PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI UJI TOKSISITAS AKUT INFUSA BIJI ALPUKAT Persea americana Mill. PADA MENCIT GALUR SWISS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh : Betzylia Wahyuningsih NIM : 118114109 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI UJI TOKSISITAS AKUT INFUSA BIJI ALPUKAT Persea americana Mill. PADA MENCIT GALUR SWISS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh : Betzylia Wahyuningsih NIM : 118114109 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 i PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI iii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN Ketahuilah, demikian hikmat untuk jiwamu : Jika engkau mendapatnya, maka ada masa depan, dan harapanmu tidak akan hilang. (Amsal 24 : 14) Kupersembahkan karya ini untuk: Tuhan Yesus Kristus, pribadi yang selalu memberikan masa depan yang mendatangkan KEBAIKAN, Keluarga, terkhusus Ayah Wasidi, Bunda Minarti dan Kakak Yulia Arianingsih yang selalu mendoakan dan mendukung dengan ketulusan dan kasih, Sahabat-sahabatku yang Tuhan sediakan untuk menguatkan dan memberi motivasi dikala butuh sandaran, Teman-teman yang mengisi hari-hari selama perkuliahan, Serta almamaterku. iv PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI v PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI vi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas karunia dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Uji Toksisitas Akut Infusa Biji Alpukat Persea americana Mill. pada Mencit Galur Swiss”. Skripsi ini merupakan karya ilmiah penulis untuk memperoleh gelar sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa dalam proses pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini banyak pihak-pihak yang telah membantu dan melancarkan penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma 2. Ibu drh. Sitarina Widyarini, M.P., Ph.D. selaku Pembimbing Utama yang benar-benar membimbing dan lebih dari sekedar ‘pembimbing’ tetapi mengajarkan banyak hal dan mengarahkan untuk perbaikan selama pelaksanaan dan penulisan skripsi. 3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Pembimbing Pendamping yang benar-benar membimbing dan lebih dari sekedar ‘pembimbing’ tetapi mengajarkan banyak hal dan mengarahkan untuk perbaikan selama pelaksanaan dan penulisan skripsi. 4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji Skripsi atas segala bantuan dan masukan demi perbaikan skripsi ini. vii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji Skripsi atas segala bantuan dan masukan demi perbaikan skripsi ini. 6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini. 7. Bapak Heru Purwanto dan Bapak Supardjiman selaku Laboran Farmakologi dan Toksikologi, Bapak Kayatno selaku Laboran Biokimia, Bapak Wagiran selaku Laboran Farmakognosi-Fitokimia, Bapak Kunto selaku Laboran Kimia Analisis, Bapak Ottok selaku pengelola gudang kefarmasian atas segala bantuan selama pelaksanaan skripsi ini. 8. Bapak drh. Sugiyono, M.Sc. yang telah banyak membantu dalam pemeriksaan dan menentukan diagnosis histopatologis organ, serta Bapak Lilik selaku laboran Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM yang membantu dalam pembuatan preparat histopatologis. 9. Sahabat dan rekan sekerja “Tim Biji Alpukat” Levina Apriyani, Rosita Olimpia Bagiastrasari, Agustina Iswara, Christina Desi, Trifonia Ingrid dan Marselina Cresentia atas kerjasama, bantuan, motivasi, perjuangan, dan kebersamaan selama penelitian dan pengerjaan skripsi ini sampai akhir. 10. Sahabat-sahabatku tersayang Rosita Olimpia Bagiastrasari, Primalova Septiavy Estiadewi, Titis Indrawati Suryaningtyas, Levina Apriyani, Alexander Budi Kuncoro, Albertus Juannino Prabowo atas semangat, doa, kebersamaan dan bantuan selama ini. viii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11. Teman-teman Farmasi angkatan 2011, khususnya FSM C dan FKK B 2011 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak memberikan membantu, berbagi ilmu, pengalaman, kebersamaan dan kebahagian kepada penulis. 12. Ardhita Dhani Kurniawan yang selalu memberikan semangat, dukungan, perhatian dan kasih sayang selama pelaksanaan dan penyusunan skripsi. 13. Sabrina Handayani Tambun dan Tengku Nur Indah Sari yang membantu dan mendukung untuk melengkapi naskah skripsi. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima kritik, saran, dan koreksi dari berbagai pihak untuk menjadikan skripsi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi pembaca. Yogyakarta, April 2015 Penulis ix PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ……………………………………………………... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………….. ii HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………. iii HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………….. iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………….. v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …………….. vi PRAKATA ……………………………………………………………….. vii DAFTAR ISI ……………………………………………………………... x DAFTAR TABEL ………………………………………………………... xiv DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... xvi DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………... xvii INTISARI ………………………………………………………………… xix ABSTRACT ……………………………………………………………………….. xx BAB I PENGANTAR ……………………………………………………. 1 A. Latar Belakang ……………………………………………………. 1 1. Rumusan masalah …………………………………………….. 3 2. Keaslian penelitian …………………………………………… 4 3. Manfaat penelitian ……………………………………………. 5 B. Tujuan Penelitian …………………………………………………. 5 1. Tujuan umum …………………………………………………. 5 2. Tujuan khusus ………………………………………………… 5 x PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB II PENELAAHAN PUSTAKA …………………………………….. 6 A. Persea americana Mill. …………………………………………... 6 B. Infudasi……………………………………………………………... 9 C. Toksikologi ……………………………………………………….. 9 D. Organ ……………………………………………………………... 15 1. Ginjal …………………………………………………………. 15 2. Usus ………………………………………………………….. 17 3. Limpa …………………………………………………………. 19 4. Lambung ……………………………………………………… 20 5. Jantung ………………………………………………………... 21 6. Paru-paru ……………………………………………………... 23 7. Hati …………………………………………………………… 24 E. Keterangan Empiris ………………………………………………. 27 BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………….. 28 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………………………………….. 28 B. Variabel dan Definisi Operasional ……………………………….. 28 1. Variabel utama ……………………………………………….. 28 2. Variabel pengacau ……………………………………………. 28 3. Definisi operasional ………………………………………….. 29 C. Bahan Penelitian ………………………………………………….. 30 1. Bahan utama ………………………………………………….. 30 2. Bahan kimia …………………………………………………... 31 D. Alat atau Instrumen Penelitian …………………………………… 31 xi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 1. Alat pembuatan serbuk biji alpukat (Persea americana Mill.).. 31 2. Alat penetapan kadar air ……………………………………… 31 3. Alat pembuatan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.)... 31 4. Alat uji toksisitas dan pemeriksaan histopatologik …………... 32 E. Tata Cara Penelitian …………………………………………….. 32 1. Determinasi tanaman Persea americana Mill. ……………….. 32 2. Pengumpulan bahan …………………………………………... 32 3. Pembuatan serbuk biji alpukat ………………………………... 32 4. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. …….. 33 5. Pembuatan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) ……. 33 6. Penetapan dosis infusa Persea americana Mill. ……………… 33 7. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ……………………. 34 F. Tata Cara Analisis Hasil ………………………………………….. 36 G. Skema Alur Penelitian ………………………………………….. 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………. 38 A. Determinasi Biji Alpukat …………………………………………. 38 B. Penetapan Kadar Air Serbuk Kering Biji Persea americana Mill.. 38 C. Potensi Ketoksikan Akut (LD50) …………………………………. 39 D. Pengamatan Perubahan Berat Badan Mencit ……………………. 40 E. Pengamatan Gejala-Gejala Toksik ……………………………… 43 F. Pemeriksaan Histopatologik ……………………………………… 46 G. Rangkuman Pembahasan …………………………………………. 62 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………. xii 65 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI A. Kesimpulan ………………………………………………………. 65 B. Saran ……………………………………………………………… 65 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 66 LAMPIRAN ……………………………………………………………… 70 BIOGRAFI PENULIS …………………………………………………… 99 xiii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR TABEL Halaman Tabel I. Taksonomi P. americana Mill. …………………………… Tabel II. Skrining fitokimia ekstrak biji Persea americana Mill. 6 dengan berbagai pelarut …………………………………….. 7 Tabel III. Hasil kuantitatif (dalam %) fitokimia biji alpukat ………….. 8 Tabel IV. Kriteria ketoksikan akut xenobiotika (Loomis, 1978) ………. 15 Tabel V. Jumlah mencit mati (% respon) setelah pemberian infusa biji alpukat (n = 10) …………………………………………… Tabel VI. 39 Purata berat badan ± SE mencit jantan akibat pemberian infusa biji alpukat …………………………………………… 40 Tabel VII Purata berat badan ± SE mencit betina akibat pemberian infusa biji alpukat …………………………………………… 42 Tabel VIII. Hasil pemeriksaan gejala toksik pada mencit akibat pemejanan infusa biji alpukat dan aquadest selama 6 jam pertama ……………………………………………………... Tabel IX. 44 Gambaran histopatologik organ mencit betina setelah 24 jam pemberian infusa biji alpukat ……………………………….. 48 Tabel X. Gambaran histopatologik organ mencit jantan setelah 24 jam pemberian infusa biji alpukat ……………………………… Tabel XI. 49 Perubahan histopatologik organ mencit betina setelah 14 hari pemberian infusa biji alpukat ……………………………… xiv 50 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Tabel XII. Perubahan histopatologik organ mencit jantan setelah 14 hari pemberian infusa biji alpukat ………………………………. xv 51 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Skema alur penelitian ............................................................... 37 Gambar 2. Perubahan berat badan mencit jantan selama pemberian infusa biji alpukat ………………………………………………...... 41 Gambar 3. Perubahan berat badan mencit betina selama pemberian infusa biji alpukat ………………………………………………… xvi 42 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Foto biji alpukat …………………………………………… 71 Lampiran 2. Foto serbuk biji alpukat …………………………………… 71 Lampiran 3. Foto infusa biji alpukat ……………………………………. 71 Lampiran 4. Foto pembuatan infusa biji alpukat ……………………….. 72 Lampiran 5. Foto pembedahan hewan uji ………………………………. 72 Lampiran 6. Surat pengesahan determinasi biji alpukat (Persea americana Mill.) ………………………………………….. 73 Lampiran 7. Surat Ethics Committee Approval …………………………. 74 Lampiran 8. Data berat badan mencit jantan ……………………………. 75 Lampiran 9. Data berat badan mencit betina ……………………………. 76 Lampiran 10. Hasil pengamatan histopatologik setelah 24 jam …………. 77 Lampiran 11. Hasil pengamatan histopatologik setelah 14 hari ………… 78 Lampiran 12. Hasil konversi LD50 mencit ke manusia ………………….. 80 Lampiran 13. Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan setelah pemberian infusa biji alpukat pengamatan 6 jam ………... 81 Lampiran 14. Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina setelah pemberian infusa biji alpukat pengamatan 6 jam ………… 85 Lampiran 15. Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan setelah pemberian infusa biji alpukat pengamatan 14 hari ………. 89 Lampiran 16. Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina setelah pemberian infusa biji alpukat pengamatan 14 hari ………. 93 xvii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 17. Contoh gambaran histopatologis hewan uji ......................... 97 xviii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mencari toksisitas akut biji alpukat (Persea americana Mill.) yang dilihat dari tolok ukur kuantitatif (LD50) dan tolok ukur kualitatif dari gejala klinis, sifat dan wujud toksisitas. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan sederhana acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 50 ekor mencit galur Swiss (25 jantan dan 25 betina) dan dibagi acak menjadi lima kelompok perlakuan. Kelompok I, yaitu kontrol negatif yang diberi aquadest secara peroral. Kelompok II (perlakuan dosis 1) diberi infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dengan dosis 230,09 mg/kgBB. Kelompok III (perlakuan dosis 2) diberi infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dengan dosis 520,00 mg/kgBB. Kelompok IV (perlakuan dosis 3) diberi infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dengan dosis 1175,20 mg/kgBB. Kelompok V (perlakuan dosis 4) diberi infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dengan dosis 2655,95 mg/kgBB. Pemberian infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dilakukan secara peroral, sekali hanya hari pertama dan selanjutnya dilakukan uji reversibilitas 14 hari tanpa diberikan perlakuan. Hewan uji kemudian dikorbankan dan dilihat histopatologinya, jumlah kematian, gejala, dan wujud efek toksik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa LD50 semu infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) adalah >2655,95 mg/kgBB dan memiliki makna toksikologi kategori sedikit toksik (0,5-5 g/kg). Gejala yang teramati pada mencit jantan dan betina yaitu aktifitas meningkat/ beringas, dan penjilatan meningkat. Wujud sifat efek toksik yang teramati dari hasil histopatologik tidak dapat ditentukan karena tidak ada perubahan pada mencit jantan maupun mencit betina kelompok perlakuan infusa biji alpukat setelah 24 jam maupun setelah uji reversibilitas 14 hari. Kata kunci : Persea americana Mill., infusa, toksisitas akut xix PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ABSTRACT This study aims to examine the acute toxicity of avocado seeds infuse (Persea americana Mill.) through its quantitative parameter (LD50) and qualitative parameter (clinical signs of toxicity and spectrum of toxic effects) This study is purely experimental research with simple designs completely randomized direction. This study used 50 mice Swiss strain (25 male and 25 female) and were divided randomly into 5 groups. First group or negative group were given distilled water orally. Second group (dose 1) were given avocado seeds infuse (Persea americana Mill.) 230.09 mg/kgBB. Third group (dose 2) were given avocado seeds infuse (Persea americana Mill.) 520.00 mg/kgBB. Fourth group (dose 3) were given avocado seeds infuse (Persea americana Mill.) 1175.20 mg/kgBB. Fifth group (dose 4) were given avocado seeds infuse (Persea americana Mill.) 2655.95 mg/kgBB. Avocado seeds (Persea americana Mill.) were given by oral route, single exposure and furthermore reversibility test for 14 days without treatment given to the animal. The animals were sacrificed and examinated histopathologically, the number of death, clinical signs of toxicity, and spectrum of toxicity effects. This study showed that pseudo LD50 avocado seeds infuse (Persea americana Mill.) is >2655.95 and categorized light toxic (0.5-5 g/kg). The clinical signs of toxicity in male and female mice were alteration of animal behavior , more active, and higher lick. The spectrum of toxic effects can not be determined because no changes in treatment animal after 24 hours or reversibility test 14 days. Keywords : Persea americana Mill., infusion, acute toxicity xx PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pemanfaatan tanaman sebagai obat tradisional sudah lama dilakukan sebagai upaya pencegahan dan pengobatan penyakit. Hal ini karena mulai bergesernya pengobatan modern (dengan obat-obatan) menjadi pengobatan alternatif dan didukung dengan sumber tanaman yang melimpah di Indonesia. Selain itu pergeseran ini juga dikarenakan keterbatasan dari segi biaya pengobatan modern dan tingginya efek samping dari obat modern sehingga masyarakat kembali mencari pengobatan tradisional. Alpukat (Persea americana Mill.) adalah salah satu tumbuhan yang banyak dijumpai dan dimanfaatkan sebagai pengobatan. Salah satu bagian alpukat yang memiliki khasiat farmakologi yaitu biji. Biji alpukat bahkan telah teruji dapat menurunkan kolesterol total, LDL, dan trigliserid (Imafidon dan Amaechina, 2010 ; Nwaoguikpe dan Braide, 2011), aktivitas antiprotozoa dan antimikobakteri (Jiménez- Arellanes, Luna-Herrera, Ruiz-Nicolás, Cornejo-Garrido, Tapia, dan Yépez-Mulia, 2013 ; Idris, Ndukwe, dan Gimba, 2009), antidiabetes dan pelindung jaringan (Ezejiofor, Okorie, dan Orisakwe, 2013 ; Alhassan, Sule, Atiku, Wudil, Abubakar, dan Mohammed, 2012), antihipertensi (Anaka, Ozolua, dan Okpo, 2009), hepatoprotektif (Sasadara, 2013), serta nefroprotektif (Yoseph, 2013). Pemanfaatan obat tradisional menjadi obat yang dapat digunakan di masyarakat dalam berbagai keperluan agar tercapai derajat kesehatan yang 1 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2 optimal memerlukan standar. Upaya pencapaian standar dan pengembangan tanaman obat tradisional ini sesuai dengan UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang menyebutkan bahwa obat tradisional harus memenuhi standar yang ditetapkan dan World Health Assembly (WHA) ke-56 juga merekomendasikan sebelas langkah kepada negara-negara anggota World Health Organization (WHO), diantaranya agar meningkatkan penelitian obat tradisional dan menjamin khasiat, keamanan dan mutu. Upaya penegasan keamanan melalui uji toksisitas merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu obat tradisional (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Pernyataan sebagaimana dinyatakan oleh Paracelsus (1493-1541), seorang pakar yang mengkaji toksikologi secara ilmiah pertama kali, bahwa semua senyawa adalah racun, tidak ada satupun yang bukan racun, tetapi takaran (dosis) yang tepatlah yang membedakan antara racun dan obat (Loomis dan Hayes, 1996). Uji toksisitas akut ini dapat menjangkau hubungan kuantitatif antara dosis dan respon. Uji toksisitas akut biji alpukat pernah dilakukan dalam bentuk ekstrak aquaeous (Ozolua, Anaka, Okpo, dan Idogun, 2009) yang menunjukkan bahwa sampai pada dosis 10 g/kgBB di tikus tidak menunjukkan adanya kematian. Pada ekstrak alkohol (Marlinda, Sangi, dan Wuntu, 2012 menunjukkan bahwa harga LC50 ekstrak alkohol biji alpukat kering dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) sebesar 34,302 mg/L sedangkan LD50 ekstrak etanol biji alpukat pada mencit sebesar 1200,75 mg/kg (Padilla-Camberos, Marinez- Velázquez, Flores-Fernández, dan Villanueva-Rodriguez, 2013 ), tetapi dalam bentuk infusa belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui uji toksisitas akut infusa biji PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3 alpukat (Persea americana Mill.). Sediaan yang digunakan adalah infusa karena alpukat yang sering dimanfaatkan sebagai pengobatan dalam masyarakat biasanya diserbuk dan direbus dengan air panas. Secara umum teknik yang digunakan di masyarakat serupa dengan pembuatan sediaan infusa. Pembuatan ini pada masyarakat juga lebih mudah dan sederhana. Uji toksisitas akut merupakan uji yang dirancang dengan pemberian dosis tunggal senyawa uji untuk menentukan efek toksik dari suatu senyawa dalam waktu yang singkat setelah pemenjanan ataupun pemberiannya dengan takaran tertentu dan organ yang diamati lebih komperehensif yaitu organ-organ secara menyeluruh (Donatus, 2001). Penelitian ini akan melihat perubahan pada organ lambung, usus, jantung, paru-paru, hati, ginjal, dan limpa. 1. Rumusan masalah a. Berapa nilai ketoksikan akut infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) yang dinyatakan sebagai kisaran lethal dose 50 (LD50) pada mencit galur Swiss? b. Apa gejala yang timbul akibat pemejanan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) pada mencit galur Swiss? c. Apa kecenderungan wujud dan sifat toksik yang timbul yang dilihat dari perubahan struktural histopatologik akibat pemejanan infusa biji alpukat biji alpukat (Persea americana Mill.) pada mencit galur Swiss? PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2. 4 Keaslian penelitian Terdapat sejumlah penelitian yang telah menguji ketoksikan akut dan subakut alpukat (Persea americana Mill.) dengan bentuk ekstrak aquaeous maupun alkohol. Pada toksisitas akut ekstrak aquaeous, dosis maksimal 10 g/kg tidak menunjukkan LD50 dan pada toksisitas subakut ditemukan kenaikan jumlah minum pada tikus dan kenaikan total protein pada hematologi darah yang signifikan (Ozolua, Anaka, Okpo, dan Idogun, 2009). Penelitian lain yaitu Marlinda, Sangi, dan Wuntu (2012) menyatakan bahwa analisis senyawa metabolit sekunder dan uji toksisitas ekstrak etanol biji buah alpukat memiliki LC50 biji alpukat biasa, segar, dan kering masing-masing sebesar 42,270; 36,078; dan 34,302 mg/L. Uji toksisitas terbaru Padilla-Camberos, Marinez- Velázquez, Flores-Fernández, dan Villanueva-Rodriguez (2013) menyatakan bahwa ekstrak etanol biji alpukat menunjukkan efek toksisitas akut mulai pada dosis 500 mg/kg , LD50 sebesar 1200,75 mg/kg, dan tidak menunjukkan adanya aktivitas genotoksisitas. Yoseph (2013) menyatakan bahwa biji alpukat memiliki khasiat untuk nefroprotektif pada tikus dengan dosis 360,71 mg/kgBB dan didukung dengan hasil penelitian Sasadara (2013) yang menyatakan bahwa biji alpukat pun juga memiliki khasiat sebagai hepatoprotektif. Sejauh studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian terkait dengan uji toksisitas akut infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) pada mencit galur Swiss belum pernah dilakukan. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis 5 Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun dasar untuk penelitian selanjutnya, khususnya ilmu kefarmasian terkait toksisitas akut infusa biji alpukat ( Persea americana Mill.). b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai dosis maupun ketoksikan akut biji alpukat (Persea americana Mill.). B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mendapatkan gambaran umum tentang ketoksikan akut infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui nilai ketoksikan akut infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) yang dinyatakan sebagai kisaran lethal dose 50 (LD 50) pada mencit galur Swiss. b. Untuk mengetahui gejala yang timbul akibat pemejanan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) pada mencit galur Swiss. c. Untuk mengetahui kecenderungan wujud dan sifat toksik yang timbul yang dilihat dari perubahan struktural melalui histopatologik akibat pemejanan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) pada mencit galur Swiss PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Persea americana Mill. 1. Taksonomi Biji alpukat yang sering disebut apokado atau avocado dalam bahasa Malay atau yang sering disebut alligator pear, avocado, avocado-pear, atau butter fruit dalam bahasa Inggris (Yasir, Das, dan Kharya, 2010) memiliki taksonomi seperti tabel 1. Tabel I. Taksonomi P. americana Mill. Kingdom Plantae Subkingdom Tracheobionta Super Divisi Spermatophyta Divisi Magnoliophyta Kelas Magnoliopsida Sub Kelas Magnolidae Ordo Laurales Famili Lauraceae Genus Persea Spesies Persea americana Mill. (Plantamor, 2012). 2. Morfologi Tinggi tanaman ini berkisar antara 9-20 m. Buahnya berbiji tunggal dan besar yang dikelilingi oleh daging buah yang tertutup oleh kulit buah. Daging buahnya mengandung 3-30% minyak. Kulit buahnya tipis dan bertekstur. Warna buahnya pada saat matang bisa hijau, hitam, ungu, atau kemerahan, tergantung 6 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7 varietasnya. Bentuk buahnya dari bulat sampai lonjong dengan berat mencapai 2,3 kg per buahnya (Orwa, Mutua, Kindt, Jamnadass, dan Anthony, 2009). 3. Kandungan Menurut Nwaoguikpe dan Braide (2011), ekstrak air biji Persea americana Mill. mengandung sejumlah senyawa antioksidan seperti saponin (51,00±0,0) sebagai senyawa terbanyak, tanin (21,66±0,0) dengan urutan kedua , flavonoid (21,00±0,0), alkaloid (9,43±0,2), dan sianogenik glikosida (4,86±0,0). Menurut Arukwe, Amadi, Duru, Agomuo, Adindu, Odika, et al. (2012), kandungan biji Persea americana Mill. adalah saponin, tanin, flavonoid, cyanogenic glycosides, alkaloid, fenolik, dan steroid. Idris, Ndukwe, dan Gimba (2009) menyatakan kandungan biji alpukat (Persea americana Mill.) hampir serupa dengan penelitian yang lain tetapi menambahkan adanya kandungan terpenoid dan cardiac glycoside pada pelarut polar dan semakin non polar pelarut yang digunakan, semakin sedikit kandungan fitokimia yang tersari dalam pelarut. Kandungan-kandungan lengkapnya dapat dilihat pada tabel II dan III. Tabel II. Skrining fitokimia ekstrak biji Persea americana Mill. dengan berbagai pelarut (Idris, Ndukwe, dan Gimba, 2009) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8 Tabel III. Hasil kuantitatif (dalam %) fitokimia biji alpukat (Nwaoguikpe dan Braide, 2011). 4. Khasiat dan kegunaan Hampir semua bagian pada alpukat memiliki khasiat farmakologi. Salah satu bagian yang dikembangkan yaitu bagian biji. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anaka, et al., (2009) ekstrak air biji Persea americana Mill. mampu menurunkan kolesterol total, LDL, dan trigliserid (Imafidon dan Amaechina, 2010 ; Nwaoguikpe dan Braide, 2011), aktivitas antiprotozoa dan antimikobakteri (Jiménez- Arellanes, Luna-Herrera, Ruiz-Nicolás, CornejoGarrido, Tapia, dan Yépez-Mulia, 2013 ; Idris, Ndukwe, dan Gimba, 2009). Biji alpukat juga memiliki aktivitas antidiabetes dan pelindung jaringan (Ezejiofor, Okorie, dan Orisakwe, 2013 ; Alhassan, Sule, Atiku, Wudil, Abubakar, dan Mohammed, 2012) dengan cara menahan laju peningkatan glukosa darah (Anggraeni, 2006). Menurut Anaka, Ozolua, dan Okpo (2009), biji alpukat terbukti dapat digunakan sebagai antihipertensi. Biji alpukat dalam bentuk infusa, dekok, maupun ekstrak juga mampu memiliki aktivitas hepatoprotektif (Sasadara, 2013), dan nefroprotektif (Yoseph, 2013). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9 B. Infudasi Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan-bahan herbal dengan air sebagai pelarut pada suhu 90oC selama 15 menit di atas penangas air terhitung mulai dari suhu mencapai 90oC sambil diaduk. Serkai dalam keadaan panas dengan menggunakan kain flannel, kemudian ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki (Badan POM RI, 2010). C. Toksikologi 1. Definisi Uji toksikologi dapat dibagi menjadi uji ketoksikan tak khas dan uji ketoksikan khas. Uji ketoksikan tak khas (uji toksisitas akut, subkronis, dan kronis) merupakan uji yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau spektrum efek toksik suatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji. Uji ketoksikan khas merupakan uji untuk mengevaluasi secara rinci efek yang khas sesuatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji (Donatus, 2001). 2. Asas toksikologi Berdasar alur peristiwa timbulnya efek toksik, ada 4 asas utama dalam toksikologi yang meliputi kondisi efek toksik, mekanisme aksi, wujud, dan sifat efek toksik (Donatus, 2001). a. Kondisi efek toksik Kondisi efek toksik antara lain kondisi pemejanan yang meliputi jenis pemejanan, jalur pemejanan, lama dan kekerapan, dan dosis (Loomis, 1978). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10 Kondisi makhluk hidup berupa keadaan fisiologi (berat badan, umur, suhu tubuh, kecepatan pengosongan lambung, kecepatan aliran darah, status gizi, kehamilan, genetika, dan jenis kelamin) dan patologi dapat mempengaruhi pula (Donatus, 2001). b. Mekanisme aksi Mekanisme efek toksik dapat dijelaskan berdasarkan tempat kejadian, sifat antaraksi antara racun dengan tempat aksi, dan resiko penumpukan racun dalam tubuh. Berdasarkan sifat kejadian, mekanisme efek toksik dibagi menjadi dua golongan yaitu mekanisme luka intrasel (mekanisme langsung) dan mekanisme luka ekstrasel (mekanisme tidak langsung) (Donatus, 2001). c. Wujud Wujud efek toksik dapat berupa perubahan biokimia, fungsional, dan struktural. Perubahan biokimia meliputi respon dan kekacauan biokimia terhadap luka sel akibat antaraksi zat beracun yang sifatnya tak terbalikkan (Lu, 1995). Wujud fungsional berkaitan dengan antaraksi yang tak terbalikkan dengan reseptor atau aksi tempat racun sehingga mempengaruhi fungsi homeostasis antaranya anoreksia, gangguan pernafasan. Perubahan struktural seperti perlemakan yang bersifat terbalikkan, nekrosis, karsinogenesis, mutagenesis, dan teratogenesis yang tak terbalikkan (Donatus, 2001). d. Sifat efek toksik Terdapat dua jenis sifat efek toksik yaitu terbalikkan dan tak terbalikkan. Ciri khas sifat yang terbalikkan adalah bila kadar racun yang ada dalam tempat aksi telah habis maka akan cepat kembali normal dan ketoksikan bergantung pada PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11 kecepatan absorbsi, distribusi, dan eliminasi. Sedangkan sifat tak terbalikkan lebih menetap (Lu, 1995). 3. Uji toksisitas akut a. Definisi dan tujuan Uji toksisitas akut adalah uji untuk menentukan efek toksik suatu senyawa dengan cara memberikan dosis tunggal senyawa uji dalam waktu singkat setelah pemejanan (Donatus, 2001). Sebagian besar uji toksisitas akut dirancang untuk menentukan dosis lethal medium (LD50) bahan uji. LD50 merupakan dosis tunggal suatu zat yang secata statistik diharapkan akan membunuh 50% hewan uji (Lu, 1995). LD50 merupakan satu dari beberapa indikasi yang digunakan dalam menetapkan toksisitas akut (Dipasquale dan Hayes, 2001). Uji toksisitas akut selain itu juga dapat untuk identifikasi karakteristik suatu efek toksik suatu senyawa, identifikasi target organ dan manifestasi klinis lainnya dari toksisitas akut, memperkirakan resiko toksisitas terhadap spesies yang bukan sasaran atau toksisitasnya terhadap spesies sasaran, menentukan reversibilitas dari respon toksik, dan menyediakan data kisaran dosis yang dapat digunakan untuk penelitian yang lain atau yang lebih lama (Klaassen dan Watkins, 2010). b. Tata cara pelaksanaan Hewan uji yang digunakan idealnya dapat memberikan respon toksik yang mirip dengan manusia (Dipasquale dan Hayes, 2001). Secara umum, dalam uji toksikologi akut khususnya dengan jalur pemberian oral, dapat digunakan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12 hewan uji seperti tikus atau mencit (Derelanko dan Hollinger, 2002) karena hewan ini murah, mudah didapat, mudah ditangani,banyak data toksikologi mengenai hewan ini yang mempermudah pembandingan toksisitas senyawa (Lu, 1995). Jalur pemberian yang akan digunakan melalui jalur yang akan digunakan oleh manusia atau jalur yang memungkinkan manusia terpejani dengan senyawa itu (Donatus, 2001). Jalur yang paling sering digunakan adalah jalur oral dengan menggunakan sonde. Jalur lain yang dapat digunakan sebagai pilihan adalah parenteral, injeksi intravena dan intraperitonial, dermal, subkutan, dan inhalasi (Lu, 1995). Takaran dosis yang dianjurkan paling tidak empat peringkat dosis, berkisar dari dosis terendah yang tidak atau hampir tidak mematikan seluruh hewan uji sampai dengan dosis tertinggi yang dapat mematikan hampir atau seluruh hewan uji (kisaran dosis diperkirakan menyebabkan 10-90% kematian hewan uji) (Lu, 1995). Banyak peneliti memilih rasio atau faktor interval 1,2-2. Belakangan ini dianjurkan prosedur uji sederhana yang menggunakan hanya enam sampai sembilan untuk setiap uji dan dalam menentukan LD50 pada hewan besar, umumnya digunakan hewan uji yang jauh lebih sedikit (Lu, 1995). c. Pengamatan Pengamatan dilakukan selama 24 jam, kecuali pada kasus tertentu selama 7-14 hari dan pengamatannya meliputi : (1) gejala-gejala klinis, (2) jumlah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13 hewan yang mati, dan (3) histopatologik organ (Donatus, 2001; Dipasquale dan Hayes, 2001). Autopsi harus dilakukan pada semua hewan yang sekarat, mati, dan dikorbankan pada akhir masa uji dengan tujuan mendapatkan informasi mengenai organ sasaran, terutama bila kematian tidak terjadi segera setelah pemberian obat (Dipasquale dan Hayes, 2001). d. Analisis dan evaluasi data Tolok ukur utama ketoksikan racun memiliki hubungan yang erat (kekerabatan) antara kondisi pemejanan, wujud, dan sifat efek toksik yang selanjutnya dapat digunakan untuk menaksir batas aman. Tolok ukur dapat dibagi menjadi dua yaitu tolok ukur kualitatif dan tolok ukur kuantitatif. 1) Tolok ukur kualitatif Tolok ukur kualitatif meliputi mekanisme aksi toksik, jenis wujud efek toksik, sifat efek toksik, dan gejala-gejala klinis yang nampak pada diri penderita atau subyek uji (Donatus, 2001). 2) Tolok ukur kuantitatif Kekerabatan antara takaran atau lebih luasnya kondisi pemejanan dan wujud efek toksik merupakan tolok ukur dasar atau utama dengan cara bagaimana ketoksikan dapat dikuantifikasi. Jadi pada dasarnya kekerabatan antara kondisi pemejanan dan wujud efek toksik, dapat dibagi menjadi kekerabatan antara takaran dan efek (takaran-efek) serta waktu dan efek (waktuefek). Kekerabatan ini untuk mengetahui kekerabatan antara kondisi pemejanan dan intensitas efek toksik. Selain itu kekerabatan antara kondisi pemejanan dan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14 wujud efek toksik, juga dapat dibagi menjadi kekerabatan takaran dan respon (takaran-respon) dan waktu-respon yang dapat untuk mengetahui frekuensi atau angka kejadian timbulnya efek toksik pada sekelompok populasi subyek uji (Donatus, 2001). Kekerabatan takaran-respon lebih banyak digunakan dalam evaluasi ketoksikan karena tentu tujuan evaluasi ketoksikan racun lebih ditujukan pada resiko (ukuran kemungkinan timbulnya efek berbahaya racun pada sekelompok populasi tertentu) (Donatus, 2001). Dosis pemejanan dimana 50% individu dalam populasi menunjukkan efek toksik baku (dosis median), digunakan sebagai tolok ukur potensi ketoksikan racun bila efek toksik bakunya berupa salah satu dari perubahan biokimia, fungsional, atau struktural disebut sebagai toxic dose (TD50). Bila efek toksiknya berupa kematian, dosis median ini disebut lethal dose (LD50) (Donatus, 2001). Harga LD50 atau TD50 dapat diperoleh secara statistik. Metode yang paling lazim digunakan untuk menghitung harga takaran median ialah metode grafik Litchifield dan Wilcoxon (1949), metode kertas grafik logaritmik Miller dan Tainter (1944), dan tatacara menemukan kisaran Thomson dan Weil (1952). Bila sampai dengan batas volum maksimal yang boleh diberikan pada hewan uji, dosis yang diberikan tidak menimbulkan kematian hewan uji maka dosis tertinggi tersebut dinyatakan sebagai LD50 semu (Donatus, 2001). Harga LD50 atau TD50 merupakan tolok ukur ketoksikan akut. Semakin kecil harga LD50 atau TD50, berarti semakin besar potensi toksik atau ketoksikan akut senyawanya, yang kriterianya tersaji pada tabel IV. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15 Tabel IV. Kriteria ketoksikan akut xenobiotika (Loomis, 1978) Kriteria 1. Luar biasa toksik LD50(mg/kg) 1 atau kurang 2. Sangat toksik 1-50 3. Cukup toksik 50-500 4. Sedikit toksik 500-5000 5. Praktis tidak toksik 5000-15000 6. Relatif kurang berbahaya Lebih dari 15000 D. Organ 1. Ginjal Ginjal (ren, nephros) merupakan bagian dari sistema urinarium yang terletak di dalam ruang retroperitoneum pada dinding belakang abdomen, di kedua sisi columna vertebralis. Ginjal kiri dan kanan berbentuk seperti kacang dengan bagian atas terlindung oleh skeleton thoracis. Pada posisi berdiri, ginjal memanjang dari vertebrae lumbales pertama sampai keempat dengan letak ginjal kanan lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena adanya hepar. Tinggi rendahnya letak ginjal berubah sesuai dengan respirasi dan perubahan posisi tubuh (Wibowo dan Paryana, 2009). Setiap ginjal memliki sisi medial cekung yaitu hilus (tempat masuknya saraf, keluarnya ureter serta masuk dan keluarnya pembuluh darah dan pembuluh limfe) dan memiliki permukaan lateral yang cembung, keduanya dilapisi oleh suatu simpai fibrosa tipis. Ginjal memiliki korteks di luar dan medula di dalam. Pada manusia, medula ginjal terdiri atas 8-15 struktur berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal, yang dipisahkan oleh penjuluran korteks yang disebut columna renalis. Setiap piramida medula plus jaringan korteks di dasarnya dan di sepanjang sisinya membentuk suatu PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16 lobus ginjal. Setiap ginjal terdiri atas 1-1,4 juta unit fungsional yang disebut nefron (Mescher, 2010). Fungsi utama dari ginjal yang sebagian besar membantu mempertahankan stabilitas lingkungan cairan internal yaitu mempertahankan keseimbangan H2O di tubuh, mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai, mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion, mempertahankan volume plasma yang tepat, membantu mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh, mengeluarkan produk akhir atau sisa metabolisme tubuh, mengeluarkan banyak senyawa asing misal obat dan bahan aditif makanan, menghasilkan eritropoietin, menghasilkan renin dan mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya (Sherwood, 2011). Beberapa efek toksik zat beracun terhadap ginjal seperti berikut ini : a. Nekrosis Nekrosis dapat terjadi di berbagai tempat pada ginjal seperti tubulus proximal, tubulus distal, medula, papila, dan tempat lainnya. Nekrosis ini ditandai dengan sitoplasmik eosinofilik dan piknosis atau karioreksis dari inti sel. Nekrosis dapat memicu adanya respon inflamasi akut. Nekrosis dapat terjadi sebagai respon langsung adanya metabolit atau xenobiotika tetapi dapat pula merupakan efek sekunder dari iskemik. Nekrosis papila sering terjadi di nefropati tubulus ginjal karena berhubungan dengan fungsi tubulus distal dalam mengatur keseimbangan air, elektrolit, dan asam-basa (Frazier, Seely, Hard, Betton, Burnett, Nakatsuji, et al., 2012). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17 b. Perubahan pada glomerulus Glomerulus merupakan organ target yang jarang dipengaruhi oleh bahan beracun. Organ ini dapat dipengaruhi oleh bahan beracun baik secara langsung maupun tidak langsung. Contoh perubahan yang terjadi pada glomerulus yaitu glomerulonefritis, nefritis interstitial, edema, dan perubahan lainnya (Frazier, Seely, Hard, Betton, Burnett, Nakatsuji, et al., 2012). 2. Usus Organ usus dibagi menjadi dua, yaitu usus halus dan usus besar. Usus halus merupakan tempat akhir berlangsungnya pencernaan, absorpsi nutrien, dan sekresi endokrin. Peristiwa pencernaan dituntaskan dalam usus halus, tempat nutrien (hasil pencernaan) diabsorpsi oleh sel-sel epitel pelapis. Usus halus relatif panjang sekitar 5 meter dan terdiri atas tiga segmen yaitu duodenum, jejenum, dan ileum. Segmen-segmen tersebut memiliki banyak kemiripan ciri (Mescher, 2010). Usus besar terdiri atas kolon, sekum, apendiks, dan rektum. Sekum membentuk kantung buntu di bawah pertemuan antara usus halus dan usus besar di katup ileosekum. Tonjolan kecil seperti jari di dasar sekum adalah apendiks, suatu jaringan limfoid yang mengandung limfosit. Kolon yang membentuk sebagian besar usus besar tidak bergelung seperti usus halus tetapi terdiri dari tiga bagian yang relatif lurus – kolon asenden, kolon transversum, dan kolon desenden. Bagian terakhir kolon desenden membentuk huruf S membentuk kolon sigmoid, kemudian lurus untuk membentuk rektum. Usus besar terutama adalah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18 organ pengering dan penyimpan selain itu juga menyerap garam dan air dan mengubah isi lumen menjadi feses (Sherwood, 2011). Beberapa respon toksik yang dapat timbul di usus akibat pemberian bahan beracun antara lain sebagai berikut. a. Erosi, ulcer, dan inflamasi Lapisan mukosa usus halus dilapisi oleh selapis sel epitel kolumnar dengan kerentanan yang sama dengan mukosa lambung. Secara patologis ulser ini mirip dengan yang terjadi di lambung. Inflamasi yang tersebar pada usus besar disebut enteritis dan pada kondisi parah/kronis dapat menyebabkan adanya hemoragi tetapi bila kerusakan sel masih ringan dan berpengaruhi bagian vili. Vili usus dapat dirintangi oleh suatu bahan beracun yang menghambat pembelahan sel-sel prekursor yang cepat dalam kriptus di dasar vilus, mempercepat pembelahan sel, atau menimbulkan respons immunologis yang menimbulkan atropi vili. Beberapa kondisi kerusakan pada vili akan berpengaruh pada feses yang dihasilkan. Biasanya feses akan berwarna hitam (Glaister, 1986 ; Turton dan Hooson, 2005). b. Diare Respon ini biasa terjadi terhadap ingesti bahan beracun. Dalam beberapa kasus gejala ini berhubungan dengan luka mukosa usus seperti enteritis. Faktorfaktor penyebab diare bervariatif seperti infeksi, motilitas usus, maupun karena malabsorbsi. Malabsorbsi dapat dikarenakan adanya penyakit penyerta lain yang membuat adanya penurunan luas permukaan usus halus (Glaister, 1986 ; Turton dan Hooson, 2005). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19 3. Limpa Limpa adalah organ limfoid terbesar dalam tubuh dan satu-satunya organ yang terlibat dalam filtrasi darah sehingga limpa merupakan organ penting pada pertahanan terhadap antigen dalam darah. Organ ini juga menjadi tempat penghancuran eritrosit tua. Sebagaimana halnya organ limfoid sekunder lainnya, limpa adalah tempat produksi antibodi dan limfosit aktif yang dihantarkan ke dalam darah (Mescher, 2010). Limpa terdiri atas jaringan retikular yang mengandung sel-sel retikular, banyak limfosit dan sel darah lain, makrofag dan APC. Pulpa limpa memiliki dua komponen, pulpa putih dan pulpa merah. Massa kecil pulpa putih terdiri atas nodul limfoid dan selubung periarteriolar, sementara pulpa merah terdiri atas sinusoid yang berisi darah dan korda limpa (korda Bilroth) (Mescher, 2010). Limpa bukan merupakan organ yang vital pada orang dewasa meskipun mempunyai fungsi imunogenik yang memproduksi antibodi, fungsi fagosit dari sitem retikuloendotelial, dan fungsi penghancuran eritrosit. Limpa selain itu juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah yang kemudian dapat dilepaskan ke dalam sirkulasi dengan kontraksi otot polos di dalamnya. Fungsi hematopoesis dari limpa hanya di dapatkan pada masa fetus (Wibowo dan Paryana, 2009). Manifestasi klinik utama gangguan limpa adalah pembesaran limpa (splenomegali). Limpa normal tidak dapat teraba. Splenomegali dapat terjadi pada hipersplenisme (penyakit yang berhubungan dengan aktivitas berlebihan dan pembesaran limpa) dengan anemia, leukopenia, dan trombositopenia akibat meningkatnya perombakan sel-sel tersebut di hati (Chandrasoma dan Taylor, 1995). Perubahan non proliferatif yang dapat terjadi pada limpa juga dapat berupa PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20 degeneratif lesi seperti atropi dan fibrosis. Perubahan ini dapat terjadi secara spontan, pengaruh umur, xenobiotika yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung (Suttie, 2006). 4. Lambung Lambung adalah organ campuran eksokrin endokrin yang mencerna makanan dan menyekresi hormon. Organ ini dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pembedaan anatomik, histologis, dan fungsional. Fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang esofagus. Bagian tengah atau utama lambung adalah korpus. Lapisan otot polos di fundus dan korpus relatif tipis tetapi bagian bawah lambung, antrum, memiliki otot jauh lebih tebal. Perbedaan ketebalan otot ini memiliki peran penting dalam motilitas lambung di kedua regio tersebut. Juga terdapat perbedaan kelenjar di mukosa regio ini. Bagian terminal lambung adalah sfingter pilorus yang bekerja sebagai sawar antara lambung dan bagian atas usus halus (Sherwood, 2011). Letak lambung ada di dalam perut bagian atas mulai dari hypochondrium kiri sampai epigastrium dan kadang-kadang mencapai regio umbilicalis. Lambung dapat membesar sampai mencapai kapasitas dua sampai tiga liter dan tidak mempunyai bentuk yang tetap. Dalam keadaan kosong mempunyai ukuran seperti colon dan bentuknya menyerupai huruf J. Bentuk ini dapat berubah tergantung pada isi, posisi tubuh, dan pernafasan (Wibowo dan Paryana, 2009). Fungsi utama lambung ada tiga dimana fungsi terpenting lambung adalah menyimpan makan yang masuk sampai makanan dapat disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan penyerapan yang optimal. Fungsi yang kedua, yaitu mengeluarkan asam hidroklorida (HCl) dan enzim yang memulai PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21 pencernaan protein. Fungsi terakhir melalui gerakan mencampur lambung, makanan yang tertelan dihaluskan dan dicampur dengan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran cairan kental atau kimus (Sherwood, 2011). Beberapa respon patologis yang sering terjadi pada organ lambung seperti yang disebutkan berikut: a. Gastritis Gastritis merupakan inflamasi pada mukosa lambung. Gastritis dapat berupa gastritis kronik maupun gastritis akut. Gastritis dapat disebabkan karena adanya infeksi Helicobacter pylori, keasaman lambung, enzim peptik, maupun xenobiotika (Kumar, Cotran, Robbins, 2007). b. Ulcer lambung Ulcer lambung dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pada ulcer lambung akut biasanya ditandai dengan adanya multipel lesi. Penyebab adanya ulcer lambung antara lain trauma berat, pasca oprasi, hemoragi intraserebral, serta pemaparan kronik dari xenobiotika misal karena obat NSAIDs dan kortikosteroid yang cenderung iritatif lambung (Kumar, Cotran, Robbins, 2007). 5. Jantung Jantung adalah organ berotot yang berkontraksi secara ritmis, memompa darah melalui sistem sirkulasi. Ventrikel kanan dan kiri memompa darah, masing-masing ke paru-paru dan bagian tubuh lain; atrium kanan dan kiri menerima darah, masing-masing dari tubuh dan vena pulmonalis. Dinding keempat bilik jantung terdiri atas tiga lapisan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22 utama atau tunika: endokardium di dalam, miokardium di tengah, dan epikardium di luar (Mescher, 2010). Letak jantung ada di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum (tulang dada) di sebelah anterior dan vertebra (belakang) di posterior. Jantung berfungsi sebagai pompa yang memberi tekanan pada darah untuk mengalirkan darah ke jaringan. Seperti semua cairan, darah mengalir menuruni gradien tekanan dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan rendah (Sherwood, 2011). Bahan-bahan toksik terhadap jantung mungkin mengganggu fungsi jantung dengan proses berikut pada beberapa tempat. a. Kardiomiopati (CMP) Istilah kardiomiopati sering digunakan untuk penyakit yang menunjukkan adanya perubahan fungsi dari miokardial. Penyebab kardiomiopati berupa IHD (ischemic cardiomyopathy), kardiak hipertropi, penyakit infeksi (kardiomiopati viral), obat maupun senyawa-senyawa xenobiotika yang menginduksi kardiomiopati. CMP primer atau idiopatik merupakan kelainan miokardium yang tidak diketahui sebabnya atau gangguan yang timbul tanpa adanya iskemi, hipertensi, kelainan bawaan, kelainan katup, dan bentuk penyakit jantung lainnya. CMP sekunder adalah penyakit otot jantung yang penyebabnya diketahui atau merupakan penyakit sistemik yang jelas (Klaassen, 2001). b. Hipertropi kardiak dan gagal jantung Peningkatan masa otot jantung disebut hipertropi kardiak. Efek ini biasanya merupakan respon kompensasi terhadap meningkatnya kerja jantung. Kardiak hipertropi dapat berkembang menjadi gagal jantung tetapi mekanisme PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23 perubahannya belum dapat diketahui. Kardiak hipertropi sering ditemui karena adanya pemaparan secara kronik dari adanya xenobiotika. (Klaassen, 2001). 6. Paru-paru Sistem pernafasan mencakup paru-paru dan sistem saluran bercabang yang menghubungkan tempat pertukaran gas dengan lingkungan luar. Udara digerakkan melalui paru oleh suatu mekanisme ventilasi yang terdiri atas rongga toraks, otot interkostal, diafragma, dan komponen elastis jaringan paru (Mescher, 2010). Pulmo atau paru-paru adalah organ pernafasan yang penting karena udara yang masuk dapat berhubungan secara erat dengan darah kapiler di dalam paruparu. Tiap paru-paru melekat pada jantung dan trakea melalui radix pulmonis dan ligamentum pulmonale. Paru-paru sehat selalu berisi udara dan akan mengapung bila dimasukkan ke dalam air. Paru-paru orang dewasa mempunyai permukaan yang berwarna lebih gelap dan sering ada bercak-bercak yang disebabkan oleh penimbunan partikel debu yang terisap. Dibandingkan dengan paru-paru kiri, maka paru-paru kanan lebih besar dan lebih berat tetapi lebih pendek karena kubah diafragma kanan letaknya lebih tinggi. Paru-paru kanan juga lebih lebar karean adanya jantung yang letaknya lebih ke kiri dalam rongga toraks (Wibowo dan Paryana, 2009). Bentuk reaksi pada sistem pernafasan dapat dibagi menjadi 2, yaitu pada bagian air-system conducting dan respiratory area. Air-conducting system bentuk reaksi dari kerusakan sel, inflamasi, dan perbaikan dapat mempengaruhi pada epitel dan struktur sekitar. Pada luka akut, epitelium dapat mempengaruhi silia, pembengkakan dan pengelupasan sel goblet dan sel bersilia, pembentukan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24 syncytial epithelial giant cell dan nekrosis pada epitelium. Sedangkan luka kronik dapat menyebabkan peningkatan jumlah sel goblet, bahkan bila dalam waktu yang berlanjut dapat menyebabkian adanya squamous metaplasia dari epitelium dan hiperplasia epitelium dan metaplasia sel goblet (van Dijk, Gruys, Mouewen, 2007). 7. Hati Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat sekitar 1,5 kg atau sekitar 2% berat tubuh orang dewasa dengan lobus kanan yang besar dan lobus kiri yang lebih kecil. Hati merupakan kelenjar terbesar dengan letak dalam rongga perut di bawah diafragma. Hati menjadi perantara sistem perncernaan dengan darah. Organ dalam saluran cerna tempat penyerapan nutrien yang digunakan di bagian tubuh lain. Kebanyakan darah di hati (70-80%) berasal dari vena porta yang berasal dari lambung, usus, dan limpa; sisanya (20-30%) disuplai oleh hepatika. Posisi hati dalam sistem sirkulasi sangat optimal untuk menampung, mengubah, dan mengumpulkan metabolit dari darah serta untuk menetraliasi dan mengeluarkan zat toksik dalam darah (Mescher, 2010). Hati selain memiliki fungsi dalam sistem pencernaan melalui sekresi garam empedu, tetapi juga memiliki fungsi lain, yaitu memproses secara metabolis ketiga kategori utama nutrien (karbohidrat, protein, dan lemak) setelah zat-zat ini diserap dari saluran cerna, mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon serta obat dan senyawa asing lainnya, membentuk protein plasma termasuk protein yang dibutuhkan untuk pembekuan darah dan yang untuk mengangkut hormon steroid dan tiroid serta kolesterol dalam darah. Hati juga berfungsi menyimpan glukosa, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin selain itu mampu mengaktifkan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25 vitamin D, mengeluarkan bakteri dan sel darah merah yang sudah tua serta mengeskresikan kolesterol dan bilirubin (Sherwood, 2011). Hati sering menjadi sasaran utama kerusakan karena beberapa hal. Hati memiliki kapasitas tinggi untuk mengikat zat kimia. Hal ini mungkin berkaitan dengan kenyataan bahwa hati merupakan tempat terpenting bagi eliminasi, berturut-turut metabolisme, dan ekskresi racun dari dalam tubuh (Donatus, 2001). Efek toksik zat beracun terhadap hati antara lain sebagai berikut. a. Perubahan lemak/lipidosis Perubahan lemak/lipidosis dapat ditandai dengan adanya vakuola-vakuola berbatas jelas pada bagian sitoplasma sel dan memberikan penampakan yang foamy. Perubahan lemak atau lipidosis ini dapat disebabkan karena beberapa agen yang berbeda dan biasanya dibedakan menjadi mikrovesikular dan makrovesikular. Makrovesikular lipidosis merupakan reaksi yang disebabkan karena luka dan dapat juga merupakan adaptasi fisiologi karena ketidakseimbangan antara lemak yang diambil dari darah dan pengeluaran lipoprotein dari hepatosit. Mikrovesikular lipidosis biasanya mengindikasikan adanya disfungsi hati yang lebih serius tetapi dapat juga dikarenakan adanya gangguang nutrisi. Xenobiotika dapat mnginduksi mikrovasikular maupun makrovesikular lipidosis (Thoolen, Maronpot, Harada, Nyska, Rousseaux, Nolte, et al., 2010). b. Hipertropi hepatoselular Hipertropi hepatoselular sering disebut pula hepatositomegali. Kondisi ini sering terjadi karena adanya gangguan pada induksi enzim metabolik yang meningkat pada retikulum endoplasma, peroksisom, dan mitokondria. Peningkatan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26 ini dapat disebabkan karena adanya xenobiotika. Pada beberapa kasus, hipertropi hepatoselular sering disertai pula dengan hepatoselular degenerasi dan nekrosis. Penanda adanya hipertropi umumnya yaitu peningkatan berat hati (Thoolen, et al., 2010). c. Hepatoselular atropi Patogenesis hepatoselular atropi yaitu kurangnya asupan pakan (kelaparan), perubahan hemodinamik, maupun tekanan atropi dari neoplasia. Penanda adanya hepatoselular atropi, yaitu pengurangan ukuran dari hepatosit, nukleus hepatosit yang umumnya berukuran lebih kecil dan adanya pengurangan jumlah glikogen maupun mitokondria secara ultrastruktural (Thoolen, et al., 2010). d. Degenerasi hidropik Degenerasi hidropik sering ditandai dengan adanya vakuola pada sitoplasma. Gangguan pada integritas membran sel dapat menyebabkan adanya akumulasi cairan intrasitoplasmik yang menyebabkan pembesaran atau ballooning pada sel. Agen penyebab degerasi hidropik ini dapat karena xenobiotika dan merupakan prekursor nekrosis hepatosit (Thoolen, et al., 2010). e. Nekrosis Nekrosis merupakan perubahan yang ireversibel. Nekrosis secara morfologi dapat nampak sendiri atau kombinasi dengan perubahan yang lain. Nekrosis berdasar jumlahnya dapat dibedakan menjadi nekrosis sel tunggal maupun fokal/multifokal sedangkan berdasarkan letaknya dapat dibedakan menjadi nekrosis sentrilobular, midzonal maupun periportal. Nekrosis pada sentrilobular sering disebabkan karena adanya iskemik atau kekurangan oksigen PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27 karena adanya xenobiotika. Nekrosis hepatoselular dapat terjadi pula karena spontan atau toksin (Thoolen, et al., 2010). E. Keterangan Empiris Penelitian ini bersifat eksploratif untuk mengetahui toksisitas akut infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) yang dinyatakan dengan LD50, gejala toksik, wujud efek toksik, dan sifat karena pemejanan secara oral. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. B. 1. Variabel dan Definisi Operasional Variabel utama a. Variabel bebas.Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi dosis pemberian infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) b. Variabel tergantung.Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah tolok ukur kuantitatif yang dilihat dari nilai LD50, sedangkan tolok ukur kualitatif yang dilihat dari gejala toksik, wujud, dan sifat efek toksik. 2. Variabel pengacau a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini antara lain, mencit jantan dan betina galur Swiss, berat badan 20-30 g dari Lab Imono, umur 1,5-2,5 bulan, frekuensi pemberian infusa satu kali dalam 24 jam hari pertama, rute pemberian peroral, biji alpukat dari Es Teller 77 Galeria Yogyakarta pada bulan Juni 2014 yang diambil dari perkebunan Klaten yang memiliki waktu panen yang sama, makanan dan minuman dari Lab Imuno. b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi patologis dan fisiologis mencit jantan dan mencit betina galur Swiss yang digunakan. 28 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29 3. Definisi operasional a. Biji alpukat (Persea americana Mill.). Biji alpukat (Persea americana Mill.) adalah biji alpukat berbentuk bulat yang diambil dari tanaman Persea americana Mill. dengan warna kuning, segar, dan tidak bercacat. Biji digunakan dalam bentuk serbuk yang dibuat di lab Farmakognosi Fitokimia Universitas Sanata Dharma. b. Dosis infusa biji alpukat (Persea americana Mill.). Infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) yang diperoleh dengan mengekstraksi sediaan herbal sebanyak 8 gram dengan pelarut aquadest 100,0 ml suhu 90oC selama 15 menit dengan konsentrasi 8% b/v dibagi mejadi empat peringkat dosis dengan rentang dosis dari yang tidak mematikan seluruh hewan uji sampai hampir atau mematikan seluruh hewan yaitu dosis I = 230,09 mg/kgBB; dosis II = 520,00 mg/kgBB; dosis III = 1175,20 mg/kgBB; dosis IV = 2655,95 mg/kgBB. c. Lethal dose 50 (LD50). Lethal dose 50 adalah dosis tunggal suatu zat yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50% hewan uji d. Gejala. Gejala didefinisikan sebagai gejala klinis maupun toksik yang muncul karena pemejanan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) yang meliputi gerakan (tremor, konvulsi, paralisis, keterpaksaan gerak, tidur), reaktif terhadap rangsangan dan refleks (beringas, pasif), perubahan perilaku (perubahan sikap/aneh seperti lompat dan berputar berlebihan atau menggeliat, penjilatan, pencakaran, vokalisasi luar biasa, gelisah), sekresi (salivas, lakrimasi), nafas (bradipnea, trakipnea), kardiovaskuler (vasodilatasi), perubahan kulit dan bulu, saluran cerna (diare, sembelit) (Dipasquale dan Hayes, 2001 ; Badan POM, 2014). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30 e. Wujud. Wujud didefinisikan sebagai kecenderungan wujud perubahan struktural yang dapat dilihat dari perubahan histopatologik organ hewan uji dengan membandingkan perbedaan organ mencit kontrol dan organ mencit yang diberi perlakuan infusa biji alpukat. f. Sifat. Sifat didefinisikan sebagai kecenderungan sifat efek toksik senyawa uji yang dapat dikategorikan menjadi sifat terbalikkan dan sifat tak terbalikkan yang dilihat dari uji reverbilitas dan diidentifikasi melalui hasil histopatologik organ hewan uji. C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama a. Hewan uji yang digunakan, yaitu mencit galur Swiss dengan umur 1,5-2,5 bulan dan berat badan 20-30 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian dengan hewan coba telah mendapat ethical clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (Lampiran 7). b. Biji alpukat bentuk bulat (Persea americana Mill.) yang diperoleh dari Es Teller 77 Galeria Yogyakarta pada bulan Juni 2014 yang diambil dari perkebunan Klaten yang memiliki waktu panen yang sama. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31 2. Bahan kimia a. Pelarut untuk infusa dan kontrol negatif uji toksisitas akut digunakan aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. b. Pelet AD-2 digunakan sebagai asupan makan mencit sedangkan asupan minum menggunakan air reverse osmose (RO) yang diperoleh dari Laboratorium Imono, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. c. Pengawet formalin 10% yang dibuat dengan mengencerkan formalin 30% dengan aquadest sesuai volume yang dikehendaki untuk mencapai konsentrasi 10%. Formalin 30% diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. D. Alat atau Instrumen Penelitian 1. Alat pembuat serbuk biji alpukat (Persea americana Mill.) Timbangan digital, ayakan no.40, blender, oven, dan wadah penyimpanan serbuk biji alpukat. 2. Alat penetapan kadar air Timbangan, sendok, alat moisture balanced, stopwatch. 3. Alat pembuatan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) Panci enamelware, termometer, stopwatch, Bekker glass, gelas ukur, cawan porselen, batang pengaduk, penangas air, timbangan analitik, kain flannel, kompor listrik, corong, dan labu alas bulat. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32 4. Alat uji toksisitas dan pemeriksaan histopatologik Seperangkat alat gelas berupa Bekker glass, gelas ukur, tabung reaksi, pipet tetes, timbangan elektrik, spuit per oral syringe 1 cc untuk pemejanan aquadest dan infusa, alat bedah, pot penyimpan organ, mikroskop untuk memeriksa preparat histopatologi, kamera untuk memotret preparat histopatologi. E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman Persea americana Mill Determinasi dilakukan di Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2. Pengumpulan bahan Bahan uji yang digunakan adalah biji Persea americana Mill. yang diperoleh dari Es Teller 77 Galeria Yogyakarta pada bulan Juni 2014 yang diambil dari perkebunan Klaten yang memiliki waktu panen dan waktu tumbuh yang sama. 3. Pembuatan serbuk biji alpukat Serbuk dicuci bersih di bawah air mengalir, dipotong-potong, disortir dan dikeringanginkan hingga tidak tampak basah lagi kemudian pengeringan dengan oven suhu kurang dari 60oC. Biji yg kering kemudian diserbukkan dan diayak menggunakan ayakan nomer 40 dan dicari persen rendemen yang diperoleh (pengayakan berhubungan dengan luas permukaan spesifik yang kontak dengan pelarut). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33 4. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. Sampel serbuk biji Persea americana Mill. yang sudah diayak sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam alat moisture balanced pada suhu 1050C selama 15 menit, kemudian persen kadar air akan muncul pada alat moisture balanced secara otomatis. 5. Pembuatan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) Caranya serbuk kering ditimbang 8,0 g dan dimasukkan dalam panci enamel lalu dibasahi dengan aquadest sebanyak 2 kali bobot bahan yang ditimbang yakni 16 mL aquadest. Pelarut aquadest kemudian ditambahkan sebanyak 100,0 mL. Panci enamel dipanaskan pada suhu 900 C dan dijaga tetap dalam suhu tersebut selama 15 menit. Waktu 15 menit dihitung ketika suhu campuran mencapai 90o C. Campuran tersebut setelah 15 menit diambil dan diperas selagi hangat dengan menggunakan kain flannel kemudian bila perlu ditambahkan aquadest panas melalui ampas hingga didapatkan volume 100,0 mL infusa biji. 6. Penetapan dosis infusa Persea americana Mill. Penetapan dosis didasarkan dosis yang digunakan pada masyarakat, yaitu kurang lebih 2 sendok makan (4g). Dosis pada manusia 4g/70 kgBB. Dosis dikonversi untuk mencit. Faktor konversi dari manusia 70kg ke mencit 20 g adalah 0,0026. Jadi dosis untuk mencit 20 g sebagai berikut : Dosis infusa untuk mencit 20 g= 4g/70kgBB X 0,0026 = 0,0104 g/20gBB = 520 mg/kgBB PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34 Penetapan dosis maksimal dengan menggunakan volume maksimal 1 mL yang dapat diberikan pada mencit. Berat badan maksimal 30 g dan menggunakan konsentrasi infusa maksimal yang dapat dibuat 8% b/v (Yoseph, 2013) adalah DxBB = CxV D x 30g = 8g/100mL x 1 mL D = 0,00267 g/gBB = 2670 mg/kgBB Penelitian ini dibuat empat peringkat dosis dan dosis 520 mg/kgBB digunakan sebagai dosis ke-2 sedangakan 2670 mg/kgBB digunakan sebagai dosis ke-4. Sehingga dari dosis peringkat tinggi dan peringkat rendah dicari faktor pengali yang berguna untuk peringkat dosis. Faktor pengali = 𝑛−1 √ 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ 4−2 2670 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵 = √ 520 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵 =2,26 Peringkat dosis yang didapatkan, yaitu Dosis I = 520 mg/kgBB : 2,26 = 230,09 mg/kgBB; Dosis II = 520,00 mg/kgBB; Dosis III = 520 mg/kgBB x 2,26 = 1175,20 mg/kgBB; Dosis IV = 1175,20 mg/kgBB x 2,26 = 2655,95 mg/kgBB. 7. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji Penelitian ini membutuhkan lima puluh ekor mencit (25 jantan, 25 betina). Pengelompokan dilakukan dengan membagi secara acak lima puluh mencit ke dalam lima kelompok perlakuan menggunakan undian, masing-masing kelompok sejumlah sepuluh ekor mencit (5 jantan, 5 betina). Kelompok I, yaitu kontrol negatif yang diberi aquadest secara peroral. Kelompok perlakuan II PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35 diberi infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dengan dosis terendah 230,09 mg/kgBB. Kelompok perlakuan III diberi infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dengan dosis peringkat ke 2, yaitu 520,00 mg/kgBB. Kelompok perlakuan IV diberi infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dengan dosis peringkat ke 3, yaitu 1175,20 mg/kgBB. Kelompok perlakuan V diberi infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dengan dosis tertinggi 2655,95 mg/kgBB. Mencit diadaptasikan terlebih dahulu pada lingkungan uji selama satu minggu. Mencit dipuasakan selama 3-4 jam sebelum perlakuan dengan tetap diberikan air minum setelah itu pemberian infusa biji Persea americana Mill. dilakukan secara peroral, sekali hanya hari pertama. Analisis dilakukan dengan melihat sebagai berikut. a. jumlah kematian, b. gejala klinis dan efek toksik yang meliputi gerakan (tremor, konvulsi, paralisis, keterpaksaan gerak, tidur), reaktif terhadap rangsangan dan refleks (beringas, pasif), perubahan perilaku (perubahan sikap/aneh seperti lompat dan berputar berlebihan atau menggeliat, penjilatan, pencakaran, vokalisasi luar biasa, gelisah), sekresi (salivas, lakrimasi), nafas (bradipnea, trakipnea), kardiovaskuler (vasodilatasi), perubahan kulit dan bulu, saluran cerna (diare, sembelit) (Dipasquale dan Hayes, 2001 ; Badan POM, 2014). c. histopatologis pada organ hati, ginjal, usus, limpa, lambung, jantung, dan paru-paru setelah 24 jam dan dilanjutkan hingga 14 hari bila tidak terjadi kematian dan diamati pula histopatologisnya untuk mengetahui sifat efek toksik setelah 24 jam dan setelah uji reversibilitas selama 14 hari. Proses pembuatan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36 preparat dan pemeriksaan histopatologik dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. F. Tata Cara Analisis Hasil Data yang diperoleh dianalisis dan dievaluasi untuk memperoleh tolok ukur toksisitas baik kuantitatif maupun kualitatif. Analisisnya adalah sebagai berikut. 1. Data jumlah kematian masing-masing kelompok (bila ada) selama 24 jam digunakan untuk mengetahui nilai LD50. 2. Data gejala yang timbul setelah pemejanan diamati 24 jam dan dilanjutkan sampai hari ke 14 bila tidak terjadi kematian. 3. Data pemeriksaan histopatologi setelah 24 jam dan setelah 14 hari digunakan untuk mengevaluasi spektrum efek toksik yang timbul akibat pemejanan (sifat dan wujud efek toksik). 4. Data perubahan berat badan dianalisis dengan tren perubahan purata berat badan pada hari ke 0,7, dan 14 untuk melihat apakah ada perubahan berat badan dengan adanya pemberian infusa biji alpukat (Persea americana Mill.). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37 G. Skema Alur Penelitian 50 ekor mencit yakni 25 jantan dan 25 betina masing-masing dibagi kedalam 5 kelompok Hewan uji dikelompokkan secara acak dan diadaptasikan selama 1 minggu sebelum memulai perlakuan Hewan uji dipuasakan selama 3-4 jam sebelum perlakuan dengan tetap memberikan air minum Hewan uji ditimbang dan dibandingkan antara hari ke 0, 7 maupun 14 Hewan uji diberi infusa biji alpukat secara peroral Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Dosis 3 Kel.Kontrol Infusa biji alpukat 230,09 mg/kgBB Infusa biji alpukat 520,00 mg/kgBB Infusa biji alpukat 1175,20 mg/kgBB Infusa biji alpukat 2655,95 mg/kgBB Aquadest 33,33 g/kgBB Dilakukan pengamatan gejala (sesering mungkin pada 6 jam pertama, dan dilanjutkan sampai hari 14 bila tidak ada kematian) dan jumlah kematian Setelah 24 jam, dilakukan pembedahan, diambil organ ginjal, usus, limpa, jantung, paru-paru, hati, dan lambung untuk melihat histopatologiknya (2 jantan, 3 betina) Hewan uji sisa (3 jantan, 2 betina) dibiarkan hidup tanpa pemberian infusa biji alpukat maupun aquadest selama 14 hari untuk uji reversibilitas dan dilakukan pembedahan untuk melihat histopatologiknya. Gambar 1. Skema alur penelitian PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan gambaran umum tentang toksisitas akut infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dan khususnya mengetahui nilai ketoksikan akut yang dinyatakan dengan kisaran LD50, gejala toksik, wujud dan sifat akibat pemejanan infusa biji alpukat pada mencit galur Swiss yang dilihat melalui pengamatan histopatologik. A. Determinasi Biji Alpukat Determinasi dilakukan di Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi UGM dengan tujuan untuk identifikasi, menghindari agar tidak ada kekeliruan dengan tanaman lain sehingga memastikan bahwa tanaman yang dimaksud adalah Persea americana Mill. Hasil determinasi yang dilakukan di Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi UGM menunjukkan bahwa tanaman benar-benar merupakan tanaman alpukat dengan nama ilmiah Persea americana Mill. dan hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 6. B. Penetapan Kadar Air Serbuk Kering Biji Persea americana Mill. Penetapan kadar air dilakukan pada biji alpukat yang telah mengalami pengeringan dan berubah menjadi serbuk dengan tujuan untuk mengecilkan ukuran partikel sehingga permukaan serbuk yang kontak dengan penyari dimana dalam penelitian ini adalah air semakin luas sehingga senyawa-senyawa yang terkandung dalam biji alpukat dapat banyak tersari keluar. Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture balanced dan dilakukan sebagai salah satu 38 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39 persyaratan serbuk yang baik menurut Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI (1995), yaitu kandungan air kurang dari 10%. Kandungan air serbuk biji Persea americana Mill. yang didapat dari hasil replikasi moisture balanced yaitu 5,88%, 5,51%, dan 5,51%. Rata-rata kadar air serbuk kering biji Persea americana Mill. yang dibuat peneliti adalah 5,63% dan sudah memenuhi syarat serbuk yang baik. C. Potensi Ketoksikan Akut (LD50) Hasil terkait jumlah mencit jantan maupun betina yang mati setelah pemejanan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) secara oral dapat dilihat pada tabel V. Tabel V. Jumlah mencit yang mati (%respon) setelah pemberian infusa biji alpukat (n=10) Kelompok Perlakuan (p.o mg/kgBB) Jumlah mati (%respon) 0 0 0 0 0 LD50 semu (mg/kgBB) I Kontrol II IBA 230,09 III IBA 520,00 >2655,95 IV IBA 1175,20 V IBA 2655,95 Keterangan : p.o = peroral N = jumlah hewan uji dalam satu kelompok Kontrol = aquadest dengan dosis 33,33 g/kgBB IBA = infusa biji alpukat Pada tabel V dapat dilihat bahwa tidak adanya kematian hewan uji baik jantan maupun betina setelah pemejanan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) keempat peringkat dosis (%respon = 0) setelah 24 jam. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai LD50 tidak dapat diketahui secara pasti dan nilai LD50 yang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40 digunakan adalah LD50 semu yaitu peringkat dosis tertinggi yang masih dapat diterima hewan uji (Donatus, 2001). LD50 semu infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) adalah >2655,95 mg/kgBB dan bila dilihat dari makna toksikologi maka ketoksikan akut infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) termasuk kategori sedikit toksik (0,5-5g/kg) (Loomis, 1978). D. Pengamatan Perubahan Berat Badan Mencit Perubahan berat badan mencit dapat diketahui dengan menimbang berat badan mencit jantan dan mencit betina pada hari ke-0 (sebelum diberi perlakuan), hari ke-7, dan hari ke-14 (hari terakhir periode uji). Tujuan perlunya pengamatan perubahan berat badan mencit adalah sebagai data pendukung pengaruh infusa biji alpukat terhadap kondisi kesehatan dan pola berat badan. Hasil pengamatan perubahan berat badan mencit jantan secara lengkap akan dijelaskan lewat tabel VI dan gambar 2 . Tabel VI. Purata berat badan ± SE mencit jantan akibat pemberian infusa biji alpukat Kelompok 1 2 3 4 5 Perlakuan (mg/kgBB) IBA 230,09 IBA 520 IBA 1175,2 IBA 2655,95 Kontrol Aquadest 33.333 Keterangan : SE = Standar Error of Mean IBA = Infusa Biji Alpukat Purata berat badan (g) ± SE Hari ke- 0 Hari ke- 7 24,78 ± 0,26 25,97 ± 0,58 25,06 ± 0,60 28,53 ± 2,25 24,34 ± 0,44 29,03 ± 0,70 23,28 ± 0,80 26,60 ± 0,25 23,30 ± 1,18 28,23 ± 2,17 Hari ke- 14 28,68 ± 0,47 29,47 ± 1,42 29,97 ± 0,82 27,60 ± 0,75 30,47 ± 1,24 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41 35 30 Berat badan (g) 25 dosis 1 20 dosis 2 15 dosis 3 10 dosis 4 kontrol 5 0 0 5 10 15 Hari Gambar 2. Perubahan berat badan mencit jantan selama pemberian infusa biji alpukat Keterangan : Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Dosis 4 Kontrol = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 230,09 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 520 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 1175,2 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 2655,95 mg/kgBB = diberikan aquadest dengan dosis 33.333 mg/kgBB Hasil yang didapatkan pada tabel VI dan gambar 2 menunjukkan bahwa pola perubahan berat badan hampir serupa pada semua kelompok uji walaupun ada satu hewan yang mengalami penurunan berat badan pada dosis 4 (2655,96 mg/kgBB) dan data lengkap dapat dilihat pada lampiran 8 dan 9. Hal ini mungkin dikarenakan adanya cacing pada ususnya yang dibuktikan dari hasil pemeriksaan histopatologik dan bukan disebabkan karena perlakuan infusa biji alpukat. Pola perubahan berat badan yang serupa ini menunjukkan bahwa infusa biji alpukat tidak mempengaruhi berat badan mencit jantan. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42 Tabel VII. Purata berat badan ± SE mencit betina akibat pemberian infusa biji alpukat Kelompok Perlakuan Purata berat badan (g) ± SE (mg/kgBB) Hari ke- 0 Hari ke- 7 Hari ke- 14 1 IBA230,09 24,54 ± 0,66 28,40 ± 0,70 31,15 ± 0,25 2 IBA520 23,66 ± 0,34 26,50 ± 0,20 28,25 ± 0,95 3 IBA1175,2 25,66 ± 0,37 27,95 ± 0,65 29,10 ± 0,10 4 IBA2655,95 25,52 ± 0,23 27,80 ± 0,30 28,30 ± 0,60 5 Kontrol 25,02 ± 0,52 28,40 ± 1,00 30,40 ± 1,30 Aquadest 33.333 Keterangan : SE = Standar Error of Mean IBA = Infusa Biji Alpukat 35 Berat badan (g) 30 25 dosis 1 20 dosis 2 15 dosis 3 10 dosis 4 5 kontrol 0 0 5 10 15 Hari Gambar 3. Grafik perubahan berat badan mencit betina selama pemberian infusa biji alpukat Keterangan : Dosis 1 = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 230,09 mg/kgBB Dosis 2 = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 520 mg/kgBB Dosis 3 = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 1175,2 mg/kgBB Dosis 4 = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 2655,95 mg/kgBB Kontrol = diberikan aquadest dengan dosis 33.333 mg/kgBB Hasil perubahan berat badan pada mencit betina pada tabel VII dan gambar 3 juga hampir serupa dengan mencit jantan dimana semua hewan uji mengalami PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43 kenaikan berat badan. Pola kenaikan berat badan pun juga hampir sama pada semua kelompok perlakuan, baik pada kelompok kontrol aquadest maupun perlakuan infusa biji alpukat. Kenaikan itu tidak dipengaruhi perlakuan infusa biji alpukat tetapi merupakan pola normal penambahan asupan makan sehingga berat badan pun juga akan mengalami kenaikan. Pemberian infusa biji alpukat secara akut melalui jalur pemberian oral tidak mempengaruhi perubahan berat badan pada mencit jantan maupun mencit betina. E. Pengamatan Gejala-Gejala Efek Toksik Pengamatan gejala klinis dan efek toksik dilakukan setelah pemejanan infusa biji alpukat yaitu selama 24 jam dan dilanjutkan selama 14 hari. Pengamatan dilakukan sesering mungkin pada enam jam pertama untuk mengetahui gejala toksik akut, selanjutnya pengamatan selama 14 hari dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan adanya efek tertunda akibat pemejanan infusa biji alpukat maupun adanya recovery. Pengamatan gejala-gejala toksik ini cenderung bersifat subyektif sehingga untuk melihat kebiasaan hewan uji, dilakukan proses adaptasi sebelum perlakuan dan menggunakan mencit kontrol sebagai pembanding selama masa uji. Pengamatan gejala klinis dan efek toksik meliputi gerakan (tremor, konvulsi, paralisis, keterpaksaan gerak, tidur), reaktif terhadap rangsangan dan refleks (beringas, pasif), perubahan perilaku (perubahan sikap/aneh seperti lompat dan berputar berlebihan atau menggeliat, penjilatan, pencakaran, vokalisasi luar biasa, gelisah), sekresi (salivas, lakrimasi), nafas (bradipnea, trakipnea), PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44 kardiovaskuler (vasodilatasi), perubahan kulit dan bulu, saluran cerna (diare, sembelit) (Dipasquale dan Hayes, 2001 ; Badan POM, 2014). Hasil pengamatan gejala toksik dapat dilihat pada tabel VIII. Tabel VIII. Hasil pemeriksaan gejala pada mencit jantan dan betina akibat pemejanan infusa biji alpukat dan aquadest selama 6 jam pertama Kelompok 1 2 3 4 5 Perlakuan Gejala klinis Infusa biji alpukat dosis 230,09 Penjilatan meningkat mg/kgBB Infusa biji alpukat dosis 520 Aktivitas mg/kgBB meningkat/beringas, penjilatan meningkat Infusa biji alpukat dosis 1175,2 Aktivitas mg/kgBB meningkat/beringas, penjilatan meningkat Infusa biji alpukat dosis 2655,95 Aktivitas mg/kgBB meningkat/beringas, penjilatan meningkat Kontrol aquadest 33,33 g/kgBB Normal Gejala klinis mulai muncul pada dosis pertama (230,09 mg/kgBB) yaitu adanya penjilatan yang meningkat tetapi setelah dosis kedua (520 mg/kgBB) mulai ada peningkatan aktivitas atau beringas dan ada pula penjilatan yang meningkat sampai dosis paling tinggi 2655,95 mg/kgBB. Semua perubahan itu mulai hilang sekitar jam keempat kecuali aktivitas meningkat/beringas yang hilang setelah jam ke enam. Gejala klinis ini hanya muncul pada hari pertama dan tidak berlanjut sampai hari ke 14 (akhir masa uji reversibilitas) yang menandakan bahwa tidak ada gejala lanjutan ataupun gejala yang tertunda setelah pemberian infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dan lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13 sampai lampiran 16 . PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45 Beberapa kandungan pada tanaman dapat bersifat toksik atau penyakit antara lain kandungan alkaloid, glycosides (glucosides), organic acid, mineral (nitrat, selenium, molybdenum), resin atau resinoid, fitotoksin, dan beberapa senyawa yang menyebabkan fotosensitif ( Runnells, Monlux, dan Monlux, 1965). Biji alpukat mengandung senyawa-senyawa seperti flavonoid, steroid, terpenoid, saponin, tannin, kardiak glikosida, dan alkaloid. Kandungan paling banyak pada biji alpukat adalah saponin, yaitu 51% dari keseluruhan kandungan biji alpukat. Menurut Milugo, Omosa, Ochanda, Owuor, Wamunyokoli, Oyugi, et al., (2013) saponin yang bersamaan dengan alkaloid akan mengurangi aktivitas antioksidan dari tumbuhan. Selain itu kandungan kardiak glikosida merupakan senyawa yang dapat mempengaruhi organ jantung, lambung, usus, dan sistem saraf sehingga diduga dapat mempengaruhi perubahan gejala pada mencit walaupun kemungkinannya sangat kecil karena tidak ada gejala lain yang muncul pada saluran gastrointestinal maupun sistem kardiovaskular seperti diare (Mason dan Foerster, 1981). Penjilatan dapat terjadi kemungkinan dikarenakan adanya kandungan tanin dan flavonoid dalam biji alpukat. Jumlah tanin yang ada dalam biji alpukat pun terbilang tinggi (21,66%) (Nwaoguikpe dan Braide, 2011). Tanin dan flavanoid dapat memberikan rasa pahit dan kesat pada tumbuhan (Heinrich, Barnes, Gibbons, dan Williamson, 2010). Penjilatan yang dialami mencit jantan maupun betina ini berangsur-angsur hilang setelah pemberian dan pada percobaan ini, penjilatan menghilang setelah sekitar jam ke empat. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46 Adanya peningkatan aktivitas dari mencit yang semakin aktif menunjukkan bahwa infusa biji alpukat kemungkinan mempengaruhi bagian sistem saraf pusat dan bagian somatomotor (Dipasquale dan Hayes, 2001). Alkaloid akan mempengaruhi sistem saraf tetapi mekanisme dalam mempengaruhi sistem saraf belum diketahui secara pasti (Runnells, Monlux, dan Monlux, 1965 ; Heinrich, Barnes, Gibbons, dan Williamson, 2010). Kandungan alkaloid ini juga mungkin salah satu pemicu adanya perubahan pada sistem saraf pada mencit yang ditandai dengan perubahan lokomotor yang makin aktif dan penjilatan yang meningkat pada empat jam pertama. Perubahan yang teramati merupakan perubahan klinis yang mungkin saja dapat dipengaruhi faktor lain seperti kondisi fisiolofis hewan uji tetapi gejala klinis ini menjadi penanda awal yang perlu diwaspadai karena pemberian infusa biji alpukat. Gejala lainnya seperti penjilatan yang dialami mencit lebih cenderung efek organoleptis dan bukan efek toksik dari pemberian infusa biji alpukat. F. Pemeriksaan Histopatologi Pemeriksaan histopatologi bertujuan untuk mengetahui perubahan secara makroskopis dan mikroskopis yang terjadi pada hewan uji setelah pemejanan yang sesuai dengan standar pengamatan uji toksisitas akut. Organ yang diamati pada pemeriksaan histopatologis meliputi lambung, jantung, usus, limpa, paru-paru, ginjal, dan hati. Hasil pengamatan histopatologis kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol aquadest. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47 Pada penelitian ini, pemeriksaan histopatologis dilakukan setelah 24 jam dan 14 hari setelah pemejanan infusa biji alpukat dikarenakan tidak terjadi kematian dan untuk melihat sifat efek toksik yang tertunda maupun reversibilitas. Pembedahan untuk melihat hasil histopatologi pada jam ke 24 diambil 2 jantan dan 3 betina sedangkan setelah 14 hari diambil 3 jantan dan 2 betina untuk dilihat reversibilitasnya. Hasil histopatologik setelah 24 jam pada mencit jantan dan mencit betina dapat dilihat pada tabel IX dan X sedangakan untuk hasil histopatologi setelah 14 hari (reversibilitas) dapat dilihat pada tabel XI dan XII. Mencit kontrol digunakan sebagai pembanding karena kontrol dapat digunakan sebagai acuan kondisi patologis hewan uji. Kontrol dan perlakuan infusa biji alpukat mendapatkan perlakuan yang sama untuk mencegah bias pada percobaan. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Tabel IX. Gambaran histopatologik organ mencit betina setelah 24 jam pemberian infusa biji alpukat Perlakuan Perubahan histoptologik pada organ (%) Lambung Jantung Usus Limpa Paru-paru Hati Ginjal Kontrol - - Atropi villi (6,7%) Nekrosis pulpa putih (7,1%) Pneumonia interstitialis (13,3%) Peri bronkiolitis (6,7%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler (20%) Degerasi hidropik ringan (6,7%) Dosis 1 - - - Nekrosis pulpa putih (14,3%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler (20%) Radang midzonal (6,7%) Dosis 2 - - - Nekrosis pulpa putih (21,4%) Pneumonia interstitialis (6,7%) Hiperplasi epitel bronkhiolus (6,7%) Pneumonia interstitialis (13,3%) Degenerasi hidropik epitel tubulus (6,7%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler Nekrosis epitel tubulus (6,7%) - Dosis 3 - - - Nekrosis pulpa putih (14,3%) Dosis 4 - - - Nekrosis pulpa putih (21,4%) Keterangan : Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Dosis 4 Kontrol - Pneumonia interstitialis (6,7%) Hiperplasi epitel bronkhiolus (6,7%) Hemoragi (6,7%) Pneumonia interstitialis (6,7%) Peri bronchiolitis (6,7%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler (20%) Radang midzonal (6,7%) Multi fokal nekrosis (6,7%) Atropi sebagian hepatosit (6,7%) Degenerasi melemak ringan (6,7%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler (13,3%) Hepatosit megakariosit (6,7%) Degenerasi hidropik sedang (6,7%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler (6,7%) Multi fokal nekrosis (6,7%) Degenerasi hidropik ringan (13,3%) Degenerasi hidropik epitel tubulus (13,3%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler (6,7%) Degenerasi hidropik epitel tubulus (6,7%) - = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 230,09 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 520 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 1175,2 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 2655,95 mg/kgBB = diberikan aquadest dengan dosis 33.333 mg/kgBB = tidak ada perubahan 48 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Tabel X. Gambaran histopatologik organ mencit jantan setelah 24 jam pemberian infusa biji alpukat Perlakuan Kontrol Perubahan histoptologik pada organ (%) Lambung Jantung Usus Limpa Paru-paru Hati Ginjal - - - Nekrosis pulpa putih (10%) Pneumonia interstitialis (20%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler (10%) Multi fokal nekrosis (10%) Degenerasi melemak ringan (10%) - Degenerasi hidropik ringan (10%) Dosis 1 Dosis 2 - - - - - - - Dosis 3 - - - Dosis 4 - - Atropi villi (6,7%) Nekrosis pulpa putih (10%) Pneumonia interstitialis (20%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler (10%) Focci nekrotik parenkim (10%) Degenerasi hidropik epitel tubulus (10%) Nefritis interstitialis (10%) Nekrosis epitel tubulus (10%) Degenerasi hidropik epitel tubulus (10%) Nekrosis pulpa putih (10%) Pneumonia interstitialis (10%) Bronkopneumonia (10%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler (20%) Degenerasi melemak ringan (10%) Nekrosis pulpa putih (20%) Nekrosis pulpa putih (20%) Pneumonia interstitialis (20%) Edema (10%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler (20%) Degenerasi hidropik epitel tubulus (10%) Pneumonia interstitialis (20%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler (10%) - Degenerasi melemak sedang (10%) Keterangan : Dosis 1 = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 230,09 mg/kgBB Dosis 2 = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 520 mg/kgBB Dosis 3 = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 1175,2 mg/kgBB Dosis 4 = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 2655,95 mg/kgBB Kontrol = diberikan aquadest dengan dosis 33.333 mg/kgBB = tidak ada perubahan 49 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Tabel XI. Perubahan histopatologik organ mencit betina setelah 14 hari pemberian infusa biji alpukat Perlakuan Perubahan histoptologik pada organ (%) Lambung Jantung Usus Limpa Paru-paru Hati Ginjal Kontrol - - - - Pneumonia interstitialis (20%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler (10%) - Dosis 1 - - - - Pneumonia interstitialis (10%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler (10%) - Dosis 2 - - - - - - - Dosis 3 - - - - Pneumonia interstitialis (20%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler (10%) - Dosis 4 - - - - Pneumonia interstitialis (10%) bronkopneumonia (10%) Keterangan : Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Dosis 4 Kontrol - - = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 230,09 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 520 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 1175,2 mg/kgBB = diberikan infusa biji alpukat dengan dosis 2655,95 mg/kgBB = diberikan aquadest dengan dosis 33.333 mg/kgBB = tidak ada perubahan 50 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Tabel XII. Perubahan histopatologik organ mencit jantan setelah 14 hari pemberian infusa biji alpukat Perlakuan Perubahan histoptologik pada organ (%) Lambung Jantung Usus Limpa Paru-paru Hati Ginjal Kontrol - - - - - - - - Radang di sekitar pembuluh vaskuler (6,7%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler (13,3%) - Dosis 1 Pneumonia interstitialis (13,3%) Pneumonia interstitialis (6,7%) Bronkopneumonia (6,7%) Dosis 2 - - - - Pneumonia interstitialis (13,3%) Radang di sekitar pembuluh vaskuler (6,7%) - Dosis 3 - - - - - - cacing (6,7%) - Radang di sekitar pembuluh vaskuler (6,7%) - - Dosis 4 Pneumonia interstitialis (20%) Pneumonia interstitialis (6,7%) Bronkopneumonia (6,7%) - Nefritis interstitialis (6,7%) 51 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52 1. Lambung Tidak ada perubahan pada mencit jantan dan mencit betina kelompok kontrol dan perlakuan infusa biji alpukat setelah 24 jam maupun setelah uji reversibilitas (14 hari). Hasil histopatologik organ lambung normal. Berarti pemberian infusa biji alpukat secara akut tidak mempengaruhi organ lambung. 2. Jantung Tidak ada perubahan pada mencit jantan dan mencit betina kelompok kontrol dan perlakuan infusa biji alpukat setelah 24 jam maupun setelah uji reversibilitas (14 hari). Hasil histopatologik organ jantung normal. Berarti pemberian infusa biji alpukat secara akut tidak mempengaruhi organ jantung. 3. Usus Setelah 24 jam terjadi perubahan, yaitu adanya atropi vili pada mencit betina kontrol dan mencit jantan yang diberikan perlakuan infusa biji alpukat dosis 4 (2655,95 mg/kgBB). Atropi adalah pengurangan atau pengerutan ukuran sel yang awalnya normal tanpa adanya perubahan dalam jumlah sel. Penyebab dari atropi dapat karena banyak hal antara lain karena fisiologis/normal proses metabolik dalam tubuh misal saat infant berubah menjadi dewasa akan membuat menghilangnya timus, senile/pengaruh umur, nutrisi yang tidak adekuat/kelaparan, neurotropic/ luka pada sistem saraf, angiotropic/anemia ischemic atau kronik pasif hiperemi, tekanan/mekanik, dan endokrin misal kekurangan tiroid (Kumar, Cotran, dan Robbins, 2007). Atropi yang dialami mencit jantan yang diberikan perlakuan infusa biji alpukat dosis 4 (2655,95 mg/kgBB) bukan merupakan perubahan yang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53 disebabkan karena perlakuan infusa biji alpukat tetapi karena kondisi patologis mencit yang kurang baik karena pada kelompok betina tidak mengalami perubahan atropi vili dan didukung perubahan atropi ini juga teramati pada kelompok mencit betina kontrol. Xenobiotika yang tidak mempengaruhi hormonal cenderung tidak memberikan perbedaan pada jantan maupun betina. Gambaran histopatologis usus mencit jantan dapat dilihat pada lampiran 17. Hasil histopatologik pada uji reversibilitas 14 hari tidak terdapat tanda ketoksikan karena perlakuan infusa biji alpukat. Usus pada mencit jantan yang diberikan perlakuan infusa biji alpukat dosis 4 (2655,95 mg/kgBB) terdapat cacing. Hal ini tidak menandakan kerusakan organ karena perlakuan infusa biji alpukat tetapi lebih dikarenakan kondisi lingkungan yang tidak bersih sehingga parasit dapat masuk ke dalam sistem pencernaan dan efek yang ditimbulkan pada hewan uji adalah penurunan berat badan (kurang dari 5%) dilihat dari data lampiran 8. Hal ini dapat dikarenakan cacing yang ada pada saluran pencernaan atau usus dapat mengambil nutrisi yang dibutuhkan oleh mencit dan dapat menurunkan berat badan walaupun belum tentu menyebabkan penyakit karena penyakit dapat timbul bila cacing ada dalam jumlah yang banyak atau ada pada sisi etopik. Cacing atau cestoda usus hanya berdiam di lumen usus dan tidak pernah menginvasi melebihi mukosa usus sehingga tidak terjadi eosinophilia atau menginduksi aktivasi proses inflamasi (Baker, 1990 ; Kumar, Cotran, dan Robbins, 2007). Pemaparan di atas menunjukkan bahwa tidak ada perubahan pada organ usus yang disebabkan karena pemberian infusa biji alpukat secara akut. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54 4. Limpa Organ limpa pada hewan uji ada satu yang tidak dapat dideteksi secara histologis yaitu pada mencit betina kontrol yang dapat dikarenakan hilang selama proses histologis dari penyiapan preparat, pewarnaan, sampai pembacaan sehingga jumlah limpa keseluruhan menjadi 49 (lampiran 10). Organ limpa mencit jantan dan mencit betina pada kontrol maupun perlakuan infusa biji alpukat setelah 24 jam mengalami nekrosis pulpa putih yang ditandai adanya kematian sel-sel limfosit pada pulpa putih dan peningkatan sehingga tampak jarang. Limfosit merupakan indikator adanya inflamasi kronik. Inflamasi akut akan cenderung adanya akumulasi neutrofilik dan bukan limfosit yang menonjol (Kumar, Cotran, dan Robbins, 2007). Gambaran histopatologis organ limpa dapat dilihat pada lampiran 17. Nekrosis atau kematian sel secara patologik dapat disebabkan karena mikroorganisme, virus, zat kimia, atau xenobiotika lain yang bersifat merusak. Selsel nekrotik akan membengkak, organelnya bertambah besar, dan akhirnya pecah, yang akan melepaskan isinya ke dalam ruang ekstrasel. Adanya pelepasan ini akan mengaktifkan sel-sel imun untuk mengaktivasi proses peradangan (Runnells, Monlux, dan Monlux, 1965 ; Suttie, 2006 ; Mescher, 2010). Limpa merupakan organ yang bertanggungjawab adanya reaksi imun dengan filter darah yang masuk ke limpa (Cesta, 2006). Adanya kondisi inflamasi kronis dan agen yang menyebabkan toksisitas pada limfosit dapat menyebabkan nekrosis pada pulpa putih (Suttie, 2006). Kemungkinan adanya kerusakan pada paru-paru yang kronis seperti yang dialami semua hewan uji baik kelompok kontrol PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55 maupun perlakuan infusa biji alpukat (lampiran 10), dapat mempengaruhi kinerja limpa yang makin berat sehingga menyebabkan nekrosis pada pulpa putih baik di kelompok kontrol maupun perlakuan. Perubahan nekrosis pulpa putih ini bukan merupakan hasil dari pemberian infusa biji alpukat tetapi merupakan kondisi patologis kronik yang dialami hewan uji sebelumnya. Hal ini dikarenakan nekrotik pulpa putih ada pula pada kelompok kontrol betina maupun kontrol jantan. Pada uji reversibilitas 14 hari, didapatkan bahwa tidak ada perubahan pada organ limpa sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa biji alpukat secara akut tidak mempengaruhi organ limpa pada mencit jantan maupun mencit betina. 5. Paru-paru Hasil histopatologis pada mencit betina setelah 24 jam mengalami perubahan berupa pneumonia interstitialis pada semua kelompok yaitu kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan infusa biji alpukat keempat dosis, hiperplasi epitel bronkhiolus pada dosis 1 (230,09 mg/kgBB) dan dosis 3 (1175,2 mg/kgBB), hemoragi pada dosis 3 (1175,2 mg/kgBB), dan peri bronchiolitis pada mencit betina kontrol dan dosis 4 (2655,95 mg/kgBB). Pada mencit jantan juga mengalami perubahan yang serupa, yaitu pneumonia interstitialis pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan infusa biji alpukat keempat dosis, bronkopneumonia pada kelompok dosis 2 (520 mg/kgBB), dan edema pada kelompok dosis 3 (1175,2 mg/kgBB). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56 Inflamasi yang terjadi dapat dikategorikan menjadi dua pola dasar yaitu inflamasi akut dan kronik. Pada inflamasi akut berlangsung cukup singkat antara menit sampai hari, ditandai dengan eksudasi cairan (edema jaringan) dan protein plasma serta akumulasi leukosit neutrofilik yang menonjol. Inflamasi kronik berlangsung lebih lama berhari-hari sampai bertahun-tahun, ditandai khas dengan infiltrasi sel mononuklear (radang kronik) yang mencakup makrofag, limfosit, dan sel plasma disertai dengan proliferasi pembuluh darah dan pembentukan jaringan parut (Kumar, Cotran, dan Robbins, 2007). Menurut Kumar, Cotran, dan Robbins (2007), neutrophil muncul puncak setelah 1 hari dan monosit baru muncul puncak pada hari ke 2 atau sebagian besar bentuk inflamasi akut, neutrofil menonjol pada 6 sampai 24 jam pertama karena siklus hidupnya pendek dan segera mengalami apoptosis dan digantikan oleh monosit pada 24-48 jam selanjutnya dimana monosit bertahan lebih lama sebagai makrofag. Hiperplasi merupakan peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan. Penyebab adanya hiperplasia dapat dikarenakan adanya paparan iritasi mekanik, kimia, dan panas yang berulang dan dalam jangka waktu lama, dapat juga disebabkan karena gangguan dalam endokrin, gangguan nutrisi, xenobiotik, maupun infeksi (Runnells, Monlux, dan Monlux, 1965 ; Kumar, Abbas, Aster, 2013). Adanya hiperplasia pada dosis 1 ( 230,09 mg/kgBB) dan dosis 3 (1175,2 mg/kgBB) ini bukan merupakan tanda adaptasi adanya pengaruh biji alpukat tetapi lebih cenderung pada penyebab lain. Hal ini dikarenakan infusa biji alpukat diberikan secara peroral dan bukan secara inhalasi sehingga kecil kemungkinan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57 bahwa hiperplasi ini merupak efek toksik dari pemberian infusa biji alpukat. Hiperplasia epitelium dan metaplasia sel goblet lebih sering terjadi pada kondisi kronik (van Dijk, Gruys, Mouewen, 2007). Hemoragi merupakan ekstravasasi atau keluarnya darah dari pembuluh darah pada bagian tertentu di sistem sirkulasi. Hemoragi dapat merupakan respon akut maupun efek karena adanya proses yang kronik atau pada beberapa hewan selain anjing, biasanya berhubungan atau disertai pula dengan pneumonia, pulmonari abses, dan neoplasma (Runnells, Monlux, dan Monlux, 1965). Etiologi terjadinya hemoragi dapat karena trauma yang menghasilkan kerusakan pada pembuluh darah, luka atau kelainan primer pembuluh darah, racun kimia, bakteri atau virus, tumor ganas, maupun gangguan penjendalan darah (Kumar, Abbas, Aster, 2013). Pada hasil histologi menunjukkan bahwa mencit betina dosis 3 (1175,2 mg/kgBB) hanya mengalami hemoragi sehingga kemungkinan disebabkan karena adanya mekanisme patologis yang kronis. Adanya perubahan patologi hemoragi secara akut lebih sering terjadi pasca cidera atau luka dibandingkan xenobiotika (Runnells, Monlux, dan Monlux, 1965). Pneumonia interstitialis dan peribronkiolis merupakan perubahan yang menunjukkan adanya radang dan infiltrasi limfosit dan makrofag alveolar di jaringan interstitialis alveoli maupun tepi bronkioli sehingga menunjukkan bahwa kondisi tersebut adalah kondisi inflamasi kronik dan bukan akut yang timbul karena perlakuan infusa biji alpukat (Kumar, Cotran, dan Robbins, 2007). Adanya pneumonia interstitialis dan peribronkiolitis dapat dikarenakan paparan agen iritan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58 yang berlangsung terus-menerus entah itu organik maupun inorganik (Kumar, Cotran, dan Robbins, 2007). Edema adalah kondisi dimana adanya jumlah cairan yang berlebih pada ruang interseluler atau body cavity. Edema dapat merupakan respon transien akut meskipun gelombang sekunder respons tertunda dapat juga terjadi. Edema muncul mengawali sebelum netrofil muncul pada inflamasi akut. Tetapi edema juga dapat disebabkan karena inflamasi kronik maupun non inflamasi yang mempengaruhi peningkatan tekanan hidostatis, penurunan tekanan osmotik plasma, sumbatan limfatik, maupun retensi sodium (Runnells, Monlux, dan Monlux, 1965 ; Bass, Carr, dan du Boulay, 2004). Pada mencit jantan dosis 3 (1175,2 mg/kgBB) ini tidak hanya edema tetapi disertai dengan pneumonia interstitialis sehingga dapat dipastikan bahwa edema ini merupakan sakit kronis dan bukan karena perlakuan infusa biji alpukat. Bronkopneumonia, ditandai adanya infiltrasi limfosit dan neutrofil di dinding bronkus dan lumen bronkus dan adanya erosi silia epitel bronkus. Adanya bronkopneumonia pada mencit jantan dosis 2 (520 mg/kgBB) bukan merupakan perubahan yang disebabkan pemberian infusa biji alpukat tetapi karena kondisi patologis hewan uji pra perlakuan dilihat dari adanya limfosit yang menandakan perdangan kronik. Hasil histopatologik pada uji reversibilitas 14 hari tidak terdapat tanda ketoksikan yang khusus ditimbulkan pada mencit betina maupun mencit jantan karena adanya perlakuan infusa biji alpukat tetapi patologis mencit yang mengalami sakit paru kronik. Perubahan berupa pneumonia interstitialis pada PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59 kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan infusa biji alpukat pada mencit jantan maupun mencit betina. Perubahan lainnya yaitu bronkopneumonia pada mencit betina dosis 4 (2655,95 mg/kgBB), mencit jantan dosis 1 (230,09 mg/kgBB), dan mencit jantan dosis 4 (2655,95 mg/kgBB). Berdasarkan pengamatan di atas terlihat bahwa pemberian infusa biji alpukat secara akut tidak mempengaruhi organ paru mencit jantan maupun betina. 6. Hati Hasil pemeriksaan histopatologik pada mencit betina setelah 24 jam berupa radang di sekitar pembuluh vaskuler pada kelompok kontrol maupun perlakuan ; degenerasi hidropik pada kontrol, dosis 3 (1175,2 mg/kgBB), dan dosis 4 (2655,95 mg/kgBB) ; radang midzonal pada kelompok dosis 1 (230,09 mg/kgBB) dan dosis 2 (520 mg/kgBB) ; multi fokal nekrosis pada mencit dosis 2 (520 mg/kgBB) dan dosis 4 (2655,95 mg/kgBB) ; degenerasi melemak pada kelompok dosis 2 (520 mg/kgBB) ; hepatosit megakariotik pada dosis 3 (1175,2 mg/kgBB) dan atropi sebagian hepatosit pada dosis 2 (520 mg/kgBB). Perubahan yang terjadi pada mencit jantan setelah 24 jam yaitu radang di sekitar pembuluh vaskuler pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan infusa biji alpukat keempat dosis, multi fokal nekrosis pada kelompok kontrol, focci nekrotik parenkim pada dosis 1 (230,09 mg.kgBB), degenerasi hidropik pada kelompok kontrol, dan degenerasi melemak pada kelompok kontrol, dosis 2 (520 mg/kgBB) dan dosis 4 (2655,95 mg/kgBB). Radang di sekitar pembuluh darah vaskuler dan radang midzonal merupakan radang yang berlangsung secara kronik yang ditandai adanya infiltrasi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60 limfosit, neutrophil, dan makrofag di sekitar pembuluh darah maupun bagian midzonal sehingga adanya perubahan ini bukan merupakan perubahan yang disebabkan karena perlakuan infusa biji alpukat. Multi fokal nekrosis dan atropi sebagian hepatosit yang dialami mencit menyertai radang di sekitar pembuluh vaskuler sehingga dapat dipastikan ini merupakan penyerta dalam perubahan kronik dan bukan karena perlakuan infusa biji alpukat. Degenerasi melemak dan degenerasi hidropik yang menyertai radang di sekitar pembuluh vaskuler bukan merupakan perubahan karena perlakuan infusa biji alpukat. Degerasi hidropik merupakan perubahan fungsional dan morfologi dengan peningkatan cairan intrasitoplasmik yang terakumulasi dan mengganggu integritas sel membrane (Thoolen, Maronpot, Harada, Nyska, Rousseaux, Nolte, et al., 2010). Gambaran histopatologik mencit betina pada dosis 4 (2655,95 mg/kgBB) hanya mengalami degenerasi hidropik ringan, hal yang serupa juga terlihat pada gamparan histopatologis kelompok kontrol mencit jantan. Perubahan degenerasi hidropik ini tidak dapat dikatakan karena pengaruh pemberian infusa biji alpukat secara akut. Gambaran histopatologis organ hati yang mengalami degenerasi melemak dapat dilihat pada lampiran 17. Hasil histolopatologik setelah 14 hari pada mencit jantan maupun betina hanya ada radang di sekitar pembuluh vaskuler yang memang merupakan kondisi patologis non perlakuan biji alpukat. Jadi pemberian infusa biji alpukat secara akut tidak mempengaruhi organ hati mencit jantan dan mencit betina. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61 Thoolen, dkk, 2010 menyebutkan bahwa hepatosit megakariosit atau kariositomegali (karyocytomegaly) merupakan respon terhadap strain mencit yang makin tua tetapi dapat pula merupakan efek xenobiotika. Didukung dengan jurnal dari Singh, 2007; Nyska et al, 2002 ; Guzman dan Solter, 2002 ; Herman et al, 2002, tetapi adanya kariositomegali dapat merupakan proses alami yang terjadi pada siklus sel pada fase sintesis (S) dimana inti sel akan membelah/perbanyakan sehingga nampak membesar. Hal itu dibuktikan dengan adanya kariositomegali hanya pada satu hewan uji. Jadi perubahan di mencit betina dosis 3 bukan merupakan efek akut pemberian infusa biji alpukat pada organ hati. 7. Ginjal Pemberian infusa biji alpukat, setelah 24 jam pemejanan pada mencit betina menunjukkan adanya degenerasi hidropik epitel tubulus, peradangan di sekitar pembuluh vaskuler dan nekrosis epitel tubulus. Semua perubahan itu terdapat pada kelompok kontrol dan beberapa pada kelompok dosis 2 (520 mg/kgBB) dan dosis 3 (1175,2 mg/kgBB) sehingga perubahan ini bukan disebabkan karena pemberian infusa biji alpukat secara akut. Pada mencit jantan setelah 24 jam didapatkan bahwa ada perubahan secara histologis, yaitu degenerasi hidropik epitel tubulus pada dosis 230,09 mg.kgBB, dosis 520 mg/kgBB, dan dosis 1175,2 mg/kgBB ; nefritis interstitialis dan nekrosis epitel tubulus pada dosis 230,09 mg/kgBB. Semua perubahan seperti degenerasi hidropik epitel tubulus, radang di sekitar pembuluh vaskuler, dan nekrosis epitel tubulus merupakan perubahan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62 patologis secara kronik yang tidak muncul selama 24 jam atau secara akut yang dapat disebabkan karena berbagai agen yang menyebabkan hipoksia, gangguan produksi ATP, gangguan mitokondria, radikal bebas, maupun peroksidasi (Frazier, Seely, Hard, Betton, Burnet, Nakatsuji, 2012) dan perubahan itu juga terdapat pada kelompok kontrol. Gambaran histopatologis organ ginjal mencit betina kelompok kontrol yang mengalami radang, nekrosis, dan degenerasi hidropik dapat dilihat pada lampiran 17. Nekrosis epitel tubulus dapat sebagai nekrosis secara akut sebagai efek langsung dari metabolit atau xenobiotika dalam tubulus maupun secara tidak langsung melalui iskemia. Hasil histologik menunjukkan bahwa adanya nekrosis epitel tubulus timbul bersama dengan nefritis interstitialis sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai perubahan karena perlakuan infusa biji alpukat (Frazier, Seely, Hard, Betton, Burnet, Nakatsuji, et al., 2012). Hasil histopatologi setelah pemejanan 14 hari, didapatkan bahwa ada satu mencit jantan pada dosis 4 (2655,95) yang mengalami nefritis interstitialis. Nefritis interstitialis ditandai adanya infiltrasi linfosit di jaringan interstitial (sekitar tubulus) sehingga nampak bahwa perubahan ini merupakan perubahan karena kondisi kronis dan bukan karena perlakuan infusa biji alpukat. G. Rangkuman Pembahasan Pada penelitan, didapatkan bahwa nilai LD50 hewan uji yaitu LD50 semu karena sampai dosis tertinggi yang dapat diterima mencit jantan maupun betina tidak menimbulkan kematian. LD50 semu infusa biji alpukat sebesar >2655,95 mg/kgBB. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63 Berdasarkan gejala-gejala yang dialami mencit jantan dan betina setelah 24 jam maupun 14 hari menunjukkan bahwa ada peningkatan aktivitas atau beringas, dan penjilatan yang meningkat pada dosis 2 (520 mg/kgBB), dosis 3 (1175,2 mg/kgBB), dan dosis 4 (2655,95 mg/kgBB). Pada dosis 1 (230,09 mg/kgBB) hanya mengalami penjilatan yang meningkat. Adanya perubahan gejala klinis tersebut dimungkinkan karena kandungan-kandungan yang dimiliki biji alpukat yang mungkin menimbulkan efek pada sistem saraf seperti alkaloid dan pengaruhnya terhadap penjilatan seperti tanin dan flavonoid. Pada hasil histopatologik menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh pemberian infusa biji alpukat secara akut terhadap pemeriksaan histopatologik pada organ lambung, jantung, usus, limpa, paru-paru, hati, dan ginjal mencit jantan maupun betina. Adanya perubahan yang terbaca pada hasil histologik merupakan perubahan karena kondisi patologis mencit pra perlakuan yang buruk. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perubahan organ hewan yang mengganggu hasil pemeriksaan histopatologik karena perlakuan dapat berupa faktor intrinsik hewan uji (spesies, strain, jenis kelamin, dan umur), spontaneous disease, fenomena fisiolofis, dan variasi histologis. Faktor yang dipengaruhi oleh lingkungan dapat berupa nutrisi, suhu, bunyi, dan illumination (cahaya) (Haschek, Rousseaux, dan Wallig, 2002). Pada tahapan uji reversibilitas pun tidak menunjukkan adanya perubahan. Proses perbaikan setelah inflamasi atau perubahan akut dapat terjadi setelah 9-12 hari. (Janssen dan Henson, 2012). Pada penelitian uji reversibilitas maupun irreversibilitas tidak dapat ditentukan karena pada hasil pemeriksaan histopatologik 24 jam perlakuan maupun hasil pemeriksaan histopatologis uji PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64 reversibilitas pada kelompok kontrol maupun perlakuan tidak ada perubahan yang dialami oleh mencit jantan maupun betina. Hasil yang didapatkan masih merupakan dugaan atau kemungkinan kecenderungan tetapi tidak dapat memastikan secara pasti wujud dan sifat karena hewan yang digunakan pada waktu uji toksisitas 24 jam dan uji reversibilitas 14 hari merupakan hewan uji yang berbeda. Hasil yang didapatkan merupakan hasil dari penelitian secara akut yang merupakan uji toksisitas tak khas awal. Perlu adanya uji toksisitas yang lebih panjang untuk mengetahui efek infusa biji alpukat lanjutan. Uji toksisitas sub akut (28 hari) infusa biji alpukat pada organ hati, ginjal, pankreas, dan organ reproduksi sudah dilakukan secara paralel oleh peneliti lain tetapi perlu pula dilakukan uji toksisitas subkronis (90 hari) untuk memastikan toksisitas infusa biji alpukat. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. LD50 semu infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) adalah >2655,95 mg/kgBB dan memiliki makna toksikologi kategori sedikit toksik (0,5-5 g/kg). 2. Gejala klinis karena pemberian infusa biji alpukat yang teramati pada mencit jantan dan betina, yaitu aktifitas meningkat/beringas, dan penjilatan yang meningkat. 3. Wujud sifat efek toksik yang teramati dari hasil histopatologik tidak dapat ditentukan karena tidak ada perubahan pada mencit jantan maupun mencit betina kelompok perlakuan infusa biji alpukat setelah 24 jam maupun setelah uji reversibilitas 14 hari. B. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji toksitas sub kronis (90 hari). 65 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66 DAFTAR PUSTAKA Alhassan, A.J., Sule,M.S., Atiku, M.K., Wudil, A.M., Abubakar, H., Mohammed, S.A., 2012, Effects of Aqueous Avocado Pear (Persea americana) Seed Extract on Alloxan Induced Diabetes Rats, Greener Journal of Medical Sciences, 2 (1), 005-011. Anaka, O.N., Ozolua, R.I., dan Okpo, S.O., 2009, Effect of The Aqueous Seed Extract of Persea americana Mill. (Lauraceae) on The Blood Pressure of Sprague-dawley Rats, Afr. J. Pharm. Pharmacol., 3(10), 485-490. Anggraeni, A.D., 2006, Pengaruh Pemberian Infusa Biji Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar yang Diberi Beban Glukosa, Skripsi, Universitas Diponegoro Semarang. Arukwe, U., Amadi, B., Duru, M., Agomuo, E., Adindu, E., Odika, P., et al., 2012, Chemical Composition of Persea americana Leaf, Fruit, and Seed, IJRRAS, 11 (2), 345. Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2014, Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Secara In Vivo, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 16-27. Badan POM RI, 2010, Pembuatan Sediaan Herbal, Direktorat Obat Asli Indonesia, Jakarta. Bass, P., Carr, N., dan du Boulay, C., 2004, Pathology : A Core Text of Basic Pathological Processes with Self-Assessment, edisi 2, Churchill Livingstone, New York. Cesta, M.F., 2006, Normal Structure, Function, and Histology of the Spleen, Toxicol Pathol, 34 (5), 455-465. Chandrasoma, P., dan Taylor, C.R., 1995, Concise Pathology, edisi 2, Prentice Hall International Incorporation, New Jersey. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Farmakope Herbal Indonesia, edisi 1, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Derelanko, M.J., dan Hollinger, M.A.,2002, Handbook of Toxicology, edisi 2, CRC Press LLC, USA. Dipasquale, L.C., dan Hayes, A.W., 2001, Principles and Methods of Toxicology, edisi 4, Taylor&Francis, Philadelphia, pp. 853-869. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67 Donatus, I.A., 2001, Toksikologi Dasar, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ezejiofor, A.N., Okorie, A., Orisakwe, O.E., 2013, Hypoglycaemic and TissueProtective Effects of the Aqueous Extract of Persea Americana Seeds on Alloxan-Induced Albino Rats, Malays J Med Sci., 20(5), 31-39. Frazier, K.S., Seely, J.C., Hard, G.C., Betton, G., Burnett, R., Nakatsuji, S., et al., 2012, Proliferative and Nonproliferative Lesions of the Rat and Mouse Urinary System, Toxicol Pathol, 40, 14S-86S. Glaister, J.R., 1986, Principle of Toxicological Pathology, Taylor&Francis, London. Haschek, W.M., Rousseaux, C.G., dan Wallig, M.A., 2002, Handbook of Toxicologic Pathology, edisi 2, Academic Press., USA, pp.233-249. Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons, S., dan Williamson, E.M., 2010, Fundamentals of Pharmacognosy and Phyotherapy, diterjemahkan Winny R. Syarif, et al., EGC, Jakarta, pp. 65-144. Idris, S., Ndukwe, G.I., dan Gimba, C.E., 2009, Preliminary Phytochemical Screening and Antimicrobial Activity of Seed Extracts of Persea americana (Avocado Pear), Bajopas, 2 (1), 173-176. Imafidon, K.E., dan Amaechina, F.C., 2010, Effects of Aqueous Seed Extract of Persea americana Mill. (Avocado) on Blood Pressure and Lipid Profile in Hypertensive Rats, Advan. Biol. Res., 4(2), 116-121. Janssen, W.J., dan Henson, P.M., 2012, Cellular Regulation of the Inflammatory Response, Toxicol Pathol, 40, 166-173. Jiménez-Arellanes, A., Luna-Herrera, J., Ruiz-Nicolás, R., Cornejo-Garrido, J., Tapia, A., dan Yépez-Mulia, L., 2013, Antiprotozoal and Antimycobacterial Activities of Persea americana Seeds, BMC Complementary and Alternative Medicine, 13 (109), 1-5. Klaassen, C.D., 2001, Casarett and Doull’s Toxicology : The Basic Science of Poisons, edisi 6, Mc Graw-Hill, Boston, pp. 597-652. Klaassen, C.D., dan Watkins III, J.B., 2010, Casarett & Doull’s Essential of Toxicology, edisi 2, Mc Graw-Hill, Boston, pp.15-16. Kumar, V., Abbas, A.K., dan Aster, J.C., 2013, Robbins basic pathology, edisi 9, Elsevier Saunders, Philadelphia. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68 Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S.L., 2007, Robbins : Buku Ajar Patologi, edisi 7, diterjemahkan oleh Prasetyo dkk., EGC, Jakarta. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, diterjemahkan Imono Argo Donatus, edisi III, IKIP Semarang Press.,Semarang, pp. 3-16. Loomis, T.A. dan Hayes, A.W., 1996, Loomis’s essentials of Toxicology, edisi 4, Academic Press, USA, pp.1-4. Lu, F.C., 1995, Basic Toxicology : fundamentals, target, organs, and risk assessment, Edisi II, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Marlinda, M., Sangi, M.S., Wuntu, A.D., 2012, Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.), Jurnal MIPA UNSRAT, 1(1), 24-28. Mason, D.T., dan Foerster, J.M., 1981, Cardiac Glycosides, Springer-Verlag, Berlin, pp.275,276. Mescher, A.L., 2010, Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas, edisi 12, diterjemahkan oleh Frans Dani, EGC, Jakarta, pp. 221-339. Milugo, T.K., Omosa, L.K., Ochanda, J.O., Owuor, B.O., Wamunyokoli, F.A., Oyugi, J.O., et al., 2013, Antagonistic effect of alkaloids and saponins on bioactivity in the quinine tree (Rauvolfia caffra Sond.): further evidence to support biotechnology in traditional medicinal plants, BMC Complement Altern.Med., 13, 285. Nwaoguikpe, R.N., dan Braide, W., 2011, The Effect of Aqueous Seed Extract of Persea americana (Avocado pear) on Serum Lipid and Cholesterol Levels in Rabbits, Int. J. Pharm. Pharmacol., 1(2) , 023-029. Orwa, C., Mutua, A., Kindt, R., Jamnadass, R., dan Anthony, S., 2009, Agroforestree Database: a tree reference and selection guide version 4.0, World Agroforestry Centre, Kenya. Ozolua, R.I., Anaka, O.N., Okpo, S.O., Idogun, S.E., 2009, Acute and Subacute Toxicological Assessment of The Aqueous Seed Extract of Persea americana Mill. (Lauraceae) in Rats.Afr.J Tradit Complement Altern Med., 6(4), 573578. Padilla-Camberos, E., Martinez-Velázquez, M., Flores-Fernández, J.M., dan Villanueva-Rodriguez, S., 2013, Acute Toxicity and Genotoxic Activity of Avocado Seed Extract (Persea americana Mill., c.v. Hass), The Scientific World Journal, 2013, 1-4. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69 Plantamor, 2012, Persea americana, http://www.plantamor.com/index.php?plant=970, diakses pada 30 April 2014. Runnells, R.A., Monlux, W.S., dan Monlux, A.W., 1965, Principle of Veterinary Pathology, edisi 7, The IOWA State University Press, USA, pp. Sasadara, M.M.V., 2013, Efek Hepatoprotektif Jangka Pendek Ekstrak Metanol Biji Persea americana Mill. terhadap Tikus Terinduksi Karbontetraklorida, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Sherwood, L., 2011, Human Physiology : From Cells to Systems, edisi 6, EGC, Jakarta. Suttie, A.W., 2006, Histopathology of the spleen, Toxicologic Pathology, 34(5), 466-503. Thoolen, B., Maronpot, R.R., Harada, T., Nyska, A., Rousseaux, C., Nolte, T., et al., 2010, Proliferative and Nonproliverative Lesions of the Rat and Mouse Hepatobiliary System, Toxicol Pathol, 38, 5S-81S. Turton, J., dan Hooson, J., 2005, Target Organ Pathology : A Basic Text, Taylor&Francis Ltd., Philadelphia. Van Dijk, Gruys, dan Mouewen, 2007, Color Atlas of Veterinary Pathology, edisi 2, Saunders Elsevier, Philadelphia. Wibowo, D.S., dan Paryana, W., 2009, Anatomi Tubuh Manusia, Graha Ilmu, Jakarta, pp.419-425. Yasir, M., Das, M., Kharya, M.D., 2010, The phytochemical and pharmacological profile of Persea americana Mill, Pharmacogn. Rev., 4(7), 77-84. Yoseph, G.K., 2013, Efek Nefroprotektif Jangka Panjang Infusa Biji Persea americana Mill. terhadap Kadar Kreatinin dan Gambaran Histologis Ginjal Tikus Terinduksi Karbontetraklorida, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70 LAMPIRAN PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 1. Foto Biji Alpukat Lampiran 2. Foto Serbuk Biji Alpukat Lampiran 3. Foto Infusa Biji Alpukat 71 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 4. Foto Pembuatan Infusa Biji Alpukat Lampiran 5. Foto Pembedahan Hewan Uji 72 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73 Lampiran 6. Surat Pengesahan Determinasi Biji Alpukat (Persea americana Mill.) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 7. Surat Ethics Committee Approval 74 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 8. Data berat badan mencit jantan Jenis kelamin dosis 1 230,09 mg/kgBB 2 520 mg/kgBB JANTAN 3 1175,2 mg/kgBB 4 2655,95 mg/kgBB Kontrol aquadest Berat badan hari 0 Berat badan hari 7 Berat badan hari 14 25,4 25,4 24,3 24,6 24,2 26,3 25,7 22,8 25 25,5 25,1 25,2 24,6 22,8 24 24,7 25,5 22,7 21,1 22,4 24,2 26,5 24,6 20,2 21 26,1 26,9 24,9 29 29,3 27,8 nekropsi nekropsi 31,4 30,1 24,1 nekropsi 31,4 30,3 26,7 nekropsi 28,6 30,4 28,1 nekropsi 29,2 31,6 29,1 nekropsi 26,9 26,8 26,1 nekropsi 26,1 28,3 28,4 nekropsi 27,5 32,3 24,9 nekropsi 30,5 32,6 28,3 nekropsi 75 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 9. Data berat badan mencit betina Jenis kelamin dosis 1 230,09 mg/kgBB 2 520 mg/kgBB BETINA 3 1175,2 mg/kgBB 4 2655,95 mg/kgBB Kontrol aquadest Berat badan hari 0 Berat badan hari 7 24,2 26 22,7 23,7 26,1 23,6 23,1 24,1 22,8 24,7 25,7 24,6 26,9 25,7 25,4 25,1 25,5 26,4 25,4 25,2 25,7 26,6 23,8 24,1 24,9 27,7 29,1 nekropsi Berat badan hari 14 30,9 31,4 nekropsi 26,7 26,3 nekropsi 29,2 27,3 nekropsi 28,6 27,3 nekropsi 29,2 29 nekropsi 27,5 28,1 nekropsi 27,7 28,9 nekropsi 27,4 29,4 nekropsi 29,1 31,7 nekropsi 76 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 10. Hasil pemeriksaan histolopatologik setelah 24 jam Kode Ginjal Usus Limpa Lambung Jantung Paru Hati B1/1 TAP TAP NPP TAP TAP PI RPV B1/2 TAP TAP TAP TAP TAP HEB RPV,RMZ B1/3 TAP TAP NPP TAP TAP TAP RPV B2/1 DHET TAP NPP TAP TAP PI RPV,DM+ B2/2 DHET,RPV TAP NPP TAP TAP PI RPV,MFN B2/3 TAP TAP NPP TAP TAP TAP RPV,RMZ,ASH B3/1 TAP TAP NPP TAP TAP HMRG RPV B3/2 TAP TAP TAP TAP TAP PI Hepatosit megakariosis B3/3 DHET TAP NPP TAP TAP HEB RPV,DH++ B4/1 TAP TAP NPP TAP TAP PB DH+ B4/2 TAP TAP NPP TAP TAP PI TAP B4/3 TAP TAP NPP TAP TAP TAP MFN,RPV,DH+ BK/1 TAP TAP - TAP TAP PI RPV BK/2 DHET,NET,RPV TAP NPP TAP TAP PB RPV BK/3 TAP AV TAP TAP TAP PI RPV,DH+ J1/1 NET,NI TAP TAP TAP TAP PI RPV,FNP J1/3 DHET TAP NPP TAP TAP PI TAP J2/2 TAP TAP TAP TAP TAP BP RPV,DM+ J2/3 DHET TAP NPP TAP TAP PI RPV J3/1 DHET TAP NPP TAP TAP PI,OEDEMA RPV J3/2 TAP TAP NPP TAP TAP PI RPV J4/2 TAP TAP NPP TAP TAP PI TAP J4/4 TAP AV NPP TAP TAP PI RPV,DM++ JK/1 TAP TAP TAP TAP TAP PI MFN,DH+ JK/2 TAP TAP NPP TAP TAP PI RPV,DM+ Jumlah hewan yang dilakukan pembedahan setelah 24 jam yaitu 2 jantan dan 3 betina 77 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 11. Hasil pemeriksaan histopatologik setelah 14 hari Kode Ginjal Usus Limpa Lambung Jantung Paru Hati B1/1 TAP TAP TAP TAP TAP PI RPV B1/2 TAP TAP TAP TAP TAP TAP TAP B2/2 TAP TAP TAP TAP TAP TAP TAP B2/3 TAP TAP TAP TAP TAP TAP TAP B3/1 TAP TAP TAP TAP TAP PI TAP B3/2 TAP TAP TAP TAP TAP PI RPV B4/1 TAP TAP TAP TAP TAP PI TAP B4/3 TAP TAP TAP TAP TAP BP TAP BK/1 TAP TAP TAP TAP TAP PI TAP BK/2 TAP TAP TAP TAP TAP PI RPV J1/1 TAP TAP TAP TAP TAP BP RPV J1/2 TAP TAP TAP TAP TAP PI RPV J1/4 TAP TAP TAP TAP TAP TAP TAP J2/1 TAP TAP TAP TAP TAP PI TAP J2/3 TAP TAP TAP TAP TAP PI RPV J2/4 TAP TAP TAP TAP TAP TAP TAP J3/2 TAP TAP TAP TAP TAP PI TAP J3/4 TAP TAP TAP TAP TAP PI RPV J3/5 TAP TAP TAP TAP TAP PI TAP J4/1 NI TAP TAP TAP TAP PI TAP J4/2 TAP CC TAP TAP TAP TAP TAP J4/3 TAP TAP TAP TAP TAP BP TAP JK/1 TAP TAP TAP TAP TAP PI TAP JK/2 TAP TAP TAP TAP TAP PI RPV JK/3 TAP TAP TAP TAP TAP TAP TAP Jumlah hewan yang dilakukan pembedahan setelah 14 hari yaitu 3 jantan dan 2 betina 78 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79 Keterangan histopatologik: TAP NPP : Tidak ada perubahan : Tidak terdapat organ yang dimaksud : Nekrosis pulpa putih, ditandai adanya kematian sel-sel limfosit pada pulpa putih dan peningkatan sehingga tampak jarang RPV : Radang di sekitar pembuluh vaskuler, ditandai adanya infiltrasi limfosit, neutrofil dan makrofag di sekitar pembuluh darah DM : Degenerasi melemak,ditandai adanya vakuola-vakuola berbatas jelas berbagai ukuran dalam sitoplasma dan tampak beberapa inti terdesak ke tepi NET : Nekrosis epithel tubulus, ditandai adanya inti sel yang mengalami kariopiknotik (inti tampak mengecil, padat tercat lebih basofil) NI : Nefritis interstitialis, ditandai adanya infiltrasi limfosit di jaringan interstitialis (sekitar tubulus) PI : Pneumonia interstitialis, ditandai adanya infiltrasi limfosit, makrofag alveolar di jaringan interstitial alveoli BP : Bronkopneumonia, ditandai adanya infiltrasi limfosit dan neutrofil di dinding bronkus dan lumen bronkus. Erosi silia epitel bronkus HEB : Hiperplasi (bertambah banyak) epitel bronkiolus DHET : Degerasi hidropik epitel tubulus AV : Atrofi villi, jarak antar villi menjadi lebih lebar PB : Peri bronkiolitis, radang di tepi atau sekitar bronkus HMRG : Hemoragi MFN : Multi fokal nekrosis, kematian hepatosit di beberapa titik atau daerah DH : Degerasi hidropik FNP : Foci nekrotik parenkim, kematian pada 1 titik di parenkim atau bagian tengah hepar RMZ : Radang midzonal, radang diantara periportal dan centrolobuler ASH : Atropi sebagian hepatosit CC : Cacing RADG : Radang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80 Lampiran 12. Hasil konversi LD50 mencit ke manusia Nilai LD50 yang diperoleh peneliti ada pada hewan uji mencit dan untuk mengetahui nilai LD50 pada manusia dapat mengkonversikan hasil LD50 pada mencit ke manusia dengan faktor pengali 387,9 (Laurence dan Bacarach, 1964). Dosis untuk mencit 20 g = 2655,950 mg/kgBB = 53,119 mg/20g mencit Dosis untuk manusia 70 kg = 53,119 mg/20g x 387,9 = 20604,860 mg/70kg manusia = 20,605 g/70kg = 294,355 mg/kgBB PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81 Lampiran 13. Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan setelah pemberian infusa biji alpukat pengamatan 6 jam Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan dosis 230,09 mg/kgBB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gejala klinik Tremor Konvulsi Paralisis Keterpaksaan gerak Tidur Beringas/makin aktif Pasif Perubahan sikap/aneh (lompat dan berputar-putar berlebihan, menggeliat) Vokalisasi luar biasa Penjilatan meningkat Penjilatan menurun Pencakaran meningkat Pencakaran menurun Gelisah Salivasi Lakrimasi Bradipnea/menurun Trakipnea/meningkat Susah bernafas Vasodilatasi/makin merah di ekor, telapak kaki Perubahan kulit dan bulu Diare Sembelit Jam ke 4 1 2 3 5 6 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82 Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan dosis 520,00 mg/kgBB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gejala klinik Tremor Konvulsi Paralisis Keterpaksaan gerak Tidur Beringas/makin aktif Pasif Perubahan sikap/aneh (lompat dan berputar-putar berlebihan, menggeliat) Vokalisasi luar biasa Penjilatan meningkat Penjilatan menurun Pencakaran meningkat Pencakaran menurun Gelisah Salivasi Lakrimasi Bradipnea/menurun Trakipnea/meningkat Susah bernafas Vasodilatasi/makin merah di ekor, telapak kaki Perubahan kulit dan bulu Diare Sembelit Jam ke 4 1 2 3 5 6 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83 Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan dosis 1175,20 mg/kgBB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gejala klinik Tremor Konvulsi Paralisis Keterpaksaan gerak Tidur Beringas/makin aktif Pasif Perubahan sikap/aneh (lompat dan berputar-putar berlebihan, menggeliat) Vokalisasi luar biasa Penjilatan meningkat Penjilatan menurun Pencakaran meningkat Pencakaran menurun Gelisah Salivasi Lakrimasi Bradipnea/menurun Trakipnea/meningkat Susah bernafas Vasodilatasi/makin merah di ekor, telapak kaki Perubahan kulit dan bulu Diare Sembelit Jam ke 4 1 2 3 5 6 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84 Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan dosis 2655,95 mg/kgBB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gejala klinik Tremor Konvulsi Paralisis Keterpaksaan gerak Tidur Beringas/makin aktif Pasif Perubahan sikap/aneh (lompat dan berputar-putar berlebihan, menggeliat) Vokalisasi luar biasa Penjilatan meningkat Penjilatan menurun Pencakaran meningkat Pencakaran menurun Gelisah Salivasi Lakrimasi Bradipnea/menurun Trakipnea/meningkat Susah bernafas Vasodilatasi/makin merah di ekor, telapak kaki Perubahan kulit dan bulu Diare Sembelit Jam ke 4 1 2 3 5 6 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85 Lampiran 14. Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina setelah pemberian infusa biji alpukat pengamatan 6 jam Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina dosis 230,09 mg/kgBB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gejala klinik Tremor Konvulsi Paralisis Keterpaksaan gerak Tidur Beringas/makin aktif Pasif Perubahan sikap/aneh (lompat dan berputar-putar berlebihan, menggeliat) Vokalisasi luar biasa Penjilatan meningkat Penjilatan menurun Pencakaran meningkat Pencakaran menurun Gelisah Salivasi Lakrimasi Bradipnea/menurun Trakipnea/meningkat Susah bernafas Vasodilatasi/makin merah di ekor, telapak kaki Perubahan kulit dan bulu Diare Sembelit Jam ke 4 1 2 3 5 6 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86 Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina dosis 520,00 mg/kgBB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gejala klinik Tremor Konvulsi Paralisis Keterpaksaan gerak Tidur Beringas/makin aktif Pasif Perubahan sikap/aneh (lompat dan berputar-putar berlebihan, menggeliat) Vokalisasi luar biasa Penjilatan meningkat Penjilatan menurun Pencakaran meningkat Pencakaran menurun Gelisah Salivasi Lakrimasi Bradipnea/menurun Trakipnea/meningkat Susah bernafas Vasodilatasi/makin merah di ekor, telapak kaki Perubahan kulit dan bulu Diare Sembelit Jam ke 4 1 2 3 5 6 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87 Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina dosis 1175,20 mg/kgBB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gejala klinik Tremor Konvulsi Paralisis Keterpaksaan gerak Tidur Beringas/makin aktif Pasif Perubahan sikap/aneh (lompat dan berputar-putar berlebihan, menggeliat) Vokalisasi luar biasa Penjilatan meningkat Penjilatan menurun Pencakaran meningkat Pencakaran menurun Gelisah Salivasi Lakrimasi Bradipnea/menurun Trakipnea/meningkat Susah bernafas Vasodilatasi/makin merah di ekor, telapak kaki Perubahan kulit dan bulu Diare Sembelit Jam ke 4 1 2 3 5 6 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88 Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina dosis 2655,95 mg/kgBB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gejala klinik Tremor Konvulsi Paralisis Keterpaksaan gerak Tidur Beringas/makin aktif Pasif Perubahan sikap/aneh (lompat dan berputar-putar berlebihan, menggeliat) Vokalisasi luar biasa Penjilatan meningkat Penjilatan menurun Pencakaran meningkat Pencakaran menurun Gelisah Salivasi Lakrimasi Bradipnea/menurun Trakipnea/meningkat Susah bernafas Vasodilatasi/makin merah di ekor, telapak kaki Perubahan kulit dan bulu Diare Sembelit Jam ke 4 1 2 3 5 6 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 15. Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan setelah pemberian infusa biji alpukat pengamatan 14 hari Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan dosis 230,09 mg/kgBB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gejala klinik Tremor Konvulsi Paralisis Keterpaksaan gerak Tidur Beringas/makin aktif Pasif Perubahan sikap/aneh (lompat dan berputarputar berlebihan, menggeliat) Vokalisasi luar biasa Penjilatan meningkat Penjilatan menurun Pencakaran meningkat Pencakaran menurun Gelisah Salivasi Lakrimasi Bradipnea/menurun Trakipnea/meningkat Susah bernafas Vasodilatasi/makin merah di ekor, telapak kaki Perubahan kulit dan bulu Diare Sembelit Hari ke 8 9 10 - - - - - - - - - - - - - - - - - 2 - 3 - 4 - 5 - 6 - 7 - - - - - - - - - - - - - - - - - 11 - 12 - 13 - 14 - - - - - - - - - - - 89 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan dosis 520,00 mg/kgBB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gejala klinik Tremor Konvulsi Paralisis Keterpaksaan gerak Tidur Beringas/makin aktif Pasif Perubahan sikap/aneh (lompat dan berputarputar berlebihan, menggeliat) Vokalisasi luar biasa Penjilatan meningkat Penjilatan menurun Pencakaran meningkat Pencakaran menurun Gelisah Salivasi Lakrimasi Bradipnea/menurun Trakipnea/meningkat Susah bernafas Vasodilatasi/makin merah di ekor, telapak kaki Perubahan kulit dan bulu Diare Sembelit Hari ke 8 9 10 - - - - - - - - - - - - - - - - - 2 - 3 - 4 - 5 - 6 - 7 - - - - - - - - - - - - - - - - - 11 - 12 - 13 - 14 - - - - - - - - - - - 90 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan dosis 1175,20 mg/kgBB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gejala klinik Tremor Konvulsi Paralisis Keterpaksaan gerak Tidur Beringas/makin aktif Pasif Perubahan sikap/aneh (lompat dan berputarputar berlebihan, menggeliat) Vokalisasi luar biasa Penjilatan meningkat Penjilatan menurun Pencakaran meningkat Pencakaran menurun Gelisah Salivasi Lakrimasi Bradipnea/menurun Trakipnea/meningkat Susah bernafas Vasodilatasi/makin merah di ekor, telapak kaki Perubahan kulit dan bulu Diare Sembelit Hari ke 8 9 10 - - - - - - - - - - - - - - - - - 2 - 3 - 4 - 5 - 6 - 7 - - - - - - - - - - - - - - - - - 11 - 12 - 13 - 14 - - - - - - - - - - - 91 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit jantan dosis 2655,95 mg/kgBB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gejala klinik Tremor Konvulsi Paralisis Keterpaksaan gerak Tidur Beringas/makin aktif Pasif Perubahan sikap/aneh (lompat dan berputarputar berlebihan, menggeliat) Vokalisasi luar biasa Penjilatan meningkat Penjilatan menurun Pencakaran meningkat Pencakaran menurun Gelisah Salivasi Lakrimasi Bradipnea/menurun Trakipnea/meningkat Susah bernafas Vasodilatasi/makin merah di ekor, telapak kaki Perubahan kulit dan bulu Diare Sembelit Hari ke 8 9 10 - - - - - - - - - - - - - - - - - 2 - 3 - 4 - 5 - 6 - 7 - - - - - - - - - - - - - - - - - 11 - 12 - 13 - 14 - - - - - - - - - - - 92 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 16. Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina setelah pemberian infusa biji alpukat pengamatan 14 hari Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina dosis 230,09 mg/kgBB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gejala klinik Tremor Konvulsi Paralisis Keterpaksaan gerak Tidur Beringas/makin aktif Pasif Perubahan sikap/aneh (lompat dan berputarputar berlebihan, menggeliat) Vokalisasi luar biasa Penjilatan meningkat Penjilatan menurun Pencakaran meningkat Pencakaran menurun Gelisah Salivasi Lakrimasi Bradipnea/menurun Trakipnea/meningkat Susah bernafas Vasodilatasi/makin merah di ekor, telapak kaki Perubahan kulit dan bulu Diare Sembelit Hari ke 8 9 10 - - - - - - - - - - - - - - - - - 2 - 3 - 4 - 5 - 6 - 7 - - - - - - - - - - - - - - - - - 11 - 12 - 13 - 14 - - - - - - - - - - - 93 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina dosis 520,00 mg/kgBB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gejala klinik Tremor Konvulsi Paralisis Keterpaksaan gerak Tidur Beringas/makin aktif Pasif Perubahan sikap/aneh (lompat dan berputarputar berlebihan, menggeliat) Vokalisasi luar biasa Penjilatan meningkat Penjilatan menurun Pencakaran meningkat Pencakaran menurun Gelisah Salivasi Lakrimasi Bradipnea/menurun Trakipnea/meningkat Susah bernafas Vasodilatasi/makin merah di ekor, telapak kaki Perubahan kulit dan bulu Diare Sembelit Hari ke 8 9 10 - - - - - - - - - - - - - - - - - 2 - 3 - 4 - 5 - 6 - 7 - - - - - - - - - - - - - - - - - 11 - 12 - 13 - 14 - - - - - - - - - - - 94 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina dosis 1175,20 mg/kgBB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gejala klinik Tremor Konvulsi Paralisis Keterpaksaan gerak Tidur Beringas/makin aktif Pasif Perubahan sikap/aneh (lompat dan berputarputar berlebihan, menggeliat) Vokalisasi luar biasa Penjilatan meningkat Penjilatan menurun Pencakaran meningkat Pencakaran menurun Gelisah Salivasi Lakrimasi Bradipnea/menurun Trakipnea/meningkat Susah bernafas Vasodilatasi/makin merah di ekor, telapak kaki Perubahan kulit dan bulu Diare Sembelit Hari ke 8 9 10 - - - - - - - - - - - - - - - - - 2 - 3 - 4 - 5 - 6 - 7 - - - - - - - - - - - - - - - - - 11 - 12 - 13 - 14 - - - - - - - - - - - 95 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Hasil pengamatan gejala toksik pada mencit betina dosis 2655,95 mg/kgBB No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Gejala klinik Tremor Konvulsi Paralisis Keterpaksaan gerak Tidur Beringas/makin aktif Pasif Perubahan sikap/aneh (lompat dan berputarputar berlebihan, menggeliat) Vokalisasi luar biasa Penjilatan meningkat Penjilatan menurun Pencakaran meningkat Pencakaran menurun Gelisah Salivasi Lakrimasi Bradipnea/menurun Trakipnea/meningkat Susah bernafas Vasodilatasi/makin merah di ekor, telapak kaki Perubahan kulit dan bulu Diare Sembelit Hari ke 8 9 10 - - - - - - - - - - - - - - - - - 2 - 3 - 4 - 5 - 6 - 7 - - - - - - - - - - - - - - - - - 11 - 12 - 13 - 14 - - - - - - - - - - - 96 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97 Lampiran 17. Contoh gambaran histopatologis hewan uji AV Gambaran histopatologis organ usus mencit jantan dosis 2655,95 mg/kgBB setelah 24 jam pemberian infusa biji alpukat. Atrovi pada vili (AV) ditandai dengan jarak antar villi menjadi lebar (200x. H&E). N Gambaran histopatologis organ limpa mencit betina dosis 2655,95 mg/kgBB setelah 24 jam pemberian infusa biji alpukat. Nekrosis (N) pada pulpa putih ditandai kematian sel limfosit sehingga warna nampak tidak ungu kompak (200x. H&E). DM PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98 Gambaran histopatologis organ hati mencit betina dosis 520 mg/kgBB setelah 24 jam pemberian infusa biji alpukat. Degenerasi melemak (DM) ditandai dengan vakuola berbatas jelas dalam sitoplasma (400x. H&E). H V T RPV a b N T c Gambaran histopatologis organ ginjal mencit betina kontrol setelah 24 jam. A. Radang yang nampak hitam ditandai infiltrasi limfosit, neutrophil, dan makrofag (RPV) di sekitar pembuluh vaskuler (V) B. Degenerasi hidropik (H) pada epitel tubulus yang nampak putih dibandingkan kondisi epitel tubulus normal (T) C. Nekrosis (N) pada epitel tubulus yang ditandai dengan inti sel yang kariopiknotik dibanding epitel tubulus normal (T) (400x. H&E). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99 BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi yang berjudul “Uji Toksisitas Akut Infusa Biji Alpukat Persea americana Mill. Pada Mencit Galur Swiss” mempunyai nama lengkap Betzylia Wahyuningsih, merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Wasidi dan Minarti. Penulis dilahirkan di Gunungkidul, Yogyakarta pada 15 Mei 1993. Pendidikan formal yang telah ditempuh yaitu, pendidikan prasekolah dasar di TK PKK Wiladeg (19971999), Pendidikan dasar di SD Wiladeg (1999-2005), Pendidikan menengah di SMP Negeri 1 Wonosari (20052008), Pendidikan lanjutan di SMA Negeri 1 Wonosari (2008-2011). Penulis menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2011. Selama menjalani masa perkuliahan penulis juga aktif sebagai asisten dosen dan dalam berbagai organisasi seperti menjadi Koordinator Divisi Penelitian dan Pengembangan (2012/2013), Koordinator Divisi Pengabdian Masyarakat (2013/2014), dan Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi periode 2014/2015. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan keorganisasian nasional ISMAFARSI (Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia) dan keorganisasian Internasional IPSF (International Pharmaceutical Student Federation). Penulis pernah mewakili Universitas Sanata Dharma sebagai delegasi resmi (official delegation) dan delegasi lomba di tingkat internasional yaitu Asia Pacific Pharmaceutical Symposium di Jepang (2013) dan World Congress di Portugal (2014).