Ekuitas Merek Terhadap Intensi Pembelian Smartphone Iphone

advertisement
Vol. III, No. 6, Januari 2017
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
EKUITAS MEREK TERHADAP INTENSI PEMBELIAN SMARTPHONE IPHONE
PADA MAHASISWA
MARIANA
(ALUMNUS STRATA SATU JURUSAN MANAJEMEN)
YOHANA F. CAHYA PALUPI MEILANI
(DOSEN JURUSAN MANAJEMEN)
FAKULTAS EKONOMI-UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
Ruang Dosen Manajemen Gedung F Lantai 3, Lippo Karawaci boulevard, UPH Tower,
Kampus Universitas Pelita Harapan Lippo Karawaci, Tangerang 15811
Telp: 021-5460901 ext 2647 / HP. 081332360279
Kontak email: [email protected]
Abstraks
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kesadaran merek, loyalitas merek, persepsi kualitas dan asosiasi
merek berpengaruh terhadap intensi pembelian iphone. Data penelitian dikumpulkan dari 90 mahasiswamahasiswi Fakultas Ekonomi, Universitas ABC yang telah menggunakan seri iphone4 ke atas dengan jangka
waktu minimal enam bulan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner dengan
menggunakan judgemental sampling. Semua variabel telah terpenuhi dalam uji validitas dan reliabilitas. Indikatorindikator yang gugur dalam pengujian validitas tidak diikutsertakan dalam penelitian aktual. Pengolahan data
dilakukan melalui program SmartPLS 3.4.2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran merek, loyalitas
merek, persepsi kualitas, dan asosiasi merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian. Kontribusi penelitian
dapat memberikan masukan kepada pihak iphone untuk meningkatkan intensi pembelian smartphone dengan
meningkatkan kesadaran merek, loyalitas merek, persepsi kualitas, dan asosiasi merek.
Referensi: 39 (2007-2016)
Kata Kunci: Ekuitas Merek, Intensi Pembelian.
Abstract
This study aims to determine whether the brand awareness, brand loyalty, perceived quality and brand
associations influence on purchase intentions of iphone. Data were collected from 90 college students of the
Faculty of Economics, ABC University which has used a series iphone4 up with a minimum used period of six
months. Data was collected by questionnaires using judgmental sampling. All the variables have been fulfilled in
the validity and reliability test. The indicators that fall within the validity of the test do not included in the actual
research. The data processing is done through a program SmartPLS 3.4.2. The results shown that brand
awareness, brand loyalty, perceived quality, brand associations have positive influence on purchase intentions.
The contribution of research to provide input to the Apple managerial to increase smartphone purchase intention
by increasing brand awareness, brand loyalty, perceived quality, and brand associations.
References: 39 (2007-2016)
Keywords: Brand Equity, Purchase Intention.
33
Vol. III, No. 6, Januari 2017
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang. Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi membuat smartphone merupakan
salah satu produk yang dapat dikategorikan menjadi kebutuhan pokok netizen (internet citizen). Setiap perusahaan
berusaha untuk menunjukkan keahlian ataupun keunikan masing-masing. Persaingan tersebut mengakibatkan
perusahaan berlomba-lomba untuk meningkatkan daya saing dengan menggunakan logo, simbol, nama yang unik
atau yang biasanya disebut dengan merek, agar menjadi suatu pembeda dengan perusahaan pesaing. Menurut
Aaker (2015, 3-8) merek merupakan sebuah aset yang memiliki ekuitas, dan menggerakkan strategi serta performa
bisnis. Sebuah merek yang mempunyai nilai merek secara positif tinggi akan lebih mudah untuk pemasar
memasarkan produk tersebut, karena publik memiliki persepsi positif terhadap merek tersebut. Artinya Ketika
sebuah merek mempunyai ekuitas merek yang tinggi maka intensi pembelian konsumen akan meningkat. Hal ini
sejalan Santoso dan Cahyadi (2014) yang mengungkapkan ekuitas merek mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap intensi pembelian konsumen.
Dalam penelitian ini iphone digunakan sebagai objek penelitian sebagai produk Apple. Apple merupakan
sebuah perusahaan multinasional yang berpusat di Silicon Valley, California dan bergerak di bidang perancangan,
pengembangan, dan penjualan barang-barang yang meliputi elektronik konsumen, perangkat lunak komputer serta
komputer pribadi. Apple Inc., didirikan pada 1 April 1976 (Dharmaone, 2014). Awalnya Apple bernama Apple
Computer, Inc., namun pada januari 2007, kata ‘computer’ di hapus untuk mencerminkan fokus Apple tehadap
bidang elektronik konsumen pasca-peluncuran iphone. Apple meluncurkan iphone pertamanya pada 29 juni 2007
di Amerika Serikat (Dharmaone, 2014). Pemilihan Apple sebagai objek penelitian karena adanya pertimbangan
Apple merupakan perusahaan tergolong baru dalam industri smartphone dan mempunyai nilai merek paling tinggi
dibanding nilai merek smartphone lainnya bahwa Apple menduduki peringkat pertama pada The Brand Finance
Global 500 pada 2016. Selain itu, berdasarkan studi eksplorasi dengan observasi yang dilakukan pada 100
mahasiswa-mahasiswi di Fakultas Ekonomi, Universitas ABC didapatkan 77% mahasiswa–mahasiswi
menggunakan iphone, sehingga mudah untuk memperoleh data-data diperlukan. Hasil eksplorasi menunjukkan
bahwa 60% alasan responden menggunakan iphone dikarenakan iphone memiliki kualitas bagus; 29% menyatakan
telah menggunakan produk iphone dari awal, sehingga adanya hambatan berpindah ke merek lain sebagai
pengguna iphone; 11% lainnya menggunakan iphone karena mempunyai reputasi merek baik. Asosiasi merek
iphone muncul dalam benak responden ketika orang menyebutkan “iphone” yaitu iphone smartphone inovatif
sebesar 44%; terdapat 25% dari responden mengatakan iphone merupakan smartphone berkelas; 24% mempunyai
pendapat bahwa iphone merupakan smartphone yang canggih; 7% lainnya mempunyai asosiasi iphone mempunyai
kualitas tinggi, desain simple, iphone merupakan produk Apple, sisanya berpendapat iphone smartphone yang
biasa saja.
Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Chi, Yeh, dan Yang,2009; Jalilvand, Samiei, Mahdavinia, 2011
menemukan komponen ekuitas merek yaitu kesadaram merek, asosiasi merek, loyalitas merek, dan persepsi
kualitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi pembelian konsumen. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Muhammad, Hamad, dan Shabir (2014) didapatkan bahwa loyalitas merek mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap intensi pembelian konsumen. Walangitan, Pangemanan, dan Rumokoy (2015)
menyatakan bahwa ekuitas merek secara simultan memberi pengaruh yang signifikan, namun secara parsial hanya
persepsi kualitas dan asosiasi merek yang memiliki pengaruh signifikan terhadap intensi pembelian. Sedangkan
loyalitas merek dan kesadaran merek tidak terlalu berpengaruh terhadap intensi pembelian konsumen. Meskipun
demikian, terdapat juga penelitian yang menunjukkan bahwa persepsi kualitas tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap intensi pembelian konsumen yang dinyatakan oleh Santoso dan Cahyadi (2014). Hasil
penelitian di atas menunjukkan adanya ketidak konsistenan hasil temuan penelitian komponen ekuitas merek
terhadap intensi pemebelian konsumen.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Walangitan,
Pangemanan, dan Rumokoy (2015). Menurut Sekaran & Bougie (2013, 21) replikasi merupakan mengulang
penelitian dan memeriksa, untuk melihat apakah hasil dari penelitian tersebut sama diperoleh pada waktu yang
berbeda. Alasan melakukan replikasi model adalah untuk mengetahui apakah model penelitian sebelumnya dapat
diaplikasikan pada produk iphone di Fakultas Ekonomi, Universitas ABC. Penelitian sebelumnya dilakukan di
Manado oleh Walangitan, Pangemanan, dan Rumokoy (2015) menggunakan objek pengamatan produk kosmetik
Etude House. Model dalam penelitian masih belum banyak dilakukan terhadap iphone.
1.2 Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah.Berdasarkan latar belakang yang telah diulas di atas, maka
didapatkan rumusan masalah yang akan dibahas:
1. Apakah loyalitas merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone?
2. Apakah kesadaran merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone?
34
Vol. III, No. 6, Januari 2017
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
3. Apakah persepsi kualitas berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone?
4. Apakah asosiasi merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone?
Kontribusi penelitian diharapkan dapat diaplikasikan dalam dunia bisnis nyata. Penelitian diharapkan
dapat berguna bagi pengembangan konsep peningkatan intensi pembelian pelanggan. Selain itu, juga dapat
memberikan masukan pihak iphone dapat meningkatkan intensi pembelian pelanggan melalui loyalitas merek,
kesadaran merek, persepsi kualitas, dan asosiasi merek.
1.3 Ruang Lingkup Penelitian. Pembatasan masalah penelitian ini adalah menggunakan judgemental sampling.
Artinya penarikan sampel, responden digunakan hanyalah yang memenuhi persyaratan, diantaranya konsumen
menggunakan iphone selama 6 bulan atau lebih. Penelitian ini juga tidak melihat perubahan intensi pembelian
konsumen periode waktu tertentu. Intensi pembelian yang dimaksudkan adalah intensi pembelian pengguna iphone
terhadap varian baru produk iphone. Selain itu, responden terbatas mahasiswa–mahasiswi di Fakultas Ekonomi,
Universitas ABC. Hal-hal tersebut membuat hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemasaran . Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok perusahaann mempertahankan eksistensinya
merupakan salah satu kegiatan dapat meningkatkan keuntungan serta mendukung perusahaan mencapai
tujuaannya. Arti pemasaran sering dikaitkan penjualan, perdagangan, distribusi. Namun, sebenarnya pemasaran
tidak hanya fokus pada keuntungan perusahaan tetapi juga memperhatikan relasi dengan pelanggan. Kotler dan
Amstrong (2013, 27) mendefinisikan pemasaran sebagai proses menciptakan nilai pelanggan serta membangun
hubungan kuat dengan pelanggan untuk mendapatkan nilai dari pelanggan sebagai imbalan. Tujuan pemasaran
membuat pelanggan terus kembali membeli produk dari perusahaan. Adapula Schiffman dan Wisenblit (2014, 30)
menyatakan pemasaran merupakan seperangkat institusi dan proses dari menciptakan, mengkomunikasikan,
menyampaikan, bertukar nilai pada pelanggan, klien, mitra, masyarakat.
2.2 Perilaku Konsumen. Dalam memasarkan produk atau jasa perusahaan, sebuah perusahaan harus dapat
bersaing dalam lingkungan kompetitif dan harus menyediakan nilai lebih kepada konsumennya daripada yang
diberikan kompetitor. Sebelum perusahaan dapat memberikan nilai lebih, perusahaan harus terlebih dahulu
memahami perilaku konsumen. Secara umum, perilaku konsumen didefinisikan pembelajaran tentang individu,
grup, organisasi dan proses yang mereka lakukan ketika memilih, menseleksi, serta membuang produk, jasa, ide
atau pengalaman mereka untuk memuaskan kebutuhan mereka (Hawkins dan Mothersbaugh 2010, 6). Perilaku
konsumen dipengaruhi beberapa faktor baik eksternal (keluarga, demografis, budaya, status sosial, dan aktifitas
pemasaran), atau internal (persepsi, personaliti, perilaku, emosi, dan ingatan). Pengaruh ini kemudian membentuk
gaya, konsep dasar yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Konsumen mengenali kebutuhannya,
mencari produk atau jasa sesuai, menggunakan memuaskan kebutuhan, kemudian membuang; atau mengganti
dengan melihat sampai sejauh mana produk atau jasa tersebut memenuhi kebutuhan (Hoyer dan Maclnnis 2010,
4).
2.3 Merek . Agar sebuah perusahaan dapat bersaing dengan pesaingnya, maka diberikan sebuah nama, logo,
simbol perusahaan agar menjadi pembeda dengan kompetitor biasanya disebut dengan merek atau brand. Menurut
Aaker (2015, 3) merek merupakan janji organisasi kepada pelanggan memberikan yang menjadi prinsip tidak
hanya dalam manfaat fungsional, tetapi juga manfaat emosional, ekspresi diri, sosial. Merek mempunyai nilai dan
merupakan aset perusahaan tergolong aset tak berwujud (intangible), perusahaan harus mengelola merek dengan
baik (Keller 2013, 61). Dapat disimpulkan merek berkontribusi pada persepsi konsumen terhadap perusahaan.
Sehingga merek harus dimiliki perusahaan untuk bersaing di pasar.
2.4 Ekuitas Merek. Banyaknya merek telah berdiri hingga sekarang ini, membuat perusahaan tidak dapat bersaing
baik jika hanya membangun citra merek positif di benak masyarakat. Munculnya konsep ekuitas merek memberi
kesadaran pentingnya merek dalam strategi pemasaran, sehingga menciptakan fokus dalam engelolaannya.
Menurut Kotler dan Keller (2009, 278) ekuitas merek merupakan nilai tambah sebuah merek kepada produk atau
jasa, di refleskikan dengan cara bagaimana seorang pelanggan, berfikir, merasakan, serta bertindak secara baik
kepada sebuah merek. Dalam membuat sebuah brand menjadi kuat diperlukan pemahaman mengenai konsep
Customer Based Brand Equity (Keller 2013, 68). Pada dasarnya konsep ini melihat ekuitas merek dari perspektif
konsumen. Dari definisi di atas, dapat disimpulkan ekuitas merek merupakan nilai tambah perusahaan melalui
aktivitas-aktivitas pemasaran untuk mencapai target pasarnya. Ketika sebuah merek mempunyai ekuitas merek
positif, konsumen lebih mudah untuk menerima brand extention dari merek tersebut dan konsumen juga tidak
sensitif terhadap kenaikan harga dari produk perusahaan (Keller 2013, 69).
35
Vol. III, No. 6, Januari 2017
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
2.5 Kesadaran Merek. Kesadaran merek merupakan hal yang diperlukan untuk membangun ekuitas merek
(Keller 2013, 72). Kotler dan Lee (2007, 114) menyatakan bahwa kesadaran merek merupakan sejauh-mana
tingkat seorang konsumen dapat mengindentifikasi sebuah merek. Begitu pula Keller (2013, 72) berpendapat
kesadaran merek berkaitan dengan kekuatan informasi merek yang memungkinkan pemasar untuk mengukur
kemampuan konsumen dalam mengidentifikasi merek dalam berbagai kondisi. Sedangkan menurut Aaker (2015,
8) kesadaran merek merupakan satu aset mempengaruhi persepsi, rasa suka, bahkan tingkah laku konsumen.
2.6 Loyalitas Merek. Aaker (2015, 9) menyatakan bahwa loyalitas merek merupakan keengganan pelanggan
untuk berpindah merek lain dan akan memberi kuntungan bagi merek yang telah memperoleh loyalitas. Dengan
begitu, sulit bagi pesaing bisa mematahkan loyalitas tersebut. Sedangkan Kotler dan Lee (2007, 114) berpendapat
bahwa loyalitas merek mengacu pada tingkat seorang konsumen memilih dan membeli brand yang sama secara
konsisten dalam sebuah produk yang berkelas. Menurut Kerin et al., (2009, 135) loyalitas merek merupakan
sebuah sikap konsumen yang konsisten pada satu merek dan sikap ini menguntungkan bagi perusahaan. Loyalitas
merek memberikan prediktabilitas dan permintaan konstan dan menciptakan hambatan masuk perusahaan yang
ingin memasuki pasar tersebut (Keller 2013, 35).
2.7 Intensi Pembelian. Menurut Kotler dan Keller (2009, 517) menyatakan bahwa intensi pembelian merupakan
instruksi diri konsumen untuk membeli produk atau mengambil tindakan yang berkaitan dengan pembelian. Untuk
meningkatkan intensi pembelian konsumen dapat dilakukan dengan penawaran yang menarik seperti kupon diskon
(Kotler dan Keller 2009, 517). Dengan begitu dapat meningkatkan komitmen pembelian konsumen pada sebuah
produk. Keller (2013, 344) menyatakan bahwa intensi pembelian konsumen dapat mengukur apakah konsumen
akan membeli merek tersebut atau berpindah merek lainnya. Riset psikologi menunjukkan bahwa intensi
pembelian memungkinan prediksi pembelian aktual (Keller 2013, 344). Keller juga menyatakan bahwa Intensi
pembelian dapat dikatakan sebagai kecenderungan seorang konsumen untuk membeli merek tertentu. Intensi
pembelian tersebut didasarkan pada kecocokan alasan dengan atribut atau karakteristik dari merek yang
dipertimbangkan (Belch dan Belch 2015, 124).
2.8 Keterkaitan Antar Variabel Pembentuk Hipotesis
2.8.1 Keterkaitan Kesadaran Merek dengan Intensi Pembelian. Kesadaran merek merupakan satu aset yang
dapat mempengaruhi persepsi, rasa suka, dan bahkan tingkah laku konsumen (Aaker 2015, 8). Tingkah laku atau
perilaku konsumen terhadap sebuah merek akan mengarahkan kepada intensi pembelian jika perilaku tersebut
positif. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa kesadaran merek mempunyai pengaruh terhadap intensi
pembelian. Penelitian sebelumnya juga mendukung adanya hubungan positif antara kesadaran merek terhadap
intensi pembelian (Chi, Yeh, dan Yang, 2009; Andriyanto dan Haryanto, 2010; Sandra dan Haryanto, 2010;
Jalilvand, Samiei dan Mahdavinia, 2011; Yudhiartika dan Haryanto, 2012; Agusli dan Kunto, 2013). Berdasarkan
dari penelitian tersebut maka didapatkan hipotesis 1 yaitu:
H1: Kesadaran merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone.
2.8.2 Keterkaitan Loyalitas Merek dengan Intensi Pembelian. Loyalitas merek merupakan keengganan
pelanggan untuk berpindah merek lain dan hal ini pastinya akan memberi kuntungan bagi merek yang telah
memperoleh loyalitas (Aaker 2015, 9). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila seorang pelanggan
telah loyal pada sebuah merek, maka pelanggan akan melakukan pembelian ulang dikarenakan keengganan untuk
berpindah merek. Dengan kata lain, adanya loyalitas merek dari seorang konsumen terhadap sebuah merek maka,
berpenagaruh pada intensi pembelian. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa adanya pengaruh loyalitas merek terhadap intensi pembelian (Chi, Yeh, dan Yang, 2009; Jalilvand, Samiei
dan Mahdavinia, 2011; Agusli dan Kunto, 2013; Muhammad, Hamad, dan Shabir, 2014; Santoso dan Cahyadi,
2014). Berdasarkan dari penelitian tersebut maka didapatkan hipotesis 2 yaitu:
H2: Loyalitas merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone.
2.8.3 Keterkaitan antara Persepsi Kualitas dengan Intensi Pembelian. Aaker (2009) menyatakan persepsi
kualitas merupakan seberapa jauh tingkat pertimbangan konsumen terhadap kualitas produk yang diukur dari lima
kriteria seperti kualitas, keunikan (uniqueness), harga, ketersediaan produk, dan jumlah dari brand extention.
Ketika persepsi yang dimiliki oleh konsumen mengenai sebuah merek itu tinggi maka, semakin besar
kemungkinan konsumen mempertimbangkan merek untuk membeli produk tersebut. Dengan begitu dapat
dinyatakan bahwa adanya pengaruh persepsi kualitas dari sebuah produk terhadap intensi pembelian. Penelitian
sebelumnya juga mendukung pernyataan adanya hubungan persepsi kualitas terhadap intensi pembelian (Chi, Yeh,
dan Yang, 2009; Paramasiwi, 2010; Jalilvand, Samiei dan Mahdavinia, 2011; Agusli dan Kunto, 2013;
Walangitan, Pangemanan dan Rumokoy, 2015). Berdasarkan dari penelitian tersebut maka didapatkan hipotesis 3
yaitu:
H3: Persepsi kualitas berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone.
36
Vol. III, No. 6, Januari 2017
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
2.8.4 Keterkaitan antara Asosiasi Merek dengan Intensi Pembelian. Menurut Aaker (2015, 9) asosiasi merek
meliputi atribut-atribut produk seperti desain, program sosial, kualitas, menjadi global, inovasi dan hal-hal yang
dapat dikaitkan pelanggan pada merek dan asosiasi ini juga merupakan landasan bagi hubungan pelanggan,
keputusan pembelian, pengalaman penggunaan, dan loyalitas merek. Informasi-informasi tersebut membuat
seorang konsumen akan merasa akrab (familiar) terhadap produk, sehingga ada kemungkinan konsumen untuk
membeli produk yang telah dikenal. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa pengaruh dari asosiasi merek
terhadap intensi pembelian. Penelitian sebelumnya juga mendukung pernyataan adanya hubungan positif asosiasi
merek terhadap intensi pembelian (Nurani dan Haryanto, 2010; Jalilvand, Samiei dan Mahdavinia, 2011; Santoso
dan Cahyadi, 2014; Walangitan, Pangemanan dan Rumokoy, 2015). Berdasarkan dari penelitian tersebut maka
didapatkan hipotesis 4 yaitu:
H4: Asosiasi merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone.
2.9 Model Penelitian. Model penelitian yang digunakan adalah model yang direplikasi dari Walangitan,
Pangemanan, dan Rumokoy (2015).
Kesadaran
Merek
H1
Asosiasi
Merek
H2
Persepsi
Kualitas
H3
Intensi
Pembelian
H4
Loyalitas
Merek
Gambar 2.1 Model Penelitian
Sumber: Walangitan, Pangemanan, dan Rumokoy (2015)
III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif yang berusaha menggambarkan pengaruh
merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek terhadap pembelian Iphone. Obyek penelitian merek
smartphone iphone sebagai bagian dari Apple. Subyek penelitian untuk mempermudah mengakses dalam
perolehan data adalah mahasiswa/i Universitas ABC, dengan unit analisis individu, kriterianya yaitu: mahasiswamahasiswi fakultas ekonomi; menggunakan iphone; lama penggunaan iphone minimal enam bulan. tipe iphone
digunakan minimal iphone 4 ke atas. Sampel nonprobabilitas, convinience sampling demi pengumpulan informasi
responden secara nyaman dan mudah tersedia.
Setiap calon responden diberi pertanyaan penyaringan, ditanyakan apakah menggunakan iphone lebih
dari enam bulan dan minimal tipe iphone yang digunakan adalah iphone 4 keatas. Namun jika Tidak, maka tidak
dapat menjadi responden penelitian ini. Sampel penelitian 70 responden pada penelitian pendahuluan/pretest.
Sedangkan pada penelitian aktual digunakan 100 responden. Sejalan dengan Hair et al., (2010, 176)
merekomendasikan penggunaan sampel untuk PLS antara 50-100. Skala pengukuran menggunakan skala likert
lima poin dengan titik netral, alasannya lebih sedikit pilihan responden lebih fokus dan mempertimbangkan pilihan
netral. Analisis Data dilakukan setelah memperoleh data kuesioner dengan menentukan metode perhitingan data
terkumpulkan. Teknik analisis data terdiri dari Studi Pendahuluan, Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Statistik
Deskriptif, Statistik Inferensial. Juga dilakukan uji validitas konvergen dan diskriminan. Pengujian validitas
konvergen dilakukan dengan melihat nilai AVE. Dengan begitu, nilai AVE dihasilkan harus >0.5. Uji validitas
diskriminan dilakukan sesuai dengan rekomendasi dari Ghozali dan Latan (2015, 74) yang menyatakan bahwa
validitas diskriminan yang baik ditunjukkan dari akar kuadrat AVE untuk setiap variabel lebih besar dari korelasi
antar variabel dalam model. Pengujian reliabilitas yang didasarkan pada nilai composite reliability. Pengevaluasian
model SmartPLS 3.2.4 dilakukan dengan pengujian model pengukuran (outer model) dan pengujian model
37
Vol. III, No. 6, Januari 2017
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
struktural (inner model). Untuk pengujian hipotesis pada inner model tingkat signifikan 0.05, sehingga t-value
harus lebih besar dari 1.96. Selanjutnya disampaikan tabel definisi konseptual dan operasional:
Tabel 3.1 Definisi Konseptual dan Variabel
Variabel
Definisi
Konseptual
Kesadaran Merek
kesadaran merek
berkaitan dengan
kekuatan
informasi merek
yang
memungkinkan
pemasar untuk
mengukur
kemampuan
konsumen dalam
mengidentifikasi
merek dalam
berbagai kondisi
Keller (2013, 72).
Loyalitas Merek
Persepsi Kualitas
Definisi Operasional
Skala
5 indikator:
Skala Likert
1. Saya pernah mendengar (1-5)
merek iphone
2. Saya tahu bagaimana
bentuk produk iphone
3. Ketika berbicara
mengenai smartphone,
saya dapat mengingat
iphone
4. Ketika berbicara
mengenai smartphone,
iphone menjadi merek
pertama di pikiran saya.
5. Saya mengenali produk
iphone diantara produk
lainnya.
Loyalitas Merek
5 indikator:
Skala Likert
merupakan
1. Ketika iphone tidak
(1-5)
keengganan
tersedia saya akan
pelanggan untuk
membeli smartphone
berpindah merek
merek lain
lain dan hal ini
2. Saya beli iphone karena
pastinya akan
toko resmi iphone
memberi
dimana-mana
kuntungan bagi
3. Saya akan
merek yang telah
merekomendasi iphone ke
memperoleh
orang-orang
loyalitas (Aaker
4. Karena saya
2015, 9).
mendapatkan banyak
keungggulan dari iphone,
saya akan membeli iphone
lagi
5. Saya dapat dengan
mudah menggantikan
merek iphone dengan
merek lainnya
Persepsi Kualitas 5 5indikator:
indikator:
Skala Skala
Likert Likert
merupakan
1.1.
Iphone
Iphone
berkualitas (1-5) (1-5)
seberapa jauh
berkualitas
tinggi
tinggi
tingkat
2. Smartphone Iphone
pertimbangan
bertahan lama
konsumen (Aaker, 3. Iphone memiliki
2009).
performa yang unggul
4. Iphone memiliki fitur
yang unggul
5. Spesifikasi iphone
sesuai dengan yang
dijanjikan.
38
Sumber
Santoso dan
Cahyadi,
2014;
Jalilvand,
Samiei, dan
Mahdavinia,
2011
Santoso dan
Cahyadi,
2014;
Jalilvand,
Samiei, dan
Mahdavinia,
2011
(Santoso dan Santoso dan
Cahyadi, 2014;Cahyadi,
2014;
Jalilvand,
Samiei, dan
Mahdavinia,
2011
Vol. III, No. 6, Januari 2017
Asosiasi Merek
Intensi Pembelian
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
Asosiasi Merek
5 indikator:
Skala Likert
berkaitan dengan 1. Iphone memenuhi
(1-5)
pikiran, perasaan, kebutuhan saya dalam
persepsi, citra,
kebutuhan smartphone
pengalaman,
2. Iphone layak untuk
kepercayaan
dibeli
(beliefs), sikap,
3. Iphone adalah
dan lain
smartphone untuk orang
sebagainnya yang kelas menengah ke atas
terkait dengan
4. Saya dapat mengingat
informasilogo iphone dengan cepat
informasi merek 5. Saya kesulitan untuk
yang pernah
membayangkan simbol
diterima oleh
fitur iphone.
seorang konsumen
(brand node)
(Kotler dan Keller
2009, 205).
Intensi pembelian 5 5indikator:
indikator:
SkalaSkala
Likert
Likert
dapat
1.Karena
1. Karena
sayasaya
tertarik (1-5)(1-5)
diidentifikasi
pada
tertarik
iphone,
pada
saya akan
melalui indikator membeli
iphone,iphone
saya di masa
seperti
depan
minat
2. Jika saya mau membeli
transaksional,
iphone, saya akan datang
minat referensial, ke toko resmi iphone
minat preferensial,3. Jika saya mau membeli
dan minat
iphone, saya akan
eksploratif.
mengumpulkan informasi
(Menurut
mengenai iphone
Ferdinand 2006, 4. Saya akan membeli
dalam Effendy
iphone daripada
dan Kunto 2013) smartphone lainnya
5. Saya bersedia untuk
merekomendasi iphone ke
orang lain
Santoso dan
Cahyadi,
2014;
Jalilvand,
Samiei, dan
Mahdavinia,
2011
(Santoso danSantoso dan
Cahyadi,
Cahyadi,
2014;
Jalilvand,
Samiei, dan
Mahdavinia,
2011
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Responden. Kuesioner penelitian aktual sebanyak 100 dengan tingkat respon (response rate) sebesar
90%. Persentase menunjukkan bahwa 62% yang mengisi kuesioner wanita dan 38% lainnya merupakan pria. 36%
responden berusia 21-24 tahun, 3% lainnya berusia di atas 25 tahun. Sehingga mayoritas responden dalam
penelitian ini adalah 17-20 tahun. Hal ini dikarenakan responden merupakan mahasiswa dan mahasiswi. Menurut
Schiffman dan Wisenblit (2014, 57) usia dari individu mempengaruhi prioritas pembelian. Pada masa remaja,
individu lebih mengikuti perkembangan zaman dan membeli produk sesuai dengan apa yang menjadi tren pada
saat ini. Begitu pula dengan pendapat Schiffman dan Wisenblit (2014, 58) bahwa pemasar lebih melayani
kebutuhan umur 18-34 (milleninals), dikarenakan daya beli yang masih tinggi dan masih berani untuk mencoba
hal-hal baru. Sebanyak 50% responden dengan jumlah responden memiliki pengeluaran Rp. 2.000.000,- sampai
dengan Rp. 5.000.000,- per bulan. Sebanyak 25 responden atau sebanyak 28% responden memiliki pengeluaran di
bawah Rp.2.000.000,- perbulan, dan 22% lainnya memiliki pengeluaran lebih dari Rp. 5.000.000,- perbulan.
Mahasiswa belum memperoleh penghasilan sendiri dan merupakan pemberian orangtuanya. Sehingga iphone
digunakan merupakan pemberian dari orangtuanya
39
Vol. III, No. 6, Januari 2017
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
4.2 Hasil Uji Studi Pendahuluan. Uji studi pendahuluan dengan SmartPLS dilakukan pada 70 responden. Tujuan
diadakan studi pendahuluan untuk memastikan indikator variabel yang ada pada kuesioner valid dan reliable
memastikan responden mengerti pertanyaan di kuesioner.
4.2.1 Hasil Uji Validitas Studi Pendahuluan . Uji validitas konvergen studi pendahuluan nilai loading factor
>0,7 dan nilai average variance extracted (AVE) > 0,5 (Ghozali dan Latan 2015, 74). Dengan begitu, jika nilai
dihasilkan tidak sesuai kriteria, maka indikator digunakan tidak valid. Dalam uji validitas diskriminan sebaiknya
ditunjukkan dari akar kuadrat AVE untuk setiap konstruk lebih besar dari korelasi antar konstruk dalam model
(Ghozali dan Latan 2015, 74). Setiap variabel memenuhi syarat yaitu nilai AVE >0.5. Variabel kesadaran merek
memiliki nilai 0.618. Dengan begitu variabel kesadaran merek dinyatakan valid, bahwa 61.8% varian indikator
dapat dijelaskan. Pada variabel loyalitas merek mendapatkan nilai sebesar 0.670. Sehingga variabel dinyatakan
valid sebesar 67% varian dari indikator dapat dijelaskan. Variabel persepsi kualitas nilai sebesar 0.772. Dengan
demikian variabel persepsi kualitas dinyatakan valid dan 77.2% varian dari indikator dapat dijelaskan. Pada
variabel asosiasi merek mendapatkan nilai sebesar 0.756. Dengan begitu varibel asosiasi merek dinyatakan valid
dan 75.6% dari indikator dapat dijelaskan oleh variabel. Begitu pula dengan variabel intensi pembelian nilai AVE
sebesar 0.660. Sehingga variabel intensi pembelian dinyatakan valid dan 66% dari indikator dapat dijelaskan.
Pada kesadaran merek terdapat satu indikator yang tidak memenuhi syarat yaitu KM1 dengan pernyataan “Saya
pernah mendengar merek iphone”. Pada variabel loyalitas merek terdapat dua indikator yang gugur dalam
perhitungan loading factor yaitu LM1 dengan pernyataan “Ketika iphone tidak tersedia saya akan membeli
smartphone merek lain“ dan LM2 “Saya beli iphone karena toko resmi iphone dimana-mana”. Sedangkan variabel
persepsi kualitas hanya terdapat satu indikator tidak memenuhi kriteria yaitu PK1 dengan pernyataan “Iphone
berkualitas tinggi”.
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Studi Pendahuluan
Variabel
AVE
Valid
Kesadaran Merek
Loyalias Merek
Persepsi Kualitas
Asosiasi Merek
Intensi Pembelian
0.618
0.670
0.772
0.756
0.660
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber: Hasil Pengolahan data, 2016
Pengukuran validitas konvergen studi pendahuluan diuji menggunakan loading factor. Nilai harus
dimiliki setiap indikator agar dinyatakan valid adalah >0.7 (Ghozali dan Latan 2015, 74). Nilai dalam tabel
merupakan loading factor, telah di seleksi sesuai kriteria yaitu nilai loading factor harus >0,7. Terdapat dua
indikator dari variabel asosiasi merek gugur dalam perhitungan loading factor dikarenakan tidak memenuhi
kriteria yaitu indikator AM3 pernyataan “Iphone smartphone untuk orang kelas menengah ke atas” dan AM4
pernyataan “Saya dapat mengingat logo iphone dengan cepat”. Pada variabel intensi pembelian terdapat dua
indikator gugur yaitu IP2 pernyataan “Jika saya mau membeli iphone, saya akan datang ke toko.
40
Vol. III, No. 6, Januari 2017
4.2 Hasil Validitas Uji Pendahuluan
Variabel
Indikator
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
Loading Factor
Hasil
Kesadaran Merek
KM2
KM3
KM4
KM5
0.858
0.858
0.853
0.835
0.870
0.870
0.700
0.700
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Loyalitas merek
LM3
LM4
LM5
0.728
0.728
0.947
0.947
0.944
ValidValid
ValidValid
Valid
Persepsi Kualitas
PK2
PK3
PK4
PK5
0.760
0.880
0.930
0.828
Valid
Valid
Valid
Valid
Asosiasi Merek
AM1
AM2
AM3
0.820
0.812
0.723
Valid
Valid
Valid
Intensi Pembelian
IP1
IP2
IP3
0.828
0.837
0.772
Valid
Valid
Valid
4.2.2 Hasil Uji Reliabilitas Studi Pendahuluan. Uji reliabilitas dalam studi pendahuluan akan didasarkan pada
composite reliability. Sesuai Ghozali dan Latan (2015, 96) menyatakan bahwa cronbach’s alpha oleh PLS sedikit
under estimate, sehingga disarankan menggunakan composite reliabilityyang menghasilkan nilai yang juah lebih
tinggi dibanding cronbach’s alpha. Indikator dinyatakan reliable jika nilai composite reliability >0.7 (Ghozali dan
Latan 2015, 77). Semua variabel memenuhi kriteria dimana semua nilai >0.7. Pada variabel kesadaran merek
mendapatkan nilai 0.829 yang >0.7, maka variabel kesadaran merek dinyatakan reliable. Nilai reliabilitas pada
loyalitas merek sebesar 0.890 yang >0.7 dan dinyatakan reliable. Pada perhitungan reliabilitas komposit variabel
persepsi kualitas didapatkan nilai sebesar 0.909 yang memenuhi kriteria yaitu >0.7. Sehingga variabel perspsi
kualitas dinyatakan reliable. Pada variabel asosiasi merek, didapatkan nilai reliabilitas komposit sebesar 0.925
yang >0.7 dan dinyatakan reliable. Nilai reliabilitas komposit dari variabel intensi pembelian >0.7 yaitu sebesar
0.853 dan di nyatakan reliable. Dari pernyataan di atas, semua variabel dinyatakan reliable.
4.3 Hasil Penelitian Aktual
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas studi pendahuluan diketahui bahwa data valid dan reliable
digunakan dalam penelitian aktual. Pengujian penelitian aktual terdiri dari statistik inferensial berupa uji validitas
dan reliabilitas. Uji validitas meliputi AVE untuk pengujian validitas konvergen. Uji validitas diskriminan
dilakukan berdasarkan nilai loading factor. Pada pengujian reliabilitas penelitian aktual meliputi reliabilitas
komposit.
4.3.1 Statistik Inferensial. Statistik inferensial membantu menentukan hubungan antara variabel dan menarik
kesimpuan dari hubungan antara variabel (Sekaran dan Bougie 2013, 394).Dalam penelitian aktual, statistik
inferensial diolah dengan menggunakan program SmartPLS 3.2.4.
4.3.1.1 Model Pengukuran (Outer Model). Outer model merupakan model yang menspesifikasikan hubungan
antara variael laten denan indikatornya. Outer model dievaluasi melalui average variance extracted (AVE),
validitas konvergen dan validitas diskriinan dari konstruk laten. Kemudian reliabilitas diukur dengan reliabilitas
komposit untuk indikator para variabel (Ghozali dan Latan 2015, 74).
41
Vol. III, No. 6, Januari 2017
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
Gambar 4.1 Hubungan pengukuran model dan struktural model 1
Sumber: Hasil Pengolahan data, 2016
Berdasarkan gambar 4.1 bahwa terdapat beberapa indikator yang tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Kriteria sebuah indikator dikatakan valid adalah ketika nilai dari factor loading indikator > 0.7 (Ghozali dan Latan
2015, 37). Gambar 4.1 menunjukkan bahwa indikator dari variabel intensi pembelian yaitu IP1, IP4, dan IP5,
memenuhi kriteria yaitu, nilai masing-masing indikator melebihi 0.7. Sehingga, semua indikator dari intensi
pembelian diterima. Sedangkan pada variabel asosiasi merek yang memiliki 3 indikator yaitu, AM1, AM2, dan
AM5. Gambar di atas menunjukkan adanya indikator yang tidak mencapai nilai 0.7 yaitu, indikator AM5.
Sehingga indikator AM5 harus dihapus atau ditolak agar dapat lanjut ke tahap analisa selanjutnya. Setelah
indikator AM5 tidak diikutsertakan, dilakukan perhitungan kembali menggunakan program SmartPLS 3.4.2. Hasil
yang diperoleh terterah pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.2 Hubungan pengukuran model dan struktural model 2
Sumber: Hasil Pengolahan data, 2016
Setelah penghapusan indikator AM5, diperoleh hasil sesuai gambar 4.2, menunjukkan bahwa variabel asosiasi
merek memiliki dua indikator AM1 dan AM2 yang nilainya >0.7. Pada variabel kesadaran merek memiliki 4
indikator yang terdiri dari KM2, KM3, KM4, dan KM5. Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa terdapat 2
indikator yang harus dihapus yaitu KM2 dan KM3. Setelah dilakukan penghapusan indikator KM3 dilakukan
perhitungan ulang di bawah ini:
42
Vol. III, No. 6, Januari 2017
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
Gambar 4.3 Hubungan pengukuran model dan struktural model 3
Sumber: Hasil Pengolahan data, 2016
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa indikator KM3 telah dihapus dan masih tersisa KM2 yang nilainya tidak
melebihi 0.7. Sehingga harus dilakukan penghapusan KM2 dan dilakukan perhitungan ulang. Setelah penghapusan
KM2, hasil perhitungan pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.4 Hubungan pengukuran model dan struktural model 4
Sumber: Hasil Pengolahan data, 2016
Pada gambar 4.4 hasil perhitungan ulang setelah penghapusan KM2. Dapat dilihat gambar di atas bahwa variabel
kesadaran merek telah memiliki indikator memenuhi kriteria. Dimana setiap indikator pada kesadaran merek
memiliki nilai di atas 0.7. Kemudian variabel loyalitas merek menunjukkan 1 indikator tidak mencapai 0.7 yaitu,
indikator LM3. Sehingga indikator LM3 dihapus dan dilakukan perhitungan kembali. Hasil perhitungan tertera
pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.5 Hubungan pengukuran model dan struktural model 5
Sumber: Hasil Pengolahan data, 2016
43
Vol. III, No. 6, Januari 2017
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
Pada Gambar 4.5 merupakan hasil perhitungan setelah dilakukan penghapusan indikator LM3. Hasil
perhitungan menunjukkan variabel asosiasi merek telah memiliki indikator yang telah memenuhi kriteria, dimana
masing-masing indikator telah memiliki nilai >0.7. Maka semua indikator variabel-variabel digunakan telah
memiliki nilai >0.7 dan dapat dinyatakan valid. Setelah pengujian validitas melalui factor loading, pengujian juga
dilakukan berdasarkan nilai average variance extracted (AVE). Berdasarkan data olahan hasil AVE sebagai
berikut:
Tabel 4.3 Nilai AVE Penelitian Aktual
Indikator
AVE
Kesadaran Merek
Loyalitas Merek
Persepsi Kualitas
Asosiasi Merek
Intensi Pembelian
0.729
0.658
0.843
0.703
0.746
Menurut Ghozali dan Latan (2015, 37) nilai AVE dihasilkan harus lebih besar dari 0.5. Nilai tersebut
mengartikan 50% atau lebih, indikator varian dapat dijelaskan. Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa semua
variabel memenuhi syarat.
Uji validitas aktual dilakukan pengujian validitas diskriminan. Perhitungan
nilai reliabilitas menunjukkan hasil perhitungan validitas diskriminan didasarkan pada kriteria Fornell dan
Lackers. Asosiasi merek menunjukkan nilai paling tinggi diantara nilai yang ada di bawahnya yaitu sebesar 0.854.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai akar kuadrat AVE lebih tinggi daripada nilai korelasi, sehingga memenuhi
validitas diskriminan, semua variabel dalam penelitian aktual memenuhi validitas diskriminan. Dalam melakukan
uji reliabilitas penelitian aktual, akan dilihat dari nilai reliabilitas komposit. Hal ini dikarenakan nilai yang
dihasilkan reliabilitas komposit lebih tinggi dibanding cronbach’s alpha. Ghozali dan Latan (2015, 74) juga lebih
menyarankan penggunaan nilai komposit reliabilitas.
Tabel 4.4 Reliabilitas Aktual
Variabel
Kesadaran Merek
Loyalitas Merek
Persepsi Kualitas
Asosiasi Merek
Intensi Pembelian
Reliabilitas Komposit
Reliabilitas
0.843
0.843
0.852
0.852
0.915
0.915
0.824
0.824
0.921
Reliabel
reliable
Reliabel
reliable
Reliabel
reliable
Reliabel
reliable
Reliabel
Sumber: pengolahan data, 2016
Ghozali dan Latan (2015, 77) menyatakan indikator dengan reliabilitas tinggi adalah indikator dengan
nilai > 0.8. Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa variabel kesadaran merek memiliki nilai > 0.8 yaitu sebesar 0.843,
artinya variabel kesadaran merek mempunyai reliabilitas tinggi. Variabel Loyalitas merek memiliki nilai
reliabilitas komposit >0.8 yaitu sebesar 0.852, bahwa variabel loyalitas merek memiliki reliabilitas tinggi. Pada
variabel persepsi kualitas memiliki nilai reliabilitas komposit > 0.8 yaitu, 0.915. Sehingga variabel persepsi
kualitas dapat dikatakan mempunyai reliabilitas tinggi. Pada variabel asosiasi merek memiliki nilai 0.824, dimana
angka tersebut >0.8. Sehingga, variabel asosiasi merek dinyatakan variabel yang memiliki reliabilitas tinggi. Pada
variabel intensi pembelian juga memiliki nilai > 0.8 sebesar 0.921. Sehingga variabel intensi pembelian dinyatakan
mempunyai reliabilitas tinggi.
4.3.2.2. Model Struktural (Inner Model). Menguji multikolonearitas dengan menghitung nilai Variance Inflation
Factor (VIF). Hasil perhitungan VIF penelitian aktual, menunjukkan nilai dihasilkan sesuai syarat yang
ditentukan. Pada variabel kesadaran merek memperoleh nilai <5 yaitu, sebesar 1.575. Sehingga variabel kesadaran
merek tidak memiliki kolonearitas tinggi. Sejalan dengan variabel loyalitas merek memiliki nilai di bawah 5 yaitu
1.202. Variabel loyalitas merek tidak memiliki kolonearitas tinggi. Selanjutnya, pada variabel persepsi kualitas
44
Vol. III, No. 6, Januari 2017
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
memiliki nilai < 5 yaitu 2.108, bahwa variabel persepsi kualitas tidak memiliki kolonearitas tinggi. Begitu pula,
pada variabel asosiasi merek memiliki nilai < 5 yaitu 1.866 bahwa variabel asosiasi merek tidak memiliki
kolonearitas tinggi. Dalam menilai model struktural dapat dievaluasi dengan program SmartPLS dengan melihat
nilai Rsquare setiap variabel laten endogen sebagai kekuatan prediksi model struktural (Ghozali dan Latan 2015,
41). Hasil Rsquare merepresentasikan jumlah varian konstruk dijelaskan model. Penelitian aktual dapat dilihat RSquare sebesar 0.701. Angka tersebut mengartikan 70.1% model prediksi variabel endogen termasuk kategori
kuat. Sesuai Chin (199, Ghozali dan Latan 2015, 81) nilai R-Square kuat apabila nilai melebihi 0.67.
Nilai
R-Square mengartikan 70.1% variabel eksogen dapat menjelaskan variabel endogen. Dengan kata lain, 29.9%
faktor lainnya yang mempengaruhi variabel endogen tidak terdapat pada model penelitian. Variabel itu dapat
merupakan fitur, desain, sistem operasi, user interface yang merupakan tampilan dari seri ke seri tidak jauh
berbeda, membuat pengguna iphone tidak harus belajar dari awal. Selain itu, iphone aman dari ancaman malware
(virus).
4.4 Hasil Pengujian Hipotesis. Setelah perhitungan R-Square, evaluasi model dilakukan dengan melihat nilai
signifikansi mengetahui pengaruh antar variabel melalui prosedur bootstrapping atau jackknifing, Penelitian ini
menggunakan prosedur bootsrapping, dikarenakan metode jackknifing dianggap kurang begitu efisien dibanding
metode bootstrap karena mengabaikan confidence intervals (Ghozali dan Latan 2015, 90). Alasan lainnya
menggunakan metode bootstrap juga dikarenakan program SmartPLS 3.4.2 hanya menyediakan metode
resampling bootstrap. Ghozali dan Latan (2015, 80) menyatakan pendekatan bootstrap menggunakan seluruh
sampel asli melakukan sampling kembali. Pendekatan ini merepresentasikan nonparametrik untuk precision dari
estimasi PLS.
Tabel. 4.5 Hasil Pengujian Hipotesis
H
Hipotesis
Original Sampel
(o)
Sample mean
(M)
H1
Kesadaran
merek à intensi
pembelian
Loyalitas merek
à intensi
pembelian
Persepsi
Kualitasà intensi
pembelian
Asosiasi merek
à intensi
pembelian
0.268
H2
H3
H4
T -Statistics
(|o/STDEV)
0.263
Standard
Deviation
(STDEV)
0.083
0.339
0.332
0.061
5.570
0.271
0.283
0.118
2.298
0.236
0.227
0.096
2.450
3.239
Ghozali dan Latan (2015, 78) menyatakan bahwa indikasi suatu hipotesis didukung atau tidaknya dapat dilihat dari
t-value. T-value diuji dengan one tailed test atau pengujian satu arah dengan tingkat signifikansi 5%. Hipotesis
dinyatakan signifikan apabila t-value lebih dari 1.96. Dapat dilihat pada tabel 4.18 bahwa hasil bootstraping
menunjukkan semua hipotesis didukung. Hipotesis pertama, dengan pernyataan kesadaran merek berpengaruh
positif terhadap intensi pembelian iphone. Hipotesis pertama memiliki t-value sebesar 3.239 yang berarti melebihi
1.96. Dengan begitu berdasarkan batas yang ditentukan, dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama didukung.
Hipotesis kedua, dengan pernyataan loyalitas merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone.
Bahwa hipotesis kedua memiliki nilai di atas 1.96 yaitu, sebesar 5.570. Angka tersebut mengartikan bahwa
hipotesis kedua didukung. Hipotesis ketiga, dengan pernyataan persepsi kualitas berpengaruh positif terhadap
intensi pembelian iphone. Dari hasil bootstrapping yang telah dilakukan, hipotesis ketiga memiliki nilai sebesar
2.298. Angka yang diperoleh melebihi 1.96, yang mengartikan bahwa hipotesis ketiga didukung. Hipotesis
keempat, dengan pernyataan asosiasi merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone. Hipotesis ini
45
Vol. III, No. 6, Januari 2017
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
memiliki nilai yang melebihi batas 1.96 yaitu sebesar 2.450. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis
keempat didukung.
4.5 Pembahasan.Tujuan penelitian ini mengetahui apakah kesadaran merek, loyalitas merek, persepsi kualitas,
dan asosiasi merek mempengaruhi intensi pembelian iphone. Penelitian ini mereplikasi model penelitian
Walangitan, Pangemanan dan Rumokoy (2015). Hasil uji hipotesis dilakukan menggunakan metode bootstrapping
menunjukkan semua hipotesis didukung.
Hipotesis pertama, kesadaran merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone. Hasil uji
menunjukkan bahwa hipotesis pertama didukung. Dengan kata lain, semakin tinggi kesadaran merek iphone maka
semakin tinggi intensi pembelian pelanggan terhadap iphone. Pernyataan ini diperkuat dengan teori Aaker (2015,
8) menyatakan bahwa kesadaran merek dapat menjadi isyarat keberhasilan, komitmen, substansi, atribut-atribut
penting bagi para pembeli barang-barang berharga mahal dan barang-barang tahan lama. Kesadaran dapat
mempengaruhi merek itu di ingat kembali pada satu momen kunci dalam proses pembelian dan apakah merek itu
berada di antara merek-merek dipertimbangkan pelanggan. Begitu pula, dalam Innovation adoption model (Belch
dan Belch 2015, 159) menyatakan proses konsumen mengadopsi produk inovasi tiga tahap yaitu tahap kognitif,
tahap afektif, tahap perilaku. Dalam tahap awal kognitif terdiri kesadaraan konsumen atas produk. Tahap kedua
tahap afektif terdiri ketertarikan dan evaluasi. Ketika seorang konsumen tertarik produk inovasi maka akan
mencari informasi lebih, membandingkan dengan produk lain, konsumen melakukan evaluasi. Tahap terakhir
berupa tahap perilaku terdiri percobaan (trial) dan adopsi. Sehingga, konsumen akan membeli produk konsumen
sadar adanya produk tersebut. Hasil ini sejalan penelitian Chi, Yeh, dan Yang (2009); Andriyanto dan Haryanto
(2010); Sandra dan Haryanto (2010); Jalilvand, Samiei dan Mahdavinia (2011); Yudhiartika dan Haryanto (2012);
Agusli dan Kunto (2013).
Hipotesis kedua, loyalitas merek berpengaruh positif tehadap intensi pembelian iphone. Berdasarkan hasil
uji hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis kedua didukung. Dengan demikian semakin tinggi loyalitas merek
pelanggan terhadap iphone maka, semakin tinggi pula intensi pembelian terhadap iphone. Pernyataan ini sesuai
teori Aaker (2015, 9) yang menyatakan loyalitas merek merupakan keengganan pelanggan berpindah merek lain
dan hal ini pastinya akan memberi keuntungan bagi merek yang telah memperoleh loyalitas. Sejalan Kerin et al.,
(2009, 135) loyalitas merek merupakan sebuah sikap konsumen konsisten pada satu merek dan sikap ini
menguntungkan perusahaan. Loyalitas merek dihasilkan aksi positif perusahaan pada konsumen seiring waktu
menguat pada konsumen, sehingga konsumen memilih merek sama agar mengurangi resiko dan waktu secara
konsisten. Begitu pula, menurut Schiffman dan Wisenblit (2014, 168) loyalitas merek terdiri dari dua komponen
yaitu sikap dan perilaku. Sikap digunakan mengukur keseluruhan perasaan konsumen mengenai merek termasuk
intensi pembelian masa depan. Sedangkan perilaku mengukur yang dapat diamati seperti perilaku faktual
konsumen, misal jumlah dibeli, frekuensi pembelian, pembelian berulang. Hasil uji hipotesis sejalan penelitian
Chi, Yeh, dan Yang (2009); Jalilvand, Samiei dan Mahdavinia (2011); Agusli dan Kunto (2013); Muhammad,
Hamad, dan Shabir (2014); Santoso dan Cahyadi (2014).
Hipotesis ketiga, persepsi kualitas berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone. Berdasarkan
hasil uji hipotesis menunjukkan hipotesis ketiga didukung, maka dinyatakan semakin tinggi persepsi kualitas
iphone, intensi pembelian terhadap produk iphone juga semakin tinggi. Pernyataan diperkuat teori Aaker (2009)
bahwa persepsi kualitas merupakan seberapa jauh tingkat pertimbangan konsumen atas kualitas produk diukur dari
lima kriteria seperti kualitas, perbedaan (uniqueness), harga, ketersediaan produk, jumlah brand extention.
Schiffman dan Wisenblit (2014, 138) menyatakan terdapat intrinsic cues dan extrinsic cues membentuk persepsi
kualitas sebuah produk. Intrinsic cues merupakan karakteristik fisik dari produk seperti ukuran, warna, rasa atau
aroma. Biasanya produk makanan, konsumen cenderung melakukan penilaian rasa. Namun pada produk Informasi
dan Teknologi konsumen cenderung melakukan penilaian spesifikasi, desain produk tersebut. Sedangkan external
cues merupakan karakteristik tidak melekat produk dan menjadi poin penilaian konsumen seperti rasa eksklusif
dimiliki konsumen ketika menggunakan produk. Informasi-informasi konsumen peroleh dari produk menciptakan
penilaian konsumen atas produk. Jika penilaian berujung positif maka persepsi kualitas akan menciptakan
keinginan membeli atau intensi pembelian produk. Hasil uji hipotesis sejalan penelitian Chi, Yeh, dan Yang
(2009); Paramasiwi (2010); Jalilvand, Samiei dan Mahdavinia (2011); Agusli dan Kunto (2013); Walangitan,
Pangemanan dan Rumokoy (2015).
Hipotesis keempat, asosiasi merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone. Dengan
demikin, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi asosiasi merek iphone maka semakin tinggi pula intensi
pembelian konsumen terhadap produk iphone. Pernyataan ini di dukung Aaker (2015, 9) yang menyatakan asosiasi
merek meliputi atribut-atribut produk seperti desain, program sosial, kualitas, menjadi global, inovasi dan hal-hal
dapat dikaitkan pelanggan pada merek dan asosiasi juga merupakan landasan bagi hubungan pelanggan, keputusan
46
Vol. III, No. 6, Januari 2017
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
pembelian, pengalaman penggunaan, dan loyalitas merek. Begitu pula dengan Kotler dan Keller (2009, 205)
menyatakan bahwa asosiasi merek berkaitan dengan pikiran, perasaan, persepsi, citra, pengalaman, kepercayaan
(beliefs), dan sikap individu, Hasil uji hipotesis sejalan dengan hasil penelitian dari Nurani dan Haryanto (2010);
Jalilvand, Samiei dan Mahdavinia (2011); Santoso dan Cahyadi (2014); Walangitan, Pangemanan dan Rumokoy
(2015).
4.6 IMPLIKASI MANAJERIAL. Berdasarkan hasil analisis, dapat diuraikan saran untuk pihak manajerial pihak
iphone meningkatkan intensi pembelian smartphone dengan memfokuskan diri dalam peningkatan kesadaran
merek, loyalitas merek, persepsi kualitas, dan asosiasi merek. Dari hasil penelitian menunjukkan profil responden
pengguna iphone adalah di rentang usia 17-20 tahun, sesuai dengan target kuesioner. Hal ini dapat dijadikan
motivasi pihak iphone memahami dalam memenuhi kebutuhan dan kemauan mahasiswa. Dari hasil pengujian
hipotesis, H1 didukung dengan pernyataan kesadaran merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian. Hal
ini mengartikan iphone harus meningkatkan tingkat kesadaran merek konsumen untuk meningkatkan intensi
pembelian. Kesadaran merek dimaksud berdasarkan dua indikator pada definisi konsep operasional yaitu, ketika
berbicara mengenai smartphone, iphone menjadi merek pertama di pikiran pelanggan; dan pelanggan mengenali
produk iphone diantara smartphone lainnya. Berdasarkan hasil statistik deskriptif, semua indikator tersebut masuk
dalam kategori “Setuju”. Sehingga, iphone sebaiknya terus meningkatkan kesadaran merek dengan definisi
operasional ini ke tahap yang lebih tinggi yaitu “Sangat Setuju”. Ada berbagai cara untuk mencapai hal tersebut
dengan melakukan iklan (advertising), public relation, sponsorship, direct marketing, sales promotion, dan
personal selling. Menurut Hooley et al., (2012, 311) dalam meningkatkan tingkat kesadaran lebih baik
menggunakan iklan, public relation, dan sponsorship. Dikarenakan direct marketing, sales promotion, dan
personal selling lebih efektif untuk merujuk konsumen melakukan pembelian. Dari hasil pengujian hipotesis, H2
didukung dengan pernyataan loyalitas merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian. Hal ini mengartikan
iphone harus meningkatkan tingkat loyalitas merek konsumen untuk meningkatkan intensi pembelian. Loyalitas
merek dalam penelitian ini berdasarkan dua indikator pada definisi konsep operasional yaitu, Karena pelanggan
mendapatkan banyak keunggulan dari iphone, pelanggan akan membeli iphone; dan pelanggan tidak mudah untuk
menggantikan merek iphone dengan merek lainnya. Berdasarkan hasil statistik deskriptif, semua indikator tersebut
masuk dalam kategori “Setuju”. Sehingga, iphone sebaiknya terus meningkatkan loyalitas merek dengan definisi
operasional ini, agar naik ke tahap yang lebih tinggi yaitu “Sangat Setuju”. Ada berbagai cara untuk mencapai hal
tersebut dengan menciptakan hambatan berpindah (switching barriers) yang tinggi pada pengguna iphone seperti
menciptakan program buy back iphone lama agar pelanggan menggantikan iphone seri terbaru. Di samping itu,
iphone harus mempertahankan reputasi mereknya. Kemudian, iphone tetap harus menjaga kualitas yang
ditawarkan, sehingga konsumen tidak ragu dan tidak mempunyai perceived risk yang tinggi. Sesuai pernyataan
Schifffman dan Wisenblit (2014, 169) menyatakan tiga faktor mempengaruhi loyalitas merek yaitu, penghindaran
resiko seorang konsumen; reputasi sebuah merek; ketersediaan pengganti; pengaruh kelompok, rekomendasi
orang-orang sekitar seperti keluarga atau teman
Dari hasil pengujian hipotesis, H3 didukung dengan pernyataan persepsi kualitas berpengaruh positif
terhadap intensi pembelian. Hal ini mengartikan bahwa iphone harus meningkatkan persepsi kualitas konsumen
untuk meningkatkan intensi pembelian. Persepsi kualitas yang dimaksud dalam penelitian ini berdasarkan empat
indikator pada definisi konsep operasional yaitu, smartphone iphone tahan lama; iphone memiliki performa yang
unggul; iphone memiliki fitur yang unggul; dan spesifikasi iphone sesuai yang dijanjikan. Berdasarkan hasil
statistik deskriptif, semua indikator tersebut masuk dalam kategori “Setuju”. Sehingga, iphone sebaiknya terus
meningkatkan persepsi kualitas dengan definisi operasional ini, agar naik ke tahap yang lebih tinggi yaitu “Sangat
Setuju”. Ada berbagai cara mencapai hal tersebut dengan mempertahan kualitas yang baik; menciptakan keunikan
untuk ditawarkan pada konsumen; iphone dapat memperbanyak toko resmi iphone, sehingga konsumen mudah
untuk menjangkau produk iphone. Dengan begitu, sesuai dengan teori Aaker (2009) yang menyatakan bahwa
persepsi kualitas diukur dari kualitas yang ditawarkan; tingkat perbedaan produk; Ketersediaan produk; dan
jumlah brand extension.
Dari hasil pengujian hipotesis, H4 didukung bahwa iphone harus meningkatkan asosiasi merek terhadap
konsumen untuk meningkatkan intensi pembelian. Asosiasi merek yang dimaksud dalam penelitian ini
berdasarkan dua indikator pada definisi konsep operasional yaitu, iphone memenuhi kebutuhan pelanggan dalam
kebutuhan smartphone; dan iphone layak untuk dibeli. Berdasarkan hasil statistik deskriptif, semua indikator
tersebut masuk dalam kategori “Setuju”. Sehingga, iphone sebaiknya terus meningkatkan asosiasi merek dengan
definisi operasional ini, agar naik ke tahap yang lebih tinggi yaitu “Sangat Setuju”. Ada berbagai cara untuk
mencapai hal tersebut dengan melakukan program sosial, meningkatkan desain iphone yang tampak eksklusif,
memberikan kualitas terbaik. Selain itu, iphone harus menciptakan Selain itu, iphone harus menciptakan keunikan
47
Vol. III, No. 6, Januari 2017
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
yang sulit untuk ditiru pesaing dan terus melakukan inovasi yang memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
Sejalan dengan pernyataan dari Aaker (2015, 9) asosiasi merek merupakan atribut produk seperti desain, program
sosial, kualitas, menjadi global, invoasi, dan hal-hal yang dapat dikaitkan pada merek.
V. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, SARAN
5.1 Kesimpulan. Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka disimpulkan H1 dengan pernyataan kesadaran
merek berpengaruh positif pada intensi pembelian iphone, diterima. Demikian juga H2 diterima dapat dinyatakan
loyalitas merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone. Pada H3 dengan pernyataan persepsi
kualitas berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone, diterima. Pada H4 dengan pernyataan asosiasi
merek berpengaruh positif pada intensi pembelian iphone, diterima.
5.2 Keterbatasan Penelitian. Terdapat keterbatasan dalam penelitian ini, dimana keterbatasan didasarkan pada
variabel, teknik sampel, karakteristik, jumlah sampel dan waktu. Pada penelitian ini, hanya menggunakan variabel
yang ada dalam model penelitian. Terdapat variabel lain yang dapat mempengaruhi intensi pembelian iphone.
Teknik sampel digunakan adalah judgement sampling, dimana hanya subjek-subjek yang memenuhi kriteria dapat
menjadi responden. Pada karakteristik sampel digunakan hanya mahasiswa-mahasiwi Fakultas Ekonomi,
Universitas ABC, sehingga hasil penelitian ini belum tentu mencerminkan seluruh pengguna smartphone iphone.
Selain itu, keterbatasan jumlah responden hanya 90 responden. Oleh karena itu, belum dapat digeneralisasikan.
Penelitian dilakukan dengan studi cross-sectional. Dimana, perubahan intensi pembelian konsumen dalam periode
waktu tertentu tidak diidentifikasikan lebih lanjut.
5.3 Saran untuk Penelitian Selanjutnya. Penelitian selanjutnya disarankan melakukan penelitian dengan
demografi lebih luas atau tidak hanya berasal mahasiswa. Selain itu, juga dapat memberikan masukan kepada
manajemen mengelola dan memberikan layanan pelanggan sesuai karakteristik konsumen. Penggunaan responden
lebih umum, lebih mencerminkan keragaman pengguna iphone. Di samping itu, penelitian selanjutnya diharapkan
menambahkan variabel terkait yang belum digunakan penelitian ini. Variabel dimaksud dapat berupa fitur, desain,
sistem operasi, user interface yang mengartikan bahwa tampilan iphone dari seri ke seri tidak jauh berbeda.
Penelitian ini menggunakan metode PLS, penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan metode SEM agar
dapat mengestimasi model struktural menguji hubungan kausalitas antar variabel, mengukur kelayakan model,
mengkonfirmasinya sesuai data empiris.
Daftar Pustaka
1.
Aaker, D. (2009). Type of Model: Brand Model (Structure Model). European Institute For
BrandManagement.http://www.eurib.org/fileadmin/user_upload/Documenten/PDF/Merkmeerwaarde_ENGE
LS/s_-_Brand_equity_model_by_Aaker_EN_.pdf di akses pada 22 may 2016.
2. Aaker, D. (2015). Aaker On Branding: 20 Prinsip Esensial Mengelola dan Mengembangkan Brand. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
3. Andriyanto, R. D; Haryanto, J. O. (2010). Analisis Pengaruh Internet Marketing terhadap pemebentukan Worf
of Mouth dan Brand Awareness untuk Memunculkan Intention to Buy. Jurnal Manajemen Teknologi. Pp. 2034.
4. Agusli, D; dan Kunto, Y. S. (2013). Analisa Pengaruh Dimensi Ekuitas Merek Terhadap Minat Beli
Konsumen Midtown Hotel Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran PETRA. Vol. 1, No. 2. Pp. 1-8.
5. Belch, G. E; dan Belch, M.A. (2015). Advertising and Promotion: An Integrated Marketing Communications
Perspective. Singapore: McGraw-Hill Education. 10th Global Edition.
6. Chi, H. K; Yeh, H. R; Yang Y. T. (2009). The Impact of Brand Awareness on Loyalty. The Journal of
International Management Studies, Vol. 4, No. 1, Pp. 135-144
7. Dharmaone,R.(2014). Sejarah Awal Apple Hingga Sekarang. http://granoidcomputer.
blogspot.co.id/2014/04/sejarah-awal-apple-hingga-sekarang.html di akses pada 28 April 2016.
8. Ghozali, I; dan Latan, H. (2015). Partial Least Squares: Konsep, Teknik, dan Aplikasi Menggunakan Program
SmartPLS 3.0. UNDIP
9.Hair, J. F; Black, W. C; Babin, B. J; Anderson, R. E. (2010). Multivariate Data Analysis. 7th Ed. Pearson
Prentice Hall.
10.Hawkins, D. I; dan Motherbaugh, D, L. (2010). Consumer Behavior : Building Marketing Strategy. 11st Ed.
New York: McGraw-Hill.
11. Hoyer, W. D; dan Maclnnis, D. J. (2010). Consumer Behavior. 5th Ed. Cengage Learning
12.Hooley, G; Piercy, N.F; dan Nicoulaud, N. (2012). Marketing Strategy & Competitive Positioning. 5th Ed.
Pearson Education Limited.
48
Vol. III, No. 6, Januari 2017
Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)
13.Jagoangadget.com
(2015).
Keunggulan
Iphone:
Kenapa
harus
Memilih
iphone?.
http://www.jagoangadget.com/2015/12/keunggulan-iphone-kenapa-harus-memilih.html diakses pada 6 juni
2016.
14.Jalilvand, M. R;Samiei, N; Mahdavinia,S. H. (2011). The Effect of Brand Equity Components on Purchase
Intention: An Application of Aaker’s Model in the Automobile Industry. Journal of International Business
and Management. Vol. 2 No. 2. 2011. Pp. 148-158.
15.Kano, G. (2015). Wanita Lebih Suka Belanja Ke Mall. http://pesonamatalelaki.blogspot.com/2015/11/wanitalebih-suka-belanja-ke-mall.html . diakses pada 14 juni 2016.
16. Kotler, P; dan Amstrong, G. (2013). Principle of Marketing. 15th Ed. Pearson.
17. Keller, L. K. (2013). Strategic Brand Management: Building, Measuring, and Managing
Brand Equity. 4th Global Edition. USA: Pearson.
18. Kerin, R. A; Hartley, S.W; Rudelius, W; Theng, L. G. (2009). Marketing in Asia. Singapore: McGraw-Hill
Companies, Inc.
19.Kotler, P; dan Keller; K. L. (2009). Marketing Management. 13rd Ed. Pearson Prentice Hall.
20.Kotler, P; dan Lee, N. (2007). Marketing In The Public Sector: A Performance For Improved Performance.
New Jersey: Pearson Education, Inc.
21.Muhammad, A; Hamad, N; Shabir, G. (2014). Impact of Brand Equity Drivers on Purchase Intention (A
Quantitative Study of Smart Phone Market). International Journal of Innovative Research & Development.
Vol. 3 Issue 5. Pp. 388-394.
22.Naresh K, M. (2010). Marketing research: an appplied orientation. 6th Ed. Prentice Hall.
23. Paramasiwi, H. (2010). Hubungan Antara Persepsi terhadap Kualitas Produk dengan Intensi Membeli Laptop
Merek Lokal Pada Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Angkatan 2006-2008. Semarang:
Universitas Diponegoro
24.Santoso, C. R; Cahyadi, T. E. (2014). Analyzing the Impact of Brand Equity towards Purchase Intention in
Automotive Industry: A Case Study of ABC in Surabaya. iBuss Management. Vol. 2 No.2 2014. Pp. 29-39.
25.Schiffman, L.G; dan Wisenblit, J.L. (2014). Consumer Behavior Elevent Edition. Pearson
26.Walangitan A; Pangemanan S. S; Rumokoy, F. S. (2015). Analysing The Impact of Brand Equity on Consumer
Purchase Intention of Etude House Cosmetic Product In Manado. Jurnal EMBA. Vol 3 No.2 Juni 2015.
Pp.758-766.
27. Yudhiartika, D; Haryanto, O. J. (2012). Pengaruh Personal Selling, Display, Promosi, Penjualan Terhadap
Kesadaran Merek Dan Intensi Membeli Pada Produk Kecantikan Pond’s. BULETIN STUDI EKONOMI, Vol.
17, No. 2, Agustus 2012. Pp. 142-156.
49
Download