TEKNIK ANALISIS MINERAL TANAH UNTUK MENDUGA

advertisement
80
Buletin
Teknik Pertanian Vol. 14, No. 2, 2009: 80-82 Pramuji dan M. Bastaman: Teknik analisis mineral tanah untuk menduga cadangan sumber hara
TEKNIK ANALISIS MINERAL TANAH UNTUK MENDUGA CADANGAN SUMBER HARA
Pramuji dan M. Bastaman1
1
Masing-masing adalah Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian
Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123, Telp (0251) 832012, Faks. (0251) 311256
E-mail: [email protected]
M
ineral adalah bahan penyusun tanah utama yang berasal dari kristalisasi magma, atau terbentuk sebagai
hasil reaksi unsur kimia di dalam tanah. Berdasarkan ukuran
dan proses terjadinya, mineral dalam tanah dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu mineral primer dan mineral
sekunder (Moorhause 1959). Mineral primer adalah mineral
hasil pelapukan fisik dari batuan, sehingga struktur kristal
dan jenisnya tetap sama, hanya ukurannya menjadi lebih
kecil, antara 2-0,05 mm. Mineral primer sering pula disebut
mineral pasir. Contoh mineral primer adalah kuarsa, biotit,
kalsit, dan dolomit. Mineral sekunder adalah mineral hasil
pembentukan baru atau hasil pelapukan mineral primer yang
terjadi selama proses pembentukan tanah, serta mempunyai
komposisi dan struktur yang berbeda dengan mineral yang
terlapuk. Contoh mineral sekunder adalah kaolinit dan
smektit.
Menurut Shaw et al. (1973), mineral primer dapat dibedakan atas mineral mudah lapuk (weatherable mineral) dan
mineral tahan lapuk (resistant mineral). Mineral mudah lapuk
adalah jenis mineral yang dapat melapuk dan melepaskan
unsur-unsur penyusunnya ke dalam tanah pada waktu
proses pembentukan tanah. Mineral tahan lapuk adalah
mineral yang sulit melapuk seiring dengan proses pembentukan tanah.
Mineral mudah lapuk yang banyak dijumpai di Indonesia
adalah plagioklas, amfibol, dan piroksin. Mineral mudah
lapuk dapat mengalami proses pelapukan secara cepat, dan
hasil pelapukannya berupa unsur hara seperti Ca, Mg, Na,
K, dan Fe. Mineral tahan lapuk (opak, kuarsa) resisten terhadap pelapukan, sehingga walaupun tanah telah mengalami
tingkat pelapukan lanjut, mineral tahan lapuk masih tetap ada
(Prasetyo et al. 2004).
Untuk mengetahui tingkat cadangan sumber hara dari
suatu jenis tanah, diperlukan analisis susunan mineral primer
dari tanah tersebut. Dengan mengetahui jumlah dan susunan
mineral pasir yang tergolong mudah lapuk, dapat diketahui
cadangan sumber hara dalam suatu jenis tanah. Contoh tanah
yang susunan mineralnya didominasi oleh mineral mudah
lapuk dapat diartikan bahwa contoh tanah tersebut mempunyai cadangan sumber hara tanah yang tinggi. Bila yang
dominan adalah mineral tahan lapuk, maka contoh tanah tersebut miskin sumber hara tanah (Tafakresnanto dan Prasetyo
2001).
Tujuan analisis adalah untuk mengetahui susunan
mineral fraksi pasir dari tiga profil tanah untuk mengetahui
kandungan cadangan sumber haranya.
BAHAN DAN METODE
Kegiatan analisis dilaksanakan di laboratorium mineralogi
Balai Penelitian Tanah, Bogor, Jawa Barat pada bulan
Agustus 2006. Bahan yang digunakan untuk analisis mineral
fraksi pasir adalah 16 contoh tanah dari tiga profil tanah,
yaitu profil BK 131 (5 contoh) dan KK 157 (6 contoh) dari
Jawa Tengah, serta profil HK 23 (5 contoh) dari Kalimantan
Timur.
Contoh tanah diambil dengan cara membuat penampang
tanah (profil) terlebih dahulu. Penampang tanah kemudian
dideskripsi, dan ditentukan batas-batas horizon tanahnya.
Penampang tanah BK 131 dipisahkan menjadi lima horizon
tanah, KK 157 enam horizon tanah, dan HK 23 lima horizon
tanah, sehingga seluruhnya diperoleh 16 horizon tanah. Pada
setiap horizon tanah diambil 1 kg contoh tanah, lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label. Keterangan
dalam label menginformasikan nomor penampang tanah yang
ditulis dengan angka arab, dan nomor horizon yang ditulis
dengan angka romawi. Dengan demikian, bila label bertuliskan BK 131/III berarti penampang tanah adalah nomor
131 dan horizon tanah nomor 3.
Bahan yang diperlukan adalah larutan hidrogen
peroksida (H2O2) 10%, HCl 10%, dan cairan nitrobenzol. Alat
yang digunakan adalah baskom untuk mencuci tanah,
saringan, oven, tempat preparat dari kaca, mesin penghitung
laboratory counter, dan mikroskop polarisasi.
Tahap pertama adalah menghilangkan partikel-partikel
pembalut butir mineral yang berupa bahan organik dengan
hidrogen peroksida (van Reeuwijk 1987). Lima gram tanah
dimasukkan ke dalam gelas piala volume 1 liter, lalu ditambahkan 20 ml H2O2 10% dan didiamkan selama 15 menit. Selanjut-
81
Pramuji dan M. Bastaman: Teknik analisis mineral tanah untuk menduga cadangan sumber hara
nya, ditambahkan 50 ml air lalu dipanaskan menggunakan
penangas (hot plate) di ruang asam. Pemanasan dilakukan
sampai tidak muncul buih hasil oksidasi bahan organik. Bila
perlu dapat ditambahkan air lagi.
Setelah proses pemanasan selesai dan larutan sudah
dingin, ditambahkan air hingga mencapai volume 0,75 liter,
lalu diaduk dan didiamkan satu malam. Selanjutnya, larutan
bening dalam gelas piala dibuang, lalu ditambahkan 20 ml HCl
10% dan dipanaskan di atas penangas di ruang asam hingga
tidak timbul buih. Setelah dingin ditambahkan air hingga
mencapai volume 1 liter dan diaduk, lalu dibilas dengan air
tiga kali. Dengan proses ini diharapkan butir-butir mineral
pasir telah bersih dari balutan bahan organik maupun
karbonat.
Tahap kedua adalah memisahkan fraksi pasir dengan
ayakan 2-0,05 mm. Pasir yang diperoleh lalu dikeringkan
dengan oven pada suhu 30°C. Pengamatan jenis dan jumlah
mineral fraksi pasir dilakukan dengan mikroskop polarisasi.
Contoh pasir ditebarkan di atas lempeng kaca berukuran
2,50 cm x 5 cm, lalu diberi cairan nitrobenzol dan diaduk secara
merata sampai tidak ada lagi butir pasir yang mengambang.
Lempeng preparat kemudian ditempatkan di bawah mikroskop, lalu jenis dan jumlah mineral diamati. Pengamatan
dilakukan dengan mengikuti metode line counting, artinya
hanya jenis mineral yang terletak pada garis horizontal pada
bidang pandang mikroskop yang dihitung. Penghitungan
dilakukan hingga mencapai 100 butir.
menyajikan beberapa jenis mineral primer yang banyak
dijumpai di Indonesia.
Hasil analisis menunjukkan bahwa profil BK 131
mengandung mineral seperti gelas volkan; plagioklas yang
terdiri atas andesin, labradorit, bitownit; K-felspar yang
terdiri atas ortoklas, sanidin; amfibol yang terdiri atas
hornblende hijau dan coklat; dan piroksin yang terdiri atas
mineral augit. Berdasarkan Tabel 2, mineral-mineral tersebut
tergolong mineral mudah lapuk. Jumlah mineral mudah lapuk
pada profil ini berkisar antara 50-61%. Dengan demikian,
profil BK 131 dapat dikatakan mempunyai kandungan
sumber hara tanah yang tinggi, karena bila mineral mudah
lapuk ini melapuk akan melepaskan hara makro ke dalam tanah
seperti Ca, Mg, Na, dan K.
Profil KK 157 dan HK 23 sudah tidak mempunyai
kandungan mineral mudah lapuk. Profil KK 157 tanahnya
didominasi oleh mineral tahan lapuk opak, sedang profil HK
23 tanahnya didominasi oleh mineral tahan lapuk kuarsa.
Kedua jenis mineral tersebut (opak dan kuarsa) tidak
memberikan kontribusi sebagai sumber hara tanah.
Dominasi mineral tahan lapuk opak pada penampang
tanah KK 157 yang mencapai > 89% dan mineral tahan lapuk
kuarsa pada penampang tanah HK 23 juga menunjukkan
bahwa kedua jenis tanah tersebut sudah mengalami pelapukan sangat lanjut. Mineral mudah lapuk yang merupakan
cadangan sumber hara dalam tanah telah habis.
KESIMPULAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mineral primer yang banyak dijumpai di Indonesia adalah
kuarsa, opak, piroksin, amfibol, dan plagioklas. Tabel 1
Contoh tanah BK 131 mempunyai cadangan sumber hara
berupa kandungan mineral mudah lapuk yang tinggi (> 50%),
yaitu gelas volkan; plagioklas yang terdiri atas andesin,
Tabel 1. Beberapa jenis mineral primer yang banyak dijumpai di Indonesia
Jenis
Mineral
Unsur utama
Sumber batuan
MDL
Olivin
Mg, Fe
Batuan volkan basis dan ultra basis
MDL
Mika (biotit, muskovit)
K, Mg, Fe
Batuan granit dan metamorf
MDL
Piroksin (augit, hipersten)
Mg, Fe, Ca
Batuan volkan basis dan ultra basis
MDL
Amfibol (hornblende)
Fe, Mg, Ca, Na
Batuan volkan intermedier dan ultra basis
MDL
Plagioklas (albit, andesin, anorthit,
bitownit, labradorit, oligoklas)
Na, Ca
Batuan volkan intermedier hingga basis
MDL
K-felspar (ortoklas, sanidin)
K
Batuan masam
MDL
Gelas volkan
Si
Batuan volkan masam, intermedier, basis
TLP
Opak
Fe
Batuan volkanik
TLP
Kuarsa
Si
Batuan yang bersifat masam
MDL = mudah lapuk; TLP = tahan lapuk
Sumber: Tafakresnanto dan Prasetyo (2001); Prasetyo et al. (2004)
82
Pramuji dan M. Bastaman: Teknik analisis mineral tanah untuk menduga cadangan sumber hara
Tabel 2. Komposisi mineral pasir (%) dari profil tanah BK 131, KK157, dan HK 23, Laboratorium Balai Penelitian Tanah, 2006
Profil tanah
Mineral pasir
BK131
Opak
Kuarsa keruh
Kuarsa bening
Konkresi besi
Lapukan mineral
Fragmen batuan
Gelas vulkan
Andesin
Labradorit
Bitownit
Ortoklas
Sanidin
Hornblende hijau
Hornblende coklat
Augit
Jumlah mineral mudah lapuk
Jumlah
KK157
HK23
I
II
III
IV
V
I
II
III
IV
V
VI
I
II
III
IV
V
10
10
4
sp
4
13
3
3
26
1
sp
3
6
sp
17
59
14
10
2
1
5
7
1
3
17
1
1
1
8
1
28
61
10
21
6
sp
6
7
sp
5
17
1
sp
1
5
sp
21
50
17
17
4
sp
5
4
sp
4
13
sp
sp
1
11
2
22
53
9
18
6
7
3
sp
4
18
1
1
1
11
1
20
57
89
1
sp
1
8
sp
sp
1
sp
97
sp
sp
sp
3
sp
sp
sp
-
91
1
sp
sp
8
sp
-
95
sp
sp
sp
5
sp
sp
-
91
2
sp
2
5
sp
-
94
1
sp
sp
5
sp
-
sp
82
6
sp
1
11
sp
78
7
sp
15
sp
75
9
sp
sp
16
sp
75
10
sp
1
14
sp
76
8
sp
1
15
-
-
sp
-
sp
-
sp
sp
sp
1
sp
sp
sp
sp
0
sp
sp
sp
sp
0
sp
0
sp
0
sp
sp
0
sp
sp
-
sp
sp
sp
-
sp
sp
-
sp
0
0
0
0
0
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
sp = sporadis, meneral ada tetapi kurang memenuhi untuk mencapai 1% tripel (3 kali ulangan)
labradorit, bitownit; K-felspar yang terdiri atas ortoklas,
sanidin; amfibol yang terdiri atas mineral hornblende hijau
dan coklat; dan piroksin yang terdiri atas mineral augit.
Contoh tanah KK 157 dan HK 23 tergolong miskin
sumber hara, karena sudah tidak mempunyai kandungan
mineral mudah lapuk. Tanahnya didominasi oleh mineral
tahan lapuk opak (KK 157) dan kuarsa (HK 23).
Prasetyo, B.H., J.S. Adiningsih, K. Subagyono, dan R.D.M.
Simanungkalit. 2004. Mineralogi, kimia, fisika, dan biologi lahan
sawah. hlm. 29-82. Dalam F. Agus (Ed.). Tanah Sawah dan
Teknologi Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat, Bogor.
Shaw, B.H., A.G. Morris, and M.L. Jackson. 1973. Amphibole and
pyroxene in soil. p. 121-128. In Jackson (Ed.). Soil Mineral
Weathering. University of Wisconsin, Madison, WI.
DAFTAR PUSTAKA
Tafakresnanto, C. dan B.H. Prasetyo. 2001. Peranan data mineral
tanah dalam menunjang interpretasi sumber daya tanah. Jurnal
Tanah dan Air 2(1): 47-56.
Moorhouse, W.W. 1959. The Study of Rock in Thin Section.
Harper & Row Publishers, New York and Evanston. 514 pp.
van Reeuwijk, L.P. 1987. Procedures for Soil Analysis. Second
Edition. International Soil Reference and Information Centre,
Wageningen.
Download