ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN KALA I MEMANJANG DI RUANG VK RSUD CIAMIS KABUPATEN CIAMIS LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan Oleh : ANGGIE NOVIHANDARI NIM. 13DB277050 PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau tanpa hidup di luar kandungan melalui jalan lahir dengan bantuan atau tanpa bantuan kekuatan sendiri (Puspita Sari&Rimandini, 2014).Menurut caranya persalinan terbagi menjadi : 1) persalinan biasa (normal) disebut juga partus spontan adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam dan 2) persalinan dan kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga menantikannya selama 9 bulan. Ketika persalinan dimulai, peranan ibu adalah memantau persalinan untuk mendeteksi dini adanya komplikasi, disamping itu bersama keluarga memberikan bantuan dan dukungan pada ibu bersalin (Azrul, 2016) Ayat yang berbicara tentang melahirkan : Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula) mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan(QS. Al-Ahqaf/36:15). Ayat tersebut menjelaskan bahwasalah satu alasan mengapa Allah memberi wasiat pada manusia agar berbakti kepada kedua orang tua karna proses persalinan yang dialami ibu merupakan suatu proses yang sangat berat. Pengaruh kontraksi rahim ketika bayi akan lahir, menyebabkan ibu merasa sangat kesakitan, bahkan dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan kematian. Perjuangan ibu ketika melahirkan dan resiko sangat berat yang ditanggung seorang ibu, Nabi cukup bijaksana dan memberi empati pada ibu yang meninggal karena melahirkan sebagai syahid, setara dengan perjuangan jihad dimedan perang. Penghargaan itu diberikan nabi 1 2 sebagai rasa empati karena musibah yang dialami dan juga beratnya resiko kehamilan dan melahirkan bagi seorang ibu. Hal ini bukan berarti membiarkan ibu yang akan melahirkan agar mati syahid, tetapi justru memberi isyarat agar dilakukan upaya-upaya perlindungan, pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pada ibu pada masa-masa kehamilan dan melahirkan. Upaya pemerintah kepada ibu masa kehamilan dan persalinan, diharapkan agar jumlah kematian ibu menurun khususnya dalam proses persalinan. Upaya pencegahan lainnya adalah menempatkan bidan desa, pelayanan ANC, penerapan system rujukan dan pemantauan kesejahteraan janin dalam rahim, memberikan pelayanan kesehatan dengan biaya yang diatur dan disediakan oleh pemerintah contohnya dengan menggunakan kartu BPJS, JAMPERSAL, JAMKESDA, dll (Puspita Sari, 2014). Menurut laporan WHO yang telah dipublikasikan pada tahun 2014 Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia mencapai angka 289.000 jiwa. Di mana terbagi atas beberapa Negara, antara lain Amerika Serikat mencapai 9300 jiwa, Afrika Utara 179.000 jiwa dan Asia Tenggara 16.000 jiwa ( WHO, 2014). Untuk AKI di negara-negara Asia Tenggara diantaranya Indonesia mencapai 214 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 60 per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014). Jawa Barat termasuk provinsi yang memberikan kontribusi terbesar terhadap tingginya AKI dan AKB di indonesia. Menurut Bina Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat AKI pada tahun 2013 sebanyak 312/100.000 kelahiran hidup, dan AKB 40/1000 kelahiran hidup. Menurut Kabid Bina Pelayanan Kesehatan Provinsi Jawa Barat dr. Niken Budiarti, MM, AK mengatakan di Jawa Barat jumlah AKB mencapai 40,87/1000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2013). Menurut dinas kesehatan Angka kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Ciamis pada tahun 2015 tercatat ada 15 orang kematian ibu. Sedangkan pada tahun 2016 angka kematian yang tercatat hingga bulan februari ada 2 orang jumlah kematian ibu di Kabupaten Ciamis (Dinkes Ciamis, 2016).Angka kamatian bayi (AKB) pada tahun 2015 tercatat ada 176 bayi 3 dan pada tahun 2016 tercatat hingga bulan februari ada 15 angka kematian bayi di Kabupaten Ciamis (Dinkes Ciamis, 2016). Persalinan kala I memanjang salah satu penyebab langsung dari kematian ibu, berdasarkan data internasional NGO on indonesian developmen (INFID) pada tahun 2013, angka kejadian persalilan kala I memanjang di indonesia sebesar 5% dari seluruh penyebab kematian ibu (Friska, 2010). Jumlah ibu bersalin di RSUD Ciamis dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 1.1 Jumlah ibu bersalin di RSUD Ciamis tahun 2015 Tahun 2015 2016(Januari-Maret) Jumlah Ibu Bersalin 1402 348 Kasus Kala I Memanjang 46 12 (Rekam Medik RSUD Ciamis Tahun 2015) Pada tahun 2015 ibu bersalin sebanyak 1402 orang. Jumlah kasus kala I memanjang pada tahun 2016 di RSUD Ciamis adalah sebanyak 12 kasus dari 348 jumlah ibu bersalin bulan Januari sampai dengan Maret 2016 di RSUD Ciamis (RSUD Ciamis, 2016). Berbagai upaya terus diusahakan dalam rangka meneurunkan angka kematian ibu. Salah satunya adalah mengimplementasikan program Safe Motherhood. Safe motherhood adalah usaha-usaha yang dilakukan agar seluruh perempuan menerima perawatan yang mereka butuhkan selama hamil dan bersalin. Program itu terdiri dari empat pilar yaitu keluarga berencana, pelayanan antenatal, persalinan yang aman dan pelayanan obstetri esensial. Dengan adanya upaya safe motherhood ini diharapkan ibu melakukan perawatan selama kehamilan, persalinan dan perawatan bayi baru lahir yang benar yang bisa menurunkn angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Komplikasi pada persalinan kala I memanjang yang akan terjadi, dampak ini ditunjang dari data tentang kejadian kala I memanjang adalah : 1) Rupture uteri yaitu robekan yang dapat langsung terhubunga dengan rongga peritonium (komplet) atau di pisahkan darinya oleh peritoneum viseralis yang menutupi uterus oleh ligamentum latum (inkomplit). Robekan juga bisa terjadi di dinding uterus, dapat terjadi selama periode ente natal 4 saat induksi, selama persalinan dan kelahiran (Champman, 2007). 2) Gawat janin merupakan bradikardi janin persisten yang apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan dekompresi respon fisiologis dan menyebabkan kerusakan permanen sistem syaraf dan organ lainnya. Menurut jurnal penelitian Syafindawati tahun (2009) tentang posisi tegak terhadap kala I pada primigravida mengatakan bahwa posisi dalam persalinan dapat mempengaruhi lamanya proses persalinan berlangsung. Ibu yang banyak bergerak dan dibiarkan memilih posisi yang diinginkan akan mengalami proses persalinan yang singkat dan rasa nyeri yang berkurang, oleh karena itu, ibu bersalin hendaknya diberi kebebasan memilih posisi yang dirasakan paling nyaman untuk ibu, kecuali jika ada kontra indikasi. Kebijakan pemerintah antara lain melalui pemeriksaan ibu hamil minimal 4 kali selama kehamilan dan program strategi MPS (making pregnancy safer) yang mempunyai tujuan adalah untuk menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Walaupun berbagai usaha telah dilakukan untuk menekan terjadinya komplikasi selama hamil, melahirkan, dan nifas. Namun beberapa komplikasi kadang bisa terjadi meskipun telah diantisipasi sebelumnya, komplikasi tersebut paling sering terjadi pada saat persalinan (Nurhidayati, 2006). Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis tertarik mengambil kasus tentang “ Asuhan Kebidanan ibu bersalin dengan kala I memanjang di RSUD Ciamis kabupaten Ciamis tahun 2016 “. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka perumusan masalah pada studi kasus ini adalah “Bagaimana melaksanakan asuhan kebidanan ibu bersalin dengan kala I memanjang di RSUD Ciamis? “. 5 C. Tujuan 1. Tujuan Umum Dapat memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan kala I memanjang di ruang bersalin RSUD Ciamis dengan penerapan asuhan kebidanan kompetensi bidan dan pendokumentasian SOAP. 2. Tujuan Khusus a. Melakukan pengumpulan data dasar pada ibu bersalin dengan kala I memanjang di RSUD Ciamis. b. Melakukan Interptasi data pada ibu bersalin meliputi diagnosa, masalah dan kebutuhan untuk kasus ibu bersalin dengan kala I memanjang. c. Melakukan diagnosa potensial dan antisipasi yang harus dilakukan bidan dari kasus ibu bersalin dengan kala I memanjang di RSUD ciamis. d. Melakukan kebutuhan/tindakan segera untuk konsultasi, kolaborasi kasus ibu bersalin dengan kala I memanjang di RSUD Ciamis. e. Melakukan rencana Asuhan Kebidanan untuk kasus ibu bersalin dengan kala I memanjang di RSUD Ciamis. f. Melaksanakan tindakan pada ibu bersalin dengan kala I memanjang di RSUD Ciamis. g. Melakukan Evaluasi Asuhan yang diberikan dengan persalinan kala I memanjang di RSUD Ciamis. D. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Hasil studi kasus ini dapat dipergunakan sebagai bahan informasi bagi perkembangan ilmu kebidanan, khususnya dalam pemberian asuhan kebidanan yang komprehensif. 2. Manfaat Praktis a. RSUD Ciamis Dapat meningkatkan pelayanan kebidanan tentang persalinan kala I memanjang. 6 b. Bagi Institusi Pendidikan Bermanfaat agar menghasilkan lulusan bidan yang profesional dalam menangani kasus-kasus bidan, khususnya tentang kala I memanjang menjadi bahan kepustakaan. c. Bagi Pasien Pasien dapat menerima asuhan kebidanan persalinan yang bersih dan sehat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori 1. Persalinan a. Definisi Persalinan Normal Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan, kekuatan sendiri (Varney, 2007). Persalinan preterm ialah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan ibu antara 20-37 minggu dihitung dari haid terakhir. Kehamilan aterm ialah usia kehamilan ibu 37-40 minggu (Runggu, 2012). Persalinan normal adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir ibu tersebut. (Ambar, 2010). ُ َّللاُ أَ ْخ َر َج ُك ْم ِمنْ ب َو ه ُون َش ْي ًئا َو َج َع َل لَ ُك ُم َ ون أُ هم َها ِت ُك ْم ََل َتعْ لَم ِ ُط ون َ ُار َو ْاْلَ ْف ِئ َد َة لَ َعله ُك ْم َت ْش ُكر َ ْص َ السهمْ َع َو ْاْلَب Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur (Qs. Surat An-Nahi: 78). Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah dalam ayat ini mengisyaratkan ciri khas manusia yang paling penting dan paling bernilai, yakni kemampuan berpikir dan mencerna sesuatu. Allah berfirman, ketika kamu lahir dari perut ibumu, kamu tidak mengetahui sesuatu pun dan apa yang kamu ketahui saat ini dicerap dengan bantuan mata, telinga dan akal yang diberikan oleh 7 8 Allah kepada kamu. Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik: 1) Mengingat kembali kekurangan di masa lalu dapat menghidupkan kembali semangat manusia untuk bersyukur. Oleh karenanya, kita diperintahkan untuk menengok masa lalu agar selalu bersyukur. 2) Rasa syukur sejati akan nikmat mata, telinga dan akal adalah dengan menuntut ilmu. Karena Allah berfirman, "Kalian tidak mengetahui, Aku yang memberikan mata, telinga dan akal agar kalian bersyukur, yakni tuntutlah ilmu". b. Faktor–faktor yang mempengaruhi persalinan pada setiap persalinan, ada 5 faktor yang harus diperhatikan, yaitu : 1) Power Adalah tenaga yang mendorong keluar janin. Kekuatan yang berguna untuk mendorong keluar janin adalah his, kontraksi otot–otot perut, kontraksi diagfragma dan aksi ligamamnet, ada dua power yang bekerja dalam proses persalinan. Yaitu HIS dan Tenaga mengejan ibu. HIS merupakan kontraksi uterus karena otot–otot polos bekerja dengan baik dan sempurna, pada saat kontraksi, otot–otot rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih pendek. Kavum uteri lebih kecil mendorong janin dan kantong amnion ke arah bawah rahim dan serviks. Sedangkan tenaga mengejan ibu adalah tenaga selain HIS yang membantu pengeluaran. 2) Passanger Faktor yang juga sangat mempengaruhi persalinan adalah faktor janin. Meliputi sikap janin, letak janin, dan bagian terendah. Sikap janin menunjukkan hubungan bagian–bagian janin dengan sumbu tubuh janin, misalnya bagaimana sikap fleksi kepala, kaki, dan lengan. Ini berarti seorang janin dapat dikatakan letak longitudinal ( preskep dan presbo), letak lintang, serta letak oblik. Bagian terbawah adalah istilah untuk menunjukkan bagian janin apa yang paling bawah. 9 3) Passage Merupakan faktor jalan lahir, terbagi menjadi 2 yaitu : Bagian keras, bagian ini terdiri dari tulang panggul (Os coxae, Os Sacrum, Os Coccygis), dan Artikulasi (Simphisis pubis, Artikulasi sakro-iliaka, artikulasi sakro-kosigiu) (Varney, 2007). c. Tahapan proses persalinan 1) Kala I (tahap Pembukaan) In partu (partus mulai) ditandai dengan lendir bercampur darah, karena serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar karnalis servikalis karena pergeseran ketika serviks mendatar dan terbuka. Pada kala ini terbagi atas dua fase yaitu: Fase Laten : dimana pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai pembukaan 3 cm. Fase aktif : yang terbagi atas 3 subfase yaitu akselerasi, steady dan deselerasi. Kala I adalah tahap terlama, berlangsung 12-14 jam untuk kehamilan pertama dan 6-10 jam untuk kehamilan berikutnya. Pada tahap ini mulut rahim akan menjadi tipis dan terbuka karena adanya kontraksi rahim secara berkala untuk mendorong bayi ke jalan lahir. Pada setiap kontraksi rahim, bayi akan semakin terdorong ke bawahsehingga menyebabkan pembukaan jalan lahir. Kala I persalinan di sebut lengkap ketika pembukaan jalan lahir menjadi 10 cm, yang berarti pembukaan sempurna dan bayi siap keluar dari rahim. Masa transisi ini menjadi masa yang paling sangat sulit bagi ibu. Menjelang berakhirnya kala I, pembukaan jalan lahir sudah hampir sempurna. Kontraksi yang terjadi akan semakin sering dan semakin kuat. Anda mungkin mengalami rasa sakit yang hebat, kebanyakan wanita yang pernah mengalami masa inilah yang merasakan masa yang paling berat. Anda akan merasakan datangnya rasa mulas yang sangat hebat dan terasa seperti ada tekanan yang sangat besar ke arah bawah, seperti ingin buang air besar. Menjelang akhir kala pertama, kontraksi semakin sering dan kuat, dan bila pembukaan jalan 10 lahir sudah 10 cm berarti bayi siap dilahirkan dan proses persalinan memasuki kala II. 2) Kala II (Tahap Pengeluaran Bayi) Pada kala pengeluaran janin, rasa mulas terkordinir, kuat, cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin turun masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Anda merasa seperti mau buang air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waku mengedan, kepala janin mulai kelihatan, vulva (bagian luar vagina) membuka dan perineum (daerah antara anus-vagina) meregang. Dengan mengedan terpimpin, akan lahirlah kepala diikuti oleh seluruh badan janin. 3) Kala III (Tahap Pengeluaran Plasenta) Dimulai setelah bayi lahir, dan plasenta akan keluar dengan sendirinya. Proses melahirkan plasenta berlangsung antara 530 menit. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc. Dengan adanya kontraksi rahim, plasenta akan terlepas. Setelah itu dokter/bidan akan memeriksa apakah plasenta sudah terlepas dari dinding rahim. Setelah itu barulah dokter/bidan membersihkan segalanya termasuk memberikan jahitan bila tindakan episiotomi dilakukan 4) Kala IV (Tahap Pengawasan) Tahap ini digunakan untuk melakukan pengawasan terhadap bahaya perdarahan. Pengawasan ini dilakukan selam kurang lebih dua jam. Dalam tahap ini ibu masih mengeluarkan darah dari vagina, tapi tidak banyak, yang berasal dari pembuluh darah yang ada di dinding rahim tempat terlepasnya plasenta, dan setelah beberapa hari anda akan mengeluarkan cairan sedikit darah yang disebut lokia yang berasal dari sisasisa jaringan. Pada beberapa keadaan, pengeluaran darah setelah proses kelahiran menjadi banyak. Ini disebabkan beberapa faktor seperti lemahnya kontraksi berkontraksi otot-otot rahim (Lestari Sari, 2007). atau tidak 11 2. Kala I memanjang a. Pengertian Kala I memanjang Persalinan dengan kala I memanjang adalah persalinan yang fase latennya berlangsung lebih dari 8 jam dan pada fase aktif laju pembukaannya tidak adekuat atau bervariasi; kurang dari 1 cm setiap jam selama sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan; kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan kurang dari 1,5 per jam pada multipara; lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 sampai pembukaan lengkap (rata-rata 0,5 cm per jam). Insiden ini terjadi pada 5 persen persalinan dan pada primigravida insidensinya dua kali lebih besar daripada multigravida (Saifuddin, 2009). b. Etiologi Menurut Mochtar (2011), sebab-sebab terjadinya partus lama yaitu: c. 1) Kelainan letak janin. 2) Kelainan-kelainan panggul. 3) Kelainan his. 4) Janin besar atau ada kelainan kongenital. 5) Primitua. Klasifikasi Kala I memanjang diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: 1) Fase Laten Memanjang (Prolonged latent phase). Adalah fase pembukaan serviks yang tidak melewati 3 cm setelah 8 jam inpartu (Saifuddin,2009). 2) Fase aktif memanjang (Prolonged Active Phase). Adalah fase yang lebih panjang dari 12 jam dengan pembukaan serviks kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan 6 jam rata-rata 2,5 jam dengan laju dilatasi serviks kurang dari 1,5 cm per jam pada multigravida (Oxorn, 2010). d. Patofisiologi 12 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kala I lama meliputi kelainan letak janin seperti letak sungsang, letak lintang, presentasi muka, dahi dan puncak kepala, kelainan panggul seperti pelvis terlalu kecil dan CPD (cephalopelvic disproportion), kelainan his seperti inersiauteri, incoordinate uteri action. Kelainan-kelainan tersebut dapat mengakibatkan pembukaan serviks berjalan sangat lambat, akibatnya kala I menjadi lama (Saifuddin, 2009). e. Faktor Predisposisi Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kala I lama antara lain: 1) Kelainan letak janin Meliputi presentasi puncak kepala, presentasi muka, presentasi dahi, letak presentasi ganda. sungsang, Pada kelainan letak melintang, letak janin dan dapat menyebabkan partus lama dan ketuban pecah dini, dengan demikian mudah terjadi infeksi intrapartum. Sementara pada janin dapat berakibat adanya trauma partus dan hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus (Mochtar, 2011). 2) Kelainan his Menurut Wiknjosastro (2010) kelainan his antara lain : a) Inertia Uteri Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar.Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang.Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurangbaik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibathidramnion atau kehamilan kembaratau makrosomia,grandemultipara atau primipara, serta para penderita dengankeadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaanserviks, fase laten atau fase aktif maupun pada kala pengeluaran (Sarwono, 2007). b) His terlampau kuat (hypertonic uterine contraction) 13 His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam, dinamakan partus presipitatus: sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainan terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi ibu adalah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina, dan perineum, sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat. 3) Tanda Klinis Menurut Mochtar (2011) tanda klinis kala I lama terjadi pada ibu dan juga pada janin meliputi: a) Pada ibu Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks, cairan ketuban yang berbau, terdapat mekonium. b) Pada janin (1) Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negatif; air ketuban terdapat mekonium, kental kehijauhijauan, berbau. (2) Kaput suksedaneum yang besar. (3) Moulage kepala yang hebat. (4) Kematian janin dalam kandungan. (5) Kematian janin intra partal. f. Komplikasi pada Ibu dan Janin Akibat Kala I Memanjang 1) Bagi ibu a) Ketuban pecah dini Apabila kepala tertahan pada pintu atas panggul, seluruh tenaga dari uterus diarahkan ke bagian membran yang meyentuh os internal. Akibatnya, ketuban pecah dini lebih mudah terjadi infeksi (Wijayarini, 2008). b) Sepsis Puerperalis 14 Infeksi merupakan bahaya serius bagi ibu dan janin pada kasus persalinan lama, terutama karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya infeksi akan meningkat karena pemeriksaan vagina yang berulang-ulang (Wijayarini, 2008). c) Ruptur Uterus Penipisan segmen bawah rahim yang abnormal menimbulkan bahaya serius selama persalinan lama. Jika disproporsi sangat jelas sehingga tidak ada engagement atau penurunan, segmen bawah rahim menjadi sangat teregang, dan dapat diikuti oleh ruptur (Cunningham, 2013). d) Cedera dasar panggul Cedera pada otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubung pervaginam yang adalah sering konsekuensi terjadi, pelahiran terutama apabila pelahirannya sulit (Cunningham, 2013). e) Dehidrasi Ibu nampak kelelahan, nadi meningkat, tensi mungkin normal atau telah turun, temperatur meningkat (Manuaba, 2011). 2) Bagi janin Persalinan dengan kala I memanjang dapat menyebabkan detak jantung janin mengalami gangguan, dapat terjadi takikardi sampai bradikardi. Pada pemeriksaan dengan menggunakan NST atau OCT menunjukkan asfiksia intrauterin. Dan pada pemeriksaan sampel darah kulit kepala menuju pada anaerobik metabolisme dan asidosis. Selain itu, persalinan lama juga dapat berakibat adanya kaput suksidaneum yang besar (pembengkakan kulit kepala) seringkali terbentuk pada bagian kepala yang paling dependen, dan molase (tumpang tindih tulang-tulang kranium) pada kranium janin mengakibatkan perubahan bentuk kepala (Manuaba, 2013). g. Diagnosis Penunjang 15 Oxorn (2010) mengatakan untuk menegakkan diagnosis diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang antara lain : 1) Pemeriksaan USG untuk mengetahui letak janin. 2) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar haemoglobin guna mengidentifikasi apakah pasien menderita anemia atau tidak. 3) Pemeriksaan sinar rontgen dilakukan jika diagnosis sulit ditegakkan karena terjadi moulage yang cukup banyak dan caput succedanum yang besar, pemeriksaan sinar rontgen dapat membantu menentukan posisi janin disamping menentukan bentuk dan ukuran panggul. h. Penatalaksanaan Menurut Saifuddin (2009), Simkin (2007) dan Oxorn (2010), penanganan umum pada ibu bersalin dengan kala I lama yaitu: 1) Nilai keadaan umum, tanda-tanda vital dan tingkat hidrasinya. 2) Tentukan keadaan janin: Periksa DJJ selama atau segera sesudah his, hitung frekuensinya minimal sekali dalam 30 menit selama fase aktif. 3) Jika terdapat gawat janin lakukan sectio caesarea kecuali jika syarat dipenuhi lakukan ekstraksi vacum atau forceps. 4) Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah pikirkan kemungkinan gawat janin. 5) Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah, pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang dapat menyebabkan gawat janin. 6) Perbaiki keadaan umum dengan: a) Beri dukungan semangat kepada pasien selama persalinan. b) Pemberian intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Dehidrasi ditandai adanya aseton dalam urine harus dicegah. c) Pemberian sedatif agar ibu dapat istirahat dan rasa nyerinya diredakan dengan pemberian analgetik (tramadol atau pethidine 25 mg). Semua preparat ini harus digunakan 16 dengan dosis dan waktu tepat sebab dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu kontraksi dan membahayakan bayinya. d) Pemberian therapy misoprostol 0,4 mg sesuai dengan advis dokter, obat ini digunakan untuk memberikan perubahan pembukaan. e) Pemeriksaan rectum atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi sekecil mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan resiko infeksi. Setiap pemeriksaan harus dilakukan dengan maksud yang jelas. 7) Apabila kontraksi tidak adekuat a) Menganjurkan untuk mobilisasi dengan berjalan dan mengubah posisi dalam persalinan. b) Rehidrasi melalui infus atau minum. c) Merangsang puting susu. d) Acupressure. e) Mandi selama persalinan fase aktif. f) Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan partograf. 8) Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal tiap 4 jam. a) Apabila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan sectio secarea. b) Apabila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam. c) Apabila tidak didapatkan tanda adanya CPD (Cephalopelvicdisproportion) atau (1) Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan. (2) Apabila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm per jam lakukan penilaian kontraksi uterus. d) Lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc dekstrosa atau NaCl. B. Teori Manajemen Kebidanan 17 1. Pengertian manajemen kebidanan Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan, keterampilan, dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengmbilan suatu keputusan yang berfokus pada klien. Manajemen kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang dikembangakan oleh Helen Varney dalam buku Varney’s Midwifery, edisi ketiga tahun 1997, menggambarkan proses manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah yang berturut secara sistematis dan siklik (Soepardan, 2008). 2. Langkah dalam manajemen kebidanan Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan evaluasi. Setiap langkah dalam manajemen kebidanan akan dijabarkan, sebagai berikut: a. Langkah I: Pengumpulan Data Dasar Langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara: 1) Anamnesis Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas, spiritual, serta pengetahuan klien. 2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi: a) Pemeriksaan khusus (Inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi). b) Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan catatan terbaru serta catatan sebelumnya). b. Langkah II: Interpretasi Data Dasar Langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang 18 telah dikumpulakan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasikan sehingga dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. c. Langkah III: Identifikasi Diagnosis atau Masalah potensial dan Antisipasi Penanganannya Langkah ketiga mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah di identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis atau masalah potensial ini menjadi kenyataan. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman. d. Langkah IV: Menetapkan Perlunya Konsultasi dan Kolaborasi Segera dengan Tenaga Kesehatan Lain Bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter melakukan konsultasi atau penanganan segera bersama anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ke empat mencerminkan kesinambungan proses manajemen kebidanan. Jadi, manajemen tidak hanya langsung selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi selama wanita tersebut dalam dampingan bidan. Misalnya, pada waktu wanita tersebut dalam persalinan. Dalam kondisi tertentu, seorang bidan mungkin juga perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerjaan sosial, ahli gizi, atau seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini, bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa sebaiknya konsultasi dan kolaborasi dilakukan. e. Langkah V: Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langakah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen untuk masalah atau diagnosis yang telah di identifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi segala hal yang 19 sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi untuk klien tersebut. Pedoman antisispasi ini mencakup setiap hal berkaitan dengan semua aspek asuhan kesehatan dan sudah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu bidan dan klien, agar bisa diaksanaan secara efektif. Semua keputusan yang telah disepakati dikembangakan dalam asuhan menyeluruh. Asuhan ini harus bersifat rasional dan valid yang dilaksanakan pada pengetahuan, teori terkini (up to date), dan sesuai dengan asumsi dengan apa yang akan dilakukan klien. f. Langkah VI: Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman Pada langkah ke enam, rencana asuhan menyeluruh dilakukan dengan efisien dan aman. Pelaksanaan ini bisa dilakukan oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukan sendiri, namun ini tetap tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi ketika bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, bidan tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang menyeluruh tersebut. Penatalakasanaan yang efisien dan berkuaitas akan berpengaruh pada waktu serta biaya. g. Langkah VII Evaluasi Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor nama yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan. Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan: apakah benar-benar terpenuhi sebagaimana diidentifikasikan didalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana 20 tersebut efektif, sedang sebagian lagi belum efktif. Mengingat bahwa proses manajemen asuhan merupakan suatu kegiatan yang bersinambungan, maka bidan perlu mengulang kembali setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa rencana asuhan tidak berjalan efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut (Soepardan, 2008). 3. Pendokumentasian Manajemen Kebidanan dengan Metode SOAP Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian mengenai asuhan yang telah dan akan dilakukan pada seorang pasien, didalamnya tersirat proses berfikir bidan yang sistematis dalam meghadapi seorang pasien sesuai langkah manajemen kebidanan. Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode SOAP. Dalam metode SOAP, S adalah data subjektif, O adalah data objektif, A adalah Analysis atau assesment dan p adalah planning. Merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan proses pemikiran penatalaksanaan manajemen kebidanan. a) S (Data Subjektif) Data subjektif (S) merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data) terutama data yang diperoleh melalui anamnesis. Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis. Data subjektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan disusun. Pada pasien yang bisu, dibagian data dibelakang huruf “S” diberi tanda huruf “O” atau “X”. Tanda ini akan menjelaskan bahwa pasien adalah penderita tuna wicara. b) O (Data Objektif) Data objektif (O) merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney pertama (pengkajian data) terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dan 21 pemeriksaan fisik pasien, pemeriksan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lain. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data objektif ini. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis. c) A (Assesment) A (analysis dan interpretasi kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Dalam pendokumentasian manajemen kebidanan, karena keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan dan akan ditemukan informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif, maka proses pengkajiaan data akan menjadi sangat dinamis. Hal ini juga menuntut bidan untuk sering melakukan analisis data yang dinamis dalam rangka mengikuti perkembangan pasien. Analisis yang tepat dan akurat akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pada pasien, sehingga dapat diambil keputusan atau tindakan yang tepat. Analysis atau assesment merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kedua, ketiga dan ke empat sehingga mencakup hal-hal berikut ini diagnosis atau masalah kebidanan, diagnosis atau masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi diagnosis atau masalah potensial. Kebutuhan tindakan segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan, meliputi tindakan mandiri, tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk klien. d) P (Penatalaksanaan) Planing atau perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus bisa mencapai kriteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas waktu tertentu. Tindakan yang akan dilaksnakan harus mampu membantu pasien mencapai kemajuan 22 dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain, antara lain dokter. 4. Keterkaitan antara Manajemen Kebidanan dan System Pendokumentasian SOAP. Alur pikir bidan Pencatatan dari asuhan kebidanan Proses Manajemen kebidanan Dokumentasikebidanan 7 Langkah Varney 5 langkah kompetensi bidan Pengumpulan data dasar Data Interprestasi data dasar SOAP NOTES Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera Merencanakan asuhan yang komprehensif atau menyeluruh Subjektif Objektif Assessmentatau diagnosis Analisa data Penatalaksanan: Konsul Tes diagnostik/Lab Perencanaan Rujukan Pendidikan/ Melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan Pelaksanaan Evaluasi Evaluasi Konseling Followup Gambar 2.1 Bagan Skemalangkah-langkah proses manajemen Sumber : Estiwidani., dkk(2008). 23 C. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin dengan Kala I Memanjang 1. Data subjektif Merupakan data yang didapat dari hasil wawancara langsung pada klien dan keluarga serta dengan tim tenaga kesehatan. a. Biodata Biodata yang dikumpulkan dari ibu dan suaminya, meliputi :Nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan dan alamat lengkap. b. Keluhan utama Data ini didapat dari pihak pasien berupa keluhan yang sedang pasien rasakan saat ini. Meliputi : mules-mules bertambah sering, tetapi tidak ada kemajuan persalinan, keluarnya lendir/darah. c. Riwayat menstruasi Meliputi HPHT, siklus haid, perdarahan pervaginam dan fluor albus. d. Riwayat kehamilan sekarang Meliputi gerakan janin, tanda-tanda bahaya atau penyulit keluhan utama, obat yang dikonsumsi termasuk jamu. e. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Meliputi keadaan saat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu serta masalah selama kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu. f. Riwayat KB Meliputi jenis metode yang dipakai , waktu, tenaga dan tempat saat pemakaian dan berhenti, keluhan/alasan berhenti. g. Riwayat psikologi Meliputi : pengetahuan dan respon ibu terhadap kehamilan dan kondisi yang dihadapi saat ini, jumlah keluarga di rumah, kondisi yang dihadapi saat ini, jumlah keluarga di rumah, respon keluarga terhadap kehamilan, dukungan keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, tempat melahirkan dan penolong yang diinginkan ibu. 24 h. Riwayat kesehatan keluarga Meliputi apakah terhadap keturunan kembar, penyakit keturunan, dan jenis penyakit lain dalam keluarga. i. Riwayat kesehatan keluarga Meliputi penyakit menahun, penyakit menurun, dan penyakit menular yang pernah diderita ibu. j. Latar belakang sosial budaya Meliputi kebiasaan/upacara adat budaya setempat, kebiasaan keluarga yang mendukung dan menghambat serta dukungan dari keluarga dan suami. k. Pola nutrisi Meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, pola istirahat, pola aktivitas dan perilaku kesehatan. 2. Data objektif a. Pemeriksaan umum Pada pemeriksaan umum terdiri dari keadaan umum, kesadaran pasien, tanda-tanda vital meliputi nadi, tensi, suhu, pernapasan, berat badan, tinggi badan, LILA. b. Pemeriksaan fisik sistematis Pemeriksaan sistematis yaitu pemeriksaan dengan melihat klien dari ujung rambut sampai ujung kaki meliputi : 1) Kepala Simetris atau tidak, warna rambut, apakah ada ketombe atau tidak, kebersihan kulit kepala, ada lesi atau tidak ada benjolan atau tidak. 2) Muka Simetris atau tidak, pucat atau tidak, cloasma gravidarum atau tidak. 3) Mata Simetris atau tidak, bersih atau tidak, conjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterus atau tidak. 25 4) Hidung Simetris atau tidak, ada pernafasan cuping hidung atau tidak, ada sekret atau tidak, ada pembesaran polip atau tidak, bersih atau tidak. 5) Mulut dan gigi Ada hiperselevasi atau tidak, gigi ada caries atau tidak, ada stomatitis atau tidak, bibir lembab atau tidak, lidah bersih atau tidak. 6) Telinga Simetris atau tidak, ada serumen atau tidak, ada gangguan pendengaran atau tidak. 7) Leher Adakah pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar getah bening dan vena jugularis. 8) Payudara Bentuk simetris atau tidak, pembesaran normal atau tidak, hiperpigmentasi pada areola ada atau tidak, ada tumor atau tidak, bersih atau tidak. 9) Abdomen Pembesaran sesuai UK atau tidak, terdapat striae atau tidak, ada linea atau tidak, pembesaran lain ada atau tidak. 10) Punggung Posisi tulang belakang normal atau tidak. 11) Genetalia Oedema atau tidak, ada varices atau tidak, bersih atau tidak, ada pengeluaran atau tidak, ada luka parut atau tidak, adakah candiloma akuminata, anus ada hemoroid atau tidak. 12) Estremitas Simetris atau tidak, oedema atau tidak, varices atau tidak, ada gangguan pergerakan atau tidak, jumlah jari normal atau tidak. c. Pemeriksaan khusus obstetri Abdomen 26 1) Inspeksi Perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada pembesaran, ada luka bekas operasi atau tidak, striae gravidarum, linea nigra, atau alba. 2) Palpasi Leopold I : untuk menentukan tinggi fundus uteri sehingga dapat diketahui berat janin, umur kehamilan, dan bagian apa yang terjadi di fumdus uteri seperti membujur atau akan kosong jika posisi janin melintang. Kepala : bulat, padat, mempunyai gerakan pasif (ballotemen). Bokong : tidak padat, lunak, tidak mempunyai gerak pasif (bantuan atau gerak ballotement). Leopold II : Untuk menentukan letak punggung janin dapat digunakan untuk mendengarkan detak jantung janin pada punctum maximum dengan tekhnik kedua tangabn melakukan palpasi pada sisi kanan dan kiri bersama-sama bila punggung punggung janin rata, sedikit melengkung, mungkin teraba tulang iganya tidak terasa gerak ektremitas, bila bagian abdomen teraba gerakan ektremitas. Leopold III : Untuk menentukan bagian terendah janin, bila teraba bulat, padat (kepala) dan bila bokong teraba tidak bulat, tidak keras Leopol IV : pemeberiksaan dengan menghadapke arah kaki ibu. Untuk mengetahui apa yang menjadi bagian bawah tersebut ke dalam rongga panggul. TBJ : Taksiran berat janin dapat ditentukan berdasarkan Johnson Toschack yang berguna untuk mengetahui pertimbangan persalinan secara spontan pervaginam. 3) Auskultasi DJJ (Denyut Jantung Janin), terdengarnya detak jantung janin menunjukan bahwa janin hidyp dan teanda pasti kehamilan. Punctum maximum janin tergantung presentasi, posisi, dan kehamilan kembar, biasanya pada daerah punggung janin. Frekuensi di atas 120-160 x/menit keteraturan denyut jantung janin menunjukan keseimbangan asam basa 27 atau kurang 02 pada janin. Pada kasus ibu bersalin dengan kala I memanjang dapat dilakukan auskultasi dengan dopler, stetoskop, laenac atau dopler untuk menentukan tekanan darah dan DJJ (varney, 2007). d. Data pemeriksaan laboratorium Data penunjang diperlukan sebagai pendukung diagnosa, apabila diperlukan sebagai pendukung diagnosa, apabila diperlukan. Misalnya pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan Hb, papsmear atau pemeriksaan USG. 3. Interpretasi data Interpretasi data adalah langkah yang kedua bergerak dari data. Interpretasi menjadi masalah atau diagnosa yang terindentifikasi secara spesifik. Interpretasi data ini meliputi : a. Diagnosa Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakan bidan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar diagnosa kebidanan (Varney, 2007). b. Masalah Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosa. Masalh yang sering muncul pada ibu bersalin dengan partus lama yaitu ibu tampak gelisah, lelah dan cemas menghadapi persalinan (Varney, 2007). c. Kebutuhan Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah didapatkan dengan analisa data (Varney, 2007). Menurut Manuaba (2007), kebutuhan pada ibu bersalin dengan dengan kala I memanjang adalah : 1) Informasi tentang keadaan ibu 2) Informasi tentang makanan bergizi dan cukup kalori. 3) Support mental dari keluarga dan tenaga kesehatan. 28 d. Diagnosa Potensial Diagnosa potensial adalah suatu hal untuk antisipasi, pencegahan jika mungkin, penantian dengan pengawasa penuh dan persiapan untuk kejadian apapun. Diagnosa potensial yang terjadi pada kasus kala I memanjang adalah terjadinya risiko infeksi dan komplikasi yang mengancam kehidupan ibu dan bayinya serta lamanya proses melahirkan (Varney, 2007). 4. Antisipasi Tindakan yang dilakukan berdasarkan data baru yang diperoleh secara terus-menerus dan evaluasi supaya bidan dapat melakukan tindakakn segera dengan tujuan agar dapat mengatisipasi yang dialami ibu (Varney, 2007). Antisipasi yang dilakukan pada ibu bersalin dengan kala I memanjang yaitu dengan menaikan insidensi bedah caesar dan jika menunggu persalinan spontan akan menaikan insidensi chorioamniontis (Manuaba, 2009). 5. Rencana Tindakan Adapun rencana tindakan pada persalinan dengan kala I memanjang menurut Varney (2008) adalah sebagai berikut : 6. a. Jelaskan tentang hasil pemeriksaan. b. Jelaskan tentang proses persalinan. c. Jelaskan tentang nyeri saat persalinan fisiologis. d. Anjurkan ibu untuk miring ke kiri. e. Lakukan massase bisa ada kontraksi uterus. f. Anjurkan ibu untuk tarik napas panjang bila ada kontraksi uterus. g. Observasi djj setiap setengah jam. h. Observasi ku dan tanda-tanda vital. i. Observasi kemajuan persalinan. j. Evaluasi pengeluaran cairan. k. Hubungi bagian gizi agar memberikan nutrisi yang adekuat. l. Siapkan set partus dan set resusitasi bayi. Penatalaksanaan Penatalaksanaan adalah penatalaksanaan semua asuhan menyeluruh seperti pada langkah perencanaan. Langkah ini dapat 29 dilakukan pada wanita yang bersangkutan, bidan atau tim kesehatan lain. 7. Evaluasi Merupakan salah satu pemeriksaan dari rencana perawatan, apakah kebutuhan yang terindentifikasi dalam masalah dan diagnosa sudah terpenuhi atau belum di dalam avaluasi diharapkan mendapat hasil. Evaluasi pada ibu bersalin dengan kala I memanjang yaitu : a. Infeksi tidak terjadi dan tanda-tanda vital sign dalama batas normal. b. Ibu dan bayinya selamat. c. Persalinan dapat berjalan dan berhasil dengan baik. D. Landasan Hukum tentang Persalinan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi: 1. Kewenangan Bidan : a. Pelayanan kesehatan ibu b. Pelayanan kesehatan anak c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana 2. Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah 3. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter. Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini meliputi: 1. Pelayanan kesehatan ibu a. b. Ruang lingkup: 1) Pelayanan konseling pada masa pra hamil 2) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal 3) Pelayanan persalinan normal 4) Pelayanan ibu nifas normal 5) Pelayanan ibu menyusui 6) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan Kewenangan: 1) Episiotomi 2) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II 3) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan 30 4) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil 5) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas 6) Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif 7) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum 8) Penyuluhan dan konseling 9) Bimbingan pada kelompok ibu hamil 10) Pemberian surat keterangan kematian 11) Pemberian surat keterangan cuti bersalin 2. Pelayanan kesehatan anak a. b. Ruang lingkup: 1) Pelayanan bayi baru lahir 2) Pelayanan bayi 3) Pelayanan anak balita 4) Pelayanan anak pra sekolah Kewenangan: Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat 1) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk a) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan b) Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah c) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah 2) d) Pemberian konseling dan penyuluhan e) Pemberian surat keterangan kelahiran f) Pemberian surat keterangan kematian Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, dengan kewenangan: 3) Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana 4) Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom 31 Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan yang menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi: 1. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit 2. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di bawah supervisi dokter) 3. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan 4. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan 5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah 6. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas 7. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya 8. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi 9. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut. Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/desa) yang belum ada dokter, bidan juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga dokter. DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an Al-Ahnqaf ayat 36 Al-Qur’an An-nahi ayat 78 Ambarwati,E.R.(2010). Asuhan Kebidanan. Yogyakarta : Mitra Cendikia. Azrul, dkk. (2016). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : Salemba. Champman, (2007). Asuhan Persalinan Patologi. Yogyakarta : Nuha Medika Cuningham, G. Dkk. (2013). Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC. Depkes RI, (2008). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR. Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis (2016). Data AKI dan AKB di Ciamis. Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2013. Data AKI dan AKB di Jawa Barat Estiwidani, dkk (2008). Langkah-langkah Proses Manajemen. Friska, (2010). Asuhan Persalinan Patologi. Jawa Tengah. Hidayat, A (2008) Asuhan Kebidanan Persalinan : yogyakarta : Nuhua medika. Lestari, S (2007) Asuhan Kebidanan Normal. Jakarta : JNPK-KR. Manuaba. (2007). Pengantar kuliah Obstetri. Jakarta : EGC. Mochtar. (2011). Asuhan Kebidanan Patologi . Jakarta : Trans info Medika. Nurhidayati. (2006). Program Making Pregnancy Safer. Diakses tanggal 10 maret 2016 : http//www. uns.ac.id.com Oxorn,H (2010). Ilmu Kebidanan Patologi&Fisiologi persalinan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medika. Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo : Jakarta. Puspita, dkk. (2010). Penatalaksanaan Perawatan Inpartu klien Ketuban Pecah Dini. Sumedang : Nuha Medika Saifuddin. (2006). Buku Panduan praktis Pelayanan Kesehatan Materal Neonatal. Saifuddin, (2009) Yayasan Bina Pustaka : Jakarta. Soepardan. (2008). Konsep Kebidanan : Jakarta : EGC. Syafindawati. (2007). Asuhan Kebidanan Persalinan : Jakarta Uliyah. (2006). Asuhan Kebidanan Patologis : Jawa Tengah Varney, H (2007). Varney’s Midwifery Text Book Third Edition. London : jn. M Kribs. Carolyn L. Gergorn. Wiknjosastro. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Balai Sarwono Prawirohardjo. Wijayarini. (2008). Ilmu Kebidanan. : Jakarta.