BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mutu Pelayanan Kesehatan Mutu

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat dipenuhinya kebutuhan masyarakat
atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi yang
baik dengan pemanfaatan sumber daya secara wajar, efisien, efektif dalam
keterbatasan kemampuan pemerintah dan masyarakat, serta diselenggarakan secara
aman dan memuaskan pelanggan sesuai dengan norma dan etika yang baik (Azwar,
1994).
Berdasarkan batasan yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa
mutu pelayanan kesehatan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan dengan standar
profesi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara baik, sehingga semua
kebutuhan pelanggan dan tujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
dapat tercapai (Bustami, 2011).
Mutu pelayanan kesehatan bagi seorang pasien tidak lepas dari rasa puas
terhadap pelayanan yang diterimanya, dimana mutu yang baik dikaitkan dengan
kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat kesehatan, kecepatan pelayanan,
lingkungan perawatan yang menyenangkan, keramahan petugas, kemudahan
prosedur, kelengkapan alat, obat-obatan dan biaya yang terjangkau (Perry dan
Patricia, 1994).
Kualitas pelayanan yang diberikan oleh pasien walaupun merupakan nilai
subjektif, tetapi tetap ada dasar objektif yang dilandasi oleh pengalaman masa lalu,
pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan, dan pengaruh lingkungan. Khususnya
6
xix
Universitas Sumatera Utara
mengenai penilaian performance pemberi jasa pelayanan kesehatan terdapat dua
elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis dan hubungan interpersonal. Hal
ini meliputi penjelasan dan pemberian informasi kepada pasien tentang penyakitnya
serta memutuskan bersama pasien tindakan yang akan dilakukan atas dirinya.
Hubungan interpersonal ini berhubungan dengan pemberian informasi, empati,
kejujuran, ketulusan hati, kepekaan, dan kepercayaan dengan memperhatikan privacy
pasien (Hardjana, 2003).
Robert dan Proverst (1990), menyatakan bahwa penilaian dimensi mutu
pelayanan kesehatan dapat ditinjau dari penyelenggara pelayanan, penyandang dana
dan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan,
penilaian mutu lebih terkait dengan dimensi kesesuaian mutu pelayanan yang
diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir, dan atau
otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien. Bagi penyandang dana, penilaian mutu lebih terkait dengan
dimensi efisiensi pemakaian sumber dana, kewajiban pembiayaan kesehatan, dan
atau kemampuan pelayanan kesehatan, mengurangi kerugian penyandang dana
pelayanan. Adapun mutu pelayanan bagi pasien, penilaian jasa pelayanan kesehatan
lebih terkait pada ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran
komunikasi petugas dengan pasien, empati dan keramahtamahan petugas dalam
melayani pasien dalam kesembuhan penyakit yang diderita oleh pasien.
Mengatasi perbedaan dimensi nilai mutu pelayanan kesehatan, telah disepakati
bahwa penilaian mutu pelayanan seyogiyanya berpedoman pada hakekat dasar
diselenggarakannya pelayanan kesehatan yaitu memenuhi kebutuhan dan tuntutan
pemakai jasa pelayanan.
7
xx
Universitas Sumatera Utara
Penentuan kualitas suatu jasa pelayanan sangatlah kompleks, Zeithaml (1996),
mengemukakan lima dimensi dalam menentukan kualitas jasa, yaitu:
1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang
sesuai dengan janji yang ditawarkan.
2. Responsiveness (daya tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam
membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap,
yang meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan
karyawan
dalam
menangani
transaksi
dan
penanganan
keluhan
pelanggan/pasien.
3. Assurance (jaminan), meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan
terhadap produk/jasa secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan
kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan
informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan
jasa yang ditawarkan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan
pelanggan terhadap perusahaan. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan
gabungan dari dimensi:
a. Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang
dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.
b. Kesopanan (Courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian, dan sikap para
karyawan.
c. Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi, dan sebagainya.
4. Emphaty (Empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan
kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan,
8
xxi
Universitas Sumatera Utara
kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha
perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi
empati ini merupakan penggabungan dari dimensi:
a. Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang
ditawarkan.
b. Komunikasi
(Communication),
merupakan
kemanpuan
melakukan
komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau
memperoleh masukan dari pelanggan.
c. Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Costumer), meliputi
usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan
keinginan pelanggan.
5. Tangibles (Bukti Langsung), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung
dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan
kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan, komunikasi dan penampilan
petugas.
2.2 Kepuasan Konsumen
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang terjadi setelah
membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja dan harapanharapannya (Kothler, 1999).
Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi
kebutuhan dan harapan konsumen. Pengukuran kepuasan konsumen merupakan
elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien, dan
lebih efektif. Apabila konsumen merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang
9
xxii
Universitas Sumatera Utara
disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien.
Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Tingkat kepuasan konsumen
terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu
sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan konsumen,
meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap
populasi sasaran (Sari, 2008).
Kepuasan konsumen dapat mempengaruhi minat untuk kembali ke apotek yang
sama. Hal ini akan merupakan promosi dari mulut ke mulut bagi calon konsumen
lainnya yang diharapkan sangat positif bagi usaha apotek (Supranto, 2006).
Mempertahankan konsumen agar tetap loyal terhadap apotek adalah lebih sulit.
Kepuasan konsumen adalah merupakan salah satu faktor utama yang menentukan
tingkat kepuasan konsumen yaitu kualitas pelayanan pada konsumen. Kepuasan
konsumen adalah merupakan faktor penentu kesetiaan terhadap apotek (Sari, 2008).
Menurut Tjiptono, dkk., (2001), kepuasan konsumen ditentukan oleh beberapa
faktor:
- Sikap pendekatan petugas medis terhadap konsumen.
- Prosedur yang tidak membingungkan konsumen.
- Waktu tunggu yang tidak terlalu lama yang dirasakan oleh konsumen.
- Keramahan petugas kesehatan terhadap konsumen.
- Proses penyembuhan yang dirasakan konsumen.
Menurut Budiastuti (2002), kepuasan pasien terhadap jasa pelayanan yang
diterima mengacu pada beberapa faktor antara lain:
10
xxiii
Universitas Sumatera Utara
a. Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk
atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi pasien terhadap kualitas produk
atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa yang
sesungguhnya dan komunikasi perusahaan.
b. Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan
dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang
baik atau sesuai dengan yang diharapkannya.
c. Faktor Emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap pasien
memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”,
cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
d. Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas
guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi
pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan
maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang
berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada
pasien.
e. Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan
atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung
puas terhadap jasa pelayanan.
11
xxiv
Universitas Sumatera Utara
2.3 Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke
pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian
yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi
pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
dari pasien (Permenkes RI, 2004).
Pada penelitian Purwastuti, digolongkan pelayanan farmasi sebagai salah satu
pelayanan penunjang medik terapeutik bersama-sama dengan kegiatan lain seperti
ruang operasi, instalasi gawat darurat, dan rehabilitasi medik. Pada saat ini, pasien
menghadapi beraneka ragam pilihan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
farmasi. Mereka mempunyai posisi yang cukup kuat sehingga dalam memilih
pelayanan tidak hanya mempertimbangkan aspek produk pelayanan saja, tetapi juga
aspek proses dan jalinan relasinya (Purwastuti, 2005).
Sumber daya manusia untuk mengelola apotek adalah seorang apoteker yang
profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker harus:
- mampu menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik,
- mampu mengambil keputusan yang tepat,
- mampu berkomunikasi antar profesi,
- mampu menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner,
- mampu mengelola SDM secara efektif,
- selalu belajar sepanjang karier,
- membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan
pengetahuan (Permenkes RI, 2004).
12
xxv
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya meliputi
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai
sistem FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out).
1. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan:
a. Pola penyakit
b. Kemampuan masyarakat
c. Budaya masyarakat
2. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi.
3. Penyimpanan
a. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana ini dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang
jelas pada wadah baru, wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat,
nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
b. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan
menjamin kestabilan bahan.
2.3.2 Pelayanan Resep
I. Skrining Resep
Apoteker melakukan skrining resep meliputi:
13
xxvi
Universitas Sumatera Utara
1. Persyaratan Administratif:
- Nama, SIP, dan alamat dokter
- Tanggal penulisan resep
- Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
- Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
- Cara pemakaian yang jelas
- Informasi lainnya
d. Kesesuaian
farmasetik:
bentuk
sediaan,
dosis,
potensi,
stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian
e. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis,
durasi, jumlah obat, dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan
dan alternatif seperlunya, bila perlu menggunakan persetujuan setelah
pemberitahuan.
II. Penyiapan Obat
1. Peracikan
Merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas, dan
memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus
dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah
obat serta penulisan etiket yang benar.
2. Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
14
xxvii
Universitas Sumatera Utara
3. Kemasan obat yang diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga
terjaga kualitasnya.
4. Penyerahan obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh
apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
5. Informasi obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang
harus dihindari selama terapi.
6. Konseling
Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan,
dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup
pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau
penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit TBC, asma, dan
penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara
berkelanjutan.
7. Monitoring penggunaan obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
15
xxviii
Universitas Sumatera Utara
2.4 Klinik
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik
diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh
seorang tenaga medis. Berdasarkan jenis pelayanannya, Permenkes RI (2011),
membagi klinik menjadi:
a. Klinik Pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik
dasar yang dipimpin oleh seorang dokter atau dokter gigi dengan jumlah tenaga
medis minimal terdiri dari dua orang dokter dan/atau dokter gigi.
b. Klinik Utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik
spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik yang dipimpin oleh
seorang dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang memiliki kompetensi
sesuai dengan jenis kliniknya dengan jumlah tenaga medis minimal terdiri dari
satu orang dokter spesialis dari masing-masing spesialisasi sesuai dengan jenis
pelayanan yang diberikan (Permenkes RI, 2011).
2.4.1 Bangunan dan Ruangan Klinik
Klinik diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak bergabung
dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya. Bangunan klinik harus memperhatikan
fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta
perlindungan dan kesalamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anakanak dan orang lanjut usia. Bangunan klinik paling sedikit terdiri atas:
a. Ruang pendaftaran/ruang tunggu
b. Ruang konsultasi dokter
c. Ruang administrasi
16
xxix
Universitas Sumatera Utara
d. Ruang tindakan
e. Ruang farmasi
f. Kamar mandi/wc
g. Ruang lainnya sesuai kebutuhan pelayanan.
2.4.2 Penyelenggaraan Klinik
Klinik yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap hanya dapat memberikan
pelayanan rawat inap maksimal selama 5 (lima) hari dan klinik harus menyediakan:
a. Ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan
b. Tempat tidur pasien minimal 5 (lima) maksimal 10 (sepuluh)
c. Tenaga medis dan keperawatan yang sesuai jumlah dan kualifikasinya
d. Tenaga gizi, tenaga analis kesehatan, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan
dan/atau tenaga non kesehatan lain sesuai kebutuhan
e. Dapur gizi
f. Pelayanan laboratorium Klinik Pratama.
Klinik dapat menyelenggarakan pelayanan laboratorium klinik dimana
perizinan laboratorium klinik terintegrasi dengan perizinan kliniknya. Klinik juga
menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan kefarmasian melalui ruang farmasi
yang dilaksanakan oleh apoteker yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk
itu. Apabila klinik berada di daerah yang tidak terdapat apoteker, maka pelayanan
kefarmasian dapat dilaksanakan oleh tenaga teknis kefarmasian. Ruang farmasi
hanya dapat melayani resep dari tenaga medis yang bekerja di klinik yang
bersangkutan (Menkes RI, 2011).
17
xxx
Universitas Sumatera Utara
Klinik berkewajiban memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan
mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan dan standar prosedur operasional (Permenkes RI, 2011).
2.5 Sejarah Klinik Telkom
Fasilitas kesehatan telah dinikmati oleh jajaran di lingkungan Post en Telegraaf
Dienst yang telah berdiri sejak tahun 1884. Pada saat itu, sebagai pegawai negeri,
maka apabila seorang karyawan dan keluarga sakit, mereka dapat berobat ke rumah
sakit. Dan pengobatan tersebut mendapat penggantian/restitusi dari pemerintah, yang
proses restitusinya melalui unit kerja/kantor masing-masing (Telkom, 2006).
Kondisi demikian terus berlangsung meski terjadi perubahan pada tahun 1906
menjadi Post Teelegraaf en Telefoon Dienst, dulu disebut PTT Dienst dan terus
berlanjut ketika PTT Dienst ditetapkan sebagai perusahaan negara pada tahun 1931.
Demikian halnya ketika pemerintah menerbitkan PERPU Nomor 240 tahun 1961
berubah menjadi PN Pos dan Telekomunikasi (PN POSTEL). Lapangan usaha PN
POSTEL ternyata berkembang dengan pesat, berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 29 dan 30 tahun 1965, PN Pos dan Telekomunikasi dipecah menjadi PN Pos
& Giro dan PN Telekomunikasi (Telkom, 2006).
Adanya pemisahan tersebut, maka dalam penanganan fasilitas kesehatan
karyawan dan keluarga, PN Telekomunikasi lebih dapat berkonsentrasi untuk
mengelola sendiri, agar para karyawan bila berobat dapat lebih efisien dalam waktu
dan tenaga, sehingga dapat bertugas dengan optimal. Pengelolaan fasilitas kesehatan
menjadi semakin berkembang, sejalan dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor: SK.76/U/1969 tanggal 20
18
xxxi
Universitas Sumatera Utara
Desember 1969, di mana pengelolaan kesehatan di lingkungan PN Telekomunikasi
dilaksanakan oleh Seksi Kesehatan, dengan tugas utamanya adalah pengurusan
klinik, pengobatan oleh dokter kontraktor, rumah obat kontraktor dan penyelesaian
tagihannya (Telkom, 2006).
Pada tahun 1983 status PN Telekomunikasi berubah menjadi Perusahaan
Umum Telekomunikasi (PERUMTEL) dan melalui surat keputusan direksi
PERUMTEL Nomor: SK.1046/KKP.081/PEG-33/85 tanggal 28 Juni 1985 tentang
uraian tugas dan fungsi direktorat personalia dan tata usaha PERUMTEL yang
merupakan
penjabaran
dari
Keputusan
MENPARPOSTEL
Nomor:
KM.29/OT/001/PPT-83 tanggal 24 Oktober 1983 tentang struktur organisasi dan tata
kerja PERUMTEL. Berdasarkan surat keputusan tersebut, pengelolaan kesehatan
dilaksanakan oleh Bagian Kesehatan Pegawai (KESTEL), yang merupakan unit kerja
di bawah sub direktorat administrasi kepegawaian (Telkom, 2006).
Tugas bagian KESTEL ini lebih luas dari unit kesehatan sebelumnya, yaitu
meliputi perencanaan, pengendalian dan pemeliharaan kesehatan karyawan,
pensiunan dan keluarganya (kesehatan umum, gigi dan mulut, pengurusan peralatan
kesehatan), penyelenggaraan poliklinik di kantor pusat, penyuluhan, promotif fisik
dan higienis perusahaan dan keselamatan kerja (Telkom, 2006).
Sejalan dengan perubahan yang terjadi dalam tubuh PERUMTEL, maka pada
tanggal 7 September 1990 terbit KD.10370/KP.081/PEG-34/90 tentang organisasi
dan tata kerja direktorat personalia dan tata usaha. Pada masa ini pengelolaan
kesehatan berada dibawah naungan sub direktorat administrasi kepegawaian dan
ditangani langsung oleh bagian kesehatan dan keselamatan kerja, dengan tugas
merencanakan dan melaksanakan pelayanan kesehatan umum dan gigi, pembinaan
19
xxxii
Universitas Sumatera Utara
kesehatan dan higienis perusahaan, administrasi umum dan pengawasan anggaran
bagian serta mengembangkan kesehatan lingkungan dan keselamatan kerja (Telkom,
2006).
Sebagai unit usaha pendukung, maka unit pengelola kesehatan terpisah dari
Telkom, sehingga untuk mengelola layanan kesehatan ini maka dibentuklah yayasan
kesehatan
pegawai
Telkom
dengan
keputusan
direksi
Telkom
Nomor:
KD.2/PS.160/SEK-30/98 tanggal 20 Januari 1998 tentang pembentukan yayasan
kesehatan pegawai Telkom. Sejak tahun 2000 pengelolaan kesehatan untuk
karyawan, pensiunan beserta keluarga, baik di divisi regional, divisi support dan
beberapa anak perusahaan Telkom dikelola oleh Yakes-Telkom (Telkom, 2006).
20
xxxiii
Universitas Sumatera Utara
Download