3 RINGKASAN DANI NUGRAHA. Pengaruh konsumsi biskuit terhadap status gizi dan tingkat morbiditas balita yang berstatus gizi buruk atau gizi kurang di tiga tipologi wilayah kabupaten Sukabumi dibawah bimbingan DADANG SUKANDAR dan LEILY AMALIA. Berdasarkan laporan Riskesdas 2010, terdapat sekitar 13% balita menderita gizi kurang. Menurut UNICEF (1998) terdapat berbagai penyebab timbulnya masalah gizi pada balita yaitu : pertama , sebagai penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi, dan kedua, penyebab tidak langsung yaitu pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan dan ketahanan pangan keluarga. Optimalisasi penanganan masalah gizi pada balita melalui diversifikasi pengembangan formula makanan tambahan merupakan salah satu solusi dalam menurunkan prevalensi gizi kurang. Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis pengaruh konsumsi biskuit terhadap status gizi dan tingkat morbiditas balita yang berstatus gizi buruk atau kurang di tiga tipologi wilayah Kabupaten Sukabumi. Tujuan khusus penelitian ini; 1) Mengidentifikasi karakteristik balita dan keluarga; 2) Menganalisis pola asuh balita dalam keluraga; 3) Menganalisis kondisi lingkungan tempat tinggal balita; 4) Menganalisis asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein balita tanpa dan dengan konsumsi biskuit; 5) Menganalisis kontribusi konsumsi biskuit terhadap tingkat kecukupan energi dan protein; 6) Mengidentifikasi status gizi balita sebelum dan setelah intervensi; 7) Menganalisis tingkat kepatuhan ibu dalam memberikan biskuit bergizi kepada balita gizi buruk dan kurang; 8) Menganalisis tingkat morbiditas / status kesehatan pada balita yang diberikan intervensi biskuit bergizi; 9) Menganalisis hubungan antara konsumsi biskuit dengan status gizi; 10)Menganalisis hubungan antara konsumsi biskuit dengan morbiditas. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung mengenai program intervensi Pemberian Makanan Tambahan (PMT) biskuit yang diperkaya tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada balita gizi buruk dan kurang di tiga tipologi wilayah Kabupaten Sukabumi. Desain yang digunakan yaitu survey, lokasi penelitian ini terdiri dari tiga puskesmas yaitu Kadudampit, Cikidang, dan Citarik. Pemilihan lokasi penelitian di pilih berdasarkan analisis dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi dengan kriteria lokasi penelitian yang dipilih merupakan lokasi tempat pelaksanaan program intervensi biskuit pada balita gizi buruk dan kurang, dan merupakan wilayah dataran tinggi, sedang dan rendah. Contoh dalam penelitian ini adalah balita (1-5 tahun) yang berdasarkan hasil pengukuran antropometri tergolong dalam gizi kurang dan buruk berdasarkan indikator BB/U dengan Z score ≥ -3.0 s/d < -2.0, mendapatkan PMT biskuit dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi dan balita contoh tergolong dalam keluarga miskin. Jumlah contoh dalam penelitian ini yaitu sebanyak 48 balita yang diambil secara langsung melalui pendekatan purposive. Data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik keluarga (umur orangtua, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, besar keluarga, dan pendapatan keluarga), karakteristik balita (umur balita, jenis kelamin, berta badan dan tinggi badan balita), pola asuh balita, kondisi lingkungan tempat tinggal balita, konsumsi makan, jumlah konsumsi biskuit dan status kesehatan/morbiditas. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel, Nutri Survey dan Service Solution (SPSS) for Windows 16.0. 4 Lebih dari separuh jumlah balita contoh (68.7%) adalah perempuan. Usia balita contoh adalah pada kisaran usia 12- 60 bulan dengan proporsi terbesar usia contoh antara 12-23 bulan (58.3%). Umur ayah dan ibu balita contoh sebagian besar tergolong dalam dewasa awal (20-40 tahun). Tingkat pendidikan ayah (54.2%) dan ibu (70.8%) memiliki presentase terbesar pada tingkat sekolah dasar atau sederajat. Proporsi terbesar pekerjaan ayah adalah buruh non tani (33.3%), buruh tani (25%) dan petani (25%) sedangkan ibu sebagian besar adalah ibu rumah tangga (100%). Separuh balita contoh berasal dari keluarga sedang dengan jumlah angota keluarga 5-7 orang. Lebih dari separuh contoh (64.5%) berasal dari keluarga tergolong miskin. Pola asuh makan ibu terhadap balita contoh sebagian besar termasuk kategori sedang (58.3%) yang disebabkan masih banyak ibu yang tidak memberikan ASI ekslusif kepada anaknya serta banyaknya ibu balita yang tidak menyedikan makanan lengkap untuk anaknya. Pola asuh perawatan kebersihan balita contoh sebagian besar termasuk kategori sedang (54.2%), dan untuk pola asuh terhadap akses pelayanan kesehatan dasar ibu terhadap anaknya sebagian besar tergolong baik (47.9%). Hal ini menunjukkan tingginya kesadaran Ibu untuk mau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang telah disediakan. Kondisi Lingkungan tempat tinggal balita contoh sebagian besar (66.7%) termasuk dalam kategori sedang. Rata-rata asupan energi dan protein balita contoh berturut-turut sebelum intervensi yaitu 591.3 kalori dan 10.7 g. Sedangkan konsumsi pada akhir intervensi setelah ditambahkan kontribusi biskuit mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi 754.4 kalori dan 13.5 g. Hasil uji statistik menggunakan paired sample T test menunjukkan ada perbedaan yang nyata antara konsumsi zat gizi pada awal intervensi dengan konsumsi zat gizi akhir intervensi setelah ditambahkan zat gizi dari biskuit dengan nilai P < 0.05. Sebelum intervensi sebagian besar balita contoh tingkat kecukupan energi (58.3%) tergolong deficit berat dan hanya (2.1%) yang tergolong cukup. Setelah dilakukan intervensi tingkat konsumsi energi balita contoh mengalami peningkatan, terlihat dengan meningkatnya jumlah balita dengan konsumsi cukup menjadi (48%) dan penurunan jumlah balita dengan kategori deficit berat menjadi (4%). Tingkat konsumsi protein sebelum intervensi sebagian besar balita contoh dalam kategori defisit berat (47.9%), defisit sedang (35.4%), deficit ringan (10.4%) dan balita contoh dengan tingkat kecukupan protein cukup (6.3%). Setelah diberikan intervensi terjadi peningkatan konsumsi protein yang ditunjukkan dengan sebagian besar balita contoh tingkat kecukupan proteinnya tergolong cukup (52.1%). Hasil uji statistik menggunakan uji paired sample T test menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata antara tingkat konsumsi zat gizi sebelum intervensi dengan konsumsi zat gizi setelah intervensi dengan nilai P < 0.05. Rata-rata kontribusi energi dari biskuit sudah di atas 15 % AKG energi yaitu 15.4% dari AKG. Kontribusi energi tertinggi yaitu mencapai 26.5 % dari AKG sebesar 196 Kalori. Sedangkan rata-rata kontribusi protein dari konsumsi biskuit cukup tinggi yaitu 21.6% dari kecukupan / AKG.Kontribusi protein terbesar yaitu 8.3 g atau setara dengan 26.1% AKG balita contoh. Tingkat kepatuhan balita contoh dalam mengkonsumsi biskuit sebagian besar tergolong tinggi (70.8%), dengan rata-rata konsumsi biskuit 3 keping/hari. Tingkat kepatuhan balita dikatakan tinggi apabila mengkonsumsi biskuit >70% dari total biskuit yang diberikan selama 88 hari. Selama 88 hari / 3 bulan intervensi terjadi penurunan konsumsi biskuit pada balita contoh yaitu pada bulan ke 2 dan ke3, karena balita mulai bosan dengan biskuit yang diberikan. Kepatuhan balita contoh dalam mengkonsumsi biskuit lele berhubungan 5 signifikan dengan status gizi dengan hasil uji statistik (P<0.05) yang artinya balita yang patuh mengkonsumsi biskuit memiliki status gizi yang lebih baik dibandingkan dengan balita yang kurang atau tidak patuh mengkonsumsi biskuit lele. Kepatuhan konsumsi biskuit yang tinggi terutama ditemukan pada balitabalita yang para pengasuh menyatakan suka dan merasakan manfaat gizi dan kesehatan setelah mengkonsumsi biskuit lele serta memiliki kesadaran yang cukup tinggi bahwa biskuit tersebut hanya untuk dikonsumsi balita contoh, tidak boleh diberikan kepada orang lain. Respon dan motivasi ibu yang baik pada kegiatan pemberian PMT biskuit serta karena sebagian besar keluarga balita contoh termasuk keluarga miskin yang tidak banyak memiliki ketersediaan dan alternatif pilihan makanan jajanan untuk anak balita di rumahnya. Sebelum intervensi sebagian besar balita contoh memiliki skor morbiditas rendah (62.5%), dan pada akhir intervensi sebagian besar balita contoh memiliki morbiditas rendah (77.1%). Kepatuhan balita contoh dalam mengkonsumsi biskuit lele berhubungan signifikan terhadap morbiditas balita contoh yang ditunjukkan dengan hasil uji statistik (P<0.05), artinya ada pengaruh antara konsumsi biskuit lele dengan tingkat morbiditas balita. Rata-rata z_score BB/U sebelum intervensi adalah -2.8 ± 0.4, sedangkan setelah dilakukan intervensi rata-rata nilai z_score menjadi -2.2 ± 0.5. Perbaikan status gizi contoh berdasarkan indikator BB/U terlihat dengan adanya penurunan balita kategori gizi buruk dan gizi kurang, dan sebaliknya terdapat peningkatan balita dengan status gizi baik yang pada awal intervensi tidak ada dan pada akhir intervensi menjadi 47.9%. Perbaikan status gizi balita contoh ini diduga disebabkan adanya perbaikan konsumsi balita contoh mengkonsumsi biskuit lele selama 88 hari.