24 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA, PERJANJIAN DAN PENGADAAN BARAN DAN JASA 2.1 Pengertian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan perusahaan publik yang memberi sumbangan bagi perkembangan ekonomi/pendapatan negara, perintis kegiatan usaha dan penunjang kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan.Selain itu, BUMN juga merupakan alat untuk memupuk keuntungan.BUMN dalam hal ini terdiri dari beberapa bentuk seperti Persero, Perjan dan Perum.1 Dengan demikian fungsi dan peranan BUMN ini sangat besar dalam menjaga stabilitas ekonomi negara dan dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah termasuk lingkungan politik negara. Badan Usaha Milik Negara atau BUMN merupakan suatu unit usaha yang sebagian besar atau seluruh modal berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan serta membuat suatu produk atau jasa yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.BUMN juga sebagai salah satu sumber penerimaan keuangan negara yang nilainya cukup besar.Status pegawai badan usaha-badan usaha tersebut adalah pegawai negeri. Dalam penelitian ini akan lebih khusus meneliti keadaan pengadaan barang dan jasa pada PT. Pengembangan Pariwisata Bali (Persero). PT. 1 Juajir Sumardi, 2012, Hukum perusahaan transnasional dan franchise, Arus Timur, Makasar. hal. 78 24 25 Pengembangan Pariwisata Bali (Persero).adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 tahun 1972 tentang Penanaman Modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian perusahaan perseroan (Persero) Pengembangan pariwisata Bali, dan Peraturan Pemerintah lainnya yang mengatur Tambahan Penyertaan Modal Negara di BTDC serta Akta Notaris Soeleman Ardjasasmita Nomor 33 tanggal 12 November 1973 yang telah dimuat dalam Tambahan Berita Negara RI tanggal 30 Agustus 1974 No. 70 dan keseluruhan Anggaran Dasarnya telah mengalami beberapa kali perubahan terakhir dengan akta nomor 52 Tanggal 14 Agustus 2008 Notaris Evi Susanti Panjaitan, SH, dan telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM RI dengan Keputusan No. AHU-09785.AH.01.02 Tahun 2009 tanggal 27 Maret 2009.BTDC didirikan dengan maksud dan tujuan untuk melakukan usaha dibidang pariwisata, serta optimalisasi aset untuk menghasilkan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan/mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai Perseroan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. Usaha pokok yang dilaksanakan BTDC adalah sebagai berikut : a. Mengelola, merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah untuk keperluan daerah pariwisata. b. Menyerahkan dan menyewakan bagian-bagian tanah kepada pihak ketiga untuk membangun sarana pariwisata. c. Membangun, membeli, menjual, dan mengelola property termasuk jasa pengelolaan taman dan keamanan; 26 d. Jasa konsultasi dibidang pengembangan pariwisata, manajemen property, manajemen pengelolaan, -penyewaan, pemeliharaan, perawatan, serta penyediaan fasilitas penunjang lainnya; e. Merencanakan, membangun, dan mengembangkan jasa-jasa -prasarana dan fasilitas-fasilitas umum lainnya meliputi pengelolaan limbah dan irigasi. 2.1.1 Dasar Hukum BUMN Sebagai Badan Usaha Milik Negara tentunya pendirian dari PT. Pengembangan Pariwisata Bali (Persero)/BTDC ini memiliki dasar hukum yang kuat.Selain dari dasar pendirian yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.Juga memperhatikan dan mempertimbangkan ketentuan peraturan dan perundangan yang telah ada sebelumnya, serta keberadaan PT. Pengembangan Pariwisata Bali (Persero)/BTDC juga mengikuti perkembangan atas perubahan peraturan perundangan tentang BUMN. Berdasarkan PP No. 45 tahun 2005,BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaansecara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Berikut ini adalah dasar hukum dari Badan Usaha Milik Negara : 1. Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Undang -undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 4. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara 27 5. Peraturan pemerintah Nomor 45 tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan,Pengawasan, dan Pembubaran BUMN 2.1.2 Bentuk BUMN Ada beberapa bentuk BUMN yang ada di Indonesia berikut adalah bentuk bentuk BUMN yang pernah ada di Indonesia : 1. Perjan adalah bentuk badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki oleh pemerintah.Perjan ini berorientasi pelayanan pada masyarakat, Sehingga selalu merugi.Sekarang sudah tidak ada perusahaan BUMN yang menggunakan model perjan karena besarnya biaya untuk memelihara perjan-perjan tersebut. Contoh Perjan: PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) kini berganti menjadi PT.KAI. 2. Perusahaan umum atau disingkat perum adalah perusahaan unit bisnis negara yang seluruh modal dan kepemilikan dikuasai oleh pemerintah dengan tujuan untuk memberikan penyediaan barang dan jasa publik yang baik demi melayani masyarakat umum serta mengejar keuntungan atau profit oriented,berdasarkan prinsip pengolahan perusahaan. Perum adalah perjan yang sudah diubah.Sama seperti Perjan, perum di kelola oleh negara dengan status pegawainya sebagai Pegawai Negeri. Namun perusahaan masih merugi meskipun status Perjan diubah menjadi Perum, sehingga pemerintah terpaksa menjual sebagian saham Perum tersebut kepada publik (go public) dan statusnya diubah menjadi 28 persero. Contoh perum / perusahaan umum yakni : Perum Peruri / PNRI (Percetakan Negara RI), Perum Perhutani, Perum Damri, Perum Pegadaian, dll. 3. Persero adalah salah satu Badan Usaha yang dikelola oleh Negara atau Daerah.Berbeda dengan Perum atau Perjan, tujuan didirikannya Persero yang pertama adalah mencari keuntungan dan yang kedua memberi pelayanan kepada umum.Modal pendiriannya berasal sebagian atau seluruhnya dari kekayaan negara yang dipisahkan berupa saham-saham.Bentuk persero semacam itu tentu saja tidak jauh berbeda sifatnya dengan perseroan terbatas / PT swasta yakni sama-sama mengejar keuntungan yang setinggi-tingginya / sebesarbesarnya.Saham kepemilikan Persero sebagaian besar atau setara 51% harus dikuasai oleh pemerintah. Karena Persero diharapakan dapat memperoleh laba yang besar, maka otomatis persero dituntut untuk dapat memberikan produk barang maupun jasa yang terbaik agar produk output yang dihasilkan tetap laku dan terus-menerus mencetak keuntungan.Persero dipimpin oleh direksi, Sedangkan pegawainya berstatus sebagai pegawai swasta. Badan usaha ditulis PT <nama perusahaan > (Persero). Perusahaan ini tidak memperoleh fasilitas Negara. 29 2.2 Perjanjian 2.2.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan kesepakatan antara dua orang atau dua pihak, mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek dari perjanjian. Kesepakatan itu timbul karena adanya kepentingan dari masing-masing pihak yang saling membutuhkan. Perjanjian juga dapat disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan sesuatu. Menurut Subekti, kata sepakat berarti suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua pihak. Berdasarkan pengertian kata sepakat tersebut berarti apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain, meskipun tidak sejurusan tetapi secara timbal balik kedua kehendak itu bertemu satu sama lain.2 Pengertian perjanjian menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih dengan mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut merupakan pengertian yang tidak sempurna dan kurang memuaskan, karena terdapat beberapa kelemahan. Menurut Abdulkadir perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Uraian tersebut memberikan makna bahwa perjanjian selalu merupakan perbuatan hukum persegi dua atau jamak, untuk itu diperlukan 2 Subekti, 1990 Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,hal.26. 30 kata sepakat para pihak. Ada beberapa pakar atau ahli hukum lain yang memberikan definisi yang berbeda pada perjanjian. Selanjutnya pengertian perjanjian menurut Handri Raharjo disebutkan bahwa : Suatu hubungan hukum dibidang harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek hukum yang satu dengan yang lain, dan diantara mereka (para pihak/subjek hukum) saling mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan subjek hukum yang lain berkewajiban melaksanakan prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati para pihak tersebut serta menimbulkan akibat hukum3 Dalam perjanjian khususnya perjanjian Jual Beli dalam hal ini khususnya pengadaaan barang dan jasa pada BUMN juga memiliki kebijakan tentang kebijakan ganda dalam pasar dimana pembeli yang berbeda didalam resikonya. Dalam penyelidikan ciri khas dari keseimbangan perjanjian dapat menunjukkan bahwa pembeli tidak berbeda dengan pembeliyang lain meskipun pembeli lainnya memilih penjual yang paling dominan. Serta, pembayaran kembali menjadi salah satu pertimbangan jika terjadi permasalahan dalam proses transaksinya atau barang dan jasa yang disediakan tidak sesuai dengan yang ditawarkan sebelumnya. Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yangtelah ditentukan oleh undang-undang, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata terdiri dari empat syarat yaitu: a. Adanya kata sepakat mereka yang mengikat diri; 3 Opcit, Handri Raharjo, hal. 42 31 b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; c. Suatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal. Sepakat yaitu kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang mengadakan perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui antara pihakpihak. Jadi kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian.4 Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian adalah kewenangan untuk melakukan perbuatanperbuatan hukum sendiri. Perbedaan antara kewenangan hukum dengan kecakapan berbuat adalah bila kewenangan hukum maka subyek hukum dalam hal sedangkan pada kecakapan berbuat subjek hukumnya aktif, dan yang termasuk cakap di sini adalah orang dewasa, sehat akal pikrnya, tidak dilarang oleh Undang-undang. Suatu hal tertentu di sini berbicara tentang objek perjanjian. Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam Pasal 1332 s/d 1334 KUH Perdata, yaitu yang pertama objek yang akanada (kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung. Yang kedua adalah objek yang dapat diperdagangkan (barangbarang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian). 4 Satrio, 1999, Hukum perikatan, perikatan pada umumnya, Alumni, hal. 54 32 Suatu sebab yang halal yang memiliki maksud antara lain, sebab adalah isiperjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian dan halaladalah tidak bertentangan dengan Undang-undang, kesusilaan, dan ketertibanumum. 2.2.2 Syarat sahnya perjanjian Dalam penelitian ini akan dibahas lebih lanjut tentang perjanjian pada pengadaan barang dan jasa, dimana perjanjian dalam pengadaan barang dan jasa ini berbentuk perjanjian jual beli dan perjanjian sewa. Jual - beli menurut bahasa artinya pertukaran atau saling menukar. Sedangkan menurut pengertian fikih, jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan rukun dan syarat tertentu. Jual beli juga dapat diartikan menukar uang dengan barang yang diinginkan sesuai dengan rukun dan syarat tertentu.Setelah jual beli dilakukan secara sah, barang yang dijual menjadi milik pembeli sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai pengganti harga barang, menjadi milik penjual. Pengertian jual beli menurut KUHPerdata Pasal 1457 adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain membayar harga yang telah dijanjikan. Dalam hukum barat, jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak pada saat mereka mencapai kata sepakat mengenai harga yang diperjualbelikan sesuai dengan rumusan Pasal 1458: “jual-beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut 33 dan harganya meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar” Dalam Pasal 1458 KUHPerdata ditemukan pengertian bahwa jual beli adalah suatu perjanjian konsensuil dimana secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap penerimaan yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan penerimaan, baik yang dilakukan secara lisan maupun yang dibuat dalam bentuk tertulis menunjukkan saat lahirnya perjanjian. Menurut Pasal 1457 KUHPerdata merumuskan jual beli sebagai : “suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan” menunjukkan bahwa suatu perbuatan jual beli adalah merupakan pula suatu perjanjian yang bertimbal balik. Namun hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613, dan 616 KUHPerdata (Pasal 1459 KUHPerdata) yaitu penyerahan benda bergerak terkecuali benda yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata atas benda itu atau atas nama pemilik dengan penyerahkan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada, penyerahan tersebut harus dibuatkan akta autentik. Dalam perjanjian Jual Beli yang dimaksud dengan para pihak adalah Penjual dan Pembeli. Pada Pasal 1458 KUHPerdata, pada prinsipnya penjual memiliki kewajiban: 34 1. Memelihara dan merawat kebendaan yang akan diserahkan kepada pembeli hingga saat penyerahannya. 2. Menyerahkan kebendaan yang dijual pada saat yang telah ditentukan atau jika tidak telah ditentukan saatnya atas pemintaan pembeli. 3. Menanggung kebendaan yang dijual tersebut. Menurut Pasal 1460 : “ Jika kebendaan yang dijual itu berupa barang yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian adalah atas tanggungan pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan penjual berhak menuntut harganya” Menurut Pasal 1461 : “ Jika barang – barang tidak dijual menurut tumpukan, tetapi menurut berat, jumlah dan ukuran, maka barang – barang itu tetap atas tanggungan penjual hingga barang- barang ditimbang, dihitung atau diukur” Dan ditentukan pula dalam Pasal 1462 : “ jika sebaliknya barang-barang dijual menurut tumpukan, maka barang – barang itu adalah atas tanggungan pembeli, meskipun belum ditimbang, dihitung atau diukur” Menurut Pasal 1513 kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan tempat sebagaimana yang ditetapkan menurut persetujuan. Selanjutnya jika pada saat jual beli disepakati tidak telah ditetapkan waktu dan tempat pembayarannya, Pasal 1514 menentukan bahwa jika pada waktu membuat persetujuan tidak ditetapkan tentang itu maka pembeli harus membayar di tempat dan pada waktu di mana penyerahan harus dilakukan. 35 Rumusan Pasal 1517 KUHPerdata menyebutkan : “ Jika pembeli tidak membayar harga pembelian, maka penjual dapat menuntut pembatalan pembelian menurut ketentuan – ketentuan Pasal 1266 dan 1267”. Sebagaimana suatu hal yang esensi dalam jual beli maka sejalan dengan hak penjual untuk tidak menyerahkan kebendaan sebelum dibayar, maka kepada pembeli juga selayaknya diberikan hak bahwa dia tidak diwajibkan untuk membayar jika ia tidak dapat memiliki dan menguasai serta memanfaatkan dan menikmati kebendaan yang dibeli tersebut secara aman dan tenteram, kecuali jika hal tersebut telah dilepaskan olehnya. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1516 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : Jika pembeli, dalam penguasaanya, diganggu oleh suatu tuntutan hukum yang berdasarkan hipotek atau suatu tuntutan untuk meminta kembali barangnya, atau jika pembeli mempunyai suatu alasan untuk berkhawatir bahwa ia akan diganggu dalam penguasaannya, maka ia dapat menangguhkan pembayaran harga pembelian, hingga penjual telah menghentikan gangguan tersebut, kecuali jika penjual memilih memberikan jaminan atau jika telah diperjanjikan bahwa pembeli diwajibkan membayar biarpun dengan segala gangguan. Pada Pasal 1491 jo Pasal 1492 KUHPerdata lebih mempertegas lagi dengan rumusanbahwa : penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli adalah untuk menjamin 2 hal, yaitu: Pertama, penguasaan barang yang dijual itu secara aman dan tenteram; Kedua, terhadap adanya cacat – cacat barang tersebut yang tersembunyi, atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya. 2.3 Pengadaan Barang dan Jasa 36 Pada bagian ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang pengadaan barang dan jasa pada PT. Pengembangan Pariwisata Bali (Persero)/BTDC, termasuk didalamnya tentang pengertian pengadaan barang dan jasa dan juga prinsip prinsip yang harus diperhatikan dalam pengadan barang dan jasa. 2.3.1 Pengertian pengadaan barang dan jasa Barang dan jasa publik adalah barang yang pengunaannya terkait dengan kepentingan masyarakat banyak baik secara berkelompok maupun secara umum, sedangkan barang dan jasa privat merupakan barang yang hanya digunakan secara individual atau kelompok tertentu. Berdasarkan atas penggolongan ini maka suatu barang atau jasa dapat saja dikategorikan atas barang publik tapi dapat juga dikategorikan atas barang privat tergantung pada penggunaannya.Sebagai contoh, mobil bila digunakan untuk usaha angkutan penumpang umum maka dikategorikan sebagai barang publik, tapi bila digunakan untuk kepentingan pribadi maka dikategorikan sebagai barang privat. Terdapat beragam pemahaman terkait dengan public procurement, tergantung pada cara pandangnya. Mengacu pada pengertian umum tentang pengadaan tersebut maka public procurement dapat dipahami dari sudut pandang obyek pengadaan, pelaksana pengadaan, dan sumber dana untuk mengadakan. Pada prinsipnya, pengadaan publik (Public Procurement) adalah proses akuisisi yang dilakukan oleh pemerintah dan institusi publik untuk mendapatkan barang (goods), bangunan (works), dan jasa (services) secara transparan, efektif, 37 dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya. 5 Dalam hal ini, pengguna bisa individu (pejabat), unit organisasi (dinas, fakultas, dsb), atau kelompok masyarakat luas. Dari pengertian ini maka yang dimaksud dengan public procurement ditentukan oleh siapa yang melaksanakan pengadaan bukan oleh obyek dari barang/jasanya. Bila dilakukan oleh pemerintah dan institusi publik maka dikategorikan sebagai public procurement, namun jika dilakukan oleh institusi privat (swasta) maka dikategorikan sebagai private procurement. Dalam hal ini jika institusi pemerintah maka istilah pengadaan pemeritah (government procurement) akan lebih sesuai. Sedangkan Swakelola adalah pengadaan barang dan jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan atau diawasi sendiri oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Institusi lainnya sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain serta kelompok masyarakat. Berikut ini adalah Organisasi Pengadaan Barang dan Jasa untuk Pengadaan melalui Swakelola : 1. Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran: Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi lain pengguna APBN atau APBD. 5 Johan Arya, 2005, Barang dan Jasa pada perusahaan,Replika Aditama, Bandung hal. 57. 38 Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD. 2. Pejabat Pembuat Komitmen Pejabat Pembuat Komitmen adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. 3. Panitia atau Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan Panitia atau Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia atau pejabat yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan. 2.3.2 Prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa Dalam proses pengadaan barang dan jasa pada BUMN ada beberapa prinsip dasar yang harus dimiliki setiap kali akan mengadakan pengadaan barang dan jasa pemerintah, yaitu: 1. Efisien Efisien, menggunakan sumber daya yang tersedia diperoleh barang dan jasa dalam jumlah, kualitas yang diharapkan, dan diperoleh dalam waktu yang optimal. 2. Efektif Efektif, yang dimaksud di sini adalah setiap pengadaan barang / jasa pemerintah memiliki asas maksimal (pemanfaatannya tepat guna) 3. Terbuka dan bersaing 39 Persaingan sehat, adanya persaingan antar calon penyedia barang dan jasa berdasarkan etika dan norma pengadaan yang berlaku, tidak terjadi kecurangan dan praktek KKN. 4. Transparan Terbuka, memberikan kesempatan kepada semua penyedia barang dan jasa yang kompeten untuk mengikuti pengadaan. 5. Adil / tidak diskriminatif Tidak diskriminatif, pemberian perlakuan yang sama kepada semua calon penyedia barang dan jasa yang berminat mengikuti pengadaan barang dan jasa. 6. Akuntabel Akuntabel, pengadaan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan pada pemerintah, masyarakat, dan pemeriksa.6 Dengan mengikuti prinsip tersebut di atas diharapkan proses pengadaan barang dan jasa pada BUMN dapat berjalan dengan baik serta dapat dipertanggung jawabkan oleh semua pihak yang terlibat seutuhnya dalam proses ini. 6 Ibid, hal.57.