Bab I I.1 Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Kota Bandung merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki banyak bangunan-bangunan kolonial. Hal ini disebabkan oleh adanya penjajahan VOC, Belanda dan Inggris di Bandung yang berdampak pada berkembangnya langgam arsitektur kolonial di Bandung. Langgam arsitektur kolonial tersebut dicirikan oleh bentuk fisik bangunan beserta ornamen-ornamen yang digunakannya. Menurut Sandy Aminuddin Siregar dalam disertasinya yang berjudul “Bandung, The Architecture of A City in Development”, bangunan kolonial dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi dan bentuk fisiknya menjadi empat. Pertama, bangunan kolonial dengan fungsi dan bentuk fisik yang tetap. Kedua, bangunan kolonial dengan fungsi tetap tetapi bentuk fisiknya berubah. Ketiga, bangunan kolonial dengan fungsi berubah tetapi bentuk fisiknya tetap. Keempat, bangunan kolonial dengan fungsi dan bentuk fisik yang berubah1. Selain disebabkan atas keinginan pemilik bangunannya, perubahan kepemilikan dan letak bangunan juga menjadi salah satu faktor berubahnya fungsi dan bentuk fisik bangunan. Letak bangunan yang berada di area-area tertentu memungkinkan pemilik bangunan untuk merubah fungsi bangunan, terutama dari bangunan rumah tinggal menjadi bangunan komersial. Hal ini berpengaruh pada bentuk fisik bangunan, terutama fasade bangunan, yang biasanya dilakukan perubahan dengan alasan agar tampilan bangunan lebih menarik perhatian pelanggan sehingga tertarik untuk datang. Berdasarkan sudut pandang arsitekturnya, seiring dengan berjalannya waktu, tanpa disadari hal tersebut dapat mengurangi nilai-nilai yang terkandung dalam elemen-elemen arsitektur pada bangunan. Menurut pernyataan yang tertulis pada buku “The Urban Design Process” karya Hamid Shirvani, konservasi dalam 1 Siregar, Sandy Aminuddin (1990), Bandung, The Architecture of A City in Development, Departement Architectuur Katholieke Universiteit Leuven, 187. 1 sudut pandang yang luas tidak hanya bermakna pelestarian terhadap struktur dan tempat historis, melainkan juga memperhatikan segala struktur dan tempat yang ada2. Dengan demikian, bangunan konservasi tersebut tetap kontekstual dengan lingkungannya. Konteks adalah kondisi yang saling berhubungan dengan sesuatu yang sudah ada atau terjadi, misalnya lingkungan. Jadi, kontekstual adalah bersesuaian, berhubungan dan dipengaruhi oleh konteks3. Dalam hal ini, kontekstual kawasan lebih ditekankan pada keseragaman bentuk massa bangunan, fasade bangunan, roofscape dan lain-lain. Meskipun mengalami perubahan, bangunan-bangunan rumah tinggal kolonial tersebut harus tetap memenuhi syarat-syarat rumah tinggal yang sehat, yaitu : kebutuhan cahaya, udara, sinar atau cahaya matahari, ventilasi, dan akses menuju ruang terbuka4. Beberapa elemen pada bangunan sengaja dibuat oleh perancang dengan tujuan tertentu, baik untuk alasan fungsional maupun estetika. Selain itu, ada juga beberapa elemen pada bangunan yang berfungsi sebagai penanda ciri khas suatu langgam arsitektur tertentu. Jadi, ada beberapa elemen pada bangunan yang keberadaannya tidak terlalu penting, melainkan hanya sebagai ornamen atau elemen estetis saja. Dari penjelasan tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa tidak semua ornamen dirancang untuk tujuan fungsional, tetapi semua ornamen pasti berfungsi sebagai elemen estetis yang dapat memperindah bangunan. Dengan demikian, ornamen dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat memperindah (hiasan) atau dekorasi3. Salah satu kawasan di Bandung yang banyak mengalami perubahan fasade bangunan adalah kawasan perumahan Tjitaroem Plein. Banyaknya bangunan rumah tinggal kolonial di kawasan perumahan Tjitaroem Plein membentuk karakter atau kekuatan tempat yang harus dipertahankan di kawasan perumahan tersebut. Meskipun demikian, belum ada peraturan baku yang mengatur fasade 2 Shirvani, Hamid (1985), The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold Company Inc., New York, 44. 3 Brolin, Brent C., Richard, Jean (1982), Sourcebook of Architectural Ornament, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 14. 4 Carmona, Matthew, Heath, Tim, Oc., Taner, Tiesdell, Steven (2003), Public Places-Urban Spaces : The Dimensions of Urban Design, Architectural Press, Oxford, 21. 2 bangunan-bangunan rumah tinggal kolonial di kawasan tersebut. Tjitaroem berarti Citarum dan plein berarti lapangan, lahan datar atau pelataran yang tidak terlampau luas, biasanya ditumbuhi rumput, terletak disekitar bangunan atau gedung dan tanpa jaringan jalan didalamnya. Jadi, yang dimaksud dengan Tjitaroem Plein adalah Taman Citarum5. Kawasan perumahan Tjitaroem Plein meliputi : Jl.Bahureksa, Jl.Banda, Jl.Brantas, Jl.Cihapit, Jl.Cilaki, Jl.Cilamaya, Jl.Ciliwung, Jl.Cimandiri, Jl.Cimanuk, Jl.Cipunagara, Jl.Cisanggarung, Jl.Cisangkuy, Jl.Citarum, Jl.Ciwulan, Jl.Progo, Jl.Serayu, Jl.Taman Cibeunying, Jl.Taman Cibeunying Selatan, Jl.Taman Cibeunying Utara dan kawasan disekitarnya. Pembangunan perumahan di kawasan perumahan Tjitaroem Plein tidak berlangsung pada satu periode, melainkan berangsur-angsur. Hal ini dapat dibuktikan dengan beragamnya bentuk bangunan-bangunan di kawasan perumahan Tjitaroem Plein. Banyaknya bangunan-bangunan rumah tinggal di kawasan perumahan Tjitaroem Plein yang mengalami perubahan menyebabkan bentuk bangunan-bangunannya tidak selalu sama. Hal inilah yang menyebabkan bangunan-bangunan rumah tinggal kolonial di kawasan perumahan Tjitaroem Plein belum teratur dengan baik. Disamping itu, belum ada peraturan baku yang mengatur fasade bangunan-bangunan rumah tinggal kolonial di kawasan tersebut. Dengan demikian, maka dibutuhkan kajian karakter fasade bangunanbangunan rumah tinggal kolonial di kawasan perumahan Tjitaroem Plein untuk mengatur fasade bangunannya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada para pemilik bangunan rumah tinggal kolonial di kawasan perumahan Tjitaroem Plein betapa pentingnya nilai-nilai yang terkandung dalam elemen-elemen arsitektur pada bangunan-bangunan rumah tinggal kolonial di Bandung. Meskipun terdapat perubahan, maka diharapkan perubahan tersebut tidak mengurangi nilai karakter fasade langgam yang digunakan oleh bangunan rumah tinggal kolonial tersebut, sehingga nilai karakter atau kekuatan tempat di kawasan perumahan Tjitaroem Plein tetap terjaga. 5 Kunto, Haryoto (1986), Semerbak Bunga di Bandung Raya, P.T. Granesia, Bandung, 158. 3 I.2 Permasalahan Penelitian Banyaknya bangunan rumah tinggal kolonial di kawasan perumahan Tjitaroem Plein membentuk karakter atau kekuatan tempat yang harus dipertahankan di kawasan perumahan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka timbul pertanyaan penelitian, yaitu : Bagaimana karakter fasade bangunanbangunan rumah tinggal kolonial di kawasan perumahan Tjitaroem Plein Bandung ? I.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami karakter fasade bangunan-bangunan rumah tinggal kolonial di kawasan perumahan Tjitaroem Plein Bandung sebagai bahan masukan dalam menyusun pedoman penataan fasade bangunan-bangunan rumah tinggal di kawasan perumahan Tjitaroem Plein. I.4 Lingkup Studi Untuk menjawab pertanyaan penelitian, maka lingkup permasalahan penelitian yang dikaji adalah karakter fasade bangunan-bangunan rumah tinggal kolonial di kawasan perumahan Tjitaroem Plein Bandung, dengan objek studi bangunan-bangunan rumah tinggal kolonial yang terletak di Jl.Bahureksa, Jl.Banda, Jl.Brantas, Jl.Cihapit, Jl.Cilaki, Jl.Cilamaya, Jl.Ciliwung, Jl.Cimandiri, Jl.Cimanuk, Jl.Cipunagara, Jl.Cisangkuy, Jl.Citarum, Jl.Ciwulan, Jl.Progo, Jl.Serayu, Jl.Tirtayasa, Jl.Taman Cibeunying, Jl.Taman Cibeunying Selatan dan Jl.Taman Cibeunying Utara. Objek penelitian ini adalah bangunan-bangunan rumah tinggal kolonial yang terletak di Jl.Cilaki, Jl.Cimanuk, Jl.Cipunagara, Jl.Cisangkuy, Jl.Citarum, dan Jl.Ciwulan. Alasan pemilihan objek penelitian ini adalah karena beberapa kriteria yang dapat menguatkan pernyataan bahwa kawasan Tjitaroem Plein pantas untuk dijadikan objek penelitian, yaitu : 4 1. Menurut pernyataan yang tertulis pada “Bahan Draft Peraturan Daerah Tentang Bangunan Bersejarah Kota Bandung” karya Harastoeti Dibyo, kualitas fisik kawasan atau subkawasan yang potensial untuk dilestarikan dapat diidentifikasikan berdasarkan tanda-tanda sebagai berikut6 : a. Tatanan elemen fisik dalam lingkungannya, lingkungan yang jelas batasnya dalam tatanan yang lebih luas (kawasan atau kota) dan merupakan focal point dalam kawasannya; b. sense of place, berkaitan dengan daya gugahnya terhadap masyarakat dalam aspek emosional dan kesejarahan, berupa pandangan atau kehadiran tema-tema urban tertentu. Sense of place, memiliki kontribusi terhadap identitas kota; c. saling keterkaitan didalam lingkungannya, ditunjukkan dengan tatanan elemen-elemen yang berkaitan dengan posisi, ukuran panjang dan tinggi jalan, dalam lingkungan yang sangat jarang tetapi menonjol; d. gaya dan desain, berkaitan dengan warna, material, tekstur dan silhoute, dimana terdapat persamaan dan perbedaan diantara bangunan- bangunannya. Elemen-elemen ini tampak unik dan menarik perhatian; dan e. menunjukkan hasil karya keahlian, yaitu material yang digunakan dalam konstruksi telah mengalami proses agar tampak asli dan otentik, misalnya dinding batu, plester, yang tampak secara menyeluruh digunakan dalam bangunan-bangunannya. 2. Kawasan perumahan Tjitaroem Plein terletak didalam kompleks rancangan kawasan Gedung Sate. Menurut Suwardjoko P. Warpani dalam artikelnya pada harian Pikiran Rakyat edisi Rabu 27 Juli 2005 yang berjudul “Gedung Sate, Jangan Rusak Citranya”, pemerintah kolonial Belanda pernah menyusun peraturan bangunan khusus bagi kawasan perumahan disekitar Gedung Sate, yaitu : ketinggian bangunan dilarang melebihi ketinggian Gedung Sate; bangunan di sekeliling Gedung Sate dalam radius 1 km harus menggunakan atap sirap; KDB maksimum 40%; serta dilarang membangun tembok atau 6 Dibyo, Harastoeti (2005), Bahan Draft Peraturan Daerah Tentang Bangunan Bersejarah Kota Bandung, Dinas Pariwisata Kota Bandung & Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung, Bandung, 26. 5 pagar halaman. Jadi, dapat diketahui bahwa kawasan Tjitaroem Plein sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek penelitian. 3. Kawasan Tjitaroem Plein belum pernah dijadikan sebagai objek penelitian yang berkaitan dengan karakter fasade bangunan. U Gambar I.1 Peta Kota Bandung Sumber : (2001), Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung 2001-2010, P.T. Surya Anggita Sarana Consultant & Pemerintah Kota Bandung, Bandung U Lokasi objek penelitian Kawasan Perumahan Tjitaroem Plein Gambar I.2 Peta Kawasan Perumahan Tjitaroem Plein Sumber : Dokumen Pribadi 6 I.5 Metodologi Penelitian Untuk menyelesaikan penelitian ini, metode yang digunakan adalah : 1. Metoda tipologi Mengelompokkan bangunan-bangunan rumah tinggal kolonial di perumahan di kawasan Tjitaroem Plein Bandung berdasarkan fungsi bangunannya. Tipe adalah kelompok objek yang dikarakteristikkan berdasarkan struktur bentuk yang sama7. 2. Metoda deskriptif Membuat gambar tampak bangunan sehingga didapat fasade bangunan untuk kemudian dianalisa. 3. Metoda analitis Menganalisa fasade bangunan melalui tampak bangunan berdasarkan kriteriakriteria yang berkaitan dengan karakter kawasan dan fasade bangunan. Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan untuk menyelesaikan penelitian ini antara lain : 1. Studi Literatur Studi literatur dilakukan dengan mencari data-data mengenai karakter kawasan dan fasade bangunan berdasarkan buku-buku yang berkaitan dengan karakter kawasan dan fasade bangunan, kemudian ditentukan teori-teori yang akan digunakan, yaitu Teori Karakter Kawasan yang dikemukakan oleh Matthew Carmona, Teori Pendekatan dalam Menelusuri Karakter Kawasan yang dikemukakan oleh Yoshinobu Ashihara dan Teori Penataan Fasade Bangunan yang dikemukakan oleh Ian Bentley. Untuk memahami teori-teori yang dikemukakan oleh Matthew Carmona, Yoshinobu Ashihara dan Ian Bentley, keterkaitan ketiga teori tersebut satu sama lain harus dipahami terlebih dahulu. Adapun skema pemahaman ketiga teori tersebut yaitu : 7 Moneo, Rafael (1978), On Typology, dalam Siregar, Sandy Aminuddin (1990), Bandung, The Architecture of A City in Development, Departement Architectuur Katholieke Universiteit Leuven, 15. 7 Teori Penataan Fasade Bangunan (Ian Bentley) Menggambarkan seluruh permukaan (fasade / tampak bangunan) Teori Karakter Kawasan (Matthew Carmona) Unsur-unsur acuan dalam analisa Teori Pendekatan dalam Menelusuri Karakter Kawasan (Yoshinobu Ashihara) Analisa tampak bangunan berdasarkan aspek-aspek acuan Hasil analisa Kesimpulan dan saran / rekomendasi Gambar I.3 Skema Pemahaman Teori yang Digunakan dalam Penelitian Sumber : Analisa Pribadi Dari skema pemahaman ketiga teori tersebut, dapat diketahui bahwa Teori Karakter Kawasan yang dikemukakan oleh Matthew Carmona serupa dengan Teori Pendekatan dalam Menelusuri Karakter Kawasan yang dikemukakan oleh Yoshinobu Ashihara. Kedua teori tersebut menyatakan beberapa unsur karakter kawasan, yaitu : garis sempadan bangunan, massa bangunan, besaran pembangunan, skala, proporsi, roofscape, corner- focalpoint, elemen vertikal dan horizontal8. Seluruhnya bersifat tangible / nyata, sehingga dapat dilihat secara langsung. Unsur-unsur karakter kawasan tersebut juga merupakan unsur-unsur acuan dalam analisa Teori Penataan Fasade Bangunan yang dikemukakan oleh Ian Bentley. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa Teori Karakter Kawasan yang dikemukakan oleh Matthew Carmona dan Teori Pendekatan dalam Menelusuri Karakter Kawasan yang dikemukakan oleh 8 Carmona, Matthew (2001), Housing Design Quality, Through Policy, Guidance and Review, Spon Press, London. 8 Yoshinobu Ashihara merupakan bagian dari Teori Penataan Fasade Bangunan yang dikemukakan oleh Ian Bentley. Menurut pernyataan yang tertulis pada NALARs edisi 5 No.2 Juli 2006, dalam judul “Identifikasi Unsur Pembentuk Karakter Lingkungan dan Bangunan dalam Upaya Pengendalian Kualitas Visual”, Woerjantari Soedarsono menyatakan bahwa unsur-unsur pembentuk karakter fasade bangunan diantaranya : massa bangunan, bentuk atap, jarak bebas, tinggi bangunan, material atau bahan, bukaan solid-void, dinding, entrance, balkon dan detail atau ornamen. Pernyataan ini kemudian dijadikan acuan dalam menganalisa dan menyimpulkan hasil penelitian. 2. Studi Banding Studi banding dilakukan dengan membandingkan penelitian sejenis untuk dijadikan acuan dalam penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Indah Widiastuti dengan judul “Kajian Tipologi Fasade Bangunan Rumah Tinggal Kolonial di Bandung; Studi Kasus : Kawasan Permukiman Uitbreidingensplan Bandoeng Noord”. 3. Observasi lapangan atau survey visual Observasi lapangan atau survey visual dilakukan dengan melakukan pemotretan terhadap bangunan-bangunan rumah tinggal kolonial di kawasan Tjitaroem Plein untuk kemudian dianalisa. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi bangunan atau struktur, yang meliputi kondisi umum, jenis langgam, tipe konstruksi dan tampilan-tampilan lainnya. Sarana untuk merekam kondisi tersebut adalah fotografi, yang dilengkapi catatan untuk menjelaskan kondisi lapangan, bagaimana cara kerja sistem di lapangan dan bagaimana kondisi tersebut mengalami perubahan9. Foto-foto dilakukan dengan menggunakan alat berupa kamera digital. Bagian dari bangunanbangunan kolonial yang difoto adalah fasade atau tampak bangunan secara keseluruhan. Selain itu, elemen-elemen fasade bangunan, seperti elemenelemen horizontal, elemen-elemen vertikal, bukaan, kolom, dinding, detail dan 9 Burns, John A. (1988), Recording Historic Structures, The American Institute of Architec Press, Washington D.C., 35-36. 9 lain-lain juga turut difoto. Bagian lainnya yang turut difoto adalah beberapa blok atau deret bangunan (penggal jalan) yang mencakup beberapa bangunan dan jalan yang berada didepannya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui suasana jalan tersebut sehingga dapat diketahui karakter yang dimiliki oleh jalan tersebut. Foto-foto hasil pemotretan yang bersifat perspektifis digunakan sebagai acuan dalam membuat gambar tampak / fasade bangunan secara orthogonal. 4. Analisa a. Analisa fungsi bangunan Analisa fungsi bangunan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jalan mana saja yang didominasi oleh fungsi hunian / rumah tinggal dan fungsi lainnya. Dengan demikian, dapat diketahui jalan-jalan objek penelitian di kawasan perumahan Tjitaroem Plein yang berpotensi untuk diteliti lebih lanjut dengan tujuan untuk memperkecil lingkup penelitian. b. Analisa jarak bebas bangunan Jarak bebas merupakan salah satu unsur pembentuk karakter fasade bangunan. Oleh karena itu, analisa jarak bebas bangunan perlu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keberadaan jarak bebas bangunan yang dimiliki oleh objek penelitian, yaitu : Jl.Cilaki, Jl.Cimanuk, Jl.Cipunagara, Jl.Cisangkuy, Jl.Citarum dan Jl.Ciwulan. Analisa jarak bebas bangunan dilakukan dengan menggambarkan site / tapak. c. Analisa pola dan proporsi massa bangunan Pola dan proporsi massa bangunan merupakan salah satu unsur pembentuk karakter fasade bangunan. Oleh karena itu, analisa pola dan proporsi massa bangunan perlu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pola dan proporsi massa bangunan objek penelitian, yaitu : Jl.Cilaki, Jl.Cimanuk, Jl.Cipunagara, Jl.Cisangkuy, Jl.Citarum dan Jl.Ciwulan. Analisa pola dan proporsi massa bangunan dilakukan dengan membuat tabel data pola dan 10 proporsi massa bangunan objek penelitian di Jl.Cilaki, Jl.Cimanuk, Jl.Cipunagara, Jl.Cisangkuy, Jl.Citarum dan Jl.Ciwulan. d. Analisa visual bangunan Analisa visual dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keberadaan ornamen yang dimiliki oleh bangunan objek penelitian, yaitu : Jl.Cilaki, Jl.Cimanuk, Jl.Cipunagara, Jl.Cisangkuy, Jl.Citarum dan Jl.Ciwulan. Analisa visual bangunan dilakukan dengan membuat tabel data ornamen bangunan objek penelitian di Jl.Cilaki, Jl.Cimanuk, Jl.Cipunagara, Jl.Cisangkuy, Jl.Citarum dan Jl.Ciwulan. e. Analisa bukaan bangunan Analisa bukaan bangunan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui proporsi badan bangunan dan keberadaan bukaan bangunan objek penelitian di Jl.Cisangkuy. Dalam hal ini, analisa bukaan bangunan dilakukan dengan membuat tabel data bukaan bangunan objek penelitian khusus di Jl.Cisangkuy. f. Analisa fasade bangunan Analisa fasade bangunan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakter fasade bangunan objek penelitian. Analisa fasade bangunan dilakukan dengan menerapkan teori-teori pendukung penelitian dalam analisa, yaitu Teori Penataan Fasade Bangunan yang dikemukakan oleh Ian Bentley, Teori Karakter Kawasan yang dikemukakan oleh Matthew Carmona dan Teori Pendekatan dalam Menelusuri Karakter Kawasan yang dikemukakan oleh Yoshinobu Ashihara. Sama seperti analisa bukaan bangunan, analisa fasade bangunan juga hanya dilakukan terhadap bangunan-bangunan rumah tinggal kolonial yang terletak jalan di Jl.Cisangkuy. 11 5. Simulasi Tujuan dilakukan simulasi adalah untuk mendeskripsikan karakter fasade bangunan yang dihasilkan dalam penelitian ini. Simulasi dilakukan dengan membuat bangunan objek simulasi, kemudian meletakkannya di salah satu tapak di Jl.Cisangkuy sebagai jalan objek penelitian yang dipilih. Dengan demikian, dapat diketahui pada kondisi atau keadaan bagaimana penelitian ini layak dan cocok untuk diterapkan. I.6 Sistematika Pembahasan Latar belakang penelitian Lingkup Studi Permasalahan / Isu Utama Kajian Teori Kegiatan Penelitian Tujuan Penelitian Simulasi Kesimpulan Saran / Rekomendasi Kajian Karakter Fasade Bangunan-bangunan Rumah Tinggal Kolonial di Kawasan Perumahan Tjitaroem Plein Bandung Gambar I.4 Skema Pemikiran Penelitian Sumber : Analisa Pribadi 12