GAMBARAN FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMBERIAN SUSU FORMULA PADA BAYI UMUR 0 – 6 BULAN (STUDI DI WILAYAH KERJA Bd. SUJILAH, AmdKeb, KEL. JATIBARANG, KEC. MIJEN, SEMARANG) Wiwit Pawitra Sari M. Arie Wuryanto, SKM, M.Kes Hanna Yuanita D.S., MMID Abstract Background : Exclusive breastfeeding is given during 6 month without any additional liquid or food. Formulated milk is one of the obstacles in breastfeeding. Make the incessant marketing of breast milk substitute makes mother does not believe in the greatness of breast milk so they choose to use formulated milk. Aim(s): To know the description of factors that affect mother’s in providing formulated milk in the 0-6 months age infant. The case study at mrs. sujilah, amdkeb of village jatibarang, mijen sub district, semarang regency. Method : This was a descriptive study with cross-sectional design. Population in this study were mothers with infant aged 0-6 month who get formulated milk at Mrs. Sujilah, AmdKeb, Jatibarang Village, Mijen Sub district, Semarang Regency by using total sampling. Data processing includes editing, coding, entry, tabulating Result : The results showed as many as 10 people gave breastfeed, as many as 13 people gave formula. A total of 20 people (86.9%) aged 20-35 old years, as many as 12 respondents (52.2%) had parity 1, as many as 11 respondents (47.8%) were last educated is SMP / MTS, as many as 14 people (60.9%) did not work, total of 18 respondents (78.3%) level had good of knowledge milk, as many as 12 respondents (52.2%) level of knowledge about the formula milk is quite, as many as 10 respondents (43.5%) earned < Rp. 1.209.100,- , as many as 15 respondents (65.2%) family support for formula feeding, as many as 23 respondents (100%) said that health officials do not support the implementation of formula feeding, and 8 respondents (61.53%) to give formulated milk because it works Conclusion : The reasons why mother decision to give formulated milk in infants aged 0-6 months were they worked, amount of milk not too much, the same benefit of breast milk and formulated milk, like as a friend, the same content of breast milk and formula milk Keywords : Breast milk, formulated milk Reference : 25 references (2003-2013) Kerangka Pemikiran Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. Distribusi, iklan dan promosi susu formula meningkat tidak hanya di televisi, radio, dan surat kabar, melainkan juga sudah dipromosikan di tempat – tempat praktik swasta dan klinik kesehatan. Dari berbagai pemantauan LSM, iklan susu formula di berbagai media massa sangat berpotensi merusak pemahaman ibu tentang perlunya ASI bagi bayi. Iklan tersebut akan mempengaruhi persepsi yang keliru tentang susu formula dan Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________ 1 ASI. Ibu-ibu hanya memahami dan menangkap informasi yang sepenggalpenggal dari penyajian iklan yang singkat. Promosi susu formula ini bertujuan membentuk persepsi bahwa bayi akan sehat dan cerdas apabila diberi susu formula. Pada kenyataannya, kesan kepraktisan dan kemudahan di dalam penyiapan susu formula tidak sederhana jika dibandingkan dengan menyusui bayi. Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi. Hampir segala sesuatu yang dilakukannya bahkan apa yang dipikirkan bertalian dengan orang lain dan dipelajari dari lingkungan sosial budaya. Salah satu tradisi yang mulai memudar adalah ibu mulai meninggalkan ASI dan memilih memberikan susu formula. Persepsi masyarakat bahwa susu formula sangat cocok untuk bayi dan merupakan nutrisi terbaik. Pengaruh yang paling menonjol karena adanya tuntutan gaya hidup (gengsi). Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru Negara Barat mendesak mereka untuk memilih memberikan susu formula. Padahal, sebenarnya di Negara Barat penggunaan susu formula sudah dibatasi sehingga mereka mulai beralih kembali memberikan ASI kepada bayi mereka. Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami masalah ketika menyusui yang sebetulnya hanya karena tidak tahu cara-cara yang sebenarnya dan apabila ibu mendengar ada pengalaman menyusui yang kurang baik yang dialami orang lain, hal ini memungkinkan ibu ragu untuk memberikan ASI pada bayinya. Paritas dalam menyusui adalah pengalaman pemberian ASI Eksklusif, menyusui pada kelahiran anak sebelumnya, kebiasaan menyusui dalam keluarga, serta tentang manfaat ASI berpengaruh terhadap keputusan ibu untuk menyusui atau tidak. Dukungan dokter, bidan, atau petugas kesehatan lainnya juga kerabat dekat sangat dibutuhkan terutama untuk ibu yang pertama kali hamil. Dalam penelitian Marya Sofa (2009) menyimpulkan bahwa paritas seseorang dapat mempengaruhi ibu dalam pemberian susu formula. Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Menurut Roesli (2001), menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu, banyak kasus mengapa ibu sering tidak berhasil menyusui anaknya,setelah diamati ternyata keluarga tidak mendukung usaha ibu untuk memberikan ASI. Ketidak pedulian suami akan ketenangan ibu dan bayi akan membuat frustasi, akibatnya ibu merasa sedih, binggung, kesal, marah, kesedihan ibu akan menghambat kerja hormon oksitosin sehingga proses menyusui terganggu. Untuk itu diharapkan pengertian dan kerjasama yang baik dari suami yaitu dengan merasa dukungan dan kenyamanan ibu dan anak. Dukungan dari para profesional di bidang kesehatan sangat diperlukan bagi ibu terutama primipara. Pendidikan tentang pentingnya menyusui sudah harus diberikan sejak masa prenatal, yang dilakukan oleh semua tenaga kesehatan termasuk bidan. Kegagalan pemberian ASI Eksklusif bisa disebabkan kurangnya dukungan dari petugas kesehatan. Hambatan yang sering terjadi dalam pelaksanaan menyusui adalah sikap negatif dari adanya dukungan sosial termasuk keluarga. Di sebagian besar rumah sakit sering memberikan minuman prelaktal yaitu cairan yang diberikan sebelum ASI keluar, minuman ini bisa berupa susu formula, susu sapi,atau air gula. Petugas kesehatan biasanya takut bayi akan lapar atau kekurangan air pada beberapa hari pertama karena dianggap ASI masih sedikit. Hari pertama bukan merupakan hari untuk nutrisi tetapi lebih untuk belajar menyusui dan Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________ 2 mempersiapkan ibu untuk memproduksi ASI. Penggunaan susu formula yang makin marak disebabkan beberapa faktor sebagai berikut : a. Hubungan kerabat yang luas di daerah pedesaan menjadi renggang setelah keluarga pindah ke kota sehingga pengaruh orang tua secara perlahan mulai berkurang. Salah satu tradisi yang mulai memudar adalah ibu mulai meninggalkan ASI dan lebih memilih memberikan susu formula. b. Berbagai merek dagang susu formula dianggap setara dengan ASI dan mudah didapatkan oleh ibu membuatnya beranggapan bahwa pemberian ASI dan susu formula untuk bayi adalah sama saja. c. Meniru teman, tetangga, atau orang terkemuka yang memberikan susu botol Persepsi masyarakat mengenai gaya hidup mewah membawa dampak enurunnya kesediaan ibu menyusui, bahkan terdapat pandangan bagi kalangan tertentu bahwa susu formula sangat cocok untuk bayi dan merupakan nutrisi yang terbaik untuk bayi. d. Meningkatnya promosi susu formula sebagai pengganti ASI. Promosi susu formula bertujuan membentuk persepsi bahwa bayi akan sehat dan cerdas apabila diberi susu formula. e. Kenaikan tingkat partisipasi wanita dan emansipasi dalam segala bidang kerja. Para ibu sering keluar rumah, baik karena bekerja maupun tugas-tugas sosial sehingga susu formula dianggap satu-satunya jalan keluar dalam pemberian makanan bagi bayi. f. Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayi. Adanya anggapan bahwa memberikan susu formula keoada bayi sebagai salah satu simbol bagi kehidupan tingkat sosial yang lebih tinggi, terdidik, dan mengikuti perkembangan zaman membuat ibu enggan menyusui bayi mereka. g. Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita. Adanya anggapan para ibu bahwa menyusui akan merusak penampilan, bentuk payudara rusak apabila menyusui dan kecantikannya akan hilang. h. Tekanan batin. Ada sebagian kecil ibu mengalami tekanan batin di saat menyusui bayinya sehingga dapat mendesaknya untuk mengurangi frekuensi dan lama menyusui bayinya, bahkan tidak mau menyusui. i. Faktor fisik ibu. Adakalanya pada permulaan menyusui ibu merasa sakit pada putingnya. j. Kurangnya dukungan petugas kesehatan. Masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI. k. Pengaruh melahirkan di Rumah sakit atau Klinik bersalin. Belum semua petugas paramedik diberi pesan dan cukup informasi agar menganjurkan setiap ibu untuk menyusui bayinya, serta adanya praktik yang keliru dengan memberikan susu formula kepada bayi baru lahir. Umumnya alasan ibu tidak memberikan ASI Eksklusif meliputi rasa takut yang tidak berdasar bahwa ASI yang dihasilkan tidak cukup atau memiliki mutu yang tidak baik, keterlambatan memulai pemberian ASI dan pembuangan kolostrum, teknik pemberian ASI yang salah, serta kepercayaan yang keliru bahwa bayi haus dan memerlukan cairan tambahan. Selain itu, kurangnya dukungan dari pelayanan kesehatan dan keberadaan pemasaran susu formula sebagai pengganti ASI menjadi kendala untuk memberikan ASI Ekslusif. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Desain penelitian yang dipakai adalah Cross Secsional, yaitu merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi umur 0-6 bulan yang diberikan ASI Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________ 3 maupun susu formula, di wilayah kerja Bd. Sujilah, AmdKeb Kelurahan Jatibarang, Kecamatan Mijen, Semarang yang berjumlah 23 bayi. Sampel dari penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi umur 0-6 bulan yang diberikan ASI maupun susu formula. Dari jumlah bayi umur 0-6 bulan yang diberikan ASI maupun susu formula. Data primer adalah data yang didapat secara langsung. Data ini didapat melalui observasi atau pengamatan langsung dengan pemberian kuesioner kepada responden. Data sekunder adalah data yang didapat melalui catatan yang sudah ada. Data sekunder pada penelitian ini berdasarkan data dari wilayah kerja Bd. Sujilah, AmdKeb, Kelurahan Jatibarang, Kecamatan Puskesmas Mijen, Kecamatan Mijen, Semarang pada bulan Juni - Desember 2012. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel adalah kuesioner yang berupa lembar pertanyaan. Proses analisa data dalam penelitian ini dilakukan terhadap setiap variabel penelitian. Analisa data ini akan menghasilkan suatu distribusi frekuensi dan persentase dari masingmasing variabel yang diteliti. Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan responden dengan jumlah anak (paritas) 1 sebanyak 12 responden (52.2%). Pendidikan terakhir ibu menunjukkan 11 responden (47.8%) berpendidikan SMP/MTS menunjukkan. Sebanyak 14 responden (60.9%) ibu tidak bekerja. Tingkat pengetahuan responden tentang ASI menunjukkan 18 responden (78.3%) baik. Sebanyak 22 responden (95.65%) setuju bahwa ASI tidak merepotkan dan tidak membuang-buang waktu. Tingkat pengetahuan responden tentang susu formula menunjukkan 12 responden (52.2%) cukup. Terdapat 4 responden (17,4%) tidak bersedia mengisi jumlah penghasilan keluarga dalam sebulan dan 10 responden (43,5%) penghasilan keluarga dalam sebulan <Rp.1.209.100,-. Sebanyak 15 responden (65,2%) menyatakan keluarga mendukung ibu dalam pemberian susu formula. Sebanyak 23 responden (100%) menyatakan tenaga kesehatan tidak mendukung dalam pemberian susu formula. Sebanyak 10 responden (43.5%) memberikan ASI dan sebanyak 13 responden (56.5%) memberikan susu formula dan 8 responden (61.53%) alasan memberikan susu formula karena bekerja. Dari penelitian ini peneliti membuat cross tabulation antara pilihan penggunaan ASI/ Susu formula dengan variabel umur, paritas, pendidikan, penghasilan, pekerjaan, pengetahuan. Responden berumur 20-35 tahun memlih memberikan ASI sebanyak 8 orang (80%). Hasil ini lebih kecil jumlahnya daripada responden yang memilih memberikan susu formula sebanyak 12 orang (92.30%). Responden dengan jumlah anak 1 memilih memberikan ASI sebanyak 5 responden (50%), lebih kecil dari responden yang memilih memberikan susu formula sebanyak 7 orang (53.84%). Responden yang berpendidikan terakhir SMA/SMK/MA memilih memberikan ASI sebanyak 2 orang (20%), lebih kecil dari responden yang memilih memberikan susu formula sebanyak 6 orang (46.15%). Responden dengan status pekerjaan tidak bekerja yang memilih memberikan ASI adalah sebanyak 10 orang (100%), lebih besar dari responden yang memilih memberikan susu formula sebanyak 4 orang (30.76%). Responden dengan pengetahuan baik tentang ASI memilih memberikan ASI sebanyak 9 responden (90%), sama dengan responden yang memberikan susu formula. Responden dengan pengetahuan cukup tentang susu formula memilih memberikan ASI Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________ 4 sebanyak 5 orang (50%), lebih kecil dari responden yang memberikan susu formula sebanyak 7 orang (53.84%). Responden dengan penghasilan keluarga dalam 1 bulan <Rp. 1.209.100,- memilih memberikan ASI sebanyak 2 orang (20%), lebih kecil dari dari responden yang memilih memberikan susu formula sebanyak 8 (61.53%). Pembahasan Hasil penelitian tersebut 20 responden berada pada usia reproduksi sehat. Pada usia reproduksi sehat diharapkan orang telah mampu untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan tenang secara emosional, terutama dalam menghadapi kehamilan, persalinan, nifas, dan merawat bayinya nanti. Menurut Perinansia (2004), seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami masalah ketika menyusui hanya karena tidak tahu caracara yang sebenarnya. Apabila ibu mendengar ada pengalaman menyusui yang dialami orang lain, hal ini juga membuat ibu ragu untuk memberikan ASI. Paritas akan mempengaruhi pengalaman pemberian ASI eksklusif, menyusui pada kelahiran sebelumnya, kebiasaan menyusui keluarga, serta pengetahuan tentang manfaat ASI berpengaruh terhadap keputusan ibu untuk menyusui atau tidak. Tingkat pengetahuan yang rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan dalam penyelesaian masalah, terutama pemberian ASI Eksklusif. Pekerjaan ibu juga diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesempatan ibu dalam memberikan ASI Eksklusif. Menurut Depkes RI (1999) pengetahuan responden yang bekerja lebih baik bila dibandingkan dengan pengetahuan responden yang tidak bekerja. Semua ini disebabkan karena ibu yang bekerja di luar rumah (sektor formal) memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi, termasuk mendapatkan informasi tentang pemberian ASI Ekslusif. Alasan sebagian besar keluarga menyatakan bahwa lebih baik menggunakan susu formula dari pada bayi menangis dan kekurangan minum. Hal ini sesuai pada buku Indonesia menyusui dalam Bab Program Prenatal Untuk Keberhasilan Menyusi oleh Noroyono Wibowo, bahwa hambatan yang sering terjadi dalam pelaksanaan menyusui adalah sikap negatif dari adanya dukungan sosial termasuk keluarga.(25) Selain itu, ditunjang pula pada buku ASI atau Susu Formula Ya? oleh Nur Khasanah bahwa pandangan para suami yang merasa tidak nyaman dengan kegiatan menyusui merupakan alasan utama para ibu memilih memberikan susu formula. Dukungan dari para profesional di bidang kesehatan sangat diperlukan bagi ibu, terutama primipara. Pendidikan tentang pentingnya menyusui sudah harus diberikan sejak masa prenatal, yang dilakukan oleh semua tenaga kesehatan baik bidan. Sebanyak 23 responden (100%), menyatakan bahwa tenaga kesehatan tidak mendukung dalam pemberian susu formula. Tenaga kesehatan sudah menyarankan untuk memberikan ASI dengan cara diperah, namun responden berpendapat dengan pemberian ASI diperah, bayi akan kekurangan ASI. Pada hasil penelitian yang dilakukan peneliti, tenaga kesehatan sudah menyarankan untuk ibu tetap memberikan ASI walaupun ibu bekerja, namun responden menyatakan bila bayi diberikan ASI dengan cara diperah bayi akan kekurangan nutrisi, sehingga responden memilih untuk memberikan susu formula saja yang mudah untuk diberikan tanpa menunggu responden (ibu) pulang bekerja. Beberapa alasan adalah responden bekerja sehingga pemberian ASI bagi bayi akan berkurang yang akan menyebabkan nutrisi bayi berkurang. Alasan lain dalam pemilihan susu Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________ 5 formula adalah karena adanya kenaikan tingkat partisipasi wanita dan emansipasi dalam segala bidang kerja. Para ibu sering keluar rumah untuk bekerja maupun melakukan tugas- tugas sosial sehingga susu formula dianggap satu- satunya jalan keluar dalam pemberian makanan bagi bayi yang ditinggalkan di rumah. Setelah pengisian kuesioner bagi responden selesai, peneliti memberikan informasi tentang pemberian ASI bagi ibu bekerja yaitu dengan cara memerah ASI. Memerah ASI merupakan suatu tindakan yang berguna dan penting untuk memungkinkan seorang ibu untuk tetap memberikan ASI walaupun bekerja. Hasil pemberian informasi tersebut diterima responden dan sebenarnya responden tahu mengenai adanya cara untuk pemberian ASI bagi ibu bekerja yaitu dengan cara diperah. Namun, responden menyatakan bahwa ASI dari hasil perahan tidak sama banyak dengan ASI yang langsung di susukan pada bayi, selain itu menurut responden bahwa bayi tidak cukup bila hanya diberikan ASI. Kesimpulan dari hasil tabulasi silang antara umur dengen keputusan pemberian susu formula lebih menunjukkan bahwa umur seseorang tidak dapat menentukan tingkat kematangan berfikir seseorang serta dalam pengambilan keputusan yang tepat, terutama keputusan terhadap pemilihan penggunaan ASI/ susu formula pada bayinya. Dari hasil penelitian Andryanny (2005), pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang dalam pemberian ASI. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian dengan jumlah anak 3 sebanyak 3 responden lebih memilih memberikan ASI pada bayinya. Mereka sudah mempunyai pengalaman dalam menyusui, mereka juga tidak terpengaruh terhadap adanya kemajuan teknologi yang menganggap bahwa memberikan ASI atau susu formula sama saja. Pengalaman yang sudah ada menjadikan responden lebih memilih memberikan ASI. Responden yang berpendidikan tinggi menerima perubahan, perubahan struktur masyarakat terhadap era modern yang terjadi. Pergeseran paradigma dipicu oleh tingginya tingkat kebutuhan hidup dan meningkatkannya pemahaman kaum wanita tentang aktualisasi diri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan responden berpendidikan SMA/SMK/MA sebanyak 6 orang (46.15%) dan Akademi/PT sebanyak 1 orang (7.69%) lebih memilih memberikan bayinya susu formula. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Jumli,dkk (2008) dengan jumlah responden sebanyak 200 responden menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan tinggi (42.7%) menggunakan susu formula dan ibu yang berpendidikan rendah (81.4%) tidak menggunakan susu formula. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, responden yang berpendidikan tinggi menerima perubahan, mengikuti perubahan terhadap struktur masyarakat era modern yang sebenarnya perubahan yang diikuti adalah perubahan terhadap sikap yang kurang tepat yaitu memberikan susu formula pada bayinya. Hasil penelitian menunjukkan 9 responden yang bekerja memilih memberikan susu formula, responden tahu adanya pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif namun responden beranggapan dengan pemberian ASI sedangkan ibu bekerja tidak akan memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Selain itu mereka beranggapan kandungan nutrisi yang ada dalam susu formula sama dengan kandungan nutrisi dalam ASI. Hasil penelitian menunjukkan responden penghasilan keluarga dalam 1 bulan <Rp. 1.209.100,- sebanyak 8 responden lebih memilih memberikan susu formula. Mereka beralasan Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________ 6 walaupun penghasilan dalam keluarga <Rp. 1.209.100,- tidak menjadi masalah dalam memberikan bayinya susu formula karena banyak harga susu formula yang relatif terjangkau/ murah namun kualitasnya bagus dan terjamin. Hal yang menunjang lain adanya promosi susu formula yang bertujuan membentuk persepsi bahwa bayi akan sehat dan cerdas apabila diberi susu formula, kesan seolah–olah bayinya tetap sehat dan montok dengan diberikan susu formula. Padahal pada kenyataannya ASI merupakan makanan siap langsung diberikan kepadanya tanpa harus melakukan penyiapan khusus. Walaupun banyak produsen susu yang harganya lebih terjangkau atau bahkan murah bagi responden, namun dengan memberikan ASI pada bayi kebutuhan rumah tangga lain yang lebih dibutuhkan akan dapat terpenuhi, selain itu secanggih- canggihnya produsen susu mengolah susu formula dan menjadikannya mirip dengan ASI tetap saja ASI adalah yang terbaik. Kesimpulan 1. Sebanyak 23 orang, responden yang memilih memberikan ASI sebanyak 10 orang dan memilih memberikan susu formula sebanyak 13 orang 2. Sebanyak 20 responden dengan persentase 86.9% berumur 20-35 tahun 3. Rata- rata bayi responden adalah berumur 2 bulan sebanyak 6 (26.1%), minimal bayi berumur 3 hari sebanyak 1 (4.3%) dan maksimal bayi berumur 6 bulan sebanyak 1 dengan persentase 4.3% 4. Sebanyak 12 responden dengan persentase 52.2% jumlah anak 1 5. Sebanyak 11 responden dengan persentase 47.8% berpendidikan terakhir SMP/MTS 6. Sebanyak 14 orang dengan persentase 60.9% status pekerjaan tidak bekerja 7. Sebanyak 18 responden dengan persentase 78.3% tingkat pengetahuan tentang ASI adalah baik, dan sebanyak 12 responden 52.2% tingkat pengetahuan tentang susu formula adalah cukup 8. Sebanyak 10 responden dengan persentase 43.5% penghasilan keluarga dalam 1 bulan adalah <Rp. 1.209.100,9. Sebanyak 15 responden dengan persentase 65.2% menyatakan keluarga mendukung terhadap pemberian susu formula pada bayi 10. Sebanyak 23 responden dengan persentase 100% menyatakan tenaga kesehatan tidak mendukung dalam pemberian susu formula 11. Alasan responden memberikan susu formula, sebanyak 8 responden (61.53%) adalah bekerja, sebanyak 2 responden (15.38%) karena jumlah ASI yang keluar tidak banyak, sebanyak 1 orang (7.69%) karena manfaat susu formula dengan ASI adalah sama, sebanyak 1 orang (7.69%) karena meniru teman, dan sebanyak 1 orang (7.69%) karena kandungan susu formula sama dengan ASI Saran 1. Bagi ibu dan keluarga yang mempunyai bayi umur 0-6 bulan diharapkan dapat memberikan ASI Eksklusif bagi bayi tanpa menghiraukan adanya promosi susu formula, pada ibu bekerja dapat memberikan dengan cara memerah ASI di tempat kerja dan keluarga hendaknya lebih memberikan dukungan pada ibu untuk menyusui bayi secara eksklusif. 2. Bidan/ tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan pelatihan tentang mempersiapkan ASI dengan cara diperah, menyimpan, serta Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________ 7 menyediakan untuk diberikan pada bayi. 3. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti mengenai gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang ASI dengan pelaksanaan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja. Daftar Pustaka 1. Suryoprajogo N. Keajaiban Menyusui. Cetakan 1. Jogjakarta:Keyword; 2009. h. 104-4. 2. Proverawati , Eni R. Kapita Selekta ASI dan Menyusui. Cetakan 1.Bantul: Nuha Medika; 2010. h. 123. 3. Chumbley Jane. 2003. Breastfeeding. Di terjemahkan oleh Susiati Puspitasari dengan judul Menyusui. Jakarta: Erlangga;2004. h. 10-2; 88. 4. Hidayanti L, Susilowati. Dampak paparan iklan susu formula terhadap cakupan pemberian ASI Eksklusif (studi di wilayah Kelurahan Cipedes Kecamatan Kota Tasikmalaya). 2010. [Diakses tanggal 12 Oktober 2012]. Didapat dari: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6 210327340_1693-9654.pdf 5. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011. [ Diakses tanggal 9 oktober 2012]. Di dapat dari http://www.dinkesjatengprov.go.id/do kumen/profil/profil2011/BAB%20IVI%202011.pdf . h. 58. 6. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2006. [Diakses tanggal 9 Oktober 2012]. Di dapat dari :http://www.depkes.go.id/download/p rofil/prov%20jateng%202006.pdf . h. 52. 7. Anonymous. Cermat Pilih Susu Formula. 2011. [Diakses tanggal 7 Oktober 2012]. Didapat dari:http://www.ayahbunda.co.id/Arti kel/Bayi/Tips/cermat.pilih.susu.formu la/001/005/656/22/2 8. Mikail B, Asep C. 5 Penyebab Rendahnya Pemberian ASI Eksklusif. 8 Juni 2012. [Diakses tanggal 9 Oktober 2012]. Didapat dari:http://health.kompas.com/read/2 012/06/08/17055699/5.Penyebab.Re ndahnya.Pemberian.ASI.Eksklusif 9. Departemen Kesehatan. Hasil survey Enterobacter sakazakii pada formula bayi yang beredar di Indonesia. [Diakses tanggal 15 januari 2013]. Di dapat dari:http://www.depkes.go.id/index.p hp/berita/pressrelease/1584-hasilsurvei-enterobacter-sakazakiipadaformula-bayi-yang-beredar-diindonesia.html 10. Astuti I. Gambaran faktor-faktor pada bayi yang tidak memberikan ASI Eksklusif pada bayi di bidan praktik swasta Ny. F desa Bangetayu Semarang. Semarang: Akademi Panti Wilasa Semarang; 2006 11. Saleh L. Faktor-faktor yang menghambat praktik ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan (studi kualitatif di desa Tridana Mulya, Kec. Landono Kab. Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara). 2011. [Diakses tanggal 12 Oktober 2012]. Didapat dari http://eprints.undip.ac.id/35946/1/42 4_La_Ode_Amal_Saleh_G2C30900 9.pdf 12. Anggraini Y. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka Rihama; 2010. h. 9-27. 13. Susilowati E. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa Nifas.Semarang:Akademi Kebidanan Panti Wilasa; 2010. h. 917. 14. Saleha S. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika; 2009. h. 15-21. 15. Nugroho T. Asi dan Tumor Payudara. Yogyakarta: Numed; 2011.h. 23-34. Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________ 8 16. Arini H. Mengapa Seorang Ibu Harus Menyusui. Yogyakarta: Flashbooks; 2012. h. 26-68. 17. Proverawati A, Siti A. Buku Ajar Gizi Untuk Kebidanan:Yogyakarta: Numed; 2009. h. 93-104. 18. Khasana N. Asi Atau Susu Formula Ya?. Yogyakarta: Flashbooks;2011. h. 185-230. 19. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta; 2007. h. 143-6. 20. Wawan, A, Dewi M. Teori dan Pengukuran. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika; 2011.h 11-8 21. Safrudin, H. Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC; 2009. h. 33 22. Anonymous. Upah Minimum Penghasilan Jawa Tengah 2012. [Diakses tanggal 10 Desember 2012]. Didapat dari :http://apindo.or.id/index.php/downlo ad/category/3others?download=68%3Arekapitulas i-ump-seluruhindonesia2012&start=20 23. Setiawan A, Saryono. Metodologi penelitian kebidanan DIII, DIV,S1 dan S2. Yogyakarta: Nuha Medika; 2010. h. 127-8. 24. Suradi, R, dkk. Indonesia Menyusui.Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 1-9, 17987, 249- 313 25. Saryono. Metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia; 2009. h. 85. Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________ 9