BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD A. Perubahan

advertisement
- 14 -
BAB II
PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD
A. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD
1. Kondisi Perekomonian Nasional
Dalam beberapa tahun terakhir ini, kinerja perekonomian dunia
mengalami perlambatan, dari 3,4 persen di tahun 2012 menjadi 3,1
persen di tahun 2015. Hal tersebut disebabkan oleh kinerja ekonomi
proses pemulihan di negara-negara maju yang belum optimal sejak
dilanda krisis pada tahun 2008 dan pertumbuhan ekonomi di negaranegara berkembang yang juga menunjukkan perlambatan sebagai
akibat lemahnya aktivitas perdagangan dunia serta rendahnya harga
komoditas.
Berdasarkan perkiraan IMF dalam World Economic Outlook (WEO)
yang dirilis pada bulan april 2016, perekonomian global pada tahun ini
dipekirakan
tumbuh
3,2
persen
atau
mengalami
perbaikan
dibandingkan tahun 2015 yang tercatat 3,1 persen. Meskipun demikan,
perkiraan ini masih lebih rendah dibandingkan perkiraan pada bulan
Januari, sebesar 3,4 persen. IMF juga merevisi ke bawah perkiraan
pertumbuhan
ekonomi AS pada tahun 2016. Perekonomian AS
diproyeksikan tumbuh sebesar 2,4 persen, sama dengan pertumbuhan
di tahun 2015. Momentum positif ekonomi AS diperkirakan masih terus
berlanjut,
dengan
didukung
perbaikan
pada
sejumlah
indikator
ekonomi, antara lain tingkat pengangguran yang menurun, inflasi yang
rendah dan indeks manufaktur maupun indeks produksi industri yang
menunjukkan tren meningkat.
Menghadapi
perekonomian
global
yang
belum
menunjukkan
pemulihan, masing-masing negara di dunia menerapkan kebijakan yang
diyakini sesuai untuk mendorong kinerja ekonomi domestiknya. AS
cenderung
memberlakukan
kebijakan
moneter
ketat
melalui
penghentian program quantitative easing. Selain itu, Bank Sentral AS
(The Fed) juga menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin
menjadi 0,25 hingga 0,5 persen per 16 Desember 2015. Kenaikkan
suku bunga acuan tersebut diperkirakan akan kembali terjadi secara
bertahap di tahun 2016, dengan mempertimbangkan perkembangan
indikator ekonomi AS lebih lanjut. Perekonomian di Eropa di tahun
2016 diperkirakan tumbuh sebesar 1,5 persen. Perkembangan positif
- 15 -
tersebut tidak lepas dari makin membaiknya kinerja ekonomi negaranegara besar di Eropa. Saat ini, kawasan Eropa mengalami deflasi pada
bulan Maret 2016 sebesar 0,1 persen (yoy), setelah pada bulan Februari
2016 juga mencatat deflasi sebesar 0,2 persen (yoy). Selain deflasi,
kawasan Eropa masih menghadapi beberapa risiko lain seperti
perlambatan pertumbuhan produktivitas dan peningkatan defisit fiskal
ditengah rasio utang terhadap PDB yang tinggi. Namun demikian,
terdapat beberapa faktor yang berpotensi menyokong kondisi kawasan
Eropa antara lain terkait dengan penurunan harga minyak, kebijakan
fiskal yang lebih netral, serta depresiasi nilai tukar euro.
Beberapa negara di Eropa dan Jepang juga masih bertumpu pada
kebijakan moneter longgar melalui pemberian stimulus dan penerapan
suku bunga negatif. European Central Bank (ECB) mengumumkan
kebijakan quantitative easing pada 22 Januari 2015 dengan pembelian
aset finansial berskala besar hingga mencapai 60 miliar euro per bulan.
Kebijakan tersebut rencananya akan diperpanjang hingga tahun 2017
untuk mencapai target inflasi kawasan Eropa, sekitar 2 persen. Hal
yang sama juga terjadi di Jepang, Bank of Japan (BoJ) juga akan
melanjutkan kebijakan quantitative easing yang telah dilaksanakan
mulai tahun 2015. BoJ akan mengucurkan dana sebesar 80 triliun yen
per tahun, meningkat dari stimulus sebelumnya yang hanya 60-70
triliun yen per tahun. Hampir serupa dengan kondisi perekonomian
kawasan Eropa, Jepang masih menghadapi sejumlah risiko ekonomi
antara lain pertumbuhan produk industri dan pertumbuhan penjualan
eceran yang rendah dan tingkat inflasi yang juga rendah. BoJ pada
bulan Januari 2016 juga memutuskan untuk menerapkan kebijakan
tingkat suku bunga negatif berlaku per Februari 2016 dengan
memangkas suku bunga ke level negatif 0,1 persen. Penerapan suku
bunga
negatif
diharapkan
dapat
mendorong
perekonomian
dan
mencegah terjadinya deflasi yang berkepanjangan di negara tersebut.
Pertumbuhan ekonomi Jepang di tahun 2016 diperkirakan sebesar 0,5
persen.
Arah kebijakan ekonomi negara-negara maju turut mempengaruhi
kebijakan ekonomi di negara-negara berkembang. Pelemahan ekonomi
global
telah
memukul
ekonomi
Tiongkok
sebagai
negara
yang
bergantung pada ekspor. Untuk menyikapi kondisi global yang kurang
kondusif,
pemerintah
Tiongkok
mengambil
langkah
untuk
- 16 -
menyeimbangkan sumber pertumbuhan tidak hanya dari investasi dan
ekspor, tetapi juga konsumsi rumah tangga (rebalancing). Namun
demikian, proses rebalancing masih terhambat dengan konsumsi
rumah
tangga
yang
belum
sekuat
yang
diharapkan.
Untuk
mengompensasi hal tersebut, People’s Bank of China (PBoC) melakukan
devaluasi yuan, menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM), dan
menurunkan tingkat suku bunga acuan guna membuat produk-produk
ekspor Tiongkok menjadi lebih kompetitif sehingga dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi. Dalam rangka memperkuat konsumsi dan
mendorong perekonomian, PBoC telah beberapa kali menurunkan suku
bunga acuan. Per Maret 2016, suku bunga acuan ditetapkan 4,35
persen, lebih rendah dari posisi akhir 2012 yang tercatat 6 persen.
Tiongkok juga memangkas GWM menjadi 17 persen.
Pelemahan ekonomi global serta berbagai tantangan yang dihadapi
perekonomian domestik menjadi tantangan bagi kinerja perekonomian
nasional. Namun demikian, pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi
Indonesia mampu mencapai 4,8 persen (yoy). Meski lebih rendah dari
asumsinya dalam APBNP tahun 2015, namun pertumbuhan tersebut
masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara berkembang lainnya.
Capaian ini terutama didukung oleh kinerja komponen kunci di sisi
pengeluaran seperti sektor konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah
dan investasi. Dari sisi produksi, sektor industri, pertanian dan jasa
yang merupakan sektor-sektor utama menunjukkan pertumbuhan yang
positif dan relatif stabil.
Salah satu komponen penopang pertumbuhan ekonomi yang
perannya diharapkan semakin besar adalah Pembentukan Modal Tetap
Domestik Bruto (PMTB). Di tahun 2015, PMTB mulai meningkat dan
tumbuh 5,1 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya
sebesar
4,6
pembangunan
persen.
Hal
ini
proyek-proyek
terutama
ditopang
infrastruktur
oleh
sebagai
akselerasi
dampak
dari
peningkatan anggaran infrastruktur secara signifikan. Selain itu,
pertumbuhan
PMTB
juga
didukung
oleh
berbagai
upaya
berkesinambungan yang dilakukan Pemerintah dalam memperbaiki
iklim investasi. Perbaikan iklim investasi dilakukan melalui deregulasi
dan simplifikasi prosedur perizinan investasi baik di pusat maupun
daerah, kesinambungan reformasi birokrasi, penciptaan kepastian
- 17 -
hukum bagi investor dan penyediaan insentif fiskal baik dalam bentuk
tax holiday maupun tax allowance.
Di sisi lain, pertumbuhan sektor pertambangan menunjukkan tren
penurunan sebagai dampak dari harga komoditas yang mengalami
pelemahan, terutama pada tahun 2015 yang tumbuh negatif. Sejalan
dengan itu, secara kewilayahan, kawasan yang bergantung pada barang
komoditas juga mengalami penurunan pertumbuhan yang relatif dalam
seperti Sumatera dan Kalimantan. Pulau Jawa yang merupakan wilayah
berbasis industri mampu tumbuh relatif lebih stabil.
Kinerja indikator
ekonomi makro lainya juga menunjukkan
perkembangan yang relatif stabil. Selama tahun 2015, inflasi terkendali
pada tingkat 3,35 persen, jauh di bawah asumsi dalam APBNP tahun
2015 yang sebesar 5 persen. Indikator realisasi investasi langsung yang
terus meningkat menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki daya
tarik yang tinggi bagi investor asing maupun domestik. Pasar obligasi
pemerintah masih tetap tumbuh walaupun ada tekanan gejolak pasar
keuangan terhadap pasar modal. Defisit Transaksi Berjalan di tahun
2015 mengalami perbaikan karena didukung oleh peningkatan kinerja
pada neraca pendapatan dan neraca jasa.
Untuk
menjaga
stabilitas,
kebijakan moneter yang ketat
Bank
Indonesia
(BI)
menerapkan
guna menekan impor, sementara
Pemerintah berupaya untuk menjaga agar kondisi fiskal tetap sehat.
Penurunan impor migas dan kenaikan di sektor jasa, khususnya sektor
pariwisata,
memberikan
kontribusi
positif
bagi
neraca
berjalan.
Cadangan devisa pada akhir tahun 2015 berada pada posisi US$105,9
miliar atau masih di atas standar kecukupan internasional. Jumlah
tersebut dapat menutup kebutuhan 7,4 bulan impor dan pembayaran
cicilan utang luar negeri pemerintah.
Pada tahun 2016, Pemerintah tetap mewaspadai berbagai potensi
tantangan dan risiko, baik yang berasal dari eksternal maupun internal.
Atas hal ini, Pemerintah berkomitmen untuk terus melanjutkan
reformasi struktural yang telah digulirkan sejak awal tahun 2015 untuk
mendorong
pertumbuhan
berkesinambungan
dalam
ekonomi
jangka
yang
panjang.
lebih
merata
Reformasi
dan
tersebut
dilakukan dengan mendorong pertumbuhan sektor-sektor bernilai
tambah dan industri pengolahan komoditas primer serta meningkatkan
peran
investasi
sebagai
mesin
pendorong
utama
pertumbuhan.
- 18 -
Pelaksanaan reformasi struktural tersebut didukung oleh reformasi
anggaran yang mencakup tiga pilar yaitu optimalisasi pendapatan,
peningkatan
kualitas
belanja,
dan
kesinambungan
pembiayaan
anggaran.
Dengan memperhatikan perkembangan kondisi perekonomian
terkini baik global maupun domestik serta berbagai kebijakan yang
diambil Pemerintah, diperkirakan akan terdapat deviasi beberapa
asumsi yang ditetapkan pada APBN tahun 2016 dengan outlook terkini
(RAPBNP tahun 2016) sebagai berikut:
a. Laju inflasi sepanjang tahun 2016 diperkirakan sebesar 4,0 persen,
lebih rendah dibandingkan asumsi dalam APBN tahun 2016 yang
ditetapkan sebesar 4,7 persen. Besaran inflasi sepanjang tahun
2016 akan terpengaruh oleh perkembangan ekonomi global dan tren
pelemahan harga komoditas terutama energi. Sementara dari sisi
domestik, stabilitas inflasi akan didukung oleh sinergi kebijakan
Pemerintah
kebutuhan
dan
Bank
pokok
Indonesia
(BI)
masyarakat.
dalam
menjaga
Pelaksanaan
harga
kebijakan
pembangunan infrastruktur akan menjadi tumpuan dalam upaya
peningkatan produksi serta dukungan konektivitas dan kelancaran
arus distribusi yang akan berpengaruh terhadap inflasi.
b. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan bergerak pada
kisaran Rp13.500 per dolar AS, menguat dibandingkan asumsinya
dalam APBN tahun 2016 sebesar Rp13.900 per dolar AS. Beberapa
faktor positif terutama penurunan suku bunga acuan Bank
Indonesia, perbaikan kinerja transaksi berjalan, inflasi yang rendah,
serta membaiknya perekonomian diharapkan mampu menjaga
stabilisasi dan meredam depresiasi nilai tukar rupiah. Namun
demikian, pergerakan nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2016
masih
menghadapi
beberapa
risiko
eksternal
seperti
potensi
kenaikan suku bunga the Fed pada semester kedua, pelonggaran
likuiditas di kawasan Eropa dan Jepang, serta pengaruh moderasi
pasar keuangan Tiongkok.
c. Suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan sama dengan asumsi APBN
tahun 2016 yaitu 5,5 persen.
d. ICP diproyeksikan berada pada kisaran US$35 per barel lebih
rendah dibandingkan dengan asumsi dalam APBN tahun 2016
sebesar US$50 per barel. Badan Energi AS (US Energy Information
- 19 -
Administration/EIA) memperkirakan harga minyak mentah dunia
sepanjang tahun 2016 masih akan berada pada kisaran US$35 per
barel, seiring dengan moderasi pertumbuhan ekonomi Tiongkok.
Realisasi harga ICP sampai dengan April tahun 2016 mencapai
US$32,0
per
barel,
turun
39
persen
dibandingkan
tahun
sebelumnya. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, pada tahun
2016, Pemerintah memperkirakan ICP akan berada pada kisaran
US$35 per barel, lebih rendah dibandingkan dengan asumsi dalam
APBN tahun 2016 yang ditetapkan sebesar US$50 per barel. Namun
demikian, Pemerintah perlu mencermati pergerakan harga minyak
mentah dunia dengan memperhatikan beberapa faktor risiko yang
bersumber pada kondisi geopolitik, alam, dan iklim.
e. Lifting minyak diperkirakan akan terealisasi sebesar 810 ribu barel
per hari, lebih rendah dibandingkan asumsi dalam APBN tahun
2016. Dalam APBN tahun 2016, target lifting minyak bumi
ditetapkan sebesar 830 ribu barel per hari atau meningkat jika
dibanding target dan capaian pada tahun 2015. Target tersebut
terutama ditopang oleh produksi di Lapangan Banyu Urip-Blok
Cepu yang telah beroperasi secara penuh. Namun demikian, tren
penurunan harga minyak mentah dunia berpotensi menurunkan
kinerja industri hulu migas Indonesia. Untuk mengantisipasi hal
tersebut Pemerintah akan tetap berupaya mendorong efisiensi
produksi oleh KKKS agar tekanan penurunan lifting minyak bumi
dapat diminimalisir. Hingga Bulan Maret tahun 2016, realisasi
lifting minyak bumi mencapai rata-rata 820,3 ribu bph. Dengan
mempertimbangkan faktor dan kondisi yang ada, capaian lifting
minyak bumi diperkirakan akan mengalami penyesuaian menjadi
sebesar 810 ribu bph.
f.
Lifting gas bumi diperkirakan mencapai 1.115 ribu barel setara
minyak per hari, lebih rendah bila dibandingkan dengan asumsi
lifting gas bumi pada APBN tahun 2016 yang ditetapkan sebesar
1.155 ribu barel setara minyak per hari. Target lifting gas bumi pada
APBN tahun 2016 ditetapkan sebesar 1.155 ribu bsmph. Per Maret
2016, realisasi lifting gas rata-rata sebesar 1.228,7 ribu bsmph.
Meskipun demikian, dengan mempertimbangkan kecenderungan
produksi minyak yang masih menurun dan masih adanya risiko
tingkat penyerapan uncontracted gas yang rendah, lifting gas di
- 20 -
tahun 2016 diperkirakan akan mencapai 1.115 ribu bsmph. Untuk
mengurangi
risiko
yang
berasal
dari
tingkat
penyerapan
uncontracted gas, Pemerintah mendorong pemanfaatan gas untuk
pasar dalam negeri dengan membangun infrastruktur gas.
Asumsi dasar ekonomi makro nasional pada RAPBN-P 2016
disajikan pada Tabel 2.1, sebagai berikut :
Tabel 2.1
Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN-P Tahun 2016
No
Uraian
1.
2.
3.
4.
5.
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy)
Inflasi (%, yoy )
Nilai Tukar (Rp/US$)
Tingkat Suku Bunga SPN 3 bulan (%)
Harga
Minyak
mentah
Indonesia
(US$/barel)
6. Lifting Minyak (Ribu barel per hari)
7. Lifting Gas (Ribu Barel setara minyak
per hari)
Realisasi
2015
4,8
3,4
13.392
6,0
2016
APBN
APBNP
5,3
5,3
4,7
4,0
13.900
13.500
5,5
5,5
49
50
35
778
830
810
1.195,4
1.155
1.115
Sumber : Kementerian Keuangan RI
2. Kondisi Perekonomian Provinsi Jawa Tengah
Secara keseluruhan perekonomian Jawa Tengah tahun 2016
diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2015. Sumber
peningkatan pertumbuhan berasal dari lapangan usaha perdagangan,
dan industri pengolahan. Perbaikan ekonomi global dan domestik,
permintaan
terhadap
hasil
produksi
Jawa
Tengah
diperkirakan
mengalami peningkatan yang mendorong perbaikan kinerja lapangan
usaha perdagangan, serta industri pengolahan. Tren penurunan biaya
energi juga turut mendorong peningkatan kinerja.
Turut menunjang perekonomian tumbuh lebih tinggi, komitmen
pemerintah untuk pembangunan infrastruktur, baik dalam perbaikan
logistik, maupun infrastruktur pendukung pertanian akan mendorong
peningkatan kinerja investasi. Pada sisi swasta, komitmen pemerintah
untuk meningkatkan iklim investasi dan usaha, serta Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) Provinsi Jawa Tengah yang kompetitif juga
mampu mendukung peningkatan investasi.
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka
menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 antara lain risiko
berlanjutnya perlambatan ekonomi Tiongkok, juga tingginya persaingan
- 21 -
di pasar global, terutama dengan Vietnam untuk komoditas tekstil, dan
barang dari kayu. Sementara itu, risiko di pasar keuangan global sudah
mereda, walaupun masih perlu diwaspadai. Suku bunga Fed Fund Rate
(FFR) diperkirakan baru akan meningkat di semester II 2016 dengan
besaran kenaikan yang lebih rendah.
Hal lain yang juga menjadi tantangan untuk meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi
adalah
kesesuaian
realisasi
konsumsi
pemerintah dalam proyek infrastruktur. Sampai dengan triwulan I
2016, realisasi proyek pembangunan pemerintah relatif baik, terlihat
dari realisasi belanja modal pemerintah provinsi yang sebesar 12,42%,
lebih tinggi dari capaian tahun sebelumnya, maupun rata-rata historis
lima tahun terakhir yang sebesar 3,12%. Namun di sisi lain, realisasi
anggaran belanja modal pada APBD cukup rendah, yaitu 11,69%, dan
berada di bawah realisasi tahun sebelumnya yang sebesar 12,26%. Oleh
karena itu, pada tiga triwulan ke depan sampai dengan akhir tahun
2016, perlu dilakukan peningkatan realisasi belanja APBD untuk dapat
mendorong perekonomian daerah.
Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2016 diperkirakan berada pada
rentang
sasaran
4±1%
(yoy),
lebih
tinggi
dibandingkan
tahun
sebelumnya. Sejalan dengan aktivitas ekonomi Jawa Tengah yang
membaik, tekanan inflasi diperkirakan meningkat di tengah permintaan
masyarakat akan barang dan jasa yang membaik. Peningkatan ini di
perkirakan terjadi di seluruh kelompok, baik kelompok volatile food,
kelompok administered prices, maupun kelompok inti.
Inflasi
kelompok
volatile food
diperkirakan
akan
meningkat
dibandingkan tahun lalu. Tantangan yang dihadapi dalam menjaga
gejolak harga kelompok pangan adalah sistem logistik dan jalur
distribusi yang tidak efisien. Hasil survei BPS menunjukkan bahwa
rantai perdagangan cabai merah, bawang merah, dan jagung pipilan
terpanjang ditemui di Provinsi Jawa Tengah. Bank Indonesia melalui
TPID akan terus berusaha menjaga inflasi pada kelompok volatile food
dapat terus ditekan antara lain melalui pembenahan sistem logistik.
Selaras dengan upaya tersebut, TPID juga akan mengoptimalkan
produksi komoditas untuk menjaga kestabilan harga. Salah satu
program nasional yang bersinergi dengan TPID Provinsi Jateng adalah
program Aksi Sinergis di Brebes. Sebagai penghasil bawang merah
- 22 -
terbesar nasional, Brebes akan dijadikan gudang produksi bawang
merah nasional.
Selain itu, petani juga akan diberi kemudahan mendapat sertifikat
tanah agar mendapatkan kemudahan akses pembiayaan ke perbankan.
Inflasi
kelompok
administered
prices
pada
akhir
tahun
2016
diperkirakan meningkat secara moderat. Tekanan inflasi akhir tahun
diperkirakan terjadi akibat penyesuaian TTL dan distribusi kenaikan
cukai rokok. Namun demikian, tekanan inflasi diperkirakan tertahan
sejalan dengan harga minyak dunia yang diproyeksikan berada pada
level
rendah.
Badan
Administrasi
Informasi
Energi
AS
(EIA)
memproyeksikan harga minyak dunia pada tahun 2016 masih berada
pada level rendah, yakni sebesar USD 37,59. Hal ini kemudian
berimbas pada relatif stabilnya harga tarif angkutan umum dan
angkutan udara pada tahun laporan.
Selanjutnya, inflasi inti juga diperkirakan meningkat dibandingkan
tahun 2015 silam. Peningkatan ini terjadi seiring dengan pergerakan
aktivitas ekonomi dan perbaikan daya beli masyarakat. Aktivitas
ekonomi yang membaik ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
global.
Berdasarkan
data
IMF,
pertumbuhan
ekonomi
dunia
diperkirakan akan tumbuh membaik, terutama untuk negara AS,
Eropa, dan Jepang yang merupakan mitra dagang Provinsi Jawa
Tengah.
Selain
itu,
membaiknya
daya
beli
masyarakat
akan
berimplikasi pada peningkatan permintaan barang sandang, rekreasi,
dan perlengkapan rumah tangga, sehingga mendorong inflasi pada
kelompok tersebut. Tekanan inflasi juga berasal dari meningkatnya
harga komoditas bahan bangunan seiring program pembangunan
infrastruktur pemerintah di tahun 2016.
Asumsi dasar ekonomi makro di Provinsi Jawa Tengah dapat
dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini :
Tabel 2.2
Asumsi Dasar Ekonomi Makro Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
No
1.
Indikator
PDRB :
Atas
dasar
(Triliun Rp)
Atas
dasar
(Triliun Rp)
harga
berlaku
harga
konstan
2015
2016
Perubahan
RKPD
RKPD
261,348
741,222
741,222
206,981
248,114
248,114
- 23 -
No
Indikator
2.
3.
Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)
Inflasi (%)
PDRB/Kapita atas dasar harga
konstan (Juta Rp)
Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) (%)
Kemiskinan (%)
Nilai Tukar Petani (NTP)
4.
5.
6.
7.
2015
5,40
2,73
2016
Perubahan
RKPD
RKPD
6,1 - 6,6
5,2 - 5,6
4,5 ± 1
4,5 ± 1
18,06
7,75
24,99
4,99
4,66–4,43
4,66–4,43
13,32
102,03
8,60-8,35
102,63
8,60-8,35
102,63
Sumber: RKPD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016 dan 2017, dan Kajian Ekonomi
Regional Triwulan I 2016, Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah.
3. Kondisi Perekonomian Kota Surakarta
Dibandingkan dengan nasional, inflasi Kota Surakarta tahun
2015 sebesar 2,56% lebih rendah dibandingkan inflasi nasional
sebesar 3,35%, dan inflasi Provinsi Jawa Tengah sebesar 2,73%.
Dibandingkan enam kota di Provinsi Jawa Tengah yang dihitung
angka inflasinya, inflasi Kota Surakarta sama dengan Kota Semarang
dan lebih rendah dibandingkan Kudus (3,28%), Kabupaten Cilacap
(2,63%), Kabupaten Kududs (3,28%), Kabupaten Tegal (3,95%), serta
lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Banyumas (2,52%).
Pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta pada tahun 2015 sebesar
5,24%. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi kabupaten
kota lain di sekitar, Kota Surakarta berada di posisi ke 3 setelah Kota
Pekalongan
dan
Kota
Semarang.
Pertumbuhan
ekonomi
Kota
Surakarta tahun 2015 lebih tinggi dari capaian nasional dan Provinsi
Jawa Tengah. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi Kota
Surakarta, masih digerakkan oleh sektor sekunder dan tersier,
dimana nilai investasi yang berkontribusi terhadap nilai PDB
terutama disebabkan oleh daya tarik pasar domestik, khususnya di
sektor kontruksi, seiring dengan keberhasilan city branding Kota
Surakarta
sebagai
Kota
MICE
melalui
pertumbuhan
hotel,
perdagangan dan jasa keuangan. Dari sisi permintaan, konsumsi di
Kota Surakarta tumbuh stabil didukung oleh terjaganya daya beli
masyarakat.
Kota Surakarta dengan kontribusi utama pertumbuhan ekonomi
dari sektor pedagangan, jasa dan industri menjadikan salah satu
daya tarik untuk mencari pekerjaan bagi para pencari kerja.
- 24 -
Masyarakat di luar Kota Surakarta terutama pada para pencari kerja
usia muda yang kategori baru lulusan pendidikan akan mencari
pekerjaan pada sektor-sektor modern. Banyaknya angkatan kerja
bukan penduduk Kota Surakarta yang datang dan kemudian
berdomisili di Kota Surakarta untuk mencari pekerjaan menjadi
tantangan tersendiri. Jumlah pencari kerja yang datang dari luar
Kota Surakarta menjadi pesaing besar bagi pencari kerja lokal untuk
mendapatkan pekerjaan yang tersedia. Dengan kondisi tersebut, naik
turunnya tingkat pengangguran terbuka di Kota Surakarta dapat
dipengaruhi oleh tingkat penyerapan kerja dan persaingan antara
pencari kerja lokal dengan pencari kerja dari luar Kota Surakarta.
Dengan mendasarkan kondisi perekonomian Kota Surakarta
tahun 2011-2015, kondisi perekonomian nasional, dan Provinsi Jawa
Tengah,
dilakukan
perubahan
asumsi
ekonomi
makro
pada
perubahan RKPD tahun 2016 sebagaimana tercantum pada Tabel
berikut :
Tabel 2.3
Asumsi Dasar Ekonomi Makro Pada Perubahan RKPD
Kota Surakarta Tahun 2016
No
Indikator Makro
2016
Realisasi
2015
Perubahan
RKPD
APBD
1 Laju
Pertumbuhan
5,46
Ekonomi (%)
2 Inflasi (%)
2,56
3 PDRB Perkapita atas
dasar harga konstan 55.614.295,67
(Rp)
4 Angka Kemiskinan (%)
10,30
5 Tingkat
Pengangguran
5,95
Terbuka (TPT) (%)
5-6
5-6
4+1
3+1
13.579.013,09 58.142.285,46
7,11
9,64
6,02
5,83
Sumber: BPS, BI dan Bappeda Kota Surakarta
B. Perubahan Kebijakan Pendapatan Daerah
Dengan melihat kondisi aktual kinerja ekonomi daerah, Provinsi
Jawa Tengah dan Nasional, serta memperhatikan realisasi APBD Kota
Surakarta
pendapatan
Tahun
sampai
Anggaran
2016
dan
dengan
bulan
Juni
evaluasi
2016,
kinerja
maka
bidang
kebijakan
pendapatan perubahan APBD Kota Surakarta diarahkan sebagai berikut:
1. Penyesuaian Pendapatan Asli Daerah dengan mempertimbangkan:
- 25 -
a. Perkiraan berdasarkan potensi yang terukur secara rasional yang
dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan;
b. Realisasi Pendapatan Asli Daerah sampai dengan triwulan II
tahun 2016;
c. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 5 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 9
Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah
d. Keputusan Walikota Surakarta tentang Pengesahan Laporan
Keuangan Perusahaan Milik Daerah Tahun 2015;
e. Penyesuaian
pendapatan
BLUD
yang
bersumber
dari
jasa
layanan, hibah, hasil kerjasama dengan pihak ketiga, APBN, dan
lain-lain pendapatan BLUD yang sah;
f.
Persetujuan
Bersama
Walikota
Surakarta
dan
DPRD
Kota
Surakarta tanggal 12 Juli 2016 Nomor 910/2276-910/4062
terhadap
Rancangan
Peraturan
Daerah
tentang
Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Surakarta Tahun
2016–2021
2. Penyesuaian Dana Perimbangan dengan mempertimbangkan :
a. Peraturan Presiden RI Nomor 137 Tahun 2015 tentang Rincian
APBN Tahun Anggaran 2016;
b. Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Tengah Nomor 62 Tahun 2015
tentang Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
Bagian
Pemerintah
Provinsi
Jawa
Tengah
dan
Pemerintah
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun Anggaran 2016;
c. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor PER-4/PK/2016 tentang
Tata Cara Pemotongan atas Lebih Bayar Dana Bagi Hasil Pada
Tahun Anggaran 2016;
d. Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-19/MK.07/2016
tentang Pedoman Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus Fisik Tahun
2016
berdasarkan
Usulan
Pengurangan/Pemotongan
Secara
Mandiri oleh Daerah
3. Penyesuaian Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah, meliputi:
a. Penyesuaian Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi berdasarkan
Keputusan Gubenur Jawa Tengah Nomor 971/003/2016 tentang
Alokasi Bagi Hasil Penerimaan Pajak Daerah Provinsi Jawa tengah
kepada
Kabupaten/Kota
Anggaran 2016;
di
Provinsi
Jawa
Tengah
Tahun
- 26 -
b. Penyesuaian
Dana
penyesuaian
dan
Otonomi
Khusus
berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 137 Tahun 2015
tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2016;
c. Penyesuaian
Bantuan
Keuangan
dari
Provinsi
berdasarkan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2015
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa
Tengah Tahun Anggaran 2016.
C. Perubahan Kebijakan Belanja Daerah
Sesuai hasil evaluasi pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2016
sampai dengan bulan Juni 2016 serta memperhatikan sinkronisasi
kebijakan belanja dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Jawa
Tengah, maka kebijakan belanja perubahan APBD Kota Surakarta Tahun
Anggaran 2016 diarahkan sebagai berikut:
1. Penggunaan SiLPA
a. SiLPA terikat, diutamakan untuk menganggarkan kembali sisa
anggaran yang berasal dari:
1) Dana Alokasi Khusus;
2) Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Tengah;
3) Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau;
4) Tunjangan profesi guru;
5) Tambahan Penghasilan Guru;
6) Kementerian Kesejahteraan Rakyat untuk Relokasi Tanah
Negara;
b. SiLPA tidak terikat, dialokasikan untuk kegiatan lain.
2. Belanja Tidak Langsung
a. Belanja Pegawai
1) Gaji
PNS
dihitung
dengan
mengacu
pada
Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketiga
belas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang
Peraturan
Gaji
PNS,
dengan
berdasar
pada
realisasi
pembayaran gaji sampai bulan Juni 2016;
2) Penyesuaian penganggaran belanja Pimpinan dan Anggota
DPRD sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2016 tentang Pemberian Gaji , Pensiun dan Tunjangan Ketiga
Belas kepada Pegawai Negeri Sipil, Prajurit TNI, Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Negara dan
- 27 -
Penerima Pensiun atau Tunjangan dan Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 2016 tentang Pemberian Tunjangan Hari
Raya dalam Tahun Anggaran 2016 kepada kepada Pegawai
Negeri Sipil, Prajurit TNI, Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan Pejabat Negara;
3) Penyesuaian Tambahan penghasilan bagi guru PNSD/CPNSD
yang
belum
bersertifikasi
dan
tunjangan
profesi
guru
berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 52 tahun 2009
tentang Tambahan Penghasilan bagi Guru Pegawai Negeri
Sipil;
4) Penganggaran kembali Silpa Tunjangan Profesi Guru Tahun
2015;
5) Pemberian insentif atas pemungutan pajak daerah dan
retribusi daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah
Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Dan
Pemanfaatan
Insentif
Pemungutan
Pajak
Daerah
Dan
Retribusi Daerah dan dihitung berdasarkan target pendapatan
sampai akhir tahun anggaran 2016.
b. Belanja Bunga Hutang
Dalam perubahan APBD Tahun Anggaran 2016, belanja bunga
hutang tidak mengalami perubahan kebijakan (masih sesuai
dengan rencana semula).
c. Belanja Hibah, Bantuan Sosial dan Bantuan Keuangan
1) Pemberian hibah dan bantuan sosial berpedoman pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011
tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial
beserta perubahannya dan Peraturan Walikota Surakarta
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Hibah,
Bantuan Sosial, dan Bantuan Keuangan Partai Politik yang
bersumber dari APBD Kota Surakarta;
2) Mengakomodir Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Tengah
Tahun Anggaran 2016 sesuai izin mendahului perubahan
yang telah ditetapkan dalam Peraturan Walikota Surakarta
Nomor 2 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan
Walikota Surakarta Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penjabaran
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Surakarta
Tahun Anggaran 2016.
- 28 -
d. Belanja Tidak Terduga
Mengakomodir Dana Pendamping Dana Alokasi Khusus dan
Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2016
sesuai izin mendahului perubahan yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Walikota Surakarta Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Peraturan Walikota Surakarta Nomor 23 Tahun
2015 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kota Surakarta Tahun Anggaran 2016.
2. Belanja Langsung
a. Penyesuaian alokasi belanja Program/kegiatan yang bersumber
pada pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Jawa Tengah;
b. Penyesuaian sasaran dan target indikator kinerja kegiatan
Program/kegiatan memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaannya
sampai dengan triwulan II, dinamika permasalahan yang timbul
di masyarakat dan Persetujuan Bersama Walikota Surakarta dan
DPRD Kota Surakarta tanggal 12 Juli 2016 Nomor 910/2276910/4062
terhadap
Rancangan
Peraturan
Daerah
tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Surakarta
Tahun 2016–2021;
c. Penyesuaian standarisasi belanja mengacu pada Keputusan
Walikota Surakarta Nomor 010/46.1/1/2016 tentang Perubahan
Kedua
Atas
Keputusan
010/48.1/1/2015
tentang
Walikota
Standar
Surakarta
Satuan
Nomor
Harga
Tahun
Anggaran 2015;
d. Percepatan
Realisasi
keuangan
dan
Pelaksanaan
Kegiatan
mempertimbangkan :
1) Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 235/PMK.07/2015
tentang Konversi Penyeluran Dana Bagi hasil dan/atau Dana
Alokasi Umum dalam Bentuk Nontunai;
2) Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 48/PMK.07/2016
tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
e. Perencanaan
anggaran
atas
kegiatan-kegiatan
yang
waktu
pelaksanaannya secara administratif dan fisik harus diselesaikan
sampai dengan minggu ke-2 bulan Desember 2016;
f.
Pelaksanaan kegiatan memperhatikan batas waktu pembayaran
pekerjaan Tahun Anggaran 2016 paling lambat 31 Desember
2016;
- 29 -
g. Pelaksanaan kegiatan memperhatikan Peraturan Walikota Nomor
23-A Tahun 2015 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Kegiatan
APBD Kota Surakarta dan Peraturan Walikota Surakarta Nomor
27
Tahun
2014
tentang
Pedoman
Sistem
dan
Prosedur
Pengelolaan Keuangan Daerah;
h. Paket-paket pengadaan serta biaya-biaya yang berkaitan dengan
proses
pengadaan
barang/jasa
memperhatikan
nilai
paket
pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang diatur
dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang
Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
i.
Pembayaran paket-paket pengadaan barang dan jasa berpedoman
pada peraturan perundang - undangan yang berlaku;
j.
Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT)
mengacu
pada
PMK
Nomor
28/PMK.07/2016
tentang
Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi DBHCHT diarahkan
untuk 50% mendanai program/kegiatan peningkatan kualitas
bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial,
sosialisasi ketentuan di bidang cukai dan pemberantasan barang
kena cukai illegal serta 50% untuk mendanai program/kegiatan
sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah;
k. Pengelolaan Belanja BLUD berpedoman pada Peraturan Walikota
Surakarta Nomor 22-B Tahun 2015 tentang Pedoman Sistem dan
Prosedur PPK-BLUD Kota Surakarta;
l.
Biaya BLUD merupakan biaya operasional dan non operasional.
Biaya operasional mencakup seluruh biaya yang menjadi beban
BLUD dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi sedangkan
biaya non operasional mencakup seluruh biaya yang menjadi
beban BLUD dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas dan
fungsi.
m. Pengeluaran
biaya
BLUD
diberikan
fleksibilitas
dengan
mempertimbangkan volume dan kegiatan pelayanan, dimana
fleksibilitas tersebut merupakan pengeluaran yang disesuaikan
dan signifikan dengan perubahan pendapatan dalam ambang
batas RBA yang telah ditetapkan secara definitif.
- 30 -
n. Belanja pegawai
Pemberian honorarium bagi pegawai dalam rangka pelaksanaan
program dan kegiatan dibatasi berpedoman pada Keputusan
Walikota Surakarta Nomor 010/46.1/1/2016 tentang Perubahan
Kedua
Atas
010/48.1/1/2015
Keputusan
tentang
Walikota
Standar
Surakarta
Satuan
Harga
Nomor
Tahun
Anggaran 2015.
o. Belanja Barang dan Jasa
1) Pembayaran Upah bagi THL dan Pekerja Harian Lepas/Tidak
Organik di Jajaran Pemerintah Kota Surakarta disesuaikan
menjadi upah bagi Tenaga Kerja dengan Perjanjian Kontrak
(TKPK) di Pemerintah Kota Surakarta sebagaimana diatur
dalam Keputusan Walikota Surakarta Nomor 800/306 Tahun
2016 tentang Kebutuhan Jasa Tenaga Kerja dengan Perjanjian
Kerja di Lingkungan Pemerintah Kota Surakarta Tahun 2016
dan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 33 Tahun 2014
tentang Pedoman Pengadaan Jasa
Tenaga Kerja dengan
Perjanjian Kerja di Lingkungan Pemerintah Kota Surakarta;
2) Penganggaran pengadaan barang (termasuk berupa aset tetap)
yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat pada
tahun anggaran berkenaan berpedoman padaPeraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua
atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011
tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang
Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
p. Belanja Modal
Penganggaran perubahan belanja modal memperhatikan skala
prioritas kebutuhan dan jadwal waktu proses pengadaan beserta
pelaksanaannya, mengingat perubahan APBD mempunyai durasi
waktu efektif hanya 70 (tujuh puluh) hari kerja.
D. Perubahan Kebijakan Pembiayaan Daerah
Realisasi APBD Kota Surakarta Tahun Anggaran 2015 dan evaluasi
kinerja bidang pembiayaan sampai dengan bulan Juni 2016, maka
kebijakan pembiayaan perubahan APBD Kota Surakarta diarahkan
sebagai berikut:
1. Penerimaan Pembiayaan
- 31 -
a. Sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu (SiLPA) Tahun 2015
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun
2016 tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kota
Surakarta Tahun Anggaran 2015;
b. SiLPA berasal dari:
1) Dana Alokasi Khusus;
2) Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Tengah;
3) Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau;
4) Tunjangan profesi guru;
5) Tambahan Penghasilan Guru;
6) Kementerian Kesejahteraan Rakyat untuk Relokasi Tanah
Negara;
7) Kelebihan pendapatan;
8) Efisiensi belanja.
2. Pengeluaran Pembiayaan
Dalam
perubahan
APBD
Tahun
Anggaran
2016,
pengeluaran
pembiayaan tidak mengalami perubahan kebijakan (masih sesuai
dengan rencana semula).
Download