senam kaki pada diabetes

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
Diabetes Melitus
II.I.1. Pengertian
a. Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah
akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Soegondo, 2009).
b. Menurut ADA (AmericanDiabetesAssociation) tahun 2010 Diabetes
Melitus
merupakan
suatu
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya.
c. Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar gula dalam darah atau hiperglikemia (Brunner &
Suddart, 2002 )
II.I.2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe 2, Perkeni 2011
klasifikasi diabetes melitus antara lain :
a. DM Tipe 1
Yaitu diabetes yang tergantung insulin. Pada diabetes tipe1 ini sel sel beta
yang menghasilkan insulin dihancurkan oleh suatu proses otoimun. Akibatnya
penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar gula darah,
biasannya terjadi pada usia muda yaitu usia < 30 tahun, bertubuh kurus saat
terdiagnosis dan lebih mudah mengalami ketoasidosis.
8
9
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Yaitu diabetes yang tidak tergantung insulin. Diabetes melitus tipe 2 terjadi
akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat
penurunan jumlah produksi insulin. Diabetes tipe 2 lebih sering diketemukan
pada usia dewasa dan obesitas meskipun dapat terjadi pada semua umur,
ketosis jarang terjadi kecuali dalam keadaan stress atau mengalami infeksi.
c. Diabetes Melitus Tipe lain
DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu hiperglikemik
terjadi karena penyakit lain : penyakit pankreas, hormonal, alat/ bahan kimia,
endrokrinopati, kelainan reseptor insulin, sindrom genetik tertentu.
d. Gestational Diabetes Melitus ( GDM )
Merupakan intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan, biasannya
terjadi pada trisemester II atau III. Dalam kehamilan terjadi perubahan
metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan makanan
bagi janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm, kebutuhan insulin
meningkat sehingga mencapai 3 kali lipat dari keadaan normal. Bila seorang
ibu
tidak
hipoinsulin
mampu
meningkatkan
maka mengakibatkan
produksi
insulin sehingga
relatif
hiperglikemi. Faktor resiko Diabetes
Melitus Gestasional ialah abortus berulang, riwayat melahirkan anak
meninggal tanpa sebab yang jelas, riwayat pernah melahirkan bayi dengan
cacat bawaan, pernah melahirkan bayi lebih dari 4000 gram, pernah preeklamsia, Polihidramion. Faktor predisposisi Diabetes Melitus Gestasional
adalah umur ibu hamil lebih dari 30 tahun, riwayat Diabetes Melitus dalam
keluarga, pernah mengalami diabetes melitus gestasional pada kehamilan
sebelumnya, infeksi saluran kemih berulang-ulang selama hamil (PERKENI,
2002). Resisten insulin juga disebabkan oleh adanya hormon estrogen,
progesteron, prolaktin dan plasenta laktogen. Hormon tersebut mempengaruhi
reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi aktivitas insulin.
10
II.I.3. Etiologi Diabetes Melitus Tipe 2
Penyebab yang berhubungan dengan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes melitus tipe2 diperkirakan karena :
1. faktor genetik
2. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
3. Obesitas
4. Riwayat keluarga
II.I.4. Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2
Faktor resiko Diabetes Melitus dibagi menjadi faktor yang dapat diubah dan
faktor yang tidak dapat diubah. Faktor resiko yang dapat diubah yaitu Berat
badan berlebih dan obesitas. Obesitas berhubungan dengan
lapisan
lemak
besarnya
dan adanya gangguan metabolik. Kelainan metabolik
tersebut umumnya berupa resistensi terhadap insulin yang
muncul pada
jaringan lemak yang luas. Sebagai kompensasi akan dibentuk insulin yang
lebih
banyak
oleh
sel
beta
pankreas
sehingga
mengakibatkan
hiperinsulinemia. Obesitas berhubungan pula dengan adanya kekurangan
reseptor insulin pada otot, hati, monosit dan permukaan sel lemak. Hal
ini akan memperberat resistensi terhadap insulin. Gula darah tinggi yang
tidak ditatalaksana dapat menyebabkan kerusakan saraf, masalah ginjal atau
mata, penyakit jantung, serta stroke. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
yaitu
Usia,
bertambahnya
usia
menyebabkan risiko
diabetes dan
penyakit jantung semakin meningkat. Kelompok usia yang menjadi
faktor risiko diabetes adalah usia lebih dari 40 tahun. Ras dan suku bangsa,
dimana bangsa Amerika Afrika, Amerika Meksiko, Indian Amerika,
Hawaii, dan sebagian Amerika Asia memiliki risiko
diabetes dan
penyakit jantung yang lebih tinggi. Riwayat Keluarga yang salah satu
anggota keluarganya menyandang diabetes maka kesempatan untuk
menyandang diabetes pun meningkat.
11
II.I.5. Patofisiologi
Pada
diabetes
tipe 2
terdapat
dua
masalah
utama
yang
berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan
sekresis insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak
efektif
untuk
menstimulasi
pengambilan
glukosa
oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal/sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel – sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadi diabetes melitus tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi
insulin yang merupakan ciri khas diabetes melitus tipe 2, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu,
ketoasidosis diabetik jarang terjadi pada diabetes tipe 2.
II.I.6. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien diabetes melitus
yaitu :
a. Poliuria ( Peningkatan pengeluaran urin)
b. Polidipsia ( Peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat
besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi
keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang
12
hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran
ADH (antidiuretik hormone) dan menimbulkan rasa haus.
c.
Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada
pasien diabetes lama,katabolisme protein diotot dan ketidak mampuan
sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
d. Polifagia (Peningkatan rasa lapar)
e.
Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi
mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik.
f.
Kelainan kulit : gatal – gatal , bisul
Kelaianan kulit berupa gatal – gatal, biasanya terjadi di lipatan
kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat
tumbuhnya jamur.
g.
Kelainan ginekologis
Keputihan
dengan
penyebab
tersering
yaitu
jamur
terutama
candida. Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persarafan
mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang
berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel persarafan
terutama perfifer mengalami kerusakan.
h. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati.
i. Luka/ bisul yang tidak sembuh-sembuh
Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar
utama dari
protein dan unsur makanan yang lain. Pada penderita diabetes melitus
bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel
sehingga bahan yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang
13
rusak mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga
dapat diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada
penderita diabetes melitus.
j. Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi
Penderita diabetes melitus mengalami penurunan produksi hormon
seksual akibat kerusakan testosteron dan sistem yang berperan.
k. Mata kabur
Disebabkan oleh katarak/ gangguan refraksi akibat perubahan pada
lensa oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada
korpus vitreum.
II.I.7. Komplikasi
a. Komplikasi akut
1) Ketoasidosis diabetik
Adalah keadaan yang disebabkan karena tidak adannya insulin atau
ketidakcukupan jumlah insulin, yang menyebabkan kekacauan
metabolisme karbohidrat, protein, lemak. Ada tiga gambaran klinis
ketoasidosis diabetik yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan
asidosis.
2) Hipoglikemi
Adalah penurunan kadar glukosa darah kurang dari 60 mg/dl.
Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral
yang berlebihan, asupan karbohidrat kurang atau aktivitas fisik yang
berlebihan.
14
3) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Adalah suatu dekompensasi metabolik pada pasien diabetes tanpa
disertai adanya ketosis. Gejalanya pada dehidrasi berat, tanpa
hiperglikemia berat dan gangguan neurologis.
b. Komplikasi kronis
1) Mikroangiopati
a. Retinopati diabetikum disebabkan karena kerusakan pembuluh darah
retina. Faktor terjadinya retinopati diabetikum: lamanya menderita
diabetes, umur penderita, kontrol guladarah, faktor sistematik
(hipertensi, kehamilan).
b. Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar
protein yang tinggi dalam urin yang disebabkan adanya kerusakan
pada glomerulus. Nefropati diabetikum merupakan faktor resiko
dari gagal ginjal kronik.
c. Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangnya reflex.
Selain itu juga bisa terjadi poliradikulopati diabetikum yang
merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan pada
satu atau lebih akar saraf dan dapat disertai dengan kelemahan
motorik, biasanya dalam waktu 6-12 bulan.
2) Makroangiopati
a.Penyakit jantung koroner dimana diawali dari berbagai bentuk
dislipidemia, hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL. Pada
DM sendiri tidak meningkatkan kadar LDL, namun sedikit kadar
LDL pada DM tipe II sangat bersifat atherogeni karena mudah
mengalami glikalisasi dan oksidasi.
b.Penyakit
serebro
vaskuler,
perubahan
aterosklerotik
dalam
pembuluh darah serebral atau pembentukan emboli ditempat lain
15
dalam sistem pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah
sehingga
terjepit
dalam
pembuluh
darah
serebral
yang
mengakibatkan serangan iskemik dan stroke.
c. Penyakit vaskuler perifer perubahan aterosklerotik dalam pembuluh
darah besar pada ekstremitas bawah menyebabkan oklusi arteri
ekstremitas bawah. Tanda dan gejalanya meliputi penurunan
denyut nadi perifer dan klaudikatio intermiten (nyeri pada betis
pada saat berjalan). (Brunner & Suddarth, 2002)
II.I.8. Penatalaksanaan
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa
darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan
serius pada pola aktivitas pasien. Menurut Konsensus perkeni 2011, ada
empat pilar penatalaksanaan diabetes melitus.
a. Edukasi
Pengelolaan mandiri diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi
aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan
harus
mendampingi
pasien
dalam
perubahan perilaku tersebut,
yang berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai
perubahan
perilaku,
membutuhkan
edukasi,
pengembangan
keterampilan (skill), dan upaya peningkatan motivasi.
b. Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori masing masing individu.
Perlu ditekankan pentingnya keteraturan dalam hal jadwal makan, jenis,
dan jumlah makanan terutama pada pasien yang menggunakan obat
penurun glukosa darah dan insulin
16
c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi resiko
kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki
dengan berolahraga. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan
umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat
latihan jasmani dapat ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan yang kurang gerak.
d. Terapi Farmakologis
Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka
panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat
hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Disamping itu,
sebagian pasien diabetes tipe II yang biasanya mengendalikan kadar
glukosa darah
dengan diet dan obat kadang membutuhkan insulin
secara temporer selama mengalami
sakit,
infeksi,
kehamilan
pembedahan atau beberapa kejadian stres lainnya.
II.2 Senam Diabetes
II.2.1. Pengertian
Senam diabetes adalah senam aerobic low impact dan rithmis gerakan
menyenangkan tidak membosankan dan dapat diikuti semua kelompok
umur sehingga menarik antusiasme kelompok dalam klub- klub diabetes.
Pada waktu latihan jasmani otot-otot tubuh, sistem jantung dan sirkulasi
darah serta pernafasan diaktifkan. Oleh sebab itu metabolisme tubuh,
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit
serta
asam basa harus
menyesuaikan diri. Otot – otot akan menggunakan asam lemak bebas
dan glukosa yang berasal dari glikogen di otot – otot pada waktu
17
latihan jasmani mulai dipakai sebagai sumber tenaga. Apabila latihan
jasmani terus ditingkatkan maka sumber tenaga dan glikogen otot
berkurang, selanjutnya akan terjadi pemakaian glukosa darah dan asam
lemak bebas. Makin ditingkatkan porsi olahraga makin meningkat
pula pemakaian glukosa yang berasal dari cadangan glikogen hepar.
Apabila porsi latihan ditingkatkan lagi, maka sumber tenaga terutama
berasal dari asam lemak bebas dan lipolisis jaringan lemak.
II.2.2. Senam Kaki Diabetes
II.2.2.1. Pengertian
Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien
diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu
melancarkan peredaran darah bagian kaki. Senam kaki dapat membantu
memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil kaki
dan
mencegah
terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat
meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha, dan juga mengatasi
keterbatasan pergerakan sendi.
II.2.2.2. Tujuan
Adapun tujuan yang diperoleh setelah melakukan senam kaki ini adalah
memperbaiki sirkulasi darah pada kaki pasien diabetes, sehingga nutrisi
lancar kejaringan tersebut
II.2.2.3. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi dari senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh
penderita Diabetes mellitus dengan tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya
diberikan sejak pasien didiagnosa menderita Diabetes Melitus sebagai
tindakan pencegahan dini. Senam kaki ini juga dikontraindikasi pada
klien yang mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dipsnnea atau
nyeri dada. Orang yang depresi, khawatir atau cemas. Keadaan- keadaan
seperti ini perlu diperhatikan sebelum dilakukan tindakan senam
18
kaki. Selain itu kaji keadaan umum dan keadaaan pasien apakah layak
untuk dilakukan senam kaki tersebut, cek tanda-tanda vital dan status
respiratori (adakah Dispnea atau nyeri dada), kaji status emosi pasien
(suasana
hati/mood,
motivasi),
serta
perhatikan
indikasi
dan
kontraindiikasi dalam pemberian tindakan senam kaki tersebut.
II.2.2.4 Prosedur
Alat yang harus dipersiapkan adalah : Kursi (jika tindakan dilakukan
dalam posisi duduk), prosedur pelaksanaan senam. Sedangkan persiapan
untuk klien adalah kesepakatan dengan pasien, waktu, tempat dan tujuan
dilaksanakan senam kaki. Perhatikan juga lingkungan yang mendukung,
seperti lingkungan yang nyaman bagi pasien, dan Jaga privacy pasien.
Langkah-langkah pelaksanaan senam kaki:
1. Perawat cuci tangan
2. Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien duduk
tegak diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai. Dapat juga
dilakukan dalam posisi berbaring dengan meluruskan kaki.
Gambar 2.1 Pesien duduk di atas kursi
19
3. Dengan meletakkan tumit di lantai, jari-jari kedua belah kaki
diluruskan ke atas lalu dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar
ayam sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur, jari-jari kedua belah kaki
diluruskan ke atas lalu dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar
ayam sebanyak 10 kali
Gambar 2.2 Tumit kaki di lantai dan jari-jari kaki
diluruskan ke atas
4. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki
ke atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan
tumit kaki diangkatkan ke atas. Dilakukan pada kaki kiri dan kanan
secara bergantian dan diulangi sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur,
menggerakkan jari dan tumit kaki secara bergantian antara kaki kiri
dan kaki kanan sebanyak 10 kali..
Gambar 2.3 Tumit kaki di lantai sedangkan telapak kaki
Diangkat
20
5. T umit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke
atas dan buat
pergelangan
gerakan
memutar
dengan
pergerakkan
pada
kaki sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur, kaki lurus
ke atas dan buat gerakan memutar dengan pergerakkan pada
pergelangan kaki sebanyak 10 kali
Gambar 2.4 Ujung kaki diangkat ke atas
6. Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan
memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10
kali. Pada posisi tidur kaki harus diangkat sedikit agar dapat
melakukan gerakan memutar pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali
Gambar 2.5 Jari-jari kaki di lantai
7. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan
kaki,
tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10
lakukan secara bergantian . Gerakan ini sama dengan posisi tidur.
21
Gambar 2.7 Kaki diluruskan dan diangkat
8. Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti bola
dengan kedua belah kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi lembaran
seperti semula menggunakan kedua belah kaki. Cara ini dilakukan hanya
sekali saja, lalu robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian koran.
Sebagian koran di sobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki.
Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki lalu
letakkan sobekkan kertas pada bagian kertas yang utuh. Bungkus semuanya
dengan kedua kaki menjadi bentuk bola
Gambar 2.8 Robek kertas koran kecil kecil dengan
menggunakan jari jari kaki lalu lipat menjadi bentuk bola
22
II.3. Sirkulasi darah pada kaki pasien Diabetes Melitus
II.3.1. Pengertian
Sirkulasi darah adalah aliran darah yang dipompakan jantung ke
pembuluh darah dan dialirkan oleh arteri ke seluruh organ-organ tubuh
salah satunya pada organ kaki. Gangguan atau kelainan pada kaki pasien
penderita diabetes adalah adanya suatu kelainan pada saraf, kelainan
pembuluh darah dan kemudian adanya infeksi. Dari ketiga hal tersebut,
yang paling berperan adalah kelainan pada saraf, sedangkan kelainan
pembuluh darah lebih berperan nyata pada penyembuhan luka sehingga
menentukan nasib kaki. Keadaan kelainan saraf dapat mengenai saraf
sensorik, saraf motorik, dan saraf otonom. Selain itu, terjadi perubahan
daya membesar-mengecil pembuluh darah vasodilatasi-vasokonstriksi di
daerah tungkai bawah, akibatnya sendi menjadi kaku. Keadaan lebih
lanjut terjadi perubahan bentuk kaki Charchot, yang menyebabkan
perubahan daerah tekanan kaki yang baru dan berisiko terjadinya
luka. Kelainan pembuluh darah berakibat tersumbatnya pembuluh darah
sehingga menghambat
aliran darah,
mengganggu
suplai oksigen,
bahan makanan atau obat antibiotika yang dapat menggagu proses
penyembuhan luka. Bila pengobatan infeksi ini tidak sempurna dapat
menyebabkan pembusukan gangren. Gangren yang luas dapat pula terjadi
akibat sumbatan pembuluh darah. ( Brunert & Suddart, 2002)
Dari beberapa kasus di atas pasien Diabetes Melitus perlu melakukan
senam kaki, dengan senam kaki terjadi pergerakan tungkai yang
mengakibatkan menegangnya otot otot tungkai dan menekan vena
disekitar otot tersebut. Hal ini akan mendorong darah kearah jantung
dan tekanan vena akan menurun, mekanisme ini yang dikenal dengan
“pompa vena” .(Guyton & Hall). Mekanisme ini akan membantu
melancarkan peredaran darah bagian kaki, memperbaiki sirkulasi darah,
memperkuat otot-otot kecil, mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki,
meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, dan mengatasi keterbatasan
gerak sendi.
23
II.4. Ankle Brachial Index ( ABI )
II.4.1.Pengertian
Ankle Brachial Index (ABI) adalah test non invasive yang cukup
sederhana dengan mengukur rasio tekanan darah sistolik kaki (ankle)
dengan tekanan darah sistolik lengan (brachial). Tekanan darah sistolik
diukur dengan menggunakan alat yang disebut simple hand held vascular
Doppler ultrasound probe dan tensimeter (manometer mercuri atau
aneroid). Pemeriksaan ABI dilakukan untuk mendeteksi adannya
insufisiensi arteri yang menunjukkan kemungkinan adannya penyakit
arteri perifer/peripheral arterial disease (PAD) pada kaki. Selain itu ABI
digunakan untuk melihat hasil dari suatu intervensi ( pengobatan, program
senam, angioplasty atau pembedahan). Normal sirkulasi darah pada kaki
menurut (Perkeni,2011) adalah ≥ 0,9 yang diperoleh dari rumus ABI
(Ankle Brachial Index). Sedangkan keadaan yang tidak normal dapat
diperoleh bila nilai ABI < 0,9 diindikasikan ada resiko tinggi luka di kaki,
ABI > 0,5 dan < 0,9 pasien perlu perawatan tindak lanjut, dan ABI < 0,5
indikasikan kaki sudah mengalami kaki nekrotik, gangren, ulkus, borok
yang perlu penanganan multi disiplinilmu.
II.4.2. Prosedur Pengukuran ABI
1. Anjurkan pasien berbaring terlentang, posisi kaki sama tinggi dengan
posisi jantung.
2. Pasang manset tensimeter di lengan atas dan tempatkan probe vascular
Doppler ultrasound diatas arteri brachialis dengan sudut 45 derajat.
3. Palpasi nadi radialis kemudian pompa manset hingga 20 mmHg diatas
tekanan darah sistolik palpasi.
4. Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh probe
hasilnya merupakan tekanan darah systolic brachialis.
5. Ulangi pada lengan yang lain.
24
6. Pasang manset tensimeter di pergelangan kaki dan tempatkan probe
vascular Doppler ultrasound diatas arteri dorsalis pedis atau arteri tibilias
dengan sudut 45 derajat.
7. Palpasi nadi dorsalis pedis kemudian pompa manset hingga 20 mmHg
diatas tekanan darah sistolik palpasi.
8. Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh probe
hasilnya merupakan tekanan darah systolic ankle.
9. Ulangi pada kaki yang lain.
10. Pilih tekanan darah systolic brachialis tertinggi (diantara lengan kanan dan
kiri) dan tekanan darah systolic ankle tertinggi (diantara kaki kanan dan
kaki kiri).
II.4.3 Interprestasi Hasil Pengukuran Ankle Brachial Index ( ABI )
Hasil pengukuran ABI menunjukkan keadaan sirkulasi darah pada tungkai
bawah sebagai berikut :
Sama / Lebih dari 0.90 = normal
0.71 – 0.90
= obstruksi ringan
0.41 – 0.70
= obstruksi sedang
Kurang dari 0.40
= obstruksi berat
Gambar 2.9
25
II.5 KERANGKA TEORI
Skema 2.1
Kerangka Teori
Faktor resiko diabetes melitus
Faktor yang dapat di
rubah :
Kejadian
Pola makan
Diabetes Melitus
Kadar Gula darah
Gaya hidup
Aktifitas
Hipertensi
Bahan kimia
Obat obatan
Penatalaksanaan
Edukasi
Terapi Gizi
Penyakit dan infeksi
Dyslipedimia
Faktor yang tidak dapat
di rubah :
Usia, R. Keluarga,
Ras/etnik, Kehamilan
Medis
Latihan Jasmani
( Senam kaki )
Obat /Insulin
Sirkulasi darah
26
II.6 Penelitian Terkait
1. Penelitian epidemiologi yang dilakukan Rini Tri Hastuti di RSUD
Moewardi Surakarta tahun 2008 dengan judul Faktor faktor ulkus diabetika
pada penderita diabetes melitus, dengan desain case control study. Jumlah
sampel 72 orang terdiri 36
kasus
(penderita
DM
dengan
ulkus
diabetika) dan 36 kontrol (penderita DM tanpa ulkus diabetika) Data
dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat. Hasil : Prevalensi ulkus
diabetika di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada tahun 2005 sebesar 2,6%
meningkat 2006 menjadi 3,2%. Faktor tidak dapat diubah dan dapat diubah
yang
secara
bersama-sama
terbukti
sebagai
faktor
risiko
ulkus
diabetika adalah lama DM ≥ 10 tahun (OR=21,3; 95%CI=2,3-37,7),
kadar kolesterol ≥ 200 mg/dl (OR=14,4; 95%CI=1,1-54,1), kadar HDL ≤
45
mg/dl
(OR=17,5;
(OR=19,3;
95%CI=2,4-44,9),
95%CI=1,2-46,9),
kurangnya
ketidakpatuhan
diet
latihan
(OR=18,4;
fisik
DM
95%CI=2,4-42,4), perawatan kaki tidak teratur (OR=16,9; 95%CI= 1,251,7) dan penggunaan alas kaki tidak tepat (OR=15,2; 95%CI=1,4-50,7).
Kesimpulan : Faktor risiko ulkus diabetika adalah lama DM ≥ 10 tahun,
kadar kolesterol ≥ 200 mg/dl, kadar HDL ≤ 45 mg/dl, ketidakpatuhan diet
DM, kurangnya latihan fisik, perawatan kaki tidak teratur dan penggunaan
alas kaki tidak tepat dengan memberikan sumbangan terhadap ulkus
diabetika sebesar 99,9 %.
2. Penelitian yang dilakukan Juliani Nasution di RSUP Adam Malik
Medan tahun 2010 dengan judul Pengaruh Senam Kaki Terhadap
Peningkatan Sirkulasi Darah Sampel dalam penelitian ini berjumlah 10
orang. 5 orang kelompok intervensi dan 5 orang kelompok kontrol. Desain
penelitian yang digunakan adalah quasy eksperiment. Data penelitian
dianalisa dengan uji paired t-test yaitu t-dependent dan t-independent.
Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa ada perbedaan sirkulasi
darah sebelum dan sesudah dilakukan senam kaki dengan nilai p=0,001
(p<0,05). Sedangkan pada kelompok intervensi dan kontrol diperoleh
27
p=0,002 (p=<0,05) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan peningkatan
sirkulasi
darah
antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Instrument penelitian menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop
II.7 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep merupakan suatu hubungan antara konsep satu terhadap
konsep lain dari masalah yang diteliti. Kerangka konsep penelitian adalah
suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari
masalah yang akan diteliti sesuai dengan tujuan dan pemikiran peneliti yaitu
mendapatkan gambaran tentang pengaruh senam kaki terhadap peningkatan
sirkulasi darah kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2 di klinik edukasi
diabetes RSUP Fatmawati
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian. Variabel juga dapat
diartikan sebagai konsep yang mempunyai bermacam macam nilai.
(Notoatmodjo, 2010) karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi
nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat
diteliti secara empiris atau ditentukan tingkatannya. Pada penelitian ini
peneliti mengelompokkan variable menjadi dua bagian yaitu:
II.7.1. Variabel Independent (variabel bebas)
Adalah variabel yang dimanipulasi oleh peneliti untuk menciptakan
suatu dampak pada dependent variabel. Variabel ini biasanya diamati,
diukur, untuk diketahui hubungannya dengan variabel lain. Variabel
independent yang dimaksud pada penelitian adalah senam kaki diabetes
II.7.2. Variabel Dependent (variabel terikat)
Adalah respon atau outputsebagai variabel respon berarti variabel ini
akan
muncul
sebagai
akibat
dari
manipulasi
suatu
variabel
independent.Variabel dependent disini yaitu sirkulasi darah kaki pada
pasien diabetes melitus tipe2.
28
Skema 3.1
Kerangka Konsep
Variabel Independent
Variabel Dependent
Senam kaki
diabetes
Sirkulasi darah kaki
Karakteristik responden :
Usia
Jenis kelamin
Confounding factor
Ket :
= Berhubungan
= Diteliti
II.7.2. Hipotesis Penelitian
Menurut Notoadmojo (2010)
hipotesis adalah kesimpulan
sementara
penelitian, patokan dengan dugaan atau dalil sementara,yang kebenarannya
akan dibuktikan dalam penelitian tersebut. Hipotesis pun digunakan untuk
mengarahkan pada hasil penelitian. Hipotesis penelitian ini yang mengacu
pada perumusan masalah pengaruh senam kaki diabetes terhadap perubahan
hasil pengukuran ankle brachial index (ABI) pasien diabetes melitus tipe 2.
Hipotesis pada penelitian ini yaitu :
Ha :
a. Ada pengaruh senam kaki diabetes terhadap peningkatan sirkulasi darah
kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2 di klinik edukasi diabetes RSUP
Fatmawati
b. Ada hubungan usia terhadap peningkatan sirkulasi darah kaki pada
pasien diabetes melitus tipe 2 di klinik edukasi diabetes RSUP Fatmawati
c. Ada hubungan jenis kelamin terhadap peningkatan sirkulasi darah kaki
pada pasien diabetes melitus tipe 2 di klinik edukasi diabetes RSUP
Fatmawati
29
II.7.3. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana
cara menentukan variabel dan mengukur suatu variabel.
Tabel 3.1
Definisi operasional
Variabel
Def. Operasional
Alat ukur Cara ukur
Umur
Adalah rentang
waktu antara
saat lahir
sampai saat
responden
dihitung
Menurut
Skala ukur
Ordinal
= dewasa
madya
2. > 60 th
= lansia
Adalah tanda
Biologis yang
membedakan
manusia
berdasarkan
kelompok
Diukur
melalui
observasi
Sirkulasi
darah
Adalah aliran
darah yang
dipompakan
jantung
kepembh darah
dan dialirkan
oleh arteri
keseluruh
organ-organ
tubuh salah
satunya pada
organ kaki.
Ultraso nik dopler
Tensime ter
Adalah kegiatan
yang dilakukan
oleh pasien
bertujuan untuk
mencegah luka
kaki dan
melancarkan
aliran darah ke
kaki
Wawancara 1. 45–60 th
Jawaban
pasien
Jenis
kelamin
Senam
kaki
Hasil ukur
Pengamatan 1.Perempuan
Nominal
2. Laki-laki
ABI
1. ≥ 0.9
2. 0.71- 0.90
3. 0.41- 0.70
4. < 0.40
Interval
Download