24 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK

advertisement
24
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA,
PERJANJIAN DAN PENGADAAN BARAN DAN JASA
2.1 Pengertian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan perusahaan publik yang
memberi sumbangan bagi perkembangan ekonomi/pendapatan negara, perintis
kegiatan usaha dan penunjang kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan
pembangunan.Selain itu, BUMN juga merupakan alat untuk memupuk
keuntungan.BUMN dalam hal ini terdiri dari beberapa bentuk seperti Persero,
Perjan dan Perum.1 Dengan demikian fungsi dan peranan BUMN ini sangat besar
dalam menjaga stabilitas ekonomi negara dan dapat mempengaruhi kebijakan
pemerintah termasuk lingkungan politik negara.
Badan Usaha Milik Negara atau BUMN merupakan suatu unit usaha
yang sebagian besar atau seluruh modal berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan serta membuat suatu produk atau jasa yang sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat.BUMN juga sebagai salah satu sumber penerimaan keuangan
negara yang nilainya cukup besar.Status pegawai badan usaha-badan usaha tersebut
adalah pegawai negeri.
Dalam penelitian ini akan lebih khusus meneliti keadaan pengadaan
barang dan jasa pada PT. Pengembangan Pariwisata Bali (Persero). PT.
1
Juajir Sumardi, 2012, Hukum perusahaan transnasional dan franchise, Arus Timur,
Makasar. hal. 78
24
25
Pengembangan Pariwisata Bali (Persero).adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara
yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 tahun
1972 tentang Penanaman Modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian
perusahaan perseroan (Persero) Pengembangan pariwisata Bali, dan Peraturan
Pemerintah lainnya yang mengatur Tambahan Penyertaan Modal Negara di BTDC
serta Akta Notaris Soeleman Ardjasasmita Nomor 33 tanggal 12 November 1973
yang telah dimuat dalam Tambahan Berita Negara RI tanggal 30 Agustus 1974 No.
70 dan keseluruhan Anggaran Dasarnya telah mengalami beberapa kali perubahan
terakhir dengan akta nomor 52 Tanggal 14 Agustus 2008 Notaris Evi Susanti
Panjaitan, SH, dan telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM RI
dengan Keputusan No. AHU-09785.AH.01.02 Tahun 2009 tanggal 27 Maret
2009.BTDC didirikan dengan maksud dan tujuan untuk melakukan usaha dibidang
pariwisata, serta optimalisasi aset untuk menghasilkan barang dan/atau jasa yang
bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan/mengejar keuntungan
guna meningkatkan nilai Perseroan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan
Terbatas.
Usaha pokok yang dilaksanakan BTDC adalah sebagai berikut :
a. Mengelola, merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah untuk
keperluan daerah pariwisata.
b. Menyerahkan dan menyewakan bagian-bagian tanah kepada pihak ketiga
untuk membangun sarana pariwisata.
c. Membangun, membeli, menjual, dan mengelola property termasuk jasa
pengelolaan taman dan keamanan;
26
d. Jasa konsultasi dibidang pengembangan pariwisata, manajemen property,
manajemen pengelolaan, -penyewaan, pemeliharaan, perawatan, serta
penyediaan fasilitas penunjang lainnya;
e. Merencanakan, membangun, dan mengembangkan jasa-jasa -prasarana dan
fasilitas-fasilitas umum lainnya meliputi pengelolaan limbah dan irigasi.
2.1.1 Dasar Hukum BUMN
Sebagai Badan Usaha Milik Negara tentunya pendirian dari PT.
Pengembangan Pariwisata Bali (Persero)/BTDC ini memiliki dasar hukum yang
kuat.Selain
dari
dasar
pendirian
yang
telah
disebutkan
pada
bagian
sebelumnya.Juga memperhatikan dan mempertimbangkan ketentuan peraturan dan
perundangan yang telah ada sebelumnya, serta keberadaan PT. Pengembangan
Pariwisata Bali (Persero)/BTDC juga mengikuti perkembangan atas perubahan
peraturan perundangan tentang BUMN. Berdasarkan PP No. 45 tahun 2005,BUMN
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
negara melalui penyertaansecara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan.
Berikut ini adalah dasar hukum dari Badan Usaha Milik Negara :
1. Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
2. Undang -undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
4. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
27
5. Peraturan pemerintah Nomor 45 tahun 2005 tentang Pendirian,
Pengurusan,Pengawasan, dan Pembubaran BUMN
2.1.2 Bentuk BUMN
Ada beberapa bentuk BUMN yang ada di Indonesia berikut adalah
bentuk bentuk BUMN yang pernah ada di Indonesia :
1. Perjan adalah bentuk badan usaha milik negara yang seluruh
modalnya dimiliki oleh pemerintah.Perjan ini berorientasi pelayanan
pada masyarakat, Sehingga selalu merugi.Sekarang sudah tidak ada
perusahaan BUMN yang menggunakan model perjan karena
besarnya biaya untuk memelihara perjan-perjan tersebut. Contoh
Perjan: PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) kini berganti menjadi
PT.KAI.
2. Perusahaan umum atau disingkat perum adalah perusahaan unit
bisnis negara yang seluruh modal dan kepemilikan dikuasai oleh
pemerintah dengan tujuan untuk memberikan penyediaan barang dan
jasa publik yang baik demi melayani masyarakat umum serta
mengejar keuntungan atau profit oriented,berdasarkan prinsip
pengolahan
perusahaan.
Perum
adalah
perjan
yang
sudah
diubah.Sama seperti Perjan, perum di kelola oleh negara dengan
status pegawainya sebagai Pegawai Negeri. Namun perusahaan
masih merugi meskipun status Perjan diubah menjadi Perum,
sehingga pemerintah terpaksa menjual sebagian saham Perum
tersebut kepada publik (go public) dan statusnya diubah menjadi
28
persero. Contoh perum / perusahaan umum yakni : Perum Peruri /
PNRI (Percetakan Negara RI), Perum Perhutani, Perum Damri,
Perum Pegadaian, dll.
3. Persero adalah salah satu Badan Usaha yang dikelola oleh Negara
atau Daerah.Berbeda dengan Perum atau Perjan, tujuan didirikannya
Persero yang pertama adalah mencari keuntungan dan yang kedua
memberi pelayanan kepada umum.Modal pendiriannya berasal
sebagian atau seluruhnya dari kekayaan negara yang dipisahkan
berupa saham-saham.Bentuk persero semacam itu tentu saja tidak
jauh berbeda sifatnya dengan perseroan terbatas / PT swasta yakni
sama-sama mengejar keuntungan yang setinggi-tingginya / sebesarbesarnya.Saham kepemilikan Persero sebagaian besar atau setara
51% harus dikuasai oleh pemerintah. Karena Persero diharapakan
dapat memperoleh laba yang besar, maka otomatis persero dituntut
untuk dapat memberikan produk barang maupun jasa yang terbaik
agar produk output yang dihasilkan tetap laku dan terus-menerus
mencetak keuntungan.Persero dipimpin oleh direksi, Sedangkan
pegawainya berstatus sebagai pegawai swasta. Badan usaha ditulis
PT <nama perusahaan > (Persero). Perusahaan ini tidak memperoleh
fasilitas Negara.
29
2.2 Perjanjian
2.2.1 Pengertian perjanjian
Perjanjian merupakan kesepakatan antara dua orang atau dua pihak,
mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek dari perjanjian. Kesepakatan itu timbul
karena adanya kepentingan dari masing-masing pihak yang saling membutuhkan.
Perjanjian juga dapat disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju
untuk melakukan sesuatu. Menurut Subekti, kata sepakat berarti suatu persesuaian
paham dan kehendak antara dua pihak. Berdasarkan pengertian kata sepakat
tersebut berarti apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh
pihak yang lain, meskipun tidak sejurusan tetapi secara timbal balik kedua
kehendak itu bertemu satu sama lain.2
Pengertian perjanjian menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
berbunyi “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
dengan mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Rumusan yang
diberikan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut merupakan pengertian yang
tidak sempurna dan kurang memuaskan, karena terdapat beberapa kelemahan.
Menurut Abdulkadir perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana
dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam
lapangan harta kekayaan. Uraian tersebut memberikan makna bahwa perjanjian
selalu merupakan perbuatan hukum persegi dua atau jamak, untuk itu diperlukan
2
Subekti, 1990 Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,hal.26.
30
kata sepakat para pihak. Ada beberapa pakar atau ahli hukum lain yang memberikan
definisi yang berbeda pada perjanjian.
Selanjutnya pengertian perjanjian menurut Handri Raharjo disebutkan
bahwa :
Suatu hubungan hukum dibidang harta kekayaan yang didasari kata
sepakat antara subjek hukum yang satu dengan yang lain, dan diantara mereka (para
pihak/subjek hukum) saling mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu
berhak atas prestasi dan subjek hukum yang lain berkewajiban melaksanakan
prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati para pihak tersebut
serta menimbulkan akibat hukum3
Dalam perjanjian khususnya perjanjian Jual Beli dalam hal ini khususnya
pengadaaan barang dan jasa pada BUMN juga memiliki kebijakan tentang
kebijakan ganda dalam pasar dimana pembeli yang berbeda didalam resikonya.
Dalam penyelidikan ciri khas dari keseimbangan perjanjian dapat menunjukkan
bahwa pembeli tidak berbeda dengan pembeliyang lain meskipun pembeli lainnya
memilih penjual yang paling dominan. Serta, pembayaran kembali menjadi salah
satu pertimbangan jika terjadi permasalahan dalam proses transaksinya atau barang
dan jasa yang disediakan tidak sesuai dengan yang ditawarkan sebelumnya.
Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat
yangtelah ditentukan oleh undang-undang, sehingga mempunyai kekuatan hukum
yang mengikat. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata terdiri dari empat syarat yaitu:
a. Adanya kata sepakat mereka yang mengikat diri;
3
Opcit, Handri Raharjo, hal. 42
31
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal.
Sepakat yaitu kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang
mengadakan perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui antara pihakpihak.
Jadi kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya
perjanjian.4
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian adalah kewenangan untuk
melakukan perbuatanperbuatan hukum sendiri. Perbedaan antara kewenangan
hukum dengan kecakapan berbuat adalah bila kewenangan hukum maka subyek
hukum dalam hal sedangkan pada kecakapan berbuat subjek hukumnya aktif, dan
yang termasuk cakap di sini adalah orang dewasa, sehat akal pikrnya, tidak dilarang
oleh Undang-undang.
Suatu hal tertentu di sini berbicara tentang objek perjanjian. Objek
perjanjian yang dapat dikategorikan dalam Pasal 1332 s/d 1334 KUH Perdata, yaitu
yang pertama objek yang akanada (kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis
dan dapat dihitung. Yang kedua adalah objek yang dapat diperdagangkan (barangbarang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek
perjanjian).
4
Satrio, 1999, Hukum perikatan, perikatan pada umumnya, Alumni, hal. 54
32
Suatu sebab yang halal yang memiliki maksud antara lain, sebab adalah
isiperjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian dan
halaladalah tidak bertentangan dengan Undang-undang, kesusilaan, dan
ketertibanumum.
2.2.2 Syarat sahnya perjanjian
Dalam penelitian ini akan dibahas lebih lanjut tentang perjanjian pada
pengadaan barang dan jasa, dimana perjanjian dalam pengadaan barang dan jasa ini
berbentuk perjanjian jual beli dan perjanjian sewa.
Jual - beli menurut bahasa artinya pertukaran atau saling menukar.
Sedangkan menurut pengertian fikih, jual beli adalah menukar suatu barang dengan
barang yang lain dengan rukun dan syarat tertentu. Jual beli juga dapat diartikan
menukar uang dengan barang yang diinginkan sesuai dengan rukun dan syarat
tertentu.Setelah jual beli dilakukan secara sah, barang yang dijual menjadi milik
pembeli sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai pengganti harga barang,
menjadi milik penjual.
Pengertian jual beli menurut KUHPerdata Pasal 1457 adalah suatu
perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan
suatu benda dan pihak lain membayar harga yang telah dijanjikan. Dalam hukum
barat, jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak pada saat mereka
mencapai kata sepakat mengenai harga yang diperjualbelikan sesuai dengan
rumusan Pasal 1458: “jual-beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak,
seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut
33
dan harganya meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum
dibayar”
Dalam Pasal 1458 KUHPerdata ditemukan pengertian bahwa jual beli
adalah suatu perjanjian konsensuil dimana secara sederhana dapat dikatakan bahwa
pada dasarnya setiap penerimaan yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan
penerimaan, baik yang dilakukan secara lisan maupun yang dibuat dalam bentuk
tertulis menunjukkan saat lahirnya perjanjian.
Menurut Pasal 1457 KUHPerdata merumuskan jual beli sebagai :
“suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah
dijanjikan” menunjukkan bahwa suatu perbuatan jual beli adalah merupakan pula
suatu perjanjian yang bertimbal balik.
Namun hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada
pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613, dan 616
KUHPerdata (Pasal 1459 KUHPerdata) yaitu penyerahan benda bergerak terkecuali
benda yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata atas benda itu
atau atas nama pemilik dengan penyerahkan kunci-kunci dari bangunan, dalam
mana kebendaan itu berada, penyerahan tersebut harus dibuatkan akta autentik.
Dalam perjanjian Jual Beli yang dimaksud dengan para pihak adalah
Penjual dan Pembeli. Pada Pasal 1458 KUHPerdata, pada prinsipnya penjual
memiliki kewajiban:
34
1. Memelihara dan merawat kebendaan yang akan diserahkan kepada pembeli
hingga saat penyerahannya.
2. Menyerahkan kebendaan yang dijual pada saat yang telah ditentukan atau
jika tidak telah ditentukan saatnya atas pemintaan pembeli.
3. Menanggung kebendaan yang dijual tersebut.
Menurut Pasal 1460 : “ Jika kebendaan yang dijual itu berupa barang
yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian adalah atas
tanggungan pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan penjual
berhak menuntut harganya”
Menurut Pasal 1461 : “ Jika barang – barang tidak dijual menurut
tumpukan, tetapi menurut berat, jumlah dan ukuran, maka barang – barang itu tetap
atas tanggungan penjual hingga barang- barang ditimbang, dihitung atau diukur”
Dan ditentukan pula dalam Pasal 1462 : “ jika sebaliknya barang-barang dijual
menurut tumpukan, maka barang – barang itu adalah atas tanggungan pembeli,
meskipun belum ditimbang, dihitung atau diukur”
Menurut Pasal 1513 kewajiban utama pembeli adalah membayar harga
pembelian pada waktu dan tempat sebagaimana yang ditetapkan menurut
persetujuan. Selanjutnya jika pada saat jual beli disepakati tidak telah ditetapkan
waktu dan tempat pembayarannya, Pasal 1514 menentukan bahwa jika pada waktu
membuat persetujuan tidak ditetapkan tentang itu maka pembeli harus membayar
di tempat dan pada waktu di mana penyerahan harus dilakukan.
35
Rumusan Pasal 1517 KUHPerdata menyebutkan : “ Jika pembeli tidak
membayar harga pembelian, maka penjual dapat menuntut pembatalan pembelian
menurut ketentuan – ketentuan Pasal 1266 dan 1267”.
Sebagaimana suatu hal yang esensi dalam jual beli maka sejalan dengan
hak penjual untuk tidak menyerahkan kebendaan sebelum dibayar, maka kepada
pembeli juga selayaknya diberikan hak bahwa dia tidak diwajibkan untuk
membayar jika ia tidak dapat memiliki dan menguasai serta memanfaatkan dan
menikmati kebendaan yang dibeli tersebut secara aman dan tenteram, kecuali jika
hal tersebut telah dilepaskan olehnya.
Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1516 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa :
Jika pembeli, dalam penguasaanya, diganggu oleh suatu tuntutan hukum
yang berdasarkan hipotek atau suatu tuntutan untuk meminta kembali barangnya,
atau jika pembeli mempunyai suatu alasan untuk berkhawatir bahwa ia akan
diganggu dalam penguasaannya, maka ia dapat menangguhkan pembayaran harga
pembelian, hingga penjual telah menghentikan gangguan tersebut, kecuali jika
penjual memilih memberikan jaminan atau jika telah diperjanjikan bahwa pembeli
diwajibkan membayar biarpun dengan segala gangguan.
Pada Pasal 1491 jo Pasal 1492 KUHPerdata lebih mempertegas lagi
dengan rumusanbahwa :
penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli adalah
untuk menjamin 2 hal, yaitu: Pertama, penguasaan barang yang dijual itu secara
aman dan tenteram; Kedua, terhadap adanya cacat – cacat barang tersebut yang
tersembunyi, atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan untuk
pembatalan pembeliannya.
2.3 Pengadaan Barang dan Jasa
36
Pada bagian ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang pengadaan barang
dan jasa pada PT. Pengembangan Pariwisata Bali (Persero)/BTDC, termasuk
didalamnya tentang pengertian pengadaan barang dan jasa dan juga prinsip prinsip
yang harus diperhatikan dalam pengadan barang dan jasa.
2.3.1 Pengertian pengadaan barang dan jasa
Barang dan jasa publik adalah barang yang pengunaannya terkait dengan
kepentingan masyarakat banyak baik secara berkelompok maupun secara umum,
sedangkan barang dan jasa privat merupakan barang yang hanya digunakan secara
individual atau kelompok tertentu. Berdasarkan atas penggolongan ini maka suatu
barang atau jasa dapat saja dikategorikan atas barang publik tapi dapat juga
dikategorikan atas barang privat tergantung pada penggunaannya.Sebagai contoh,
mobil bila digunakan untuk usaha angkutan penumpang umum maka dikategorikan
sebagai barang publik, tapi bila digunakan untuk kepentingan pribadi maka
dikategorikan sebagai barang privat. Terdapat beragam pemahaman terkait dengan
public procurement, tergantung pada cara pandangnya. Mengacu pada pengertian
umum tentang pengadaan tersebut maka public procurement dapat dipahami dari
sudut pandang obyek pengadaan, pelaksana pengadaan, dan sumber dana untuk
mengadakan.
Pada prinsipnya, pengadaan publik (Public Procurement) adalah proses
akuisisi yang dilakukan oleh pemerintah dan institusi publik untuk mendapatkan
barang (goods), bangunan (works), dan jasa (services) secara transparan, efektif,
37
dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya. 5 Dalam hal ini,
pengguna bisa individu (pejabat), unit organisasi (dinas, fakultas, dsb), atau
kelompok masyarakat luas.
Dari pengertian ini maka yang dimaksud dengan public procurement
ditentukan oleh siapa yang melaksanakan pengadaan bukan oleh obyek dari
barang/jasanya. Bila dilakukan oleh pemerintah dan institusi publik maka
dikategorikan sebagai public procurement, namun jika dilakukan oleh institusi
privat (swasta) maka dikategorikan sebagai private procurement. Dalam hal ini
jika institusi pemerintah maka istilah pengadaan pemeritah (government
procurement) akan lebih sesuai.
Sedangkan Swakelola adalah pengadaan barang dan jasa dimana
pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan atau diawasi sendiri oleh Kementerian,
Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Institusi lainnya sebagai
penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain serta kelompok masyarakat.
Berikut ini adalah Organisasi Pengadaan Barang dan Jasa untuk
Pengadaan melalui Swakelola :
1. Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran: Pengguna Anggaran
adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian,
Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan
pada Institusi lain pengguna APBN atau APBD.
5
Johan Arya, 2005, Barang dan Jasa pada perusahaan,Replika Aditama, Bandung hal. 57.
38
Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang ditetapkan oleh
Pengguna Anggaran untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh
Kepala Daerah untuk menggunakan APBD.
2. Pejabat Pembuat Komitmen
Pejabat Pembuat Komitmen adalah pejabat yang bertanggung jawab
atas pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.
3. Panitia atau Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
Panitia atau Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia atau
pejabat yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna
Anggaran yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
2.3.2 Prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa
Dalam proses pengadaan barang dan jasa pada BUMN ada beberapa
prinsip dasar yang harus dimiliki setiap kali akan mengadakan pengadaan barang
dan jasa pemerintah, yaitu:
1. Efisien
Efisien, menggunakan sumber daya yang tersedia diperoleh barang dan jasa
dalam jumlah, kualitas yang diharapkan, dan diperoleh dalam waktu yang
optimal.
2. Efektif
Efektif, yang dimaksud di sini adalah setiap pengadaan barang / jasa
pemerintah memiliki asas maksimal (pemanfaatannya tepat guna)
3. Terbuka dan bersaing
39
Persaingan sehat, adanya persaingan antar calon penyedia barang dan jasa
berdasarkan etika dan norma pengadaan yang berlaku, tidak terjadi
kecurangan dan praktek KKN.
4. Transparan
Terbuka, memberikan kesempatan kepada semua penyedia barang dan jasa
yang kompeten untuk mengikuti pengadaan.
5. Adil / tidak diskriminatif
Tidak diskriminatif, pemberian perlakuan yang sama kepada semua calon
penyedia barang dan jasa yang berminat mengikuti pengadaan barang dan
jasa.
6. Akuntabel
Akuntabel, pengadaan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan pada
pemerintah, masyarakat, dan pemeriksa.6
Dengan mengikuti prinsip tersebut di atas diharapkan proses pengadaan
barang dan jasa pada BUMN dapat berjalan dengan baik serta dapat dipertanggung
jawabkan oleh semua pihak yang terlibat seutuhnya dalam proses ini.
6
Ibid, hal.57.
Download