Learning Cycle

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran IPA
Hakikat ilmu pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang
mempelajari tentang fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di alam.
IPA merupakan pengetahuan yang ilmiah, yaitu pengetahuan yang
diperoleh secara ilmiah. Proses pembelajaran IPA menekankan pada
pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi
agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah, Usman
Samatowa (2006).
Sains adalah sistem pengetahuan tentang alam semesta yang
diperoleh melalui pengumpulan data dengan observasi dan eksperimen
terkontrol yang di dalamnya memuat proses, produk, dan sikap manusia
(Carin dan Sund, 1989).
Karakteristik kajian Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai
pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan
eksperimen, pengamatan dan deduksi untuk menghasilkan suatu
penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Dalam belajar
IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi peserta
didik dengan teori melalui eksperimen dengan menggunakan metode
ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana
bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya,
serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam
kehidupan
sehari-hari,
yang
didasarkan
pada
metode
ilmiah.
Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam
sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal ini akan
membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam. Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat tersebut
dinamakan dengan keterampilan proses penyelidikan atau “inquiry skills”
6
7
yang meliputi mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan
pertanyaan, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen untuk
menjawab pertanyaan, mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis
data, menerapkan ide pada situasi baru, menggunakan peralatan
sederhana serta mengkomunikasikan informasi dalam berbagai cara,
yaitu
dengan
gambar,
lisan,
tulisan,
dan
sebagainya.
Melalui
keterampilan proses dikembangkan sikap dan nilai yang meliputi rasa
ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli
terhadap lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja
sama dengan orang lain.
2.1.2 Hasil Belajar IPA
Belajar pada hakekatnya tersirat dalam tujuan pembelajaran. Hasil
belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran
(Nana Sudjana, 1989: 28). Pendapat ini sejalan dengan teori belajar di
sekolah (Theory of School Learning) yang mengatakan ada tiga variabel
utama dalam teori belajar di sekolah, yakni karakteristik individu;
kualitas pengajaran; dan hasil belajar siswa (Bloom, 1976: 21).
Nawawi (1981:100) mengemukakan pengertian hasil belajar
sebagai keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di
sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari hasil tes
mengenai sejumlah pelajaran tertentu.
Selanjutnya Nawawi (1981:127) membedakan hasil belajar
menjadi tiga macam yaitu:
1) Hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecakapan
di dalam melakukan atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di
dalamnya keterampilan menggunakan alat,
2) Hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan
tentang apa yang dikerjakan, dan
3) Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.
8
Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi
sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam kawasan (domain)
kognitif, afektif dan psikomotor, beserta tingkatan aspek-aspeknya.
Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan
akumulatif, mengarah kepada kesempurnaan, misalnya dari tidak mampu
menjadi mampu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, baik mencakup
aspek pengetahuan (cognitive domain), aspek afektif (affective domain)
maupun aspek psikomotorik (psychomotoric domain). Ranah kognitif
berkaitan dengan tujuan-tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan
kemampuan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Ranah
afektif berkaitan dengan tujuan-tujuan yang berhubungan dengan
perasaan, emosi, nilai, dan sikap yang menunjukkan penerimaan atau
penolakan terhadap sesuatu. Ranah psikomotorik berkaitan dengan
keterampilan motorik, manipulasi bahan atau objek. Hasil belajar dalam
ranah kognitif tersebut secara rinci mencakup kemampuan mengingat
dan memecahkan masalah berdasarkan apa yang telah dipelajari siswa.
Yang artinya mencakup keterampilan intelektual yang merupakan salah
satu tugas dari kegiatan pendidikan, meliputi pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Dari pendapat-pendapat di atas, pengertian hasil belajar dalam
penelitian ini hanya dibatasi pada ranah kognitif menurut kategori Bloom
meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis yang
ditekankan pada aspek pengetahuan dan pemahaman yang sesuai dengan
tingkat perkembangan siswa sebagai subyek penelitian.
Besarnya hasil belajar dapat diketahui melalui pengukuran.
Pengukuran diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk
memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda
(Wardani Naniek Sulistya, 2012: 47). Pengukuran terhadap hasil belajar
dilakukan dengan menggunakan alat ukur atau instrumen. Menurut
Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012:49) teknik pengukuran dibedakan
menjadi 2 yaitu teknik tes dan non tes.
9
1.
Teknik tes
Secara sederhana tes dapat diartikan sebagai himpunan
pertanyaan yang harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus
dipilih/ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh
peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari
peserta tes.
Berikut ini adalah teknik tes yang dikemukakan oleh Wardani
Naniek Sulistya (2012:144-145) sebagai berikut:
a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan
1). Tes tertulis
Tes tertulis adalah tes yang soalnya harus dijawab
peserta didik dengan memberikan jawaban tertulis. Jenis tes
tertulis secara umum dikelompokkan menjadi dua yaitu:

Tes objektif, ada yang pilihan ganda, jawaban singkat
atau isian, benar salah, dan bentuk menjodohkan.

Tes uraian, yang terbagi atas tes uraian objektif
(penskorannya dapat dilakukan secara objektif) dan tes
uraian non-objektif (penskorannya sulit dilakukan secara
objektif).
2). Tes lisan
Tes lisan adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan
dengan mengadakan tanya jawab secara langsung antara
pendidik dan peserta didik, dengan tujuan untuk melakukan
pengukuran atau menentukan skor. Tes lisan tidak sama
dengan pembelajaran yang melakukan tanya-jawab. Tes lisan
memiliki kelebihan:

Dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang
dimiliki peserta didik, sikap, serta kepribadiannya karena
dilakukan secara berhadapan langsung.

Bagi peserta didik yang kemampuan berfikirnya relatif
lambat, tes bentuk ini dapat menolong sebab peserta didik
10
dapat menanyakan langsung kejelasan pertanyaan yang
dimaksud.

Hasil tes dapat langsung dapat diketahui peserta didik.
Adapun kelemahan tes lisan adalah:

Subjektivitas pendidik sering mencemari hasil tes.

Waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup lama.
3) Tes perbuatan
Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan
dalam bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya
dinyatakan dengan perbuatan atau unjuk kerja. Penilaian tes
perbuatan dilakukan sejak peserta didik melakukan persiapan,
melaksanakan tugas, sampai dengan hasil yang dicapainya.
Untuk tes perbuatan umumnya diperlukan sebuah format
pengamatan, agar pendidik dapat menulis angka-angka yang
diperolehnya pada tempat yang sudah disediakan. Bentuk
formatnya dapat disesuaikan menurut keperluan. Untuk tes
perbuatan yang bersifat individual, sebaiknya menggunakan
format pengamatan individual. Begitu pula yang dilakukan
secara kelompok.
b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya
1) Tes esei (essay-type test)
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa
mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah
dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk
tulisan.
2) Tes jawaban pendek
Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika
peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam
bentuk esei, tetapi memberikan jawaban-jawaban pendek,
dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas
maupun angka-angka.
11
3) Tes objektif
Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi
diperlukan untuk menjawab tes yang telah tersedia. Oleh
karenanya sering pula disebut dengan istilah tes pilihan
jawaban (selected response test).
2.
Non Tes
Teknik non tes sangat penting dalam pada ranah afektif dan
psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada
aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes menurut
Wardani Naniek Sulistya (2012:73-74) yaitu:
a.
Unjuk kerja
Unjuk kerja adalah suatu pengukuran yang dilakukan
melalui pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan
sesuatu berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara,
berpidato, membaca puisi, dan berdiskusi; kemampuan peserta
didik dalam memecahkan masalah dalam kelompok; partisipasi
peserta didik dalam diskusi, dan keterampilan mengoperasikan
suatu alat.
b.
Penugasan
Penugasan adalah penilaian yang berbentuk pemberian
tugas yang mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus
selesai dalam waktu tertentu. Penyelidikan tersebut dilaksanakan
secara
bertahap
yakni
perencanaan,
pengumpulan
data,
pengolahan data, dan penyajian data. Penilaian penugasan ini
bermanfaat untuk menilai ketrampilan menyelidiki secara
umum, pemahaman dan pengetahuan dalam bidang tertentu,
kemampuan
mengaplikasi
pengetahuan
dalam
suatu
penyelidikan, dan kemampuan menginformasikan subjek secara
jelas.
12
c.
Tugas individu
Tugas
individu
adalah
penilaian
yang
berbentuk
pemberian tugas kepada peserta didik yang dilakukan secara
individu. Tugas ini dapat diberikan pada waktu-waktu tertentu
dalam bentuk seperti pembuatan kliping, pembuatan makalah
dan yang sejenisnya. Tingkat berfikir yang terlibat pada peserta
didik
menerapkan
(apply),
menganalisis
(analyses),
mengevaluasi (evaluate), dan membuat (create).
d.
Tugas kelompok
Tugas kelompok sama dengan tugas individu, namun
dikerjakan secara kelompok. Tugas ini diberikan untuk menilai
kompetensi kerja kelampok. Bentuk instrumen yang digunakan
salah satunya adalah tertulis dengan menjawab uraian secara
bebas dengan tingkat berfikir tinggi yaitu aplikasi sampai
evaluasi.
e.
Laporan
Laporan adalah bentuk penilaian yang berbentuk laporan
atas tugas atau pekerjaan yang diberikan seperti laporan diskusi,
laporan
kerja
praktik,
laporan
praktikum
dan
laporan
pemantapan praktik lapangan (PPL).
f.
Responsi atau ujian praktik
Merupakan suatu penilaian yang dipakai untuk mata
pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya. Ujian responsi dapat
dilakukan pada awal praktik atau setelah melakukan praktik.
Ujian yang dilakukan sebelum praktik bertujuan untuk
mengetahui
kesiapan
peserta
didik
melakukan
praktik,
sedangkan ujian yang dilakukan setelah praktik tujuannya untuk
mengetahui kompetensi dasar praktik yang telah dan belum
dicapai peserta didik.
13
g.
Portofolio
Merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada
kumpulan
informasi
yang
menunjukkan
perkembangan
kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi
tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses
pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didik, contohcontoh hasil pekerjaan sehari-hari dan hasil observasi guru.
Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta
didik sendiri dapat menilai perkembangan peserta didik dan
dapat terus melakukan perbaikan.
Hasil dari pengukuran pencapaian KD dipergunakan sebagai dasar
penilaian atau evaluasi. Menurut BSNP (2007:9) penilaian adalah
serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan
data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang
bermakna dalam pengambilan keputusan. Wardani Naniek Sulistya, dkk,
(2010:2.8) menjelaskan bahwa evaluasi itu merupakan proses untuk
memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara
membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria
tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran
tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan
setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses
atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal) atau batas keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat
pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai
patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah
ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan
Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK),
sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan
dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut
14
dengan Penilaian Acuan Norma atau Penilaian Acuan Relatif
(PAN/PAR).
Fungsi penilaian menurut Depdiknas (dalam Wardani Naniek
Sulistya, dkk 2012:5) adalah untuk :
1. Menggambarkan tingkat penguasaan kompetensi peserta didik.
2. Membantu peserta didik memilih program atau jurusan, atau untuk
mengembangkan kepribadian.
3. Menemukan kesulitan belajar dan mengembangkan prestasi peserta
didik serta sebagai alat diaknosis bagi guru.
4. Sebagai
upaya
guru
untuk
menemukan
kelemahan
proses
pembelajaran yang dilakukan ataupun yang sedang berlangsung.
5. Sebagai kontrol bagi guru dan semua pemangku kepentingan (stake
holder) pendidikan tentang gambaran kemajuan perkembangan proses
dan hasil belajar peserta didik.
2.1.3 Model Siklus Belajar (Learning Cycle)
Model pembelajaran yang dilandasi konstruktivis yaitu model
siklus belajar (learning cycle), merupakan salah satu model pembelajaran
yang
berpusat
pada
pebelajar
(student
centered)
yang
harus
dikedepankan, karena dapat menciptakan kesempatan untuk memberikan
pengalaman fisik, interaksi sosial dan regulasi sendiri pada siswa
(Nuryani dalam Sutarno, 2003: 156).
Siklus Belajar (learning cycle) adalah suatu kerangka konseptual
yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran
yang berpusat pada pebelajar (student centered). Siklus belajar
merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi
sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensikompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan
berperan aktif. (Dasna, 2005:32).
Siklus belajar ( learning cycle ) merupakan model pembelajaran
yang berorientasi pada teori Piaget dan teori pembelajaran kognitif serta
15
aplikasi model pembelajaran konstruktivis. Model ini dikembangkan oleh
Robert Karplus dan koleganya dalam rangka memperbaiki kurikulum
sains SCIS ( Science Curriculum Improvement Study) dengan tahapantahapannya : exploration, invention dan discovery, namun kemudian
dikembangkan oleh Charles R. Barman dengan tahapan-tahapannya :
exploration phase, concept introduction, dan concept application.
Selanjutnya model ini kemudian dikembangkan lagi dan dewasa ini lebih
dikenal dengan model siklus belajar sains 4E (4E science learning cycle),
dengan
tahapan-tahapan:
exploration
phase,
explanation
phase,
expansion phase, evaluation phase (Carin 1993:87).
Menurut Lawson (1989) dalam Bybee (1996:205) siklus belajar
adalah satu cara berpikir dan bertindak yang cocok untuk siswa belajar.
Penggunaan siklus belajar (learning cycle) memberikan kesempatan bagi
siswa untuk mengungkapkan pengetahuan sebelumnya dan kesempatan
untuk menyanggah, mendebat gagasan - gagasan mereka, proses ini
menghasilkan ketidakseimbangan kognitif, sehingga mengembangkan
tingkat penalaran yang lebih tinggi, dan merupakan suatu pendekatan
yang baik untuk pembelajaran sains.
Fase-fase siklus belajar sains (the science learning cycle) dengan
penjelasan fase-fasenya sebagai berikut :
1.
Exploration (penyelidikan)
Pada fase eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk melakukan
penjelajahan atau eksplorasi secara bebas. Kegiatan ini memberi
siswa pengalaman fisik dan interaksi sosial dengan teman dan
gurunya. Pengalaman ini mendorong terjadinya asimilasi, dan
menyebabkan siswa bertanya tentang konsep tertentu yang tidak
sesuai dengan
konsepsi awal mereka.
Koflik
kognitif
ini
diakomodasi melalui proses ekuilibrasi dan kemudian diasimilasikan
ke dalam struktur kognitif.
16
2.
Explanation (pengenalan)
Pada fase ini para siswa kurang terpusat dan ditunjukkan untuk
mengembangkan mental. Tujuan dari fase ini guru membantu para
siswa memperkenalkan konsep sederhana, jelas dan langsung yang
berkaitan dengan fase sebelumnya, dengan berbagai strategi para
siswa disini harus terfokus pada pokok penemuan konsep-konsep
yang mendasar secara kooperatif di bawah bimbingan guru (guru
sebagai fasilitator) mengajukan konsep-konsep itu secara sederhana,
jelas dan langsung.
2.
Expansion (perluasan)
Pada fase ini siswa mencoba menggunakan konsep yang telah
dikuasai untuk memecahkan masalah dalam situasi yang berbeda.
Dalam hal ini guru menyiapkan masalah-masalah yang dapat
dipecahkan berdasarkan konsep yang telah diperoleh siswa pada fase
sebelumnya.( Nuryani Rustaman dkk, 2011).
3.
Evaluation (evaluasi)
Evaluasi dapat berlangsung pada setiap fase pembelajaran. Aspek
yang dievaluasi pada fase ini adalah pengetahuan atau keterampilan,
aplikasi konsep, dan perubahan proses berpikir siswa. Fase evaluasi
juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menilai cara
belajarnya, mengevaluasi kemajuan belajar dan proses pembelajaran.
Evaluasi dapat dilakukan secara tertulis pada akhir pembelajaran
atau
secara
berlangsung.
lisan
berupa
pertanyaan
selama
pembelajaran
17
Gambar 2.1
Fase-Fase Siklus Belajar (Learning Cycle) 4E
Dengan adanya model siklus belajar (learning cycle) 4E dapat
menciptakan kesempatan untuk memberikan pengalaman fisik, interaksi
sosial dan regulasi sendiri pada siswa. Dengan kata lain guru dapat
menciptakan pengalaman-pengalaman belajar yang mengintegrasikan ketiga
tahap yang berperan dalam proses pembentukan konsep. Tahap eksplorasi
memberikan pengalaman fisik dan interaksi sosial yang dapat mendorong
siswa untuk bertanya tentang pemikiran mereka sendiri. Pengalaman fisik
juga akan membantu menumbuhkan gagasan-gagasan baru dan membimbing
siswa untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang
muncul dari tahap eksplorasi dan pengenalan konsep. Selanjutnya tahap
penerapan konsep, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
penerapan konsep sendiri dalam konteks yang baru.
2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
Utaminingsih, dkk melakukan penelitian dengan judul” Implementasi
Pembelajaran Konstruktivis Model siklus Belajar untuk Meningkatkan
Keterampilan Proses Sains dan Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA-4
SMAN 8 Malang Tahun Ajaran 2007-2008” yang menghasilkan kesimpulan
18
sebagai berikut:
1) Setelah diterapkan pembelajaran konstruktivis model siklus belajar,
keterampilan proses sains siswa kelas XI IPA-4 SMAN 8 Malang
mengalami peningkatan.
2) Peningkatan prestasi belajar fisika siswa kelas XI IPA-4 SMAN 8 Malang
3,06 poin pada siklus I dan 3,48 poin pada siklus II, dengan peningkatan
setelah diterapkan pembelajaran konstruktivis model siklus belajar adalah
sebesar persentase jumlah siswa yang tuntas belajar dari 8,8% pada siklus
I menjadi 45,5% di akhir siklus II.
Kurniawan. A (2009) melakukan penelitian dengan judul “Penerapan
Pembelajaran Model Siklus Belajar (Learning Cycle) untuk Meningkatkan
Keterampilan Proses Ilmiah dan Prestasi Belajar IPA Siswa di Kelas X
SMKN 4 Malang pada Materi Ekosistem” yang menghasilkan kesimpulan
sebagai berikut:
1) Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran model
siklus belajar (learning cycle) dapat meningkatkan keterampilan proses
ilmiah dan prestasi belajar IPA siswa di kelas X SMKN 4 Malang.
2) Peningkatan
keterampilan
proses
ilmiah
siswa
didasarkan
pada
meningkatnya jumlah siswa yang memiliki keterampilan proses dengan
kriteria baik (B) dari siklus I ke siklus II di mana pada siklus I sebanyak 11
siswa (28,95%) dan pada siklus II sebanyak 22 siswa (57,89%).
3) Meningkatnya prestasi belajar IPA siswa berdasarkan pada peningkatan
jumlah siswa yang tuntas belajar dan rata-rata skor prestasi belajar dari
siklus I ke siklus II di mana pada siklus I siswa yang tuntas belajar
sebanyak 31 siswa (81,57%) dengan rata-rata skor prestasi belajar sebesar
72,61 dan pada siklus II sebanyak 37 siswa (97,37%) dengan rata-rata skor
prestasi belajar sebesar 77,20.
Penelitian yang dilakukan oleh Kartimi dan Ibnu Fajar Dzulfikar (2010)
tentang
Penerapan
Model
Siklus
Belajar
(Learning
Cycle)
untuk
Meningkatkan Pemahaman Siswa Mengenai Konsep Gaya Magnet di Kelas V
19
(Penelitian Tindakan Kelas di SD Negeri 1 Cigobangwangi Kecamatan
Pasaleman Kabupaten Cirebon) menyimpulkan:
1) Pembelajaran IPA mengenai gaya magnet dengan menggunakan model
siklus belajar (learning cycle) dapat meningkatkan minat belajar siswa, hal
ini ditunjukkan dengan respon positif siswa dalam pembelajaran yaitu rasa
senang, antusias, semangat dan bekerja sama dalam melakukan aktivitas.
2) Hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA mengenai gaya magnet
dengan menggunakan model siklus belajar (learning cycle) mengalami
peningkatan pada setiap siklusnya. Untuk nilai tes hasil belajar siswa
sebelum tindakan memperoleh nilai rata-rata kelas adalah 4,86, kemudian
setelah diberikan tindakan pada siklus I nilai rata-rata kelas meningkat
menjadi 6,67. Pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 6,73 dan
pada siklus III atau akhir pembelajaran setelah dilakukannya tindakan nilai
rata-rata kelas juga meningkat menjadi 7,00. Begitu pula jumlah siswa
yang memperoleh nilai antara 6 sampai dengan 10 selalu meningkat pada
setiap siklus. Dimana siswa yang mendapat nilai antara 6 - 10 sebelum
diberi tindakan adalah sebanyak 6 siswa atau 40 %. Kemudian setelah
diberi tindakan pada siklus I meningkat menjadi 7 siswa atau 47 %, pada
siklus II meningkat menjadi 9 siswa atau 61 % dan diakhir pembelajaran
pada siklus III setelah dilakukannya tindakan meningkat pula menjadi 13
siswa atau 42 %.
3) Kelebihan pada pembelajaran IPA mengenai gaya magnet dengan
menggunakan model siklus belajar (learning cycle) dapat membuat siswa
untuk terlibat aktif, khususnya pada tahap eksplorasi yaitu pada kegiatan
kelompok dalam menemukan konsep yang dipelajari dan melatih siswa
berpikir kritis dan kreatif. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran IPA
mengenai gaya magnet dengan menggunakan model siklus belajar
(learning cycle) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.
20
2.3 Kerangka Pikir
Dalam PBM IPA di kelas VI SD Negeri Dukuh 04, Kecamatan
Sidomukti, Kota Salatiga tahun pelajaran 2013/ 2014 hasil belajar yang
diperoleh siswa kurang memuaskan, yaitu nilai ulangan harian siswa yang
mendapat nilai < 70 dari 14 siswa sebanyak 8 siswa. Dalam pembelajaran,
siswa tidak terlibat dan pasif, sementara guru tidak memperhatikan dengan
kondisi ini, sehingga pembelajaran yang dilakukan adalah konvensional
dengan berpusat pada guru dan menggunakan metode ceramah.
Penelitian dilakukan melalui model siklus belajar (learning cycle) 4E
dalam pembelajaran IPA kelas VI KD 7.1 “menyajikan informasi tentang
perpindahan dan perubahan energi listrik”, sehingga diharapkan dapat
membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran
IPA. Penjelasan secara rinci disampaikan melalui gambar 2.2 di bawah ini:
Pembelajaran konvesional (ceramah)
Model siklus belajar (learning cycle) 4E
Exploration
Lembar Observasi Keaktifan
Explanation
Lembar Observasi Keaktifan
Expansion
Lembar Observasi Keaktifan
Skor Non Tes
Evaluation
Skor Tes
Hasil Belajar Siswa
Gambar 2.2.
Skema Peningkatan Hasil Belajar IPA
melalui Model Siklus Belajar (learningcycle) 4E
21
2.4 Hipotesis Tindakan
Hipotesis penelitian yang diajukan adalah peningkatan hasil belajar IPA
dengan KD “menyajikan informasi tentang perpindahan dan perubahan energi
listrik” dapat diupayakan melalui model siklus belajar (learning cycle) 4E
siswa kelas VI SD N Dukuh 04 Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga tahun
pelajaran 2013/ 2014.
Download