memiliki otot
jauh lebih tebal. Perbedaan ketebalan otot ini memiliki peran penting dalam motilitas
lambung di kedua regio tersebut. Juga terdapat perbedaan kelenjar di mukosa regio ini.
Bagian terminal lambung adalah sfingter pilorus yang bekerja sebagai sawar antara
lambung dan bagian atas usus halus (Sherwood, 2011).
Letak lambung ada di dalam perut bagian atas mulai dari hypochondrium kiri
sampai epigastrium dan kadang-kadang mencapai regio umbilicalis. Lambung dapat
membesar sampai mencapai kapasitas dua sampai tiga liter dan tidak mempunyai bentuk
yang tetap. Dalam keadaan kosong mempunyai ukuran seperti colon dan bentuknya
menyerupai huruf J. Bentuk ini dapat berubah tergantung pada isi, posisi tubuh, dan
pernafasan (Wibowo dan Paryana, 2009).
Fungsi utama lambung ada tiga dimana fungsi terpenting lambung adalah
menyimpan makan yang masuk sampai makanan dapat disalurkan ke usus halus dengan
kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan penyerapan yang optimal. Fungsi yang
kedua, yaitu mengeluarkan asam hidroklorida (HCl) dan enzim yang memulai
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
21
pencernaan protein. Fungsi terakhir melalui gerakan mencampur lambung, makanan
yang tertelan dihaluskan dan dicampur dengan sekresi lambung untuk menghasilkan
campuran cairan kental atau kimus (Sherwood, 2011).
Beberapa respon patologis yang sering terjadi pada organ lambung seperti
yang disebutkan berikut:
a. Gastritis
Gastritis merupakan inflamasi pada mukosa lambung. Gastritis dapat
berupa gastritis kronik maupun gastritis akut. Gastritis dapat disebabkan karena
adanya infeksi Helicobacter pylori, keasaman lambung, enzim peptik, maupun
xenobiotika (Kumar, Cotran, Robbins, 2007).
b. Ulcer lambung
Ulcer lambung dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pada ulcer
lambung akut biasanya ditandai dengan adanya multipel lesi. Penyebab adanya
ulcer lambung antara lain trauma berat, pasca oprasi, hemoragi intraserebral, serta
pemaparan kronik dari xenobiotika misal karena obat NSAIDs dan kortikosteroid
yang cenderung iritatif lambung (Kumar, Cotran, Robbins, 2007).
5. Jantung
Jantung adalah organ berotot yang berkontraksi secara ritmis, memompa darah
melalui sistem sirkulasi. Ventrikel kanan dan kiri memompa darah, masing-masing ke
paru-paru dan bagian tubuh lain; atrium kanan dan kiri menerima darah, masing-masing
dari tubuh dan vena pulmonalis. Dinding keempat bilik jantung terdiri atas tiga lapisan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
22
utama atau tunika: endokardium di dalam, miokardium di tengah, dan epikardium di luar
(Mescher, 2010).
Letak jantung ada di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum
(tulang dada) di sebelah anterior dan vertebra (belakang) di posterior. Jantung berfungsi
sebagai pompa yang memberi tekanan pada darah untuk mengalirkan darah ke jaringan.
Seperti semua cairan, darah mengalir menuruni gradien tekanan dari daerah dengan
tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan rendah (Sherwood, 2011).
Bahan-bahan toksik terhadap jantung mungkin mengganggu fungsi jantung
dengan proses berikut pada beberapa tempat.
a. Kardiomiopati (CMP)
Istilah kardiomiopati sering digunakan untuk penyakit yang menunjukkan
adanya perubahan fungsi dari miokardial. Penyebab kardiomiopati berupa IHD
(ischemic cardiomyopathy), kardiak hipertropi, penyakit infeksi (kardiomiopati
viral),
obat
maupun
senyawa-senyawa
xenobiotika
yang
menginduksi
kardiomiopati. CMP primer atau idiopatik merupakan kelainan miokardium yang
tidak diketahui sebabnya atau gangguan yang timbul tanpa adanya iskemi,
hipertensi, kelainan bawaan, kelainan katup, dan bentuk penyakit jantung lainnya.
CMP sekunder adalah penyakit otot jantung yang penyebabnya diketahui atau
merupakan penyakit sistemik yang jelas (Klaassen, 2001).
b. Hipertropi kardiak dan gagal jantung
Peningkatan masa otot jantung disebut hipertropi kardiak. Efek ini biasanya
merupakan respon kompensasi terhadap meningkatnya kerja jantung. Kardiak
hipertropi dapat berkembang menjadi gagal jantung tetapi mekanisme
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
23
perubahannya belum dapat diketahui. Kardiak hipertropi sering ditemui karena
adanya pemaparan secara kronik dari adanya xenobiotika. (Klaassen, 2001).
6. Paru-paru
Sistem pernafasan mencakup paru-paru dan sistem saluran bercabang yang
menghubungkan tempat pertukaran gas dengan lingkungan luar. Udara digerakkan
melalui paru oleh suatu mekanisme ventilasi yang terdiri atas rongga toraks, otot
interkostal, diafragma, dan komponen elastis jaringan paru (Mescher, 2010).
Pulmo atau paru-paru adalah organ pernafasan yang penting karena udara
yang masuk dapat berhubungan secara erat dengan darah kapiler di dalam paruparu. Tiap paru-paru melekat pada jantung dan trakea melalui radix pulmonis dan
ligamentum pulmonale. Paru-paru sehat selalu berisi udara dan akan mengapung
bila dimasukkan ke dalam air. Paru-paru orang dewasa mempunyai permukaan yang
berwarna lebih gelap dan sering ada bercak-bercak yang disebabkan oleh
penimbunan partikel debu yang terisap. Dibandingkan dengan paru-paru kiri, maka
paru-paru kanan lebih besar dan lebih berat tetapi lebih pendek karena kubah
diafragma kanan letaknya lebih tinggi. Paru-paru kanan juga lebih lebar karean
adanya jantung yang letaknya lebih ke kiri dalam rongga toraks (Wibowo dan
Paryana, 2009).
Bentuk reaksi pada sistem pernafasan dapat dibagi menjadi 2, yaitu
pada bagian air-system conducting dan respiratory area. Air-conducting system
bentuk reaksi dari kerusakan sel, inflamasi, dan perbaikan dapat mempengaruhi
pada epitel dan struktur sekitar. Pada luka akut, epitelium dapat mempengaruhi
silia, pembengkakan dan pengelupasan sel goblet dan sel bersilia, pembentukan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
24
syncytial epithelial giant cell dan nekrosis pada epitelium. Sedangkan luka kronik
dapat menyebabkan peningkatan jumlah sel goblet, bahkan bila dalam waktu yang
berlanjut dapat menyebabkian adanya squamous metaplasia dari epitelium dan
hiperplasia epitelium dan metaplasia sel goblet (van Dijk, Gruys, Mouewen, 2007).
7. Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat sekitar 1,5 kg
atau sekitar 2% berat tubuh orang dewasa dengan lobus kanan yang besar dan lobus
kiri yang lebih kecil. Hati merupakan kelenjar terbesar dengan letak dalam rongga
perut di bawah diafragma. Hati menjadi perantara sistem perncernaan dengan
darah. Organ dalam saluran cerna tempat penyerapan nutrien yang digunakan di
bagian tubuh lain. Kebanyakan darah di hati (70-80%) berasal dari vena porta yang
berasal dari lambung, usus, dan limpa; sisanya (20-30%) disuplai oleh hepatika.
Posisi hati dalam sistem sirkulasi sangat optimal untuk menampung, mengubah,
dan mengumpulkan metabolit dari darah serta untuk menetraliasi dan
mengeluarkan zat toksik dalam darah (Mescher, 2010).
Hati selain memiliki fungsi dalam sistem pencernaan melalui sekresi garam
empedu, tetapi juga memiliki fungsi lain, yaitu memproses secara metabolis ketiga
kategori utama nutrien (karbohidrat, protein, dan lemak) setelah zat-zat ini diserap
dari saluran cerna, mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon
serta obat dan senyawa asing lainnya, membentuk protein plasma termasuk protein
yang dibutuhkan untuk pembekuan darah dan yang untuk mengangkut hormon
steroid dan tiroid serta kolesterol dalam darah. Hati juga berfungsi menyimpan
glukosa, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin selain itu mampu mengaktifkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
25
vitamin D, mengeluarkan bakteri dan sel darah merah yang sudah tua serta
mengeskresikan kolesterol dan bilirubin (Sherwood, 2011).
Hati sering menjadi sasaran utama kerusakan karena beberapa hal. Hati
memiliki kapasitas tinggi untuk mengikat zat kimia. Hal ini mungkin berkaitan
dengan kenyataan bahwa hati merupakan tempat terpenting bagi eliminasi,
berturut-turut metabolisme, dan ekskresi racun dari dalam tubuh (Donatus, 2001).
Efek toksik zat beracun terhadap hati antara lain sebagai berikut.
a. Perubahan lemak/lipidosis
Perubahan lemak/lipidosis dapat ditandai dengan adanya vakuola-vakuola
berbatas jelas pada bagian sitoplasma sel dan memberikan penampakan yang
foamy. Perubahan lemak atau lipidosis ini dapat disebabkan karena beberapa agen
yang berbeda dan biasanya dibedakan menjadi mikrovesikular dan makrovesikular.
Makrovesikular lipidosis merupakan reaksi yang disebabkan karena luka dan dapat
juga merupakan adaptasi fisiologi karena ketidakseimbangan antara lemak yang
diambil dari darah dan pengeluaran lipoprotein dari hepatosit. Mikrovesikular
lipidosis biasanya mengindikasikan adanya disfungsi hati yang lebih serius tetapi
dapat juga dikarenakan adanya gangguang nutrisi. Xenobiotika dapat mnginduksi
mikrovasikular maupun makrovesikular lipidosis (Thoolen, Maronpot, Harada,
Nyska, Rousseaux, Nolte, et al., 2010).
b. Hipertropi hepatoselular
Hipertropi hepatoselular sering disebut pula hepatositomegali. Kondisi ini
sering terjadi karena adanya gangguan pada induksi enzim metabolik yang
meningkat pada retikulum endoplasma, peroksisom, dan mitokondria. Peningkatan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
26
ini dapat disebabkan karena adanya xenobiotika. Pada beberapa kasus, hipertropi
hepatoselular sering disertai pula dengan hepatoselular degenerasi dan nekrosis.
Penanda adanya hipertropi umumnya yaitu peningkatan berat hati (Thoolen, et al.,
2010).
c. Hepatoselular atropi
Patogenesis
hepatoselular
atropi
yaitu
kurangnya
asupan
pakan
(kelaparan), perubahan hemodinamik, maupun tekanan atropi dari neoplasia.
Penanda adanya hepatoselular atropi, yaitu pengurangan ukuran dari hepatosit,
nukleus hepatosit yang umumnya berukuran lebih kecil dan adanya pengurangan
jumlah glikogen maupun mitokondria secara ultrastruktural (Thoolen, et al., 2010).
d. Degenerasi hidropik
Degenerasi hidropik sering ditandai dengan adanya vakuola pada
sitoplasma. Gangguan pada integritas membran sel dapat menyebabkan adanya
akumulasi cairan intrasitoplasmik yang menyebabkan pembesaran atau ballooning
pada sel. Agen penyebab degerasi hidropik ini dapat karena xenobiotika dan
merupakan prekursor nekrosis hepatosit (Thoolen, et al., 2010).
e. Nekrosis
Nekrosis merupakan perubahan yang ireversibel. Nekrosis secara
morfologi dapat nampak sendiri atau kombinasi dengan perubahan yang lain.
Nekrosis berdasar jumlahnya dapat dibedakan menjadi nekrosis sel tunggal
maupun fokal/multifokal sedangkan berdasarkan letaknya dapat dibedakan
menjadi nekrosis sentrilobular, midzonal maupun periportal. Nekrosis pada
sentrilobular sering disebabkan karena adanya iskemik atau kekurangan oksigen
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
27
karena adanya xenobiotika. Nekrosis hepatoselular dapat terjadi pula karena
spontan atau toksin (Thoolen, et al., 2010).
E. Keterangan Empiris
Penelitian ini bersifat eksploratif untuk mengetahui toksisitas akut infusa
biji alpukat (Persea americana Mill.) yang dinyatakan dengan LD50, gejala toksik,
wujud efek toksik, dan sifat karena pemejanan secara oral.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah.
B.
1.
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel utama
a. Variabel bebas.Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi dosis
pemberian infusa biji alpukat (Persea americana Mill.)
b. Variabel tergantung.Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah tolok
ukur kuantitatif yang dilihat dari nilai LD50, sedangkan tolok ukur kualitatif yang
dilihat dari gejala toksik, wujud, dan sifat efek toksik.
2.
Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam
penelitian ini antara lain, mencit jantan dan betina galur Swiss, berat badan 20-30
g dari Lab Imono, umur 1,5-2,5 bulan, frekuensi pemberian infusa satu kali dalam
24 jam hari pertama, rute pemberian peroral, biji alpukat dari Es Teller 77 Galeria
Yogyakarta pada bulan Juni 2014 yang diambil dari perkebunan Klaten yang
memiliki waktu panen yang sama, makanan dan minuman dari Lab Imuno.
b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam
penelitian ini adalah kondisi patologis dan fisiologis mencit jantan dan mencit
betina galur Swiss yang digunakan.
28
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
29
3. Definisi operasional
a. Biji alpukat (Persea americana Mill.). Biji alpukat (Persea americana
Mill.) adalah biji alpukat berbentuk bulat yang diambil dari tanaman Persea
americana Mill. dengan warna kuning, segar, dan tidak bercacat. Biji digunakan
dalam bentuk serbuk yang dibuat di lab Farmakognosi Fitokimia Universitas
Sanata Dharma.
b. Dosis infusa biji alpukat (Persea americana Mill.). Infusa biji alpukat
(Persea americana Mill.) yang diperoleh dengan mengekstraksi sediaan herbal
sebanyak 8 gram dengan pelarut aquadest 100,0 ml suhu 90oC selama 15 menit
dengan konsentrasi 8% b/v dibagi mejadi empat peringkat dosis dengan rentang
dosis dari yang tidak mematikan seluruh hewan uji sampai hampir atau mematikan
seluruh hewan yaitu dosis I = 230,09 mg/kgBB; dosis II = 520,00 mg/kgBB; dosis
III = 1175,20 mg/kgBB; dosis IV = 2655,95 mg/kgBB.
c. Lethal dose 50 (LD50). Lethal dose 50 adalah dosis tunggal suatu zat yang
secara statistik diharapkan akan membunuh 50% hewan uji
d. Gejala. Gejala didefinisikan sebagai gejala klinis maupun toksik yang
muncul karena pemejanan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) yang
meliputi gerakan (tremor, konvulsi, paralisis, keterpaksaan gerak, tidur), reaktif
terhadap rangsangan dan refleks (beringas, pasif), perubahan perilaku (perubahan
sikap/aneh seperti lompat dan berputar berlebihan atau menggeliat, penjilatan,
pencakaran, vokalisasi luar biasa, gelisah), sekresi (salivas, lakrimasi), nafas
(bradipnea, trakipnea), kardiovaskuler (vasodilatasi), perubahan kulit dan bulu,
saluran cerna (diare, sembelit) (Dipasquale dan Hayes, 2001 ; Badan POM, 2014).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
30
e. Wujud. Wujud didefinisikan sebagai kecenderungan wujud perubahan
struktural yang dapat dilihat dari perubahan histopatologik organ hewan uji dengan
membandingkan perbedaan organ mencit kontrol dan organ mencit yang diberi
perlakuan infusa biji alpukat.
f. Sifat. Sifat didefinisikan sebagai kecenderungan sifat efek toksik senyawa
uji yang dapat dikategorikan menjadi sifat terbalikkan dan sifat tak terbalikkan
yang dilihat dari uji reverbilitas dan diidentifikasi melalui hasil histopatologik
organ hewan uji.
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan, yaitu mencit galur Swiss dengan umur 1,5-2,5
bulan dan berat badan 20-30 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian dengan hewan coba
telah mendapat ethical clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada (Lampiran 7).
b. Biji alpukat bentuk bulat (Persea americana Mill.) yang diperoleh dari Es
Teller 77 Galeria Yogyakarta pada bulan Juni 2014 yang diambil dari perkebunan
Klaten yang memiliki waktu panen yang sama.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
31
2. Bahan kimia
a. Pelarut untuk infusa dan kontrol negatif uji toksisitas akut digunakan
aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Pelet AD-2 digunakan sebagai asupan makan mencit sedangkan asupan
minum menggunakan air reverse osmose (RO) yang diperoleh dari Laboratorium
Imono, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
c. Pengawet formalin 10% yang dibuat dengan mengencerkan formalin 30%
dengan aquadest sesuai volume yang dikehendaki untuk mencapai konsentrasi
10%. Formalin 30% diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
D. Alat atau Instrumen Penelitian
1. Alat pembuat serbuk biji alpukat (Persea americana Mill.)
Timbangan digital, ayakan no.40, blender, oven, dan wadah penyimpanan
serbuk biji alpukat.
2. Alat penetapan kadar air
Timbangan, sendok, alat moisture balanced, stopwatch.
3. Alat pembuatan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.)
Panci enamelware, termometer, stopwatch, Bekker glass, gelas ukur, cawan
porselen, batang pengaduk, penangas air, timbangan analitik, kain flannel,
kompor listrik, corong, dan labu alas bulat.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
32
4. Alat uji toksisitas dan pemeriksaan histopatologik
Seperangkat alat gelas berupa Bekker glass, gelas ukur, tabung reaksi,
pipet tetes, timbangan elektrik, spuit per oral syringe 1 cc untuk pemejanan
aquadest dan infusa, alat bedah, pot penyimpan organ, mikroskop untuk memeriksa
preparat histopatologi, kamera untuk memotret preparat histopatologi.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman Persea americana Mill
Determinasi dilakukan di Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan
Bahan uji yang digunakan adalah biji Persea americana Mill. yang
diperoleh dari Es Teller 77 Galeria Yogyakarta pada bulan Juni 2014 yang
diambil dari perkebunan Klaten yang memiliki waktu panen dan waktu tumbuh
yang sama.
3. Pembuatan serbuk biji alpukat
Serbuk dicuci bersih di bawah air mengalir, dipotong-potong, disortir dan
dikeringanginkan hingga tidak tampak basah lagi kemudian pengeringan
dengan oven suhu kurang dari 60oC. Biji yg kering kemudian diserbukkan dan
diayak menggunakan ayakan nomer 40 dan dicari persen rendemen yang
diperoleh (pengayakan berhubungan dengan luas permukaan spesifik yang
kontak dengan pelarut).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
33
4. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill.
Sampel serbuk biji Persea americana Mill. yang sudah diayak sebanyak 5
g dimasukkan ke dalam alat moisture balanced pada suhu 1050C selama 15
menit, kemudian persen kadar air akan muncul pada alat moisture balanced
secara otomatis.
5. Pembuatan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.)
Caranya serbuk kering ditimbang 8,0 g dan dimasukkan dalam panci
enamel lalu dibasahi dengan aquadest sebanyak 2 kali bobot bahan yang
ditimbang yakni 16 mL aquadest. Pelarut aquadest kemudian ditambahkan
sebanyak 100,0 mL. Panci enamel dipanaskan pada suhu 900 C dan dijaga tetap
dalam suhu tersebut selama 15 menit. Waktu 15 menit dihitung ketika suhu
campuran mencapai 90o C. Campuran tersebut setelah 15 menit diambil dan
diperas selagi hangat dengan menggunakan kain flannel kemudian bila perlu
ditambahkan aquadest panas melalui ampas hingga didapatkan volume 100,0
mL infusa biji.
6. Penetapan dosis infusa Persea americana Mill.
Penetapan dosis didasarkan dosis yang digunakan pada masyarakat, yaitu
kurang lebih 2 sendok makan (4g). Dosis pada manusia 4g/70 kgBB. Dosis
dikonversi untuk mencit. Faktor konversi dari manusia 70kg ke mencit 20 g
adalah 0,0026. Jadi dosis untuk mencit 20 g sebagai berikut :
Dosis infusa untuk mencit 20 g= 4g/70kgBB X 0,0026
= 0,0104 g/20gBB = 520 mg/kgBB
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
34
Penetapan dosis maksimal dengan menggunakan volume maksimal 1 mL
yang dapat diberikan pada mencit. Berat badan maksimal 30 g dan
menggunakan konsentrasi infusa maksimal yang dapat dibuat 8% b/v (Yoseph,
2013) adalah
DxBB
= CxV
D x 30g
= 8g/100mL x 1 mL
D
= 0,00267 g/gBB = 2670 mg/kgBB
Penelitian ini dibuat empat peringkat dosis dan dosis 520 mg/kgBB digunakan
sebagai dosis ke-2 sedangakan 2670 mg/kgBB digunakan sebagai dosis ke-4.
Sehingga dari dosis peringkat tinggi dan peringkat rendah dicari faktor pengali
yang berguna untuk peringkat dosis.
Faktor pengali =
𝑛−1
√
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
4−2
2670 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
= √ 520 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵 =2,26
Peringkat dosis yang didapatkan, yaitu
Dosis I
= 520 mg/kgBB : 2,26
= 230,09 mg/kgBB;
Dosis II
= 520,00 mg/kgBB;
Dosis III
= 520 mg/kgBB x 2,26
= 1175,20 mg/kgBB;
Dosis IV
= 1175,20 mg/kgBB x 2,26
= 2655,95 mg/kgBB.
7. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Penelitian ini membutuhkan lima puluh ekor mencit (25 jantan, 25 betina).
Pengelompokan dilakukan dengan membagi secara acak lima puluh mencit ke
dalam lima kelompok perlakuan menggunakan undian, masing-masing
kelompok sejumlah sepuluh ekor mencit (5 jantan, 5 betina). Kelompok I, yaitu
kontrol negatif yang diberi aquadest secara peroral. Kelompok perlakuan II
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
35
diberi infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dengan dosis terendah
230,09 mg/kgBB. Kelompok perlakuan III diberi infusa biji alpukat (Persea
americana Mill.) dengan dosis peringkat ke 2, yaitu 520,00 mg/kgBB.
Kelompok perlakuan IV diberi infusa biji alpukat (Persea americana Mill.)
dengan dosis peringkat ke 3, yaitu 1175,20 mg/kgBB. Kelompok perlakuan V
diberi infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dengan dosis tertinggi
2655,95 mg/kgBB. Mencit diadaptasikan terlebih dahulu pada lingkungan uji
selama satu minggu. Mencit dipuasakan selama 3-4 jam sebelum perlakuan
dengan tetap diberikan air minum setelah itu pemberian infusa biji Persea
americana Mill. dilakukan secara peroral, sekali hanya hari pertama. Analisis
dilakukan dengan melihat sebagai berikut.
a. jumlah kematian,
b. gejala klinis dan efek toksik yang meliputi gerakan (tremor, konvulsi,
paralisis, keterpaksaan gerak, tidur), reaktif terhadap rangsangan dan refleks
(beringas, pasif), perubahan perilaku (perubahan sikap/aneh seperti lompat dan
berputar berlebihan atau menggeliat, penjilatan, pencakaran, vokalisasi luar
biasa, gelisah), sekresi (salivas, lakrimasi), nafas (bradipnea, trakipnea),
kardiovaskuler (vasodilatasi), perubahan kulit dan bulu, saluran cerna (diare,
sembelit) (Dipasquale dan Hayes, 2001 ; Badan POM, 2014).
c. histopatologis pada organ hati, ginjal, usus, limpa, lambung, jantung, dan
paru-paru setelah 24 jam dan dilanjutkan hingga 14 hari bila tidak terjadi
kematian dan diamati pula histopatologisnya untuk mengetahui sifat efek toksik
setelah 24 jam dan setelah uji reversibilitas selama 14 hari. Proses pembuatan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
36
preparat dan pemeriksaan histopatologik dilakukan di Laboratorium Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data yang diperoleh dianalisis dan dievaluasi untuk memperoleh tolok ukur
toksisitas baik kuantitatif maupun kualitatif. Analisisnya adalah sebagai berikut.
1.
Data jumlah kematian masing-masing kelompok (bila ada) selama 24 jam
digunakan untuk mengetahui nilai LD50.
2.
Data gejala yang timbul setelah pemejanan diamati 24 jam dan dilanjutkan
sampai hari ke 14 bila tidak terjadi kematian.
3.
Data pemeriksaan histopatologi setelah 24 jam dan setelah 14 hari digunakan
untuk mengevaluasi spektrum efek toksik yang timbul akibat pemejanan
(sifat dan wujud efek toksik).
4.
Data perubahan berat badan dianalisis dengan tren perubahan purata berat
badan pada hari ke 0,7, dan 14 untuk melihat apakah ada perubahan berat
badan dengan adanya pemberian infusa biji alpukat (Persea americana
Mill.).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
37
G. Skema Alur Penelitian
50 ekor mencit yakni 25 jantan dan 25 betina
masing-masing dibagi kedalam 5 kelompok
Hewan uji dikelompokkan secara acak dan diadaptasikan
selama 1 minggu sebelum memulai perlakuan
Hewan uji dipuasakan selama 3-4 jam sebelum perlakuan dengan tetap
memberikan air minum
Hewan uji ditimbang dan dibandingkan antara hari ke 0, 7 maupun 14
Hewan uji diberi infusa biji alpukat secara peroral
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
Dosis 3
Kel.Kontrol
Infusa biji
alpukat
230,09
mg/kgBB
Infusa biji
alpukat
520,00
mg/kgBB
Infusa biji
alpukat
1175,20
mg/kgBB
Infusa biji
alpukat
2655,95
mg/kgBB
Aquadest
33,33
g/kgBB
Dilakukan pengamatan gejala (sesering mungkin pada 6 jam
pertama, dan dilanjutkan sampai hari 14 bila tidak ada kematian) dan
jumlah kematian
Setelah 24 jam, dilakukan pembedahan, diambil organ ginjal, usus,
limpa, jantung, paru-paru, hati, dan lambung untuk melihat
histopatologiknya (2 jantan, 3 betina)
Hewan uji sisa (3 jantan, 2 betina) dibiarkan hidup tanpa
pemberian infusa biji alpukat maupun aquadest selama 14 hari
untuk uji reversibilitas dan dilakukan pembedahan untuk melihat
histopatologiknya.
Gambar 1. Skema alur penelitian
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan gambaran umum
tentang toksisitas akut infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dan khususnya
mengetahui nilai ketoksikan akut yang dinyatakan dengan kisaran LD50, gejala
toksik, wujud dan sifat akibat pemejanan infusa biji alpukat pada mencit galur
Swiss yang dilihat melalui pengamatan histopatologik.
A. Determinasi Biji Alpukat
Determinasi dilakukan di Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi UGM
dengan tujuan untuk identifikasi, menghindari agar tidak ada kekeliruan dengan
tanaman lain sehingga memastikan bahwa tanaman yang dimaksud adalah Persea
americana Mill. Hasil
determinasi yang dilakukan di Bagian Biologi Farmasi,
Fakultas Farmasi UGM menunjukkan bahwa tanaman benar-benar merupakan
tanaman alpukat dengan nama ilmiah Persea americana Mill. dan hasil
determinasi dapat dilihat pada lampiran 6.
B. Penetapan Kadar Air Serbuk Kering Biji Persea americana Mill.
Penetapan kadar air dilakukan pada biji alpukat yang telah mengalami
pengeringan dan berubah menjadi serbuk dengan tujuan untuk mengecilkan ukuran
partikel sehingga permukaan serbuk yang kontak dengan penyari dimana dalam
penelitian ini adalah air semakin luas sehingga senyawa-senyawa yang terkandung
dalam biji alpukat dapat banyak tersari keluar. Penetapan kadar air dilakukan
dengan menggunakan alat moisture balanced dan dilakukan sebagai salah satu
38
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
39
persyaratan serbuk yang baik menurut Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan RI (1995), yaitu kandungan air kurang dari 10%. Kandungan air serbuk
biji Persea americana Mill. yang didapat dari hasil replikasi moisture balanced
yaitu 5,88%, 5,51%, dan 5,51%. Rata-rata kadar air serbuk kering biji Persea
americana Mill. yang dibuat peneliti adalah 5,63% dan sudah memenuhi syarat
serbuk yang baik.
C. Potensi Ketoksikan Akut (LD50)
Hasil terkait jumlah mencit jantan maupun betina yang mati setelah
pemejanan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) secara oral dapat dilihat
pada tabel V.
Tabel V. Jumlah mencit yang mati (%respon) setelah pemberian infusa
biji alpukat (n=10)
Kelompok
Perlakuan (p.o
mg/kgBB)
Jumlah
mati
(%respon)
0
0
0
0
0
LD50 semu
(mg/kgBB)
I
Kontrol
II
IBA 230,09
III
IBA 520,00
>2655,95
IV
IBA 1175,20
V
IBA 2655,95
Keterangan : p.o = peroral
N = jumlah hewan uji dalam satu kelompok
Kontrol = aquadest dengan dosis 33,33 g/kgBB
IBA = infusa biji alpukat
Pada tabel V dapat dilihat bahwa tidak adanya kematian hewan uji baik
jantan maupun betina setelah pemejanan infusa biji alpukat (Persea americana
Mill.) keempat peringkat dosis (%respon = 0) setelah 24 jam. Berdasarkan hasil
yang diperoleh, nilai LD50 tidak dapat diketahui secara pasti dan nilai LD50 yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
40
digunakan adalah LD50 semu yaitu peringkat dosis tertinggi yang masih dapat
diterima hewan uji (Donatus, 2001). LD50 semu infusa biji alpukat (Persea
americana Mill.) adalah >2655,95 mg/kgBB dan bila dilihat dari makna
toksikologi maka ketoksikan akut infusa biji alpukat (Persea americana Mill.)
termasuk kategori sedikit toksik (0,5-5g/kg) (Loomis, 1978).
D. Pengamatan Perubahan Berat Badan Mencit
Perubahan berat badan mencit dapat diketahui dengan menimbang berat
badan mencit jantan dan mencit betina pada hari ke-0 (sebelum diberi perlakuan),
hari ke-7, dan hari ke-14 (hari terakhir periode uji). Tujuan perlunya pengamatan
perubahan berat badan mencit adalah sebagai data pendukung pengaruh infusa biji
alpukat terhadap kondisi kesehatan dan pola berat badan. Hasil pengamatan
perubahan berat badan mencit jantan secara lengkap akan dijelaskan lewat tabel VI
dan gambar 2 .
Tabel VI. Purata berat badan ± SE mencit jantan akibat pemberian infusa
biji alpukat
Kelompok
1
2
3
4
5
Perlakuan
(mg/kgBB)
IBA 230,09
IBA 520
IBA 1175,2
IBA 2655,95
Kontrol Aquadest
33.333
Keterangan :
SE
= Standar Error of Mean
IBA = Infusa Biji Alpukat
Purata berat badan (g) ± SE
Hari ke- 0
Hari ke- 7
24,78 ± 0,26
25,97 ± 0,58
25,06 ± 0,60
28,53 ± 2,25
24,34 ± 0,44
29,03 ± 0,70
23,28 ± 0,80
26,60 ± 0,25
23,30 ± 1,18
28,23 ± 2,17
Hari ke- 14
28,68 ± 0,47
29,47 ± 1,42
29,97 ± 0,82
27,60 ± 0,75
30,47 ± 1,24
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
41
35
30
Berat badan (g)
25
dosis 1
20
dosis 2
15
dosis 3
10
dosis 4
kontrol
5
0
0
5
10
15
Hari
Gambar 2. Perubahan berat badan mencit jantan selama pemberian
infusa biji alpukat
Keterangan :
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
Dosis 4
Kontrol
= diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 230,09 mg/kgBB
= diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 520 mg/kgBB
= diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 1175,2 mg/kgBB
= diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 2655,95 mg/kgBB
= diberikan aquadest dengan dosis 33.333 mg/kgBB
Hasil yang didapatkan pada tabel VI dan gambar 2 menunjukkan bahwa
pola perubahan berat badan hampir serupa pada semua kelompok uji walaupun
ada satu hewan yang mengalami penurunan berat badan pada dosis 4 (2655,96
mg/kgBB) dan data lengkap dapat dilihat pada lampiran 8 dan 9. Hal ini mungkin
dikarenakan adanya cacing pada ususnya yang dibuktikan dari hasil pemeriksaan
histopatologik dan bukan disebabkan karena perlakuan infusa biji alpukat. Pola
perubahan berat badan yang serupa ini menunjukkan bahwa infusa biji alpukat
tidak mempengaruhi berat badan mencit jantan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
42
Tabel VII. Purata berat badan ± SE mencit betina akibat pemberian
infusa biji alpukat
Kelompok
Perlakuan
Purata berat badan (g) ± SE
(mg/kgBB)
Hari ke- 0
Hari ke- 7
Hari ke- 14
1
IBA230,09
24,54 ± 0,66
28,40 ± 0,70
31,15 ± 0,25
2
IBA520
23,66 ± 0,34
26,50 ± 0,20
28,25 ± 0,95
3
IBA1175,2
25,66 ± 0,37
27,95 ± 0,65
29,10 ± 0,10
4
IBA2655,95
25,52 ± 0,23
27,80 ± 0,30
28,30 ± 0,60
5
Kontrol
25,02 ± 0,52
28,40 ± 1,00
30,40 ± 1,30
Aquadest
33.333
Keterangan :
SE
= Standar Error of Mean
IBA = Infusa Biji Alpukat
35
Berat badan (g)
30
25
dosis 1
20
dosis 2
15
dosis 3
10
dosis 4
5
kontrol
0
0
5
10
15
Hari
Gambar 3. Grafik perubahan berat badan mencit betina selama pemberian
infusa biji alpukat
Keterangan :
Dosis 1
= diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 230,09 mg/kgBB
Dosis 2
= diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 520 mg/kgBB
Dosis 3
= diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 1175,2 mg/kgBB
Dosis 4
= diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 2655,95 mg/kgBB
Kontrol
= diberikan aquadest dengan dosis 33.333 mg/kgBB
Hasil perubahan berat badan pada mencit betina pada tabel VII dan gambar
3 juga hampir serupa dengan mencit jantan dimana semua hewan uji mengalami
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
43
kenaikan berat badan. Pola kenaikan berat badan pun juga hampir sama pada
semua kelompok perlakuan, baik pada kelompok kontrol aquadest maupun
perlakuan infusa biji alpukat. Kenaikan itu tidak dipengaruhi perlakuan infusa
biji alpukat tetapi merupakan pola normal penambahan asupan makan sehingga
berat badan pun juga akan mengalami kenaikan. Pemberian infusa biji alpukat
secara akut melalui jalur pemberian oral tidak mempengaruhi perubahan berat
badan pada mencit jantan maupun mencit betina.
E. Pengamatan Gejala-Gejala Efek Toksik
Pengamatan gejala klinis dan efek toksik dilakukan setelah pemejanan
infusa biji alpukat yaitu selama 24 jam dan dilanjutkan selama 14 hari. Pengamatan
dilakukan sesering mungkin pada enam jam pertama untuk mengetahui gejala
toksik akut, selanjutnya pengamatan selama 14 hari dimaksudkan untuk
mengetahui kemungkinan adanya efek tertunda akibat pemejanan infusa biji
alpukat maupun adanya recovery. Pengamatan gejala-gejala toksik ini cenderung
bersifat subyektif sehingga untuk melihat kebiasaan hewan uji, dilakukan proses
adaptasi sebelum perlakuan dan menggunakan mencit kontrol sebagai pembanding
selama masa uji.
Pengamatan gejala klinis dan efek toksik meliputi gerakan (tremor,
konvulsi, paralisis, keterpaksaan gerak, tidur), reaktif terhadap rangsangan dan
refleks (beringas, pasif), perubahan perilaku (perubahan sikap/aneh seperti lompat
dan berputar berlebihan atau menggeliat, penjilatan, pencakaran, vokalisasi luar
biasa, gelisah), sekresi (salivas, lakrimasi), nafas (bradipnea, trakipnea),
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
44
kardiovaskuler (vasodilatasi), perubahan kulit dan bulu, saluran cerna (diare,
sembelit) (Dipasquale dan Hayes, 2001 ; Badan POM, 2014). Hasil pengamatan
gejala toksik dapat dilihat pada tabel VIII.
Tabel VIII. Hasil pemeriksaan gejala pada mencit jantan dan
betina akibat pemejanan infusa biji alpukat dan
aquadest selama 6 jam pertama
Kelompok
1
2
3
4
5
Perlakuan
Gejala klinis
Infusa biji alpukat dosis 230,09 Penjilatan meningkat
mg/kgBB
Infusa biji alpukat dosis 520 Aktivitas
mg/kgBB
meningkat/beringas,
penjilatan meningkat
Infusa biji alpukat dosis 1175,2 Aktivitas
mg/kgBB
meningkat/beringas,
penjilatan meningkat
Infusa biji alpukat dosis 2655,95 Aktivitas
mg/kgBB
meningkat/beringas,
penjilatan meningkat
Kontrol aquadest 33,33 g/kgBB
Normal
Gejala klinis mulai muncul pada dosis pertama (230,09 mg/kgBB) yaitu
adanya penjilatan yang meningkat tetapi setelah dosis kedua (520 mg/kgBB) mulai
ada peningkatan aktivitas atau beringas dan ada pula penjilatan yang meningkat
sampai dosis paling tinggi 2655,95 mg/kgBB. Semua perubahan itu mulai hilang
sekitar jam keempat kecuali aktivitas meningkat/beringas yang hilang setelah jam
ke enam. Gejala klinis ini hanya muncul pada hari pertama dan tidak berlanjut
sampai hari ke 14 (akhir masa uji reversibilitas) yang menandakan bahwa tidak ada
gejala lanjutan ataupun gejala yang tertunda setelah pemberian infusa biji alpukat
(Persea americana Mill.) dan lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13
sampai lampiran 16 .
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
45
Beberapa kandungan pada tanaman dapat bersifat toksik atau penyakit
antara lain kandungan alkaloid, glycosides (glucosides), organic acid, mineral
(nitrat, selenium, molybdenum), resin atau resinoid, fitotoksin, dan beberapa
senyawa yang menyebabkan fotosensitif ( Runnells, Monlux, dan Monlux, 1965).
Biji alpukat mengandung senyawa-senyawa seperti flavonoid, steroid,
terpenoid, saponin, tannin, kardiak glikosida, dan alkaloid. Kandungan paling
banyak pada biji alpukat adalah saponin, yaitu 51% dari keseluruhan kandungan
biji alpukat. Menurut Milugo, Omosa, Ochanda, Owuor, Wamunyokoli, Oyugi, et
al., (2013) saponin yang bersamaan dengan alkaloid akan mengurangi aktivitas
antioksidan dari tumbuhan.
Selain itu kandungan kardiak glikosida merupakan senyawa yang dapat
mempengaruhi organ jantung, lambung, usus, dan sistem saraf sehingga diduga
dapat
mempengaruhi
perubahan
gejala
pada
mencit
walaupun
kemungkinannya sangat kecil karena tidak ada gejala lain yang muncul pada
saluran gastrointestinal maupun sistem kardiovaskular seperti diare (Mason dan
Foerster, 1981).
Penjilatan dapat terjadi kemungkinan dikarenakan adanya kandungan tanin
dan flavonoid dalam biji alpukat. Jumlah tanin yang ada dalam biji alpukat pun
terbilang tinggi (21,66%) (Nwaoguikpe dan Braide, 2011). Tanin dan flavanoid
dapat memberikan rasa pahit dan kesat pada tumbuhan (Heinrich, Barnes, Gibbons,
dan Williamson, 2010). Penjilatan yang dialami mencit jantan maupun betina ini
berangsur-angsur hilang setelah pemberian dan pada percobaan ini, penjilatan
menghilang setelah sekitar jam ke empat.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
46
Adanya peningkatan aktivitas dari mencit yang semakin aktif menunjukkan
bahwa infusa biji alpukat kemungkinan mempengaruhi bagian sistem saraf pusat
dan bagian somatomotor (Dipasquale dan Hayes, 2001). Alkaloid akan
mempengaruhi sistem saraf tetapi mekanisme dalam mempengaruhi sistem saraf
belum diketahui secara pasti (Runnells, Monlux, dan Monlux, 1965 ; Heinrich,
Barnes, Gibbons, dan Williamson, 2010). Kandungan alkaloid ini juga mungkin
salah satu pemicu adanya perubahan pada sistem saraf pada mencit yang ditandai
dengan perubahan lokomotor yang makin aktif dan penjilatan yang meningkat
pada empat jam pertama.
Perubahan yang teramati merupakan perubahan klinis yang mungkin saja
dapat dipengaruhi faktor lain seperti kondisi fisiolofis hewan uji tetapi gejala klinis
ini menjadi penanda awal yang perlu diwaspadai karena pemberian infusa biji
alpukat. Gejala lainnya seperti penjilatan yang dialami mencit lebih cenderung efek
organoleptis dan bukan efek toksik dari pemberian infusa biji alpukat.
F. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi bertujuan untuk mengetahui perubahan secara
makroskopis dan mikroskopis yang terjadi pada hewan uji setelah pemejanan yang
sesuai dengan standar pengamatan uji toksisitas akut. Organ yang diamati pada
pemeriksaan histopatologis meliputi lambung, jantung, usus, limpa, paru-paru,
ginjal, dan hati. Hasil pengamatan histopatologis kelompok perlakuan
dibandingkan dengan kelompok kontrol aquadest.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
47
Pada penelitian ini, pemeriksaan histopatologis dilakukan setelah 24 jam
dan 14 hari setelah pemejanan infusa biji alpukat dikarenakan tidak terjadi
kematian dan untuk melihat sifat efek toksik yang tertunda maupun reversibilitas.
Pembedahan untuk melihat hasil histopatologi pada jam ke 24 diambil 2 jantan dan
3 betina sedangkan setelah 14 hari diambil 3 jantan dan 2 betina untuk dilihat
reversibilitasnya. Hasil histopatologik setelah 24 jam pada mencit jantan dan
mencit betina dapat dilihat pada tabel IX dan X sedangakan untuk hasil
histopatologi setelah 14 hari (reversibilitas) dapat dilihat pada tabel XI dan XII.
Mencit kontrol digunakan sebagai pembanding karena kontrol dapat digunakan
sebagai acuan kondisi patologis hewan uji. Kontrol dan perlakuan infusa biji
alpukat mendapatkan perlakuan yang sama untuk mencegah bias pada percobaan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Tabel IX. Gambaran histopatologik organ mencit betina setelah 24 jam pemberian infusa biji alpukat
Perlakuan
Perubahan histoptologik pada organ (%)
Lambung
Jantung
Usus
Limpa
Paru-paru
Hati
Ginjal
Kontrol
-
-
Atropi
villi
(6,7%)
Nekrosis
pulpa putih
(7,1%)
Pneumonia interstitialis
(13,3%)
Peri bronkiolitis (6,7%)
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(20%)
Degerasi hidropik ringan (6,7%)
Dosis 1
-
-
-
Nekrosis
pulpa putih
(14,3%)
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(20%)
Radang midzonal (6,7%)
Dosis 2
-
-
-
Nekrosis
pulpa putih
(21,4%)
Pneumonia interstitialis
(6,7%)
Hiperplasi epitel bronkhiolus
(6,7%)
Pneumonia interstitialis
(13,3%)
Degenerasi hidropik epitel
tubulus (6,7%)
Radang di sekitar pembuluh
vaskuler
Nekrosis epitel tubulus
(6,7%)
-
Dosis 3
-
-
-
Nekrosis
pulpa putih
(14,3%)
Dosis 4
-
-
-
Nekrosis
pulpa putih
(21,4%)
Keterangan :
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
Dosis 4
Kontrol
-
Pneumonia interstitialis
(6,7%)
Hiperplasi epitel bronkhiolus
(6,7%)
Hemoragi (6,7%)
Pneumonia interstitialis
(6,7%)
Peri bronchiolitis (6,7%)
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(20%)
Radang midzonal (6,7%)
Multi fokal nekrosis (6,7%)
Atropi sebagian hepatosit (6,7%)
Degenerasi melemak ringan (6,7%)
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(13,3%)
Hepatosit megakariosit (6,7%)
Degenerasi hidropik sedang (6,7%)
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(6,7%)
Multi fokal nekrosis (6,7%)
Degenerasi hidropik ringan (13,3%)
Degenerasi hidropik epitel
tubulus (13,3%)
Radang di sekitar pembuluh
vaskuler (6,7%)
Degenerasi hidropik epitel
tubulus (6,7%)
-
= diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 230,09 mg/kgBB
= diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 520 mg/kgBB
= diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 1175,2 mg/kgBB
= diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 2655,95 mg/kgBB
= diberikan aquadest dengan dosis 33.333 mg/kgBB
= tidak ada perubahan
48
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Tabel X. Gambaran histopatologik organ mencit jantan setelah 24 jam pemberian infusa biji alpukat
Perlakuan
Kontrol
Perubahan histoptologik pada organ (%)
Lambung
Jantung
Usus
Limpa
Paru-paru
Hati
Ginjal
-
-
-
Nekrosis
pulpa putih
(10%)
Pneumonia interstitialis (20%)
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(10%)
Multi fokal nekrosis (10%)
Degenerasi melemak ringan (10%)
-
Degenerasi hidropik ringan (10%)
Dosis 1
Dosis 2
-
-
-
-
-
-
-
Dosis 3
-
-
-
Dosis 4
-
-
Atropi
villi
(6,7%)
Nekrosis
pulpa putih
(10%)
Pneumonia interstitialis (20%)
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(10%)
Focci nekrotik parenkim (10%)
Degenerasi hidropik epitel
tubulus (10%)
Nefritis interstitialis (10%)
Nekrosis epitel tubulus
(10%)
Degenerasi hidropik epitel
tubulus (10%)
Nekrosis
pulpa putih
(10%)
Pneumonia interstitialis (10%)
Bronkopneumonia (10%)
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(20%)
Degenerasi melemak ringan (10%)
Nekrosis
pulpa putih
(20%)
Nekrosis
pulpa putih
(20%)
Pneumonia interstitialis (20%)
Edema (10%)
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(20%)
Degenerasi hidropik epitel
tubulus (10%)
Pneumonia interstitialis (20%)
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(10%)
-
Degenerasi melemak sedang (10%)
Keterangan :
Dosis 1 = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 230,09 mg/kgBB
Dosis 2 = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 520 mg/kgBB
Dosis 3 = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 1175,2 mg/kgBB
Dosis 4 = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 2655,95 mg/kgBB
Kontrol = diberikan aquadest dengan dosis 33.333 mg/kgBB
= tidak ada perubahan
49
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Tabel XI. Perubahan histopatologik organ mencit betina setelah 14 hari pemberian infusa biji alpukat
Perlakuan
Perubahan histoptologik pada organ (%)
Lambung
Jantung
Usus
Limpa
Paru-paru
Hati
Ginjal
Kontrol
-
-
-
-
Pneumonia interstitialis
(20%)
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(10%)
-
Dosis 1
-
-
-
-
Pneumonia interstitialis
(10%)
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(10%)
-
Dosis 2
-
-
-
-
-
-
-
Dosis 3
-
-
-
-
Pneumonia interstitialis
(20%)
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(10%)
-
Dosis 4
-
-
-
-
Pneumonia interstitialis
(10%)
bronkopneumonia (10%)
Keterangan :
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
Dosis 4
Kontrol
-
-
= diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 230,09 mg/kgBB
= diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 520 mg/kgBB
= diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 1175,2 mg/kgBB
= diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 2655,95 mg/kgBB
= diberikan aquadest dengan dosis 33.333 mg/kgBB
= tidak ada perubahan
50
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Tabel XII. Perubahan histopatologik organ mencit jantan setelah 14 hari pemberian infusa biji alpukat
Perlakuan
Perubahan histoptologik pada organ (%)
Lambung
Jantung
Usus
Limpa
Paru-paru
Hati
Ginjal
Kontrol
-
-
-
-
-
-
-
-
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(6,7%)
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(13,3%)
-
Dosis 1
Pneumonia interstitialis
(13,3%)
Pneumonia interstitialis
(6,7%)
Bronkopneumonia (6,7%)
Dosis 2
-
-
-
-
Pneumonia interstitialis
(13,3%)
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(6,7%)
-
Dosis 3
-
-
-
-
-
-
cacing
(6,7%)
-
Radang di sekitar pembuluh vaskuler
(6,7%)
-
-
Dosis 4
Pneumonia interstitialis
(20%)
Pneumonia interstitialis
(6,7%)
Bronkopneumonia (6,7%)
-
Nefritis interstitialis
(6,7%)
51
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
52
1. Lambung
Tidak ada perubahan pada mencit jantan dan mencit betina kelompok
kontrol dan perlakuan infusa biji alpukat setelah 24 jam maupun setelah uji
reversibilitas (14 hari). Hasil histopatologik organ lambung normal. Berarti
pemberian infusa biji alpukat secara akut tidak mempengaruhi organ lambung.
2. Jantung
Tidak ada perubahan pada mencit jantan dan mencit betina kelompok
kontrol dan perlakuan infusa biji alpukat setelah 24 jam maupun setelah uji
reversibilitas (14 hari). Hasil histopatologik organ jantung normal. Berarti
pemberian infusa biji alpukat secara akut tidak mempengaruhi organ jantung.
3. Usus
Setelah 24 jam terjadi perubahan, yaitu adanya atropi vili pada mencit
betina kontrol dan mencit jantan yang diberikan perlakuan infusa biji alpukat dosis
4 (2655,95 mg/kgBB).
Atropi adalah pengurangan atau pengerutan ukuran sel yang awalnya
normal tanpa adanya perubahan dalam jumlah sel. Penyebab dari atropi dapat
karena banyak hal antara lain karena fisiologis/normal proses metabolik dalam
tubuh misal saat infant berubah menjadi dewasa akan membuat menghilangnya
timus, senile/pengaruh umur, nutrisi yang tidak adekuat/kelaparan, neurotropic/
luka pada sistem saraf, angiotropic/anemia ischemic atau kronik pasif hiperemi,
tekanan/mekanik, dan endokrin misal kekurangan tiroid (Kumar, Cotran, dan
Robbins, 2007). Atropi yang dialami mencit jantan yang diberikan perlakuan
infusa biji alpukat dosis 4 (2655,95 mg/kgBB) bukan merupakan perubahan yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
53
disebabkan karena perlakuan infusa biji alpukat tetapi karena kondisi patologis
mencit yang kurang baik karena pada kelompok betina tidak mengalami
perubahan atropi vili dan didukung perubahan atropi ini juga teramati pada
kelompok mencit betina kontrol. Xenobiotika yang tidak mempengaruhi hormonal
cenderung tidak memberikan perbedaan pada jantan maupun betina. Gambaran
histopatologis usus mencit jantan dapat dilihat pada lampiran 17.
Hasil histopatologik pada uji reversibilitas 14 hari tidak terdapat tanda
ketoksikan karena perlakuan infusa biji alpukat. Usus pada mencit jantan yang
diberikan perlakuan infusa biji alpukat dosis 4 (2655,95 mg/kgBB) terdapat
cacing. Hal ini tidak menandakan kerusakan organ karena perlakuan infusa biji
alpukat tetapi lebih dikarenakan kondisi lingkungan yang tidak bersih sehingga
parasit dapat masuk ke dalam sistem pencernaan dan efek yang ditimbulkan
pada hewan uji adalah penurunan berat badan (kurang dari 5%) dilihat dari
data lampiran 8. Hal ini dapat dikarenakan cacing yang ada pada saluran
pencernaan atau usus dapat mengambil nutrisi yang dibutuhkan oleh mencit dan
dapat menurunkan berat badan walaupun belum tentu menyebabkan penyakit
karena penyakit dapat timbul bila cacing ada dalam jumlah yang banyak atau ada
pada sisi etopik. Cacing atau cestoda usus hanya berdiam di lumen usus dan tidak
pernah menginvasi melebihi mukosa usus sehingga tidak terjadi eosinophilia atau
menginduksi aktivasi proses inflamasi
(Baker, 1990 ; Kumar, Cotran, dan
Robbins, 2007).
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa tidak ada perubahan pada organ
usus yang disebabkan karena pemberian infusa biji alpukat secara akut.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
54
4. Limpa
Organ limpa pada hewan uji ada satu yang tidak dapat dideteksi secara
histologis yaitu pada mencit betina kontrol yang dapat dikarenakan hilang selama
proses histologis dari penyiapan preparat, pewarnaan, sampai pembacaan sehingga
jumlah limpa keseluruhan menjadi 49 (lampiran 10).
Organ limpa mencit jantan dan mencit betina pada kontrol maupun
perlakuan infusa biji alpukat setelah 24 jam mengalami nekrosis pulpa putih yang
ditandai adanya kematian sel-sel limfosit pada pulpa putih dan peningkatan
sehingga tampak jarang. Limfosit merupakan indikator adanya inflamasi kronik.
Inflamasi akut akan cenderung adanya akumulasi neutrofilik dan bukan limfosit
yang menonjol (Kumar, Cotran, dan Robbins, 2007). Gambaran histopatologis
organ limpa dapat dilihat pada lampiran 17.
Nekrosis atau kematian sel secara patologik dapat disebabkan karena
mikroorganisme, virus, zat kimia, atau xenobiotika lain yang bersifat merusak. Selsel nekrotik akan membengkak, organelnya bertambah besar, dan akhirnya pecah,
yang akan melepaskan isinya ke dalam ruang ekstrasel. Adanya pelepasan ini akan
mengaktifkan sel-sel imun untuk mengaktivasi proses peradangan (Runnells,
Monlux, dan Monlux, 1965 ; Suttie, 2006 ; Mescher, 2010).
Limpa merupakan organ yang bertanggungjawab adanya reaksi imun
dengan filter darah yang masuk ke limpa (Cesta, 2006). Adanya kondisi inflamasi
kronis dan agen yang menyebabkan toksisitas pada limfosit dapat menyebabkan
nekrosis pada pulpa putih (Suttie, 2006). Kemungkinan adanya kerusakan pada
paru-paru yang kronis seperti yang dialami semua hewan uji baik kelompok kontrol
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
55
maupun perlakuan infusa biji alpukat (lampiran 10), dapat mempengaruhi kinerja
limpa yang makin berat sehingga menyebabkan nekrosis pada pulpa putih baik di
kelompok kontrol maupun perlakuan.
Perubahan nekrosis pulpa putih ini bukan merupakan hasil dari pemberian
infusa biji alpukat tetapi merupakan kondisi patologis kronik yang dialami hewan
uji sebelumnya. Hal ini dikarenakan nekrotik pulpa putih ada pula pada kelompok
kontrol betina maupun kontrol jantan.
Pada uji reversibilitas 14 hari, didapatkan bahwa tidak ada perubahan pada
organ limpa sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa biji alpukat
secara akut tidak mempengaruhi organ limpa pada mencit jantan maupun mencit
betina.
5. Paru-paru
Hasil histopatologis pada mencit betina setelah 24 jam mengalami
perubahan berupa pneumonia interstitialis pada semua kelompok yaitu kelompok
kontrol maupun kelompok perlakuan infusa biji alpukat keempat dosis, hiperplasi
epitel bronkhiolus pada dosis 1 (230,09 mg/kgBB) dan dosis 3 (1175,2 mg/kgBB),
hemoragi pada dosis 3 (1175,2 mg/kgBB), dan peri bronchiolitis pada mencit
betina kontrol dan dosis 4 (2655,95 mg/kgBB).
Pada mencit jantan juga mengalami perubahan yang serupa, yaitu
pneumonia interstitialis pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan
infusa biji alpukat keempat dosis, bronkopneumonia pada kelompok dosis 2 (520
mg/kgBB), dan edema pada kelompok dosis 3 (1175,2 mg/kgBB).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
56
Inflamasi yang terjadi dapat dikategorikan menjadi dua pola dasar yaitu
inflamasi akut dan kronik. Pada inflamasi akut berlangsung cukup singkat antara
menit sampai hari, ditandai dengan eksudasi cairan (edema jaringan) dan protein
plasma serta akumulasi leukosit neutrofilik yang menonjol. Inflamasi kronik
berlangsung lebih lama berhari-hari sampai bertahun-tahun, ditandai khas dengan
infiltrasi sel mononuklear (radang kronik) yang mencakup makrofag, limfosit, dan
sel plasma disertai dengan proliferasi pembuluh darah dan pembentukan jaringan
parut (Kumar, Cotran, dan Robbins, 2007).
Menurut Kumar, Cotran, dan Robbins (2007), neutrophil muncul puncak
setelah 1 hari dan monosit baru muncul puncak pada hari ke 2 atau sebagian besar
bentuk inflamasi akut, neutrofil menonjol pada 6 sampai 24 jam pertama karena
siklus hidupnya pendek dan segera mengalami apoptosis dan digantikan oleh
monosit pada 24-48 jam selanjutnya dimana monosit bertahan lebih lama sebagai
makrofag.
Hiperplasi merupakan peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan.
Penyebab adanya hiperplasia dapat dikarenakan adanya paparan iritasi mekanik,
kimia, dan panas yang berulang dan dalam jangka waktu lama, dapat juga
disebabkan karena gangguan dalam endokrin, gangguan nutrisi, xenobiotik,
maupun infeksi (Runnells, Monlux, dan Monlux, 1965 ; Kumar, Abbas, Aster,
2013). Adanya hiperplasia pada dosis 1 ( 230,09 mg/kgBB) dan dosis 3 (1175,2
mg/kgBB) ini bukan merupakan tanda adaptasi adanya pengaruh biji alpukat
tetapi lebih cenderung pada penyebab lain. Hal ini dikarenakan infusa biji alpukat
diberikan secara peroral dan bukan secara inhalasi sehingga kecil kemungkinan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
57
bahwa hiperplasi ini merupak efek toksik dari pemberian infusa biji alpukat.
Hiperplasia epitelium dan metaplasia sel goblet lebih sering terjadi pada kondisi
kronik (van Dijk, Gruys, Mouewen, 2007).
Hemoragi merupakan ekstravasasi atau keluarnya darah dari pembuluh
darah pada bagian tertentu di sistem sirkulasi. Hemoragi dapat merupakan respon
akut maupun efek karena adanya proses yang kronik atau pada beberapa
hewan selain anjing, biasanya berhubungan atau disertai pula dengan
pneumonia, pulmonari abses, dan neoplasma (Runnells, Monlux, dan Monlux,
1965). Etiologi terjadinya hemoragi dapat karena trauma yang menghasilkan
kerusakan pada pembuluh darah, luka atau kelainan primer pembuluh darah,
racun kimia, bakteri atau virus, tumor ganas, maupun gangguan penjendalan darah
(Kumar, Abbas, Aster, 2013). Pada hasil histologi menunjukkan bahwa mencit
betina dosis 3 (1175,2 mg/kgBB)
hanya mengalami hemoragi sehingga
kemungkinan disebabkan karena adanya mekanisme patologis yang kronis.
Adanya perubahan patologi hemoragi secara akut lebih sering terjadi pasca cidera
atau luka dibandingkan xenobiotika (Runnells, Monlux, dan Monlux, 1965).
Pneumonia interstitialis dan peribronkiolis merupakan perubahan yang
menunjukkan adanya radang dan infiltrasi limfosit dan makrofag alveolar di
jaringan interstitialis alveoli maupun tepi bronkioli sehingga menunjukkan bahwa
kondisi tersebut adalah kondisi inflamasi kronik dan bukan akut yang timbul
karena perlakuan infusa biji alpukat (Kumar, Cotran, dan Robbins, 2007). Adanya
pneumonia interstitialis dan peribronkiolitis dapat dikarenakan paparan agen iritan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
58
yang berlangsung terus-menerus entah itu organik maupun inorganik (Kumar,
Cotran, dan Robbins, 2007).
Edema adalah kondisi dimana adanya jumlah cairan yang berlebih pada
ruang interseluler atau body cavity. Edema dapat merupakan respon transien
akut meskipun gelombang sekunder respons tertunda dapat juga terjadi. Edema
muncul mengawali sebelum netrofil muncul pada inflamasi akut. Tetapi edema
juga dapat disebabkan karena inflamasi kronik maupun non inflamasi yang
mempengaruhi peningkatan tekanan hidostatis, penurunan tekanan
osmotik
plasma, sumbatan limfatik, maupun retensi sodium (Runnells, Monlux, dan
Monlux, 1965 ; Bass, Carr, dan du Boulay, 2004). Pada mencit jantan dosis 3
(1175,2 mg/kgBB) ini tidak hanya edema tetapi disertai dengan pneumonia
interstitialis sehingga dapat dipastikan bahwa edema ini merupakan sakit
kronis dan bukan karena perlakuan infusa biji alpukat.
Bronkopneumonia, ditandai adanya infiltrasi limfosit dan neutrofil di
dinding bronkus dan lumen bronkus dan adanya erosi silia epitel bronkus. Adanya
bronkopneumonia pada mencit jantan dosis 2 (520 mg/kgBB) bukan merupakan
perubahan yang disebabkan pemberian infusa biji alpukat tetapi karena kondisi
patologis hewan uji pra perlakuan dilihat dari adanya limfosit yang menandakan
perdangan kronik.
Hasil histopatologik pada uji reversibilitas 14 hari tidak terdapat tanda
ketoksikan yang khusus ditimbulkan pada mencit betina maupun mencit jantan
karena adanya perlakuan infusa biji alpukat tetapi patologis mencit yang
mengalami sakit paru kronik. Perubahan berupa pneumonia interstitialis pada
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
59
kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan infusa biji alpukat pada mencit
jantan maupun mencit betina. Perubahan lainnya yaitu bronkopneumonia pada
mencit betina dosis 4 (2655,95 mg/kgBB), mencit jantan dosis 1 (230,09
mg/kgBB), dan mencit jantan dosis 4 (2655,95 mg/kgBB).
Berdasarkan pengamatan di atas terlihat bahwa pemberian infusa biji
alpukat secara akut tidak mempengaruhi organ paru mencit jantan maupun betina.
6. Hati
Hasil pemeriksaan histopatologik pada mencit betina setelah 24 jam berupa
radang di sekitar pembuluh vaskuler pada kelompok kontrol maupun perlakuan ;
degenerasi hidropik pada kontrol, dosis 3 (1175,2 mg/kgBB), dan dosis 4 (2655,95
mg/kgBB) ; radang midzonal pada kelompok dosis 1 (230,09 mg/kgBB) dan dosis
2 (520 mg/kgBB) ; multi fokal nekrosis pada mencit dosis 2 (520 mg/kgBB) dan
dosis 4 (2655,95 mg/kgBB) ; degenerasi melemak pada kelompok dosis 2 (520
mg/kgBB) ; hepatosit megakariotik pada dosis 3 (1175,2 mg/kgBB) dan atropi
sebagian hepatosit pada dosis 2 (520 mg/kgBB).
Perubahan yang terjadi pada mencit jantan setelah 24 jam yaitu radang di
sekitar pembuluh vaskuler pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan
infusa biji alpukat keempat dosis, multi fokal nekrosis pada kelompok kontrol,
focci nekrotik parenkim pada dosis 1 (230,09 mg.kgBB), degenerasi hidropik pada
kelompok kontrol, dan degenerasi melemak pada kelompok kontrol, dosis 2 (520
mg/kgBB) dan dosis 4 (2655,95 mg/kgBB).
Radang di sekitar pembuluh darah vaskuler dan radang midzonal
merupakan radang yang berlangsung secara kronik yang ditandai adanya infiltrasi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
60
limfosit, neutrophil, dan makrofag di sekitar pembuluh darah maupun bagian
midzonal sehingga adanya perubahan ini bukan merupakan perubahan yang
disebabkan karena perlakuan infusa biji alpukat.
Multi fokal nekrosis dan atropi sebagian hepatosit yang dialami mencit
menyertai radang di sekitar pembuluh vaskuler sehingga dapat dipastikan ini
merupakan penyerta dalam perubahan kronik dan bukan karena perlakuan infusa
biji alpukat.
Degenerasi melemak dan degenerasi hidropik yang menyertai radang di
sekitar pembuluh vaskuler bukan merupakan perubahan karena perlakuan infusa
biji alpukat. Degerasi hidropik merupakan perubahan fungsional dan morfologi
dengan peningkatan cairan intrasitoplasmik yang terakumulasi dan mengganggu
integritas sel membrane (Thoolen, Maronpot, Harada, Nyska, Rousseaux, Nolte, et
al., 2010). Gambaran histopatologik mencit betina pada dosis 4 (2655,95
mg/kgBB) hanya mengalami degenerasi hidropik ringan, hal yang serupa juga
terlihat pada gamparan histopatologis kelompok kontrol mencit jantan. Perubahan
degenerasi hidropik ini tidak dapat dikatakan karena pengaruh pemberian infusa
biji alpukat secara akut. Gambaran histopatologis organ hati yang mengalami
degenerasi melemak dapat dilihat pada lampiran 17.
Hasil histolopatologik setelah 14 hari pada mencit jantan maupun betina
hanya ada radang di sekitar pembuluh vaskuler yang memang merupakan kondisi
patologis non perlakuan biji alpukat. Jadi pemberian infusa biji alpukat secara
akut tidak mempengaruhi organ hati mencit jantan dan mencit betina.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
61
Thoolen, dkk, 2010 menyebutkan bahwa hepatosit megakariosit atau
kariositomegali (karyocytomegaly) merupakan respon terhadap strain mencit yang
makin tua tetapi dapat pula merupakan efek xenobiotika. Didukung dengan jurnal
dari Singh, 2007; Nyska et al, 2002 ; Guzman dan Solter, 2002 ; Herman et al, 2002,
tetapi adanya kariositomegali dapat merupakan proses alami yang terjadi pada
siklus sel pada fase sintesis (S) dimana inti sel akan membelah/perbanyakan
sehingga nampak membesar. Hal itu dibuktikan dengan adanya kariositomegali
hanya pada satu hewan uji.
Jadi perubahan di mencit betina dosis 3 bukan merupakan efek akut
pemberian infusa biji alpukat pada organ hati.
7. Ginjal
Pemberian infusa biji alpukat, setelah 24 jam pemejanan pada mencit betina
menunjukkan adanya degenerasi hidropik epitel tubulus, peradangan di sekitar
pembuluh vaskuler dan nekrosis epitel tubulus. Semua perubahan itu terdapat pada
kelompok kontrol dan beberapa pada kelompok dosis 2 (520 mg/kgBB) dan dosis 3
(1175,2 mg/kgBB) sehingga perubahan ini bukan disebabkan karena pemberian infusa
biji alpukat secara akut.
Pada mencit jantan setelah 24 jam didapatkan bahwa ada perubahan secara
histologis, yaitu degenerasi hidropik epitel tubulus pada dosis 230,09 mg.kgBB,
dosis 520 mg/kgBB, dan dosis 1175,2 mg/kgBB ; nefritis interstitialis dan nekrosis
epitel tubulus pada dosis 230,09 mg/kgBB.
Semua perubahan seperti degenerasi hidropik epitel tubulus, radang di
sekitar pembuluh vaskuler, dan nekrosis epitel tubulus merupakan perubahan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
62
patologis secara kronik yang tidak muncul selama 24 jam atau secara akut yang
dapat disebabkan karena berbagai agen yang menyebabkan hipoksia, gangguan
produksi ATP, gangguan mitokondria, radikal bebas, maupun peroksidasi
(Frazier, Seely, Hard, Betton, Burnet, Nakatsuji, 2012) dan perubahan itu juga
terdapat pada kelompok kontrol. Gambaran histopatologis organ ginjal mencit
betina kelompok kontrol yang mengalami radang, nekrosis, dan degenerasi hidropik
dapat dilihat pada lampiran 17.
Nekrosis epitel tubulus dapat sebagai nekrosis secara akut sebagai efek
langsung dari metabolit atau xenobiotika dalam tubulus maupun secara tidak
langsung melalui iskemia. Hasil histologik menunjukkan bahwa adanya nekrosis
epitel tubulus timbul bersama dengan nefritis interstitialis sehingga tidak dapat
dikategorikan sebagai perubahan karena perlakuan infusa biji alpukat (Frazier,
Seely, Hard, Betton, Burnet, Nakatsuji, et al., 2012).
Hasil histopatologi setelah pemejanan 14 hari, didapatkan bahwa ada satu
mencit jantan pada dosis 4 (2655,95) yang mengalami nefritis interstitialis.
Nefritis
interstitialis ditandai adanya infiltrasi linfosit di jaringan interstitial
(sekitar tubulus) sehingga nampak bahwa perubahan ini merupakan perubahan
karena kondisi kronis dan bukan karena perlakuan infusa biji alpukat.
G. Rangkuman Pembahasan
Pada penelitan, didapatkan bahwa nilai LD50 hewan uji yaitu LD50 semu karena
sampai dosis tertinggi yang dapat diterima mencit jantan maupun betina tidak
menimbulkan kematian. LD50 semu infusa biji alpukat sebesar >2655,95 mg/kgBB.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
63
Berdasarkan gejala-gejala yang dialami mencit jantan dan betina setelah 24 jam
maupun 14 hari menunjukkan bahwa ada peningkatan aktivitas atau beringas, dan
penjilatan yang meningkat pada dosis 2 (520 mg/kgBB), dosis 3 (1175,2 mg/kgBB), dan
dosis 4 (2655,95 mg/kgBB). Pada dosis 1 (230,09 mg/kgBB) hanya mengalami
penjilatan yang meningkat. Adanya perubahan gejala klinis tersebut dimungkinkan
karena kandungan-kandungan yang dimiliki biji alpukat yang mungkin menimbulkan
efek pada sistem saraf seperti alkaloid dan pengaruhnya terhadap penjilatan seperti tanin
dan flavonoid.
Pada hasil histopatologik menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh pemberian
infusa biji alpukat secara akut terhadap pemeriksaan histopatologik pada organ lambung,
jantung, usus, limpa, paru-paru, hati, dan ginjal mencit jantan maupun betina. Adanya
perubahan yang terbaca pada hasil histologik merupakan perubahan karena kondisi
patologis mencit pra perlakuan yang buruk. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
perubahan organ hewan yang mengganggu hasil pemeriksaan histopatologik
karena perlakuan dapat berupa faktor intrinsik hewan uji (spesies, strain, jenis
kelamin, dan umur), spontaneous disease, fenomena fisiolofis, dan variasi
histologis. Faktor yang dipengaruhi oleh lingkungan dapat berupa nutrisi, suhu,
bunyi, dan illumination (cahaya) (Haschek, Rousseaux, dan Wallig, 2002).
Pada tahapan uji reversibilitas pun tidak menunjukkan adanya perubahan.
Proses perbaikan setelah inflamasi atau perubahan akut dapat terjadi setelah 9-12
hari. (Janssen dan Henson, 2012). Pada penelitian uji reversibilitas maupun
irreversibilitas
tidak
dapat
ditentukan
karena
pada
hasil
pemeriksaan
histopatologik 24 jam perlakuan maupun hasil pemeriksaan histopatologis uji
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
64
reversibilitas pada kelompok kontrol maupun perlakuan tidak ada perubahan yang
dialami oleh mencit jantan maupun betina.
Hasil yang didapatkan masih merupakan dugaan atau kemungkinan
kecenderungan tetapi tidak dapat memastikan secara pasti wujud dan sifat karena
hewan yang digunakan pada waktu uji toksisitas 24 jam dan uji reversibilitas 14
hari merupakan hewan uji yang berbeda.
Hasil yang didapatkan merupakan hasil dari penelitian secara akut yang
merupakan uji toksisitas tak khas awal. Perlu adanya uji toksisitas yang lebih
panjang untuk mengetahui efek infusa biji alpukat lanjutan. Uji toksisitas sub akut
(28 hari) infusa biji alpukat pada organ hati, ginjal, pankreas, dan organ reproduksi
sudah dilakukan secara paralel oleh peneliti lain tetapi perlu pula dilakukan uji
toksisitas subkronis (90 hari) untuk memastikan toksisitas infusa biji alpukat.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. LD50 semu infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) adalah >2655,95
mg/kgBB dan memiliki makna toksikologi kategori sedikit toksik (0,5-5
g/kg).
2. Gejala klinis karena pemberian infusa biji alpukat yang teramati pada mencit
jantan dan betina, yaitu aktifitas meningkat/beringas, dan penjilatan yang
meningkat.
3. Wujud sifat efek toksik yang teramati dari hasil histopatologik tidak dapat
ditentukan karena tidak ada perubahan pada mencit jantan maupun mencit
betina kelompok perlakuan infusa biji alpukat setelah 24 jam maupun setelah
uji reversibilitas 14 hari.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji toksitas sub kronis (90 hari).
65
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
66
DAFTAR PUSTAKA
Alhassan, A.J., Sule,M.S., Atiku, M.K., Wudil, A.M., Abubakar, H., Mohammed,
S.A., 2012, Effects of Aqueous Avocado Pear (Persea americana) Seed
Extract on Alloxan Induced Diabetes Rats, Greener Journal of Medical
Sciences, 2 (1), 005-011.
Anaka, O.N., Ozolua, R.I., dan Okpo, S.O., 2009, Effect of The Aqueous Seed
Extract of Persea americana Mill. (Lauraceae) on The Blood Pressure of
Sprague-dawley Rats, Afr. J. Pharm. Pharmacol., 3(10), 485-490.
Anggraeni, A.D., 2006, Pengaruh Pemberian Infusa Biji Alpukat (Persea americana
Mill.) terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar yang Diberi Beban
Glukosa, Skripsi, Universitas Diponegoro Semarang.
Arukwe, U., Amadi, B., Duru, M., Agomuo, E., Adindu, E., Odika, P., et al., 2012,
Chemical Composition of Persea americana Leaf, Fruit, and Seed, IJRRAS,
11 (2), 345.
Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2014, Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik
Secara In Vivo, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,
Jakarta, pp. 16-27.
Badan POM RI, 2010, Pembuatan Sediaan Herbal, Direktorat Obat Asli Indonesia,
Jakarta.
Bass, P., Carr, N., dan du Boulay, C., 2004, Pathology : A Core Text of Basic
Pathological Processes with Self-Assessment, edisi 2, Churchill Livingstone,
New York.
Cesta, M.F., 2006, Normal Structure, Function, and Histology of the Spleen,
Toxicol Pathol, 34 (5), 455-465.
Chandrasoma, P., dan Taylor, C.R., 1995, Concise Pathology, edisi 2, Prentice Hall
International Incorporation, New Jersey.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Farmakope Herbal Indonesia,
edisi 1, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Derelanko, M.J., dan Hollinger, M.A.,2002, Handbook of Toxicology, edisi 2, CRC
Press LLC, USA.
Dipasquale, L.C., dan Hayes, A.W., 2001, Principles and Methods of Toxicology,
edisi 4, Taylor&Francis, Philadelphia, pp. 853-869.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
67
Donatus, I.A., 2001, Toksikologi Dasar, Laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ezejiofor, A.N., Okorie, A., Orisakwe, O.E., 2013, Hypoglycaemic and TissueProtective Effects of the Aqueous Extract of Persea Americana Seeds on
Alloxan-Induced Albino Rats, Malays J Med Sci., 20(5), 31-39.
Frazier, K.S., Seely, J.C., Hard, G.C., Betton, G., Burnett, R., Nakatsuji, S., et al.,
2012, Proliferative and Nonproliferative Lesions of the Rat and Mouse
Urinary System, Toxicol Pathol, 40, 14S-86S.
Glaister, J.R., 1986, Principle of Toxicological Pathology, Taylor&Francis,
London.
Haschek, W.M., Rousseaux, C.G., dan Wallig, M.A., 2002, Handbook of
Toxicologic Pathology, edisi 2, Academic Press., USA, pp.233-249.
Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons, S., dan Williamson, E.M., 2010, Fundamentals
of Pharmacognosy and Phyotherapy, diterjemahkan Winny R. Syarif, et al.,
EGC, Jakarta, pp. 65-144.
Idris, S., Ndukwe, G.I., dan Gimba, C.E., 2009, Preliminary Phytochemical
Screening and Antimicrobial Activity of Seed Extracts of Persea americana
(Avocado Pear), Bajopas, 2 (1), 173-176.
Imafidon, K.E., dan Amaechina, F.C., 2010, Effects of Aqueous Seed Extract of
Persea americana Mill. (Avocado) on Blood Pressure and Lipid Profile in
Hypertensive Rats, Advan. Biol. Res., 4(2), 116-121.
Janssen, W.J., dan Henson, P.M., 2012, Cellular Regulation of the Inflammatory
Response, Toxicol Pathol, 40, 166-173.
Jiménez-Arellanes, A., Luna-Herrera, J., Ruiz-Nicolás, R., Cornejo-Garrido, J.,
Tapia, A., dan Yépez-Mulia, L., 2013, Antiprotozoal and Antimycobacterial
Activities of Persea americana Seeds, BMC Complementary and Alternative
Medicine, 13 (109), 1-5.
Klaassen, C.D., 2001, Casarett and Doull’s Toxicology : The Basic Science of
Poisons, edisi 6, Mc Graw-Hill, Boston, pp. 597-652.
Klaassen, C.D., dan Watkins III, J.B., 2010, Casarett & Doull’s Essential of
Toxicology, edisi 2, Mc Graw-Hill, Boston, pp.15-16.
Kumar, V., Abbas, A.K., dan Aster, J.C., 2013, Robbins basic pathology, edisi 9,
Elsevier Saunders, Philadelphia.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
68
Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S.L., 2007, Robbins : Buku Ajar Patologi, edisi
7, diterjemahkan oleh Prasetyo dkk., EGC, Jakarta.
Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, diterjemahkan Imono Argo Donatus, edisi
III, IKIP Semarang Press.,Semarang, pp. 3-16.
Loomis, T.A. dan Hayes, A.W., 1996, Loomis’s essentials of Toxicology, edisi 4,
Academic Press, USA, pp.1-4.
Lu, F.C., 1995, Basic Toxicology : fundamentals, target, organs, and risk
assessment, Edisi II, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Marlinda, M., Sangi, M.S., Wuntu, A.D., 2012, Analisis Senyawa Metabolit
Sekunder dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea
americana Mill.), Jurnal MIPA UNSRAT, 1(1), 24-28.
Mason, D.T., dan Foerster, J.M., 1981, Cardiac Glycosides, Springer-Verlag,
Berlin, pp.275,276.
Mescher, A.L., 2010, Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas, edisi 12,
diterjemahkan oleh Frans Dani, EGC, Jakarta, pp. 221-339.
Milugo, T.K., Omosa, L.K., Ochanda, J.O., Owuor, B.O., Wamunyokoli, F.A.,
Oyugi, J.O., et al., 2013, Antagonistic effect of alkaloids and saponins on
bioactivity in the quinine tree (Rauvolfia caffra Sond.): further evidence to
support biotechnology in traditional medicinal plants, BMC Complement
Altern.Med., 13, 285.
Nwaoguikpe, R.N., dan Braide, W., 2011, The Effect of Aqueous Seed Extract of
Persea americana (Avocado pear) on Serum Lipid and Cholesterol Levels in
Rabbits, Int. J. Pharm. Pharmacol., 1(2) , 023-029.
Orwa, C., Mutua, A., Kindt, R., Jamnadass, R., dan Anthony, S., 2009,
Agroforestree Database: a tree reference and selection guide version 4.0,
World Agroforestry Centre, Kenya.
Ozolua, R.I., Anaka, O.N., Okpo, S.O., Idogun, S.E., 2009, Acute and Subacute
Toxicological Assessment of The Aqueous Seed Extract of Persea americana
Mill. (Lauraceae) in Rats.Afr.J Tradit Complement Altern Med., 6(4), 573578.
Padilla-Camberos, E., Martinez-Velázquez, M., Flores-Fernández, J.M., dan
Villanueva-Rodriguez, S., 2013, Acute Toxicity and Genotoxic Activity of
Avocado Seed Extract (Persea americana Mill., c.v. Hass), The Scientific
World Journal, 2013, 1-4.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
69
Plantamor,
2012,
Persea
americana,
http://www.plantamor.com/index.php?plant=970, diakses pada 30 April
2014.
Runnells, R.A., Monlux, W.S., dan Monlux, A.W., 1965, Principle of Veterinary
Pathology, edisi 7, The IOWA State University Press, USA, pp.
Sasadara, M.M.V., 2013, Efek Hepatoprotektif Jangka Pendek Ekstrak Metanol Biji
Persea americana Mill. terhadap Tikus Terinduksi Karbontetraklorida,
Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Sherwood, L., 2011, Human Physiology : From Cells to Systems, edisi 6, EGC,
Jakarta.
Suttie, A.W., 2006, Histopathology of the spleen, Toxicologic Pathology, 34(5),
466-503.
Thoolen, B., Maronpot, R.R., Harada, T., Nyska, A., Rousseaux, C., Nolte, T., et
al., 2010, Proliferative and Nonproliverative Lesions of the Rat and Mouse
Hepatobiliary System, Toxicol Pathol, 38, 5S-81S.
Turton, J., dan Hooson, J., 2005, Target Organ Pathology : A Basic Text,
Taylor&Francis Ltd., Philadelphia.
Van Dijk, Gruys, dan Mouewen, 2007, Color Atlas of Veterinary Pathology, edisi
2, Saunders Elsevier, Philadelphia.
Wibowo, D.S., dan Paryana, W., 2009, Anatomi Tubuh Manusia, Graha Ilmu,
Jakarta, pp.419-425.
Yasir, M., Das, M., Kharya, M.D., 2010, The phytochemical and pharmacological
profile of Persea americana Mill, Pharmacogn. Rev., 4(7), 77-84.
Yoseph, G.K., 2013, Efek Nefroprotektif Jangka Panjang Infusa Biji Persea
americana Mill. terhadap Kadar Kreatinin dan Gambaran Histologis Ginjal
Tikus Terinduksi Karbontetraklorida, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
70
LAMPIRAN
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Lampiran 1. Foto Biji Alpukat
Lampiran 2. Foto Serbuk Biji Alpukat
Lampiran 3. Foto Infusa Biji Alpukat
71
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Lampiran 4. Foto Pembuatan Infusa Biji Alpukat
Lampiran 5. Foto Pembedahan Hewan Uji
72
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
73
Lampiran 6. Surat Pengesahan Determinasi Biji Alpukat (Persea americana
Mill.)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Lampiran 7. Surat Ethics Committee Approval
74
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Lampiran 8. Data berat badan mencit jantan
Jenis
kelamin
dosis
1
230,09
mg/kgBB
2
520
mg/kgBB
JANTAN
3
1175,2
mg/kgBB
4
2655,95
mg/kgBB
Kontrol
aquadest
Berat badan
hari 0
Berat badan
hari 7
Berat badan
hari 14
25,4
25,4
24,3
24,6
24,2
26,3
25,7
22,8
25
25,5
25,1
25,2
24,6
22,8
24
24,7
25,5
22,7
21,1
22,4
24,2
26,5
24,6
20,2
21
26,1
26,9
24,9
29
29,3
27,8
nekropsi
nekropsi
31,4
30,1
24,1
nekropsi
31,4
30,3
26,7
nekropsi
28,6
30,4
28,1
nekropsi
29,2
31,6
29,1
nekropsi
26,9
26,8
26,1
nekropsi
26,1
28,3
28,4
nekropsi
27,5
32,3
24,9
nekropsi
30,5
32,6
28,3
nekropsi
75
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Lampiran 9. Data berat badan mencit betina
Jenis
kelamin
dosis
1
230,09
mg/kgBB
2
520
mg/kgBB
BETINA
3
1175,2
mg/kgBB
4
2655,95
mg/kgBB
Kontrol
aquadest
Berat badan
hari 0
Berat badan
hari 7
24,2
26
22,7
23,7
26,1
23,6
23,1
24,1
22,8
24,7
25,7
24,6
26,9
25,7
25,4
25,1
25,5
26,4
25,4
25,2
25,7
26,6
23,8
24,1
24,9
27,7
29,1
nekropsi
Berat badan
hari 14
30,9
31,4
nekropsi
26,7
26,3
nekropsi
29,2
27,3
nekropsi
28,6
27,3
nekropsi
29,2
29
nekropsi
27,5
28,1
nekropsi
27,7
28,9
nekropsi
27,4
29,4
nekropsi
29,1
31,7
nekropsi
76
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Lampiran 10. Hasil pemeriksaan histolopatologik setelah 24 jam
Kode
Ginjal
Usus
Limpa
Lambung
Jantung
Paru
Hati
B1/1
TAP
TAP
NPP
TAP
TAP
PI
RPV
B1/2
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
HEB
RPV,RMZ
B1/3
TAP
TAP
NPP
TAP
TAP
TAP
RPV
B2/1
DHET
TAP
NPP
TAP
TAP
PI
RPV,DM+
B2/2
DHET,RPV
TAP
NPP
TAP
TAP
PI
RPV,MFN
B2/3
TAP
TAP
NPP
TAP
TAP
TAP
RPV,RMZ,ASH
B3/1
TAP
TAP
NPP
TAP
TAP
HMRG
RPV
B3/2
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
Hepatosit megakariosis
B3/3
DHET
TAP
NPP
TAP
TAP
HEB
RPV,DH++
B4/1
TAP
TAP
NPP
TAP
TAP
PB
DH+
B4/2
TAP
TAP
NPP
TAP
TAP
PI
TAP
B4/3
TAP
TAP
NPP
TAP
TAP
TAP
MFN,RPV,DH+
BK/1
TAP
TAP
-
TAP
TAP
PI
RPV
BK/2
DHET,NET,RPV
TAP
NPP
TAP
TAP
PB
RPV
BK/3
TAP
AV
TAP
TAP
TAP
PI
RPV,DH+
J1/1
NET,NI
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
RPV,FNP
J1/3
DHET
TAP
NPP
TAP
TAP
PI
TAP
J2/2
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
BP
RPV,DM+
J2/3
DHET
TAP
NPP
TAP
TAP
PI
RPV
J3/1
DHET
TAP
NPP
TAP
TAP
PI,OEDEMA
RPV
J3/2
TAP
TAP
NPP
TAP
TAP
PI
RPV
J4/2
TAP
TAP
NPP
TAP
TAP
PI
TAP
J4/4
TAP
AV
NPP
TAP
TAP
PI
RPV,DM++
JK/1
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
MFN,DH+
JK/2
TAP
TAP
NPP
TAP
TAP
PI
RPV,DM+
Jumlah hewan yang dilakukan pembedahan setelah 24 jam yaitu 2 jantan dan 3
betina
77
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Lampiran 11. Hasil pemeriksaan histopatologik setelah 14 hari
Kode
Ginjal
Usus
Limpa
Lambung
Jantung
Paru
Hati
B1/1
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
RPV
B1/2
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
B2/2
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
B2/3
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
B3/1
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
TAP
B3/2
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
RPV
B4/1
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
TAP
B4/3
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
BP
TAP
BK/1
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
TAP
BK/2
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
RPV
J1/1
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
BP
RPV
J1/2
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
RPV
J1/4
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
J2/1
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
TAP
J2/3
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
RPV
J2/4
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
J3/2
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
TAP
J3/4
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
RPV
J3/5
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
TAP
J4/1
NI
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
TAP
J4/2
TAP
CC
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
J4/3
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
BP
TAP
JK/1
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
TAP
JK/2
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
PI
RPV
JK/3
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
Jumlah hewan yang dilakukan pembedahan setelah 14 hari yaitu 3 jantan dan 2
betina
78
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
79
Keterangan histopatologik:
TAP
NPP
: Tidak ada perubahan
: Tidak terdapat organ yang dimaksud
: Nekrosis pulpa putih, ditandai adanya kematian sel-sel limfosit
pada pulpa putih dan peningkatan sehingga tampak jarang
RPV
: Radang di sekitar pembuluh vaskuler, ditandai adanya infiltrasi
limfosit, neutrofil dan makrofag di sekitar pembuluh darah
DM
: Degenerasi melemak,ditandai adanya vakuola-vakuola berbatas
jelas berbagai ukuran dalam sitoplasma dan tampak beberapa inti
terdesak ke tepi
NET
: Nekrosis epithel tubulus, ditandai adanya inti sel yang mengalami
kariopiknotik (inti tampak mengecil, padat tercat lebih basofil)
NI
: Nefritis interstitialis, ditandai adanya infiltrasi limfosit di jaringan
interstitialis (sekitar tubulus)
PI
: Pneumonia interstitialis, ditandai adanya infiltrasi limfosit,
makrofag alveolar di jaringan interstitial alveoli
BP
: Bronkopneumonia, ditandai adanya infiltrasi limfosit dan neutrofil
di dinding bronkus dan lumen bronkus. Erosi silia epitel bronkus
HEB
: Hiperplasi (bertambah banyak) epitel bronkiolus
DHET : Degerasi hidropik epitel tubulus
AV
: Atrofi villi, jarak antar villi menjadi lebih lebar
PB
: Peri bronkiolitis, radang di tepi atau sekitar bronkus
HMRG : Hemoragi
MFN
: Multi fokal nekrosis, kematian hepatosit di beberapa titik atau
daerah
DH
: Degerasi hidropik
FNP
: Foci nekrotik parenkim, kematian pada 1 titik di parenkim atau
bagian tengah hepar
RMZ
: Radang midzonal, radang diantara periportal dan centrolobuler
ASH
: Atropi sebagian hepatosit
CC
: Cacing
RADG : Radang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
80
Lampiran 12. Hasil konversi LD50 mencit ke manusia
Nilai LD50 yang diperoleh peneliti ada pada hewan uji mencit dan untuk mengetahui
nilai LD50 pada manusia dapat mengkonversikan hasil LD50 pada mencit ke
manusia dengan faktor pengali 387,9 (Laurence dan Bacarach, 1964).
Dosis untuk mencit 20 g = 2655,950 mg/kgBB
= 53,119 mg/20g mencit
Dosis untuk manusia 70 kg = 53,119 mg/20g x 387,9
= 20604,860 mg/70kg manusia = 20,605 g/70kg
= 294,355 mg/kgBB
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
81
Lampiran 13. Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan setelah
pemberian infusa biji alpukat pengamatan 6 jam
Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan dosis 230,09 mg/kgBB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gejala klinik
Tremor
Konvulsi
Paralisis
Keterpaksaan gerak
Tidur
Beringas/makin aktif
Pasif
Perubahan sikap/aneh (lompat dan
berputar-putar berlebihan, menggeliat)
Vokalisasi luar biasa
Penjilatan meningkat
Penjilatan menurun
Pencakaran meningkat
Pencakaran menurun
Gelisah
Salivasi
Lakrimasi
Bradipnea/menurun
Trakipnea/meningkat
Susah bernafas
Vasodilatasi/makin merah di ekor,
telapak kaki
Perubahan kulit dan bulu
Diare
Sembelit
Jam ke 4
1
2
3
5
6
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
82
Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan dosis 520,00 mg/kgBB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gejala klinik
Tremor
Konvulsi
Paralisis
Keterpaksaan gerak
Tidur
Beringas/makin aktif
Pasif
Perubahan sikap/aneh (lompat dan
berputar-putar berlebihan, menggeliat)
Vokalisasi luar biasa
Penjilatan meningkat
Penjilatan menurun
Pencakaran meningkat
Pencakaran menurun
Gelisah
Salivasi
Lakrimasi
Bradipnea/menurun
Trakipnea/meningkat
Susah bernafas
Vasodilatasi/makin merah di ekor,
telapak kaki
Perubahan kulit dan bulu
Diare
Sembelit
Jam ke 4
1
2
3
5
6
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
83
Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan dosis 1175,20 mg/kgBB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gejala klinik
Tremor
Konvulsi
Paralisis
Keterpaksaan gerak
Tidur
Beringas/makin aktif
Pasif
Perubahan sikap/aneh (lompat dan
berputar-putar berlebihan, menggeliat)
Vokalisasi luar biasa
Penjilatan meningkat
Penjilatan menurun
Pencakaran meningkat
Pencakaran menurun
Gelisah
Salivasi
Lakrimasi
Bradipnea/menurun
Trakipnea/meningkat
Susah bernafas
Vasodilatasi/makin merah di ekor,
telapak kaki
Perubahan kulit dan bulu
Diare
Sembelit
Jam ke 4
1
2
3
5
6
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
84
Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan dosis 2655,95 mg/kgBB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gejala klinik
Tremor
Konvulsi
Paralisis
Keterpaksaan gerak
Tidur
Beringas/makin aktif
Pasif
Perubahan sikap/aneh (lompat dan
berputar-putar berlebihan, menggeliat)
Vokalisasi luar biasa
Penjilatan meningkat
Penjilatan menurun
Pencakaran meningkat
Pencakaran menurun
Gelisah
Salivasi
Lakrimasi
Bradipnea/menurun
Trakipnea/meningkat
Susah bernafas
Vasodilatasi/makin merah di ekor,
telapak kaki
Perubahan kulit dan bulu
Diare
Sembelit
Jam ke 4
1
2
3
5
6
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
85
Lampiran 14. Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina setelah
pemberian infusa biji alpukat pengamatan 6 jam
Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina dosis 230,09 mg/kgBB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gejala klinik
Tremor
Konvulsi
Paralisis
Keterpaksaan gerak
Tidur
Beringas/makin aktif
Pasif
Perubahan sikap/aneh (lompat dan
berputar-putar berlebihan, menggeliat)
Vokalisasi luar biasa
Penjilatan meningkat
Penjilatan menurun
Pencakaran meningkat
Pencakaran menurun
Gelisah
Salivasi
Lakrimasi
Bradipnea/menurun
Trakipnea/meningkat
Susah bernafas
Vasodilatasi/makin merah di ekor,
telapak kaki
Perubahan kulit dan bulu
Diare
Sembelit
Jam ke 4
1
2
3
5
6
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
86
Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina dosis 520,00 mg/kgBB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gejala klinik
Tremor
Konvulsi
Paralisis
Keterpaksaan gerak
Tidur
Beringas/makin aktif
Pasif
Perubahan sikap/aneh (lompat dan
berputar-putar berlebihan, menggeliat)
Vokalisasi luar biasa
Penjilatan meningkat
Penjilatan menurun
Pencakaran meningkat
Pencakaran menurun
Gelisah
Salivasi
Lakrimasi
Bradipnea/menurun
Trakipnea/meningkat
Susah bernafas
Vasodilatasi/makin merah di ekor,
telapak kaki
Perubahan kulit dan bulu
Diare
Sembelit
Jam ke 4
1
2
3
5
6
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
87
Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina dosis 1175,20 mg/kgBB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gejala klinik
Tremor
Konvulsi
Paralisis
Keterpaksaan gerak
Tidur
Beringas/makin aktif
Pasif
Perubahan sikap/aneh (lompat dan
berputar-putar berlebihan, menggeliat)
Vokalisasi luar biasa
Penjilatan meningkat
Penjilatan menurun
Pencakaran meningkat
Pencakaran menurun
Gelisah
Salivasi
Lakrimasi
Bradipnea/menurun
Trakipnea/meningkat
Susah bernafas
Vasodilatasi/makin merah di ekor,
telapak kaki
Perubahan kulit dan bulu
Diare
Sembelit
Jam ke 4
1
2
3
5
6
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
88
Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina dosis 2655,95 mg/kgBB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gejala klinik
Tremor
Konvulsi
Paralisis
Keterpaksaan gerak
Tidur
Beringas/makin aktif
Pasif
Perubahan sikap/aneh (lompat dan
berputar-putar berlebihan, menggeliat)
Vokalisasi luar biasa
Penjilatan meningkat
Penjilatan menurun
Pencakaran meningkat
Pencakaran menurun
Gelisah
Salivasi
Lakrimasi
Bradipnea/menurun
Trakipnea/meningkat
Susah bernafas
Vasodilatasi/makin merah di ekor,
telapak kaki
Perubahan kulit dan bulu
Diare
Sembelit
Jam ke 4
1
2
3
5
6
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Lampiran 15. Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan setelah
pemberian infusa biji alpukat pengamatan 14 hari
Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan dosis 230,09 mg/kgBB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gejala klinik
Tremor
Konvulsi
Paralisis
Keterpaksaan gerak
Tidur
Beringas/makin aktif
Pasif
Perubahan sikap/aneh
(lompat dan berputarputar berlebihan,
menggeliat)
Vokalisasi luar biasa
Penjilatan meningkat
Penjilatan menurun
Pencakaran meningkat
Pencakaran menurun
Gelisah
Salivasi
Lakrimasi
Bradipnea/menurun
Trakipnea/meningkat
Susah bernafas
Vasodilatasi/makin
merah di ekor, telapak
kaki
Perubahan kulit dan bulu
Diare
Sembelit
Hari ke 8 9 10
- - - - - - - - - - - - - - - - -
2
-
3
-
4
-
5
-
6
-
7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11
-
12
-
13
-
14
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
89
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan dosis 520,00 mg/kgBB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gejala klinik
Tremor
Konvulsi
Paralisis
Keterpaksaan gerak
Tidur
Beringas/makin aktif
Pasif
Perubahan sikap/aneh
(lompat dan berputarputar berlebihan,
menggeliat)
Vokalisasi luar biasa
Penjilatan meningkat
Penjilatan menurun
Pencakaran meningkat
Pencakaran menurun
Gelisah
Salivasi
Lakrimasi
Bradipnea/menurun
Trakipnea/meningkat
Susah bernafas
Vasodilatasi/makin
merah di ekor, telapak
kaki
Perubahan kulit dan bulu
Diare
Sembelit
Hari ke 8 9 10
- - - - - - - - - - - - - - - - -
2
-
3
-
4
-
5
-
6
-
7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11
-
12
-
13
-
14
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
90
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan dosis 1175,20 mg/kgBB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gejala klinik
Tremor
Konvulsi
Paralisis
Keterpaksaan gerak
Tidur
Beringas/makin aktif
Pasif
Perubahan sikap/aneh
(lompat dan berputarputar berlebihan,
menggeliat)
Vokalisasi luar biasa
Penjilatan meningkat
Penjilatan menurun
Pencakaran meningkat
Pencakaran menurun
Gelisah
Salivasi
Lakrimasi
Bradipnea/menurun
Trakipnea/meningkat
Susah bernafas
Vasodilatasi/makin
merah di ekor, telapak
kaki
Perubahan kulit dan bulu
Diare
Sembelit
Hari ke 8 9 10
- - - - - - - - - - - - - - - - -
2
-
3
-
4
-
5
-
6
-
7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11
-
12
-
13
-
14
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
91
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan dosis 2655,95 mg/kgBB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gejala klinik
Tremor
Konvulsi
Paralisis
Keterpaksaan gerak
Tidur
Beringas/makin aktif
Pasif
Perubahan sikap/aneh
(lompat dan berputarputar berlebihan,
menggeliat)
Vokalisasi luar biasa
Penjilatan meningkat
Penjilatan menurun
Pencakaran meningkat
Pencakaran menurun
Gelisah
Salivasi
Lakrimasi
Bradipnea/menurun
Trakipnea/meningkat
Susah bernafas
Vasodilatasi/makin
merah di ekor, telapak
kaki
Perubahan kulit dan bulu
Diare
Sembelit
Hari ke 8 9 10
- - - - - - - - - - - - - - - - -
2
-
3
-
4
-
5
-
6
-
7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11
-
12
-
13
-
14
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
92
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Lampiran 16. Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina setelah
pemberian infusa biji alpukat pengamatan 14 hari
Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina dosis 230,09 mg/kgBB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gejala klinik
Tremor
Konvulsi
Paralisis
Keterpaksaan gerak
Tidur
Beringas/makin aktif
Pasif
Perubahan sikap/aneh
(lompat dan berputarputar berlebihan,
menggeliat)
Vokalisasi luar biasa
Penjilatan meningkat
Penjilatan menurun
Pencakaran meningkat
Pencakaran menurun
Gelisah
Salivasi
Lakrimasi
Bradipnea/menurun
Trakipnea/meningkat
Susah bernafas
Vasodilatasi/makin
merah di ekor, telapak
kaki
Perubahan kulit dan bulu
Diare
Sembelit
Hari ke 8 9 10
- - - - - - - - - - - - - - - - -
2
-
3
-
4
-
5
-
6
-
7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11
-
12
-
13
-
14
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
93
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina dosis 520,00 mg/kgBB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gejala klinik
Tremor
Konvulsi
Paralisis
Keterpaksaan gerak
Tidur
Beringas/makin aktif
Pasif
Perubahan sikap/aneh
(lompat dan berputarputar berlebihan,
menggeliat)
Vokalisasi luar biasa
Penjilatan meningkat
Penjilatan menurun
Pencakaran meningkat
Pencakaran menurun
Gelisah
Salivasi
Lakrimasi
Bradipnea/menurun
Trakipnea/meningkat
Susah bernafas
Vasodilatasi/makin
merah di ekor, telapak
kaki
Perubahan kulit dan bulu
Diare
Sembelit
Hari ke 8 9 10
- - - - - - - - - - - - - - - - -
2
-
3
-
4
-
5
-
6
-
7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11
-
12
-
13
-
14
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
94
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina dosis 1175,20 mg/kgBB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gejala klinik
Tremor
Konvulsi
Paralisis
Keterpaksaan gerak
Tidur
Beringas/makin aktif
Pasif
Perubahan sikap/aneh
(lompat dan berputarputar berlebihan,
menggeliat)
Vokalisasi luar biasa
Penjilatan meningkat
Penjilatan menurun
Pencakaran meningkat
Pencakaran menurun
Gelisah
Salivasi
Lakrimasi
Bradipnea/menurun
Trakipnea/meningkat
Susah bernafas
Vasodilatasi/makin
merah di ekor, telapak
kaki
Perubahan kulit dan bulu
Diare
Sembelit
Hari ke 8 9 10
- - - - - - - - - - - - - - - - -
2
-
3
-
4
-
5
-
6
-
7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11
-
12
-
13
-
14
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
95
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina dosis 2655,95 mg/kgBB
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gejala klinik
Tremor
Konvulsi
Paralisis
Keterpaksaan gerak
Tidur
Beringas/makin aktif
Pasif
Perubahan sikap/aneh
(lompat dan berputarputar berlebihan,
menggeliat)
Vokalisasi luar biasa
Penjilatan meningkat
Penjilatan menurun
Pencakaran meningkat
Pencakaran menurun
Gelisah
Salivasi
Lakrimasi
Bradipnea/menurun
Trakipnea/meningkat
Susah bernafas
Vasodilatasi/makin
merah di ekor, telapak
kaki
Perubahan kulit dan bulu
Diare
Sembelit
Hari ke 8 9 10
- - - - - - - - - - - - - - - - -
2
-
3
-
4
-
5
-
6
-
7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11
-
12
-
13
-
14
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
96
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
97
Lampiran 17. Contoh gambaran histopatologis hewan uji
AV
Gambaran histopatologis organ usus mencit jantan dosis 2655,95
mg/kgBB setelah 24 jam pemberian infusa biji alpukat. Atrovi pada
vili (AV) ditandai dengan jarak antar villi menjadi lebar (200x. H&E).
N
Gambaran histopatologis organ limpa mencit betina dosis 2655,95
mg/kgBB setelah 24 jam pemberian infusa biji alpukat. Nekrosis (N)
pada pulpa putih ditandai kematian sel limfosit sehingga warna nampak
tidak ungu kompak (200x. H&E).
DM
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
98
Gambaran histopatologis organ hati mencit betina dosis 520
mg/kgBB setelah 24 jam pemberian infusa biji alpukat. Degenerasi
melemak (DM) ditandai dengan vakuola berbatas jelas dalam sitoplasma
(400x. H&E).
H
V
T
RPV
a
b
N
T
c
Gambaran histopatologis organ ginjal mencit betina kontrol setelah 24
jam. A. Radang yang nampak hitam ditandai infiltrasi limfosit, neutrophil,
dan makrofag (RPV) di sekitar pembuluh vaskuler (V) B. Degenerasi
hidropik (H) pada epitel tubulus yang nampak putih dibandingkan kondisi
epitel tubulus normal (T) C. Nekrosis (N) pada epitel tubulus yang ditandai
dengan inti sel yang kariopiknotik dibanding epitel tubulus normal (T)
(400x. H&E).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
99
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi yang berjudul “Uji Toksisitas Akut
Infusa Biji Alpukat Persea americana Mill. Pada
Mencit Galur Swiss” mempunyai nama lengkap Betzylia
Wahyuningsih, merupakan anak pertama dari dua
bersaudara pasangan Wasidi dan Minarti. Penulis
dilahirkan di Gunungkidul, Yogyakarta pada 15 Mei
1993. Pendidikan formal yang telah ditempuh yaitu,
pendidikan prasekolah dasar di TK PKK Wiladeg (19971999), Pendidikan dasar di SD Wiladeg (1999-2005),
Pendidikan menengah di SMP Negeri 1 Wonosari (20052008), Pendidikan lanjutan di SMA Negeri 1 Wonosari
(2008-2011). Penulis menempuh pendidikan sarjana di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2011. Selama
menjalani masa perkuliahan penulis juga aktif sebagai asisten dosen dan dalam
berbagai organisasi seperti menjadi Koordinator Divisi Penelitian dan
Pengembangan (2012/2013), Koordinator Divisi Pengabdian Masyarakat
(2013/2014), dan Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi periode
2014/2015. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan keorganisasian
nasional ISMAFARSI (Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia) dan
keorganisasian Internasional IPSF (International Pharmaceutical Student
Federation). Penulis pernah mewakili Universitas Sanata Dharma sebagai delegasi
resmi (official delegation) dan delegasi lomba di tingkat internasional yaitu Asia
Pacific Pharmaceutical Symposium di Jepang (2013) dan World Congress di
Portugal (2014).
Download