penerapan metode permainan aktif dalam

advertisement
PENERAPAN METODE PERMAINAN AKTIF DALAM MENINGKATKAN
KEMAMPUAN INTERPERSONAL ANAK MATA PADA PELAJARAN IPS
SISWA KELAS V SDN 3 SEMAMBUNG KECAMATAN JATIBANTENG
KABUPATEN SITUBONDO
Oleh
Siti Zubaidah(1) , Putu Eka Suarmika(2).
ABSTRAK
Banyak penyebab yang melatar belakangi pendidikan IPS belum dapat
memberikan hasil seperti yang diharapkan. Faktor penyebabnya dapat berpangkal dari
kurikulum, rancangan, pelaksana, pelaksanaan ataupun faktor-faktor pendukung
pembelajaran. tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1) untuk
mengetahui langkah - langkah metode permainan aktif dalam meningkatkan
kemampuan interpersonal anak pada pembelajaran IPS pokok bahasan Mengenal
Jenis-jenis Kegiatan Ekonomi di Indonesia semester ganjil kelas V di SDN 3
Semambung Kec.Jatibanteng Kabupaten Situbondo tahun ajaran 2012/2013; 2) untuk
mengetahui kemampuan interpersonal anak dengan penerapan metode permainan
aktif untuk meningkatkan kemampuan interpersonal anak pada pembelajran IPS
dengan pokok bahasan Mengenal Jenis-jenis Kegiatan Ekonomi di Indonesia kelas V
semsester Ganjil di SDN 3 Semambung tahun ajaran 2012/2013.Jenis penelitian ini
yang digunakan penelitian tindakan kelas. Lokasi penelitian yang menjadi objek
penelitian adalah, SDN 3 Semambung Kecamatan Jatibanteng Kabupaten Situbondo.
Sampel yang digunakan adalah siswa kelas V berjumlah 18 orang. Penelitian
dilakukan dalam 2 siklus yaitu siklus I tanggal 26 November 2012 dan siklus II
tanggal 3 November 2012.Hasil penelitian ini terdapat peningkatan aktivitas siswa
yang positif pada siklus I dan II meliputi : bertanya dari 55% menjadi 65,21%
mengerjakan tugas dari 60,23% menjadi 81,3% mengajukan pendapat dari 65%
menjadi 78%. Hasil tersebut membuktikan bahwa pendekatan pembelajaran metode
permainan aktif dapat meningkatkan kemampuan siswa yang positif dalam proses
belajar mengajar. penerapan metode permainan aktif pada mata pelajaran IPS pokok
bahasan mengenal usaha dan jenis-jenis kegiatan ekonomi siswa kelas V SDN 3
Seambung Kecamatan Jatibanteng dapat dijadikan sebagai alternatif bagi guru untuk
diterapkan dalam pembelajaran.
Kata – kata Kunci : Metode Permainan Aktif, Kemampuan Interpersonal, Pealajaran
IPS, Sekolah Dasar
1. PENDAHULUAN
Ilmu
Pengetahuan
Sosial
(IPS)
pada
jenjang
pendidikan
dasar
memfokuskan kajiannya kepada hubungan antar manusia dan proses membantu
pengembangan kemampuan dalam hubungan tersebut. Pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang dikembangkan melalui kajian ini ditunjukan untuk mencapai keserasian
dan keselarasan dalam kehidupan masyarakat.
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
88
Salah satu kebijakan tersebut dengan UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang
sistem Pendidikan Nasional yang isinya sebagai berikut : Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spritiual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan IPS sudah lama dikembangkan dan dilaksanakan dalam kurikulumkurikulum di Indonesia, khususnya pada jenjang pendidikan dasar. Pendidikan ini
tidak dapat disangkal telah membawa beberapa hasil, walaupun belum optimal.
Secara umum penguasaan pengetahuan sosial atau kewarganegaraan lulusan
pendidikan dasar relatif cukup, tetapi penguasaan nilai dalam arti penerapan nilai,
keterampilan sosial dan
partisipasi
sosial
hasilnya
belum
menggembirakan.
Kelemahan tersebut sudah tertentu terkait atau dilatarbelakangi oleh banyak hal,
terutama proses pendidikan atau pembelajarannya, kurikulum, para pengelola dan
pelaksananya serta faktor-faktor yang berpengaruh lainnya.
Faktor-faktor yang melatar belakangi pendidikan IPS belum dapat memberikan
hasil seperti yang diharapkan. Faktor penyebabnya dapat berpangkal dari kurikulum,
rancangan, pelaksana, pelaksanaan ataupun faktor-faktor pendukung pembelajaran.
Berkenaan dengan kurikulum dan rancangan pembelajaran IPS, beberapa penelitian
memberi gambaran tentang kondisi tersebut. Hasil penelitian Balitbang, Depdikbud
tahun 1999 menyebutkan bahwa “Kurikulum 1994 tidak disusun berdasarkan basic
competencies melainkan pada materi, sehingga dalam kurikulumnya banyak memuat
konsep-konsep teoritis” (Boediono, et al. 1999: 84). Hasil evaluasi kurikulum IPS SD
tahun 1994 menggambarkan adanya kesenjangan kesiapan siswa dengan bobot materi
sehingga materi yang disajikan, terlalu dianggap sulit bagi siswa, kesenjangan antara
tuntutan materi dengan fasilitas pembelajaran dan buku sumber, kesulitan menejemen
waktu serta keterbatasan kemampuan melakukan pembaharuan metode mengajar
(Depdikbud, 1999).
Dalam implementasi materi Muchtar, SA. (1991) menemukan IPS lebih
menekankan aspek pengetahuan, berpusat pada guru, mengarahkan bahan berupa
informasi yang tidak mengembangkan berpikir nilai serta hanya membentuk budaya
menghafal dan bukan berpikir kritis. Dalam pelaksanaan Soemantri, N. (1998)
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
89
menilai pembelajaran IPS sangat menjemukan karena penyajiannya bersifat mengarah
dan ekspositoris sehingga siswa kurang antusias dan mengakibatkan pelajaran kurang
menarik padahal menurut Sumaatmadja, N. (1996: 35) guru IPS wajib berusaha
secara optimum merebut minat siswa karena minat merupakan modal utama untuk
keberhasilan pembelajaran IPS.
Como dan Snow (dalam Syafruddin, 2001: 3)
menilai bahwa model
pembelajaran IPS yang diimplementasikan saat ini masih bersifat konvensional
sehingga siswa sulit memperoleh pelayanan secara optimal. Dengan pembelajaran
seperti itu maka perbedaan individual siswa di kelas tidak dapat terakomodasi
sehingga sulit tercapai tujuan-tujuan spesifik pembelajaran terutama bagi siswa
berkemampuan rendah. Model pembelajaran saat ini juga lebih menekankan pada
aspek kebutuhan formal dibanding kebutuhan real siswa sehingga proses
pembelajaran terkesan sebagai pekerjaan administratif dan belum mengembangkan
potensi anak secara optimal. Kemampuan dan keterampilan yang harus dikuasai guru
dalam pembelajaran IPS dapat dirinci menjadi 3 yaitu : 1) keterampilan dasar
mencakup keterampilan mengamati gejala sosial yang selalu berubah,mengumpulkan
dan menyeleksi informasi dan mengikuti intruksi yang sudah disusun; 2) keterampilan
melakukan proses ilmiah meliputi menginferensi dan menyeleksi berbagai cara atau
prosedur;
3)
keterampilan
investigasi
adalah
keterampilan
inkuiri
berupa
merencanakan dan melaksanakan serta melaporkan hasil investigasi terhadap materi
pembelajaran dari dalam atau luar kelas termasuk fenomena sosial.
Peningkatan
Kemampuan
interpersonal
merupakan
kemampuan
untuk
berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara spesifik dan dapat
diterima oleh masyarakat,bermanfaat bagi diri dan lingkungan (Goleman 1995:
Gardner 1999).
Kemapuan interpersonal tidaklah terbentuk dengan sendirinya
melainkan dapat dilatih dan ditingkatkan melaui pendidikan formal maupun non
formal. Dalam konteks pendidikan formal disekolah, kemampuan interpersonal dapat
ditingkatkan melalui beberapa intervensi yang dilakukan guru dalam proses belajar
mengajar disekolah (Goleman 1995: Gardner 1999).Pembentukan kemampuan
interpersonal dimulai sejak jenjang pendidikan dasar.
Individu yang memiliki kemampuan interpersonal yang tinggi, tentunya
memiliki karakteristik - karakteristik yang berbeda dengan individu yang tidak
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
90
memiliki kemampuan interpersonal. Kemampuan yang ada pada setiap individu
merupakan suatu hal yang dapat berkembang dan meningkat apabila kita mau untuk
mengasahnya.
Ada
beberapa
metode
untuk
mengembangkan
kemampuan
interpersonal. Ada tujuh kiat-kiat untuk mengembangkan kemampuan interpersonal:
a) Mengembangkan kesadaran diri. Anak yang memiliki kesadaran yang tinggi akan
lebih mampu mengenali perubahan emosi-emosinya, sehingga anak akan lebih
mampu mengendalikan emosi tersebut dengan terlebih dahulu mampu menyadarinya;
b) Mengajarkan pemahaman situasi sosial dan etika sosial. Pemahaman norma-norma
sosial merupakan kunci sukses dalam membina dan mempertahankan sebuah
hubungan dengan orang lain. Pemahaman situasi sosial ini mencakup bagaimana
aturan-aturan yang menyangkut dalam etika kehidupan sehari-hari. Sehingga nantinya
akan mengerti bagaimana harus menyesuaikan perilakunya dalam setiap setuasi
sosial; c) Mengajarkan pemecahan masalah efektif . Anak yang memiliki kecerdasan
interpersonal yang tinggi akan memiliki keterampilan memecahkan konflik antar
pribadi yang efektif, dibandingkan dengan anak yang kecerdasan interpersonalnya
rendah; d) Mengembangkan sikap empati. Sikap empati sangat dibutuhkan di dalam
proses pertemanan agar tercipta hubungan yang bermakna dan saling menguntungkan;
e) Mengembangkan sikap prososial. Perilaku prososial sangat berperan bagi
kesuksesan anak dalam menjalin hubungan dengan teman sebayanya. Anak-anak yang
disukai oleh teman sebayanya kebanyakan menunjukkan perilaku prososial yang
tinggi; f) Mengajarkan berkomunikasi secara santun. Komunikasi merupakan sarana
yang paling penting dalam kehidupan manusia, Komunikasi merupakan suatu
keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap orang yang menginginkan kesuksesan di
dalam hidupnya; f) Mengajarkan cara mendengar efektif . Keterampilan
mendengarkan ini akan menunjang proses komunikasi anak dengan orang lain. Sebab
orang akan merasa dihargai dan diperhatikan ketika mereka merasa diperhatikan.
Berkaitan dengan optimalisasi perkembangan pada anak diperlukan suatu
metode pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan interpersonalnya adalah
dengan permainan aktif. Seperti yang kita ketahui kemampuan interpersonal anak
masing-masing anak memiliki kemampuan / kecerdasan berbeda-beda tetapi perlu
kita sadari bahwa setiap anak nantinya mempunyai kecenderungan untuk memiliki
salah satu kemampuan yang menonjol dibandingkan dengan kecerdasan lainnya.
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
91
Sebagian besar interaksi teman sebaya masa anak-anak melibatkan permainan.
Karena itu, kebanyakan hubungan sosial dengan teman sebaya dalam masa ini terjadi
dalam permainan. Permainan bukan hanya terkait dengan alat-alat permainan, kawan
main, tempat bermain, dan lingkungan hidup, tetapi terdapat hal-hal yang jauh lebih
luas cakupan di dalamnya. Karena permainan mempunyai arti yang lebih luas, banyak
tokoh-tokoh psikologi terutama psikolog perkembangan mendefinisikan tentang
bermain. John W Santrock menyebutkan arti bermain (play) yaitu suatu kegiatan yang
menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri.
Menurut Hughes (1999), seorang ahli perkembangan anak dalam bukunya
Children, Play, and Development, mengatakan bahwa bermain merupakan hal yang
berbeda dengan belajar dan bekerja. Suatu kegiatan yang disebut bermain harus ada
lima unsur di dalamnya, yaitu : a) mempunyai tujuan, yaitu permainan itu sendiri
untuk mendapat kepuasan; b) memilih dengan bebas dan atas kehendak sendiri, tidak
ada yang menyuruh ataupun memaksa; c) menyenangkan dan dapat dinikmati; d)
mengkhayal untuk mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas; e) melakukan
secara aktif dan sadar.
Selain itu John Freeman dan Utami Munandar (1996) mendefinisikan bermain
sebagai suatu aktifitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik
secar fisik, intelektual, sosial, moral dan emosional.
Permainan akatif dibagi ke dalam dua kategori utama yaitu permainan aktif dan
permainan pasif. Permainan aktif sangat menonjol pada awal masa anak-anak dan
permainan pasif pada akhir masa anak-anak. Akan tetapi pada semua usia sepanjang
masa anak-anak, kedua jenis permainan ini masih menjadi permainan anak.
Bermain aktif adalah bermain yang kegembiraannya timbul dari apa yang
dilakukan anak itu sendiri. Adapun jenis-jenis dari permainan aktif ini adalah
Permainan Drama.Permainan drama atau yang sering disebut dengan permainan purapura adalah bentuk permainan aktif dimana anak-anak, melalui perilaku dan bahasa
yang jelas berhubungan dengan materi atau situasi, seolah-olah hal itu memiliki
atribut yang lain daripada yang sebenarnya.Dalam kegiatan bermain drama ini, anak
memiliki peran penting. Ia melakukan impersonalisasi (melakukan peniruan) terhadap
karakter yang dikagumi atau ditakutinya, baik yang ia temui seharihari maupun dari
tokoh yang ia tonton di film atau ia baca di media masa.
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
92
Bermain pasif adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dalam rangka
memperoleh kesenangan dan kepuasan yang diperoleh dari aktifitas yang bukan
dilakukan oleh dirinya sendiri. Dengan kata lain, kegiatan yang dilakukan hanya
sekedar untuk memperoleh kesenangan atau kepuasan dari hiburan. Adapun jenisjenis dalam permainan pasif yaitu Membaca termasuk kegiatan bermain pasif, bisa
dalam bentuk mendengarkan cerita yang dibacakan orang lain atau membaca sendiri.
Membaca memiliki banyak manfaat, diantaranya membuat anak menjadi mandiri dan
lebih percaya diri. Tidak perlu menggantungkan diri pada orang lain untuk
memperoleh hiburan dan mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, punya
pengaruh positif terhadap perkembangan kepribadian anak di kemudian hari.
Permainan memiliki banyak manfaat, permainan juga memiliki arti yang sangat
penting bagi perkembangan kehidupan anak-anak. Permainan meningkatkan afiliasi
dengan teman sebaya, mengurangi tekanan, meningkatkan perkembangan kognitif,
meningkatkan daya jelajah dan memberi tempat berteduh yang aman bagi perilaku
yang secara potensial berbahaya. Permainan meningkatkan kemungkinan bahwa
anak-anak akan berbicara dan berinteraksi dengan satu sama lain. Selama interaksi
ini, anakanak mempraktekkan peran-peran yang mereka akan laksanakan dalam hidup
masa depannya.
Hetherington & Parker (1979) menyebutkan ada tiga fungsi utama dari
permainan, yaitu : 1) Fungsi Kognitif, Fungsi kognitif permainan membantu
perkembangan kognitif anak, yaitu dengan permainan anak-anak menjelajahi
lingkungannya, mempelajari objek-objek disekitarnya dan belajar memecahkan
masalah yang dihadapinya; 2) Fungsi Sosial, Fungsi sosial permainan dalam
meningkatkan perkembangan social anak, khususnya dalam permainan fantasi dengan
memerankan suatu peran. Anak belajar memahami orang lain dan peran-peran yang
akan dimainkan dikemudian hari setelah tumbuh menjadi orang dewasa; 3) Fungsi
Emosi, Fungsi emosi permainan memungkinkan anak memecahkan sebagian dari
masalah emosionalnya, anak belajar mengatasi kegelisahan dan konflik batin karena
kemungkinan besar permainan anak melepaskan energi fisik dan membebaskan
perasaan-perasaan yang terpendam. Karena tekanan-tekanan batin terlepaskan ke
dalam permainan, anak dapat mengatasi masalah-masalah kehidupan.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dari penelitian
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
93
ini adalah : 1) bagaimana langkah – langkah metode permainan aktif dalam
meningkatkan kemampuan interpersonal anak pada pembelajaran IPS pokok bahasan
Mengenal Jenis – jenis Kegiatan Ekonomi di Indonesia semester ganjil kelas V di
SDN 3 Semambung Kec. Jatibanteng Kabupaten Situbondo tahun ajaran 2012/2013?;
2) bagaimana kemampuan interpersonal anak dengan penerapan metode permainan
aktif dalam meningkatkan kemampuan interpersonal anak pada pembelajaran IPS
pokok bahasan Mengenal Jenis-jenis Kegiatan Ekonomi di Indonesia kelas V
semester Ganjil di SDN 3 Semambung Kec. Jatibanteng Kabupaten Situbondo tahun
ajaran 2012/2013 ?.
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1) untuk mengetahui
langkah - langkah metode permainan aktif dalam meningkatkan kemampuan
interpersonal anak pada pembelajaran IPS pokok bahasan Mengenal Jenis-jenis
Kegiatan Ekonomi di Indonesia semester ganjil kelas V di SDN 3 Semambung
Kec.Jatibanteng Kabupaten Situbondo tahun ajaran 2012/2013; 2) untuk mengetahui
kemampuan interpersonal anak dengan penerapan metode permainan aktif untuk
meningkatkan kemampuan interpersonal anak pada pembelajran IPS dengan pokok
bahasan Mengenal Jenis-jenis Kegiatan Ekonomi di Indonesia kelas V semsester
Ganjil di SDN 3 Semambung tahun ajaran 2012/2013.
Penelitian ini memberikan manfaat baik bagi :1) peneliti. Dapat memperbaiki
proses pembelajaran yang dikelolanya dan meningkatkan kualitas pembelajaran dan
memperbaiki kinerja ; 2) siswa : mendapatkan pengalaman langsung dalam metode
permainan aktif, meningkatkan pemahaman dan penguasaan materi pelajaran IPS dan
menerima pembelajaran yang bermakna ; 3) sekolah : memotivasi guru lain untuk
melaksanakan model pembelajaran yang bervariasi, meningkatkan mutu pendidikan
di sekolah, meningkatkan proses pembelajaran di sekolah dan metode permainan aktif
dapat dijadikan bahan pertimbangan sekolah-sekolah dalam menentukan model
pembelajaran yang lebih baik buat para siswanya khususnya untuk meningkatkan
kecerdasan interpersonal anak.
2. METODE PENELITIAN
Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas V SDN 3 Semambung yang terdiri
18 siswa, siswa laki-laki terdiri 5 orang dan siswa perempuan terdiri 13 orang tahun
pelajaran 2012/2013 pada materi IPS pokok bahasan Mengenal Jenis-jenis Kegiatan
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
94
Ekonomi di Indonesia.
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian tindakan kelas, maka penelitian ini
menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti,
1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap
siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan
reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah
direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1
dibawah ini.
Tabel 2.1. Metode pengumpulan data
No
Jenis Data
Metode
Instrumen
1
Kemampuan Interpersonal
Observasi
Lembar obeservasi
2
Hasil belajar
Tes
Tes hasil belajar
3
Kepuasan belajar
Wawancara
Pedoman wawancara
Analisis data hasil observasi selama proses pembelajaran berlangsung berupa
deskriptif kualitatif yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan
kenyataan atau fakta-fakta sesuai dengan data yang diperoleh. Adapun aspek yang
diobservasi meliputi keaktifan siswa dalam memperhatikan penjelasan guru, bertanya,
mengemukakan pendapat.
Langkah-langkah dalam menganalisis data hasil observasi keaktifan siswa
adalah sebagai berikut :
1. Observasi peningkatan kemampuan interpersonal anak dengan menggunakan
lembar observasi siswa sebagai berikut :
Tabel.2.2. Lembar Observasi
No
Nama
Aspek-aspek yang diamati
Bertanya
Mengerjakan tugas
ST T
R
SR ST T
R
SR
Mengerjakan pendapat
ST
T
R
SR
1
2
dst
Keterangan :
ST : Sangat Tinggi, T : Tinggi, R : Rendah , SR : Sangat Rendah
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
95
Observer memberi ceklist dan total skor pada lembar observasi siswa pada saat guru
menerapkan metode permainan aktif dalam proses pembelajarannya.Adapun criteria
penilaian masing - masing aspek yaitu :
a)
b)
c)
Bertanya
ST
: Jika siswa bertanya kepada guru atau temanya lebih dari 3 kali
T
: Jika siswa bertanya kepada guru atau temanya maksimal 2 kali
R
: Jika siswa bertanya kepada guru atau temanya kurang dari 2 kali
SR
: Jika siswa tidak bertanya kepada guru atau temanya
Mengerjakan Tugas
ST
: Jika siswa mengerjakan tugas dengan benar danmengumpulkan tepat
waktu
T
: Jika siswa mengumpulkan tugas sebagian yang benar dan tepat
waktu
R
: Jika siswa mengerjakan tugas dengan sebagian benar dan tidak
tepat waktu
SR
: Jika siswa tidak mengerjakan tugas
Mengajukan Pendapat
ST
: Jika siswa sering berbendapat lebih dari 3 kali
T
: Jika siswa sering berpendapat maksimal 2 kali
R
: Jika siswa jarang berpendapat hanya sekali
SR
: Jika siswa tidak berbendapat sama sekali
Untuk menentukan tingkat aktivitas dari hasil observasi, digunakan prosentase
dengan pengelompokan kategori sebagai berikut :
Tabel 2.3 Kriteria peningkatan interpersonal anak
Prosentase
Kategori
Pa ≥ 80%
Sangat tinggi
70% ≤ Pa < 80%
Tinggi
60% ≤ Pa < 70%
Rendah
Pa < 60%
Sangat rendah
Data hasil belajar peroleh yaitu melalui nilai ulangan harian siswa dengan
menggunakan rumus :
P1 
n
x100%
N
Keterangan :
P1 : Tingkat ketuntasan hasil belajar siswa
n : Jumlah siswa yang tuntas
N : Jumlah seluruh siswa
Kriteria ketuntasan belajar dengan penerapan metode permainan aktif
berdasarkan keputusan rapat Kepala Sekolah dan Dewan Guru adalah:
1.
Daya serap perseorangan, siswa di sebut tuntas belajarnya dalam mata pelajaran
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
96
matematika bila mencapai standart ketuntasan minimal 65
2.
Daya serap klasikal, kelas dianggap tuntas bila dikelas tersebut terdapat 85%
dari jumlah siswa yang telah mencapai Standar Ketuntasan Minimal (SKM) 65
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan dua (2) siklus yaitu siklus I dan II. Pada tiap siklus
teriri dari dua (2) kali pertemuan. Hasil penelitian pertemuan pertama siklus I dapat
dilihat pada tabel 3.1.
Adapun analisis hasil observasi kemampuan siswa I secara klasikal pada
pertemuan pertama dalam siklus I dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut :
Tabel 3.1 hasil observasi siklus I pertemuan pertama
Kemampuan Aktivitas Belajar
Jumlah Siswa
Bertanya
4 Siswa
Pengerjaan Tugas
6 Siswa
Mengajukan Pendapat
3 Siswa
Analisis hasil observasi kemaampuan siswa I pada pertemuan pertama diatas,
menunjukkan bahwa kemampuan siswa yang berupa bertanya, mengerjakan tugas dan
mengajukan pendapat masih rendah sekali. Hanya kemampuan siswa yang
mengerjakan tugas yang terlihat ada perubahan yaitu terdapat sejumlah 6 orang siswa
dalam kategori aktif dan 6 siswa masik rendah dengan prosentase ketuntasan 33,3%.
Sedangkan kemampuan bertanya dan mengajukan pendapat masik rendah yaitu
sebesar 17% dimana terdapat 3 orang siswa aktif dan 5 orang masik rendah kondisi ini
disebabkan masik ada beberapa siswa yang belum bisa meninggalkan belajar pasif.
Data penelitian pertemuan kedua siklus I dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 hasil observasi siklus I pada pertemuan dua
Kemampuan Aktivitas Belajar
Jumlah Siswa
Bertanya
7 Siswa
Pengerjaan Tugas
10 Siswa
Mengajukan Pendapat
11 Siswa
Analisis hasil observasi kemampuan siswa II pada pertemuan kedua diatas,
menunjukkan semua aktivitas belajar siswa yang meliputi bertanya, mengerjakan
tugas dan mengajukan pendapat belum optimal. Ketercapaian aktivitas belajar siswa
secara klasikal masih rendah yaitu dibawah 65%. Kondisi ini disebabkan masik ada
siswa yang cendrung pasif dan tergantung pada teman-temanya. Dalam mengerjakan
tugas siswa memahami pentingnya terlibat aktif dalam kelompok, walaupun masik
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
97
ada beberapa siswa yang belum menunjukkan tanggung jawabnya.
Hasil observasi aktivitas siswa II (pertemuan kedua) pada siklus I, mengalami
peningkatan yang lebih baik bila dibandingkan dengan hasil observasi aktivitas siswa
I (pertemuan pertama). Peningkatan presentase hasil observasi yang meliputi
bertanya, mengerjakan tugas dan mengajukan pendapat pada analisis observasi
aktivitas siswa pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua dalam siklus I.
Presentase pada siklus I dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar. 3.1. Presentase Observasi Aktivitas belajar siswa pada siklus I
Berdasarkan hasil analisis siklus I peneliti dan guru melakukan kegiatan
refleksi untuk mengevaluasi hasil yang diperoleh adalah :
1. Berdasarkan hasil observasi pada siklus I yang terdidiri dari observasi aktivitas
siswa I pada pertemuan pertama dan observasi siswa II pada pertemuan kedua
diketahui bahwa secara umum, masing-masing aspek penilaian aktivitas siswa
selama proses belajar mengajar yang meliputi : bertanya, pengerjaan tugas dan
pengajuan pendapat serta aktivitas siswa selama belajar kelompok
menunjukkan peningkatan yang positif. Ini dapat dilihat dari hasil analisis
aktivitas siswa secara klasikal yang mncapai 55,5% hingga 61,1% juga diliat
dari prilaku siswa selama pelajaran IPS berlngsung, siswa tampak antusias
dalam pelajran. Siswa sudah mulai memberanikan diri untuk bertanya, dan
tekun dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru serta aktif dalam
mengajukan pendapat. Ini menunjukkan bahwa perubahan tingkat aktivitas
siswa selama pembelajaran metode permainan aktif dapat dikatakan baik,
meskipun ada beberapa siswa yang tingkat aktivitas selama pembelajaran
masik rendah.
2. Hasil observasi pada siklus I juga menunjukkan berbagai hambatan
diantaranya masih ada siswa yang kurang antusias dalam belajar, karena
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
98
mereka tergolong siswa yang nakal. Selain itu juga masih dad sikap beberapa
siswa masih takut bertanya menyampaikan pendapatnya, atau tidak percaya
diri untuk bertanya tentang hasil diskusinya dan dikelas V tidak semua siswa
memiliki buku paket IPS sehingga hal ini juga menghambat siswa dalam
belajar kelompok.
3. Observasi terhadap guru diperoleh data secara umum, bahwa guru sudah
benar-benar menerapkan langkah-langkah pembelajaran metode permainan
aktif. Namun dalam menerapkan pembelajaran metode permainan aktif ini
guru belum sepenuhnya berhasil. Hal ini dapat dilihat dari proses
pengelompokan dan pengaturan kelompok siswa yang masih ramai dan kurang
teratur, sehingga banyak menyita waktu belajar kelompok. Guru juga kurang
maksimal memberikan motivasi kepada siswa saat belajar kelompok sehingga
maik terdapat beberapa siswa yang pasif atau berbicara dengan temanya diluar
topik diskusi. Selain itu pada saat berlangsungnya proses pembelajaran guru
tidak memperhatikan alokasi waktu yang telah direncanakan oleh peneliti.
4. Akhir dari kegiatan pada siklus I dapat digaris bawahi, bahwa belajar dengan
menerapkan pembelajaran metode permainan aktif belum sepenuhnya berjalan
dengan baik atau efektif. Hal ini ditandai dengan optimalnya pengembangan
aspek aktivitas belajar siswa. Maka perlu adanya suatu tindakkan perbaikkan
yang mengacu pada kesulitan dan hambatan sehingga dapat lebih
meningkatkan aktivitas siswa menjadi positif terhadap mata pelajaran IPS dan
mencapai kriteria keaktifan yang telah diterapkan peneliti. Agar kegiatan
obervasi lebih optimal peneliti dan guru memutuskan dilaksanakanya siklus II
dengan berbagai kekurangan yang ada pada siklus I. Siklus II ini dilakukan
sebagai usaha perbaikan.
Hasil penelitian siklus II pada pertemuan pertama dapat dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Hasil observasi siklus II pada pertemuan pertama
Kemampuan aktivitas Belajar
Jumlah Siswa
Bertanya
10 Siswa
Pengerjaan Tugas
15Siswa
Mengajukan Pendapat
6 Siswa
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
99
Berdasarkan tabel 3.3 diatas ini menunjukan bahwa aktivitas siswa yang
berupa bertanya, mengerjakan tugas dan mengajukan pendapat meningkat
dibandingkan pada siklus I, siswa mulai semangat dalam pembelajaran yang
ditunjukkandengan keberanian siswa untuk bertanya yang mengenai materi yang
belum dimengerti dan rasa percaya dirisiswa untuk mengemukakan pendapatnya.
Aktivitas bertanya dan mengajukan pendapat pada observasi pertama siklus II
mengalami peningkatan yang relatif besar yaitu 55,5% dan 33,3%. Begitupun dengan
aspek pengerjaan tugas juga mengalami peningkatan sebesar 83,3% dan mulai
memuaskan.
Data indikator aktivitas yang diamati nampak dari analisis hasil observasi
aktivitas kemampuan siswa II pada pertemuan kedua dapat dilihat pada tabel 3.4.
Tabel 3.4 Analisis Hasil Observasi aktivitas siswa II pada pertemuan
kedua siklus II .
Kemampuan Aktivitas Belajar
Jumlah Siswa
Bertanya
13 Siswa
Pengerjaan Tugas
16 Siswa
Mengajukan Pendapat
13 Siswa
Berdasarkan tabel 3.4 diatas ini menunjukan bahwa aktivitas siswa secara
klasikal sudah mencapai 89% lebih dengan himbauan, bimbingan dari guru dan
penjelasan kembali materi pada siklus I sangat menunjang aktivitas belajar siswa yang
ditandai dengan seringnya siswa bertanya dan mengajukan pendapatnya. Dua aspek
tersebut meningkat sebesar 72,2%. Ketercapaian aktivitas siswa pada observasi
aktivitas siswa II pada pertemuan kedua secara klasikal sudah sangat memuaskan.
Berdasarkan observasi aktivitas siswa I (pertemuan I) dan aktivitas II
(pertemuan II) pada siklus II, telah terjadi peningkatan pada setiap indikator
pengamatan yang meliputi bertanya, mengerjakan tugas dan mengajukan pendapat.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3. 2. Presentase Observasi Aktivitas belajar siswa pertemuan I dan
pertemuan II pada siklus I
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
100
Berdasarkan pelaksanaan diperoleh beberapa pertemuan. Secara umum
beberapa pertemuan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :
1. Selama proses belajar mengajar siswa cendrung lebih aktif dan antusias,
karena siswa lebih banyak melakukan pernemuan sendiri jawaban dari soalsoal yang ada pada lembar kerja siswa. Hal ini ditunjukan dengan peningkatan
yang alami masing-masing aspek mulai siklus I sampai siklus II antara 5,33%
sampai 11,4%. Individu yang memiliki kemampuan interpersonal yang tinggi,
tentunya memiliki karakteristik - karakteristik yang berbeda dengan individu
yang tidak memiliki kemampuan interpersonal. Safaria (2005), menyebutkan
karakteristik anak yang memiliki kemampuan interpersoanal yang tinggi yaitu
: a) mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial baru secara efektif;
b) mampu berempati dengan orang lain atau memahami orang lain secara
total; c) mampu mempertahankan relasi sosialnya secara efektif sehingga tidak
musnah
dimakan
waktu
dan
senantiasa
berkembang
semakin
intim/mendalam/penuh makna; d) mampu menyadari komunikasi verbal
maupun non verbal yang dimunculkan orang lain, atau dengan kata lain
sensitive terhadap perubahan sosial dan tuntutan-tuntutannya; e) mampu
memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya dengan pendekatan
win-win solution serta yang paling penting adalah mencegah munculnya
masalah dalam relasi sosialnya; f) memiliki keterampilan komunikasi yang
mencakup keterampilan mendengarkan efektif, berbicara efektif dan menulis
secara efektif. Termasuk di dalamnya mampu menampilkan penampilan fisik
yang sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya.
2. Kesulitan siswa yang dihadapi selama proses belajar mengajar adalah siswa
masih agak sulit menyesuaikan diri untuk belajar kelompok dengan teman-
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
101
temanya dan sedikitnya pengetahuan awal siswa yang diperlukan untuk
mendukung dalam pembelajaran tidak semua siswa memiliki buku paket IPS
sebagai penunjang pembelajaran. Brunner (1999) mengemukakan bahwa
proses pembelajaran di kelas bukan untuk menghasilkan perpustakaan hidup
untuk suatu subyek keilmuwan tetapi untuk melatih siswa berpikir secara kritis
untuk dirinya, mempertimbangkan hal-hal yang ada disekelilingnya, dan
berpartisipasi secara aktif didalam proses mendapatkan pengetahuan. Disini
jelas bahwa proses pembelajaran yang dianjurkan oleh Brunner merupakan
proses pembelajaran dimana siswa secara aktif mencari sendiri pengetahuan
yang diinginkan.Satu ciri utama dari proses pembelajaran penemuan ini adalah
keterlibatan guru yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan metode
pembelajaran lainnya. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa seorang guru terbebas
dari pemberian bimbingan terhadap siswa saat diberikan masalah yang harus
dipecahkan. Secara singkat, Brunner memberikan tiga ciri utama pembelajaran
penemuan, yaitu : a) Keterlibatan siswa dalam proses belajar; b) Peran guru
adalah sebagai seorang penunjuk dan pengarah bagi siswanya yang mencari
informasi. Jadi guru bukan sebagai penyampai informasi; c) Umumnya dalam
proses pembelajaran digunakan barang-barang nyata.Dengan demikian,
melalui model pembelajaran menemukan proses belajar mengajar dapat terjadi
secara baik.
3. Saat belajar kelompok siswa terlihat aktif dalam mendiskusikan soalsoal,sehingga tampak adanya kerja sama dalam memahami materi pada
masing-masing anggota dan mengetahui jawaban dari soal tersebut agar siswa
siap untuk mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas. Guru
menyediakan lingkungan bagi siwa untuk menghargai orang lain, memahami
orang dan merasakan perasaan orang lain. Guru juga menyediakan lingkungan
belajar dengan cara memberi siswa tugas kelompok yang mengacarakan
problem solving serta saling membutuhkan satu dengan yang lainya. Dengan
memiliki kemampuan pada suatu mata pelajaran, baik itu pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang mampu dikembangkan, siswa diharapkan dapat
mengalih gunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam mengahadapi
masalah-masalah dalam berbagai bidang pelajaran. Kemampuan bernalar,
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
102
kemampuan memilih strategi yang cocok dengan permasalahannya, maupun
kemampuan menerima dan mengemukakan suatu informasi secara tetap dan
cermat merupakan kemampuan umum yang dapat digunakan dalam berbagai
bidang.
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa penerapan metode permainan aktif dalam meningkatkan kemampuan
interpersonal anak pada mata pelajaran IPS pokok bahasan mengenal usaha dan jenisjenis kegiatan ekonomi dikatakan dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa
secara individu maupun secara klasikal. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan
presentase hasil belajar siswa kelas V SDN 3 Semambung Kecamatan Jatibanteng
pada siklus I sampai dengan siklus II. Pada siklus I, ketuntasan hasil belajar secara
individu mencapai 45,8% dan ketuntasan klasikalnya yaitu 57,2%. Sedangkan pada
siklus II ketuntasan hasil belajar secara individu mencapai 74,9% dan ketuntasan
secara klasikal yaitu 82,3%.
Jadi,penggunaan penerapan metode permainan aktif pada mata pelajaran IPS
pokok bahasan mengenal usaha dan jenis-jenis kegiatan ekonomi siswa kelas V SDN
3 Semambung Kecamatan Jatibanteng, sangat sesuai dengan karakteristik siswa
sekolah dasar yang menyangkut situasi dunia nyata siswa dalam kehidupan seharihari.
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini ada beberapa saran
yang perlu diperhatikan :1) untuk Kepala Sekolah, dapat dijadikan gambaran untuk
mengambil kebijakkan terhadap penerapan metode permainan aktif untuk mencapai
kemampuan dan hasil belajar siswa yang diharapkan oleh sekolah; 2) untuk guru,
penerapan metode permainan aktif pada mata pelajaran IPS pokok bahasan mengenal
usaha dan jenis-jenis kegiatan ekonomi siswa kelas V SDN 3 Seambung Kecamatan
Jatibanteng dapat dijadikan sebagai alternatif bagi guru untuk diterapkan dalam
pembelajaran; 3) untuk peneliti lain penelitian ini hendaknya dapat dijadikan masukan
bagi peneliti lain untuk penelitian lebih lanjut dengan pokok bahasan yang berbeda ;
4) untuk Fakultas Univeritas Abdurachman Saleh Situbondo, penerapan metode
permainan aktif dapat memberikan peranan yang sangat penting dalam mencapai
kemampuan dan hasil belajar pada siswa sekolah dasar.
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
103
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud. 1999. Mata Pelajaran IPS Kelas V KTSP Jakarta
Hughes. 1999 . Children Play and Development
Hetherington & Paker. 1979 . Permainan Untuk Meningkatkan Intelegensi Anak. Yogyakarta
: Visi media
Jhon Freeman & Utami Munandar. 1996. Permainan Anak
Sugiarti, 1997 : 6. Model Penelitian Tindakkan Kelas
Muchtar, SA. 1991. Implementasi Pembelajaran IPS
Safaria, T. 2005. Interpersonal Intelligence. Yogyakarta : Amara Books.
Soemantri, N. 1996 : 35. Pembelajaran IPS
Syairuddin. 2001 : 3. Model Pembelajaran IPS
1) Guru SDN 3 Semambung
2) Dosen FKIP UNEJ
3) Dosen FKIP UNARS
104
Download