- 14 - BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD A. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD 1. Kondisi Perekomonian Nasional Dalam beberapa tahun terakhir ini, kinerja perekonomian dunia mengalami perlambatan, dari 3,4 persen di tahun 2012 menjadi 3,1 persen di tahun 2015. Hal tersebut disebabkan oleh kinerja ekonomi proses pemulihan di negara-negara maju yang belum optimal sejak dilanda krisis pada tahun 2008 dan pertumbuhan ekonomi di negaranegara berkembang yang juga menunjukkan perlambatan sebagai akibat lemahnya aktivitas perdagangan dunia serta rendahnya harga komoditas. Berdasarkan perkiraan IMF dalam World Economic Outlook (WEO) yang dirilis pada bulan april 2016, perekonomian global pada tahun ini dipekirakan tumbuh 3,2 persen atau mengalami perbaikan dibandingkan tahun 2015 yang tercatat 3,1 persen. Meskipun demikan, perkiraan ini masih lebih rendah dibandingkan perkiraan pada bulan Januari, sebesar 3,4 persen. IMF juga merevisi ke bawah perkiraan pertumbuhan ekonomi AS pada tahun 2016. Perekonomian AS diproyeksikan tumbuh sebesar 2,4 persen, sama dengan pertumbuhan di tahun 2015. Momentum positif ekonomi AS diperkirakan masih terus berlanjut, dengan didukung perbaikan pada sejumlah indikator ekonomi, antara lain tingkat pengangguran yang menurun, inflasi yang rendah dan indeks manufaktur maupun indeks produksi industri yang menunjukkan tren meningkat. Menghadapi perekonomian global yang belum menunjukkan pemulihan, masing-masing negara di dunia menerapkan kebijakan yang diyakini sesuai untuk mendorong kinerja ekonomi domestiknya. AS cenderung memberlakukan kebijakan moneter ketat melalui penghentian program quantitative easing. Selain itu, Bank Sentral AS (The Fed) juga menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 0,25 hingga 0,5 persen per 16 Desember 2015. Kenaikkan suku bunga acuan tersebut diperkirakan akan kembali terjadi secara bertahap di tahun 2016, dengan mempertimbangkan perkembangan indikator ekonomi AS lebih lanjut. Perekonomian di Eropa di tahun 2016 diperkirakan tumbuh sebesar 1,5 persen. Perkembangan positif - 15 - tersebut tidak lepas dari makin membaiknya kinerja ekonomi negaranegara besar di Eropa. Saat ini, kawasan Eropa mengalami deflasi pada bulan Maret 2016 sebesar 0,1 persen (yoy), setelah pada bulan Februari 2016 juga mencatat deflasi sebesar 0,2 persen (yoy). Selain deflasi, kawasan Eropa masih menghadapi beberapa risiko lain seperti perlambatan pertumbuhan produktivitas dan peningkatan defisit fiskal ditengah rasio utang terhadap PDB yang tinggi. Namun demikian, terdapat beberapa faktor yang berpotensi menyokong kondisi kawasan Eropa antara lain terkait dengan penurunan harga minyak, kebijakan fiskal yang lebih netral, serta depresiasi nilai tukar euro. Beberapa negara di Eropa dan Jepang juga masih bertumpu pada kebijakan moneter longgar melalui pemberian stimulus dan penerapan suku bunga negatif. European Central Bank (ECB) mengumumkan kebijakan quantitative easing pada 22 Januari 2015 dengan pembelian aset finansial berskala besar hingga mencapai 60 miliar euro per bulan. Kebijakan tersebut rencananya akan diperpanjang hingga tahun 2017 untuk mencapai target inflasi kawasan Eropa, sekitar 2 persen. Hal yang sama juga terjadi di Jepang, Bank of Japan (BoJ) juga akan melanjutkan kebijakan quantitative easing yang telah dilaksanakan mulai tahun 2015. BoJ akan mengucurkan dana sebesar 80 triliun yen per tahun, meningkat dari stimulus sebelumnya yang hanya 60-70 triliun yen per tahun. Hampir serupa dengan kondisi perekonomian kawasan Eropa, Jepang masih menghadapi sejumlah risiko ekonomi antara lain pertumbuhan produk industri dan pertumbuhan penjualan eceran yang rendah dan tingkat inflasi yang juga rendah. BoJ pada bulan Januari 2016 juga memutuskan untuk menerapkan kebijakan tingkat suku bunga negatif berlaku per Februari 2016 dengan memangkas suku bunga ke level negatif 0,1 persen. Penerapan suku bunga negatif diharapkan dapat mendorong perekonomian dan mencegah terjadinya deflasi yang berkepanjangan di negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi Jepang di tahun 2016 diperkirakan sebesar 0,5 persen. Arah kebijakan ekonomi negara-negara maju turut mempengaruhi kebijakan ekonomi di negara-negara berkembang. Pelemahan ekonomi global telah memukul ekonomi Tiongkok sebagai negara yang bergantung pada ekspor. Untuk menyikapi kondisi global yang kurang kondusif, pemerintah Tiongkok mengambil langkah untuk - 16 - menyeimbangkan sumber pertumbuhan tidak hanya dari investasi dan ekspor, tetapi juga konsumsi rumah tangga (rebalancing). Namun demikian, proses rebalancing masih terhambat dengan konsumsi rumah tangga yang belum sekuat yang diharapkan. Untuk mengompensasi hal tersebut, People’s Bank of China (PBoC) melakukan devaluasi yuan, menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM), dan menurunkan tingkat suku bunga acuan guna membuat produk-produk ekspor Tiongkok menjadi lebih kompetitif sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam rangka memperkuat konsumsi dan mendorong perekonomian, PBoC telah beberapa kali menurunkan suku bunga acuan. Per Maret 2016, suku bunga acuan ditetapkan 4,35 persen, lebih rendah dari posisi akhir 2012 yang tercatat 6 persen. Tiongkok juga memangkas GWM menjadi 17 persen. Pelemahan ekonomi global serta berbagai tantangan yang dihadapi perekonomian domestik menjadi tantangan bagi kinerja perekonomian nasional. Namun demikian, pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu mencapai 4,8 persen (yoy). Meski lebih rendah dari asumsinya dalam APBNP tahun 2015, namun pertumbuhan tersebut masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Capaian ini terutama didukung oleh kinerja komponen kunci di sisi pengeluaran seperti sektor konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah dan investasi. Dari sisi produksi, sektor industri, pertanian dan jasa yang merupakan sektor-sektor utama menunjukkan pertumbuhan yang positif dan relatif stabil. Salah satu komponen penopang pertumbuhan ekonomi yang perannya diharapkan semakin besar adalah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB). Di tahun 2015, PMTB mulai meningkat dan tumbuh 5,1 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 4,6 pembangunan persen. Hal ini proyek-proyek terutama ditopang infrastruktur oleh sebagai akselerasi dampak dari peningkatan anggaran infrastruktur secara signifikan. Selain itu, pertumbuhan PMTB juga didukung oleh berbagai upaya berkesinambungan yang dilakukan Pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi. Perbaikan iklim investasi dilakukan melalui deregulasi dan simplifikasi prosedur perizinan investasi baik di pusat maupun daerah, kesinambungan reformasi birokrasi, penciptaan kepastian - 17 - hukum bagi investor dan penyediaan insentif fiskal baik dalam bentuk tax holiday maupun tax allowance. Di sisi lain, pertumbuhan sektor pertambangan menunjukkan tren penurunan sebagai dampak dari harga komoditas yang mengalami pelemahan, terutama pada tahun 2015 yang tumbuh negatif. Sejalan dengan itu, secara kewilayahan, kawasan yang bergantung pada barang komoditas juga mengalami penurunan pertumbuhan yang relatif dalam seperti Sumatera dan Kalimantan. Pulau Jawa yang merupakan wilayah berbasis industri mampu tumbuh relatif lebih stabil. Kinerja indikator ekonomi makro lainya juga menunjukkan perkembangan yang relatif stabil. Selama tahun 2015, inflasi terkendali pada tingkat 3,35 persen, jauh di bawah asumsi dalam APBNP tahun 2015 yang sebesar 5 persen. Indikator realisasi investasi langsung yang terus meningkat menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki daya tarik yang tinggi bagi investor asing maupun domestik. Pasar obligasi pemerintah masih tetap tumbuh walaupun ada tekanan gejolak pasar keuangan terhadap pasar modal. Defisit Transaksi Berjalan di tahun 2015 mengalami perbaikan karena didukung oleh peningkatan kinerja pada neraca pendapatan dan neraca jasa. Untuk menjaga stabilitas, kebijakan moneter yang ketat Bank Indonesia (BI) menerapkan guna menekan impor, sementara Pemerintah berupaya untuk menjaga agar kondisi fiskal tetap sehat. Penurunan impor migas dan kenaikan di sektor jasa, khususnya sektor pariwisata, memberikan kontribusi positif bagi neraca berjalan. Cadangan devisa pada akhir tahun 2015 berada pada posisi US$105,9 miliar atau masih di atas standar kecukupan internasional. Jumlah tersebut dapat menutup kebutuhan 7,4 bulan impor dan pembayaran cicilan utang luar negeri pemerintah. Pada tahun 2016, Pemerintah tetap mewaspadai berbagai potensi tantangan dan risiko, baik yang berasal dari eksternal maupun internal. Atas hal ini, Pemerintah berkomitmen untuk terus melanjutkan reformasi struktural yang telah digulirkan sejak awal tahun 2015 untuk mendorong pertumbuhan berkesinambungan dalam ekonomi jangka yang panjang. lebih merata Reformasi dan tersebut dilakukan dengan mendorong pertumbuhan sektor-sektor bernilai tambah dan industri pengolahan komoditas primer serta meningkatkan peran investasi sebagai mesin pendorong utama pertumbuhan. - 18 - Pelaksanaan reformasi struktural tersebut didukung oleh reformasi anggaran yang mencakup tiga pilar yaitu optimalisasi pendapatan, peningkatan kualitas belanja, dan kesinambungan pembiayaan anggaran. Dengan memperhatikan perkembangan kondisi perekonomian terkini baik global maupun domestik serta berbagai kebijakan yang diambil Pemerintah, diperkirakan akan terdapat deviasi beberapa asumsi yang ditetapkan pada APBN tahun 2016 dengan outlook terkini (RAPBNP tahun 2016) sebagai berikut: a. Laju inflasi sepanjang tahun 2016 diperkirakan sebesar 4,0 persen, lebih rendah dibandingkan asumsi dalam APBN tahun 2016 yang ditetapkan sebesar 4,7 persen. Besaran inflasi sepanjang tahun 2016 akan terpengaruh oleh perkembangan ekonomi global dan tren pelemahan harga komoditas terutama energi. Sementara dari sisi domestik, stabilitas inflasi akan didukung oleh sinergi kebijakan Pemerintah kebutuhan dan Bank pokok Indonesia (BI) masyarakat. dalam menjaga Pelaksanaan harga kebijakan pembangunan infrastruktur akan menjadi tumpuan dalam upaya peningkatan produksi serta dukungan konektivitas dan kelancaran arus distribusi yang akan berpengaruh terhadap inflasi. b. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan bergerak pada kisaran Rp13.500 per dolar AS, menguat dibandingkan asumsinya dalam APBN tahun 2016 sebesar Rp13.900 per dolar AS. Beberapa faktor positif terutama penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, perbaikan kinerja transaksi berjalan, inflasi yang rendah, serta membaiknya perekonomian diharapkan mampu menjaga stabilisasi dan meredam depresiasi nilai tukar rupiah. Namun demikian, pergerakan nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2016 masih menghadapi beberapa risiko eksternal seperti potensi kenaikan suku bunga the Fed pada semester kedua, pelonggaran likuiditas di kawasan Eropa dan Jepang, serta pengaruh moderasi pasar keuangan Tiongkok. c. Suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan sama dengan asumsi APBN tahun 2016 yaitu 5,5 persen. d. ICP diproyeksikan berada pada kisaran US$35 per barel lebih rendah dibandingkan dengan asumsi dalam APBN tahun 2016 sebesar US$50 per barel. Badan Energi AS (US Energy Information - 19 - Administration/EIA) memperkirakan harga minyak mentah dunia sepanjang tahun 2016 masih akan berada pada kisaran US$35 per barel, seiring dengan moderasi pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Realisasi harga ICP sampai dengan April tahun 2016 mencapai US$32,0 per barel, turun 39 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, pada tahun 2016, Pemerintah memperkirakan ICP akan berada pada kisaran US$35 per barel, lebih rendah dibandingkan dengan asumsi dalam APBN tahun 2016 yang ditetapkan sebesar US$50 per barel. Namun demikian, Pemerintah perlu mencermati pergerakan harga minyak mentah dunia dengan memperhatikan beberapa faktor risiko yang bersumber pada kondisi geopolitik, alam, dan iklim. e. Lifting minyak diperkirakan akan terealisasi sebesar 810 ribu barel per hari, lebih rendah dibandingkan asumsi dalam APBN tahun 2016. Dalam APBN tahun 2016, target lifting minyak bumi ditetapkan sebesar 830 ribu barel per hari atau meningkat jika dibanding target dan capaian pada tahun 2015. Target tersebut terutama ditopang oleh produksi di Lapangan Banyu Urip-Blok Cepu yang telah beroperasi secara penuh. Namun demikian, tren penurunan harga minyak mentah dunia berpotensi menurunkan kinerja industri hulu migas Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut Pemerintah akan tetap berupaya mendorong efisiensi produksi oleh KKKS agar tekanan penurunan lifting minyak bumi dapat diminimalisir. Hingga Bulan Maret tahun 2016, realisasi lifting minyak bumi mencapai rata-rata 820,3 ribu bph. Dengan mempertimbangkan faktor dan kondisi yang ada, capaian lifting minyak bumi diperkirakan akan mengalami penyesuaian menjadi sebesar 810 ribu bph. f. Lifting gas bumi diperkirakan mencapai 1.115 ribu barel setara minyak per hari, lebih rendah bila dibandingkan dengan asumsi lifting gas bumi pada APBN tahun 2016 yang ditetapkan sebesar 1.155 ribu barel setara minyak per hari. Target lifting gas bumi pada APBN tahun 2016 ditetapkan sebesar 1.155 ribu bsmph. Per Maret 2016, realisasi lifting gas rata-rata sebesar 1.228,7 ribu bsmph. Meskipun demikian, dengan mempertimbangkan kecenderungan produksi minyak yang masih menurun dan masih adanya risiko tingkat penyerapan uncontracted gas yang rendah, lifting gas di - 20 - tahun 2016 diperkirakan akan mencapai 1.115 ribu bsmph. Untuk mengurangi risiko yang berasal dari tingkat penyerapan uncontracted gas, Pemerintah mendorong pemanfaatan gas untuk pasar dalam negeri dengan membangun infrastruktur gas. Asumsi dasar ekonomi makro nasional pada RAPBN-P 2016 disajikan pada Tabel 2.1, sebagai berikut : Tabel 2.1 Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN-P Tahun 2016 No Uraian 1. 2. 3. 4. 5. Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) Inflasi (%, yoy ) Nilai Tukar (Rp/US$) Tingkat Suku Bunga SPN 3 bulan (%) Harga Minyak mentah Indonesia (US$/barel) 6. Lifting Minyak (Ribu barel per hari) 7. Lifting Gas (Ribu Barel setara minyak per hari) Realisasi 2015 4,8 3,4 13.392 6,0 2016 APBN APBNP 5,3 5,3 4,7 4,0 13.900 13.500 5,5 5,5 49 50 35 778 830 810 1.195,4 1.155 1.115 Sumber : Kementerian Keuangan RI 2. Kondisi Perekonomian Provinsi Jawa Tengah Secara keseluruhan perekonomian Jawa Tengah tahun 2016 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2015. Sumber peningkatan pertumbuhan berasal dari lapangan usaha perdagangan, dan industri pengolahan. Perbaikan ekonomi global dan domestik, permintaan terhadap hasil produksi Jawa Tengah diperkirakan mengalami peningkatan yang mendorong perbaikan kinerja lapangan usaha perdagangan, serta industri pengolahan. Tren penurunan biaya energi juga turut mendorong peningkatan kinerja. Turut menunjang perekonomian tumbuh lebih tinggi, komitmen pemerintah untuk pembangunan infrastruktur, baik dalam perbaikan logistik, maupun infrastruktur pendukung pertanian akan mendorong peningkatan kinerja investasi. Pada sisi swasta, komitmen pemerintah untuk meningkatkan iklim investasi dan usaha, serta Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Provinsi Jawa Tengah yang kompetitif juga mampu mendukung peningkatan investasi. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 antara lain risiko berlanjutnya perlambatan ekonomi Tiongkok, juga tingginya persaingan - 21 - di pasar global, terutama dengan Vietnam untuk komoditas tekstil, dan barang dari kayu. Sementara itu, risiko di pasar keuangan global sudah mereda, walaupun masih perlu diwaspadai. Suku bunga Fed Fund Rate (FFR) diperkirakan baru akan meningkat di semester II 2016 dengan besaran kenaikan yang lebih rendah. Hal lain yang juga menjadi tantangan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah kesesuaian realisasi konsumsi pemerintah dalam proyek infrastruktur. Sampai dengan triwulan I 2016, realisasi proyek pembangunan pemerintah relatif baik, terlihat dari realisasi belanja modal pemerintah provinsi yang sebesar 12,42%, lebih tinggi dari capaian tahun sebelumnya, maupun rata-rata historis lima tahun terakhir yang sebesar 3,12%. Namun di sisi lain, realisasi anggaran belanja modal pada APBD cukup rendah, yaitu 11,69%, dan berada di bawah realisasi tahun sebelumnya yang sebesar 12,26%. Oleh karena itu, pada tiga triwulan ke depan sampai dengan akhir tahun 2016, perlu dilakukan peningkatan realisasi belanja APBD untuk dapat mendorong perekonomian daerah. Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2016 diperkirakan berada pada rentang sasaran 4±1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Sejalan dengan aktivitas ekonomi Jawa Tengah yang membaik, tekanan inflasi diperkirakan meningkat di tengah permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang membaik. Peningkatan ini di perkirakan terjadi di seluruh kelompok, baik kelompok volatile food, kelompok administered prices, maupun kelompok inti. Inflasi kelompok volatile food diperkirakan akan meningkat dibandingkan tahun lalu. Tantangan yang dihadapi dalam menjaga gejolak harga kelompok pangan adalah sistem logistik dan jalur distribusi yang tidak efisien. Hasil survei BPS menunjukkan bahwa rantai perdagangan cabai merah, bawang merah, dan jagung pipilan terpanjang ditemui di Provinsi Jawa Tengah. Bank Indonesia melalui TPID akan terus berusaha menjaga inflasi pada kelompok volatile food dapat terus ditekan antara lain melalui pembenahan sistem logistik. Selaras dengan upaya tersebut, TPID juga akan mengoptimalkan produksi komoditas untuk menjaga kestabilan harga. Salah satu program nasional yang bersinergi dengan TPID Provinsi Jateng adalah program Aksi Sinergis di Brebes. Sebagai penghasil bawang merah - 22 - terbesar nasional, Brebes akan dijadikan gudang produksi bawang merah nasional. Selain itu, petani juga akan diberi kemudahan mendapat sertifikat tanah agar mendapatkan kemudahan akses pembiayaan ke perbankan. Inflasi kelompok administered prices pada akhir tahun 2016 diperkirakan meningkat secara moderat. Tekanan inflasi akhir tahun diperkirakan terjadi akibat penyesuaian TTL dan distribusi kenaikan cukai rokok. Namun demikian, tekanan inflasi diperkirakan tertahan sejalan dengan harga minyak dunia yang diproyeksikan berada pada level rendah. Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) memproyeksikan harga minyak dunia pada tahun 2016 masih berada pada level rendah, yakni sebesar USD 37,59. Hal ini kemudian berimbas pada relatif stabilnya harga tarif angkutan umum dan angkutan udara pada tahun laporan. Selanjutnya, inflasi inti juga diperkirakan meningkat dibandingkan tahun 2015 silam. Peningkatan ini terjadi seiring dengan pergerakan aktivitas ekonomi dan perbaikan daya beli masyarakat. Aktivitas ekonomi yang membaik ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global. Berdasarkan data IMF, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan tumbuh membaik, terutama untuk negara AS, Eropa, dan Jepang yang merupakan mitra dagang Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, membaiknya daya beli masyarakat akan berimplikasi pada peningkatan permintaan barang sandang, rekreasi, dan perlengkapan rumah tangga, sehingga mendorong inflasi pada kelompok tersebut. Tekanan inflasi juga berasal dari meningkatnya harga komoditas bahan bangunan seiring program pembangunan infrastruktur pemerintah di tahun 2016. Asumsi dasar ekonomi makro di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini : Tabel 2.2 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016 No 1. Indikator PDRB : Atas dasar (Triliun Rp) Atas dasar (Triliun Rp) harga berlaku harga konstan 2015 2016 Perubahan RKPD RKPD 261,348 741,222 741,222 206,981 248,114 248,114 - 23 - No Indikator 2. 3. Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) Inflasi (%) PDRB/Kapita atas dasar harga konstan (Juta Rp) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) (%) Kemiskinan (%) Nilai Tukar Petani (NTP) 4. 5. 6. 7. 2015 5,40 2,73 2016 Perubahan RKPD RKPD 6,1 - 6,6 5,2 - 5,6 4,5 ± 1 4,5 ± 1 18,06 7,75 24,99 4,99 4,66–4,43 4,66–4,43 13,32 102,03 8,60-8,35 102,63 8,60-8,35 102,63 Sumber: RKPD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016 dan 2017, dan Kajian Ekonomi Regional Triwulan I 2016, Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah. 3. Kondisi Perekonomian Kota Surakarta Dibandingkan dengan nasional, inflasi Kota Surakarta tahun 2015 sebesar 2,56% lebih rendah dibandingkan inflasi nasional sebesar 3,35%, dan inflasi Provinsi Jawa Tengah sebesar 2,73%. Dibandingkan enam kota di Provinsi Jawa Tengah yang dihitung angka inflasinya, inflasi Kota Surakarta sama dengan Kota Semarang dan lebih rendah dibandingkan Kudus (3,28%), Kabupaten Cilacap (2,63%), Kabupaten Kududs (3,28%), Kabupaten Tegal (3,95%), serta lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Banyumas (2,52%). Pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta pada tahun 2015 sebesar 5,24%. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi kabupaten kota lain di sekitar, Kota Surakarta berada di posisi ke 3 setelah Kota Pekalongan dan Kota Semarang. Pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta tahun 2015 lebih tinggi dari capaian nasional dan Provinsi Jawa Tengah. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta, masih digerakkan oleh sektor sekunder dan tersier, dimana nilai investasi yang berkontribusi terhadap nilai PDB terutama disebabkan oleh daya tarik pasar domestik, khususnya di sektor kontruksi, seiring dengan keberhasilan city branding Kota Surakarta sebagai Kota MICE melalui pertumbuhan hotel, perdagangan dan jasa keuangan. Dari sisi permintaan, konsumsi di Kota Surakarta tumbuh stabil didukung oleh terjaganya daya beli masyarakat. Kota Surakarta dengan kontribusi utama pertumbuhan ekonomi dari sektor pedagangan, jasa dan industri menjadikan salah satu daya tarik untuk mencari pekerjaan bagi para pencari kerja. - 24 - Masyarakat di luar Kota Surakarta terutama pada para pencari kerja usia muda yang kategori baru lulusan pendidikan akan mencari pekerjaan pada sektor-sektor modern. Banyaknya angkatan kerja bukan penduduk Kota Surakarta yang datang dan kemudian berdomisili di Kota Surakarta untuk mencari pekerjaan menjadi tantangan tersendiri. Jumlah pencari kerja yang datang dari luar Kota Surakarta menjadi pesaing besar bagi pencari kerja lokal untuk mendapatkan pekerjaan yang tersedia. Dengan kondisi tersebut, naik turunnya tingkat pengangguran terbuka di Kota Surakarta dapat dipengaruhi oleh tingkat penyerapan kerja dan persaingan antara pencari kerja lokal dengan pencari kerja dari luar Kota Surakarta. Dengan mendasarkan kondisi perekonomian Kota Surakarta tahun 2011-2015, kondisi perekonomian nasional, dan Provinsi Jawa Tengah, dilakukan perubahan asumsi ekonomi makro pada perubahan RKPD tahun 2016 sebagaimana tercantum pada Tabel berikut : Tabel 2.3 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Pada Perubahan RKPD Kota Surakarta Tahun 2016 No Indikator Makro 2016 Realisasi 2015 Perubahan RKPD APBD 1 Laju Pertumbuhan 5,46 Ekonomi (%) 2 Inflasi (%) 2,56 3 PDRB Perkapita atas dasar harga konstan 55.614.295,67 (Rp) 4 Angka Kemiskinan (%) 10,30 5 Tingkat Pengangguran 5,95 Terbuka (TPT) (%) 5-6 5-6 4+1 3+1 13.579.013,09 58.142.285,46 7,11 9,64 6,02 5,83 Sumber: BPS, BI dan Bappeda Kota Surakarta B. Perubahan Kebijakan Pendapatan Daerah Dengan melihat kondisi aktual kinerja ekonomi daerah, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional, serta memperhatikan realisasi APBD Kota Surakarta pendapatan Tahun sampai Anggaran 2016 dan dengan bulan Juni evaluasi 2016, kinerja maka bidang kebijakan pendapatan perubahan APBD Kota Surakarta diarahkan sebagai berikut: 1. Penyesuaian Pendapatan Asli Daerah dengan mempertimbangkan: - 25 - a. Perkiraan berdasarkan potensi yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan; b. Realisasi Pendapatan Asli Daerah sampai dengan triwulan II tahun 2016; c. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 5 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah d. Keputusan Walikota Surakarta tentang Pengesahan Laporan Keuangan Perusahaan Milik Daerah Tahun 2015; e. Penyesuaian pendapatan BLUD yang bersumber dari jasa layanan, hibah, hasil kerjasama dengan pihak ketiga, APBN, dan lain-lain pendapatan BLUD yang sah; f. Persetujuan Bersama Walikota Surakarta dan DPRD Kota Surakarta tanggal 12 Juli 2016 Nomor 910/2276-910/4062 terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Surakarta Tahun 2016–2021 2. Penyesuaian Dana Perimbangan dengan mempertimbangkan : a. Peraturan Presiden RI Nomor 137 Tahun 2015 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2016; b. Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Tengah Nomor 62 Tahun 2015 tentang Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Bagian Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun Anggaran 2016; c. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor PER-4/PK/2016 tentang Tata Cara Pemotongan atas Lebih Bayar Dana Bagi Hasil Pada Tahun Anggaran 2016; d. Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-19/MK.07/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus Fisik Tahun 2016 berdasarkan Usulan Pengurangan/Pemotongan Secara Mandiri oleh Daerah 3. Penyesuaian Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah, meliputi: a. Penyesuaian Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi berdasarkan Keputusan Gubenur Jawa Tengah Nomor 971/003/2016 tentang Alokasi Bagi Hasil Penerimaan Pajak Daerah Provinsi Jawa tengah kepada Kabupaten/Kota Anggaran 2016; di Provinsi Jawa Tengah Tahun - 26 - b. Penyesuaian Dana penyesuaian dan Otonomi Khusus berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 137 Tahun 2015 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2016; c. Penyesuaian Bantuan Keuangan dari Provinsi berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2016. C. Perubahan Kebijakan Belanja Daerah Sesuai hasil evaluasi pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2016 sampai dengan bulan Juni 2016 serta memperhatikan sinkronisasi kebijakan belanja dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Jawa Tengah, maka kebijakan belanja perubahan APBD Kota Surakarta Tahun Anggaran 2016 diarahkan sebagai berikut: 1. Penggunaan SiLPA a. SiLPA terikat, diutamakan untuk menganggarkan kembali sisa anggaran yang berasal dari: 1) Dana Alokasi Khusus; 2) Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Tengah; 3) Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau; 4) Tunjangan profesi guru; 5) Tambahan Penghasilan Guru; 6) Kementerian Kesejahteraan Rakyat untuk Relokasi Tanah Negara; b. SiLPA tidak terikat, dialokasikan untuk kegiatan lain. 2. Belanja Tidak Langsung a. Belanja Pegawai 1) Gaji PNS dihitung dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketiga belas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS, dengan berdasar pada realisasi pembayaran gaji sampai bulan Juni 2016; 2) Penyesuaian penganggaran belanja Pimpinan dan Anggota DPRD sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pemberian Gaji , Pensiun dan Tunjangan Ketiga Belas kepada Pegawai Negeri Sipil, Prajurit TNI, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Negara dan - 27 - Penerima Pensiun atau Tunjangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2016 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya dalam Tahun Anggaran 2016 kepada kepada Pegawai Negeri Sipil, Prajurit TNI, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pejabat Negara; 3) Penyesuaian Tambahan penghasilan bagi guru PNSD/CPNSD yang belum bersertifikasi dan tunjangan profesi guru berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 52 tahun 2009 tentang Tambahan Penghasilan bagi Guru Pegawai Negeri Sipil; 4) Penganggaran kembali Silpa Tunjangan Profesi Guru Tahun 2015; 5) Pemberian insentif atas pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah dan dihitung berdasarkan target pendapatan sampai akhir tahun anggaran 2016. b. Belanja Bunga Hutang Dalam perubahan APBD Tahun Anggaran 2016, belanja bunga hutang tidak mengalami perubahan kebijakan (masih sesuai dengan rencana semula). c. Belanja Hibah, Bantuan Sosial dan Bantuan Keuangan 1) Pemberian hibah dan bantuan sosial berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial beserta perubahannya dan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Hibah, Bantuan Sosial, dan Bantuan Keuangan Partai Politik yang bersumber dari APBD Kota Surakarta; 2) Mengakomodir Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2016 sesuai izin mendahului perubahan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Walikota Surakarta Nomor 2 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Surakarta Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Surakarta Tahun Anggaran 2016. - 28 - d. Belanja Tidak Terduga Mengakomodir Dana Pendamping Dana Alokasi Khusus dan Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2016 sesuai izin mendahului perubahan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Walikota Surakarta Nomor 2 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Surakarta Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Surakarta Tahun Anggaran 2016. 2. Belanja Langsung a. Penyesuaian alokasi belanja Program/kegiatan yang bersumber pada pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Jawa Tengah; b. Penyesuaian sasaran dan target indikator kinerja kegiatan Program/kegiatan memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaannya sampai dengan triwulan II, dinamika permasalahan yang timbul di masyarakat dan Persetujuan Bersama Walikota Surakarta dan DPRD Kota Surakarta tanggal 12 Juli 2016 Nomor 910/2276910/4062 terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Surakarta Tahun 2016–2021; c. Penyesuaian standarisasi belanja mengacu pada Keputusan Walikota Surakarta Nomor 010/46.1/1/2016 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan 010/48.1/1/2015 tentang Walikota Standar Surakarta Satuan Nomor Harga Tahun Anggaran 2015; d. Percepatan Realisasi keuangan dan Pelaksanaan Kegiatan mempertimbangkan : 1) Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 235/PMK.07/2015 tentang Konversi Penyeluran Dana Bagi hasil dan/atau Dana Alokasi Umum dalam Bentuk Nontunai; 2) Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 48/PMK.07/2016 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. e. Perencanaan anggaran atas kegiatan-kegiatan yang waktu pelaksanaannya secara administratif dan fisik harus diselesaikan sampai dengan minggu ke-2 bulan Desember 2016; f. Pelaksanaan kegiatan memperhatikan batas waktu pembayaran pekerjaan Tahun Anggaran 2016 paling lambat 31 Desember 2016; - 29 - g. Pelaksanaan kegiatan memperhatikan Peraturan Walikota Nomor 23-A Tahun 2015 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Kegiatan APBD Kota Surakarta dan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah; h. Paket-paket pengadaan serta biaya-biaya yang berkaitan dengan proses pengadaan barang/jasa memperhatikan nilai paket pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; i. Pembayaran paket-paket pengadaan barang dan jasa berpedoman pada peraturan perundang - undangan yang berlaku; j. Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) mengacu pada PMK Nomor 28/PMK.07/2016 tentang Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi DBHCHT diarahkan untuk 50% mendanai program/kegiatan peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai dan pemberantasan barang kena cukai illegal serta 50% untuk mendanai program/kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah; k. Pengelolaan Belanja BLUD berpedoman pada Peraturan Walikota Surakarta Nomor 22-B Tahun 2015 tentang Pedoman Sistem dan Prosedur PPK-BLUD Kota Surakarta; l. Biaya BLUD merupakan biaya operasional dan non operasional. Biaya operasional mencakup seluruh biaya yang menjadi beban BLUD dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi sedangkan biaya non operasional mencakup seluruh biaya yang menjadi beban BLUD dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi. m. Pengeluaran biaya BLUD diberikan fleksibilitas dengan mempertimbangkan volume dan kegiatan pelayanan, dimana fleksibilitas tersebut merupakan pengeluaran yang disesuaikan dan signifikan dengan perubahan pendapatan dalam ambang batas RBA yang telah ditetapkan secara definitif. - 30 - n. Belanja pegawai Pemberian honorarium bagi pegawai dalam rangka pelaksanaan program dan kegiatan dibatasi berpedoman pada Keputusan Walikota Surakarta Nomor 010/46.1/1/2016 tentang Perubahan Kedua Atas 010/48.1/1/2015 Keputusan tentang Walikota Standar Surakarta Satuan Harga Nomor Tahun Anggaran 2015. o. Belanja Barang dan Jasa 1) Pembayaran Upah bagi THL dan Pekerja Harian Lepas/Tidak Organik di Jajaran Pemerintah Kota Surakarta disesuaikan menjadi upah bagi Tenaga Kerja dengan Perjanjian Kontrak (TKPK) di Pemerintah Kota Surakarta sebagaimana diatur dalam Keputusan Walikota Surakarta Nomor 800/306 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Jasa Tenaga Kerja dengan Perjanjian Kerja di Lingkungan Pemerintah Kota Surakarta Tahun 2016 dan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 33 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengadaan Jasa Tenaga Kerja dengan Perjanjian Kerja di Lingkungan Pemerintah Kota Surakarta; 2) Penganggaran pengadaan barang (termasuk berupa aset tetap) yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan berpedoman padaPeraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; p. Belanja Modal Penganggaran perubahan belanja modal memperhatikan skala prioritas kebutuhan dan jadwal waktu proses pengadaan beserta pelaksanaannya, mengingat perubahan APBD mempunyai durasi waktu efektif hanya 70 (tujuh puluh) hari kerja. D. Perubahan Kebijakan Pembiayaan Daerah Realisasi APBD Kota Surakarta Tahun Anggaran 2015 dan evaluasi kinerja bidang pembiayaan sampai dengan bulan Juni 2016, maka kebijakan pembiayaan perubahan APBD Kota Surakarta diarahkan sebagai berikut: 1. Penerimaan Pembiayaan - 31 - a. Sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu (SiLPA) Tahun 2015 berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kota Surakarta Tahun Anggaran 2015; b. SiLPA berasal dari: 1) Dana Alokasi Khusus; 2) Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Tengah; 3) Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau; 4) Tunjangan profesi guru; 5) Tambahan Penghasilan Guru; 6) Kementerian Kesejahteraan Rakyat untuk Relokasi Tanah Negara; 7) Kelebihan pendapatan; 8) Efisiensi belanja. 2. Pengeluaran Pembiayaan Dalam perubahan APBD Tahun Anggaran 2016, pengeluaran pembiayaan tidak mengalami perubahan kebijakan (masih sesuai dengan rencana semula).