ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN KALA I

advertisement
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN
KALA I MEMANJANG DI RUANG VK RSUD CIAMIS
KABUPATEN CIAMIS
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai
Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh :
ANGGIE NOVIHANDARI
NIM. 13DB277050
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)
yang telah cukup bulan atau tanpa hidup di luar kandungan melalui jalan
lahir dengan bantuan atau tanpa bantuan kekuatan sendiri (Puspita
Sari&Rimandini, 2014).Menurut caranya persalinan terbagi menjadi :
1) persalinan biasa (normal) disebut juga partus spontan adalah proses
lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa
bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam dan 2) persalinan dan kelahiran seorang
bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga menantikannya
selama 9 bulan. Ketika persalinan dimulai, peranan ibu adalah memantau
persalinan untuk mendeteksi dini adanya komplikasi, disamping itu bersama
keluarga memberikan bantuan dan dukungan pada ibu bersalin (Azrul, 2016)
Ayat yang berbicara tentang melahirkan :
Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah
payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula) mengandungnya
sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan(QS. Al-Ahqaf/36:15).
Ayat tersebut menjelaskan bahwasalah satu alasan mengapa Allah
memberi wasiat pada manusia agar berbakti kepada kedua orang tua karna
proses persalinan yang dialami ibu merupakan suatu proses yang sangat
berat. Pengaruh kontraksi rahim ketika bayi akan lahir, menyebabkan ibu
merasa
sangat
kesakitan,
bahkan
dalam
keadaan
tertentu
dapat
menyebabkan kematian. Perjuangan ibu ketika melahirkan dan resiko sangat
berat yang ditanggung seorang ibu, Nabi cukup bijaksana dan memberi
empati pada ibu yang meninggal karena melahirkan sebagai syahid, setara
dengan perjuangan jihad dimedan perang. Penghargaan itu diberikan nabi
1
2
sebagai rasa empati karena musibah yang dialami dan juga beratnya resiko
kehamilan dan melahirkan bagi seorang ibu. Hal ini bukan berarti
membiarkan ibu yang akan melahirkan agar mati syahid, tetapi justru
memberi isyarat agar dilakukan upaya-upaya perlindungan, pemeliharaan
kesehatan dan pengobatan pada ibu pada masa-masa kehamilan dan
melahirkan.
Upaya pemerintah kepada ibu masa kehamilan dan persalinan,
diharapkan agar jumlah kematian ibu menurun khususnya dalam proses
persalinan. Upaya pencegahan lainnya adalah menempatkan bidan desa,
pelayanan ANC, penerapan system rujukan dan pemantauan kesejahteraan
janin dalam rahim, memberikan pelayanan kesehatan dengan biaya yang
diatur dan disediakan oleh pemerintah contohnya dengan menggunakan
kartu BPJS, JAMPERSAL, JAMKESDA, dll (Puspita Sari, 2014).
Menurut laporan WHO yang telah dipublikasikan pada tahun 2014
Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia mencapai angka 289.000 jiwa. Di mana
terbagi atas beberapa Negara, antara lain Amerika Serikat mencapai 9300
jiwa, Afrika Utara 179.000 jiwa dan Asia Tenggara 16.000 jiwa ( WHO,
2014). Untuk AKI di negara-negara Asia Tenggara diantaranya Indonesia
mencapai 214 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 170 per 100.000
kelahiran hidup, Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per
100.000 kelahiran hidup, Brunei 60 per 100.000 kelahiran hidup, dan
Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014).
Jawa Barat termasuk provinsi yang memberikan kontribusi terbesar
terhadap tingginya AKI dan AKB di indonesia. Menurut Bina Pelayanan
Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat AKI pada tahun 2013
sebanyak 312/100.000 kelahiran hidup, dan AKB 40/1000 kelahiran hidup.
Menurut Kabid Bina Pelayanan Kesehatan Provinsi Jawa Barat dr. Niken
Budiarti, MM, AK mengatakan di Jawa Barat jumlah AKB mencapai
40,87/1000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2013).
Menurut dinas kesehatan Angka kematian Ibu (AKI) di Kabupaten
Ciamis pada tahun 2015 tercatat ada 15 orang kematian ibu. Sedangkan
pada tahun 2016 angka kematian yang tercatat hingga bulan februari ada 2
orang jumlah kematian ibu di Kabupaten Ciamis (Dinkes Ciamis,
2016).Angka kamatian bayi (AKB) pada tahun 2015 tercatat ada 176 bayi
3
dan pada tahun 2016 tercatat hingga bulan februari ada 15 angka kematian
bayi di Kabupaten Ciamis (Dinkes Ciamis, 2016).
Persalinan kala I memanjang salah satu penyebab langsung dari
kematian
ibu,
berdasarkan
data
internasional NGO
on
indonesian
developmen (INFID) pada tahun 2013, angka kejadian persalilan kala I
memanjang di indonesia sebesar 5% dari seluruh penyebab kematian ibu
(Friska, 2010).
Jumlah ibu bersalin di RSUD Ciamis dapat dilihat pada tabel di bawah
ini :
Tabel 1.1 Jumlah ibu bersalin di RSUD Ciamis tahun 2015
Tahun
2015
2016(Januari-Maret)
Jumlah Ibu Bersalin
1402
348
Kasus Kala I
Memanjang
46
12
(Rekam Medik RSUD Ciamis Tahun 2015)
Pada tahun 2015 ibu bersalin sebanyak 1402 orang. Jumlah kasus
kala I memanjang pada tahun 2016 di RSUD Ciamis adalah sebanyak 12
kasus dari 348 jumlah ibu bersalin bulan Januari sampai dengan Maret 2016
di RSUD Ciamis (RSUD Ciamis, 2016).
Berbagai upaya terus diusahakan dalam rangka meneurunkan angka
kematian ibu. Salah satunya adalah mengimplementasikan program Safe
Motherhood. Safe motherhood adalah usaha-usaha yang dilakukan agar
seluruh perempuan menerima perawatan yang mereka butuhkan selama
hamil dan bersalin. Program itu terdiri dari empat pilar yaitu keluarga
berencana, pelayanan antenatal, persalinan yang aman dan pelayanan
obstetri esensial. Dengan adanya upaya safe motherhood ini diharapkan ibu
melakukan perawatan selama kehamilan, persalinan dan perawatan bayi
baru lahir yang benar yang bisa menurunkn angka kematian ibu dan angka
kematian bayi.
Komplikasi pada persalinan kala I memanjang yang akan terjadi,
dampak ini ditunjang dari data tentang kejadian kala I memanjang adalah :
1) Rupture uteri yaitu robekan yang dapat langsung terhubunga dengan
rongga peritonium (komplet) atau di pisahkan darinya oleh peritoneum
viseralis yang menutupi uterus oleh ligamentum latum (inkomplit). Robekan
juga bisa terjadi di dinding uterus, dapat terjadi selama periode ente natal
4
saat induksi, selama persalinan dan kelahiran (Champman, 2007). 2) Gawat
janin merupakan bradikardi janin persisten yang apabila tidak segera
ditangani
dapat
menimbulkan
dekompresi
respon
fisiologis
dan
menyebabkan kerusakan permanen sistem syaraf dan organ lainnya.
Menurut jurnal penelitian Syafindawati tahun (2009) tentang posisi
tegak terhadap kala I pada primigravida mengatakan bahwa posisi dalam
persalinan dapat mempengaruhi lamanya proses persalinan berlangsung. Ibu
yang banyak bergerak dan dibiarkan memilih posisi yang diinginkan akan
mengalami proses persalinan yang singkat dan rasa nyeri yang berkurang,
oleh karena itu, ibu bersalin hendaknya diberi kebebasan memilih posisi yang
dirasakan paling nyaman untuk ibu, kecuali jika ada kontra indikasi.
Kebijakan pemerintah antara lain melalui pemeriksaan ibu hamil
minimal 4 kali selama kehamilan dan program strategi MPS
(making
pregnancy safer) yang mempunyai tujuan adalah untuk menurunkan
kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Walaupun berbagai usaha
telah dilakukan untuk menekan terjadinya komplikasi selama hamil,
melahirkan, dan nifas. Namun beberapa komplikasi kadang bisa terjadi
meskipun telah diantisipasi sebelumnya, komplikasi tersebut paling sering
terjadi pada saat persalinan (Nurhidayati, 2006).
Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis tertarik mengambil
kasus tentang “ Asuhan Kebidanan ibu bersalin dengan kala I memanjang di
RSUD Ciamis kabupaten Ciamis tahun 2016 “.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka perumusan masalah pada
studi kasus ini adalah “Bagaimana melaksanakan asuhan kebidanan ibu
bersalin dengan kala I memanjang di RSUD Ciamis? “.
5
C. Tujuan
1.
Tujuan Umum
Dapat memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan
kala I memanjang di ruang bersalin RSUD Ciamis dengan penerapan
asuhan kebidanan kompetensi bidan dan pendokumentasian SOAP.
2.
Tujuan Khusus
a.
Melakukan pengumpulan data dasar pada ibu bersalin dengan kala
I memanjang di RSUD Ciamis.
b.
Melakukan Interptasi data pada ibu bersalin meliputi diagnosa,
masalah dan kebutuhan untuk kasus ibu bersalin dengan kala I
memanjang.
c.
Melakukan diagnosa potensial dan antisipasi yang harus dilakukan
bidan dari kasus ibu bersalin dengan kala I memanjang di RSUD
ciamis.
d.
Melakukan kebutuhan/tindakan segera untuk konsultasi, kolaborasi
kasus ibu bersalin dengan kala I memanjang di RSUD Ciamis.
e.
Melakukan rencana Asuhan Kebidanan untuk kasus ibu bersalin
dengan kala I memanjang di RSUD Ciamis.
f.
Melaksanakan tindakan pada ibu bersalin dengan kala I memanjang
di RSUD Ciamis.
g.
Melakukan Evaluasi Asuhan yang diberikan dengan persalinan kala
I memanjang di RSUD Ciamis.
D. Manfaat
1.
Manfaat Teoritis
Hasil studi kasus ini dapat dipergunakan sebagai bahan informasi
bagi perkembangan ilmu kebidanan, khususnya dalam pemberian
asuhan kebidanan yang komprehensif.
2.
Manfaat Praktis
a.
RSUD Ciamis
Dapat meningkatkan pelayanan kebidanan tentang persalinan
kala I memanjang.
6
b.
Bagi Institusi Pendidikan
Bermanfaat agar menghasilkan lulusan bidan yang profesional
dalam menangani kasus-kasus bidan, khususnya tentang kala I
memanjang menjadi bahan kepustakaan.
c.
Bagi Pasien
Pasien dapat menerima asuhan kebidanan persalinan yang
bersih dan sehat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Teori
1.
Persalinan
a.
Definisi Persalinan Normal
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin
dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau
tanpa bantuan, kekuatan sendiri (Varney, 2007).
Persalinan preterm ialah persalinan yang berlangsung pada
umur kehamilan ibu antara 20-37 minggu dihitung dari haid terakhir.
Kehamilan aterm ialah usia kehamilan ibu 37-40 minggu (Runggu,
2012).
Persalinan normal adalah serangkaian kejadian yang berakhir
dengan pengeluaran bayi cukup bulan atau hampir cukup bulan,
disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh
ibu dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir ibu tersebut.
(Ambar, 2010).
ُ ‫َّللاُ أَ ْخ َر َج ُك ْم ِمنْ ب‬
‫َو ه‬
‫ُون َش ْي ًئا َو َج َع َل لَ ُك ُم‬
َ ‫ون أُ هم َها ِت ُك ْم ََل َتعْ لَم‬
ِ ‫ُط‬
‫ون‬
َ ُ‫ار َو ْاْلَ ْف ِئ َد َة لَ َعله ُك ْم َت ْش ُكر‬
َ ‫ْص‬
َ ‫السهمْ َع َو ْاْلَب‬
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur (Qs.
Surat An-Nahi: 78).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah dalam ayat ini
mengisyaratkan ciri khas manusia yang paling penting dan paling
bernilai, yakni kemampuan berpikir dan mencerna sesuatu. Allah
berfirman, ketika kamu lahir dari perut ibumu, kamu tidak
mengetahui sesuatu pun dan apa yang kamu ketahui saat ini
dicerap dengan bantuan mata, telinga dan akal yang diberikan oleh
7
8
Allah kepada kamu. Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang
dapat dipetik:‎
1)
Mengingat
kembali
kekurangan
di
masa
lalu
dapat
menghidupkan kembali semangat manusia untuk bersyukur.
Oleh karenanya, kita diperintahkan untuk menengok masa lalu
agar selalu bersyukur.
2)
Rasa syukur sejati akan nikmat mata, telinga dan akal adalah
dengan menuntut ilmu. Karena Allah berfirman, "Kalian tidak
mengetahui, Aku yang memberikan mata, telinga dan akal agar
kalian bersyukur, yakni tuntutlah ilmu".
b.
Faktor–faktor
yang
mempengaruhi
persalinan
pada
setiap
persalinan, ada 5 faktor yang harus diperhatikan, yaitu :
1)
Power
Adalah tenaga yang mendorong keluar janin. Kekuatan
yang berguna untuk mendorong keluar janin adalah his,
kontraksi otot–otot perut, kontraksi diagfragma dan aksi
ligamamnet, ada dua power yang bekerja dalam proses
persalinan. Yaitu HIS dan Tenaga mengejan ibu. HIS
merupakan kontraksi uterus karena otot–otot polos bekerja
dengan baik dan sempurna, pada saat kontraksi, otot–otot
rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih pendek.
Kavum uteri lebih kecil mendorong janin dan kantong amnion
ke arah bawah rahim dan serviks. Sedangkan tenaga mengejan
ibu adalah tenaga selain HIS yang membantu pengeluaran.
2)
Passanger
Faktor yang juga sangat mempengaruhi persalinan adalah
faktor janin. Meliputi sikap janin, letak janin, dan bagian
terendah. Sikap janin menunjukkan hubungan bagian–bagian
janin dengan sumbu tubuh janin, misalnya bagaimana sikap
fleksi kepala, kaki, dan lengan. Ini berarti seorang janin dapat
dikatakan letak longitudinal ( preskep dan presbo), letak lintang,
serta letak oblik. Bagian terbawah adalah istilah untuk
menunjukkan bagian janin apa yang paling bawah.
9
3)
Passage
Merupakan faktor jalan lahir, terbagi menjadi 2 yaitu :
Bagian keras, bagian ini terdiri dari tulang panggul (Os coxae,
Os Sacrum, Os Coccygis), dan Artikulasi (Simphisis pubis,
Artikulasi sakro-iliaka, artikulasi sakro-kosigiu) (Varney, 2007).
c.
Tahapan proses persalinan
1)
Kala I (tahap Pembukaan)
In partu (partus mulai) ditandai dengan lendir bercampur
darah, karena serviks mulai membuka dan mendatar. Darah
berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar karnalis
servikalis karena pergeseran ketika serviks mendatar dan
terbuka. Pada kala ini terbagi atas dua fase yaitu: Fase Laten :
dimana pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai
pembukaan 3 cm. Fase aktif : yang terbagi atas 3 subfase yaitu
akselerasi, steady dan deselerasi. Kala I adalah tahap terlama,
berlangsung 12-14 jam untuk kehamilan pertama dan 6-10 jam
untuk kehamilan berikutnya. Pada tahap ini mulut rahim akan
menjadi tipis dan terbuka karena adanya kontraksi rahim
secara berkala untuk mendorong bayi ke jalan lahir. Pada
setiap kontraksi rahim, bayi akan semakin terdorong ke
bawahsehingga menyebabkan pembukaan jalan lahir. Kala I
persalinan di sebut lengkap ketika pembukaan jalan lahir
menjadi 10 cm, yang berarti pembukaan sempurna dan bayi
siap keluar dari rahim.
Masa transisi ini menjadi masa yang paling sangat sulit bagi
ibu. Menjelang berakhirnya kala I, pembukaan jalan lahir sudah
hampir sempurna. Kontraksi yang terjadi akan semakin sering
dan semakin kuat. Anda mungkin mengalami rasa sakit yang
hebat, kebanyakan wanita yang pernah mengalami masa inilah
yang merasakan masa yang paling berat. Anda akan
merasakan datangnya rasa mulas yang sangat hebat dan
terasa seperti ada tekanan yang sangat besar ke arah bawah,
seperti ingin buang air besar. Menjelang akhir kala pertama,
kontraksi semakin sering dan kuat, dan bila pembukaan jalan
10
lahir sudah 10 cm berarti bayi siap dilahirkan dan proses
persalinan memasuki kala II.
2)
Kala II (Tahap Pengeluaran Bayi)
Pada kala pengeluaran janin, rasa mulas terkordinir, kuat,
cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin
turun masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada
otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan
rasa mengedan. Anda merasa seperti mau buang air besar,
dengan tanda anus terbuka. Pada waku mengedan, kepala
janin mulai kelihatan, vulva (bagian luar vagina) membuka dan
perineum (daerah antara anus-vagina) meregang. Dengan
mengedan terpimpin, akan lahirlah kepala diikuti oleh seluruh
badan janin.
3)
Kala III (Tahap Pengeluaran Plasenta)
Dimulai setelah bayi lahir, dan plasenta akan keluar dengan
sendirinya. Proses melahirkan plasenta berlangsung antara 530 menit. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran
darah kira-kira 100-200 cc. Dengan adanya kontraksi rahim,
plasenta
akan
terlepas.
Setelah
itu
dokter/bidan
akan
memeriksa apakah plasenta sudah terlepas dari dinding rahim.
Setelah itu barulah dokter/bidan membersihkan segalanya
termasuk memberikan jahitan bila tindakan episiotomi dilakukan
4)
Kala IV (Tahap Pengawasan)
Tahap
ini
digunakan
untuk
melakukan
pengawasan
terhadap bahaya perdarahan. Pengawasan ini dilakukan selam
kurang lebih dua jam. Dalam tahap ini ibu masih mengeluarkan
darah dari vagina, tapi tidak banyak, yang berasal dari
pembuluh darah yang ada di dinding rahim tempat terlepasnya
plasenta, dan setelah beberapa hari anda akan mengeluarkan
cairan sedikit darah yang disebut lokia yang berasal dari sisasisa jaringan. Pada beberapa keadaan, pengeluaran darah
setelah proses kelahiran menjadi banyak. Ini disebabkan
beberapa
faktor
seperti
lemahnya
kontraksi
berkontraksi otot-otot rahim (Lestari Sari, 2007).
atau
tidak
11
2.
Kala I memanjang
a.
Pengertian Kala I memanjang
Persalinan dengan kala I memanjang adalah persalinan yang
fase latennya berlangsung lebih dari 8 jam dan pada fase aktif laju
pembukaannya tidak adekuat atau bervariasi; kurang dari 1 cm
setiap jam selama sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan
persalinan; kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan
kurang dari 1,5 per jam pada multipara; lebih dari 12 jam sejak
pembukaan 4 sampai pembukaan lengkap (rata-rata 0,5 cm per
jam). Insiden ini terjadi pada 5 persen persalinan dan pada
primigravida insidensinya dua kali lebih besar daripada multigravida
(Saifuddin, 2009).
b.
Etiologi
Menurut Mochtar (2011), sebab-sebab terjadinya partus lama
yaitu:
c.
1)
Kelainan letak janin.
2)
Kelainan-kelainan panggul.
3)
Kelainan his.
4)
Janin besar atau ada kelainan kongenital.
5)
Primitua.
Klasifikasi
Kala I memanjang diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1)
Fase Laten Memanjang (Prolonged latent phase).
Adalah fase pembukaan serviks yang tidak melewati 3 cm
setelah 8 jam inpartu (Saifuddin,2009).
2)
Fase aktif memanjang (Prolonged Active Phase).
Adalah fase yang lebih panjang dari 12 jam dengan
pembukaan serviks kurang dari 1,2 cm per jam pada
primigravida dan 6 jam rata-rata 2,5 jam dengan laju dilatasi
serviks kurang dari 1,5 cm per jam pada multigravida (Oxorn,
2010).
d.
Patofisiologi
12
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kala I lama
meliputi kelainan letak janin seperti letak sungsang, letak lintang,
presentasi muka, dahi dan puncak kepala, kelainan panggul seperti
pelvis terlalu kecil dan CPD (cephalopelvic disproportion), kelainan
his seperti inersiauteri, incoordinate uteri action. Kelainan-kelainan
tersebut dapat mengakibatkan pembukaan serviks berjalan sangat
lambat, akibatnya kala I menjadi lama (Saifuddin, 2009).
e.
Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kala I lama antara
lain:
1)
Kelainan letak janin
Meliputi presentasi puncak kepala, presentasi muka,
presentasi
dahi,
letak
presentasi
ganda.
sungsang,
Pada
kelainan
letak
melintang,
letak
janin
dan
dapat
menyebabkan partus lama dan ketuban pecah dini, dengan
demikian mudah terjadi infeksi intrapartum. Sementara pada
janin dapat berakibat adanya trauma partus dan hipoksia
karena kontraksi uterus terus menerus (Mochtar, 2011).
2)
Kelainan his
Menurut Wiknjosastro (2010) kelainan his antara lain :
a)
Inertia Uteri
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya
tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau
mendorong janin keluar.Disini kekuatan his lemah dan
frekuensinya
jarang.Sering
dijumpai
pada
penderita
dengan keadaan umum kurangbaik seperti anemia, uterus
yang terlalu teregang misalnya akibathidramnion atau
kehamilan kembaratau makrosomia,grandemultipara atau
primipara, serta para penderita dengankeadaan emosi
kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaanserviks,
fase laten atau fase aktif maupun pada kala pengeluaran
(Sarwono, 2007).
b)
His terlampau kuat (hypertonic uterine contraction)
13
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan
persalinan selesai dalam waktu yang singkat. Partus yang
sudah selesai kurang dari tiga jam, dinamakan partus
presipitatus: sifat his normal, tonus otot di luar his juga
biasa, kelainan terletak pada kekuatan his. Bahaya partus
presipitatus bagi ibu adalah terjadinya perlukaan luas pada
jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina, dan perineum,
sedangkan
bayi bisa
mengalami perdarahan
dalam
tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat
dalam waktu yang singkat.
3)
Tanda Klinis
Menurut Mochtar (2011) tanda klinis kala I lama terjadi
pada ibu dan juga pada janin meliputi:
a)
Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat,
nadi cepat, pernapasan cepat dan meteorismus. Di daerah
lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks, cairan
ketuban yang berbau, terdapat mekonium.
b)
Pada janin
(1) Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan
negatif; air ketuban terdapat mekonium, kental kehijauhijauan, berbau.
(2) Kaput suksedaneum yang besar.
(3) Moulage kepala yang hebat.
(4) Kematian janin dalam kandungan.
(5) Kematian janin intra partal.
f.
Komplikasi pada Ibu dan Janin Akibat Kala I Memanjang
1)
Bagi ibu
a)
Ketuban pecah dini
Apabila kepala tertahan pada pintu atas panggul,
seluruh tenaga dari uterus diarahkan ke bagian membran
yang meyentuh os internal. Akibatnya, ketuban pecah dini
lebih mudah terjadi infeksi (Wijayarini, 2008).
b)
Sepsis Puerperalis
14
Infeksi merupakan bahaya serius bagi ibu dan janin
pada kasus persalinan lama, terutama karena selaput
ketuban pecah dini. Bahaya infeksi akan meningkat karena
pemeriksaan vagina yang berulang-ulang (Wijayarini,
2008).
c)
Ruptur Uterus
Penipisan segmen bawah rahim yang abnormal
menimbulkan bahaya serius selama persalinan lama. Jika
disproporsi sangat jelas sehingga tidak ada engagement
atau penurunan, segmen bawah rahim menjadi sangat
teregang, dan dapat diikuti oleh ruptur (Cunningham,
2013).
d)
Cedera dasar panggul
Cedera pada otot dasar panggul, persarafan, atau
fasia
penghubung
pervaginam
yang
adalah
sering
konsekuensi
terjadi,
pelahiran
terutama
apabila
pelahirannya sulit (Cunningham, 2013).
e)
Dehidrasi
Ibu
nampak
kelelahan,
nadi
meningkat,
tensi
mungkin normal atau telah turun, temperatur meningkat
(Manuaba, 2011).
2)
Bagi janin
Persalinan
dengan
kala
I
memanjang
dapat
menyebabkan detak jantung janin mengalami gangguan, dapat
terjadi takikardi sampai bradikardi. Pada pemeriksaan dengan
menggunakan NST atau OCT menunjukkan asfiksia intrauterin.
Dan pada pemeriksaan sampel darah kulit kepala menuju pada
anaerobik metabolisme dan asidosis. Selain itu, persalinan
lama juga dapat berakibat adanya kaput suksidaneum yang
besar (pembengkakan kulit kepala) seringkali terbentuk pada
bagian kepala yang paling dependen, dan molase (tumpang
tindih
tulang-tulang
kranium)
pada
kranium
janin
mengakibatkan perubahan bentuk kepala (Manuaba, 2013).
g.
Diagnosis Penunjang
15
Oxorn (2010) mengatakan untuk menegakkan diagnosis
diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang antara lain :
1)
Pemeriksaan USG untuk mengetahui letak janin.
2)
Pemeriksaan
laboratorium
untuk
mengetahui
kadar
haemoglobin guna mengidentifikasi apakah pasien menderita
anemia atau tidak.
3)
Pemeriksaan sinar rontgen dilakukan jika diagnosis sulit
ditegakkan karena terjadi moulage yang cukup banyak dan
caput succedanum yang besar, pemeriksaan sinar rontgen
dapat
membantu
menentukan
posisi
janin
disamping
menentukan bentuk dan ukuran panggul.
h.
Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2009), Simkin (2007) dan Oxorn (2010),
penanganan umum pada ibu bersalin dengan kala I lama yaitu:
1)
Nilai keadaan umum, tanda-tanda vital dan tingkat hidrasinya.
2)
Tentukan keadaan janin: Periksa DJJ selama atau segera
sesudah his, hitung frekuensinya minimal sekali dalam 30 menit
selama fase aktif.
3)
Jika terdapat gawat janin lakukan sectio caesarea kecuali jika
syarat dipenuhi lakukan ekstraksi vacum atau forceps.
4)
Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau
bercampur darah pikirkan kemungkinan gawat janin.
5)
Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah selaput
ketuban pecah, pertimbangkan adanya indikasi penurunan
jumlah air ketuban yang dapat menyebabkan gawat janin.
6)
Perbaiki keadaan umum dengan:
a)
Beri
dukungan
semangat
kepada
pasien
selama
persalinan.
b)
Pemberian intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari.
Dehidrasi ditandai adanya aseton dalam urine harus
dicegah.
c)
Pemberian sedatif agar ibu dapat istirahat dan rasa
nyerinya diredakan dengan pemberian analgetik (tramadol
atau pethidine 25 mg). Semua preparat ini harus digunakan
16
dengan dosis dan waktu tepat sebab dalam jumlah yang
berlebihan
dapat
mengganggu
kontraksi
dan
membahayakan bayinya.
d)
Pemberian therapy misoprostol 0,4 mg sesuai dengan
advis dokter, obat ini digunakan untuk memberikan
perubahan pembukaan.
e)
Pemeriksaan rectum atau vaginal harus dikerjakan dengan
frekuensi sekecil mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti
pasien
dan
meningkatkan
resiko
infeksi.
Setiap
pemeriksaan harus dilakukan dengan maksud yang jelas.
7)
Apabila kontraksi tidak adekuat
a)
Menganjurkan untuk mobilisasi dengan berjalan dan
mengubah posisi dalam persalinan.
b)
Rehidrasi melalui infus atau minum.
c)
Merangsang puting susu.
d)
Acupressure.
e)
Mandi selama persalinan fase aktif.
f)
Lakukan
penilaian
frekuensi dan
lamanya
kontraksi
berdasarkan partograf.
8)
Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal tiap 4 jam.
a)
Apabila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan sectio
secarea.
b)
Apabila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.
c)
Apabila
tidak
didapatkan
tanda
adanya
CPD
(Cephalopelvicdisproportion) atau
(1) Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan
memperbaiki kontraksi dan mempercepat kemajuan
persalinan.
(2) Apabila kecepatan pembukaan serviks pada waktu
fase aktif kurang dari 1 cm per jam lakukan penilaian
kontraksi uterus.
d)
Lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc
dekstrosa atau NaCl.
B. Teori Manajemen Kebidanan
17
1.
Pengertian manajemen kebidanan
Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah
yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan
tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan, keterampilan, dalam
rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengmbilan suatu keputusan
yang berfokus pada klien.
Manajemen kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang
dikembangakan oleh Helen Varney dalam buku Varney’s Midwifery,
edisi ketiga tahun 1997, menggambarkan proses manajemen asuhan
kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah yang berturut secara sistematis
dan siklik (Soepardan, 2008).
2.
Langkah dalam manajemen kebidanan
Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan
yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan
evaluasi. Setiap langkah dalam manajemen kebidanan akan dijabarkan,
sebagai berikut:
a.
Langkah I: Pengumpulan Data Dasar
Langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang
akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien.Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara:
1)
Anamnesis
Anamnesis
dilakukan
untuk
mendapatkan
biodata,
riwayat menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan,
persalinan dan nifas, spiritual, serta pengetahuan klien.
2)
Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan
tanda-tanda vital, meliputi:
a)
Pemeriksaan khusus (Inspeksi, palpasi, auskultasi dan
perkusi).
b)
Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan catatan terbaru
serta catatan sebelumnya).
b.
Langkah II: Interpretasi Data Dasar
Langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau
masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang
18
telah dikumpulakan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasikan
sehingga dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.
c.
Langkah III: Identifikasi Diagnosis atau Masalah potensial dan
Antisipasi Penanganannya
Langkah ketiga mengidentifikasi masalah potensial atau
diagnosis potensial berdasarkan diagnosis atau masalah yang
sudah di identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat
waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis atau masalah
potensial ini menjadi kenyataan. Langkah ini penting sekali dalam
melakukan asuhan yang aman.
d.
Langkah IV: Menetapkan Perlunya Konsultasi
dan Kolaborasi
Segera dengan Tenaga Kesehatan Lain
Bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter melakukan
konsultasi
atau
penanganan
segera
bersama
anggota
tim
kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien.
Langkah ke empat mencerminkan kesinambungan proses
manajemen kebidanan. Jadi, manajemen tidak hanya langsung
selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi
selama wanita tersebut dalam dampingan bidan. Misalnya, pada
waktu wanita tersebut dalam persalinan. Dalam kondisi tertentu,
seorang bidan mungkin juga perlu melakukan konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerjaan
sosial, ahli gizi, atau seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir.
Dalam hal ini, bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap
klien untuk menentukan kepada siapa sebaiknya konsultasi dan
kolaborasi dilakukan.
e.
Langkah V: Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh
Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyeluruh yang
ditentukan berdasarkan langkah-langakah sebelumnya. Langkah ini
merupakan kelanjutan manajemen untuk masalah atau diagnosis
yang telah di identifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini
informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana
asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi segala hal yang
19
sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang
terkait, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi untuk klien
tersebut. Pedoman antisispasi ini mencakup setiap hal berkaitan
dengan semua aspek asuhan kesehatan dan sudah disetujui oleh
kedua belah pihak, yaitu bidan dan klien, agar bisa diaksanaan
secara
efektif.
Semua
keputusan
yang
telah
disepakati
dikembangakan dalam asuhan menyeluruh. Asuhan ini harus
bersifat rasional dan valid yang dilaksanakan pada pengetahuan,
teori terkini (up to date), dan sesuai dengan asumsi dengan apa
yang akan dilakukan klien.
f.
Langkah VI: Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan
Aman
Pada langkah ke enam, rencana asuhan menyeluruh
dilakukan dengan efisien dan aman. Pelaksanaan ini bisa dilakukan
oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim
kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukan sendiri, namun
ini tetap tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya
(misalnya dengan memastikan bahwa langkah tersebut benar-benar
terlaksana).
Dalam situasi ketika bidan berkolaborasi dengan dokter untuk
menangani
klien
yang
mengalami
komplikasi,
bidan
tetap
bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang
menyeluruh
tersebut.
Penatalakasanaan
yang
efisien
dan
berkuaitas akan berpengaruh pada waktu serta biaya.
g.
Langkah VII Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang
aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor nama yang
menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang
diberikan. Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan
asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi pemenuhan kebutuhan
akan
bantuan:
apakah
benar-benar
terpenuhi
sebagaimana
diidentifikasikan didalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut
dapat
dianggap
efektif
jika
memang
benar
efektif
dalam
pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana
20
tersebut efektif, sedang sebagian lagi belum efktif. Mengingat
bahwa proses manajemen asuhan merupakan suatu kegiatan yang
bersinambungan, maka bidan perlu mengulang kembali setiap
asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk
mengidentifikasi mengapa rencana asuhan tidak berjalan efektif
serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut
(Soepardan, 2008).
3.
Pendokumentasian Manajemen Kebidanan dengan Metode SOAP
Pendokumentasian
yang
benar
adalah
pendokumentasian
mengenai asuhan yang telah dan akan dilakukan pada seorang pasien,
didalamnya tersirat proses berfikir bidan yang sistematis dalam
meghadapi seorang pasien sesuai langkah manajemen kebidanan.
Pendokumentasian
atau
catatan
manajemen
kebidanan
dapat
diterapkan dengan metode SOAP. Dalam metode SOAP, S adalah data
subjektif, O adalah data objektif, A adalah Analysis atau assesment dan
p adalah planning. Merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas,
logis dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan proses
pemikiran penatalaksanaan manajemen kebidanan.
a)
S (Data Subjektif)
Data subjektif (S) merupakan pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian
data) terutama data yang diperoleh melalui anamnesis. Data
subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang
pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya
yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan
berhubungan langsung dengan diagnosis. Data subjektif ini
nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan disusun. Pada
pasien yang bisu, dibagian data dibelakang huruf “S” diberi tanda
huruf “O” atau “X”. Tanda ini akan menjelaskan bahwa pasien
adalah penderita tuna wicara.
b)
O (Data Objektif)
Data objektif (O) merupakan pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Helen Varney pertama (pengkajian data)
terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dan
21
pemeriksaan
fisik
pasien,
pemeriksan
laboratorium
atau
pemeriksaan diagnostik lain. Catatan medik dan informasi dari
keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data objektif ini.
Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang
berhubungan dengan diagnosis.
c)
A (Assesment)
A (analysis dan interpretasi kesimpulan) dari data subjektif
dan objektif. Dalam pendokumentasian manajemen kebidanan,
karena
keadaan
pasien
yang
setiap
saat bisa mengalami
perubahan dan akan ditemukan informasi baru dalam data subjektif
maupun data objektif, maka proses pengkajiaan data akan menjadi
sangat dinamis. Hal ini juga menuntut bidan untuk sering melakukan
analisis data yang dinamis dalam rangka mengikuti perkembangan
pasien. Analisis yang tepat dan akurat akan menjamin cepat
diketahuinya perubahan pada pasien, sehingga dapat diambil
keputusan atau tindakan yang tepat. Analysis atau assesment
merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut
Helen Varney langkah kedua, ketiga dan ke empat sehingga
mencakup hal-hal berikut ini diagnosis atau masalah kebidanan,
diagnosis atau masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi
kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi diagnosis atau masalah
potensial. Kebutuhan tindakan segera harus diidentifikasi menurut
kewenangan bidan, meliputi tindakan mandiri, tindakan kolaborasi
dan tindakan merujuk klien.
d)
P (Penatalaksanaan)
Planing atau perencanaan adalah membuat rencana asuhan
saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun
berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan
ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien
seoptimal
mungkin
dan
mempertahankan
kesejahteraannya.
Rencana asuhan ini harus bisa mencapai kriteria tujuan yang ingin
dicapai
dalam
batas
waktu
tertentu.
Tindakan
yang
akan
dilaksnakan harus mampu membantu pasien mencapai kemajuan
22
dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain,
antara lain dokter.
4.
Keterkaitan
antara
Manajemen
Kebidanan
dan
System
Pendokumentasian SOAP.
Alur pikir bidan
Pencatatan dari asuhan kebidanan
Proses Manajemen kebidanan
Dokumentasikebidanan
7 Langkah Varney
5 langkah
kompetensi bidan
Pengumpulan data dasar
Data
Interprestasi data dasar
SOAP NOTES
Mengidentifikasi masalah
atau diagnosa potensial
Mengidentifikasi dan
menetapkan kebutuhan
yang memerlukan
penanganan segera
Merencanakan asuhan
yang komprehensif atau
menyeluruh
Subjektif Objektif
Assessmentatau
diagnosis
Analisa data
Penatalaksanan:
Konsul
Tes diagnostik/Lab
Perencanaan
Rujukan
Pendidikan/
Melaksanakan
perencanaan dan
pelaksanaan
Pelaksanaan
Evaluasi
Evaluasi
Konseling
Followup
Gambar 2.1 Bagan Skemalangkah-langkah proses manajemen
Sumber : Estiwidani., dkk(2008).
23
C. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin dengan Kala I
Memanjang
1.
Data subjektif
Merupakan data yang didapat dari hasil wawancara langsung
pada klien dan keluarga serta dengan tim tenaga kesehatan.
a.
Biodata
Biodata yang dikumpulkan dari ibu dan suaminya, meliputi
:Nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan dan
alamat lengkap.
b.
Keluhan utama
Data ini didapat dari pihak pasien berupa keluhan yang
sedang pasien rasakan saat ini. Meliputi : mules-mules bertambah
sering,
tetapi
tidak
ada
kemajuan
persalinan,
keluarnya
lendir/darah.
c.
Riwayat menstruasi
Meliputi HPHT, siklus haid, perdarahan pervaginam dan fluor
albus.
d.
Riwayat kehamilan sekarang
Meliputi gerakan janin, tanda-tanda bahaya atau penyulit
keluhan utama, obat yang dikonsumsi termasuk jamu.
e.
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Meliputi keadaan saat kehamilan, persalinan dan nifas yang
lalu serta masalah selama kehamilan, persalinan dan nifas yang
lalu.
f.
Riwayat KB
Meliputi jenis metode yang dipakai , waktu, tenaga dan tempat
saat pemakaian dan berhenti, keluhan/alasan berhenti.
g.
Riwayat psikologi
Meliputi : pengetahuan dan respon ibu terhadap kehamilan
dan kondisi yang dihadapi saat ini, jumlah keluarga di rumah,
kondisi yang dihadapi saat ini, jumlah keluarga di rumah, respon
keluarga terhadap kehamilan, dukungan keluarga, pengambilan
keputusan dalam keluarga, tempat melahirkan dan penolong yang
diinginkan ibu.
24
h.
Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi
apakah
terhadap
keturunan
kembar,
penyakit
keturunan, dan jenis penyakit lain dalam keluarga.
i.
Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit menahun, penyakit menurun, dan penyakit
menular yang pernah diderita ibu.
j.
Latar belakang sosial budaya
Meliputi kebiasaan/upacara adat budaya setempat, kebiasaan
keluarga yang mendukung dan menghambat serta dukungan dari
keluarga dan suami.
k.
Pola nutrisi
Meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, pola istirahat, pola
aktivitas dan perilaku kesehatan.
2.
Data objektif
a.
Pemeriksaan umum
Pada pemeriksaan umum terdiri dari keadaan umum,
kesadaran pasien, tanda-tanda vital meliputi nadi, tensi, suhu,
pernapasan, berat badan, tinggi badan, LILA.
b.
Pemeriksaan fisik sistematis
Pemeriksaan sistematis yaitu pemeriksaan dengan melihat
klien dari ujung rambut sampai ujung kaki meliputi :
1)
Kepala
Simetris atau tidak, warna rambut, apakah ada ketombe
atau tidak, kebersihan kulit kepala, ada lesi atau tidak ada
benjolan atau tidak.
2)
Muka
Simetris atau tidak, pucat atau tidak, cloasma gravidarum
atau tidak.
3)
Mata
Simetris atau tidak, bersih atau tidak, conjungtiva anemis
atau tidak, sclera ikterus atau tidak.
25
4)
Hidung
Simetris atau tidak, ada pernafasan cuping hidung atau
tidak, ada sekret atau tidak, ada pembesaran polip atau tidak,
bersih atau tidak.
5)
Mulut dan gigi
Ada hiperselevasi atau tidak, gigi ada caries atau tidak,
ada stomatitis atau tidak, bibir lembab atau tidak, lidah bersih
atau tidak.
6)
Telinga
Simetris atau tidak, ada serumen atau tidak, ada
gangguan pendengaran atau tidak.
7)
Leher
Adakah pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar getah
bening dan vena jugularis.
8)
Payudara
Bentuk simetris atau tidak, pembesaran normal atau
tidak, hiperpigmentasi pada areola ada atau tidak, ada tumor
atau tidak, bersih atau tidak.
9)
Abdomen
Pembesaran sesuai UK atau tidak, terdapat striae atau
tidak, ada linea atau tidak, pembesaran lain ada atau tidak.
10) Punggung
Posisi tulang belakang normal atau tidak.
11) Genetalia
Oedema atau tidak, ada varices atau tidak, bersih atau
tidak, ada pengeluaran atau tidak, ada luka parut atau tidak,
adakah candiloma akuminata, anus ada hemoroid atau tidak.
12) Estremitas
Simetris atau tidak, oedema atau tidak, varices atau tidak,
ada gangguan pergerakan atau tidak, jumlah jari normal atau
tidak.
c.
Pemeriksaan khusus obstetri
Abdomen
26
1)
Inspeksi
Perlu
dilakukan
untuk
mengetahui
apakah
ada
pembesaran, ada luka bekas operasi atau tidak, striae
gravidarum, linea nigra, atau alba.
2)
Palpasi
Leopold I : untuk menentukan tinggi fundus uteri sehingga
dapat diketahui berat janin, umur kehamilan, dan bagian apa
yang terjadi di fumdus uteri seperti membujur atau akan kosong
jika posisi janin melintang. Kepala : bulat, padat, mempunyai
gerakan pasif (ballotemen). Bokong : tidak padat, lunak, tidak
mempunyai gerak pasif (bantuan atau gerak ballotement).
Leopold II : Untuk menentukan letak punggung janin
dapat digunakan untuk mendengarkan detak jantung janin pada
punctum maximum dengan tekhnik kedua tangabn melakukan
palpasi pada sisi kanan dan kiri bersama-sama bila punggung
punggung janin rata, sedikit melengkung, mungkin teraba
tulang iganya tidak terasa gerak ektremitas, bila bagian
abdomen teraba gerakan ektremitas.
Leopold III : Untuk menentukan bagian terendah janin,
bila teraba bulat, padat (kepala) dan bila bokong teraba tidak
bulat, tidak keras
Leopol IV : pemeberiksaan dengan menghadapke arah
kaki ibu. Untuk mengetahui apa yang menjadi bagian bawah
tersebut ke dalam rongga panggul.
TBJ : Taksiran berat janin dapat ditentukan berdasarkan
Johnson
Toschack
yang
berguna
untuk
mengetahui
pertimbangan persalinan secara spontan pervaginam.
3)
Auskultasi
DJJ (Denyut Jantung Janin), terdengarnya detak jantung
janin menunjukan bahwa janin hidyp dan teanda pasti
kehamilan. Punctum maximum janin tergantung presentasi,
posisi,
dan
kehamilan
kembar,
biasanya
pada
daerah
punggung janin. Frekuensi di atas 120-160 x/menit keteraturan
denyut jantung janin menunjukan keseimbangan asam basa
27
atau kurang 02 pada janin. Pada kasus ibu bersalin dengan
kala I memanjang dapat dilakukan auskultasi dengan dopler,
stetoskop, laenac atau dopler untuk menentukan tekanan darah
dan DJJ (varney, 2007).
d.
Data pemeriksaan laboratorium
Data penunjang diperlukan sebagai pendukung diagnosa,
apabila
diperlukan
sebagai
pendukung
diagnosa,
apabila
diperlukan. Misalnya pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan
Hb, papsmear atau pemeriksaan USG.
3.
Interpretasi data
Interpretasi data adalah langkah yang kedua bergerak dari data.
Interpretasi menjadi masalah atau diagnosa yang terindentifikasi secara
spesifik. Interpretasi data ini meliputi :
a.
Diagnosa
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakan bidan
dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar diagnosa
kebidanan (Varney, 2007).
b.
Masalah
Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman
klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai
diagnosa. Masalh yang sering muncul pada ibu bersalin dengan
partus lama yaitu ibu tampak gelisah, lelah dan cemas menghadapi
persalinan (Varney, 2007).
c.
Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan klien dan belum
teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah didapatkan dengan
analisa data (Varney, 2007).
Menurut Manuaba (2007), kebutuhan pada ibu bersalin dengan
dengan kala I memanjang adalah :
1)
Informasi tentang keadaan ibu
2)
Informasi tentang makanan bergizi dan cukup kalori.
3)
Support mental dari keluarga dan tenaga kesehatan.
28
d.
Diagnosa Potensial
Diagnosa potensial adalah suatu hal untuk antisipasi,
pencegahan jika mungkin, penantian dengan pengawasa penuh
dan persiapan untuk kejadian apapun. Diagnosa potensial yang
terjadi pada kasus kala I memanjang adalah terjadinya risiko infeksi
dan komplikasi yang mengancam kehidupan ibu dan bayinya serta
lamanya proses melahirkan (Varney, 2007).
4.
Antisipasi
Tindakan yang dilakukan berdasarkan data baru yang diperoleh
secara terus-menerus dan evaluasi supaya bidan dapat melakukan
tindakakn segera dengan tujuan agar dapat mengatisipasi yang dialami
ibu (Varney, 2007).
Antisipasi yang dilakukan pada ibu bersalin dengan kala I
memanjang yaitu dengan menaikan insidensi bedah caesar dan jika
menunggu persalinan spontan akan menaikan insidensi chorioamniontis
(Manuaba, 2009).
5.
Rencana Tindakan
Adapun rencana tindakan pada persalinan dengan kala I
memanjang menurut Varney (2008) adalah sebagai berikut :
6.
a.
Jelaskan tentang hasil pemeriksaan.
b.
Jelaskan tentang proses persalinan.
c.
Jelaskan tentang nyeri saat persalinan fisiologis.
d.
Anjurkan ibu untuk miring ke kiri.
e.
Lakukan massase bisa ada kontraksi uterus.
f.
Anjurkan ibu untuk tarik napas panjang bila ada kontraksi uterus.
g.
Observasi djj setiap setengah jam.
h.
Observasi ku dan tanda-tanda vital.
i.
Observasi kemajuan persalinan.
j.
Evaluasi pengeluaran cairan.
k.
Hubungi bagian gizi agar memberikan nutrisi yang adekuat.
l.
Siapkan set partus dan set resusitasi bayi.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
adalah
penatalaksanaan
semua
asuhan
menyeluruh seperti pada langkah perencanaan. Langkah ini dapat
29
dilakukan pada wanita yang bersangkutan, bidan atau tim kesehatan
lain.
7.
Evaluasi
Merupakan salah satu pemeriksaan dari rencana perawatan,
apakah kebutuhan yang terindentifikasi dalam masalah dan diagnosa
sudah terpenuhi atau belum di dalam avaluasi diharapkan mendapat
hasil. Evaluasi pada ibu bersalin dengan kala I memanjang yaitu :
a.
Infeksi tidak terjadi dan tanda-tanda vital sign dalama batas normal.
b.
Ibu dan bayinya selamat.
c.
Persalinan dapat berjalan dan berhasil dengan baik.
D. Landasan Hukum tentang Persalinan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan,
kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
1. Kewenangan Bidan :
a. Pelayanan kesehatan ibu
b. Pelayanan kesehatan anak
c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
2. Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah
3. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak
memiliki dokter.
Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh
bidan. Kewenangan ini meliputi:
1. Pelayanan kesehatan ibu
a.
b.
Ruang lingkup:
1)
Pelayanan konseling pada masa pra hamil
2)
Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
3)
Pelayanan persalinan normal
4)
Pelayanan ibu nifas normal
5)
Pelayanan ibu menyusui
6)
Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
Kewenangan:
1)
Episiotomi
2)
Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
3)
Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
30
4)
Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
5)
Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
6)
Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air
susu ibu (ASI) eksklusif
7)
Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum
8)
Penyuluhan dan konseling
9)
Bimbingan pada kelompok ibu hamil
10) Pemberian surat keterangan kematian
11) Pemberian surat keterangan cuti bersalin
2. Pelayanan kesehatan anak
a.
b.
Ruang lingkup:
1)
Pelayanan bayi baru lahir
2)
Pelayanan bayi
3)
Pelayanan anak balita
4)
Pelayanan anak pra sekolah
Kewenangan:
Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,
pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K
1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan
perawatan tali pusat
1)
Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
a)
Penanganan
kegawatdaruratan,
dilanjutkan
dengan
perujukan
b)
Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah
c)
Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak
pra sekolah
2)
d)
Pemberian konseling dan penyuluhan
e)
Pemberian surat keterangan kelahiran
f)
Pemberian surat keterangan kematian
Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana, dengan kewenangan:
3)
Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana
4)
Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom
31
Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi
bidan yang menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan
tambahan untuk melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi:
1. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan
memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit
2. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis
tertentu (dilakukan di bawah supervisi dokter)
3. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
4. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu
dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan
anak sekolah
6. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
7. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan
terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom,
dan penyakit lainnya
8. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi
9. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah
Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan
antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan
pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap
Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA),
hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat pelatihan untuk
pelayanan tersebut.
Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/desa) yang
belum ada dokter, bidan juga diberikan kewenangan sementara untuk
memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal, dengan
syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah
tersebut sudah terdapat tenaga dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Ahnqaf ayat 36
Al-Qur’an An-nahi ayat 78
Ambarwati,E.R.(2010). Asuhan Kebidanan. Yogyakarta : Mitra Cendikia.
Azrul, dkk. (2016). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : Salemba.
Champman, (2007). Asuhan Persalinan Patologi. Yogyakarta : Nuha Medika
Cuningham, G. Dkk. (2013). Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC.
Depkes RI, (2008). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR.
Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis (2016). Data AKI dan AKB di Ciamis.
Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2013. Data AKI dan AKB di Jawa Barat
Estiwidani, dkk (2008). Langkah-langkah Proses Manajemen.
Friska, (2010). Asuhan Persalinan Patologi. Jawa Tengah.
Hidayat, A (2008) Asuhan Kebidanan Persalinan : yogyakarta : Nuhua medika.
Lestari, S (2007) Asuhan Kebidanan Normal. Jakarta : JNPK-KR.
Manuaba. (2007). Pengantar kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.
Mochtar. (2011). Asuhan Kebidanan Patologi . Jakarta : Trans info Medika.
Nurhidayati. (2006). Program Making Pregnancy Safer. Diakses tanggal 10 maret
2016 : http//www. uns.ac.id.com
Oxorn,H (2010). Ilmu Kebidanan Patologi&Fisiologi persalinan. Yogyakarta :
Yayasan Essentia Medika.
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohadjo : Jakarta.
Puspita, dkk. (2010). Penatalaksanaan Perawatan Inpartu klien Ketuban Pecah
Dini. Sumedang : Nuha Medika
Saifuddin. (2006). Buku Panduan praktis Pelayanan Kesehatan Materal
Neonatal.
Saifuddin, (2009) Yayasan Bina Pustaka : Jakarta.
Soepardan. (2008). Konsep Kebidanan : Jakarta : EGC.
Syafindawati. (2007). Asuhan Kebidanan Persalinan : Jakarta
Uliyah. (2006). Asuhan Kebidanan Patologis : Jawa Tengah
Varney, H (2007). Varney’s Midwifery Text Book Third Edition. London : jn. M
Kribs. Carolyn L. Gergorn.
Wiknjosastro. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Balai Sarwono
Prawirohardjo.
Wijayarini. (2008). Ilmu Kebidanan. : Jakarta.
Download