LAPORAN TEKNIS / AKHIR TAHUN ANGGARAN 2015 Judul KAK (PROPOSAL) : Sumberdaya Ikan Dan Lingkungan Di Waduk Pondok Dan Widas, Jawa Timur Oleh : Siti Nurul Aida, Agus Djoko Utomo, Taufiq Hidayah, Muhammad Ali, RR. Diyah Mentari, Herry Kusuma, Ika Nur Rahmah, Gatot Subroto, Busyrol Waroh. BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2015 yang berjudul ” Sumberdaya Ikan Dan Lingkungan Di Waduk Pondok Dan Widas, Jawa Timur “ Tujuan akhir penelitian adalah untuk mendapatkan rekomendasi teknik pengelolaan perikanan tangkap, konservasi sumberdaya ikan, tata ruang yang baik dan penebaran jenis ikan yang sesuai . Tujuan penelitian pada tahun 2015 yaitu: a). Mendapatkan data dan informasi jenis-jenis ikan, b). Mendapatkan data biota perairan (plankton , bentos), c). Keragaman habitat (tanaman air), d). Aspek kegiatan penangkapan. Dengan berakhirnya kegiatan penelitian tahun anggaran 2015, Kami mengucapkan terima kasih Kepada Bapak Kepala Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum atas fasilitas dan kelancaran yang telah diberikan selama ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya, oleh sebab itu masukan dan saran sangat diperlukan guna penyempurnaan laporan ini. Palembang, Desember 2015 Tim Penulis iv DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vii BAB I. PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Justifikasi. 2 I.3. TUJUAN DAN SASARAN 3 I.4. KELUARAN YANG DIHARAPKAN 3 I.5. Manfaat Dan Dampak 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1. Karakteristik Perairan Waduk. 4 2.2. Ekologi Perairan Waduk. 5 2.3. Pencemaran di Waduk 7 2.4. Aspek Penangkapan 10 2.5. Sumberdaya Ikan 10 2.6. Kualitas air 12 BAB III. BAHAN DAN METODA 15 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian 15 3.2. Pengumpulan Data 16 3.3. Analisis Data 18 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4.1. Keadaan Umum Daerah Sekitar Waduk Widas Dan Pondok. 21 4.2. Jenis-Jenis Ikan dan Biologi Ikan 24 4.3. PLANKTON 38 4.4. BENTOS 46 4.5. Tanaman Air 47 4.6. Kualitas Air 54 a). Kedalaman dan Kecerahan 54 b). Karbondioksida Bebas (CO2) danOksigenTerlarut (mg/l) 56 c). Suhu Perairan 60 d). Konduktivitas (Daya Hantar Listrik) 62 e). Total Alkalinitas 63 f). Turbidity 64 g). Derajat Keasaman/ pH Perairan 66 h). Konsentrasi Orthoposfat (PO4-3) 67 i). Total Fosfor. 68 j). Nitrogen 70 k). BOD 72 l). Klorofil-a. 73 m). Tingkat Kesuburan Perairan 74 4.6.1. POTENSI PRODUKSI IKAN 74 4.7. Kegiatan penangkapan ikan. 75 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Lampiran 84 1. Hasil tangkapan ikan dengan berbagai macam alat di waduk Widas 2. Hasil tangkapan ikan dengan berbagai macam alat di waduk Pondok 3. Indeks kelimpahan , keaneka ragaman plankton di waduk Widas dan Pondok 4. Kualitas air di waduk Widas 5. Kualitas air di waduk Pondok 6. Foto-foto aktifitas kegiatan survey DAFTAR GAMBAR No. Uraian Halaman 5 2 Gambar 2.1. Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Suhu Gambar 2.2. Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Cahaya yang Masuk. 3 Gambar 3.1.a. Peta Lokasi sampling di waduk Widas 15 4 Gambar 3.1.b. Peta lokasi sampling di waduk Pondok 16 5 Gambar.4 2. 1. Pola pertumbuhan beberapa jenis ikan Gambar 4.3.1. Kelimpahan Fitoplankton Waduk Pondok Bulan Maret dan Mei 2015 Gambar 4.3.2. Kelimpahan Zooplankton Waduk Pondok Bulan Maret dan Mei 2015 Gambar 4.3.3. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Fitoplankton Waduk Pondok Gambar 4.3.4. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Zooplankton Waduk Pondok Gambar 4.3.5. Kelimpahan Fitoplankton Waduk Widas 1 6 7 8 9 10 11 6 39 39 40 40 41 41 16 Gambar 4.3.6. Kelimpahan Zooplankton Waduk Widas Gambar 4.3.6. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Fitoplankton Waduk Widas Gambar 4.3.7. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Zooplankton Waduk Widas Gambar 4.5.1. Tanaman Di Inlet Kali Petung Di Waduk Widas Dan Inlet Kenongo Di Waduk Pondok Gambar 4.6.1. Rata-rata Kecerahan dan Kedalaman Di waduk Widas Dan Pondok Gambar 4.6.2. Grafik CO2 (mg/l) Pada Waduk Widas dan Pondok 17 Gambar 4.6.3. Grafik DO Di WadukWidas Dan Pondok 59 18 Gambar 4.6.4.Grafik Suhu di Waduk Widas Dan Pondok 61 19 Gambar 4.6.5. Grafik Rata-rata DHL Waduk Widas dan Pondok Gambar 4.6.6. Grafik Rata-rata Alkalinitas Waduk Widas dan Pondok Gambar 4.6.7. Grafik Rata-rata Turbinity Waduk Widas dan Pondok Gambar.4.6.8. Grafik Posfat (PO4-2) Di Waduk Widas Dan Pondok Gambar 4.6.10. Grafik Total Fosfor (μg/L) Pada Permukaan Waduk Widas Dan Pondok Gambar 4.7.1 Hasil Tangkapan Enumerator di Waduk Pondok. 63 Gambar 4.7.2 Persentase Komposisi Hasil Tangkapan Jebakan Ukuran besar (7x7x5 m) di Waduk Pondok. 80 12 13 14 15 20 21 22 23 24 25 42 42 53 54 57 64 65 68 70 79 26 27 28 29 Gambar 4.7.3 Persentase Komposisi Hasil Tangkapan Jebakan Ukuran Kecil (4x4x4 m) di Waduk Pondok Gambar 4.7.4 Komposisi Hasil Tangkapan Jaring di Waduk Pondok. Gambar 4.7.5 Komposisi Hasil Tangkapan Jaring di Waduk Widas. Gambar 4.7.6 Hasil Tangkapan Jaring di Waduk Widas. 81 81 82 82 DAFTAR TABEL No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Uraian Gambar 2.1. Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Suhu Gambar 2.2. Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Cahaya yang Masuk. Gambar 3.1.a. Peta Lokasi sampling di waduk Widas Gambar 3.1.b. Peta lokasi sampling di waduk Pondok Gambar.4 2. 1. Pola pertumbuhan beberapa jenis ikan Gambar 4.3.1. Kelimpahan Fitoplankton Waduk Pondok Bulan Maret dan Mei 2015 Gambar 4.3.2. Kelimpahan Zooplankton Waduk Pondok Bulan Maret dan Mei 2015 Gambar 4.3.3. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Fitoplankton Waduk Pondok Gambar 4.3.4. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Zooplankton Waduk Pondok Gambar 4.3.5. Kelimpahan Fitoplankton Waduk Widas Gambar 4.3.6. Kelimpahan Zooplankton Waduk Widas Gambar 4.3.6. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Fitoplankton Waduk Widas Gambar 4.3.7. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Zooplankton Waduk Widas Gambar 4.5.1. Tanaman Di Inlet Kali Petung Di Waduk Widas Dan Inlet Kenongo Di Waduk Pondok Gambar 4.6.1. Rata-rata Kecerahan dan Kedalaman Di waduk Widas Dan Pondok Gambar 4.6.2. Grafik CO2 (mg/l) Pada Waduk Widas dan Pondok Gambar 4.6.3. Grafik DO Di WadukWidas Dan Pondok Gambar 4.6.4.Grafik Suhu di Waduk Widas Dan Pondok Gambar 4.6.5. Grafik Rata-rata DHL Waduk Widas dan Pondok Gambar 4.6.6. Grafik Rata-rata Alkalinitas Waduk Widas dan Pondok Gambar 4.6.7. Grafik Rata-rata Turbinity Waduk Widas dan Pondok Gambar.4.6.8. Grafik Posfat (PO4-2) Di Waduk Widas Dan Pondok Gambar 4.6.10. Grafik Total Fosfor (μg/L) Pada Permukaan Waduk Widas Dan Pondok Gambar 4.7.1 Hasil Tangkapan Enumerator di Waduk Pondok. Gambar 4.7.2 Persentase Komposisi Hasil Tangkapan Jebakan Ukuran besar (7x7x5 m) di Waduk Pondok. Gambar 4.7.3 Persentase Komposisi Hasil Tangkapan Jebakan Ukuran Kecil (4x4x4 m) di Waduk Pondok Gambar 4.7.4 Komposisi Hasil Tangkapan Jaring di Waduk Pondok. Gambar 4.7.5 Komposisi Hasil Tangkapan Jaring di Waduk Widas. Gambar 4.7.6 Hasil Tangkapan Jaring di Waduk Widas. Halaman 5 6 15 16 39 39 40 40 41 41 42 42 53 54 57 59 61 63 64 65 68 70 79 80 81 81 82 82 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perairan umum mempunyai potensi dan peranan yang cukup besar dalam berbagai kegiatan. Bagi perikanan, perairan umum merupakan sumber daya alam untuk penangkapan ikan konsumsi maupun ikan hias, benih dan induk ikan bagi usaha budidaya ikan di samping sebagai tempat usaha budidaya. Waduk merupakan ekosistem terbuka. Perairan ekosistem terbuka umumnya dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Beberapa kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan perairan di waduk antara lain aktivitas pemukiman, rekreasi, penggunaan lahan di wilayah tangkapan dan adanya kegiatan budidaya ikan karamba jaring terapung. Waduk merupakan tipe perairan umum yang dibuat untuk keperluan irigasi, PLTA, PAM, Perikanan, Pariwisata. Dalam masa mendatang perairan waduk akan terus berkembang dengan seiring keperluan pertanian. Waduk Widas mempunyai luas 570 ha terletak di desa Pajaran, kecamatan Saradan Kabupaten Madiun Jawa imur, diresmikan oleh presiden Soeharto tahun 1984. Waduk Widas merupakan waduk serbaguna fungsi utama sebagai irigasi persawahan seluas 9.120 ha, pembangkit tenaga listrik sebesar 650 KW. Fungsi lain yaitu sumber air minum, pariwisata, perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Waduk tersebut terbentuk oleh karena pembendungan sungai Widas (Kali Bening) yang merupakan sub DAS Berantas, bermata air dari Gunung Wilis. Waduk Widas juga disebut Bendungan Bening, berada di wilayah Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH), dikelilingi oleh Gunung Wilis Madiun dan Gunung Pandan Bojonegoro, berjarak 40 km kea arah utara dari kota madiun. Hasiltangkapan per tahun rata ratamencapai 283 ton/tahunterdiridarijenisikan: Tombro, Tawes, Nila, Bandeng, Patin, Udang, Mas, Belida, Wader, Lohan, Gurami, Red Devil. Sudah terbentuk yaitu kelompok Mina Widas makmur, terdiri dari 125 orang. (Dinas Perikanan Madiun, 2012). Permasalahan Sungai utama di Waduk Widas yaitu sering terjadi banjir dari bagian hulu sehingga tampungan di Waduk Widas masih kurang, sedimentasi tinggi, kekeruhan tinggi (Kasiyanti et al, 2013) Waduk Pondok terletak di Desa Gondang Kecamatan Bringin, kurang lebih 15 km dari Kota Ngawi Propinsi Jawa Timur, dikelola oleh Pengelola Wilayah Bengawan Solo. Pelaksanaan kontruksi dimulai pada tahun 1993 samapai 1995. Luas waduksekitar 380 ha, volume efektif air 29.000.000 m3, curah hujan tahunan 2000 mm. Hasil tangkapan per tahun rata ratamencapai 128,7 ton/tahun terdiri dari jenis ikan: Tombro/Mas, Tawes, Nila, 1 Bandeng, Patin, Udang, Belida, Lele, Lohan. Sudah terbentuk kelompok nelayan di waduk pondok yaitu KUB (Kelompok Usaha Bersama) desa Gandong, KUB desaSuruh, KUB desa Kenongo Rejo, KUB desaDampit. Alat tangkap yang dominant yaitu Jaring insang, Jalatebar, Pancing, Bubu, Serok/songko (Dinas Perikanan Ngawi, 2012). Kawasan Perikanan di Kabupaten Ngawi akan terkonsentrasi di wilayah Waduk Pondok yaitu di desa Gondang, Kecamatan Beringin dengan rencana penyediaan infrastruktur yang memadai baik lembaga penyuluhan, lembaga pengkajian, seperti LIPPI, infrastruktur yang mendukung seperti jalan dan kelembagaan kelompok pembudidaya perikanan, lembaga perbankan dan koperasi perikanan serta pasar ikan. Di Indonesia terdapat sekitar 102 waduk besar dan kecil. Dari total waduk tersebut 80 % nya berada di pulau Jawa (KKNI-BB, 2011). Jumlah waduk besar (≥ 500 ha) berkisar 15 % dan sisanya (85 %) adalah waduk-waduk kecil. Di Jawa Timur terdapat sekitar 21 waduk yang terdiri dari 2 buah waduk besar, yaitu waduk Karangkates dan Wonorejo dan 19 buah waduk-waduk kecil antara lain waduk Widas dan Pondok. Wadukwaduk kecil mempunyai peran besar yang langsung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberadaan waduk-waduk kecil bertujuan utama untuk pengendali banjir dan irigasi pertanian. Disamping itu pengelolaan waduk kecil relative lebih mudah sesuai dengan tujuan utamanya. Dengan terbentuknya perairan waduk ini, sangat berpotensi untuk meningkatkan produksi perikanan dari perairan umum daratan. Penelitian ini dilakukan di waduk Widas dan Pondok karena cukup mewakili (representative) terhadap keberadaan waduk-waduk kecil. I.2. Justifikasi. Dari segi perikanan waduk tersebut mempunyai arti penting bagi nelayan dan waisata pemancingan. Retribusi pemancingan punya kontribusi terhadap PAD setempat. Ikan disamping dijual dalam bentuk segar juga dalam olahan sperti ikan asin dan filet. Pengelolaan sumberdaya ikan yang dilakukan oleh pemerintah masih terbatas pada penebaran ikan (Nila). Masih punya peluang besar produksi perikanan tangkap untuk dinaikan karena pengelolaan yang berupa konservasi sumberdaya ikan, perlindungan ikan, tata ruang, penebaran ikan selain ikan nila belum dilakukan. Untuk mendukung teknik konservasi sumberdaya ikan, tata ruang yang baik dan penebaran jenis ikan yang sesuai perlu dukungan riset. Penelitian akan dilakukan selama tiga tahun yaitu pada tahun 2015 dilakukan penelitian inventarisasi jenis-jenis ikan, biota perairan, keragaman habitat, kualitas air dan kegiatan penangkapan. Pada tahun 2016 2 dilakukan penelitian tentang biologi ikan, kajian stok ikan, dan dinamkia populasi beberapa jenis ikan. I.3. TUJUAN DAN SASARAN Tujuan Tujuan akhir: Mendapatkan teknik pengelolaan perikanan tangkap, konservasi Sumberdaya ikan, tata ruang yang baik dan penebaran jenis ikan yang sesuai. Tahun 2015 : Mendapatkan data dan informasi biota perairan, keragaman habitat, kegiatan Penangkapan. Sasaran Tersedianya data tentang Jenis-jenis ikan, biota perairan, keragaman habitat, kualitas air dan aspek-aspek penangkapan. I.4. KELUARAN YANG DIHARAPKAN Tahun 2015 : Data dan informasi biota perairan, keragaman habitat, kegiatan penangkapan, I.5. Manfaat Dan Dampak Manfaat Peningkatan produksi hasil tangkapan dan pendapatan nelayan melalui teknik pengelolaan perikanan tangkap, konservasi dan pemacuan stok. Dampak Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai masukan dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Waduk Widas dan Pondok sehingga dapat lestari dan berkelanjutan. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Perairan Waduk. Waduk merupakan badan air yang terbentuk karena pembendungan aliran air sungai oleh manusia, yang mempunyai karakteristik fisik, kimia dan biologinya berbeda dengan sungai. Dengan terbentuknya sungai menjadi waduk maka kualitas air waduk lebih stabil dan produksi perikanannya lebih tinggi. Pembuatan waduk biasanya digunakan untuk keperluan pembangkit tenaga listrik, irigasi pertanian, pariwisata dan perikanan. Terbentuknya waduk yaitu karena pembedungan sungai, beberapa wilayah akan ditengelamkan. Sehingga dasar waduk banyak materi materi yang terendam seperti kebun, rumah, danlain sebgainya. Disamping itu waduk bentuknya tidak beraturan, banyak teluk, dan lain sebgainya. Waduk merupakan perairan yang relatip tergenang, aliran air tidak deras, ada daerah inlet (air masuk), ada daerah outlet (air keluar), ada daerah yang dalam dan ada daerah yang dangkal. Walupun aliran air tidak deras namun sering terjadi gelombang yang disebabkan oleh angin yang kencang. Pengaturan air menggunakan pintu air di oulet, bila diperlukan untuk pengairan pertanian maka pintu air di buka, dan bila untuk menyimpan air maka pintu air ditutup. Sehingga waduk mempunyai fluktuasi air yang besar, kandungan lumpur biasanya banyak terdapat di dekat pintu air (Direktorat Pengelolaan Bengawan Solo, 2003) Berdasarkan terbentuknya waduk maka waduk ada tiga macam yaitu waduk Lapangan, waduk irigasi dan waduk serba guna. Waduk lapangan terbentuk karena pembendungan sungai episodic (berisi air hanya saat hujan), luasan kurang dari 10 ha, kedalaman maksimal 5 m, masa berisi air krang dari 9 bulan, funsi irigasi lokal. Waduk irigasi terbentuk karena pembendungan sungai intermiten (berisi air saat musim penghujan), luasan 10–500 ha, kedalaman maksimal 25 m, masa simpan air 9- 12 bulan, fungsi irigasi. Waduk serba guna terbentuk karena pembendungan sungai permanen, luasan lebih besar 500 ha, kedalam maksimal 100 m, masa berisi air 12 bulan; mempunyai funsgi sebagai irigasi, pembangkit tenaga listrik, sumber air minum, pengendali banjir (Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Sumberdaya air, 2006).Waduk mempunyai ciri fisik sebagai berikut; banyak teluk, daerah tangkap hujan luas, garis pantai panjang, pengeluaran air dari bawah, fluktuasi air besar (5-25 m), masa simpan air sebentar karena sering diperlukan untuk irigasi, daerah litoral luas, tidak terjal seperti danau (Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Sumberdaya air, 2006). 4 2.2. Ekologi Perairan Waduk. Tepian pantai (litoral) waduk yang cukup luas merupakan habitat biota air termasuk ikan dan banyak sumber makanan dari daratan. Perairan yang dalam memungkinkan adanya stratifikasi perairan berdasarkan suhu dan cahaya. Daerah tangkap hujan luas menyebabkan banyak nutrien yang masuk terbawa air masuk waduk. Garis pantai yang panjang juga menyebabkan banyak nutrien yang masuk dari daratan. Banyak teluk merupakan daerah yang tenang, terlindung dan stabil . Waduk merupakan perairan yang tergenang dan relatip dalam maka berdasarkan suhu air di permukaan panas dan makin dalam secara bertahap suhu makin Namun pada kedalaman tertentu akan terjadi penurunan suhu yang dingin. menyolok. Berdasarkan lapisan suhu secara vertikal maka ada lapisan Epilimnion, termoklin dan hypolimnion (lihat Gambar 1). Lapisan Epilimnion yaitu lapisan yang berada permukaan, suhu panas. Lapisan termoklin yaitu lapisan dibawah epilimnion terjadi penurunan suhu yang tajam. Lapisan hypolimnion yaitu lapsan dibawah termoklin yang suhunya lebih dingin (Mitsch and Jorgensen 2004). Gambar 2.1. Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Suhu Sumber : Odum, 1996 Perairan waduk yang dalam berdasarkan cahaya matahari yang masuk maka lapisan Fotik dan Afotik (lihat Gambar 2). Lapisan fotik berada di permukaan, banyak cahaya matahari yang masuk, tumbuhan maupun phyto-plankton dapat melakukan proses fotosintesa, kondungan oksigen relatip tinggi. Sedangkan lapisan afotik merupakan 5 lapisan yang berdada di dasar perairan, tidak ada sinar matahari yang masuk, tidak ada aktivitas fotosintesa. Lapisan afotik banyak terdapat gas CO2, H2S, NH3, NH4 sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik yang mengendap di dasar perairan. Batas diantara lapisan fotik dan afotik disebut titik kompensasi, yaitu oksigen hasil fotosintesa impas untuk kebutuhan respirasi organisme yang ada di lapisan tersebut. Gambar. 2.2. Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Cahaya yang Masuk. Pada saat musim penghujan apabila beberapa hari terjadi hujan terus menerus maka suhu permukaan menjadi dingin, berat jenis air menjadi besar, maka akan terjadi perputaran air secara vertikal, lapisan atas turun ke bawah dan lapisan bawah naik ke atas. Peristiwa ini disebut ”UP-WELLING” (Odum, 1996). Teraduknya air menyebabkan nutrient bisa merata, sehingga perairan menjadi subur. Namun sering juga terjadi gas beracun sperti CO2, NH3, NH4, H2S di dasar perairan juga ikut teraduk ke atas sehingga akan menyebabkan kematian ikan, terutama ikan yang dipelihara di Keramba Jaring Apung. Kejadian ini telah menimpa beberapa kali di Waduk Jatiluhur dan Cirata, peristiwa tersebut oleh masyarakat setempat dinamakan ”UMBALAN”. Selanjutnya dikatakan oleh Krismono, 2003 bahwa terjadinya Upwelling di waduk mempunyai indikasi sebagai berikut transpiransi air mengecil, Microcytis sp, menurunnya kadar oksigen, menurunnya kelimpahan kedalaman air di inlet. Penurunan kadar oksigen dan teraduknya gas beracun dari dasar perairan akan menyebabkan kematian masal bagi ikan. Menurut Effendi, 2000, menyatakan bahwa perairan oligotrophic mempunyai kadar Fospor total kurang dari 10 (µg/ l), Nitrogen total kurang dari 200 (µg/ l),Klorofil-a kurang dari 4 (µg/ l). Perairan Mesotrophic mempunyai kadar Fospor total 10-20 (µg/l), Nitrogen total 200-500 (µg/ l ), Klorofil a 4-10 (µg/l ). Sedangkan 6 perairaneutrophic mempunyai kadar Fospor total lebih besar 20 ( µg/ l ), Nitrogen total lebih besar 500 ( µg/ l ), Klorofil-a lebih besar 10 ( µg/ l ). Perairan Danau yang dalam biasanya Oligotrophic (miskin unsur hara), sedangkan Waduk pada umumnya mesotrophic (unsur hara sedang) (Odum 1996; Mitsch and Jorgensen 1934). Perairan Oligotrophic mempunyai lapisan hypholimnion yang besar dibanding epilimnion, densitas plankton kecil, perairan jernih, tumbuhan litoral kurang. Sedangkan perairan Eutrophic sperti rawa kecerahan kurang, banyak tumbuhan litoral. kaya nutrien, densitas plankton tinggi, Kandungan nutrien di waduk tinggi disebabkan karena sungai dan anak sungai yang masuk ke waduk banyak, daerah tangkap hujan luas, sering mendapatkan masukan nutrient dari pemelihara ikan di Waduk. Perairan waduk dapat mengalami eutrofikasi (pengayaan unsur hara) bila ada masukan kadar fosfor dan nitrogen. Eutrofikasi dapat menyebabkan blooming algae, tumbuhan air berkembang pesat. Keadaan tersebut akan mengganggu fungsi waduk sebagai sumber air minum dan wisata. 2.3. Pencemaran di Waduk Menurut Ekho dalam Febrian et al 2004: tingkat pencemaran air waduk Cirata sudah berada atas tingkat baku mutu air. Dari hasil kajian, ternyata penyebabnya selain polutan yang dibawa dari Sungai Citarum juga berasal dari pakan ikan yang mengandung zat kimia yang mengendap di dasar waduk menyebabkan peralatan waduk mengalami korosi. Di Waduk Cirata, menurut Eman, saat ini ada sekitar 39.000 petak jaring apung. Padahal, berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 41 Tahun 2002 jumlah jaring apung dibatasi hanya 12.000 petak saja dan harus seizin instansi terkait. Bahkan di Waduk Saguling jaring apung penduduk, jumlahnya tidak banyak karena mutu air Saguling sudah tidak memungkinkan ikan jenis tertentu, kandungan belerang yang berasal dari aktivitas Gunung Patuha dan Tangkuban Perahu yang dialirkan oleh Sungai Citarum, mengendap di dasar waduk, bahkan ketika memasuki areal Saguling bau belerang sangat kuat tercium. Selanjutnya Surachman dalam Febrian et al 2004 menyatakan bahwa kematian sekitar 300 ton ikan mas di Waduk Cirata pada pertengahan bulan Juli 2004 bukan hanya disebabkan oleh koi herpes virus saja. Namun akibat dari naiknya limbah yang mengendap di dasar Waduk waktu hujan pertama yang deras turun setelah kemarau yang panjang. Nelayan jaring apung Waduk Cirata di Desa Margalaksana mengakui tingkat pencemaran air di waduk menyebabkan ikan mati, pakan ikan yang biasa ia berikan 7 merupakan penyebab polusi. Pakan ikan per harinya sebanyak 2 kuintal untuk empat petak jaring apung. Menurut Febrian, et al 2004 menyatakan bahwa sepuluh tahun lalu air di waduk Jati Luhur masih berwarna biru bening. Sekarang, yang ada adalah warna kuning keruh. Keruhnya waduk terjadi sejak bermunculannya keramba jaring-jaring terapung milik para petambak. Saat ini di waduk seluas 83 kilometer persegi itu tersebar 3.083 unit keramba milik 209 petambak. Dari ribuan keramba itu setiap tahun dikeruk 16.869 ton ikan. Dan setiap hari, pemilik tambak menebar sekitar 10 ton pakan ikan. Dengan tebaran sebanyak itu, bagaimana mungkin air waduk bisa bening? Tak hanya membuat air jadi keruh, berton-ton pakan ikan juga menyebabkan air waduk berbau amis. Padahal, danau buatan ini adalah sumber pengairan bagi sekitar 240 ribu hektare areal persawahan di wilayah Jakarta, Kabupaten/Kota Bekasi, Karawang, Subang, dan sebagian Indramayu. "Sebelum ada keramba, air waduk tak seperti sekarang ini. Menurut Tahlan (Corporate Secretary PT Indonesia Power) 2004 yang menangani Waduk Saguling dalam Febrian et al 2004 mengatakan timbunan limbah pakan ikan itu hanyalah bagian kecil dari penyebab tercemarnya air waduk.,yang paling parah adalah limbah buangan rumah tangga dan industri yang mengotori daerah aliran Sungai Citarum. Sungai ini sekaligus pula menjadi tempat pembuangan limbah dari sekitar 1.500 industri di Cekungan Bandung, seperti Majalaya, Banjaran, Rancaekek, Dayeuhkolot, Ujung Berung, Cimahi, dan Padalarang. Sungai Citarum harus menampung 280 ton limbah kimia anorganik setiap hari. Menurut Lilik dalam Febrian et al 2004 menyatakan hasil penelitian yang dilakukan PT Indonesia Power bersama Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran, Bandung, pada tahun 2004 kualitas air Waduk Saguling sudah di atas ambang batas misalnya, meroket hingga normal. Kandungan merkuri (Hg), menembus angka 0,236. Padahal,menurut standar baku mutuangka aman adalah 0,002. Logam merkuri itu, berasal dari pakan ikan dan industri plastik. Sedangkan logam berat lainnya berasal dari pabrik tekstil untuk proses pewarnaan kain Sekarang air Waduk Saguling tidak layak lagi dimanfaatkan untuk konsumsi, pertanian dan perikanan. Kepala Badan Pengelola Waduk Cirata, Surachman dalam Febrian et al 2004 menyatakan sampel ikan mas dan nila yang diambil dari jaring apung petambak di waduk seluas 6.200 hektare itu, ditemukan empat kandungan logam berat. "Keempatnya adalah timbel (Pb) 0,6 part per million (ppm), zinc/seng (Zn) 22,45 ppm, krom (Cr) 0,1 ppm, dan 8 air raksa atau merkuri (Hg) 179,13 partikel per berat badan (ppb), pada pertengahan Juli 2004 kematian ikan di Waduk Cirata, yang mencapai 300 ton, adalah akibat koi herpes virus dan pekatnya limbah. Air Waduk Saguling dan Cirata kini tak lagi layak konsumsi karena baku mutu air normal untuk minum sudah terlewati. Menurut Kartamihardja 1997 menyatakan bahwa Waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur terdapat ribuan unit jaring terapung yang membudidayakan ikan air tawar seperti ikan mas dan ikan nila. Jaring terapung di Waduk Cirata dinilai sudah melampaui kapasitas tampung waduk. Dewasa ini, jumlah jaring terapung di perairan itu sekitar 30.000 unit padahal daya dukungnya hanya untuk 3.000 unit. Kandungan H2S (asam sulfida) air buangan Waduk Jatiluhur cukup tinggi. Asam sulfida merupakan uraian sisa protein, sisa pakan yang tidak termakan dan terbuang. Pengaruh lainnya bisa dilihat dari beberapa jenis ikan lokal, sekarang jenis-jenis ikan seperti jambal, beliga, baung, dan sebagainya. Surachman 2002 dalam Febrian et al 2004 menyatakan bahwa keberadaan Waduk Cirata sebagai sumber listrik tenaga air berkekuatan 1.000 megawatt (MW) kini dalam kondisi yang memprihatinkan karena sedikitnya 30.000 petak jaring apung milik masyarakat membentang di waduk ini yang berakibat pengendapan limbah secara luar biasa, pengendapan limbah pakan ikan telah cukup mengganggu turbin pembangkit listrik di waduk itu, beberapa jenis pakan ikan dari senyawa kimia telah memberi kontribusi terjadinya korosi pada peralatan turbin, sedangkan kerusakan lainnya disebabkan oleh endapan sisa pakan yang mencapai ribuan ton di dasar waduk. Kotoran sisa pakan ikan akan mengapung menuju turbin apabila terjadi arus balik di sekitar waduk. Arus balik itu terjadi apabila terjadi hujan. Selain pakan ikan, limbah yang masuk ke Waduk Cirata melalui aliran Sungai Citarum cukup banyak, terutama dari buangan industri tekstil di sekitar Kabupaten Bandung. Limbah pakan dan tekstil itu telah menurunkan kualitas air waduk. Krismono, 1992 menyatakan bahwa keramba jaring apung dengan ukuran 7 x7 x3 m3 pakan yang keluar ke perairan 20 – 30 %, sedangkan ukuran 1 x1 x 1 m3 pakan yang keluar 30–5- %. Waduk Jatiluhur, Saguling, Cirata masing masing mengeluarkan pakan yang lepas ke perairan 5,9 ton/tahun, 8,7 ton/tahun, 4,7 ton /tahun, dalam pakan tersebut mengandung 4,86 % N dan 0,26 P. Selanjutnya dikatakan oleh Ryding and Rast 1989 dalam Krismoni et al 2008 bahwa tiap satu ton ikan akan melepaskan nutrient ke perairan 85 – 90 kg P dan 12- 13 kg N. Sehingga waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur disamping mendapatkan beban dari pakan yang lolos dari sangkar juga beban nutrien yang 9 dikeluarkan oleh ikan. Beban nutrien dari ikan dalam sangkar pada masing masing Waduk Cirata, Saguling dan Jati Luhur yaitu N= 1428,8 ton/tahun dan P = 10120,95 ton/tahun, N = 261,8 ton/tahun dan P= 1854,36 ton/tahun; N = 1268,8 ton/tahun dan P = 179,13 ton/tahun. Tingkat pencemaran waduk yang diakibatkan senyawa nitrogen, posfat, dan zat organik dapat dibagi 3 kategori yaitu: Pencemaran amat sangat berat (hypertrophic = penyuburan amat sangat berat), pencemaran berat (eutrophic = penyuburan berat), pencemaran sedang (oligotrophic = penyuburan sedang), belum tercemar (mesotrophic=belum terjadi penyuburan).Dari hasil penelitian semakin lama terjadi penurunan pada kualitas air danau dan waduk yang ada di Indonesia, yang disebabkan karena adanya pencemaran bahan organik pada air danau dan waduk yang disebabkan oleh limbah industri, pertanian, dan penduduk. Beberapa faktor yang menyebabkan kendala dalam melakukan pengelolaan sumber daya air antara lain: Pengelolaan DAS waduk oleh instansi terkait masih belum saling berintegrasi dengan baik,bahkan sering timbul konflik kepentingan. 2.4. Aspek Penangkapan Penebaran ikan asli (restocking) dengan tujuan memulihakan populasi ikan asli yang sudah dianggap menurun atau langka, sedangkan penebaran ikan introduksi (stocking) yang sesuai dengan perairan tersebut dengan tujuan pemanfaatan relung ekologis dan peningkatan produksi. Pengelolaan perairan umum sebagai salah satu upaya kegiatan perikanan dalam memanfaatkan sumberdaya ikan di perairan umum secara berekelanjutan perlu dilakukan secara bijaksana. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan umum melalui kegiatan penangkapan dan budidaya mempunyai kecenderungan semakin tidak terkendali, dimana jumlah ikan yang ditangkap tidak lagi seimbang dengan daya pulihnya. Untuk itu diperlukan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati. Untuk mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati, maka perlu disusun petunjuk pelaksanaan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati. Populasi ikan mulai menurun/hampir punah, baik disebabkan oleh factor lingkungan maupun tekanan penangkapan. 2.5. Sumberdaya Ikan Dalam UU RI Nomor 31 Tahun 2004, Sumberdaya ikan adalah potensi semua jenis ikan. Menurut Insidewinme (2008), sumberdaya ikan adalah merupakan salah satu sumberdaya kelautan dan perikanan yang tergolong dalam sumberdaya yang dapat 10 diperbaharui (renewable resources), artinya jika sumberdaya ini dimanfaatkan sebagian, sisa ikan yang tertinggal mempunyai kemampuan untuk memperbaharui dirinya dengan berkembang biak. Sumber daya ikan yang terdapat di perairan umum seharusnya menjadi salah satu yang dapat menopang ketahanan pangan masyarakat. Waduk merupakan salah satu tipe perairan umum yang salah satu fungsinya adalah untuk perikanan, menjadi sumber ekonomi yang berkontribusi menjadi sumber kehidupan masyarakat yang berkelanjutan. Kondisi usaha perikanan tangkap masih didominasi usaha perikanan tangkap skala kecil dengan tingkat produktivitas dan efisiensi usaha serta pendapatan yang masih rendah. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan, mengingat peranan nelayan sebagai hulu dalam bisnis perikanan. Sumberdaya perikanan terdiri dari sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan, serta sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan. Oleh karena itu, pengelolaan/manajemen sumberdaya perikanan mencakup penataan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan lingkungannya, serta pengelolaan kegiatan manusia (Fauzi dan Anna, 2005). Sumberdaya perikanan bersifat dinamis demikian juga gangguan terhadap keseimbangan sistem yang terjadi pada sumberdaya tersebut baik berupa hubungan langsung antara catch dan effort maupun hubungan tidak langsung antara catch dan effort. Pencemaran merupakan suatu sistem yang bersifat dinamis. Target produksi Perikanan Indonesia pada tahun 2015 sebesar 353 %. Produksi perikanan tangkap di perairan umum mencapai 406 ribu ton atau meningkat sebesar 2,9 persen dibandingkan tahun 2013. Produksi perikanan tangkap di Jawa Timur rata-rata dari tahun 2003-2013 sebesar 381,36 ton (Pusat Data Statistik KKP, 2014). Perikanan Darat di Kabupaten Ngawi memilki luas 1.381.895 ha dengan produksi 1.690.308 Kg. Jenis ikan hasil tangkapan perairan umum di Provinsi Jawa Timur didominasi oleh ikan nila 20,81%, ikan tawes 18,69%, ikan mujair 16,34% dan ikan gabus 9,23% (Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur, 2011). Ahir tahun 2014 telah ditebar berbagai jenis benih ikan sejumlah 12.000 ekor di waduk Pondok Kecamatan Bringin Kabupaten Ngawi. Bertujuan untuk mengembalikan fungsi waduk sebagai tempat tumbuhnya beraneka macam ikan (Pemda Kabupaten Ngawi, 2014). Untuk meningkatkan produksi waduk Widas, persatuan masyarakat nelayan disekitarwadukWidasrutinmenebarikannila setiaptahun (Komunikasi Pribadi). Tahun 2013 Dinas Kabupaten Madiun menebar ikan ke perairan umum dan sebagian benih Ikan tombro dan nila sebanyak 450 Ekor ditebar ke waduk Widas. Hilangnya habitat dan keanekaragamanhayati akuatisakibat modifikasi alamiah atau campur tangan manusia, perubahan lanskap adalah penyebab utama hilangnya 11 keanekaragaman hayati akuatis,dan meningkatkan potensi perkembangan spesies yang berasal dari luar.Kehadiran spesies asing mengancam spesies asli. Spesies hewan atau tanaman asing yang bersifat ganas dapat berkembang biak dengan cepat dapat merusak flora atau fauna asli setempat, bahkan dalam beberapa kejadian bisa memusnahkannya sama sekali. Contoh yang paling menonjol adalah merambahnya tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) di Rawa Pening dan di danau Limboto. 2.6. Kualitas air Menurut Novotny dan Olem, (1994) dalam Effendi, (2000) tingkat kecerahan perairan kurang dari 200 cm termasuk dalam tingkat kesuburan eutrofik. Kecerahan air tergantung kepada warna, kekeruhan (turbidity), keadaan cuaca, waktu pengukuran, dan padatan tersuspensi (TSS) dan terlarut (TDS). Kecerahan yang rendah mengindikasikan laju sedimentasinya tinggi, warna air mengindikasikan perairan kaya plankton terutama fitoplankton dan sedimentasi. Oksigen terlarut di perairan dalam seperti waduk , memiliki kecendrungan semakin rendah dengan semakin dalamnya suatu perairan. Seperti halnya di waduk Kedung Ombo berkisar antara 0,0 – 9,72 mg/l. Konsentrasi oksigen terlarut secara alami bervariasi pada setiap kedalaman, penurunan tersebut tidak terlalu tajam, namun mengikuti pola stratifikasi perairan (Aida et al, 2012). Oksigen pada lapisan epilimnion lebih tinggi karena daerah ini terjadi proses fotosintesis secara aktiv, sedangkan di daerah hipolimnion konsentrasi oksigen lebih rendah (Boyd, 1998). Konsentrasi oksigen di di daerah hipolimnion merupakan hasil bersih dari sisa proses dekomposisi bahan organik di sedimen dan respirasi biota perairan. Unsur hara Nitrogen dan fosfor merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan mahluk hidup. Nitrogen dalam bentuk nitrat dan fosfor dalam bentuk orthopsfat merupakan hara tersedia langsung diserap oleh mahluk hidup. Menurut Goldman dan Horn (1983) dalam Effendi (2000) kandungan amoniak diantara 0,01 – 0,2 termasuk perairan mesotrofik. Kandungan total klorofil-a di perairan dapat digunakan untuk menduga potensi produksi ikan dan tingkat kesuburan perairan. Menurut Novotny & Olem (1994); perairan oligotrofik bila kandungan klorofil < 4 μg/l, mesotrofik bila kandungan klorofil antara 4-10 μg/l, eutrofik bila kandungan klorofil >10 μg/l. Faktor fisik yang paling penting di waduk adalah cahaya. Ini mempengaruhi suhu,potensi fotosintesis, dan oksigen terlarut. Zona fotik dan aphotic terkait dengan penetrasi cahaya. Zona eufotik mengacu pada kedalaman maksimum kolom air yang tanaman dapat tumbuh (Wetzel, 1995). Zona littoral di zona eufotik. Zona litoral terletak di dekat pantai di mana tanaman berakar tumbuh. Ini adalah zona paling produktif, karena produktivitas primer di zona ini disumbangkan oleh tanaman air yang mengambang, 12 terendam dan berakar dan fitoplankton. Intensitas cahaya dan nutrisi yang tinggi di zona ini. Sumber terbesar dari panas dalam air adalah radiasi matahari dengan penyerapan langsung. Transferpanas dari udara dan dari sedimen terjadi dalam jumlah yang relatif kecil (Wetzel, 1995). Suhu air permukaan dipengaruhi oleh ketinggian, dan musim, waktu hari, sirkulasi udara, aliran dan kedalaman badan air. Fisik, kimia dan karakteristik biologis dipengaruhi oleh suhu.Konduktivitas listrik (EC) adalah ukuran kemampuan sebuah larutan untuk melakukanarus listrik. EC berkaitan dengan jumlah total ion terlarut dalam air dan memiliki korelasi positif dengan gradien trofik dan kelimpahan fitoplankton (Diaz et al., 2007). Sumber polutan seperti air limbah dari pabrik pengolahan limbah, limpasan pertanian, dan limpasan perkotaan meningkatkan ion dalam air, yang mengarah ke peningkatan dari EC (Nather Khan, 1990a). EC meningkatkan juga selama stratifikasi termal di hypolimnion karena peningkatan dekomposisi.Alkalinitas adalah kapasitas asampenetral air. Kebanyakan perairan alami mengandung keasaman yang rendah. Alkalinitas adalah indikator konsentrasi karbonat, bikarbonat dan hidroksida, tetapi mungkin termasuk kontribusi dari borat, fosfat, silikat dan senyawa dasar lainnya. Oleh karena itu, danau yang terletak di dekat lanskap pertanian atau perkotaan memiliki tingkat alkalinitas lebih tinggi. Perairan alkalinitas rendah (<24 mg / l sebagai CaCO3) memiliki kapasitas buffer yang rendah.pH merupakan variabel penting dalam penilaian kualitas air. Hal ini dipengaruhi oleh banyakbiologis (fotosintesis dan respirasi) dan proses kimia (dekomposisi) di dalam tubuh air dan semua proses yang terkait dengan pasokan air dan tretmen. Diperairan tercemar, pH dikendalikan oleh keseimbangan antara karbon dioksida, karbonat dan ion bikarbonat. Variasi harian pH juga dapat disebabkan oleh fotosintesis dan respirasi siklus alga di perairan eutrofik. Tingginya nilai pH (lebih dari 8,5) dicatat di perairan dengan kandungan organik yang tinggi dan kondisi eutrofik (Kalff, 2002).Oksigen terlarut (DO) adalah penting untuk semua bentuk kehidupan air. DO perairan alami dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis, suhu, tekanan, salinitas, dan turbulensi. Bahan organik yang ekstrim dari limbah penurunan DO konsentrasi dalam waduk. Dalam dunia perikanan keberadaan plankton terutama fitoplankton merupakan faktor biologi yang penting, karena fitoplankton merupakan bagian mata rantai pertama dalam jaringan makanan di perairan. Disamping itu, kelimpahan plankton dapat juga menjadi indikator tentang kesuburan perairan (Wetzel & Likens, 1979). Menurut Swingle dalam Muligan (1969) peran fitoplankton dalam dunia perikanan adalah keterlibatannya dalam sistem rantai makanan menuju ke produksi ikan. Daerah pelagis waduk merupakan 13 daerah utama di mana plankton tumbuh dan berkembangbiak. Kelimpahan fitoplankton berkaitan erat dengan kandungan unsur hara N dan P perairan, dimana unsur N umumnya merupakan unsur pembatas pertumbuhannya (Kartamihardja & Sri Nastiti, 2003). Secara vertikal, fitoplankton hidup pada lapisan permukaan yaitu didaerah eufotik, akan tetapi hal ini hanya terbatas pada lapisan tertentu dimana pada siang hari fitoplankton tidak terlalu dekat dengan permukaan karena fitoplankton tidak menyukai cahanya matahari dengan intensitas tinggi. Sedangkan pada malam hari biasanya fitoplankton dekat dengan permukaan air. Konsentrasi fitoplankton sangat besar di lapisan permukaan, dan penurunan konsentrasi hampir berbanding lurus dengan pertambahan kedalaman daya tembus cahaya (Davis, 1955 dalam Suroso, 2008). Kelimpahan fitoplankton menggambarkan karakteristik umum perairan waduk dan danau (Ryding & Rast, 1989). Lebih lanjut dikatakan bahwa di perairan eutrofik, frekuensi pertumbuhan sesaat alga (alga bloom) lebih sering terjadi dengan kuantitas alga hijau dan alga hijau biru relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan di perairan oligotrofik. Tanaman telah lama digunakan sebagai indikator untuk kualitas habitat. Menentukan tempat yang cocok untuk perumahan, pertanian dan kehutanan, untuk air minum dan sumber daya lainnya (Kollmann&Fischer, 2003). Zona tepian merupakan bidang biologi, fisika dan kimia berinteraksi kuat antara ekosistem darat dan perairan. biasanya ditandai oleh keragaman fauna, flora dan lingkungan. Struktur habitat lebih beragam di lokasi yang vegetasi, substrat berlumpur lebih berlimpah di daerah dengan vegetasi riparian riparian alamnya masih ada. Pada kedalaman yang rendah dan tidak ada riparian menyebabkan peningkatan erosi dan sedimentasi di habitat air. Salah satu peran yang paling penting dari zona riparian adalah penyediaan kayu/pohon sebagai habitat dan substrat untuk fauna akuatik, seperti invertebrata dan ikan (Boys & Thoms 2006 dalam Beltrao et al., 2009). Keragaman vegetasi riparian dan ekosistem air, berkaitan dengan keragaman dan komposisi ikan (Vono & Barbosa 2001 dalam Beltrao et al., 2009), berkorelasi dengan habitat air seperti kekeruhan (Medeiros et al. 2008). Oleh karena itu keadaan ekosistem ini akan mempengaruhi struktur biotik diperairan. Banyak habitat lingkungan perairan di seluruh dunia telah rusak oleh aktivitas manusia (Mugodo et al. 2006 dalam Beltrao et al., 2009). Habitat dengan struktural yang kompleks memberikan substrat pertumbuhan, sumber makanan dan pemijahan, serta perlindungan dari predator untuk invertebrata air dan ikan (Pusey & Arthington 2003 dalam Beltrao et al., 2009). 14 III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian yang berjudul “Sumberdaya ikan dan lingkungan di waduk Pondok dan Widas di Jawa Timur.Pada tahap pertama tahun 2015, riset akan dimulai dari bulan Februari hingga Nopember. Penelitian bersifat survey lapangan dan analisis sample di laboratorium. Pelaksanaan pengamatan di lapangan (sampling dan observasi) sebanyak tiga kali, yaitu pada bulan Maret, Mei, dan September. Stasiun penelitian (Gambar 1 dan 2) di waduk Widas ditentukan yaitu out let, inlet kali Petung/Wilis, inlet kali Bening/Pandan, pertemuan inlet, suaka waduk, dan Tengah. Di waduk Pondok, yaitu: outlet, inlet kali Gandu, inlet kali kenongo, KJA, dan Tengah. Parameter yang diamati yaitu 1). Keragaman jenis ikan, 2) Biota perairan plankton, benthos, 3) Karakteristik habitat dan lingkungan. 3). Kualitas perairan, 5). Aspek penangkapan. Gambar 3.1.a. Peta Lokasi sampling di waduk Widas 15 Gambar 3. 1.b. Peta lokasi sampling di waduk Pondok 3.2. Pengumpulan Data Inventarisasi jenis-jenis ikan dari hasil tangkapan nelayan dengan menggunakan berbagai alat tangkap. Pengumpulan specimen ikan dilakukan pada saat survei ke lapangan dan pengumpulan oleh enumerator. Sampel ikan dicatat nama lokal, tempat/lokasi tertangkap, waktu penangkapan, ukuran, dipotret lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik selanjutnya diawetkan dengan larutan formalin 10 % dan dibawa kelaboratorium, sampel isi pencernaan diawetkan dengan formalin 4%. Sampel telur diawetkan dengan gilson. Ikan sampel diidentifikasi berdasarkan Kottelat et al, 1993 dan Weber and de Beaufort, 1916. Sampling plankton menggunakan plankton net plankton net # 25 (mesh size 60 μm) dan disimpan dalam botol sampel plankton ukuran 25 ml serta diawetkan memakai larutan Lugol, bentos diambil dengan ekmandredge kemudian disaring dengan saringan, samplenya di awetkan dengan formalin. Identifikasi habitat dan lingkungan dengan melihat daerah lithoral (kualitas air bagian permukaan, vegetasi perairan dan riparian, sedimen, batas permukaan air dan daratan) serta bagian riparian dan terresterial meliputi kondisi dan aktivitas . Aspek penangkapan meliputi: Diskripsi, operasional, dan jumlah alat tangkap. Jenis 16 serta koposisi hasil tangkapan yang dikumpulkan melalui enumerator dan sampling hasil tangkapan nelayan. Pengamatan kualitas air dilakukan secara insitu dan eksitu. Pengamatan yang dilakukan dengan cara Insitu: Kimia air melalui pengambilan sampel air dengan alat (water sampler) dengan kedalaman 0 m, 3 m, 5 m dan dasar. Pemeriksaan secara in situ menggunakan alat long cable yang langsung dikerjakan ditempat seperti suhu, pH, DHL, Oksigen terlarut (O 2). Sedangkan kecerahan menggunakan sechidish, Kedalaman dengan depthsounder, CO2, dan T. Alkalinitas (metode titrasi Winkler). Sampel ikan dengan mengukur panjang, berat ikan dan TKG . Aspek penangkapan meliputi wawancara, serta komposisi hasil tangkapan, jenis dan jumlah serta diskripsi alat tangkap. Keragaman habitat (tanaman air) dengan menggunakan nama lokal dan di foto. Sedimen diamati secara insitu. Pengamatan dengan cara eksitu: Pengambilan sampel air dengan alat water sampler pada kedalaman 0 m, 3 m, 5 m dan dasar, sampel air diawetkan dengan pendinginan untuk dianalisa dilaboratorium Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum. Sampel plankton diawetkan dengan lugol. Sampel ikan diawetkan dengan formalin 10% untuk diidentifikasi di labor dengan panduan buku Kottelat, at al., 1993 dan Weber and De Beaufort, 1916. di identifikasi dengan panduan buku identifikasi dan denganmenggunakanmikroskopbinokulerpadaperbesaran 100x.Corganik sedimen dilaoratorium engan metoda pengabuan. Tabel 3.1. Parameter dan metode analisiss ampel air Parameter Satuan Metode dan peralatan 1. Suhu 0 Insitu. Termometer 2. Kecerahan Cm Insitu. Piringsechi 3. DHL µS/ cm Insitu. SCT meter dan long cable. C 3. pH 4. Karbondioksida Insitu. pH universal indicator mg/L Insitu,metode Winkler, titrimetri dengan NaOH sebagai titrant 5. Oksigenterlarut mg/L Insitu,metode Winkler, titrimetri dengan larutan thiosulfat sebagai titrant dan long cable. 6. Alkalinitas mg/L Insitu, metode Winkler, titrimetri dengan 17 larutam H2SO4sebagai titrant 7. PO4 µg/L Spectrophotometric 8. NO3 mg/L Metode Nessler, Spectrophoto metric. 9. Klorofil a ug/Liter. Spectrophotometric, panjang gelombang 664 nm. 10. BOD mg/L Insitu,metode Winkler, titrimetri dengan larutan thiosulfat sebagai titrant. 11. Total P mg/L Metode Vanadate molibdate, Spectrophotometric Sumber: APHA,1996 Monitoring hasil tangkapan ikan. Survei dilakukan di tempat-tempat nelayan biasanya mendaratkan ikan. Tujuannya selain untuk data dan informasi yang berkaitan dengan kegiatan penangkapan ikan, juga untuk mendapatkan data tentang jumlah dan jenis ikan tangkapan nelayan. Pencatatan hasil tangkapan para nelayan setiap hari oleh petugas pencatat (enumerator),tugasnya adalah mencatat hasil tangkapan tiap jenis ikan yang didapat setiap hari. 3.3. Analisis Data Data komposisi dan kelimpahan plankton setelah ditabulasikan selanjutnya dianalisis secara terpisah antara kelimpahan fitoplankton dan zooplankton menggunakan model indek keragaman dari Shanon-Wiener (Odum, 1971). a. Indeks Keanekaragaman (H’) Indeks keanekaragaman adalah indeks yang menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis organisme yang ada dalam suatu komunitas. Perhitungan indeks keanekaragaman dengan menggunakan persamaan indeks Shanon sebagai berikut (Bengen, 2000). s H’= pi ln pi n 1 H’= Indeks keanekaragaman S =jumlah jenis plankton pi = ni N ni = jumlah individu dari jenis ke-i 18 N= jumlah total individu b). Indeks keseragaman (E) Indeks keseragaman jenis adalah indeks yang menunjukkan tingkat kemerataan individu tiap spesies di dalam suatu komunitas (Bengen, 2000; Odum, 1971). E = H' ln S E= indeks keseragaman jenis H’= Indeks keanekaragaman S= jumlah jenis plankton Informasi dari penghitungan menggunakan model tersebut dapat dipakai untuk mengetahui gambaran mutu biologis lingkungan perairan (Krebs, 1992) yang kriterianya adalah sebagai berikut: Indek keragaman > 2,5. Indekini menggambarkan kondisi lingkungan perairan yang masih sangat baik dan tidak tercemar. Indek keragaman antara 1,0 – 2,5. Indek ini menggambarkan kondisi lingkungan perairan yang agak baik, dengan kandungan bahan organik cukup nyata. Kandungan bahan organik ini dapat berasal dari pencemaran atau sebab alamiah. Indek keragaman < 1, lingkungan tercemar berat oleh bahan organik atau bahan pencemar lainnya. c). Data fisika-kimiawi air dianalisis deskriptif dalam bentuk tabulasi data dan grafik. Tingkat kesuburan perairan atau status trofik perairan Waduk dianalisa dengan cara menghitung nilai index status trofik (trophic state index, TSI) yang dirumuskan Carlson (1977) dalam Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2008), dengan rangkaian rumus sebagai berikut : TSI = (TSI-SD + TSI-TP + TSI-Chl) / 3 Rumus yang digunakan untuk mencari nilai Trofik Status Indek (TSI-SD, TSI-TP dan TSI-Chl) adalah sebagai berikut : TSI-SD = 60 – 14,41 * Ln [SD], dimana SD = kecerahan air dalam meter ; TSI-TP = 4,15 + 14,42 * Ln [TP], dimana TP = total Fosfor dalam µg/Liter ; TSI-Chl = 30,6 + 9,81 * Ln [Chl], dimana Chl = kadar Khlorofil-a dalam µg/Liter. Kriteria status trofik perairan dari Carlson diklasifikasikan dalam tingkat kesuburan sangat rendah, rendah (Oligotrofik), sedang (mesotrofik) dan tinggi (eutrofik). Dari data hasil tangkapan nelayan dibuat grafik hasil tangkapan selama setahun, komposisi hasil tangkapan peralat tangkap diolah menggunakan program Microsoft office excel 2007. 19 Besarnya potensi produksi ikan diestimasi dengan menggunakan rumus dari Almazan and Boyd in Boyd (1990), yaitu: Y = 1.43 + 24.48Xc – 0.15Xc2 Dimana: Y = Potensi produksi ikan (kg/ha/tahun) Xc = Chlorophyll-a (mg/m3). Pendugaan potensi produksi yang dikemukakan oleh Henderson &Welcomme (1974) dalam Moreau & De Silva (1991) yaitu : Y = 14,314 MEI 0,4681 dimana Y= nilai potensi produksi ikan (kg/ha/tahun) dan , MEI = Morphoedhaphic Index = nilai parameter DHLdalam satuan umhos/cm dibagi dengan rata-rata kedalaman perairan dalam satuan meter. 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Sekitar Waduk Widas Dan Pondok. Waduk Widas merupakan salah satu dari beberapa waduk yang termasuk di Kabupaten Nganjuk yaitu : Waduk Widas, Waduk Kepuh, Waduk Sendang, Waduk Logawe, Waduk Sumbersono, Waduk Perning. Waduk tersebut dialiri oleh sungai Widas yang merupakan anak sungai Berantas yang hulu sungainya ada di pegunungan Wilis dan pegunungan Kendeng. Waduk Sungai Widas yang selesai dibangun tahun 1981 diberi nama Waduk Bening/Widas kapasitas bruto 37,5 juta m3, kapasitas efektif 33 juta m3 . Kegunaan utama waduk Bening yaitu untuk pertanian, pengendali banjir, dan tenaga air. Selain fungsi utama tersebut waduk Widas juga mempunyai arti penting bagi pariwisata dan perikanan (Direktori Data dan Informasi Kementerian Pekerjaan Umum, 2012., Sunaryo, et al. 2004 ). Waduk Widas mempunyai luas 570 ha terletak di dusun Petung, desa Pajaran, kecamatan Saradan, Perbatasan Kabupaten Nganjuk dan Madiun Jawa imur, diresmikan oleh presiden Soeharto tahun 1984 (Ichwan ,2010). Waduk tersebut berjarak sekitar 40 km ke arah utara dari pusat kota Madiun, 15 km dari kota Caruban kea rah timur. Waduk tersebut terletak diantara pebukitan perbukitan Gunung Wilis Madiun dan Gunung Pandan Bojonegoro, mampu mengairi sawah irigasi seluas 9.120 ha dan pembangkit tenaga listrik sebesar 0,65 MW. Waduk Widas dikelola oleh Jasa Tirta, lokasi waduk tersebut berada di Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Saradan, di sekeliling waduk merupakan hutan jati milik Perhutani. Permasalahan Sungai utama di Waduk Widas yaitu sering terjadi banjir dari bagian hulu sehingga tampungan di Waduk Widas masih kurang, sedimentasi tinggi, kekeruhan tinggi (Jusieprutz, 2010).Waduk Widas juga merupakan tempat wisata. Obyek wisata berupa wisata air dengan menggunakan perahu motor keliling waduk, waisata pemancingan ikan, wisata perkemahan di sekitar hutan jati, wisata lainya berupa pemadangan alam pegunungan dan hutan jati. Fasilitas Wisata : Aula pertemuan, taman bermain anak, warung makan, musholla, sewa perahu, tempat pemancingan (Sichengger, 2011., Asmoro, G. 2012). Waduk Widas juga merupakan tempat mata pencaharian bagi nelayan. Hasil tangkapan ikan per tahun rata rata mencapai 283 ton/tahun, 496 kg/ha/tahun terdiri dari jenis ikan: Tombro, Tawes, Nila, Bandeng, Patin, Udang, Mas, Belida, Wader, Lohan, Gurami, Red Devil. Sudah terbentuk kelompok nelayan yaiyu kelompok Mina Widas Makmur, terdiri dari 125 orang. (Dinas Peternakan dan Perikanan Madiun, 2012). Alat tangkap ikan yang 21 mereka gunakan yaitu jaring (gill-net), jala (cast net), pancing (hook line), telik/wuwu (pot traps). Waduk Pondok Ngawi,terletak di seputar desa Gandong, Suruh, Dampit, Kenongorejo Kecamatan Bringin Kabupaten Ngawi Propinsi Jawa Timur. Lokasi Waduk Pondok berdekatan dengan Waduk Sangingan desa Sumberbening,masih dalam wilayah Kecamatan Bringin Ngawi. Waduk Pondok kurang lebih 15 km dari Kota Ngawi Propinsi Jawa Timur, dikelola oleh Pengelola Wilayah Bengawan Solo. Pelaksanaan kontruksi dimulai pada tahun 1993 samapai 1995. Luas waduk sekitar 380 ha, volume efektif air 29.000.000 m3, muka air banjir 38,1 juta m3, muka air normal 30,9 juta m3, Volume Mati : 2,9 juta m3, Vol. Efektif : 28 juta m3, curah hujan tahunan 2000 mm. Waduk Pondok dibangun tahun 1995 dan diresmikan tahun 2000, Pariwisata. pengelola waduk adalah Dinas Tipe Bendungan berdasarkan materi dan struktur bangunan diklasifikasikan sebagai urugan batu dengan inti tanah dengan panjang puncak mencapai 298 m dan tinggi di atas dasar sungai : 30,67 m. Lebar puncak : 8 m, Tinggi di atas galian terdalam : 32 m, Elevasi puncak : EI + 110 m, Volume tubuh bendungan : 300.000 m3.( http://www. sinonimkata.com/2012., Sunaryo, et al. 2004). Fungsi utama waduk Pondok yaitu sebagai irigasi persawahan. Namun disamping fungsi utama tersebut juga punya fungsi lain yaitu sebagai daerah wisata dan perikanan. Jenis wisata di Waduk Pondok yaitu wisata pemancingan ikan, wisata air dengan menggunakan perahu motor/boat, lahan berkemah, taman bermain dan beberapa tempat rumah makan yang menyediakan maskan ikan khas waduk, wisata lainnya berupa pemandangan alam sekitar waduk yang dikelilingi oleh hutan mahoni dan pohon jati. Kegiatan perikanan di Waduk Pondok yaitu budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) dan perikanan tangkap. Jenis ikan yang dibudidayakan yaitu Patin, Nila Gurame (http://Ngawi-New.blogspot.com/2014). Kegiatan penangkapan ikan di waduk pondok dilakukan dengan menggunakan alat tangkap jaring (gill-net), Jebakan (Cage Traps), jala (cast net), telik/bubu (pot traps), pancing (hook-line). Hasil tangkapan per tahun rata rata mencapai 128,7 ton/tahun terdiri dari jenis ikan: Tombro/Mas, Tawes, Nila, Bandeng, Patin, Udang, Belida, Lele, Lohan. Alat tangkap yang dominant yaitu Jaring , Jala, Pancing, Bubu, Serok (Dinas Pternakan dan Perikanan Ngawi, 2012). Kawasan Perikanan di Kabupaten Ngawi akan terkonsentrasi di wilayah Waduk Pondok yaitu di desa Gondang, Kecamatan Beringin dengan rencana penyediaan infrastruktur yang memadai baik lembaga penyuluhan, lembaga pengkajian, seperti LIPPI, 22 infrastruktur yang mendukung seperti jalan dan kelembagaan kelompok pembudidaya perikanan, lembaga perbankan dan koperasi perikanan serta pasar ikan. 23 4.2. Jenis-Jenis Ikan Selama pengamatan di lapangan diperoleh 25 jenis ikan dan udang di waduk Pondok dan Widas. Di waduk Pondok terdapat 19 jenis dan udang, di waduk Widas terdapat 15 jenis dan udang. Untuk waduk Pondok tidak ditemukan ikan belida (Notopterus notopterus) ukurannya 20 – 25 cm, di Sumatera Selatan di sebut ikan Putak. Sedangkan yang disebut ikan belida (nama nasional) nama ilmiahnya Notopterus chitala , ukurannya lebih besar bisa mencapat 50 cm. Waduk tersebut telah didominansi oleh ikan introduksi seperti ikan Nila dan Patin dan Red devil. Kehadiran ikan redevil di waduk Pondok dan Widas tidak membawa keuntungan bagi masyarakat, karena ikan tersebut harganya murah dan cenderung predator memangsa ikan lain. Ikan red devil ini biasanya masuk ke perairan tanpa disengaja, ikan terlepas dari penampungan ikan dalam sangkar di waduk. Sedangkan kehadiran ikan introduksi seperti Nila, Patin dan Tawes merupakan ikan yang sengaja ditebar di waduk oleh Dinas Perikanan dengan tujuan untuk menaikkan produksi perikanan di waduk, dan telah memberikan manfaat bagi masyarakat setempat. Tabel 4.2.1. Jenis-jenis Ikan yang Tertangkap Di Waduk Widas dan Waduk Pondok Jawa Timur. No Nama lokal 1 2 Bandeng Bawal 3 Belida 4 5 6 7 Belut Bulus Garingan Grasscarp/Koan 8 Gurameh 9 Jambal siam 10 11 12 13 Kutuk Lele dumbo Lele lokal Nila 14 Red devil 15 Sapu sapu Nama ilmiah Chanos chanos Colossoma macropomum Notopterus notopterus Monopterus albus Cuora amboinensis Mystus nigriceps Ctenopharyngodon idella Osphronemus goramy Pangasianodon hypophthalmus Channa striata Clarias gariepinus Clarias batrachus Oreochromis niloticus Amphilophus labiatus Hyposarcus pardalis Familia Chanidae Charasidae Lokasi W. Widas W.Pondok - * * Notopteridae ** - Synbranchidae * * Bagridae Cyprinidae * * - Osphronemidae * - Pangasiidae * * Channidae Claridae Claridae Cichlidae ** * *** ** * * *** Cichlidae ** ** - * Loricarinae * 24 16 17 18 Sepat Tawes ekor kuning Tawes abang 19 20 21 22 23 24 Tombro Udang Wader keprek Wader abang Wader pari Mujahir 25 Loham Trichogaster sp Belontiidae Barbodes gonionatus Cyprinidae *** * *** Barbodes balleroides Cyprinus carpio Cyprinidae *** *** Cyprinidae Puntius binotatus Rasbora yacobsoni Rasbora lateristriata (Oreochromis mussambicus) Amphilophus trimaculatus Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cichlidae * * * * * * * ** ** ** 16 20 Cichlidae Total Keterangan: * (sedikit) ** (banyak) - (tidak dijumpai) . Diskripsi ikan Tawes Merah (Barbodes balleroides). Jumlah linea lateralis (LL) = 31, panjang total 17 Cm, panjang standar = 13,3 Cm, tinggi 5,1 Cm, panjang kepala = 3,1 Cm, panjang mata = 1,05 Cm, panjang batang ekor 1,75 Cm. Perbandingan antara tinggi dan panjang total = 3,3 .Rumus sirip: D.II.8, C.19, A.II.5, V.II.8, P.12. Jumlah sisik antara kepala dan punggung ada 13 sisik. Jumlah sisik antara linea lateralis dan dorsal ada 5 sisik. Jumlah sisik antara linea lateralis dan ventral ada 3 – 3,5 sisik. Jumlah sisik melingkar pangkal ekor ada 15- 16 sisik. Sungut atas dan bawah masing masing ada 2., bibir terminal. Merupakan ikan ekonomis penting bagi masyarakat di sekitar waduk pondok, sering tertangkap dengan alat tangkap jebakan dan jaring. 25 Tawes ekor kuning (Barbodes gonionotus) Jumlah linea lateralis (LL) = 31, panjang total 21 Cm, panjang standar = 16 Cm, tinggi 6,3 Cm, panjang kepala = 4,5 Cm, panjang mata = 1,1 Cm, panjang batang ekor 2,4 Cm. Perbandingan antara tinggi dan panjang total = 3,3. Rumus sirip: D.III.8, C.21, A.II.6, V.I.9, P.14. Jumlah sisik antara kepala dan punggung ada 11 sisik. Jumlah sisik antara linea lateralis dan dorsal ada 6 sisik. Jumlah sisik antara linea lateralis dan ventral ada 4 sisik. Jumlah sisik melingkar pangkal ekor ada 18 sisik. Tidak mempunyai sungut, bibir subterminal. Merupakan ikan ekonomis penting bagi masyarakat di sekitar waduk pondok, sering tertangkap dengan alat tangkap jebakan dan jaring. Diskripsi Wader Keprek (Puntius binotatus) Jumlah linea lateralis (LL) = 25, panjang total 7,5 Cm, panjang standar = 5,5 Cm, tinggi 2 Cm, panjang kepala = 1,4 Cm, panjang mata = 0,4 Cm, panjang batang ekor 1,2 Cm. Perbandingan antara panjang total dan tinggi badan = 3,75 Rumus sirip: D.II.8, A.II.5, V.I.7. Jumlah sisik antara kepala dan punggung ada 9 sisik. Jumlah sisik antara linea lateralis dan dorsal ada 5 sisik. Jumlah sisik antara linea lateralis dan ventral ada 4 sisik. Jumlah sisik melingkar pangkal ekor ada 11 sisik. Sungut rahang bawah ada 2, tidak punya sungut rahang atas, bibir terminal. Sering tertangkap dengan alat tangkap Telik/Wuwu (Traps), harga ikan murah. 26 Diskripsi Wader Abang (Rasbora yacobsoni) Jumlah linea lateralis (LL) = 25, panjang total 6 Cm, panjang standar = 4,1 Cm, tinggi 1,5 Cm, panjang kepala = 1,1 Cm, panjang mata = 0,45 Cm, panjang sirip punggung 0,9 Cm. Perbandingan antara panjang total dan tinggi badan = 3,66 Rumus sirip: D.II.8, A.5, V.I.7, P.I.6, C.17. Jumlah sisik antara kepala dan punggung ada 8 sisik. Jumlah sisik antara linea lateralis dan dorsal ada 4 sisik. Jumlah sisik antara linea lateralis dan ventral ada 4 sisik. Jumlah sisik melingkar pangkal ekor ada 12 sisik. Sungut rahang bawah ada 2, tidak punya sungut rahang atas, bibir terminal. Sering tertangkap dengan alat tangkap Telik/Wuwu (Traps), harga ikan murah. Wader Pari (Rasbora lateristriata) Jumlah linea lateralis (LL) = 28, panjang total 7 Cm, panjang standar = 5,5 Cm, tinggi 1,4 Cm, panjang kepala = 0,9 Cm, panjang mata = 0,4 Cm, panjang sirip punggung 1,3 Cm. Venral jauh tidak mancapai anal, anal tidak mencapai ekor. Perbandingan antara panjang total dan tinggi badan = 5. Rumus sirip: D.II.7, A.6, V.I.8, P.I.10, C.18. Jumlah sisik antara kepala dan punggung ada 10 sisik. Jumlah sisik antara linea lateralis dan dorsal ada 5,5 sisik. Jumlah sisik antara linea lateralis dan ventral ada 2,5 sisik. Sungut tidak ada ,mulut menghadap ke atas. Sering tertangkap dengan alat tangkap Telik/Wuwu (Traps), harga ikan murah. 27 Nila (Oreochromis niloticus) Panjang total 28,5 Cm, panjang standar 22,8 Cm, panjang kepala 9 Cm, panjang mata 2 Cm, tinggi badan 11 Cm. Jumlah sisik antara kepala dan dorsal 11 sisik, jumlah sisik antara linea laterelis dan dorsal 5,5 sisik, jumlah sisik antara linea lateralis dan ventral 11,5 sisik, jumlah sisik antara linea lateralis dan anal 6,5 sisik. Rumus sirip: D.XVII.12, A.IIngkap .9, P.11, V.I.5, C.17. Sirip punggung melebihi pangkal ekor, sirip anal melebihi pangkal ekor, sirip perut mencapai anal, sirip dada melebihi lubang anal. Ada garis bertikal hitam di sisip ekor. Jumlah linea lateralis ada dua bagian yaitu bagian pertama mulai dari belakang kepala dibawah sirip punggung memanjang ke belakang sampai pertengahan badan, jumlah strip linea lateralis pertama yaitu (LL1) = 21 strip. Linea lateralis ke dua mulai dari pangkal sirip ekor memanjang ke depan sampai di atas sirip anal, jumlahnya ada 13 strip. Merupakan ikan tebaran ekonomis penting di waduk pondok dan widas. Sering tertangkap dengan alat Jaring (gill-net) dan Jebakan. Mujahir (Oreochromis mussambicus) Panjang total 13 Cm, panjang standar 10 Cm, panjang kepala 3,7 Cm, panjang mata 0,9 Cm, tinggi badan 4 Cm. Jumlah sisik antara kepala dan dorsal 9 sisik, jumlah sisik antara linea laterelis dan dorsal 2,5 sisik, jumlah sisik antara linea lateralis dan ventral 10 sisik, 28 jumlah sisik antara linea lateralis dan anal 6,5 sisik. Rumus sirip: D.XVII.10, A.IV .9, P.15, V.I.5, C.17. Sirip punggung melebihi sampai panjag standar, sirip anal melebihi panjang standar, sirip perut mencapai anal, sirip dada sampai lubang anal. Ada garis bertikal hitam di sisip ekor. Jumlah linea lateralis ada dua bagian yaitu bagian pertama mulai dari belakang kepala dibawah sirip punggung memanjang ke belakang sampai pertengahan badan, jumlah strip linea lateralis pertama yaitu (LL1) = 21 strip. Linea lateralis ke dua mulai dari pangkal sirip ekor memanjang ke depan sampai di atas sirip anal, jumlahnya ada 14 strip. Merupakan ikan tebaran ekonomis penting di waduk pondok dan widas. Sering tertangkap dengan alat Jaring (gill-net) dan Jebakan. Kutuk (Channa striata) Bentuk badan memanjang, warna kehitaman gelap, sisi badan mempunyai pita warna gelap berbentuk < mengarah ke depan. Panjang total 31,5 Cm, panjang standard 27 Cm, tinggi badan 4 Cm. Antar linia lateralis dan pangkal sirip punggung bagian depan dipisahkan oleh 5 sisik. Rumus sirip: D-40, A-26, L.L = 55. Kutuk merupakan ikan karnivora,sering tertangkap dengan alat pancing dengan umpan (cacing, katak), merupakan ikan ekonomis penting bagi masyarakat sekitar. 29 Redevil (Amphilophus labiatus) Panjang total 15,5 Cm, panjang standar 12 Cm, panjang kepala 4,9 Cm, panjang mata 1 Cm, tinggi badan 5,5 Cm. Jumlah sisik antara kepala dan dorsal 19 sisik, jumlah sisik antara linea laterelis dan dorsal 5,5 sisik, jumlah sisik antara linea lateralis dan ventral 12 sisik. Rumus sirip: D.XVI.11, A.V -2, P-13, V.I-4, C.16. Sirip punggung melebihi pangkal ekor, sirip anal melebihi panjang ekor, sirip perut melebihi lobang anal, sirip dada 3,8 Cm, sirp perut 4,1 Cm Jumlah strip linea lateralis pertama (bagian atas) yaitu (LL1) = 23 strip, jumlah strip linia lateralis ke dua (bagian bawah) yaitu 10 strip, warna badan kemerah merahan. Ikan Redevil bukan ikan asli, merupakan ikan terlepas tidak sengaja masuk ke perairan, merupakan ikan invasiv. Ikan ini merupakan ikan hias sering ditampung dalam sangkar terapung di waduk, dalam penampungan sering kali sebagian lepas ke perairan. Ikan Redevil bersifat omnivore cenderung ke karnivor, sangat rakus dan mudah berkembang biak dan harganya murah sehingga kehadiran redevil di perairan sering dianggap ikan hama. Sering tertangkap dengan alat tangkap jebakan dan jering ukuran 2 inch. Lohan (Amphilophus trimaculatus ) Panjang total 12,5 Cm, panjang standar 9,7 Cm, tinggi badan 4,3 Cm, panjang kepala 3,8 Cm, panajng mata 0,9 Cm, jarak antara kepala dan sirip punggung 3,8 Cm, berat 30 gram. 30 Linia lateralis (LL) tidak sempurna, ada dua yaitu bagian atas (LL1) ada 22 strip dan bagian bawah (LL2) ada 12 strip. Antara LL1 dan sirip punggung dipisahkan oleh 7 sisik, antara LL2 dan sirip perut ada 14 sisik. Antara kepala dan sirip punggung dipisahkan oleh 15 sisik. Rumus sirip: D.XVI-8., P-13., V.I-5., A.VII-8, C.7. Sirip perut melebihi lobang anal, sirip anal melebihi pangkal ekor, sirip punggung melebihi pangkal ekor. Panjang sirip perut 2,8 Cm, sirip ekor 3 Cm, sirip dada 2,5 Cm, sirip punggung 2,8 Cm. Ikan Lohan bukan ikan asli, merupakan ikan terlepas tidak sengaja masuk ke perairan, merupakan ikan invasiv. Ikan ini merupakan ikan hias sering ditampung dalam sangkar terapung di waduk, dalam penampungan sering kali sebagian lepas ke perairan. Ikan Lohan bersifat omnivore cenderung ke karnivor, sangat rakus dan mudah berkembang biak dan harganya murah sehingga kehadiran ikan Lohan di perairan sering dianggap ikan hama. Sering tertangkap dengan alat tangkap jebakan dan jering ukuran 2 inch. Belida (Notopterus notopterus) Bentuk pipih, warna ke hitam hitaman. Panjang Total 31 Cm, tinggi badan 9 Cm. Sirip dorsal sangat kecil, sirip dubur memanjang sampai ke ekor terdiri dari 110 jari jari sirp lunak, rahang mulut hanya sampai dibelakang mata, bentuk kepala dekat pungggung hamper lurus. Ikan Belida terdapat di Waduk Widas dan jumlahnya tidak banyak, tidak terdapat di Waduk Pondok. Sering tertangkap dengan alat tangkap Jaring (gill net) dan pancing. Merupakan ikan karnivora. 31 4.3. PLANKTON Dalam dunia perikanan keberadaan plankton terutama fitoplankton merupakan faktor biologi yang penting, karena fitoplankton merupakan bagian mata rantai pertama dalam jaringan makanan di perairan. Disamping itu, kelimpahan plankton dapat juga menjadi indikator tentang kesuburan perairan (Wetzel & Likens, 1979). Kelimpahan fitoplankton menggambarkan karakteristik umum perairan waduk dan danau (Ryding & Rast, 1989). Lebih lanjut dikatakan bahwa di perairan eutrofik, frekuensi pertumbuhan sesaat alga (alga bloom) lebih sering terjadi dengan kuantitas alga hijau dan alga hijau biru relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan di perairan oligotrofik. Plankton merupakan organisme air yang hidupnya melayang di perairan, arah peregerakanya sangat ditentukan oleh arus. Ada dua macam plankton yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton merupakan plankton nabati (tumbuhan) sedang zooplankton merupakan plankton hewani. Plankton merupakan organisme yang penting dalam rantai makanan di perairan yaitu sebagai pakan alami bagi larva ikan. Plankton nabati merupakan jenis plankton yang punya zat hijau daun, dapat melakukan proses fotosintesa mengasilkan oksigen dan bahan organik (Effendie, 1997). Plankton Waduk Pondok Jenis plankton yang didapatkan pada waduk pondok terdiri dari 18 jenis spesies fitoplankton dan 12 jenis spesies zooplankton. Jenis fitoplankton terbanyak adalah Pediastrum, sedangkan zooplankton terbanyak adalah Oxitricha. Jenis fitoplankton terbanyak adalah Mougeotia, sedangkan zooplankton terbanyak adalah Nauplius selama penelitian. Ditinjau dari segi jumlah jenis plankton maka perairan Waduk Gajah Mungkur merupakan perairan yang jenis planktonnya banyak, bila dibanding Waduk lain di luar Jawa seperti Waduk Koto Panjang Riau jumlah jenis fitoplankton mencapai 36 spesies (Sugiyanti et al., 2009). 38 Gambar 4.3.1. Kelimpahan Fitoplankton Waduk Pondok Bulan Maret dan Mei 2015 Kelimpahan fitoplankton di Waduk Pondok relatip tinggi terutama pada stasiun Tengah mencapai 50.300 sel/liter.pada bulan Maret 2015 dan stasiun Inlet Kali Gandu mencapai 29.400 pada bulan Mei 2015. Kelimpahan fitoplankton terendah pada bulan Maret da Mei adalah Stasiun Outlet Waduk Pondok berkisar 11.400 – 17.300 sel/liter. Gambar 4.3.2. Kelimpahan Zooplankton Waduk Pondok Bulan Maret dan Mei 2015 Kelimpahan zooplankton tertinggi ada pada stasiun Oulet berkisar 4.000-31.800 yang berbanding terbalik dengan kelimpahan fitoplankton. Kelimpahan suatu populasi fitoplankton di perairan akan cenderung menarik zooplankton dalam proses pemangsaan, sebaliknya dibagian perairan yang lain dimana jumlah zooplankton relatif sedikit (adanya migrasi) maka akan terjadi perkembangan populasi fitoplankton kembali apabila didukung oleh potensi unsur hara yang cukup. Oleh karena itu kompetisi untuk menggunakan oksigen, ruang, makanan, maupun cahaya matahari, akan berpengaruh terhadap kelimpahan plankton diperairan tersebut. Dari dasar tropodinamik didalam ekosistem perairan yang tergenang. Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dan indeks dominansi pada penelitian selengkapnya disajikan pada grafik Gambar 3 dan Gambar 4 berikut ini : Gambar 4.3.3. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Fitoplankton Waduk Pondok Gambar 4.3.4. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Zooplankton Waduk Pondok Berdasarkan grafik tersebut maka dapat diasumsikan bahwa keanekaragaman jenis plankton (fitooplankton dan zooplankton) Waduk Pondok baik pada Bulan Maret 2015 maupun pada Bulan Mei 2015 Waduk Pondok termasuk rendah - sedang. Maguran (1988) menyatakan bahwa indeks keanekaragaman berkisar antara 0-1,0 termasuk rendah dan 1,03,0 termasuk sedang. Stasiun Outlet memiliki nilai Indeks keanekaragaman terendah pada fitooplankton Bulan Maret 2015. Hal ini dikarenakan oleh fluktuasi pengeluaran air melalui pintu pengeluaran air (outlet). Indeks Dominansi pada fitoplankton dan Zooplankton Waduk Pondok pada Bulan Maret dan Mei 2015 tergolong dominansi rendah, yaitu dibawah 0,5. Plankton Waduk Widas Jenis plankton yang didapatkan pada waduk Widas terdiri dari 15 jenis spesies fitoplankton dan 15 jenis spesies zooplankton. Jenis fitoplankton terbanyak adalah Mougeotia, sedangkan zooplankton terbanyak adalah Nauplius selama penelitian. Ditinjau dari segi jumlah jenis plankton maka perairan Waduk Widas merupakan perairan yang jenis planktonnya sedikt, bila dibanding Waduk lain di luar Jawa seperti Waduk Koto Panjang Riau jumlah jenis fitoplankton mencapai 36 spesies (Sugiyanti et al., 2009). Gambar 4.3.5. Kelimpahan Fitoplankton Waduk Widas Kelimpahan fitoplankton di Waduk Widas relatif tinggi terutama pada stasiun Inlet Muara II mencapai 31.200 sel/liter lebih rendah bila dibandingkan dengan Waduk Karang Kates yang sudah eutrofik kelimpahan fitoplankton lebih tinggi yaitu 94.430 – 560.250 sel/L (Sulastri & Haryani, 2005). Gambar 4.3.6. Kelimpahan Zooplankton Waduk Widas Kelimpahan zooplankton Waduk Widas tertinggi pada stasiun Outlet mencapai 31.800 ind/liter pada bulan Maret, Namun juga merupakan stasiun kelimpahan zooplankton terendah pada bulan Mei yaitu hanya 900 ind/liter, hal tersebut diduga karena ada stasiun outlet berada dekat pintu pengeluaran air, sehingga bersifat fluktuatif saat air ditahan/dikeluarkan. Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dan indeks dominansi pada penelitian selengkapnya disajikan pada grafik Gambar 4.3.6 dan Gambar 4.3.7 berikut ini : Gambar 4.3.6. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Fitoplankton Waduk Widas Gambar 4.3.7. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Zooplankton Waduk Widas Berdasarkan grafik tersebut maka dapat diasumsikan bahwa keanekaragaman jenis plankton (fitooplankton dan zooplankton) Waduk Pondok baik pada Bulan Maret 2015 maupun pada Bulan Mei 2015 Waduk Pondok termasuk rendah - sedang. Maguran (1988) menyatakan bahwa indeks keanekaragaman berkisar antara 0-1,0 termasuk rendah dan 1,03,0 termasuk sedang. Stasiun Outlet memiliki nilai Indeks keanekaragaman terendah pada fitooplankton Bulan Maret 2015. Hal ini dikarenakan oleh fluktuasi pengeluaran air melalui pintu pengeluaran air (outlet). Indeks Dominansi pada fitoplankton dan Zooplankton Waduk Pondok pada Bulan Maret dan Mei 2015 tergolong dominansi rendah, yaitu dibawah 0,5. Sedangkan pada Indeks dominansi zooplankton pada Bulan Mei 2015 tergolong tinggi yaitu pada stasiun Outlet mendekati/sama dengan 1. Kesimpulan Hasil penelitian ditemukan 30 spesies plankton waduk Pondok, terdiri atas kelompok fitoplankton 18 spesies dan zooplankton 12 spesies. Pada waduk Widas diteukan 36 spesies, terdiri atas kelompok fitoplankton 21 spesies dan zooplankton 15 spesies. Indeks keanekaragaman dan indeks dominansi tergolong rendah-sedang. 4.4. BENTOS Bentos merupakan organisme penghuni dasar suatu perairan, baik berupa nabati (fitobenthos) maupun hewani (zoobenthos), terdapat dipermukaan (epifauna) atau didalam (infauna) substrat dasar (Nybakken, 1982). Greenberg et al., (1980) menggolongkan zoobenthos berdasarkan ukurannya atas dua golongan yaitu microzoobenthos yaitu (<50μ, misalnya protozoa dan rotifera) dan macrozoobenthos yaitu organisme benthos yang tersaring pada saringan U.S. Standar no. 30 atau saringan dengan bukaan 0,595 mm. Menurut Martudi (1998) makrozoobenhos mempunyai peran di suatu perairan yaitu dapat mendaur ulang bahan organic, membantu proses mineralisasi dan kedudukannya dalam beberapa posisi penting dalam rantai makanan, sehingga dapat menduga tingkat kesuburan perairan. Organisme penyusun macrozoobenthos diperairan dapat meliputi jenis-jeis dari cacing Oligochaeta dan Nematoda, Molusca (Gastropoda dan Peleypoda), Crustacea serta serangga akuatik (Payne, 1986). Penelitian makrozoobentos di suatu perairan penting dilakukan untuk mengetahui perannya terhadap adanya perubahan lingkungan perairan tersebut. Sampel macrozoobenthos diambil pada setiap stasiun penelitian dengan cara mengambil substrat dasar dari perairan. Alat yang dipakai adalah Ekman Dredge dengan cara menurunkan alat tersebut ke dasar perairan. Substrat dasar yang berupa tanah, lumpur atau pasir yang tertangkap diangkat dan disaring, selanjutnya macrozoobenthos yang terdapat pada substrat diawet dengan formalin dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Analisis data berupa kelimpahan, keanekaragaman jenis dan dominansi. a) Kelimpahan Kelimpahan merupakan jumlah individu suatu jenis setiap stasiun yang dihitung menurut (Odum, 1971): K= (1000 x a) / b (1) Keterangan : K = Kelimpahan benthos (ind/m2) a = Jumlah individu makrozoobenthos dalam satu taxa b = Luas area ekman dredge (400 cm2) b) Keanekaragaman Jenis Kelimpahan dan keanekaragaman mengindikasikan tingkat stabilitas suatu ekosistem yang merupakan indikator produktifitas dan potensi perikanan (Nakashiuka dan Stork, 2002). Indek keanekaragaman dihitung menggunakan Shannon-Wiener sebagai berikut: H=∑ pi Log pi Keterangan : H = Indeks Keanekaragaman Jenis S = Banyaknya jenis (taxa) pi = Proporsi individu dari jenis ke-i terhadap jumlah ind. semua jenis ni = Banyaknya individu/jenis (taxa) N = Total individu semua jenis c) Indeks dominansi (D) D = ni2/N2 x 100% Keterangan: D = Indeks Dominansi ni = jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu Dengan kriteria (Odum, 1993) sebagai berikut: D mendekati 0 tidak ada jenis yang mendominansi dan D mendekati 1 terdapat jenis yang mendominansi. Sedangkan Sastrioajie; Peristiwady & La Pay (2012) bahwa nilai indek dominansi (D) berada pada kategori rendah ketika 0,00<D<0,50, sedangkan kategori sedang untuk nilai 0,50<D<0,75 dan dominansi tinggi ditunjukkan pada nilai 0,75<D<1,00. Bentos Waduk Pondok Di waduk Pondok didapat Makrozoobentos yang teridentifikasi terdiri dari kelompok Tubificidae dua spesies sedangkan, Naididae, Chironomidae, Chaoboridae, Baetiae dan Thiaridae masing-masing satu spesies sehingga terdapat 7 individu lebih sedikit bila dibandingkan dengan waduk Gajah Mungkur, Jawa Tengah terdapat 8 indvidu (Utomo et.all, 2014). Hal ini diduga karena luasan waduk yang berbeda dan tingkat ketebalan sedimen yang berbeda pula. Kepadatan makrozoobentos tertinggi pada stasiun Inlet kali kenongo yaitu 311 pada bulan Maret dan 266 ind/m-2 pada bulan Mei 2015. Nilai indeks keanekaragaman makrozoobenthos di perairan waduk Pondok berkisar 0-1,4 Jika nilai H’ antara 1-3 berarti sebaran individu sedang atau keragaman sedang berarti lingkungan telah mengalami gangguan (tekanan). Sebaliknya jika H’<1 berarti sebaran individu rendah atau keragaman rendah berarti lingkungan tersebut telah mengalami gangguan (tekanan) atau struktur organisme yang ada berada dalam keadaan jelek (Siagian et al., 1996). Nilai indek dominansi makrozoobenthos berkisar 0,2-1,0 nilai terendah ditemukan pada stasiun Kali Kenongo bulan Maret dan Mei. Secara umum nilai indek dominansi < 0,5 ini menunjukkan keseimbangan makrozoobenthos menunjukkan kondisi yang baik. Menurut Sastrioajie; Peristiwady & La Pay (2012) bahwa nilai indek dominansi (D) berada pada kategori rendah ketika 0,00 < D < 0,50 sedangkan kategori sedang untuk nilai 0,50 < D < 0,75 dan dominansi tinggi ditunjukkan pada nilai 0,75 < D < 1,00. Jika nilai indek dominasi tinggi, menunjukkan ada dominansi suatu spesies terhadap spesies lain dan dominansi yang cukup besar akan mengarah pada kondisi komunitas yang labil atau tertekan begitu pula sebaliknya. Hasil penelitian bentos pada waduk Pondok dapat dilihat pada Tabel . Tabel 4.3.1 . Bentos Di Waduk Pondok No 1 Class Family Spesies Kali Kenongo I Inlet Kenango II Annelida Tubificidae Branchiura sowerbyi 1 2 Aulodrilus sp 1 Naididae Nais sp 1 Chironomidae Chironomus sp 3 Chaoboridae Chaoborus sp 2 3 4 Odonata 5 6 Ephemeroptera Baetidae Callibaetis sp 7 Mollusca Thiaridae Melanoides tuberculata Kelimpahan KJA Outlet 1 1 2 2 1 311,11 266,67 44,44 44,44 Indeks Kanekaragaman 1,48 1,10 0,00 0,00 Indeks Dominansi 0,27 0,33 1,00 1,00 Bentos Di Waduk Widas Pada waduk Widas hanya ditemukan 3 individu, dengan kepadatan tertinggi pada stasiun Inlet Muara II yaitu 1155 ind/m-2., indeks keanekaragaman 3,84 dan indeks dominansi terendah 0,62 pada stasiun Inlet Kali bening yang menunjukan penyebaran spesies lebih merata yaitu Aulodrillus sp, Pomaceae canaliculata dan Lymnae paregra. Nilai indeks keanekaragaman makrozoobenthos di perairan waduk Widas berkisar 0-3,8 Jika nilai H’ antara 1-3 berarti sebaran individu sedang atau keragaman sedang berarti lingkungan telah mengalami gangguan (tekanan). Sebaliknya jika H’<1 berarti sebaran individu rendah atau keragaman rendah berarti lingkungan tersebut telah mengalami gangguan (tekanan) atau struktur organisme yang ada berada dalam keadaan jelek (Siagian et al., 1996). Nilai indek dominansi makrozoobenthos berkisar 0,6-1,0 nilai terendah ditemukan pada stasiun Kali Bening. Secara umum nilai indek dominansi > 0,5 ini menunjukkan keseimbangan makrozoobenthos menunjukkan kondisi yang kurang baik. Menurut Sastrioajie; Peristiwady & La Pay (2012) bahwa nilai indek dominansi (D) berada pada kategori rendah ketika 0,00 < D < 0,50 sedangkan kategori sedang untuk nilai 0,50 < D < 0,75 dan dominansi tinggi ditunjukkan pada nilai 0,75 < D < 1,00. Jika nilai indek dominasi tinggi, menunjukkan ada dominansi suatu spesies terhadap spesies lain dan dominansi yang cukup besar akan mengarah pada kondisi komunitas yang labil atau tertekan. Hasil penelitian bentos waduk Widas dapat dilihat pada Tabel. Tabel 4.4.1. Bentos Di Waduk Widas No Class 1 Oligochaeta 2 Mollusca 3 Inlet Muara II Inlet Kali Bening Family Spesies Tubificidae Aulodrilus sp Ampullaridae Pomacea canaliculata 1 Lymnaeidae Lymnae paregra 1 Kelimpahan 26 1155,5556 7 400 Inlet Kali Petung Suaka 1 3 44,444444 133,33333 Kesimpulan Diwaduk Pondok didapat Makrozoobentos yang teridentifikasi terdiri dari kelompok Tubificidae dua spesies sedangkan, Naididae, Chironomidae, Chaoboridae, Baetiae dan Thiaridae masing-masing satu spesies sehingga terdapat 7 individu. Pada waduk Widas hanya ditemukan 3 individu 46 4.5. Tanaman Air Tanaman telah digunakan untuk waktu yang lama sebagai indikator untuk kualitas habitat, karena dapat dijadikan pedoman untuk menemukan yang cocok tempat untuk perumahan, pertanian dan kehutanan, untuk air minum dan sumber daya lainnya (Kollmann&Fischer, 2003).Zona tepian merupakan bidang biologi, fisika dan kimia berinteraksi kuat antara ekosistem darat (riparian dan greenbelt) dan perairan. biasanya ditandai oleh keragaman yang tinggi dari fauna, flora dan lingkungan.Struktur habitat lebih beragam di lokasi yang vegetasi riparian alamnya masih ada. Substrat berlumpur lebih berlimpah di daerah dengan vegetasi riparian sedangkan substrat berpasir lebih berlimpah di daerah di mana vegetasi riparian telah hilang. Keragaman vegetasi riparian dan ekosistem air, berkaitan dengan keragaman dan komposisi ikan (Vono & Barbosa 2001 dalam Beltrao et al., 2009). Habitat dengan struktural yang kompleks memberikan substrat pertumbuhan, sumber makanan dan pemijahan, serta perlindungan dari predator untuk invertebrata air dan ikan (Pusey & Arthington 2003 dalam Beltrao et al., 2009). Tumbuhan (macrophyta) pada perairan waduk Widas dan waduk Pondok merupakan bagian dari ekosistem perairan. Salah satunya berfungsi sebagai produsen primer yang akan menyediakan bahan organik bagi ikan, juga merupakan tempat bagi serangga dan hewan avertabrata lain yang akan menjadi bagian rantai makanan ikan. Hasil pengamatan terhadap tanaman air dan yang berada di sekitar waduk (green belt)terdapat pada Tabel 4.5.1.Tanaman air yang berada di perairan terdapat beberapa jenis dengan kelimpahan sedikit hingga sedang dan sebagian besar belum diidentifikasi. Tanaman air yang terdapat di stasiun pengamatan yang dilakukan di waduk Widas, yaitu: Inlet Kali Petung/Gunung Wilis (3 jenis), inlet Kali Bening/gunung Pandan(6 jenis), pertemuan inlet Petung dan Bening (5jenis),dan Outlet (6 jenis).St Suaka(6 jenis) Pengamatan di waduk Pondok dilakukan pada lima stasiun pengamatan, yaitu: Inlet Kali Gandu (2 jenis), St. Tengah (4 jenis),dan St Outlet (4 jenis) (Tabel 4.5.2.). Terlihat bahwa pada badan perairan dan permukaan waduk Widas dan Pondok tergolong masih bersih dari tanaman air. Kelimpahan dan keberadaan tanaman air terutama berada pada bagian inletinlet dan disekeliling bagian tepi perairan. Tanaman air yang mendominasi yaitu: Eceng gondok (Eichhornia crassipes), ganggang (Hydriila sp dan Utricu/aria sp) dan nayas (Salvinia natans), dan rumput teki air, Jlegor/krangkang dan kayu duri. Tanaman air dapat menjadi substrat dan sumber pakan alami bagi ikan, merupakan tempat bagi serangga dan hewan avertabrata lain yang akan menjadi bagian rantai makanan ikan. Tanaman air merupakan tumbuhan yang tinggal disekitar air dan didalam air yang berfungsi sebagai 47 produsen penghasil energi pada suatu ekosistem (Odum dan Barrett, 2005). Keberadaan tumbuhan air yang hidup dengan baik akan menciptakan produktivitas perairan yang tinggi dan menghasilkan keanekaragaman biota akuatik yang tinggi pula.Tumbuhan yang tumbuh dikelompokkan sebagai hidrofita yaitu tumbuhan yang tumbuh di air atau substrat yang secara periodik kelebihan air serta kekurangan oksigen. Tumbuhan hidrofita memegang peranan penting dalam jaring makanan ekosistem perairan. Dekomposisi atau perombakan tumbuhan menghasilkan partikel kecil yang disebut detritus yang selanjutnya dikonsumsi oleh berbagai organisme avertabrata yang kemudian menjadi pakan ikan atau hewan lain. Tanaman air sebagai komponen ekosistem perairan berfungsi sebagai penghasil oksigen, juga berperan dalam memperbaiki mutu air dengan cara menyerap unsur hara dan bahan toksik dari air, dan berperan dalam mengatur tinggi air serta kestabilan tanah, tempat naungan dan substrat pemijahan ikan, dan juga sebagai pakan alami ikan (Moyle & Cech, 2004; Odum dan Barrett, 2005). Vegetasi Putat (Baringtonia acutangula), kayu tahun, (Croton braciata), melayak (C. Encifolius), empanak (Arcinia borneensis) terendam 9-11 bulan adalah contoh peranan tanaman air yang berperanan penting dapat menyediakan perifiton yang sebagai pakan alami ikan (Utomo dan Asyari, 1999). Tabel 4.5.1. Jenis-jenis tanaman di perairan, tepi dan daratan di waduk Widas dan Pondok dan disekitarnya No. Jenis Tanaman Perairan 1 Akasia 2 Angsono 3 Bambu 4 Bayam bayaman 5 Keladi air 6 Eceng gondok 7 Hidrilla 8 hortikultura 9 Jagung 10 Jati 11 Bambu 12 Kapuk Perairan Terresterial (daratan tepi perairan) ** ** * ** *** *** ** ** ** ** * * 48 13 Kacang tanah 14 Kacang-kacangan 15 Kayu angen 16 Pohon waru 17 Kayu kesongo 18 Kolondono 19 Krangkang/jlegor 20 Lampis/kayu duri 21 Bambu hijau 22 Pisang 23 Rumput berdaun lebar 24 Ploso/spt.waru untuk bungkus nasi 25 Randu/ Kupuk 26 Tanaman padi 27 nangka 28 Reamun 29 Genjer 30 Terongan 31 Nayas, katipan 32 Rumput Teki, suket 33 Lingi, suket,kelomento 34 Kayu apu 35 Kangkungan 36 kayu duri kecil 37 Ketela pohon *** ** * * * * ** ** * * * ** * ** * ** ** * * *** ** ** *** ** ** 49 Tabel 4.5.2.Kelimpahan Relatif Tanaman Air Di Waduk Widas Dan Pondok NO JenisTanaman 1 Akasia 2 Angsono 3 Bambu 4 Bayambayaman 5 Daratan (Rumput2an) 6 Ecenggondok 7 Green belt (Pohon2an) 8 Hortikultura 9 Jagung 10 Jati 11 Jalibamboo 12 Kapuk 13 Kacangtanah 14 Kacang-kacangan 15 Kayuangen 16 Kayukayu lain 17 Kayukesongo 18 Kolondono 19 Krangkang/jlegor 20 Lampis/kayuduri Inlet MuaraBeni ng Inlet Kali petun g Muara Inlet Petungbeni ng Outle t Tenga h Pondo k kaligand u Inlet Kenong o Inlet kaligand u Inlet Petun g/ Wilis Inlet panda n depa n inlet tengahsua ka Tenga h goa ** ** * *** * ** * ** *** ** ** *** *** *** ** *** ** ** ** * *** * * *** *** ** * 50 Lanjutan Tabel.... NO JenisTanaman Inlet MuaraBening Inlet Kali petung Muara Inlet Petungbening * * * ** * * * Outlet Tengah Pondok kaligandu Inlet Kenongo Inlet kaligandu Inlet Petung/ Wilis Inlet pandan depan inlet tengahsuaka * 22 Pisang 23 Pisangrumputrumputan 24 Ploso/sptwaruuntukbungkusnasi 25 Randu/ Kupuk 26 Tanamanpadi 27 Nangka Reamun * * * *** * * * * * * 28 Genjer * ** * * ** * ** ** * * 29 Terongan * * ** ** * * * *** * * 30 31 Nayas, katipan, * RumputTeki, suket * * *** ** ** ** * ** ** * 32 * * * * * ** * * * * 33 Lingi, suket,kelomento 34 Kayuapu Kangkungan ** ** * ** * * ** * * * 35 36 Lampis/kayuduri *** ** * *** ** ** *** 37 Jelegor ** * ** *** ** ** ** * Ten g * * * 51 * Tabel 4.5.3. Identifikasi Habitat Tumbuhan Air pada Kolom Perairan waduk Widas Dan Pondok Di Perairan Emergent Plants* Cyperus imbricatus Retz. Cyperus odoratus L. Limnocharis flava (L.) Buchenau Monocharia hastata (L.) Solms Mimosa pigra Floating Plants** Pistia stratiotes L. Eichhornia crassipes (Mart.)Solms Salvinia natans (L.) All Ludwigia adscendens (L.) Hara Ipomoea Aquatica Forsk Nymphae tetragona Georgia Submerged Plants*** Ceratophyllum submersum L. Hydrilla vertillata Nama Lokal Reamun Genjer Terongan Nayas, katipan, Rumput Teki, suket Lingi, suket,kelomento Kayu apu Kangkungan Nama Lokal Green belt Plants* Hortikultura Jati Kayu Kesongo Kayu Apu Padi Jagung Kacang tanah Pisang Catatan: * Emergent plants : vegetasi akuatik yang ditandai dengan akar muncul tetapi juga memiliki atau sebagian (misalnya dahan, ranting, daun, atau bunga) tumbuh ke permukaan air. **Floating plants (tanaman mengambang) : tanaman air yang dicirikan oleh hampir seluruh bagian tubuh mengapung di daerah air permukaan dan akar baik dapat muncul di subtrat atau tidak. *** Submerged plants(tanaman terendam) : vegetasi akuatik yang diidentifikasi oleh seluruh tubuh berada di bawah permukaan air atau bahkan dalam kolom air dalam (Mitchell, 1974). Tanaman yang diamati seperti ditunjukkan pada Tabel 4.5.1 adalah spesies umum yang terdapat di perairan dan disekitarnya. Sebagian besar berfungsi sebagai green belt dan sebagian lagi dimanfaatkan masyarakat sebagai lahan pertanian sawah dan hortikultura.Tanaman yang berada disekitar perairan ini mempunyai pengaruh terhadap ekosistem perairan. Tanaman yang tumbuh di perairan, ada yang tenggelam, ada yang 52 melayang, dan ada yang mencuat (muncul kepermukaan). Keseimbangan kemelimpahan tanaman air akan mempunyai pengaruh yang baik terhadap kualitas perairan. Tanaman air dan juga tanaman terresterial disekitar perairan mempunyai arti penting bagi perikanan. Sebagai komponen ekosistem perairan berfungi tanaman air berfungsi sebagai penghasil oksigen, juga berperan dalam memperbaiki mutu air dengan cara menyerap unsur hara dan bahan toksik dari air, dan berperan dalam mengatur tinggi air serta kestabilan tanah, tempat naungan dan substrat pemijahan ikan, dan juga sebagai pakan alami ikan (Moyle & Cech, 2004; Odum dan Barrett, 2005). Namun demikian meskipun mereka biasanya ditemukan di ekosistem tersebut, tidak semua spesies yang diidentifikasi dikategorikan kedalam tumbuhan air penting di Indonesia. Menurut Soerjani (1979) dalam Kurniawan at.al., (2013); Sepuluh gulma air yang paling penting antara lain : Eicchornia crassipes, Salvinia molesta, Hydrilla verticillata,Grossus Scirpus, Najas indica, C.demersum, Nelumbo nucifera, Panicumrepens, Potamogeton malaianus, dan Mimosa pigra. Vegetasi ini dikategorikan sebagai tanaman air berdampak paling signifikan karena kemampuan mereka untuk berkembang secara cepat dan membuat masalah besar dan untuk keseimbang ekosistem perairan. Gambar 4.5.1.Tanaman Di Inlet Kali Petung Di Waduk Widas Dan Inlet Kenongo Di Waduk Pondok KESIMPULAN 1. Keanekaragaman tanaman air di waduk Widas dan Pondok terdiri dari 14 jenis spesies. 2. Didominasiolehecenggondok , kangkungan dan keladi air dan rumputan. 53 DAFTAR PUSTAKA Abidin, Ariyanto. 2006. Sumber Daya Perikanan, Kekayaan Kita yang (masih) Merana. http://aryabimantara,wordpress.com. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2010 pukul 19.00 WIB Aida, S.N dan A.D, Utomo 2011. Tingkat Kesuburan Perairan di Waduk Kedung Ombo. BAWAL. Jurnal Widya Riset Perikanan Tangkap Jakarta. 3(6): 415-422. Aida, SN., AD, Utomo., M.Ali.,F. Surpiadi, 2011. Bioekologi dan Potensi Sumberdaya Perikanan di Waduk Gajah Mungkur Jawa Tengah. Laporan Akhir Tahun. Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum. Palembang. 115 hal. APHA, 1986. Standard methods for the examinations of water and wastewater. APHA inc, Washington DC. BELTRÃO, G. B. M., MEDEIROS, E. S. F. & RAMOS, R. T. C. Effects of riparian vegetation removal on the structure of the marginal aquatic habitat and the associated fis h fauna in a tropical Brazilian reservoir. Biotra Neotrop., 9(4): http://www.biotaneotropica.org.br/v9n4/en/abstract?article+bn00709042009.7p. Boyd, C.E 1988. Water Quality in Warm Water Fish Ponds. Fourth Printing. Auburn University Agriculture Experiment Station. Alabama. USA. 359 p. Brandt, A.V. 1969. Application of observation on fish bahaviour for fishing methods and gear construction. FAO Fisheries Reports, Rome. P : 169-191 Carlson, R.E. 1977. A trophic state index for lakes. Limnol. Oceanogr. V.22 (2). Cook, C.D.K., B.J. Gut., E.M. Rix., M. Seitz. 1974. Water plants of the world: A manual for the identification of the genera of freshwater macrophytes. Dr. W.Junk Publisher, The Hague. England. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Madiun 2014. Data potensi perairan umum daratan khususnya waduk di Kabupaten Madiun. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Madiun 2014. Data produksi perikanan perairan umum daratan khususnya waduk di Kabupaten Madiun Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ngawi 2014. Data produksi perikanan perairan umum daratan di Kabupaten Ngawi. Effendi,H 2000. Telaah Kualitas Air. Jurusan MSP Fak. Perikanan dan Kelautan IPB Bogor. 259 hal Fauzi, A. dan Anna, 2005. Panduan Penentuan Perkiraan Ganti Rugi Akibat Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan. Jakarta: Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Febrian R; R. Srihartini dan N. Sutisna 2004. Kondisi Danau dan Waduk di Indonesia. http//www.pusair.pu.go.id. 10 April 2010 http://rowopening.blogspot.com/2009. 14 species ikan yang sering ditemukan di rawa pening . 12 November 2012 http://wisata.kompasiana.com, 2010. Rawa Pening yang Makin Pening akan Masa Depannya. 15 Nopember 2012 Kasiyanti, J. Nugroho, H. Dwijoyanto. 2013. Kajian penanggulangan banjir kali Widas Kabupaten Nganjuk Provinsi Jawa Timur. Tesis.Program Studi Magister Pengelolaan Sumber Daya Air. Institut Teknologi Bandung. Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2008) KNI-BB,2011. Bendungan Besar di Indonesia. Departemen Pekerjaan Umum. www.knibb-inacoid.com, 13 Januari 2015. Kollmann, J., and A.Fischer. 2003. Basic and Applied Ecology Special Feature: Vegetation as indicator for habitat quality. Basic Appl. Ecol. 4, 489–491 (2003) © Urban & Fischer Verlag. http://www.urbanfischer.de/journals/baecol. Kottelat, M; A.J Whitten; S.N Kartikasari dan S. Wirjoatmodjo, 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi (Ikan Air tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi ). Periplus Editions- Proyek EMDI. Jakarta. Krebs, C.J. 1989. Ecological Methodology. Harper Collins Publisher. Inc. New York. 654 p. Krismono 1992. Hubungan Antara Tingkat Trophic dengan Populasi FCC Mini di Sauatu Badan air. Buletin Penelitian Perikanan Darat. 1(3): 12 – 22 . Mandika, S.W., B.A. Wibowo dan Pramonowibowo. 2013. Analisis Strategi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Ditinjau Dari Aspek Teknis Penangkapan Di Perairan Rawapening. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Hlm 111-120 Mitsch, W.J and S.E Jorgensen 2004. Ecological Engeneering and Ecosystem Restoration. John Wiley & Sons, Inc.Canada. Moreau, J., S.S. De Silva. 1991. Predictive fish yield models for lakes and reservoirs of the Philippines, Sri Lanka and Thailand. FAO Fisheries Technical Paper (319). Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome. 42 p. Nedhem and Nedhem 1963 dan Penack, 1964 Novotny,V and Olem,H.1994. Water Quality, prevention, identification, and management of diffuse polluition. Van Nostrans Reinhold. New York. 1054 p. Odum, E.P 1996. Fundamentals of Ecology. Third Edition Saunders College Publishing. Rinehart and Winston. 486 p PERDA Kab. Semarang Nomor 25 Tahun 2001. Pengelolaan Sumber Daya Ikan di Rawapening. Semarang. Riky kurniawan, j. nishihiro, i. Yuniarti.2012.Aquatic Macrophytes Biodiversity In Lake Rawa Pening, Indonesia Seminar nasional limnologi prosiding vi 318-326 Sainty, G.R., S.W.L. Jacobs. 1988. Water plants in Australia. Royal Botanic Gardens, Sydney. Australian Water Resources Council. 144p. Soeprobowati, T.R. 2012. Mitigasi danau eutrofik : Studi kasus danau rawapening Prosiding seminar nasional limnologi vi 36-48 Sugiyanti, Y.,Mujiyanto & Krismono, 2006. Komposisi dan Kelimpahan Plankton di Waduk Kedung Ombo. Prosiding Seminar Ikan IV. Loka Pemacuan Stock Ikan, Jatiluhur, 231-237 Sulastri & G.S, Haryani, 2005. Keanekaragaman hayati perairan umum: Status, Dinamika Kehidupan, dan upaya pelestariannya. Prosiding Forum Perairan Umum I. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. (I): 57-65 Weber, M and De Beaufort, 1916. The fishes of the Indo-Australian Archipelago. E.J Brill Ltd. Leiden. 2: 404 pp Welcomme, R. L. 1979. Fisheries Ecology of Flood plain Rivers. Longman, London and New York. 106-136. Wetzel,R.G. 2001.Limnology Lake and River Ecosystems. London. Academic Press. 1006 p. Wibowo, H, 2004. Tingkat Eutrofikasi Rawa Pening Dalam Rangka Kajian Produktivitas Primer Fito Plankton. Tesis. Magister Ilmu Lingkungan. Program Pasca Sarjana Undip. Semarang. 82 hal Lampiran I Kualitas air waduk widas Trip I pada bulan Maret 2015 Lokasi PARAMETER St. Tengah (GOA) 111°47'46.42'' Kedalaman (m) 0 3 29 28 07°22'13.29'' Tgl : 05 maret 2015 Jam ; 14.30 WIB 111°47'46.42'' 07°22'13.29'' O Suhu C Kecerahan (Cm) Kedalaman (m) Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL (µṨ/cm) Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) 5 26 Dasar 25 15.62 16.21 232 8 7.5 0 0.1 8.2 4 0.007612 0.0062284 93 89 7 0.08 4 0.007 90 7 0.08 3.6 0.073356 54.2 59 13.6 3.4 42.84 14.28 14.28 19.04 102 104 116.0 84 0.010348 140 0.225352 0.509091 0.003803 3.7 0.0081821 0.0149 0.113234 130 140 110 0.2922535 0.232 0.848592 0.5909091 0.686 1.636364 0.0036765 0.0051 0.067951 2.4 1.2 1.57 Lanjutan lampiran I Kualitas air waduk widas pada bulan Maret 2015 PARAMETER Lokasi St. Inlet Muara DEPAN /MUARA INLET Kedalaman (m) O 111°47'05.58'' 07°32'43.06'' 111°46'.58'' 07°32'31,2'' Tgl : 15 maret 2015 Jam ; 12.30 WIB St. Suaka Widas TENGAH SUAKA 111°47'32.84'' 07°32'15.94'' Tgl : 05 maret 2015 Jam ; 14.05 WIB 111°46.58'' 07°32'.31' Suhu C Kecerahan (Cm) Kedalaman (m) Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) O Suhu C Kecerahan (Cm) Kedalaman (m) Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) DO 5 (mg/l) 0 28 55 6.7 11.02 7 0.05 5.1 0.0042 92 22.61 104 0.0100 140 0.2746 0.5773 0.0028 3 5 dasar 26 25 52.7 6.4 7 0.1 3.2 0.0263 79 9.52 100 0.0370 140 0.85 0.3169 0.0137 Kedalaman (m) 0 3 29 27 53 5 3.08 9.38 >7.5 7.5 0.05 0.05 6.1 5.2 0.00692 0.0076125 97 88 27.37 -1.19 100 102 0.01335 0.0141962 150 140 0.207746 0.2429577 0.595455 0.7294118 0.002535 0.002789 1.57 1.29 2.93 7 0.1 3 0.2029 61 14.28 80 0.2546 100 1.0739 1.5318 0.0655 5 54 0.1 4.4 0.11273 1.19 98 0.1409 130 0.36268 0.94091 0.01433 1.2 1.43 dasar Lanjutan lampiran I Kualitas air waduk widas pada bulan Maret 2015 Lokasi PARAMETER St. Outlet Kedalaman (m) 0 3 29 111°47'50.8'' 07°32'39.48'' Tgl : 05 maret 2015 Jam ; 15.10 WIB 111°47'50.8'' 07°32'39.48'' O Suhu C Kecerahan (Cm) Kedalaman (m) Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) 106 108 0.008182 140 0.320423 0.372727 0.002789 3.09 0.0081821 140 0.3556338 0.4318182 0.0031694 PARAMETER Inlet Kali Bening INLET G. Pandan 111°46'58.62'' Kedalaman (m) 0 3 28 07.32'26.25'' Tgl : 5 maret 2015 Jam ; 11.20 WIB 111°46'59.6'' 07.32'31,55'' dasar 20 4.1 6.7 8 7 0 0.07 6.6 6 0.006228 0.0062284 70.5 69 40.46 Lokasi O 5 27 Suhu C Kecerahan 40 (Cm) Kedalaman (m) 6 Turbidity 6.57 7.94 (NTU) pH 7 7 CO2 (mg/l) 0.06 0.1 DO (mg/l) 6.3 4.4 PO4 (mg/l) 0.015225 0.0256055 DHL 108 Klorofil-a (µg/l) 17.85 33.32 Alkalinitas 108 120 (mg/l) TP (mg/l) 0.023502 0.0361926 TDS (mg/l) 140 150 5 Dasar 25 96.6 7 0.1 4.1 0.075433 10.71 124 0.097106 110 NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) 0.28169 0.2957746 0.704545 0.8588235 0.002282 0.0030426 1.92 0.556338 1.368182 0.032961 1.18 Lampiran II Kualitas air waduk widas Trip II pada bulan Mei 2015 PARAMETER Lokasi St. Tengah (GOA) 111°47'46.42'' 07°22'13.29'' Tgl : 16 Mei 2015 Jam ; 12.45 WIB 111°47'46.42'' 07°22'13.29'' Kedalaman (m) 0 1 3 O Suhu C Kecerahan (Cm) Kedalaman (m) 30,4 50 12.3 16.8 Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL (µṨ/cm) Klorofil-a (µg/l) 3,4 7.5 0.05 7,1 0,008 134.5 42,84 102 0,0103 140 0,225 0,509 0,0038 3,7 Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) 30 7 134.2 5 Dasar 27,8 26,6 16,21 3 0,007 127.4 14,28 116 0,0134 140 0,232 0,686 0,0051 1,2 232 7,00 0.2 0,1 0,073 118.8 19,04 84 0,1132 110 0,849 1,636 0,068 1,57 3 28,7 5 27,1 Dasar 26,7 15,62 9,38 6 0,2 54 6.8 0.2 0,1 29,5 6,7 0,006 131.6 14,28 104 0,0082 0,591 0,0037 2,4 Lokasi PARAMETER St. Suaka Widas TENGAH SUAKA 111°47'32.84'' 07°32'15.94'' Tgl : 16 Mei 2015 Jam ; 12.30 WIB Kedalaman (m) 111°46.58'' 07°32'.31' O Suhu C Kecerahan (Cm) Kedalaman (m) 0 30,7 43 1 30,6 7,6 Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) 3,08 7.5 0 7,6 7 PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) 0,007 134.8 27,37 100 0,0134 150 0,208 0,595 0,0025 1,57 134.8 0,008 134.7 -1,19 102 0,0142 130 0,292 0,729 0,0028 1,29 0,113 137.8 1,19 98 0,1409 140 0,243 0,941 0,0143 1,2 124.5 130 0,363 Lanjutan Lampiran II Kualitas air waduk widas pada bulan Mei 2015 Lokasi PARAMETER Inlet Muara Petung (muara kali Wilis) Kedalaman (m) O 111°46'52.45'' 07°32'43.56'' Tgl : 16 Mei 2015 Jam ; 9.30-9.50 WIB S : 07.32.799 Suhu C Kecerahan (Cm) Kedalaman (m) Turbidity (NTU) pH 0 30,9 54 4 24,2 1 30,2 2 29,5 3 29 Dasar 28,5 10,58 7.5 6,00 0.08 7 0,009 0.17 1.5 0,01 CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL E:111.46.942 Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) Lokasi 157.1 20,23 100 0,0159 140 0,236 0,641 0,0025 2,93 6.2 5.5 154. 8 150. 2 2.7 150,00 22,61 152,00 110 0,0176 150 0,377 0,6 0,0065 1,35 PARAMETER St. Inlet Muara DEPAN /MUARA INLET Kedalaman (m) O Suhu C 0 30,8 1 30,8 2 30,7 3 30,7 Dasar 27,1 111°47'05.18'' 07°32'43.06'' 111°46'.58'' 07°32'31,2'' Tgl : 16 Mei 2015 Kecerahan (Cm) Kedalaman (m) Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Jam ; 12.00 WIB 50 8,6 11,02 7.5 0.06 7 0,004 6,3 0,026 6,4 6.5 0.18 0,1 0,203 141.5 149.9 11,9 9,52 14,28 104 0,01 140 0,275 0,577 0,0028 2,35 100 0,037 140 0,317 0,85 0,0137 3,42 80 0,2546 100 1,074 1,532 0,0655 1,43 143 Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) 52,7 7 6,8 143. 3 141. 3 Lanjutan Lampiran II Kualitas air waduk widas pada bulan Mei 2015 Lokasi PARAMETER St. Outlet 111°47'50.8'' 07°32'39.48'' Tgl : 16 Mei 2015 Jam ; 13.30 WIB 111°47'50.8'' 07°32'33.6'' Kedalaman (m) 0 1 2 O Suhu C Kecerahan (Cm) Kedalaman (m) 31 55 23 Turbidity (NTU) pH 4,1 CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) 8 0 7,9 0,006 135 40,46 106 0,0082 140 0,32 0,373 0,0028 30,2 29,4 3 Dasar 28,7 26,5 6,7 7 3,3 132.9 126.5 0,2 0,006 127.3 108 0,0082 140 0,356 0,432 0,0032 6.5 0.2 0,1 116.6 DO 5 (mg/l) 3,09 Lokasi PARAMETER Inlet Kali Bening INLET G. Pandan 111°46'58.62'' 07.32'26.25'' Tgl : 16 Mei 2015 Jam ; 10.40 WIB 111°46'59.6'' 07.32'31,55'' Kedalaman (m) 0 1 3 5 Dasar Suhu C Kecerahan (Cm) Kedalaman (m) 31,1 45 6.8 30,1 29,9 27.4 26 Turbidity (NTU) pH 6,57 7,94 96,6 O CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) 7.5 0.05 5.9 0,015 150.2 17,85 108 0,0235 140 0,282 0,705 0,0023 2,97 3.6 148.3 5.1 0,026 156.4 33,32 120 0,0362 150 0,296 0,859 0,003 1,92 0.2 196.1 10,71 124 6.5 0.12 0.1 0,075 171.3 0,0971 110 0,556 1,368 0,033 1,18 Lampiran III Kualitas air waduk widas Trip III pada bulan September 2015 Lokasi St. Tengah (GOA) 111°47'46.42'' 07°22'13.29'' PARAMETER O Suhu C Kecerahan (Cm) Kedalaman (m) Turbidity (NTU) pH 111°47'46.42'' CO2 (mg/l) DO (mg/l) 07°22'13.29'' PO4 (mg/l) DHL (µṨ/cm) S:07°32.362” E:110°470589’ Klorofil-a (µg/l) 12.38 wib Alkalinitas (mg/l) Kedalaman (m) 0 1 3 29.2 29.2 27.5 50 5 27.3 Dasar 27.2 188.9 262.3 5.43 8 0.07 0.00152 201 200.8 33.32 190.1 TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) COD (mg/l) Lokasi St. Suaka Widas TENGAH SUAKA 111°47'32.84'' 07°32'15.94'' 8-Sep-15 S:07°32.357" E:111°47.649 111°46.58'' 07°32'.31' 0.042453 120.7 120.7 0.029621 0.902778 0.002521 117.7 117.6 164.1 0.832 PARAMETER Kedalaman (m) Suhu OC Kecerahan (Cm) Kedalaman (m) Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) COD (mg/l) 0 1 3 5 Dasar 29.8 60 15 1.33 8 29.2 27.5 27.2 27.1 0.08 5.78 4.14 0.75 0.36 200.2 190.2 185.8 266.7 120.5 118 116 167.4 5.69 0.009909 222.1 8.8 0.040881 120.4 0.040284 0.208333 0.002521 0.6656 Lanjutan Lampiran III Kualitas air waduk widas Trip III pada bulan September 2015 Lokasi PARAMETER Inlet Muara Petung (muara kali Wilis) 111°46'52.45'' 07°32'43.56'' Tgl : 08 sep Kedalaman (m) Suhu OC Kecerahan (Cm) Kedalaman (m) Turbidity (NTU) pH 0 1 2 3 Dasar 30.9 54 4 6.96 7.5 30.2 29.5 29 28.5 38.1 2015 Jam ; 9.30 0.08 7 0.003049 6.2 5.5 2.7 S : 07.32.799 CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) E:111.46.942 DHL 157.1 154.8 150. 2 15 0 Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) BOD COD (mg/l) 39.27 4.1 0.050314 0.114583 0.148104 0.673611 0.002521 0.657993 0.421525 0.00184 P (0.9) 0.6656 PARAMETER St. Inlet Muara DEPAN /MUARA INLET Kedalaman (m) 111°47'05.18'' 07°32'43.06'' 111°46'.58'' 07°32'31,2'' Tgl : 08 sep 2015 Jam ; 11.46 WIB S:07°32.740’ E:110°47.160 Suhu C Kecerahan (Cm) Kedalaman (m) Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) 0 31 42 2 152 P(0.6) Lokasi O 7.04 1.5 1 30.1 2 30.1 8 0.07 6.5 3.26 0.44 215.7 221.9 225.2 125.7 131.2 133.4 3 Dasar Lanjutan Lampiran III Kualitas air waduk widas Trip III pada bulan September 2015 Lokasi PARAMETER St. Outlet Kedalaman (m) 111°47'50.8'' 07°32'39.48'' Tgl : 08 sep 2015 Jam ; 10.41 WIB 111°47'50.8'' 07°32'33.6'' S:07°32,661’ E:111°47,847 panas Suhu OC Kecerahan (Cm) Kedalaman (m) Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) COD (mg/l) Lokasi Inlet Kali Bening INLET G. Pandan 111°46'58.62'' 07.32'26.25'' Tgl : 08 sep 2015 Jam ; 11.20 WIB 111°46'59.6'' 07.32'31,55'' S:07°31.800’ E:110°47.926’ 0 29.5 56 1 27.9 2 27.7 3 27.4 5 dasar 27.3 27.2 3.32 0.09 5.72 5.82 5.69 0.003049 198.7 191.6 190.1 30.94 10 0.040881 5 189 0.035545 0.659722 0.004202 0.832 PARAMETER Kedalaman (m) 0 3 5 DASAR Suhu OC Kecerahan (Cm) Kedalaman (m) 29.6 51 10 27.7 27.4 27.3 Turbidity (NTU) 3.04 pH 8 CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) 0.08 7.63 0.006098 206.4 45.22 8.9 0.028302 123.3 0.32346 0.208333 4.61 3.12 0.62 202 196 201.3 124 121.9 124.8 4.9 188.3 5.9 188.2 NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) COD (mg/l) 0.005742 1.1648 Lampiran IV Kualitas air waduk Pondok Trip I pada bulan Maret 2015 Lokasi PARAMETER St. Inlet Kali Kenongo Kedalaman (m) 110°34'19.12'' 07°'22.46'16' Suhu Kecerahan Kedalaman Tgl : 04 maret 2015 Jam ; 12.10 WIB S:07°23’101” E:111°34’360” Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) 0 29 3 2.2 2.08 1.97 0.06 6.4 0.006 6.1 0.055 -9.52 17.85 256 274 0.034048 340 0.218 0.514 0.007 4.2 0.08 410 0.141 1.255 0.001 3.15 St. Keramba Kedalaman (m) 0 3 28 07°23'51.26'' Kedalaman Tgl 04 maret 2015 Jam ; 10.15 WIB S:07°23.857” E:111.34.381’ Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL 54.2 7.5 PARAMETER Suhu Kecerahan Dasar 35 Lokasi 111°34'22.94'' 5 108 11.7 1.97 7.6 0 7.8 0.002 164 3.9 0.002 5 dasar 3.04 7.9 8 4 0.002 4.3 Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) 10.71 20.23 20.23 218 236 236 0.02396 0.0224 0.0144 310 320 340 0.102 0.190 0.275 0.150 0.595 0.729 0.002 0.008 0.001 2.7 2.91 1.58 Lanjutan Lampiran IV Kualitas air waduk Pondok Trip I pada bulan Maret 2015 Lokasi PARAMETER St. Tengah Kedalaman (m) 0 3 28 95 15.1 110°33'54'11'' 07°24'25.11'' Tgl : 04 maret 2015 Jam ; 15.30 WIB Suhu Kecerahan Kedalaman Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) Lokasi Tgl : 19 Mei 2015 2.93 10.34 8 8 8 0.07 6.4 0.002 172 13.09 0.09 5.6 0.003 3.4 15.47 13.09 268 242 0.027743 0.037831 320 300 0.232 0.225 0.877 0.536 0.002 0.003 4.75 2.62 dasar 1.3 PARAMETER St. Inlet Kali Gandu S : 110°35'09.9'' 07°23'19.34'' 5 Suhu Kecerahan Kedalaman Turbidity (NTU) Kedalaman (m) 0 3 29 22 1 5.58 5 Dasar Jam ; 11.10 WIB pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) 8 0 5.7 0.015 20 4.8 0.020 DHL Klorofil-a 17.85 (µg/l) Alkalinitas 240 276 (mg/l) 0.0224 0.1136 TP (mg/l) 330 570 TDS (mg/l) 0.169 0.637 NH3 (mg/l) 0.329 1.241 NO3 (mg/l) 0.007 0.001 NO2 (mg/l) 2.02 DO 5 (mg/l) 3.6 Lanjutan Lampiran IV Kualitas air waduk Pondok Trip I pada bulan Maret 2015 Lokasi PARAMETER St. Outlet Kedalaman (m) 111°33'45.63'' 07°24'35.57'' Tgl : 04 maret 2015 Jam ; 13.00 WIB S:07°24.558 E:110°33.772 Suhu Kecerahan Kedalaman Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) 0 28 83 3 5 5.03 3.03 dasar 16.1 2.75 7.5 0.08 7.5 1.2 5.1 3.6 0.002 0.008 0.006 170 10.71 19.04 21.42 224 256 260 0.027743 0.056747 0.0144 310 350 330 0.285 0.299 0.275 0.168 1.600 1.595 0.001 0.001 0.002 2.9 1.82 7.6 0.09 1.2 0.9 Lampiran V Kualitas air waduk Pondok Trip II pada bulan Mei 2015 Lokasi St. Inlet Kali Kenongo 110°34'19.92'' 07°22'46.16'' Tgl : 19 Mei 2015 Jam ; 12.00 WIB Lokasi PARAMETER Kedalaman (m) Suhu Kecerahan Kedalaman Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) 0 31.7 80 3 2,08 7.5 0.09 5,8 0,006 366 -9,52 1 31,6 2 30,8 3 30,5 Dasar 30.5 54,2 7.5 0.18 4.2 0,055 361,00 14,28 5,8 5,7 4,2 366.2 369,00 362 256 0,034 340 0,218 0,514 0,007 4,2 274 0,08 410 0,141 1,255 0,001 3,15 PARAMETER St. Keramba 111°34'22.94'' 07°23'51.26'' Suhu Kecerahan Kedalaman Tgl : 19 Mei 2015 Turbidity (NTU) Jam ; 12.30 WIB pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) Kedalaman (m) 0 1 3 31,5 31,3 30,7 85 13,7 1,97 7.5 0.05 7,4 0,002 339.4 10,71 218 0,024 310 0,102 0,15 0,002 3,9 5 30,5 3,04 7,4 7,6 0,002 6,5 0,002 338.7 336.4 20,23 236 0,0224 320 0,19 0,595 0,008 356.8 20,23 236 0,0144 340 0,275 0,729 0,001 2,91 1,58 2,7 Dasar 28,5 7.3 0.3 0,3 390.8 Lanjutan Lampiran V Kualitas air waduk Pondok Trip II pada bulan Mei 2015 Lokasi PARAMETER St. Tengah 110°33'54'11'' 07°24'25.11'' Tgl : 19 Mei 2015 Jam ; 9.50 WIB Suhu Kecerahan Kedalaman Kedalaman (m) 0 1 2 30,6 30,5 30,4 85 17,3 Turbidity (NTU) 2,93 pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) 7.5 0.08 7,3 0,002 336 13,09 268 0,0277 320 0,232 0,877 3 30.1 Dasar 28.3 10,34 7,3 7,5 335.3 334,00 7,4 0,003 331,00 15,47 242 0,0378 300 0,225 0,536 7,00 0.2 0,1 376.9 13,09 NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) 0,002 4,75 0,003 2,62 Lokasi PARAMETER St. Inlet Kali Gandu Suhu Kecerahan Kedalaman Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) Kedalaman (m) 0 1 2 31 30,8 30,5 80 4 5,58 8 0.08 7,3 7,1 6,5 0,015 375 367.8 369.6 10,71 240 0,0224 330 NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) 0,169 0,329 0,007 3,6 S : 110°35'09.9'' 07°23'19.34'' Tgl : 19 Mei 2015 Jam ; 11.10 WIB 3 30,2 1,3 Dasar 30 OR 5,2 372.7 0.2 1,6 0,02 372.7 17,85 276 0,1136 570 0,637 1,241 0,001 2,02 Lanjutan Lampiran V Kualitas air waduk Pondok Trip II pada bulan Mei 2015 Lokasi PARAMETER St. Outlet Kedalaman (m) 0 1 111°33'45.63'' 07°24'35.57'' Tgl : 19 Mei 2015 Jam ; 9.20 WIB Suhu Kecerahan Kedalaman Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) 30,5 112 16 2,75 7.5 0.08 6,7 0,002 336.7 10,71 224 0,0277 30,4 7 334.8 3 5 Dasar 30,3 30,3 28.3 5,03 3,03 6,9 0,008 331.8 19,04 256 0,0567 6,7 0,006 334.2 21,42 260 0,0144 7,00 0.23 6,6 365.1 TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) 310 0,285 0,168 0,001 2,9 350 0,299 1,6 0,001 2,74 330 0,275 1,595 0,002 1,82 Lampiran VI Kualitas air waduk Pondok Trip IIi pada bulan September 2015 Lokasi St. Inlet Kali Kenongo 110°34'19.92'' 07°22'46.16'' Tgl : 6 sep 2015 Jam ; 12.10 WIB S:07°23’101” E:111°34’360” PARAMETER Kedalaman (m) Suhu Kecerahan Kedalaman Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) 0 31.8 35 80 25.3 8 6.17 0.012195 349.8 15.47 1 2 3 Dasar 31.3 5.25 198.6 Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) COD 11.9 0.055031 201.2 0.060427 0.208333 0.012045 0.4992 Lokasi PARAMETER St. Keramba Kedalaman (m) 0 1 29.2 28.8 80 111°34'22.94'' 07°23'51.26'' Tgl : 6 sep 2015 Jam ; 10.15 WIB S:07°23.857” E:111.34.381’ Suhu Kecerahan Kedalaman Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) BOD COD (mg/l) 342.2 2 28.6 3 28.4 Dasar 28 4.34 2.92 0.6 314.4 313.3 323.6 190 196 197.9 4.84 7.5 4.38 5.02 0.003811 317.3 314.9. 14.28 0.8 0.023585 190.7 190.8 0.196682 0.208333 0.002241 0.08 0.832 Lanjutan Lampiran VI Kualitas air waduk Pondok Trip III pada bulan Septemberi 2015 Lokasi PARAMETER St. Tengah Kedalaman (m) 0 1 29.6 29.5 100 110°33'54'11'' 07°24'25.11'' Tgl : 6 sep 2015 Jam ; 12.45 WIB Suhu Kecerahan Kedalaman Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) 1.96 8 0.08 2 28.6 3 28.5 Dasar 28.3 S:07°24’429” E:111°33’976 DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) COD Lokasi St. Inlet Kali Gandu S : 110°35'09.9'' 07°23'19.34'' Tgl : 6 sep 2015 Jam ; 11.25 WIB S:07°23.456” E:111.34.826 Suhu Kecerahan Kedalaman Turbidity (NTU) pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) COD 6.15 6.06 0.00686 311.03 311.2 14.28 12.4 0.04717 186.1 186.5 0.109005 0.208333 0.002801 5.4 5.3 0.49 306.7 313 363 186 245 186.5 1.9968 PARAMETER Kedalaman (m) 0 1 2 29.6 25 3 Dasar 30 29.7 8 6.8 0.007622 331.4 16.66 11.8 0.737421 196.9 0.084123 6.86 333.3 147.7 0.002801 0.4992 Lanjutan Lampiran VI Kualitas air waduk Pondok Trip III pada bulan Septemberi 2015 Lokasi St. Outlet 111°33'45.63'' 07°24'35.57'' Tgl : 6 sep 2015 Suhu Kecerahan Kedalaman Turbidity (NTU) PARAMETER Kedalaman (m) 0 1 29.4 28.9 80 15 0.6 3 28.7 5 28.4 Dasar 28.3 Jam ; 13.00 WIB S:07°24.558 E:110°33.772 pH CO2 (mg/l) DO (mg/l) PO4 (mg/l) DHL Klorofil-a (µg/l) Alkalinitas (mg/l) TP (mg/l) TDS (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) DO 5 (mg/l) COD (mg/l) 8 0.09 6.11 5.46 0.004573 311.6 310.4 14.28 12 0.011006 186.7 187.7 0.10545 0.784722 0.001821 1.4976 5.65 5.21 0.52 308 307.6 315 186.9 187.7 192.7 Lampiran. Foto Penelitian Di Lapangan Waduk Widas KOORDINASI DENGAN DINAS PERIKANAN SETEMPAT SEBELUM PENELITIAN DILAKSANAKAN Outlet dan inlet waduk Widas Kayu duri di tepian waduk dan aktivitas nelayan Vegetasi tepian waduk Vegetasi Enceng Gondok Kayu duri (Mymosa sp) di tepian waduk PEMERIKSAAN KUALITAS AIR PEMERIKSAAN KUALITAS AIR Pemeriksaan biologi ikan Contoh ikan ekonomis waduk Widas Wawancara dengan nelayan kelompok penangkap ikan “Mina Widas Makmur”