Perbandingan Efek Steroid dan Azathioprine dalam Menimbulkan Komplikasi Maternal dan Bayi pada Hepatitis Autoimun dalam Kehamilan Laura Anasthasya* *Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Divisi Hepatologi ABSTRAK Tujuan: Mengetahui perbandingan komplikasi maternal dan janin yang terjadi pada wanita hamil dengan hepatitis autoimun yang diberikan steroid dengan azathioprine Metode: Penelusuran artikel elektronik dilakukan melalui PubMed dan Cochrane Library menggunakan kata kunci: “autoimmune hepatitis” OR “AIH” AND “pregnancy” AND “steroid” AND “azathioprine”. Tautan ’related articles’ digunakan untuk mencari artikel lain yang tidak muncul dalam pencarian namun dapat disertakan dalam telaah sistematis. Setelah memfokuskan pada kriteria inklusi yang meliputi jenis publikasi, waktu publikasi, subjek penelitian, dan bahasa, didapatkan 2 buah artikel cohort. Hasil: Kedua artikel menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal jumlah keguguran, jumlah terminasi ataupun jumlah kehamilan preterm dan kelainan kongenital antara kelompok yang mendapat monoterapi prednisolon atau kombinasi antara azathioprine dengan prednisolon. Namun didapatkan perbedaan yang bermakna pada jumlah kejadian flare AIH selama kehamilan dan post partum antara kelompok yang mendapatkan pengobatan selama kehamilan dibandingkan dengan kelompok yang tidak diobati. Kesimpulan: Steroid dapat diberikan sebagai monoterapi atau sebagai kombinasi dengan azthioprine untuk mencegah terjadinya flare AIH dalam kehamilan. Tidak ada perbedaan bermakna antara keduanya dalam mencegah komplikasi maternal dan janin pada kasus AIH dalam kehamilan. Kata kunci: hepatitis autoimun, AIH, kehamilan,prednisolon, azathioprine 1 BAB I PENDAHULUAN Hepatitis Autoimun (AIH) merupakan penyakit inflamasi kronik yang belum diketahui penyebabnya dan ditandai dengan adanya autoantibodi yang bersirkulasi, kadar gamaglobulin yang meningkat dalam darah, gambaran inflamasi dan nekrosis pada histologi jaringan hati dan perubahan yang bermakna bila diterapi dengan imunosupresan. Penyakit ini masih sangat jarang, insidennya berkisar 1-2 kasus dari setiap 100.000 orang. Penyakit ini dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa pada semua etnis, namun lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria (3,6:1). 1,2 Perjalanan penyakit AIH seringkali bersifat perlahan-lahan dengan gejala yang tidak spesifik seperti kelelahan, mual, nyeri perut, ikterus dan nyeri sendi namun spectrum klinisnya beragam mulai dari tanpa gejala hingga kondisi akut yang berat.1 Sebagian besar kasus AIH tidak diketahui faktor pencetus nya. Adanya infeksi Hepatitis A, Hepatitis E, cytomegalovirus atau Epstein Barr virus dan obat-obatan seperti interferon, diclofenac dan herbal dapat mencetuskan terjaidnya AIH. 3,4,5,6 Bervariasinya gambaran klinis dari AIH membuat AIH sulit untuk didiagnosis sehingga dibuat scoring untuk mempermudah diagnosis. Diagnosis AIH pada dasarnya memenuhi kriteria adanya hipergamaglobulinemia yaitu IgG yang meningkat dengan IgA dan IgE normal, adanya autoantibodi, serologi negatif dan gambaran histologi hati yang sesuai dengan gambaran AIH.7,8,9 Panduan American Association for the Study of Liver Disease (AASLD) mengenai AIH menyatakan terapi inisial 30 mg prednisone dikombinasikan dengan 1-2 mg azathioprine per hari atau monoterapi prednisone 40-60 mg per hari. Steroid merupakan obat pilihan untuk induksi remisi semntara azathioprine merupakan obat yang digunakan untuk fase pemeliharaan. Hingga kini dosis azathioprine yang dinilai optimal masih jadi perdebatan. Penelitian yang dilakukan di Universitas King menyebutkan bahwa steroid dapat mulai diturunkan dosisnya jika diberikan bersamaan dengan azathioprine 2 mg/kgBB namun angka kejadian tumor pada penelitian ini cukup tinggi. Sehingga yang paling baik dalam pemberian terapi prednisone dan azathioprine 2 disesuaikan dengan kondisi dari pasien dengan mempertimbangkan apakah efek samping pemberian steroid dosis tinggi lebih besar atau sebaliknya.7,10,11 AIH terbanyak didapatkan pada wanita usia produktif dengan puncak presentasinya pada usia antara 40 hingga 60 tahun sehingga kasus kehamilan pada wanita dengan AIH seringkali ditemukan. Kehamilan menimbulkan perubahan imunitas pada tubuh ibu. Secara spesifik dikatakan bahwa pada masa kehamilan terjadi perubahan respon seluler Th1 menjadi respon humoral Th2. Sehingga adanya penyakit autoimun saat kehamilan dapat merubah gambaran klinisnya. Karena jumlah kasusnya yang belum terlalu banyak, sehingga belum didapatkan panduan khusus mengenai pemberian terapi pengobatan pada wanita hamil dengan AIH. Pemberian azahioprine dan steroid yang merupakan obat lini pertama untuk kasus AIH masih ditakutkan akan memberi efek yang tidak baik bagi janin sehingga pemberiannya masih diperdebatkan.12,13,14 Artikel ini dibuat untuk mengetahui perbandingan komplikasi maternal dan janin yang ditimbulkan akibat pemberian steroid dan azathioprine pada wanita hamil dengan AIH. 3 BAB II ILUSTRASI KASUS Seorang wanita usia 32 tahun dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo karena didapatkan gangguan fungsi hati saat hamil usia 30 minggu. Pasien saat ini hamil ketiga,dua kehamilan sebelumnya pasien keguguran dan saat ini sedang menjalani program bayi tabung, namun saat mengandung usia 30 minggu didapatkan pasien mual terus menerus tidak muntah, tidak demam, mata dan kulit tidak menjadi kuning, serta tidak ada keluhan gangguan BAK maupun BAB, ataupun keluhan lainnya. Tidak ada riwayat sakit kuning sebelumnya baik pada pasien maupun keluarga, tidak ada riwayat transfusi, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, IVDU, promiskusitas, maupun tato pada pasien. Tanda vital pasien dalam batas normal, sedangkan BMI pasien didapatkan nilai 26.6 kg/m2. Pemeriksaan fisik lainnya pada pasien didapatkan kesan dalam batas normal. Pemeriksaan elektrokardiogram didapatkan hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan SGOT 390 dan SGPT 640, Bilirubin total 1,02, bilirubin direct 0,99 dan indirect 0,03, gamma GT 156, Alkali Fosfatase 171, cholesterol total 306, LDL 176, HDL 59, Trigliserida 367. Sedangkan pemeriksaan darah perifer lengkap, fungsi ginjal, elektrolit, dan gula darah dalam batas normal. Pemeriksaan serologi virus hepatitis didapatkan hasil non reaktif. Pemeriksaan ANA didapatkan 1/100 pola speckled kasar, profil ANA negatif, anti ds-DNA normal, lupus antikoagulan positif, ACA IgM negatif dan ACA IgG positif rendah. PCR EBC,CMV dan HSV negatif. Pasien lalu menjalani pemeriksaan ultrasonografi dan didapatkan kesan penyakit hati kronik. Berdasarkan data diatas pasien didiagnosis sebagai hepatitis autoimun dalam kehamilan dan mendapat terapi metilprednisolon dan azatioprin. Angka kejadian autoimun hepatitis pada kehamilan masih jarang sehingga belum banyak panduan mengenai terapi yang tepat pada kasus hepatitis autoimun dalam kehamilan. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui terapi apa yang tepat pada hepatitis autoimun dalam kehamilan. 4 BAB III METODE 3. 1. Formulate the question Bagaimana perbandingan komplikasi maternal dan bayi (outcome) antara pemberian steroid dan azathioprine pada hepatitis autoimun dalam kehamilan? 3. 2. Search the evidence Penelusuran artikel elektronik dilakukan melalui PubMed dan Cochrane Library menggunakan kata kunci: “autoimmune hepatitis” OR “AIH” AND “pregnancy” AND “steroid” AND “azathioprine”. Tautan ’related articles’ digunakan untuk mencari artikel lain yang tidak muncul dalam pencarian namun dapat disertakan dalam telaah sistematis. Dari pencarian yang dilakukan melalui perpustakaan elektronik didapatkan 26 hasil (gambar 1). Kriteria inklusi meliputi ketersediaan naskah artikel lengkap, jenis publikasi (meta-analisis, systematic review, studi kohort, atau studi observasional), waktu publikasi (sepuluh tahun terakhir), subjek penelitian (manusia), dan bahasa (Inggris). Didapatkan 2 buah artikel cohort dengan judul “Outcomes of Pregnancy in Women with Autoimmune Hepatitis” oleh Westbrook et al15 dan “Pregnancy in Autoimmune Hepatitis: Outcome and Risk Factors” oleh Schramm et al.13 Gambar 1. Skema proses pencarian dan pemilihan artikel. Hasil pencarian di Pubmed, Cochrane dan tautan 26 artikel 22 artikel diekslusi karena tidak menjawab pertanyaan klinis 4 artikel 2 artikel diekslusi karena tidak memenuhi kriteria inklusi (waktu,bahasa,subjek dan jenis publikasi) 2 artikel 5 3. 3. Appraise the study Dalam melakukan telaah kritis pada artikel tersebut, digunakan panduan telaah kritis untuk studi prognostic dari Centre for Evidence Based Medicine, University of Oxford, 2010. Pada prinsipnya, panduan tersebut berfokus pada tiga aspek yaitu validitas, kekuatan studi, dan aplikabilitas. 6 Tabel 1. Telaah kritis terhadap artikel Question Westbrook et al Schramm et al Yes Yes Yes Yes Unclear Unclear Yes Unclear Yes yes No No No no yes yes INTERNAL VALIDITY Was the defined representative sample of patients assembled at a common point of the course of their disease? Was patient follow up sufficiently long and complete ? Were outcome criteria either objective or applied in a blind fashion ? If subgroups with different prognoses are identified, did adjusment for important prognostic factors take place? RESULTS How likely are the outcomes over time? How precise are the prognostic estimates? APPLICABILITY Is my patient so different to those in the study that the results cannot apply? Will this evidence make a clinically impact on my conclusions about what to offer to my patients? 7 BAB IV HASIL Setelah melakukan telaah kritis, dapat disimpulkan bahwa studi Cohort prospektif tersebut memiliki validitas, aplikabilitas, dan kekuatan penelitian yang baik. Westbrook et al Studi ini melibatkan 53 wanita dengan 81 kehamilan di RS universitas King London dari tahun 1982-2009. Umur median pasien-pasien ini didiagnosis AIH adalah 20 tahun (jarak usia 5-42 tahun), dan median usia terjadinya kehamilan adalah 26 tahun (jarak usia 16-42 tahun). Median jarak usia sejak didiagnosis AIH hingga terjadinya kehamilan adalah 7 tahun (antara 0-25 tahun). Enam puluh tiga persen dari 81 kehamilan ini (51/81) berada dalam fase remisi dengan pengobatan, satu tahun sebelum kehamilan. Tiga puluh tiga kehamilan terjadi pada 21 wanita yang sudah mengalami sirosis. Dari tujuh bayi tabung yang dilakukan pada 5 wanita, didapatkan hasil 4 bayi lahir hidup (satu diantaranya mengalami cerebral palsy), 1 lahir mati, dan 2 keguguran. Usia median saat kehamilan adalah 35 tahun (antara 29-42 tahun). Dari 7 bayi tabung tersebut, 3 kehamilan terjadi pada 2 wanita dengan sirosis Child Pugh A. Wanita pertama keguguran pada usia kehamilan 8 dan 10 minggu tanpa ada gangguan komplikasi pada ibu. Wanita kedua melahirkan bayi sehat dengan usia kehamilan 36 minggu namun wanita tersebut mengalami penurunan fungsi hati saat 12 bulan post partum dan meninggal saat akan dilakukan transplantasi hati. Sementara 4 kehamilan bayi tabung didapatkan pada 3 wanita yang tidak sirosis, 1 wanita sempat mengalami flare AIH saat post partum namun membaik secara spontan, 1 wanita lainnya mengalami AIH de novo setelah 3 bulan post partum dan membaik dengan terapi kombinasi prednisolon dan azathioprine. Kedua wanita tersebut melahirkan bayi sehat pada usia kehamilan 38 minggu. Satu wanita non sirotik lainnya mengalami 2 kehamilan bayi tabung. Pada kehamilan pertama, wanita ini mengalami flare AIH berat pada usia kehamilan 24 minggu dan hingga memiliki asites. Sehingga pada usia kehamilan 28 minggu dilakukan sectio caesaria, dan bayinya mengalami cerebral palsy. 8 Pada kehamilan keduanya terjadi keguguran pada usia kehamilan 20 minggu, namun tidak ada perubahan aktivitas penyakit AIH. Tabel 2 . Hasil dari tujuh kehamilan bayi tabung pada lima wanita AIH Enam puluh satu pasien (75%) menerima pengobatan saat kehamilan terjadi untuk mengontrol aktivitas penyakit AIH yang diderita. Dari 61 pasien tersebut, 27 pasien menerima monoterapi prednisolon dengan dosis rata-rata 10 mg/hari (antara 2,5 mg – 40 mg), 7 pasien menerima monoterapi azathioprine dengan dosis antara 1-2 mg/kgBB/hari, dan 25 pasien menerima terapi kombinasi azathioprine (1-2 mg/kgBB/hari) dan prednisolon dengan rata-rata dosis 5 mg (antara 2,5 mg-20 mg). Satu pasien mengkonsumsi obat tacrolimus (2mg/hari) bersamaan dengan prednisolon. 46 pasien dari 61 pasien ini berada pada kondisi stabil dalam pengobatan tersebut selama lebih dari satu tahun sebelum kehamilan. Dua puluh pasien tidak dalam pengobatan sebelum kehamilan, dua diantaranya merupakan AIH de novo yang terjadi bersamaan dengan kehamilan, 5 pasien berada dalam kondisi sirosis , 6 pasien berada dalam keadaan remisi secara laboratoris dan histology sehingga rata-rata telah berhenti menjalani pengobatan 32 bulan sebelum kehamilan. Tujuh pasien sisanya, menghentikan pengobatan karena permintaan pasien atau berdasarkan saran dari praktisi kesehatan sehubungan dengan keinginan untuk hamil. Hasil yang didapatkan berkaitan dengan pengobatan ini adalah total 32 kehamilan terjadi pada pasien yang mendapatkan terapi azathioprine saja. Dari 32 kehamilan, 21 lahir hidup, 6 diterminasi elektif, 4 abortus spontan, dan 1 kematian ibu beserta bayinya. Diantara 21 bayi lahir hidup tersebut, tidak dilaporkan adanya kelainan kongenital pada bayi dan pada pemantauan lanjutan 5 tahun dari perkembangan bayi tersebut didapatkan perkembangan normal. 9 Sementara 20 kehamilan pada wanita yang tidak sedang menjalani pengobatan, 17 diantaranya menghasilkan bayi lahir hidup, 2 terminasi elektif dan lahir mati pada usia kehamilan 21 minggu. Dari bayi yang lahir hidup, dua diantaranya mengalami abnormalitas yaitu cerebral palsy dan penyakit panggul Perthes. Sebagai perbandingan angka kelahiran hidup antara wanita yang menjalani terapi dan yang tidak menjalani terapi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (42/61 vs 17/20, p 0.24), angka terminasi (10/61 vs 2/20, p 0.72), angka keguguran (8/61 vs 0/20, p 0.19), dan usia kehamilan (39 minggu (28-40 minggu) vs 39 minggu (27-40 minggu, p 0.8). Namun hasil yang bermakna didapatkan pada kejadian flare AIH baik saat kehamilan maupun post partum lebih tinggi pada wanita yang tidak menjalani pengobatan dibandingkan dengan yang mendapatkan terapi (10/20 vs 16/61 p 0.048). Tabel 3. Komplikasi maternal dan janin pada ketiga kelompok Schramm et al Studi ini melibatkan 22 wanita hamil yang datang ke klinik hati di RS Universitas Mainz dan Munich. Tujuh belas pasien didiagnosis AIH sebelum kehamilan dan 5 pasien baru didiagnosis AIH setelah 6 bulan setelah melahirkan ataupun keguguran. Dari 22 pasien tersebut, dua diantaranya dieksklusi dari penelitian karena 1 orang tidak didapatkan data menyusui dan 1 orang mendapat peningkatan dosis steroid. Sehingga tersisa 20 pasien, 10 orang diberikan terapi monoterapi prednisolon dengan dosis rata-rata 10 mg (antara 2,5-30 mg) dan 10 orang diberikan kombinasi prednisolon dan azathioprin dengan dosis rata-rata 50 mg (antara 50-150 mg). Pada kelompok yang diberikan terapi kombinasi prednisolon dan azathioprin didapatkan 14 kehamilan, 11 bayi lahir normal, 1 wanita mengalami keguguran dan 1 bayi Intra Uterine Fetal Death (IUFD) pada wanita yang mengkonsumsi azathioprine 50 mg sejak pada 10 minggu usia kehamilan dan 1 wanita yang mengkonsumsi 10 azathioprine 100 mg pada usia kehamilan 6 minggu melahirkan bayi dengan Edward Syndrom. Komplikasi kehamilan dan bayi pada kelompok wanita dengan monoterapi prednisolon tidak didapatkan perbedaan bermakna . Dari 28 kehamilan yang terjadi, 6 abortus spontan. Dari total 7 kehamilan premature yang ada, 4 diantaranya mendapat terapi kombinasi dan 3 mendapat monoterapi prednisolon. Perbandingan hasil kehamilan antara kelompok yang mendapat monoterapi prednisolon dengan kelompok yang mendapat kombinasi dengan azthioprine dapat dilihat di tabel 4. Tabel 4. Hasil dari kehamilan pada kedua kelompok terapi 11 BAB V DISKUSI Kehamilan merupakan suatu kondisi khusus dimana terdapat perubahan fisiologis yang melibatkan organ-organ tubuh termasuk hati. Penyakit hati dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas baik pada ibu hamil maupun bayinya. Hepatitis autoimun banyak didapatkan pada wanita usia muda sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kasus AIH pada wanita hamil. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana penanganan yang tepat dan aman. Pada panduan mengenai hepatitis autoimun yang dikeluarkan oleh EASL ataupun AASLD menekankan bahwa kehamilan pada wanita dengan AIH aman baik bagi ibu maupun bayi. Azathioprine meskipun merupakan obat dengan kategori kehamilan D namun dari beberapa penelitian terdahulu didapatkan pemberian azathioprine tidak berhubungan dengan keguguran ataupun komplikasi kehamilan lainnya sehingga tetap boleh diberikan pada wanita hamil. Pemberian terapi pengobatan pada kasus AIH dalam kehamilan seringkali menjadi perdebatan, dan belum ada panduan khusus mengenai obat lini pertama yang aman diberikan pada kehamilan. Ada studi yang mengatakan bahwa pemberian steroid dan azathioprine tidak diperlukan namun ada studi yang menunjukkan bahwa terjadi komplikasi yang serius bila wanita hamil dengan AIH tidak mendapat pengobatan. Berdasarkan kedua penelitian cohort yang dilakukan oleh Westbrook et al dan Schramm et al didapatkan bahwa pemberian prednisolon dan azathioprine aman diberikan pada wanita hamil dengan AIH. Komplikasi maternal berupa keguguran, IUFD, dan terminasi kehamilan ataupun kelahiran preterm didapatkan tidak berbeda bermakna antara pasien yang mendapat monoterapi prednisolon dengan pasien yang mendapat kombinasi terapi azathioprine dengan prednisolon. Namun didapatkan perbedaan yang bermakna pada jumlah flare AIH antara wanita yang tidak mendapat pengobatan selama kehamilan dengan yang tetap diobati selama kehamilan. Flare AIH dapat terjadi baik saat kehamilan maupun post partum. 12 Pada kehamilan terjadi perubahan imunitas tubuh ibu yaitu perubahan dari respon seluler Th1 menjadi respon humoral Th2 sehingga seringkali saat kehamilan, aktivitas penyakit dari AIH menjadi membaik namun akan kembali setelah persalinan bahkan aktivitas penyakitnya bisa menjadi lebih berat. Berdasarkan hal ini, untuk mengurangi resiko flare saat kehamilan maupun post partum sebaiknya wanita hamil dengan AIH tetap mendapat pengobatan namun dosis steroid ataupun azathioprine dapat disesuaikan dengan kondisi pasien. Bahkan menurut panduan yang dikeluarkan oleh EASL dikatakan sebaiknya dosis steroid dinaikkan pada waktu menjelang persalinan dan penting untuk memeriksa kadar ALT, AST dan IgG menjelang dan setelah persalinan. 13 BAB VI KESIMPULAN Steroid dapat diberikan sebagai monoterapi atau sebagai kombinasi dengan azthioprine untuk mencegah terjadinya flare AIH dalam kehamilan. Tidak ada perbedaan bermakna antara keduanya dalam mencegah komplikasi maternal dan janin pada kasus AIH dalam kehamilan. Untuk mengurangi resiko flare saat kehamilan maupun post partum sebaiknya wanita hamil dengan AIH tetap mendapat pengobatan monoterapi steroid ataupun kombinasi dengan azathioprine dan penting untuk dilakukan pemantauan kadar enzim transaminase dan IgG saat menjelang persalinan dan setelah persalinan. 14 DAFTAR PUSTAKA 1. Al-Chalabi T, Underhill JA, Portmann BC, McFarlane IG, Heneghan MA, Impact of gender on the longterm outcome and survival of patients with autoimmune hepatitis. J Hepatol 2008;48(1):140–7. 2. Manns MP, Czaja AJ, Gorham JD, Krawitt EL, Mieli-Vergani G, Vergani D, et al. American Association for the Study of Liver Diseases: diagnosis and management of autoimmune hepatitis. Hepatology 2010;51: 2193– 2213. 3. Singh G, Palaniappan S, Rotimi O, et al. Autoimmune hepatitis triggered by hepatitis A. Gut 2007;56:304. 4. Nagasaki F, Ueno Y, Mano Y, et al. A patient with clinical features of acute hepatitis E viral infection and autoimmune hepatitis. Tohoku J Exp Med 2005;206:173-9. 5. Berry PA, Smith-Laing G. Hepatitis A vaccine associated with autoimmune hepatitis. World J Gastroenterol 2007;13:2238-9. 6. Kamiyama T, Nouchi T, Kojima S, et al. Autoimmune hepatitis triggered by administration of an herbal medicine. Am J Gastroenterol 1997;92:7034. 7. Lohse AW, Mieli-Vergani G . European Association for the Study of the Liver : Autoimmune hepatitis . J Hepatol 2011;55:171–182. 8. Eisenmann de Torres B, Galle PR, McFarlane I, Dienes HP, Lohse AW. International Autoimmune Hepatitis Group. Simplified criteria for the diagnosis of autoimmune hepatitis. Hepatology 2008;48:169–176. 9. Gleeson D, Heneghan MA. British Society of Gastroenterology (BSG) guidelines for management of autoimmune hepatitis. Gut 2011;60:16111629. 10. Stellon AJ, Keating JJ, Johnson PJ, McFarlane IG, Williams R. Maintenance of remission in autoimmune chronic active hepatitis with azathioprine after corticosteroid withdrawal. Hepatology 1988;8:781–784. 15 11. Johnson PJ, McFarlane IG, Williams R. Azathioprine for long-term maintenance of remission in autoimmune hepatitis. N Engl J Med 1995;333:958–963. 12. Abraham S, Begum S, Isenberg D. Hepatic manifestation of autoimmune rheumatic diseases. Ann Rheum Dis 2004;63(2):123-9. 13. Schramm C, Herkel J, Beuers U, Kanzler S, Galle PR, Lohse AW. Pregnancy in autoimmune hepatitis: outcome and risk factors. Am J Gastroenterol. 2006;101:556–560. 14. Terrabuio DR, Abrantes-Lemos CP, Carrilho FJ, Cancado EL. Follow-up of pregnant women with autoimmune hepatitis: the disease behavior along with maternal and fetal outcomes. J Clin Gastroenterol. 2009;43:350–356. 15. Westbrool RH, Yeoman AD, Kriese S, Heneghan MA. Outcomes of pregnancy in women with autoimmune hepatitis. Journal of Autoimmunity.2012;38:239-44. 16