Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober

advertisement
GAMBARAN FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM
PEMBERIAN SUSU FORMULA PADA BAYI UMUR 0 – 6 BULAN
(STUDI DI WILAYAH KERJA Bd. SUJILAH, AmdKeb,
KEL. JATIBARANG, KEC. MIJEN, SEMARANG)
Wiwit Pawitra Sari
M. Arie Wuryanto, SKM, M.Kes
Hanna Yuanita D.S., MMID
Abstract
Background : Exclusive breastfeeding is given during 6 month without any
additional liquid or food. Formulated milk is one of the obstacles in breastfeeding.
Make the incessant marketing of breast milk substitute makes mother does not
believe in the greatness of breast milk so they choose to use formulated milk.
Aim(s): To know the description of factors that affect mother’s in providing
formulated milk in the 0-6 months age infant. The case study at mrs. sujilah,
amdkeb of village jatibarang, mijen sub district, semarang regency.
Method : This was a descriptive study with cross-sectional design. Population in
this study were mothers with infant aged 0-6 month who get formulated milk at
Mrs. Sujilah, AmdKeb, Jatibarang Village, Mijen Sub district, Semarang Regency
by using total sampling. Data processing includes editing, coding, entry, tabulating
Result : The results showed as many as 10 people gave breastfeed, as many as
13 people gave formula. A total of 20 people (86.9%) aged 20-35 old years, as
many as 12 respondents (52.2%) had parity 1, as many as 11 respondents
(47.8%) were last educated is SMP / MTS, as many as 14 people (60.9%) did not
work, total of 18 respondents (78.3%) level had good of knowledge milk, as many
as 12 respondents (52.2%) level of knowledge about the formula milk is quite, as
many as 10 respondents (43.5%) earned < Rp. 1.209.100,- , as many as 15
respondents (65.2%) family support for formula feeding, as many as 23
respondents (100%) said that health officials do not support the implementation of
formula feeding, and 8 respondents (61.53%) to give formulated milk because it
works
Conclusion : The reasons why mother decision to give formulated milk in infants
aged 0-6 months were they worked, amount of milk not too much, the same
benefit of breast milk and formulated milk, like as a friend, the same content of
breast milk and formula milk
Keywords : Breast milk, formulated milk
Reference : 25 references (2003-2013)
Kerangka Pemikiran
Lingkungan merupakan seluruh
kondisi yang ada di sekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan perilaku orang atau
kelompok. Distribusi, iklan dan promosi
susu formula meningkat tidak hanya di
televisi, radio, dan surat kabar,
melainkan juga sudah dipromosikan di
tempat – tempat praktik swasta dan
klinik
kesehatan.
Dari
berbagai
pemantauan LSM, iklan susu formula di
berbagai
media
massa
sangat
berpotensi merusak pemahaman ibu
tentang perlunya ASI bagi bayi. Iklan
tersebut akan mempengaruhi persepsi
yang keliru tentang susu formula dan
Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________
1
ASI. Ibu-ibu hanya memahami dan
menangkap
informasi
yang
sepenggalpenggal dari penyajian iklan
yang singkat. Promosi susu formula ini
bertujuan membentuk persepsi bahwa
bayi akan sehat dan cerdas apabila
diberi
susu
formula.
Pada
kenyataannya, kesan kepraktisan dan
kemudahan di dalam penyiapan susu
formula
tidak
sederhana
jika
dibandingkan dengan menyusui bayi.
Sistem sosial budaya yang ada pada
masyarakat dapat mempengaruhi dari
sikap dalam menerima informasi.
Hampir
segala
sesuatu
yang
dilakukannya
bahkan
apa
yang
dipikirkan bertalian dengan orang lain
dan dipelajari dari lingkungan sosial
budaya. Salah satu tradisi yang mulai
memudar
adalah
ibu
mulai
meninggalkan
ASI
dan
memilih
memberikan susu formula. Persepsi
masyarakat bahwa susu formula sangat
cocok untuk bayi dan merupakan nutrisi
terbaik. Pengaruh yang paling menonjol
karena adanya tuntutan gaya hidup
(gengsi). Budaya modern dan perilaku
masyarakat yang meniru Negara Barat
mendesak mereka untuk memilih
memberikan susu formula. Padahal,
sebenarnya
di
Negara
Barat
penggunaan susu formula sudah
dibatasi sehingga mereka mulai beralih
kembali memberikan ASI kepada bayi
mereka.
Seorang
ibu
dengan
bayi
pertamanya mungkin akan mengalami
masalah
ketika
menyusui
yang
sebetulnya hanya karena tidak tahu
cara-cara yang sebenarnya dan apabila
ibu
mendengar ada
pengalaman
menyusui yang kurang baik yang dialami
orang lain, hal ini memungkinkan ibu
ragu untuk memberikan ASI pada
bayinya. Paritas dalam menyusui adalah
pengalaman pemberian ASI Eksklusif,
menyusui
pada
kelahiran
anak
sebelumnya, kebiasaan menyusui dalam
keluarga, serta tentang manfaat ASI
berpengaruh terhadap keputusan ibu
untuk menyusui atau tidak.
Dukungan dokter, bidan, atau
petugas kesehatan lainnya juga kerabat
dekat sangat dibutuhkan terutama untuk
ibu yang pertama kali hamil. Dalam
penelitian
Marya
Sofa
(2009)
menyimpulkan bahwa paritas seseorang
dapat
mempengaruhi
ibu
dalam
pemberian susu formula. Dukungan
keluarga adalah sikap, tindakan dan
penerimaan
keluarga
terhadap
anggotanya. Menurut Roesli (2001),
menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu,
banyak kasus mengapa ibu sering tidak
berhasil menyusui anaknya,setelah
diamati
ternyata
keluarga
tidak
mendukung
usaha
ibu
untuk
memberikan ASI. Ketidak pedulian
suami akan ketenangan ibu dan bayi
akan membuat frustasi, akibatnya ibu
merasa sedih, binggung, kesal, marah,
kesedihan ibu akan menghambat kerja
hormon oksitosin sehingga proses
menyusui
terganggu.
Untuk
itu
diharapkan pengertian dan kerjasama
yang baik dari suami yaitu dengan
merasa dukungan dan kenyamanan ibu
dan anak.
Dukungan dari para profesional di
bidang kesehatan sangat diperlukan
bagi ibu terutama primipara. Pendidikan
tentang pentingnya menyusui sudah
harus diberikan sejak masa prenatal,
yang dilakukan oleh semua tenaga
kesehatan termasuk bidan. Kegagalan
pemberian
ASI
Eksklusif
bisa
disebabkan kurangnya dukungan dari
petugas kesehatan. Hambatan yang
sering terjadi dalam pelaksanaan
menyusui adalah sikap negatif dari
adanya dukungan sosial termasuk
keluarga. Di sebagian besar rumah sakit
sering memberikan minuman prelaktal
yaitu cairan yang diberikan sebelum ASI
keluar, minuman ini bisa berupa susu
formula, susu sapi,atau air gula.
Petugas kesehatan biasanya takut bayi
akan lapar atau kekurangan air pada
beberapa hari pertama karena dianggap
ASI masih sedikit. Hari pertama bukan
merupakan hari untuk nutrisi tetapi lebih
untuk
belajar
menyusui
dan
Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________
2
mempersiapkan ibu untuk memproduksi
ASI.
Penggunaan susu formula yang
makin marak disebabkan beberapa
faktor sebagai berikut :
a. Hubungan kerabat yang luas di
daerah pedesaan menjadi renggang
setelah keluarga pindah ke kota
sehingga pengaruh orang tua secara
perlahan mulai berkurang. Salah satu
tradisi yang mulai memudar adalah ibu
mulai meninggalkan ASI dan lebih
memilih memberikan susu formula.
b. Berbagai merek dagang susu formula
dianggap setara dengan ASI dan mudah
didapatkan oleh ibu membuatnya
beranggapan bahwa pemberian ASI dan
susu formula untuk bayi adalah sama
saja.
c. Meniru teman, tetangga, atau orang
terkemuka yang memberikan susu botol
Persepsi masyarakat mengenai gaya
hidup mewah membawa dampak
enurunnya kesediaan ibu menyusui,
bahkan terdapat pandangan bagi
kalangan tertentu bahwa susu formula
sangat cocok untuk bayi dan merupakan
nutrisi yang terbaik untuk bayi.
d. Meningkatnya promosi susu formula
sebagai pengganti ASI. Promosi susu
formula bertujuan membentuk persepsi
bahwa bayi akan sehat dan cerdas
apabila diberi susu formula.
e. Kenaikan tingkat partisipasi wanita
dan emansipasi dalam segala bidang
kerja. Para ibu sering keluar rumah, baik
karena bekerja maupun tugas-tugas
sosial sehingga susu formula dianggap
satu-satunya
jalan
keluar
dalam
pemberian makanan bagi bayi.
f. Merasa ketinggalan zaman jika
menyusui bayi. Adanya anggapan
bahwa memberikan susu formula
keoada bayi sebagai salah satu simbol
bagi kehidupan tingkat sosial yang lebih
tinggi,
terdidik,
dan
mengikuti
perkembangan zaman membuat ibu
enggan menyusui bayi mereka.
g. Takut kehilangan daya tarik sebagai
seorang wanita. Adanya anggapan para
ibu bahwa menyusui akan merusak
penampilan, bentuk payudara rusak
apabila menyusui dan kecantikannya
akan hilang.
h. Tekanan batin. Ada sebagian kecil ibu
mengalami tekanan batin di saat
menyusui bayinya sehingga dapat
mendesaknya
untuk
mengurangi
frekuensi dan lama menyusui bayinya,
bahkan tidak mau menyusui.
i. Faktor fisik ibu. Adakalanya pada
permulaan menyusui ibu merasa sakit
pada putingnya.
j.
Kurangnya
dukungan
petugas
kesehatan.
Masyarakat
kurang
mendapat penerangan atau dorongan
tentang manfaat pemberian ASI.
k. Pengaruh melahirkan di Rumah sakit
atau Klinik bersalin. Belum semua
petugas paramedik diberi pesan dan
cukup informasi agar menganjurkan
setiap ibu untuk menyusui bayinya, serta
adanya praktik yang keliru dengan
memberikan susu formula kepada bayi
baru lahir. Umumnya alasan ibu tidak
memberikan ASI Eksklusif meliputi rasa
takut yang tidak berdasar bahwa ASI
yang dihasilkan tidak cukup atau
memiliki mutu yang tidak baik,
keterlambatan memulai pemberian ASI
dan pembuangan kolostrum, teknik
pemberian ASI yang salah, serta
kepercayaan yang keliru bahwa bayi
haus dan memerlukan cairan tambahan.
Selain itu, kurangnya dukungan dari
pelayanan kesehatan dan keberadaan
pemasaran susu formula sebagai
pengganti ASI menjadi kendala untuk
memberikan ASI Ekslusif.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif. Desain penelitian yang
dipakai adalah Cross Secsional, yaitu
merupakan
rancangan
penelitian
dengan melakukan pengukuran atau
pengamatan pada saat bersamaan
(sekali waktu). Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh ibu yang mempunyai
bayi umur 0-6 bulan yang diberikan ASI
Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________
3
maupun susu formula, di wilayah kerja
Bd.
Sujilah,
AmdKeb
Kelurahan
Jatibarang,
Kecamatan
Mijen,
Semarang yang berjumlah 23 bayi.
Sampel dari penelitian ini adalah ibu
yang mempunyai bayi umur 0-6 bulan
yang diberikan ASI maupun susu
formula. Dari jumlah bayi umur 0-6 bulan
yang diberikan ASI maupun susu
formula.
Data primer adalah data yang
didapat secara langsung. Data ini
didapat
melalui
observasi
atau
pengamatan
langsung
dengan
pemberian
kuesioner
kepada
responden. Data sekunder adalah data
yang didapat melalui catatan yang
sudah ada. Data sekunder pada
penelitian ini berdasarkan data dari
wilayah kerja Bd. Sujilah, AmdKeb,
Kelurahan
Jatibarang,
Kecamatan
Puskesmas Mijen, Kecamatan Mijen,
Semarang pada bulan Juni - Desember
2012.
Alat ukur yang digunakan untuk
mengukur variabel adalah kuesioner
yang berupa lembar pertanyaan.
Proses analisa data dalam penelitian
ini dilakukan terhadap setiap variabel
penelitian. Analisa data ini akan
menghasilkan
suatu
distribusi
frekuensi dan persentase dari masingmasing variabel yang diteliti.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan responden
dengan jumlah anak (paritas) 1
sebanyak 12 responden (52.2%).
Pendidikan terakhir ibu menunjukkan 11
responden
(47.8%)
berpendidikan
SMP/MTS menunjukkan. Sebanyak 14
responden (60.9%) ibu tidak bekerja.
Tingkat pengetahuan responden tentang
ASI menunjukkan 18 responden (78.3%)
baik. Sebanyak 22 responden (95.65%)
setuju bahwa ASI tidak merepotkan dan
tidak membuang-buang waktu. Tingkat
pengetahuan responden tentang susu
formula menunjukkan 12 responden
(52.2%) cukup. Terdapat 4 responden
(17,4%) tidak bersedia mengisi jumlah
penghasilan keluarga dalam sebulan
dan 10 responden (43,5%) penghasilan
keluarga
dalam
sebulan
<Rp.1.209.100,-.
Sebanyak
15
responden
(65,2%)
menyatakan
keluarga
mendukung
ibu
dalam
pemberian susu formula. Sebanyak 23
responden (100%) menyatakan tenaga
kesehatan tidak mendukung dalam
pemberian susu formula. Sebanyak 10
responden (43.5%) memberikan ASI
dan sebanyak 13 responden (56.5%)
memberikan susu formula dan 8
responden (61.53%) alasan memberikan
susu formula karena bekerja.
Dari penelitian ini peneliti membuat
cross
tabulation
antara
pilihan
penggunaan ASI/ Susu formula dengan
variabel umur, paritas, pendidikan,
penghasilan, pekerjaan, pengetahuan.
Responden berumur 20-35 tahun
memlih memberikan ASI sebanyak 8
orang (80%). Hasil ini lebih kecil
jumlahnya daripada responden yang
memilih memberikan susu formula
sebanyak
12
orang
(92.30%).
Responden dengan jumlah anak 1
memilih memberikan ASI sebanyak 5
responden (50%), lebih kecil dari
responden yang memilih memberikan
susu formula sebanyak 7 orang
(53.84%).
Responden
yang
berpendidikan terakhir SMA/SMK/MA
memilih memberikan ASI sebanyak 2
orang (20%), lebih kecil dari responden
yang memilih memberikan susu formula
sebanyak 6 orang (46.15%). Responden
dengan status pekerjaan tidak bekerja
yang memilih memberikan ASI adalah
sebanyak 10 orang (100%), lebih besar
dari
responden
yang
memilih
memberikan susu formula sebanyak 4
orang (30.76%). Responden dengan
pengetahuan baik tentang ASI memilih
memberikan ASI sebanyak 9 responden
(90%), sama dengan responden yang
memberikan susu formula. Responden
dengan pengetahuan cukup tentang
susu formula memilih memberikan ASI
Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________
4
sebanyak 5 orang (50%), lebih kecil dari
responden yang memberikan susu
formula sebanyak 7 orang (53.84%).
Responden
dengan
penghasilan
keluarga
dalam
1
bulan
<Rp.
1.209.100,- memilih memberikan ASI
sebanyak 2 orang (20%), lebih kecil dari
dari
responden
yang
memilih
memberikan susu formula sebanyak 8
(61.53%).
Pembahasan
Hasil
penelitian
tersebut
20
responden berada pada usia reproduksi
sehat. Pada usia reproduksi sehat
diharapkan orang telah mampu untuk
memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi
dengan
tenang
secara
emosional, terutama dalam menghadapi
kehamilan, persalinan, nifas, dan
merawat bayinya nanti.
Menurut Perinansia (2004), seorang
ibu dengan bayi pertamanya mungkin
akan
mengalami
masalah
ketika
menyusui hanya karena tidak tahu caracara yang sebenarnya. Apabila ibu
mendengar ada pengalaman menyusui
yang dialami orang lain, hal ini juga
membuat ibu ragu untuk memberikan
ASI. Paritas akan mempengaruhi
pengalaman pemberian ASI eksklusif,
menyusui pada kelahiran sebelumnya,
kebiasaan menyusui keluarga, serta
pengetahuan tentang manfaat ASI
berpengaruh terhadap keputusan ibu
untuk menyusui atau tidak.
Tingkat pengetahuan yang rendah
mengakibatkan kurangnya pengetahuan
dalam penyelesaian masalah, terutama
pemberian ASI Eksklusif. Pekerjaan ibu
juga diperkirakan dapat mempengaruhi
pengetahuan dan kesempatan ibu
dalam memberikan ASI Eksklusif.
Menurut Depkes RI (1999) pengetahuan
responden yang bekerja lebih baik bila
dibandingkan dengan pengetahuan
responden yang tidak bekerja. Semua
ini disebabkan karena ibu yang bekerja
di luar rumah (sektor formal) memiliki
akses yang lebih baik terhadap berbagai
informasi,
termasuk
mendapatkan
informasi tentang pemberian ASI
Ekslusif.
Alasan sebagian besar keluarga
menyatakan
bahwa
lebih
baik
menggunakan susu formula dari pada
bayi menangis dan kekurangan minum.
Hal ini sesuai pada buku Indonesia
menyusui dalam Bab Program Prenatal
Untuk Keberhasilan Menyusi oleh
Noroyono Wibowo, bahwa hambatan
yang sering terjadi dalam pelaksanaan
menyusui adalah sikap negatif dari
adanya dukungan sosial termasuk
keluarga.(25) Selain itu, ditunjang pula
pada buku ASI atau Susu Formula Ya?
oleh Nur Khasanah bahwa pandangan
para suami yang merasa tidak nyaman
dengan kegiatan menyusui merupakan
alasan utama para ibu memilih
memberikan susu formula.
Dukungan dari para profesional di
bidang kesehatan sangat diperlukan
bagi ibu, terutama primipara. Pendidikan
tentang pentingnya menyusui sudah
harus diberikan sejak masa prenatal,
yang dilakukan oleh semua tenaga
kesehatan baik bidan. Sebanyak 23
responden (100%), menyatakan bahwa
tenaga kesehatan tidak mendukung
dalam pemberian susu formula. Tenaga
kesehatan sudah menyarankan untuk
memberikan ASI dengan cara diperah,
namun responden berpendapat dengan
pemberian ASI diperah, bayi akan
kekurangan ASI. Pada hasil penelitian
yang
dilakukan
peneliti,
tenaga
kesehatan sudah menyarankan untuk
ibu tetap memberikan ASI walaupun ibu
bekerja, namun responden menyatakan
bila bayi diberikan ASI dengan cara
diperah bayi akan kekurangan nutrisi,
sehingga responden memilih untuk
memberikan susu formula saja yang
mudah untuk diberikan tanpa menunggu
responden
(ibu)
pulang
bekerja.
Beberapa alasan adalah responden
bekerja sehingga pemberian ASI bagi
bayi akan berkurang yang akan
menyebabkan nutrisi bayi berkurang.
Alasan lain dalam pemilihan susu
Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________
5
formula adalah karena adanya kenaikan
tingkat
partisipasi
wanita
dan
emansipasi dalam segala bidang kerja.
Para ibu sering keluar rumah untuk
bekerja maupun melakukan tugas- tugas
sosial sehingga susu formula dianggap
satu- satunya jalan keluar dalam
pemberian makanan bagi bayi yang
ditinggalkan di rumah.
Setelah pengisian kuesioner bagi
responden selesai, peneliti memberikan
informasi tentang pemberian ASI bagi
ibu bekerja yaitu dengan cara memerah
ASI. Memerah ASI merupakan suatu
tindakan yang berguna dan penting
untuk memungkinkan seorang ibu untuk
tetap memberikan ASI walaupun
bekerja. Hasil pemberian informasi
tersebut
diterima
responden dan
sebenarnya responden tahu mengenai
adanya cara untuk pemberian ASI bagi
ibu bekerja yaitu dengan cara diperah.
Namun, responden menyatakan bahwa
ASI dari hasil perahan tidak sama
banyak dengan ASI yang langsung di
susukan pada bayi, selain itu menurut
responden bahwa bayi tidak cukup bila
hanya diberikan ASI.
Kesimpulan dari hasil tabulasi silang
antara
umur
dengen
keputusan
pemberian
susu
formula
lebih
menunjukkan bahwa umur seseorang
tidak
dapat
menentukan
tingkat
kematangan berfikir seseorang serta
dalam pengambilan keputusan yang
tepat, terutama keputusan terhadap
pemilihan penggunaan ASI/ susu
formula pada bayinya.
Dari hasil penelitian Andryanny
(2005), pengalaman yang diperoleh
dapat
memperluas
pengetahuan
seseorang dalam pemberian ASI. Hal ini
juga sesuai dengan hasil penelitian
dengan jumlah anak 3 sebanyak 3
responden lebih memilih memberikan
ASI pada bayinya. Mereka sudah
mempunyai
pengalaman
dalam
menyusui,
mereka
juga
tidak
terpengaruh terhadap adanya kemajuan
teknologi yang menganggap bahwa
memberikan ASI atau susu formula
sama saja. Pengalaman yang sudah
ada menjadikan responden lebih
memilih memberikan ASI.
Responden yang berpendidikan
tinggi menerima perubahan, perubahan
struktur masyarakat terhadap era
modern yang terjadi. Pergeseran
paradigma dipicu oleh tingginya tingkat
kebutuhan hidup dan meningkatkannya
pemahaman kaum wanita tentang
aktualisasi diri. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian yang menunjukkan
responden berpendidikan SMA/SMK/MA
sebanyak 6 orang (46.15%) dan
Akademi/PT sebanyak 1 orang (7.69%)
lebih memilih memberikan bayinya susu
formula. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh peneliti sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan Jumli,dkk
(2008) dengan jumlah responden
sebanyak 200 responden menunjukkan
bahwa responden yang berpendidikan
tinggi (42.7%) menggunakan susu
formula dan ibu yang berpendidikan
rendah (81.4%) tidak menggunakan
susu
formula.
Sehingga
dapat
disimpulkan bahwa, responden yang
berpendidikan
tinggi
menerima
perubahan,
mengikuti
perubahan
terhadap struktur masyarakat era
modern yang sebenarnya perubahan
yang diikuti adalah perubahan terhadap
sikap
yang
kurang
tepat
yaitu
memberikan susu formula pada bayinya.
Hasil penelitian menunjukkan 9
responden yang bekerja memilih
memberikan susu formula, responden
tahu adanya pelaksanaan program
pemberian
ASI
Eksklusif
namun
responden
beranggapan
dengan
pemberian ASI sedangkan ibu bekerja
tidak akan memenuhi kebutuhan nutrisi
bayi. Selain itu mereka beranggapan
kandungan nutrisi yang ada dalam susu
formula sama dengan kandungan nutrisi
dalam ASI.
Hasil
penelitian
menunjukkan
responden penghasilan keluarga dalam
1 bulan <Rp. 1.209.100,- sebanyak 8
responden lebih memilih memberikan
susu
formula.
Mereka
beralasan
Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________
6
walaupun penghasilan dalam keluarga
<Rp. 1.209.100,- tidak menjadi masalah
dalam memberikan bayinya susu
formula karena banyak harga susu
formula yang relatif terjangkau/ murah
namun kualitasnya bagus dan terjamin.
Hal yang menunjang lain adanya
promosi susu formula yang bertujuan
membentuk persepsi bahwa bayi akan
sehat dan cerdas apabila diberi susu
formula, kesan seolah–olah bayinya
tetap sehat dan montok dengan
diberikan susu formula. Padahal pada
kenyataannya ASI merupakan makanan
siap langsung diberikan kepadanya
tanpa harus melakukan penyiapan
khusus. Walaupun banyak produsen
susu yang harganya lebih terjangkau
atau bahkan murah bagi responden,
namun dengan memberikan ASI pada
bayi kebutuhan rumah tangga lain yang
lebih dibutuhkan akan dapat terpenuhi,
selain itu secanggih- canggihnya
produsen susu mengolah susu formula
dan menjadikannya mirip dengan ASI
tetap saja ASI adalah yang terbaik.
Kesimpulan
1. Sebanyak 23 orang, responden
yang memilih memberikan ASI
sebanyak 10 orang dan memilih
memberikan susu formula sebanyak
13 orang
2. Sebanyak 20 responden dengan
persentase 86.9% berumur 20-35
tahun
3. Rata- rata bayi responden adalah
berumur 2 bulan sebanyak 6
(26.1%), minimal bayi berumur 3
hari sebanyak 1 (4.3%) dan
maksimal bayi berumur 6 bulan
sebanyak 1 dengan persentase
4.3%
4. Sebanyak 12 responden dengan
persentase 52.2% jumlah anak 1
5. Sebanyak 11 responden dengan
persentase 47.8% berpendidikan
terakhir SMP/MTS
6. Sebanyak
14
orang
dengan
persentase 60.9% status pekerjaan
tidak bekerja
7. Sebanyak 18 responden dengan
persentase
78.3%
tingkat
pengetahuan tentang ASI adalah
baik, dan sebanyak 12 responden
52.2% tingkat pengetahuan tentang
susu formula adalah cukup
8. Sebanyak 10 responden dengan
persentase
43.5%
penghasilan
keluarga dalam 1 bulan adalah <Rp.
1.209.100,9. Sebanyak 15 responden dengan
persentase
65.2%
menyatakan
keluarga
mendukung
terhadap
pemberian susu formula pada bayi
10. Sebanyak 23 responden dengan
persentase
100%
menyatakan
tenaga kesehatan tidak mendukung
dalam pemberian susu formula
11. Alasan responden memberikan susu
formula, sebanyak 8 responden
(61.53%) adalah bekerja, sebanyak
2 responden (15.38%) karena
jumlah ASI yang keluar tidak
banyak, sebanyak 1 orang (7.69%)
karena manfaat susu formula
dengan ASI adalah sama, sebanyak
1 orang (7.69%) karena meniru
teman, dan sebanyak 1 orang
(7.69%) karena kandungan susu
formula sama dengan ASI
Saran
1. Bagi ibu dan keluarga yang
mempunyai bayi umur 0-6 bulan
diharapkan dapat memberikan ASI
Eksklusif
bagi
bayi
tanpa
menghiraukan adanya promosi susu
formula, pada ibu bekerja dapat
memberikan dengan cara memerah
ASI di tempat kerja dan keluarga
hendaknya
lebih
memberikan
dukungan pada ibu untuk menyusui
bayi secara eksklusif.
2. Bidan/ tenaga kesehatan diharapkan
dapat memberikan pelatihan tentang
mempersiapkan ASI dengan cara
diperah,
menyimpan,
serta
Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________
7
menyediakan untuk diberikan pada
bayi.
3. Peneliti
selanjutnya
diharapkan
dapat meneliti mengenai gambaran
tingkat pengetahuan ibu tentang ASI
dengan pelaksanaan pemberian ASI
eksklusif pada ibu bekerja.
Daftar Pustaka
1. Suryoprajogo
N.
Keajaiban
Menyusui.
Cetakan
1.
Jogjakarta:Keyword; 2009. h. 104-4.
2. Proverawati , Eni R. Kapita Selekta
ASI
dan
Menyusui.
Cetakan
1.Bantul: Nuha Medika; 2010. h. 123.
3. Chumbley Jane. 2003. Breastfeeding.
Di
terjemahkan
oleh
Susiati
Puspitasari dengan judul Menyusui.
Jakarta: Erlangga;2004. h. 10-2; 88.
4. Hidayanti L, Susilowati. Dampak
paparan iklan susu formula terhadap
cakupan pemberian ASI Eksklusif
(studi di wilayah Kelurahan Cipedes
Kecamatan
Kota
Tasikmalaya).
2010. [Diakses tanggal 12 Oktober
2012].
Didapat
dari:
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6
210327340_1693-9654.pdf
5. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah. Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah tahun 2011. [ Diakses
tanggal 9 oktober 2012]. Di dapat
dari
http://www.dinkesjatengprov.go.id/do
kumen/profil/profil2011/BAB%20IVI%202011.pdf . h. 58.
6. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah. Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah tahun 2006. [Diakses
tanggal 9 Oktober 2012]. Di dapat
dari
:http://www.depkes.go.id/download/p
rofil/prov%20jateng%202006.pdf . h.
52.
7. Anonymous. Cermat Pilih Susu
Formula. 2011. [Diakses tanggal 7
Oktober
2012].
Didapat
dari:http://www.ayahbunda.co.id/Arti
kel/Bayi/Tips/cermat.pilih.susu.formu
la/001/005/656/22/2
8. Mikail B, Asep C. 5 Penyebab
Rendahnya
Pemberian
ASI
Eksklusif. 8 Juni 2012. [Diakses
tanggal 9 Oktober 2012]. Didapat
dari:http://health.kompas.com/read/2
012/06/08/17055699/5.Penyebab.Re
ndahnya.Pemberian.ASI.Eksklusif
9. Departemen
Kesehatan.
Hasil
survey Enterobacter sakazakii pada
formula bayi yang beredar di
Indonesia. [Diakses tanggal 15
januari
2013].
Di
dapat
dari:http://www.depkes.go.id/index.p
hp/berita/pressrelease/1584-hasilsurvei-enterobacter-sakazakiipadaformula-bayi-yang-beredar-diindonesia.html
10. Astuti I. Gambaran faktor-faktor
pada bayi yang tidak memberikan
ASI Eksklusif pada bayi di bidan
praktik
swasta
Ny.
F
desa
Bangetayu Semarang. Semarang:
Akademi Panti Wilasa Semarang;
2006
11. Saleh
L.
Faktor-faktor
yang
menghambat praktik ASI Eksklusif
pada bayi usia 0-6 bulan (studi
kualitatif di desa Tridana Mulya, Kec.
Landono Kab. Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara). 2011. [Diakses
tanggal 12 Oktober 2012]. Didapat
dari
http://eprints.undip.ac.id/35946/1/42
4_La_Ode_Amal_Saleh_G2C30900
9.pdf
12. Anggraini Y. Asuhan Kebidanan
Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka
Rihama; 2010. h. 9-27.
13. Susilowati E. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan
Masa
Nifas.Semarang:Akademi
Kebidanan Panti Wilasa; 2010. h. 917.
14. Saleha S. Asuhan Kebidanan Pada
Masa Nifas. Jakarta: Salemba
Medika; 2009. h. 15-21.
15. Nugroho T. Asi dan Tumor
Payudara. Yogyakarta: Numed;
2011.h. 23-34.
Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________
8
16. Arini H. Mengapa Seorang Ibu Harus
Menyusui. Yogyakarta: Flashbooks;
2012. h. 26-68.
17. Proverawati A, Siti A. Buku Ajar Gizi
Untuk
Kebidanan:Yogyakarta:
Numed; 2009. h. 93-104.
18. Khasana N. Asi Atau Susu Formula
Ya?. Yogyakarta: Flashbooks;2011.
h. 185-230.
19. Notoatmodjo
S.
Kesehatan
Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta:
Rineka Cipta; 2007. h. 143-6.
20. Wawan, A, Dewi M. Teori dan
Pengukuran. Pengetahuan, Sikap,
dan Perilaku Manusia. Yogyakarta :
Nuha Medika; 2011.h 11-8
21. Safrudin, H. Kebidanan Komunitas.
Jakarta: EGC; 2009. h. 33
22. Anonymous.
Upah
Minimum
Penghasilan Jawa Tengah 2012.
[Diakses tanggal 10 Desember
2012].
Didapat
dari
:http://apindo.or.id/index.php/downlo
ad/category/3others?download=68%3Arekapitulas
i-ump-seluruhindonesia2012&start=20
23. Setiawan A, Saryono. Metodologi
penelitian kebidanan DIII, DIV,S1
dan S2. Yogyakarta: Nuha Medika;
2010. h. 127-8.
24. Suradi,
R,
dkk.
Indonesia
Menyusui.Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2010. h. 1-9, 17987, 249- 313
25. Saryono.
Metodologi
penelitian
kesehatan. Yogyakarta : Mitra
Cendikia; 2009. h. 85.
Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________
9
Download