JIMVET. 01(3): 375-382 (2017) ISSN : 2540-9492 ISOLASI BAKTERI Salmonella sp DALAM KANDANG AYAM BROILER DI DESA COT SAYUN KECAMATAN BLANG BINTANG ACEH BESAR Isolation of Bacteria Salmonella sp in Broiler Coop in Cot Sayun Residence Blang Bintang District, Aceh Besar Masturina¹, Fakhrurrazi², Mahdi Abrar², Erina², Sri Wahyuni³, Hamdani Budimanā“. ¹Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, ²Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh ³Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh ā“Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Corresponding author: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui adanya bakteri Salmonella sp dalam kandang ayam Broiler di Desa Cot Sayun, Kecamatan Blang Bintang, Aceh Besar. Penelitian ini menggunakan sampel berupa lingkungan udara dalam kandang ayam Broiler. Pengambilan sampel dilakukan 2 kali yaitu pagi dan sore hari. Setiap kelompok terdiri dari 6 plate media Salmonella Shigella Agar (SSA) yang dilakukan pada ketinggian 10, 20 dan 30 sentimeter (cm). Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah koloni pada pagi hari dengan ketinggian 10, 20 dan 30 cm berturut-turut adalah 120, 65 dan 16 koloni, sedangkan pada sore hari adalah 102, 63, dan 10 koloni. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bakteri Salmonella sp ditemukan pada ruangan dalam kandang ayam Broiler di Desa Cot Sayun, Kecamatan Blang Bintang, Aceh Besar. Kata kunci: Salmonella sp, kandang,ayam Broiler ABSTRACT This study aims to determine Salmonella sp in Broiler’s coop in Cot Sayun residence, Blang Bintang district, Aceh Besar. This study used a sample from environtment of air in Broiler coop at farm village of Cot Sayun. Sampling was done 2 times that at the morning and afternoon. Each group consisted of 6 plate media Salmonella Shigella Agars (SSA) conducted at three level of that 10, 20 and 30 centimeter (cm). The research data were analyzed descriptively. The number of colonies in the morning at the height of 10, 20 and 30 cm were 120, 65 and 16 colonies respectievly, where as in the afternoon were 102, 63, and 10 colonies respectively. The conclusion of this study was found the presence of Salmonella sp in the Broiler coop at Cot Sayun Residence, Blang Bintang District, Aceh Besar. Keywords: Salmonella sp, coop, Broiler chicken PENDAHULUAN Ayam Broiler adalah jenis ayam jantan maupun betina muda berumur sekitar 5-6 minggu yang dipelihara secara intensif, guna memperoleh daging yang optimal untuk memenuhi gizi. Ditinjau dari segi mutu, daging ayam Broiler memiliki nilai gizi yang cukup tinggi dibandingkan dengan daging ternak lainnya (Badriyah dan Umam, 2013) sesuai dengan pernyataan Syukma (2015), ayam Broiler merupakan salah satu penyumbang terbesar protein hewani asal ternak dan merupakan komoditas unggulan. Industri ayam Broiler berkembang pesat karena daging ayam menjadi sumber utama menu konsumen. Menurut Yemima (2014), peternakan ayam Broiler mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan, baik dalam skala peternakan besar 375 JIMVET. 01(3): 375-382 (2017) ISSN : 2540-9492 maupun skala peternakan kecil. Pemerintah juga berusaha untuk meningkatkan kinerja perunggasan dengan cara memperbaiki iklim investasi, peningkatan pembangunan infrastruktur dan ketersediaan sumberdaya yang terlatih. Perkembangan peternakan ayam Broiler menjadi daya tarik bagi masyarakat dan investor untuk berkecimpung di usaha ternak ayam Broiler. Usaha peternakan ayam Broiler memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan peternakan penghasil daging lainnya. Kandang adalah lingkungan kecil tempat ayam Broiler hidup mulai dari day old chik (DOC) sampai dengan masa panen, oleh sebab itu pemeliharaan ayam Broiler memerlukan sistem kandang yang baik sehingga akan menghasilkan produksi yang maksimal (Abidin, 2003). Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap dengan komposisi seimbang, seperti nitrogen (78,09%), oksigen (21,94%), argon (0,93%), karbon dioksida (0,032%) dan gas lainnya. Namun apabila udara tersebut mengalami perubahan dari komposisi normal, maka udara tersebut dikatakan tercemar (Kastiyowati, 2004). Pencemaran udara adalah adanya bahan-bahan atau zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia dan hewan (Wardhana, 2004). Budinuryanto dkk.,(2000), menyatakan bahwa kerugian ekonomi yang disebabkan cemaran udara oleh bakteri pada kandang ayam dapat menurunkan produksi unggas dan mengakibatkan hasil produksi unggas juga menurun serta dapat menimbulkan penyakit pada manusia apabila mengkonsumsi hasil produksi yang telah tercemar bakteri. Menurut Waluyo (2012), pentingnya mikroorganisme udara telah dipelajari sejak tahun 1799, Louis Pasteur adalah orang pertama yang menemukan bahwa mikroorganisme tumbuh akibat adanya kontaminasi dari udara. Menurut Pelczar dan Chan (2008), perpindahan bakteri dapat melalui berbagai macam perantara salah satunya udara, perpindahan melalui udara dapat menyebabkan bakteri menempel pada benda apapun. Menurut Erin dkk., (2009), jenis bakteri yang sering ditemukan di udara yaitu Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Neiseria sp, Escherichia coli, Shigella sp, Salmonella sp, Enterobacter aerogenes, Pseudomonas aerogenosa, Klebsiella pneumonia. Menurut Tabbu (2000), salah satu penyakit infeksi yang sering meyerang unggas disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Salmonella sp sering bersifat patogen untuk manusia dan hewan bila masuk melalui mulut (Brooks, 1996). Menurut Shivaprasad (2003), Salmonella sp merupakan bakteri berbentuk batang panjang, Gram negatif, bersifat fakultatif anaerob, serta tidak membentuk spora, kecuali Salmonella pullorum dan Salmonella galinarum. Menurut Ferreira dkk., (2003), ayam dapat terinfeksi Salmonella sp dari peternakan, dimana titik awal dari rantai penyediaan pangan asal ternak adalah kandang atau peternakan. Menurut Utomo (1998), salmonellosis merupakan salah satu penyakit bakterial yang penting pada unggas dan sampai sekarang masih menjadi masalah serius pada industri perunggasan. Salmonellosis bisa terjadi pada semua umur, namun yang paling sering adalah unggas muda yaitu pada minggu pertama atau 376 JIMVET. 01(3): 375-382 (2017) ISSN : 2540-9492 minggu kedua. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian tentang isolasi bakteri Salmonella sp dalam kandang ayam Broiler di Desa Cot Sayun, Kecamatan Blang Bintang, Aceh Besar. MATERIAL DAN METODE Penelitian ini menggunakan sampel bakteri Salmonella sp di lingkungan udara dalam kandang ayam Broiler dengan penempatan plate media selektif Salmonella Shigella Agar (SSA). Letak plate media SSA bervariasi yaitu 10, 20, dan 30 cm. pengambilan sampel dilakukan dua kali pengulangan yaitu pagi dan sore hari. Sampel diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37ºC, kemudian dilakukan pengamatan ada tidaknya bakteri Salmonella sp dan mengamati pertumbuhan koloni bakteri Salmonella sp, serta melakukan pewarnaan Gram untuk identifikasi bakteri secara mikroskopis. Hasil yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dalam bentuk gambar. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 12 sampel, ditemukan adanya pertumbuhan koloni bakteri Salmonella sp pada seluruh plate media SSA. Jumlah koloni bakteri Salmonella sp yang tumbuh bervariasi, sesuai dengan ketinggian posisi plate media SSA. Jumlah koloni bakteri Salmonella sp ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah koloni bakteri Salmonella sp dalam kandang ayam Broiler di Desa Cot Sayun, Blang Bintang, Aceh Besar Ketinggian Plate Media SSA (cm) 10 20 30 Total Koloni Jumlah Koloni Pagi Sore 120 65 16 202 102 63 10 175 Jumlah koloni bakteri Salmonella sp yang tumbuh pada setiap plate media SSA sangat bervariasi. Pada ketinggian plate media SSA 30 cm jumlah koloni bakteri Salmonella sp di pagi hari adalah 16 koloni dan pada sore hari 10 koloni, namun pada ketinggian plate media SSA 10 cm jumlah koloni bakteri Salmonella sp pada pagi hari 120 koloni dan sore hari 102 koloni. Ketinggian plate media SSA 20 cm jumlah koloni bakteri Salmonella sp di pagi hari adalah 65 koloni dan sore hari 63 koloni. Waluyo (2012), menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi adanya bakteri di udara yaitu faktor lingkungan yang didalamnya meliputi suhu atmosfer, kelembaban, pengaruh angin, dan ketinggian. Sesuai dengan hasil penelitian bahwa semakin tinggi letak plate media SSA, maka pertumbuhan bakteri juga semakin berkurang. 377 JIMVET. 01(3): 375-382 (2017) ISSN : 2540-9492 Debu yang berada dalam kandang ayam mengandung bakteri pada umumnya sebanyak 105-106 Cfu/g dan akan tahan dalam keadaan lingkungan yang kering (Tabbu, 2000). Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan terdapat bakteri Salmonella sp yang berada di udara dalam kandang ayam Broiler disebabkan oleh debu di dalam kandang ayam Broiler. Menurut Tamalludin (2014), kandang yang kurang nyaman akan membuat performa ayam tidak optimal, seperti kandang yang pengap, panas atau memiliki sirkulasi udara yang tidak baik akan membuat ayam stress sehingga mudah terserang penyakit. Tindal dkk., (2005) mengatakan bahwa, Salmonella sp juga bersumber pada lingkungan, termasuk air, tanah, serangga, dan kotoran hewan. Bakteri ini dapat hidup pada suhu antara 7 sampai 47ºC dengan pH antara 4,0 sampai 9,5 dan dapat bertahan dalam waktu yang lama dengan aktivitas air yang rendah (keadaan lembab). Jumlah koloni bakteri Salmonella sp pada media SSA ditampilkan dalam Gambar 1 dan Gambar 2. A B C Gambar 1. Jumlah koloni bakteri Salmonella sp pada media SSA di pagi hari dengan ketinggian (A) 10 cm, (B) 20 cm, (C) 30 cm. A B C Gambar 2. Jumlah koloni bakteri Salmonella sp pada media SSA di sore hari dengan ketinggian (A) 10 cm, (B) 20 cm, (C) 30 cm. Dari hasil pengamatan pada media SSA terlihat adanya koloni berbentuk bulat, cembung, dan berwarna merah serta beberapa berwarna hitam adalah 378 JIMVET. 01(3): 375-382 (2017) ISSN : 2540-9492 Salmonella sp. Menurut Zaraswati (2006), koloni mikroba melakukan reduksi asam tiosulfat menjadi sulfat sehingga koloni tampak berwarna hitam. Black (1999) mengatakan bahwa, beberapa Salmonella sp menghasilkan bulatan hitam (presipitat ferri sulfat) di tengah koloni sebagai hasil produksi gas H2S. Hasil perwarnanan Gram menunjukkan bahwa bakteri Salmonella sp berwarna merah dan berbentuk batang panjang, hal ini membuktikan bahwa bakteri tersebut bersifat Gram negatif. Hasil pewarnaan Gram ditampilkan dalam Gambar 3. Gambar 3. Bakteri Salmonella sp hasil pewarnaan Gram diamati dengan mikroskop pembesaran 1000 kali. Pewarnaan Gram merupakan pewarnaan yang digunakan untuk membedakan antara bakteri Gram positif dengan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram positif akan mempertahankan zat warna kristal violet dan akan terlihat berwarna ungu tua apabila diamati di bawah mikroskop, namun bakteri Gram negatif akan melunturkan zat warna kristal violet setelah dibilas dengan alkohol 96 % serta apabila diberi zat pewarna safranin akan terlihat berwarna merah. Perbedaan zat warna ini disebabkan oleh perbedaan struktur kimiawi dinding sel. Pewarnaan Gram akan memberikan hasil yang maksimal, apabila digunakan biakan segar yang berumur 24-48 jam, namun apabila digunakan biakan yang lebih dari 24-48 jam, kemungkinan hasil pewarnaannya kurang maksimal, karena pada biakan yang telah lama tersimpan banyak sel yang telah mengalami kerusakan pada dinding-dinding selnya (Lay, 1994). Baylis (2011) mengatakan bahwa, Salmonella sp merupakan bakteri yang dapat menyebabkan typhus, paratyphus, dan penyakit foodborne. Menurut Tabbu (2000), salah satu penyakit infeksi yang sering menyerang unggas disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit bersifat akut dan kronis. Bakteri Salmonella sp yang sering menyerang ayam adalah Salmonella pullorum (yang menyebabkan berak kapur). Kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat penyakit Salmonella sp sangat besar. Menurut Harry (1957), Salmonella sp dapat ditularkan secara langsung (vertikal) yaitu dari induk ke anak ayam melalui feses dan secara tidak langsung (horizontal) yaitu lewat kontak langsung dari ayam sakit ke ayam sehat melalui makanan atau minuman yang tercemar kotoran ayam sakit atau karier. Menurut 379 JIMVET. 01(3): 375-382 (2017) ISSN : 2540-9492 Humphrey (2006), Salmonella sp akan memperbanyak diri di dalam saluran pencernaan hewan karena habitat bakteri Salmonella sp terdapat pada saluran pencernaan kemudian dikeluarkan melalui feses. Bakteri ini dapat mencemari pakan dan lingkungan seperti air, tanah, tanaman, dan debu. Menurut Jones (2004), Pakan yang terkontaminasi Salmonella sp akan menjadi sumber penyakit yang dapat masuk ke peternakan unggas, karena kontaminasi Salmonella sp akan menjadi masalah yang serius karena kontaminasinya dapat mencemari telur dan akan menghasilkan anak ayam yang pembawa (karier) terhadap Salmonella sp. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella sp adalah penyakit pada unggas yang ditularkan melalui feses, terutama pada unggas muda dengan angka kematian yang tinggi, sedangkan unggas dewasa bertindak sebagai pembawa (karier) (Shivaprasad, 1997). Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella sp berdampak buruk terhadap ekonomi yang akan menyebabkan kerugian besar karena produksi turun dan kematian embrio tinggi. Penyakit unggas yang disebabkan oleh Salmonella sp dikenal dengan salmonellosis. Salmonellosis merupakan foodborne disease yang paling umum dilaporkan di dunia (Schlundt, 2004). Kasus salmonelosis telah banyak dilaporkan di negara-negara maju, namun persentase jumlah yang dilaporkan masih kecil dibandingkan dengan wabah yang sebenarnya terjadi. Kejadian ini juga sering terjadi di daerah yang beriklim tropis atau pada musim panas. Salmonella sp yang telah mencemari makanan akan mudah berkembang biak secara cepat karena keadaan lingkungan yang panas dan kering akan menstimulir pertumbuhannya (Budiarso, 2009). Pada umumnya penyakit salmonellosis bersifat epidemik yang terjadi secara bersamaan di beberapa bagian dunia. Salmonellosis akan menimbulkan gejala klinis enteritis. Manifestasi gejala klinis tersebut dapat berupa septikemia, enterokolitis, anoreksia, diare profus dan kadang-kadang meningitis, pneumonia, dan encephalitis (Gast, 1997). Menurut Sudirman (2005), pengendalian salmonellosis pada ternak ayam maupun manusia dilakukan untuk mengurangi kejadian infeksi Salmonella sp. Upaya pengendalian salmonellosis dapat dimulai pada tingkat produksi di peternakan dengan memasukkan day old chick (DOC) yang berasal dari induk yang terbebas dari Salmonella sp, menyediakan tempat pakan dan air minum yang bebas Salmonella sp. Wanasuria (2010), menyatakan bahwa usaha untuk mengurangi kontaminasi Salmonella sp dalam pakan ternak diperlukan suatu sistem pemeriksaan yang menyeluruh mulai dari penerimaan bahan baku, pembersihan fasilitas dalam pabrik pakan, perlakuan panas yang efektif dalam proses pembuatan pakan dan mencegah terkontaminasi ulang terhadap pakan yang sudah jadi. Penanganan yang higienis terhadap produk-produk peternakan pada saat pascapanen (daging dan telur) yaitu dengan menyimpannya dalam keadaan yang bersih. Peralatan produksi yang digunakan sebelum dan sesudah harus dibersihkan. Personal yang terlibat dalam proses produksi harus mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja serta daging atau telur yang dimasak harus matang sebelum dikonsumsi untuk menjaga agar tidak terkontaminasi oleh bakteri Salmonella sp. 380 JIMVET. 01(3): 375-382 (2017) ISSN : 2540-9492 KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa adanya bakteri Salmonella sp di ruangan dalam kandang ayam Broiler di Desa Cot Sayun, Kecamatan Blang Bintang, Aceh Besar. Media SSA memperlihatkan pertumbuhan koloni bakteri Salmonella sp dan pewarnaan Gram memperlihatkan bakteri Salmonella sp di bawah mikroskop berwarna merah dengan batang panjang. Bakteri Salmonella sp dapat berasal dari feses ayam Broiler dan adanya kemungkinan kontaminasi dari lingkungan sekitar kandang ayam. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Petelur: Cetakan Ke lima. Agromedia, Jakarta. Badriyah, N dan M. Umam. 2013. Pengaruh frekuensi penyemprotan desinfektan pada kandang terhadap jumlah kematian ayam broiler. J. Ternak. 4(2): 1-3. Baylis, C., M. Uyttendaele, H. Joosten, A. Davies. 2011. The Enterobacteriaceae and Their Significance To The Food Industry. International Life Sciences Institute, ILSI Microbiological Issues Task Force, Brussels. Black, J.G. 1999. Microbiology : Principles and Exploration. 4th ed. John Wiley & Sons. Inc Publication, New Jersey. Brooks, F. G. 1996. Mikrobiologi Kedokteran: 7th ed. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Budiarso, T.Y., dan M.J.X. Belo. 2009. Deteksi cemaran Salmonella sp pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional di wilayah kota Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jogjakarta. Yogyakarta. Budinuryanto, D.C., M.H. Hadiana., R.L. Balia., Abubakar., dan E. Widosari. 2000. Profil keamanan daging ayam lokal yang dipotong di pasar tradisional dalam kaitannya dengan penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Laporan Hasil Penelitian Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran dan Proyek ARMP II Badan Litbang Pertanian, Bandung. Erin, I., Ety., R. Prambudi. 2009. Kualitas mikrobiologi udara di inkubator unit perinatologi rumah sakit umum daerah dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung. J. Med of Lampung University. 2(5):45-48. Ferreira, A.J.P., C.S.A. T. Ferreira., A.M. Knobl., Moreno., Bacarro., M. Chen., M. Robach., and G.C. Mead. 2003. Comparison of three commercial competitive-exclusion products for controlling Salmonella colonization of broilers in Brazil. J. of Food Prot. 66(11):409-492. Gast, R.K. 1997. Paratyphoid infections In Disease of Poultry. 10th ed. Iowa State University Press : Ames, Iowa, USA. Harry E.G. 1957. The effect on embryonic chick mortality of yolk contamination with bacteria from the hen. J. Vet. 69(51):1433-1439. Humphrey, T.J. 2006. Growth of salmonella in intact shell eggs: Influnce of storage temperature. J. Vet. 126(31):292-291. 381 JIMVET. 01(3): 375-382 (2017) ISSN : 2540-9492 Jones, F.T. dan K.E. Richardson. 2004. Salmonella in commercially manufactured feeds. J Poult. Sci. 83(11):384-391. Kastiyowati. 2004. Dampak dan Penanggulangan Pencemaran Udara. www.buletinlitbang.go.id. www.wikamapia.org. Diakses 29 Oktober 2016. Lay, B. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium: Cetakan Ke empat. Rajawali Press, Jakarta. Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi: Cetakan Ke empat. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Schlundt, J., H. Toyofuku, J. Jansen dan S .A. Herbst. 2004. Emerging food-borne zoonoses. J. Sci. Tech off Int. 23(2):512-527. Shivaprasad, H.L. 1997. Pullorum Disease and Fowl Thyphoid In Disease of Poultry. 10th ed. Iowa State Universty Prees. Ames, Iowa, USA. Shivaprasad, H.L. 2003. Pullorum Disease and Fowl Typoid in Diseases of Poultry. Section II Bacterial Diseases. 11th ed. Press Ames Iowa State University, USA. Sudirman. 2005. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi Salmonella pada industri perunggasan. Workshop Penanggulangan Penyakit Zoonosis. Bogor, 5 Desember. Syukma, Y. D. 2015. Budidaya dan analisa ayam broiler menggunakan vitamin dan ayam yang tidak menggunakan vitamin (ayam herbal). J. Nasional Ecopedon. 3(1):77–082. Tabbu, C.R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggualangannya: Cetakan Ke Sembilan. Kanisius, Yogyakarta. Tamalludin, F. 2014. Panduan Lengkap Ayam Broiler: 3rd ed. Penebar Swadaya, Depok. Tindall, G. 2005. Alternatives to conventional microbials in swine diets. J. Of Anim. Sci. 17(2):217-226. Utomo, B. N, 1998. Infeksi Salmonella Pada Unggas. Poultry Indonesia. Edisi April no 217:27-29. Waluyo, L. 2012. Mikrobiologi Umum: Cetakan Ke empat. Universitas Muhammadiyah Malang Press, Malang. Wanasuria, S. 2010. Biosekuritas Pabrik Pakan: Cetakan Ke delapan. Kanisius, Yogyakarta. Yemima, 2014. Analisis usaha peternakan ayam broiler pada peternakan rakyat di desa Karya Bakti, kecamatan Rungan, kabupaten Gunung Mas, provinsi Kalimantan Tengah. J. Ilmu Hewani Trop. 3(1):13-15. Zaraswati, D. 2006. Mikrobiologi Farmasi: Cetakan Ke tiga. Universitas Hasanuddin Press, Makassar. 382