PENDAHULUAN Bandeng (Chanos chanos) merupakan ikan

advertisement
PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI Dactylogyrus sp PADA INSANG BENIH BANDENG
(Chanos chanos) DI TAMBAK TRADISIONAL
KECAMATAN GLAGAH KABUPATEN LAMONGAN
Muntalim
DOSEN UNISLA
ABSTRAK
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui Prevalensi dan Derajat Infeksi Dactylogyrus sp pada insang
benih bandeng (Chanos chanos) di tambak tradisional kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan telah
dilakukan pada bulan Oktober 2007, dengan menggunakan sampel benih bandeng sebanyak 5 ekor tiap
tambak pembenih dan diulang sebanyak 3 kali ulangan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah
Rancangan acak Lengkap (RAL). Data hasil penelitian dianalisa menggunakan statistik ANAVA (Analisis
Variansi) dan jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant Difference) 5 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Prevalensi Dactylogyrus sp pada insang benih banding (Chanos chanos)
di desa Dalung (53,33%) dan desa Pedurungan (86,67%) terdapat perbedaan yang nyata. Desa Rayung
(66,67%) dan desa Dalung (53,33%) tidak ada beda nyata. Sedangkan hasil pengamatan derajat infeksi
Dactylogyrus sp pada insang benih bandeng (Chanos chanos) berbeda nyata pada semua lokasi. Desa
Pedurungan mempunyai rata-rata derajat infeksi tertinggi (7,95 ind. Parasit/ekor), diikuti desa Rayung (6 ind.
Parasit/ekor), dan desa Dalung (2,06 ind. Parasit/ekor).
Kata kunci : : Benih Bandeng (Chanos chanos), Dactylogyrus sp, Prevalensi, Derajat Infeksi
PENDAHULUAN
Bandeng (Chanos chanos) merupakan ikan bernilai
ekonomis penting yang banyak di pelihara di
tambak-tambak air payau di Indonesia. Ikan ini
merupakan konsumsi yang berperan penting dalam
memenuhi kebutuhan protein masyarakat karena
harganya relatif murah. Untuk memenuhi kebutuhan
protein masyarakat budidaya bandeng telah
berkembang dengan pesat.
Dalam budidaya bandeng (C.chanos), salah satu
masalah yang dihadapi adalah adanya ketersediaan
benih bandeng (C.chanos) yang mencukupi.
Kebutuhan akan benih bandeng (C.chanos) di
Indonesia diperkirakan sekitar 1.209 juta ekor per
tahun (Anonim, 1990). Kebutuhan akan benih
bandeng baru terpenuhi sekitar 63 %. Diduga
perkembangan industri penangkapan ikan tuna akhir
– akhir ini yang menggunakan ikan benih bandeng
(C.chanos) ukuran 200-300 gr sebagai umpan untuk
meningkatkan kebutuhan akan benih bandeng
(C.chanos). Disamping itu sejak tahun 1987
pemerintah membuka peluang ekspor benih bandeng
(C.chanos) dengan kuota ekspor 600 juta ekor per
tahun yang berarti kebutuhan benih akan meningkat
dengan pesat (Anonim, 1988).
Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam
menunjang keberhasilan usaha pembenihan adalah
penyediaan
lingkungan
yang
sesuai
atau
dikehendaki benih bandeng (C.chanos) sehingga
diperoleh kelangsungan hidup yang tinggi. Beberapa
faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya
bandeng (C.chanos) tradisional diantaranya adalah
oksigen terlarut, salinitas, suhu, pH, serta senyawa
kimia seperti NH3. Perkembangan parasit dan
penyakit di pacu seiring dengan memburuknya
kualitas lingkungan perairan (Cameron, A. 2002).
Perkembangan penyakit parasiter ini perlu di pantau
setiap saat, sehingga wabah penyakit yang besar
dapat dihindari.
Untuk memonitor populasi suatu parasit pada ikan
dapat dilakukan dengan melakukan identifikasi
parasit yaitu dengan cara menghitung Prevalensi dan
Derajat infeksi. Prevalensi adalah presentasi ikan
yang terserang parasit atau proporsi dari organismeorganisme dalam keseluruhan populasi yang
ditemukan terjadi pada ikan pada waktu tertentu
dengan mengabaikan kapan mereka terjangkit.
Sedangkan Derajat infeksi adalah jumlah rata-rata
parasit per ikan yang terinfeksi dinyatakan dalam
parasit/ekor (Mulyana et al., 1990).
Jenis-jenis parasit yang sering menyerang benih
bandeng adalah Dactylogirus sp, Gyrodactylus sp,
Ichtyopthirius sp, Lernaea sp, Myxobolus sp, dan
Tricodina sp (Mulyana et al., 1990). Pada tahun
1990 serangan penyakit Dactylogirus sp dapat
menyebabkan kematian sekitar 50 % dari ikan yang
terinfeksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Dactylogirus sp merugikan dan berbahaya bagi
usaha budidaya bandeng, terutama ukuran benih
(Kabata, 1985).
Dactylogirus sp merupakan parasit yang sering
menyerang pada insang terutama pada ikan
bandeng. Parasit ini selama hidupnya berada pada
tubuh ikan dan hanya akan meninggalkan inangnya
apabila inangnya mati, kemudian ratusan larva
Dactylogirus sp menetas dan mencari inang baru.
2
Dampak infeksi Dactylogirus sp yang cukup
berbahaya adalah menyerang pada insang dengan
menggunakan kaitnya yang menyebabkan warna
filamen insang sedikit pucat. Pendarahan terjadi
seiring dengan terjadinya kerusakan dan kehancuran
1
Lamella insang dan darah menggumpal sehingga
proses respirasi terganggu (Scholz, 1999). Menurut
Scolz (1999) benih bandeng (C.chanos) umumnya
rentan terhadap parasit Dactylogirus sp yang
biasanya menyerang pada insang. Sehingga
pengamatan prevalensi dan derajat infeksi sangat
penting dilakukan untuk mengetahui tingkat
serangan dan penyebaran parasit pada suatu perairan
yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam usaha penanggulangan dan
pencegahan wabah parasit pada ikan khususnya
bandeng (C.chanos) (Kabata, 1985).
Sampai saat ini penelitian mengenai infeksi
ektoparasit Dactylogirus sp pada benih bandeng
(C.chanos) di kecamatan Glagah kabupaten
Lamongan belum dilakukan. Dari kejadian ini maka
sangat penting dilakukan penelitian tentang infeksi
ektoparasit Dactylogirus sp pada benih bandeng
(C.chanos) di kabupaten tersebut, karena benih ikan
umumnya rentan terhadap serangan parasit sehingga
dapat menimbulkan kerugian cukup besar. Ikan
bandeng juga memiliki ketahanan terhadap
suhu perairan yang tinggi mencapai 40°C (Girl el
al, 1986).
Secara alami ikan berpijah di laut. Larva ikan
bandeng wring di jumpai di sepanjang pantai
terutama pada bulan — bulan tertentu. Larva
terutama di jumpai di sepanjang pantai yang
landai, berpasir, dan berair jernih serta kaya
akan plankton seperti di daerah pantai utara
pulau Jawa, Bali, Lombok, dan pantai Timur
Sumatera Utara (Dana, 1990). Musim
pemijahan bandeng di Indonesia terjadi dua kali
dalam satu tahun yaitu bulan Februari - Mei dengan
puncak antara bulan Maret - April dan bulan Juli Desember dengan puncak antara bulan September Oktober (Giri et al, 1986).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2007 di
Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan.
Pemilihan lokasi berdasarkan data Dinas
Perikanan
kecamatan
Glagah
Kabupaten
Lamongan dimana ketiga desa ini merupakan
tambak yang sering terinfeksi penyakit dan
mempunyai kualitas air yang jelek. Ketiga desa
tersebut antara lain :
a. Desa Dalung, tambak pendederan dengan luas
12 x 9 m terletak diantara lahan-lahan yang
digunakan untuk lahan pertanian. Mata air
berasal dari Sungai Bengawan Solo yang
melewati Lamongan.
b. Desa Rayung, tambak pendederan dengan luas
tambak 14 x 11 m. Mata air berasal dari aliran
air Bengawan Solo yang mengalir setiap saat.
c.
Dusun Pedurungan, Desa Dukuh Tunggal,
tambak pendederan dengan luas tambak 17
x 12 m. Mata air berasal dari buanganbuangan dari petambak lainnya.
Identifikasi parasit dilakukan di Laboratorium
Program Studi Biologi FMIPA ITS Surabaya.
Alat, Bahan dan Cara Kerja
1)
Pengambilan Sampel Benih Bandeng
( Chanos chanos )
P e n e l i t ia n
ini
m e n g g u n a ka n
metode
e ks p e r i m e n d e n ga n t e k n i k pengambilan
sample secara acak. Sampel yang diambil adalah
benih banding (C. chanos) berumur 2 bulan
dengan ukuran kira - kira 6 - 7 cm sebanyak 5
ekor per tambak sebanyak tiga kali ulangan.
Sehmgga jumlah sampel seluruhnya yang diambil
adalah 15 ekor tiap tambak pembenih. Dalam
satu tambak jumlah bandeng kurang lebih
100 ekor. Menurut penelitian Prasetya. et al.
2004, pengambilan sampel sebanyak 5%
sudah mewakili dari seluruh populasi di
tambak.
Parameter
yang
diamati
adalah
Dactylogyrus sp yang ditemukan. Sampel Bemh
bandeng (C. chanos) kemudian dibawah ke
Laboratorium Program Studi Biologi FMIPA ITS
Surabaya untuk diamati bagian insangnya.
2) Pengamatan Dactylogyrus sp.
Pengamatan Dactylogyrus sp. pada insang
benih bandeng (Chanos chanos) dilakukan
dengan cara menusuk bagian kepala (otak)
menggunakan skalpel, kemudian tutup insang
(operculum) dan lembaran insang digunting.
Masing-masing lembaran insang baik kiri
maupun kanan diletakkan diatas gelas benda,
kemudian dikerok dengan skalpel dan ditetesi
satu tetes larutan garam fisiologis (0,85 % NaCL)
setelah itu preparat ditutup dengan gelas penutup.
Preparat tersebut kemudian diamati dibawah
mikroskop dengan perbesaran 400 x, dan dihitung
banyaknya Dactylogyrus sp dengan hand counter.
Identifikasi Dactylogyrus sp mengacu pada pustaka
dari Schaperclaus, W. 1992. Fish Disease Volume 2.
Banyaknya Dactylogyrus sp kemudian dihitung
prevalensi dan derajat infeksinya dengan rumus :
a.
Analisa Data Prevalensi
Jumlah ikan yang terserang penyakit
Prevalensi =
x 100 %
Jumlah sample ikan yang diamati
b.
Analisa Data Derajat Infeksi
Jumlah parasit yang menyerang ikan
Derajat Infeksi =
x 100 %
Jumlah ikan yang terserang parasit
2
3) Analisa Kualitas Perairan
Pengamatan kualitas air berfungsi untuk
mengetahui karakteristik dari perairan pada saat
pengumpulan data di ketiga lokasi. Pengamatan
kualitas air dilakukan pada setup pengambilan
sampel. Kualitas air yang diukur meliputi :
a. Suhu Air
Suhu air diukur dengan cara inengguna kan
ther mometer. Dimana thermometer dicelupkan
ke dalam air tambak kurang lebih 3 — 5 menit.
Kemudian dibaca skala yang ditunjukkan pada
thermometer. Suhu air dinyatakan dalam °C.
b. pH Air
pH air diukur dengan cara menggunakan kertas pH.
Air tambak diteteskan pada kertas pH dan
dicocokkan dengan skala indicator yang
terdapat pada indicator pH.
c. Salinitas
Salinitas air diukur dengan refraktometer.
Prinsip refraktometer ditetesi dengan aquades
agar skala indicator normal. Kemudian dibersihkan
dengan kertas tissue. Air tambak di teteskan pada
prisma yang telah bersih dan refraktometer ditutup.
Nilai salinitas ditunjukkan pada angka skala
indikator. Salmitas dinyatakan dalam (%).
d. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut dalam sampel tambak diukur
dengan menggwlakan DO meter tipe HOMI 666
224 pada masing-masing lokasi selama pengambilan
sampel. Oksigen terlarut dinyatakan dalam satuan
ppm.
e. Bahan Organik (NH3 dan H2S)
Pengujian bahan organik dilakukan dengan cara
sampel air diambil pada masing-masing lokasi
selama
pengambilan
sampel
kemudian
dianalisa di laboratorium teknik lingkungan ITS
Surabaya.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL). Pengambilan sampel benih
bandeng di tiap tambak pembenih di ulang
sebanyak 3 kali. Parameter yang diamati adalah
Dactylogyrus sp yang ditemukan.
uji LSD (Least Significan Difference) dengan taraf a
= 5 % (Gomez, 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prevalensi Dactylogyrus sp Pada Insang Benih
Bandeng (chanos chanos)
Populasi suatu parasit pada ikan dapat
dimonitor melalui identifikasi parasit yaitu
dengan cara menghitung prevalensi dan derajat
infeksinya (Mulyana, 1990). Prevalensi adalah
presentasi ikan yang terserang penyakit dibagi
dengan jumlah sampel ikan yang diamati.
Prevalensi hanya untuk mengetahui presentase
jumlah ikan yang terserang penyakit disetiap lokasi.
Sedangkan untuk mengetahui kelimpahan atau
besarnya serangan parasit pada ikan per
individu dilakukan dengan cara menghitung
derajat infeksi, sehingga dapat diketahui berapa
besar tingkat serangan parasit pada tiap ikan.
Hasil uji statistik ANOVA (Analisis Variansi) dan
LSD (Least Significant Difference) pada taraf 5 %
diketahui
bahwa
rata-rata
prevalensi
Dactylogyrus sp pada insang benih bandeng (C.
chanos) di desa Dalung (53,33 %) dengan Rayung
(66,67 %) tidak berbeda nyata. Desa Rayung
(66,67 %) dengan desa Pedurungan (86,67 %)
juga tidak berbeda nyata tapi antara desa Dalung
dengan dengan desa Pedurungan berbeda nyata
(Tabel 1).
Tabel 1 Prevalensi Ductylogyrus sp pada insang
benih banding (C. chanos) di Kecamatan
Glagah Kabupaten Lamongan.
Prevalensi (%)
Desa
Ratarata
(%)
Ulangan
I
Ulangan
II
Ulangan
III
Dalung
40
60
60
53,33a
Rayung
80
60
60
66,67ab
Pedurungan
80
80
100
86,67b
Analisa Data
Keterangan : Angka-angka yang di ikuti huruf yang
sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 %
berdasarkan uji LSD
Data
yang
te lah
diper oleh
ber upa
Prevalensi da n Derajat infeksi Dactylogyrus
sp dianalisa dengan Anova (Analysis of Varians).
Jika terdapat perbedaan prevalensi dan derajat
infeksi antar tambak pembenih maka untuk
mengetahui tambak mana yang berbeda digunakan
Grafik rata-rata prevalensi Dactylogyrus sp pada
insang benih bandeng
(C.chanos) di kecamatan
Glagah kabupaten Lamongan (Gambar 4.1)
menunjukkan
bahwa
tingkat
serangan
Dactylogyrus sp yang paling tinggi terjadi di
desa Pedurungan yaitu sebesar 86,67 %.
3
bahwa derajat infeksi Dactylogyrus sp pada insang
benih bandeng (C. chanos) di desa Pedurungan
mempunyai reta-rata derajat infeksi tertinggi (7,95
ind. Parasit/ekor), d i i kuti d e sa Ra yu n g (6 i n d.
P ar asit/e kor ), dan desa Da lun g ( 2,0 6 in d.
Parasit/ekor).
Gambar 1. Grafik rata-rata prevalensi Dactylogyrus
sp pada insang benih banding
(C. chanos) di Kecamatan Glagah
Kabupaten Lamongan.
Derajat Infeksi Dactylogyrus sp Pada Insang Benih
Bandeng (C chanos)
Derajat infeksi adalah jumlah rata – rata parasit per
ikan
yang
terinfeksi
dinyatakan
dengan
parasit/ekor. Hasil uji statistik ANOVA (Analisis
Vuriansi) dan LSD (Least Significant Difference)
pada taraf 5 % diketahui bahwa terdapat perbedaan
yang nyata disetiap lokasi penelitian, Desa Dalung
sebesar 2,06 ind. Parasitlekor, Desa Rayung
sebesar 6 ind. Parasit/ekor dan Desa
Pedurungan sebesar 7,95 ind. Parasit/ekor. Derajat
infeksi Dactylogyrus sp di desa Pedurungan
menunjukkan rata-rata yang lebih tinggi di
bandingkan dengan derajat infeksi di Desa Dalung
dan Desa Rayung (Tabel 4.2).
Tabel 2.
Derajat infeksi Dactylogyrus sp pada
insang benih banding (C. chanos) di
kecamatan
Glagah
Kabupaten
Lamongan.
Derajat Infeksi
Desa
Ratarata
Ulangan
I
Ulangan
II
Ulangan
III
Dalung
2,5
2,67
1
2,06a
Rayung
6
5,67
6,33
6b
8,25
8
7,6
7,95c
Pedurunga
n
Gambar
2.
Grafik rata-rata derajat infeksi
Dactylogyrus sp pada insang benih
bandeng (C, chanos) di Kecamatan
Glagah Kabupaten Larnongam
Prevalensi dan Derajat Infeksi Dactylogyrus sp Pada
Insang Benih Bandeng (Chanos chanos)
Penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat
menimbulkan gangguan pada ikan baik secara
langsung atau tidak langsung. gangguan itu dapat
disebabkan oleh organisme lain, pakan atau
kondisi lingkungan yang kurang menunjang
kehidupan
ikan.
Timbulnya
serangan
penyakit ikan di tambak merupakan basil
interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi
lingkungan
dan
organisme
penyakit
(Afrianto&Liviawati, 1992).
Hasil pengamatan mikroskopis Dactylogyrus sp
yang di temukan di insang benih bandeng (C.
chanos) pada semua lokasi penelitian adalah
Dactylogyrus sp pada fase dewasa dengan ciri
morfologi tubuh berbentuk seperti daun, mempunyai
sucker tunggal dengan beberapa kait sebagai organ
untuk menempel pada inang (Gambar 4.3.).
Kait tersebut akan masuk ke dalam jaringan
ikat pada lamela insang sehingga mengakibatkan
wawa filamen insang menjadi sedikit pucat.
Keterangan : Angka-angka yang di ikuti huruf
yang sama tidak berbeda
nyata
pada taraf 5 % berdasarkan uji LSD
Grafik rata-rata derajat infeksi Dactylogyrus sp pada
insang benih bandeng (C. chanos) di kecamatan
Glagah kabupaten Lamongan menunjukkan
4
III
8
8
7
I
7
8
7
8
7
II
pH
8
III
II
10
23
10
21
22
10
21
20
24
4,00
4,01
I
3,40
Keterangan : I
II
III
Salinitas
( 0/oo)
II
II
I
I
4,00
3,39
4,00
4,00
3,40
4,00
III
27
27
28
27
27
28
27
28
28
Dalung
Rayung
Rata-rata prevalensi (86,67 %) dan derajat infeksi
(7,95 ind. Parasit/ekor) di desa Pedurungan lebih
tinggi di bandingkan dengan dua desa lainnya (desa
Dalung prevalensi
53,33 derajat infeksi
2,06 ind. parasitlekor dan desa Rayung prevalensi
66,67 derajat infeksi 6 ind. parasit/ekor).
Prevalensi
Dactylogyrus
sp
di
desa
Pedurungan ini tergolong tinggi, didasarkan
atas penelitian Senni (2002) bahwa nilai prevalensi
di atas 70 % menunjukkan tingkat serangan parasit
yang tinggi sedangkan nilai dibawah 70 %
tergolong rendah. Tetapi bila dilihat pada nilai
derajat infeksinya sebesar 2,06 - 7,95 parasit per
ekor tergolong rendah (Tabel 4.2), didasarkan
pada penelitian Desrina (2002) y 9 menyatakan
bahwa derajat infeksi 4,5-8,8 parasit/ekor
tergolong tidak tinggi. Selain itu berdasar
penelitian Uspenskaja (1961) dalam Scharperclaus
(1992) menyatakan bahwa derajat infeksi
Dactylogyrus sp yang tinggi dan dapat menimbulkan
kematian jika nilainya rata-rata 102,6 parasit/ekor
(ukuran panjang tubuh ikan rata-rata 21,6 mm).
Kisaran panjang tubuh bandeng yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 5-10 cm, sehingga jika
diubah dengan nilai yang sama, maka derajat
infeksi yang tinggi yang dapat menyebabkan
kematian bandeng 90%.
Berdasarkan
Tabel
4.1
prevalensi
Dactylogyrus sp desa Pedurungan mempunyai
nilai paling tinggi yaitu 86,67 %. Tingginya nilai
tersebut di duga disebabkan oleh lingkungan
31
perairan yang buruk. Menurut Noble & Noble
(1989) prevalensi parasit juga disebabkan oleh
lingkungan perairan yang buruk yang menunjang
parasit dapat tumbuh dan berkembang.
DO (mgi)
Pedurunga
n
Gambar 3. Daglylogyrus sp hasil penelitian yang
ada di insang benih bandeng (Chanos
chanos). Keterangan : kart (a), mata (b).
Perbesaran 100 X.
II
Suhu
Air
( oC)
I
DESA
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kualitas Air dari tambak
pengambilan sampel bench bandeng (C.
chanos) di Kabupaten Lamongan.
= Pengukuran hari pertama
= Pengukuran hari kedua
= Pengukuran hari ketiga
Hasil pengukuran kualitas air seperti tingginya
salinitas, rendahnya DO, dan tingginya NH 3
( Tabel 3 ) di semua lokasi penelitian,
terutama desa Pedurungan menunjukkan
kualitas air yang buruk. Kisaran DO yang
diamati adalah 3,40- 4 ppm, pada kisaran ini
ikan dapat hidup tetapi pertumbuhannya
terhambat serta mengalami stres, sehingga
menyebabkan turunnya daya tahan tubuh ikan
bandeng. Hal ini sesuai dengan basil penelitian
Afrianto dan Liviawaty (1992) yang menyatakan
bahwa kisaran DO normal yang baik untuk
pertumbuhan ikan adalah diatas 5 ppm. Kandungan
DO yang rendah (< 5 ppm) akan mempengaruhi
suplai oksigen ketubuh ikan berkurang sehingga
proses respirasi juga akan terganggu dan akibatnya
ikan mengalami stres.
Kualitas perairan yang lain seperti halnya pH di
tiap-tiap desa tersebut apabila dibandingkan
dengan pH perairan yang ideal bagi kehidupan ikan
ternyata masih memiliki kriteria yang layak.
Hal ini dikemukakan oleh Boyd dan
Lichtkoppler (1979), bahwa nilai pH yang
berkisar antara 6,9 – 8,0 masih memenuhi
kriteria rata-rata yang layak untuk produksi
benih. Walaupun kisaran pH di tiap-tiap desa
tersebut laya k untuk kehidupan benih
namun
justru
meningkatkan
prevalensi
Dactylogyrus sp. Hal ini diduga bahwa kondisi
pH perairan yang ideal bagi kehidupan benih
tersebut cocok bagi perkembangan siklus hidup
dan penyebaran Dactylogyrus sp (Schaperclaus,
1992).
5
Kisaran suhu di desa Dalung sebesar 27°C, desa
Rayung berkisar antara 27-28°C, clan desa
Pedurungan sebesar 28 °C dinilai tidak begitu
membahayakan bagi ikan. Karena menurut
Ahmad, T dan Ratnawati, E (2002) ikan
bandeng masih hidup normal pada suhu 27-35 °C.
Tetapi kondisi suhu yang semakin tinggi justru
memberi peluang bagi berkembangnya parasit
Dactylogyrus sp. Hal ini didukung oleh
pernyataan Schaperclaus (1992) dimana parasit
Dactylogyrus sp selain sering menyerang pada
musim kemarau, juga memerlukan waktu untuk
berkembangbiak antara 27 - 28 hari suhu 8°C, 10
- 15 hari suhu 12 °C, 3 - 5 hari suhu 20 °C dan 1
– 4 hari suhu 24 - 28 °C (Schaperclaus, 1992).
Rata – rata penetasan telur tergantung suhu, pada
suhu yang rendah maka memerlukan berbulanbulan untuk menetaskan, sedang pada suhu
tinggi akan menetas sekitar 4 hari hal ini
membuat penanggulangan Dactylogyrus sp sangat
sulit (http//www.fishnet/disease.htm).
Kondisi kua litas per airan yan g t idak be gitu
bai k dise mu a loka si mengakibatkan benih
bandeng menjadi stres dan menurun daya tahan
tubuhnyasehingga mudah terserang parasit. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Afrianto dan
Liviawaty (1992) yang menyatakan bahwa
pengaruh serangan parasit te r ha da p i ka n
ter ga n t u n g
dar i
je n is
dan
ju m la h
m i kr o or ga n ism e ya n g menyerangnya, tetapi
juga dipengaruhi oleh kondisi perairan saat itu
dan daya tahan tubuh ikan.
Sela in
f aktor
pe rairan,
tinggin ya
pr eva lensi dan d eraja t inf eksi Dactylogyrus
sp di desa. Pedurungan di duga disebabkan oleh
kondisi geografi lingkungan tambak pembenih. Hal
ini dilihat dari keberadaan lokasi tambak desa
Pedurungan paling rendah di banding dengan
desa lainnya, sehingga selalu mendapat aliran
air dari tambak lainnya. Kondisi demikian
memungkinkan larva ektoparasit dari tambak lain
masuk kedalam tambak pedurungan (Bhagawati et
al, 1991). Larva yang masuk kedalam tambak siap
untuk menginfeksi inang baru. Perkembangan larva
ini kemudian mencapai dewasa dan matang seksual
di insang ikan. Ukuran benih juga mempengaruhi
tingginya nilai prevalensi dan derajat infeksi.
Fenomena ini menunjukkan bahwa semakin kecil
ukuran ikan justru akan semakin rentan terhadap
Dactylogyrus sp. Hal ini disebabkan karena pada
ukuran benih semua organ tubuh belum berfungsi
secara sempurna sehingga dapat dikatakan bahwa
benih merupakan fase yang sangat kritis dan
mudah terserang parasit (Komarudin, 1991).
bandeng (chanos chanos) berturut-turut dari yang
tertinggi adalah desa Pedurungan (86,67 %),
desa Rayung (66,67 %) dan desa Dalung (53,33
%). Derajat infeksi Dactylogyrus sp pada insang
benih banding (C. chanos) antara desa yang satu
dengan yang lainnya menunjukkan perbedaan
yang nyata, derajat infeksi Dactylogyrus sp di desa
Pedurungan mempunyai rata-rata tertinggi (7,95
ind. Parasit/ekor), diikuti desa Rayung (6 ind.
Parasit/ekor), dan desa Dalung (2,06 ind.
Parasit/ekor).
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
pengaturan sirkulasi air terhadap tambak pembenih.
REFERENSI
Anonim,
1993.
Petunjuk
Pelaksanaan
Penanggulangan
Penyakit
Ikan.
Direktorat
Bina
Sumber
Hayati,
Direktoraty Jendral Perikanan. Jakarta. 41
p.
Anonim, 1988. Studies on The Maturation
and Spawning of Milk Fish in
Captivity. Progress Report Oktober –
December. USA. 87 p
Anonim,
1990. Workshop on Larval
Culture of The Milk Fish ( C hanoschanos). Gondol Research Station.
Bali. Indonesia. Prepared by : The
Oceanic Insatute. Hawai. 102 p.
Ahmad, T, dan Ratnawati, E. 2002. Budidaya
Bandeng Secara Intensq' Penebar
Swadaya. Bogor.
Afrianto,
E dan Liviawaty, E. 1992.
Pengendalian Hama & Penyakit Ikan,
Kanisius. Yogyakarta. 89 p.
Amlacher, E. 1961. Texbook of Fish Disease
(Translated by : D. A. Controy and R. L.
Herman).TFH Publication Germany. 302
p.
Balmer, J. H. S, 1965. Development : Eggs ang
Larvae., dalam : W. S. Hoar and D. J.
Randall (End), Fish Physiologi III.
Academic Press. New York.
KESIMPULAN DAN SARAN
Bhagawati, D.,Petrus, H. T.,Siti, R., 1991. Mengenal
Ektoparasit Penyebab Penyakit Ikan
Pada Kolam Rakyat di Desa Beji
Purwokerto. KKI Tidak di Publikasikan.
Fakultas Biologi UNSOED. Purwokerto.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
prevalensi Dactylogyrus sp pada insang benih
Brotowidjoyo, M. D.,1987. Parasit dan Parasitisme.
Media Sarana Press. Jakarta.
6
Cahyono, B. 2000. Budidaya Ikan Air Tawar : Ikan
Bandeng, Ikan Nila, Ikan Gurami.
Cetakan Kelima. Kanisius. Yogyakarta.
113 p.
Cameron, A. 2002. Survey 7bolbox for Aquatic
Animal Diseases. A. Practical Manual
and
Software
Package.
ACIAR
Monograph No.94
Chauduri, H. 1977. Observation on Artivical
Fertilization of Eggs and The Embryonic
and Larva Development of Milk Fish
Chanos chanos. Forsskal. 13 : 95-113.
Chandler, A. C. 1950. Introduction to Parasitology
With Special Reference to The Parasites
(?I'Afan. John Wiley & Sons. Inc. New
York.
Dana, D dan S. L. Angka, 1990. 11usalah Penyakit
Parasit dan Bakteri PadaIkan Air Tawar
Berta Cara Penanggulangannya. Bala]
PenelitianPerikanan Air Tawar, Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Perikanan.Bogor. 10-23 p.
Dana, A. 1990. Analysis of The Effect of rear in g
Te mper atu re o n The Prevalence of
Myxosporea in Exsperimentally Infected
Common Carp (Cyprinus carpio L.)
Asian Fisheries Science. 3:329-335.
Dalimunthe, S. 1990. Jervis ParaW Yang Dyumpai
Pada Ikan Yang Di Pelihara Di Jawa
Timur. Dalam Prosiding Seminar II
Penyakit Ikan dan Uclang. Ba lai
Pe neliti an P er ika nan A ir Ta war ,
Pusat
P enel itian
Dan
Pe nge m ban gan Pe ri kana n, B og or .
109-115 p.
Dja ni , S. 1 99 3. A I asal ah P eny ak it Pa d a
Dala m
Budi day a
Man
L a ut.
Pr osi din g Si m p osi u m P e r ika nan I.
Ja kar ta. 15 7- 1 62 p.
Dae lami, D. A. 20 01. Agar M an Se h at .
Pe nebar Swa da ya , J a ka r ta . Du i jn,
C. V. J. 19 7 3. Disease of Fis hes.
Ilif f e B ooks. Lon d on. 37 2p.
Ef f en die, M. 1. 19 9 7. Biolo g i Pe ri k an a n.
Pusta ka N usata ma . Y og yka rt a.
16 3 p.
Ef f en die, M. I. 1 97 8. Meto d e B iol ogi
Perik an an
I
( Sa udi
Natu ral
Hist o ry) . Fa ku lta s P er ik anan IP B.
B ogor .
G omez, K. A and A. A. Gomez. 19 95.
Prose du r
St atistik
Untuk
Pe neliti a n
P ert ani a n .
Edisi
Kedua. Diter je ma h ka n Oleh E .
Sja msu ddi n
da n
J usti ka.
S.
Baha r sja h. Ul P r ess. Ja kar ta. 69 8
p.
Gir l, N. A, A. P n' yo n o, dan Tr id jok o,
19 86.
P emij ah a n
da n
Pe melihar a an
L arva
B an de ng
( Cha n os
c h an os) .
Bu di da ya
P antai H ( 1- 2) . Ba ndu n g.
Had] , S. 197 8. Stati stik a j ilid H . Ga d jah
Ma da
Uni ve rsit y
P re ss.
Y og ya ka rt a.3 66 p. H or ri son, F.
W, 19 91. Micr osc opic Anat omf n v
Hine , P . M., B. K. Di ggle s, M. J. D.
P ar son s, A. P rin gle da n B. B ull.
20 02. The Effe cts of St reso rs on
The
Diam ic s
of
Bona mia
Ex itiosu s
Hi ne ,
C oche n nesLau re a u & Be rt he , I nf ecti ons in
Fla t Oyste rs O stre a Ch il ens is
( Phili pp i) . Jur n of Fis h Diseases.
25 : 54 5- 5 54.
Kaba ta. 1 98 5. P a ra sites a nd Di se ase F ish
Cult ure in t he Tro pics . Ta yl or &
P ra ncis Inc. P hilade lp hi a. 318 p.
K omar udi n, O. 19 8 6. K eta h an an Lim a
Str ain Ik o n M as Ter ha d ap I nfek si
,Vvx os p or id ia. Bulle ti n P eneli tian
P er ikana n dar at . 5( 1) :1- 3.
K omar udi n, O. , O. P r asen o, da n Azwar , Z.
I. 1 99 1. I nfe k si Pa ra si t Pa da
Be nih I k an Ma s Y a ng Dipeli h ara
di Kol am De n ga n Siste m Ae ra si.
Bulle ti n
P enel itian
P er ikanan
Dar at. 10 ( 1) : 121- 12 5.
Mul ya na, R. I. Riadi , S. L. A n gka , dan A.
Ru k ya n i 1 99 0. Pemak ai an Sistem
Sa rin ga n Un t uk Me nc eg ah I nfek si
Para sit P ad a Beni h I ka n. Dal am
Prosi din g Semi n ar I I P eny akit
I kan D an U da n g. Ba lai P eneli tian
P er ikana n
Air
Ta wa s,
P usat
P enelit ian Dan P en g emba n ga n
P er ikana n, Bada n Pe nelit ian Dan
P enge m ban ga n P er ta nia n Ba gor .
16 9- 1 73 p.
Moll er , H & K, A nde r s. 19 86. Disea se an d
Para sites
oj'A 4 arj n e
Fishes.
Ver lag Moller , Je rman.
7
Mo yl e . P . B. and J ose p h . J . Ce ch- Jr. 200 0.
Fishes
An
Int ro duc tion
to
I chthyol o gy. 4 E dit io n. P r ent iceHall Inc . USA.
Nels on, J .S. 198 4. F ish e s of T he Worl d. 2
Edit io n. J on h Wi l e y S on In c.
USA. 12 1p.
Nic ke ll, T. A. da n
Dispe rsal
Hilluf 1hi s
O kla. Acad.
N oble ,
M. S. E win g. 1 98 9.
of
I cht hy op ht hi ri u s
( Cilio p hor a ) .
Proc.
Sci. 6 9: 23- 3 5.
E . R. & N ob le, G. A. 19 8 9.
Para si tol o gi
B iolo gi
P arasit
Hewa n. Edi si Kelim a. UG M.
Pr e ss. Yog ya kar ta.
P ost , G. 1 98 3. Tex tb oo k of F ish He al th.
TFH
P ubl ica ti on.
Un ited
St ates.25 6 p.
Sant os o.
B. 1 99 3. P etunj uk Pr akti s
Budi day a I ka n B an den g . Ceta ka n
Pe r tama. Kanisiu s. Y og ya ka rt a.
83 p..
Stic kne y, R. R . 1 99 4. Pri nc iple s of
Aqu ac ult ure . J oh n Wi le y an d
S on s. 5 02 p.
Tr ima ri a m, A dan 1. Rus ti kawa ti, 1 99 0.
Mas al ah
P eny ak it
Z oo pa ra sit
Dalam Peme lih ar aa n B enih I kan
Air Ta war. Da la m Pr osi din g
Semi nar Ha ma P en ya ki t I ka n da n
Udan g. Bala i P enel itia n P er ikanan
Air Ta wa r , P usa t Pe nelit ian Dan
P enge m ban ga n P er i kana n, B a dan
P enelit ian Dan P en g emba n ga n
P er taman. B ogor . 39- 4 6 p.
Vent ura ,
M. T. da n J.M. Gri zzle , 1 98 7.
Ev alu atio n of po rtal s o f e ntry of
Ae romo n as hydr o phil a i n C ha n nel
catfi sh. Aqu ac ultur e , 6 5 : 2 0521 4.
Z on ne vel d , N., A. Hui sma n, da n J. H.
B oon, 19 9 1. Pri nsi p - P rinsi p
Budi day a Ik an. Gr amedi a P ust aka
Utama. Ja kar ta. 33 6 p.
Saani n, H. 1 96 8. Ta kson o mi du n K u ntji
I dentifi k asi
I kan.
B inat ji pt a.
Ban du n g,
Seni, 2 00 1 . Deraj at Ins i den si d an Der aj at
I nfeksi M yxo b olu s sp Pa da In sa n g
Ben ih Karp er( Cy pri n u s carp io) di
Ka bu pa ten Y eman. U ni ve rsita s
Gaja h Ma da.
Sch olz , T. 19 99. P ara site s i n C ult ured
an d
Fe ral
Fi sh.
Vet er inar y
Pa r asi tol og y 8 4 3 17- 3 3 5 .
Schap er clau s, W. 1 9 9 2. F ish
Volume 2. R otter da m.
Di sea se
Ster ba, G. 1 98 9. F re sh w ater Fi shes of T he
Worl d.
V ol ume
I.
C osm o
Pub licat i on. New Delhi. 46 9 p.
Sudar t o da n L. Dha nna. 19 90. Uji B a n din g
Kela ng su ng a n Hi du p B enih I kan
Ban de n g (C ha n os c ha no s) R as
local.
B ulle tin
P enelit ian
Pe r ikanan Dar at. 9( 1) :1 04- 1 0 7
Su gi yon o,
1 9 9 7.
Stati stik a
Unt uk
Pen elitia n.
Ceta ka n
Pe rt ama.
Alf abeta . Ba nd un g. 1 9 4 p.
8
Download