PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI Dactylogyrus sp PADA INSANG BENIH BANDENG (Chanos chanos) DI TAMBAK TRADISIONAL KECAMATAN GLAGAH KABUPATEN LAMONGAN Muntalim DOSEN UNISLA ABSTRAK Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui Prevalensi dan Derajat Infeksi Dactylogyrus sp pada insang benih bandeng (Chanos chanos) di tambak tradisional kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan telah dilakukan pada bulan Oktober 2007, dengan menggunakan sampel benih bandeng sebanyak 5 ekor tiap tambak pembenih dan diulang sebanyak 3 kali ulangan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan acak Lengkap (RAL). Data hasil penelitian dianalisa menggunakan statistik ANAVA (Analisis Variansi) dan jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant Difference) 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Prevalensi Dactylogyrus sp pada insang benih banding (Chanos chanos) di desa Dalung (53,33%) dan desa Pedurungan (86,67%) terdapat perbedaan yang nyata. Desa Rayung (66,67%) dan desa Dalung (53,33%) tidak ada beda nyata. Sedangkan hasil pengamatan derajat infeksi Dactylogyrus sp pada insang benih bandeng (Chanos chanos) berbeda nyata pada semua lokasi. Desa Pedurungan mempunyai rata-rata derajat infeksi tertinggi (7,95 ind. Parasit/ekor), diikuti desa Rayung (6 ind. Parasit/ekor), dan desa Dalung (2,06 ind. Parasit/ekor). Kata kunci : : Benih Bandeng (Chanos chanos), Dactylogyrus sp, Prevalensi, Derajat Infeksi PENDAHULUAN Bandeng (Chanos chanos) merupakan ikan bernilai ekonomis penting yang banyak di pelihara di tambak-tambak air payau di Indonesia. Ikan ini merupakan konsumsi yang berperan penting dalam memenuhi kebutuhan protein masyarakat karena harganya relatif murah. Untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat budidaya bandeng telah berkembang dengan pesat. Dalam budidaya bandeng (C.chanos), salah satu masalah yang dihadapi adalah adanya ketersediaan benih bandeng (C.chanos) yang mencukupi. Kebutuhan akan benih bandeng (C.chanos) di Indonesia diperkirakan sekitar 1.209 juta ekor per tahun (Anonim, 1990). Kebutuhan akan benih bandeng baru terpenuhi sekitar 63 %. Diduga perkembangan industri penangkapan ikan tuna akhir – akhir ini yang menggunakan ikan benih bandeng (C.chanos) ukuran 200-300 gr sebagai umpan untuk meningkatkan kebutuhan akan benih bandeng (C.chanos). Disamping itu sejak tahun 1987 pemerintah membuka peluang ekspor benih bandeng (C.chanos) dengan kuota ekspor 600 juta ekor per tahun yang berarti kebutuhan benih akan meningkat dengan pesat (Anonim, 1988). Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam menunjang keberhasilan usaha pembenihan adalah penyediaan lingkungan yang sesuai atau dikehendaki benih bandeng (C.chanos) sehingga diperoleh kelangsungan hidup yang tinggi. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya bandeng (C.chanos) tradisional diantaranya adalah oksigen terlarut, salinitas, suhu, pH, serta senyawa kimia seperti NH3. Perkembangan parasit dan penyakit di pacu seiring dengan memburuknya kualitas lingkungan perairan (Cameron, A. 2002). Perkembangan penyakit parasiter ini perlu di pantau setiap saat, sehingga wabah penyakit yang besar dapat dihindari. Untuk memonitor populasi suatu parasit pada ikan dapat dilakukan dengan melakukan identifikasi parasit yaitu dengan cara menghitung Prevalensi dan Derajat infeksi. Prevalensi adalah presentasi ikan yang terserang parasit atau proporsi dari organismeorganisme dalam keseluruhan populasi yang ditemukan terjadi pada ikan pada waktu tertentu dengan mengabaikan kapan mereka terjangkit. Sedangkan Derajat infeksi adalah jumlah rata-rata parasit per ikan yang terinfeksi dinyatakan dalam parasit/ekor (Mulyana et al., 1990). Jenis-jenis parasit yang sering menyerang benih bandeng adalah Dactylogirus sp, Gyrodactylus sp, Ichtyopthirius sp, Lernaea sp, Myxobolus sp, dan Tricodina sp (Mulyana et al., 1990). Pada tahun 1990 serangan penyakit Dactylogirus sp dapat menyebabkan kematian sekitar 50 % dari ikan yang terinfeksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa Dactylogirus sp merugikan dan berbahaya bagi usaha budidaya bandeng, terutama ukuran benih (Kabata, 1985). Dactylogirus sp merupakan parasit yang sering menyerang pada insang terutama pada ikan bandeng. Parasit ini selama hidupnya berada pada tubuh ikan dan hanya akan meninggalkan inangnya apabila inangnya mati, kemudian ratusan larva Dactylogirus sp menetas dan mencari inang baru. 2 Dampak infeksi Dactylogirus sp yang cukup berbahaya adalah menyerang pada insang dengan menggunakan kaitnya yang menyebabkan warna filamen insang sedikit pucat. Pendarahan terjadi seiring dengan terjadinya kerusakan dan kehancuran 1 Lamella insang dan darah menggumpal sehingga proses respirasi terganggu (Scholz, 1999). Menurut Scolz (1999) benih bandeng (C.chanos) umumnya rentan terhadap parasit Dactylogirus sp yang biasanya menyerang pada insang. Sehingga pengamatan prevalensi dan derajat infeksi sangat penting dilakukan untuk mengetahui tingkat serangan dan penyebaran parasit pada suatu perairan yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam usaha penanggulangan dan pencegahan wabah parasit pada ikan khususnya bandeng (C.chanos) (Kabata, 1985). Sampai saat ini penelitian mengenai infeksi ektoparasit Dactylogirus sp pada benih bandeng (C.chanos) di kecamatan Glagah kabupaten Lamongan belum dilakukan. Dari kejadian ini maka sangat penting dilakukan penelitian tentang infeksi ektoparasit Dactylogirus sp pada benih bandeng (C.chanos) di kabupaten tersebut, karena benih ikan umumnya rentan terhadap serangan parasit sehingga dapat menimbulkan kerugian cukup besar. Ikan bandeng juga memiliki ketahanan terhadap suhu perairan yang tinggi mencapai 40°C (Girl el al, 1986). Secara alami ikan berpijah di laut. Larva ikan bandeng wring di jumpai di sepanjang pantai terutama pada bulan — bulan tertentu. Larva terutama di jumpai di sepanjang pantai yang landai, berpasir, dan berair jernih serta kaya akan plankton seperti di daerah pantai utara pulau Jawa, Bali, Lombok, dan pantai Timur Sumatera Utara (Dana, 1990). Musim pemijahan bandeng di Indonesia terjadi dua kali dalam satu tahun yaitu bulan Februari - Mei dengan puncak antara bulan Maret - April dan bulan Juli Desember dengan puncak antara bulan September Oktober (Giri et al, 1986). METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2007 di Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan. Pemilihan lokasi berdasarkan data Dinas Perikanan kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan dimana ketiga desa ini merupakan tambak yang sering terinfeksi penyakit dan mempunyai kualitas air yang jelek. Ketiga desa tersebut antara lain : a. Desa Dalung, tambak pendederan dengan luas 12 x 9 m terletak diantara lahan-lahan yang digunakan untuk lahan pertanian. Mata air berasal dari Sungai Bengawan Solo yang melewati Lamongan. b. Desa Rayung, tambak pendederan dengan luas tambak 14 x 11 m. Mata air berasal dari aliran air Bengawan Solo yang mengalir setiap saat. c. Dusun Pedurungan, Desa Dukuh Tunggal, tambak pendederan dengan luas tambak 17 x 12 m. Mata air berasal dari buanganbuangan dari petambak lainnya. Identifikasi parasit dilakukan di Laboratorium Program Studi Biologi FMIPA ITS Surabaya. Alat, Bahan dan Cara Kerja 1) Pengambilan Sampel Benih Bandeng ( Chanos chanos ) P e n e l i t ia n ini m e n g g u n a ka n metode e ks p e r i m e n d e n ga n t e k n i k pengambilan sample secara acak. Sampel yang diambil adalah benih banding (C. chanos) berumur 2 bulan dengan ukuran kira - kira 6 - 7 cm sebanyak 5 ekor per tambak sebanyak tiga kali ulangan. Sehmgga jumlah sampel seluruhnya yang diambil adalah 15 ekor tiap tambak pembenih. Dalam satu tambak jumlah bandeng kurang lebih 100 ekor. Menurut penelitian Prasetya. et al. 2004, pengambilan sampel sebanyak 5% sudah mewakili dari seluruh populasi di tambak. Parameter yang diamati adalah Dactylogyrus sp yang ditemukan. Sampel Bemh bandeng (C. chanos) kemudian dibawah ke Laboratorium Program Studi Biologi FMIPA ITS Surabaya untuk diamati bagian insangnya. 2) Pengamatan Dactylogyrus sp. Pengamatan Dactylogyrus sp. pada insang benih bandeng (Chanos chanos) dilakukan dengan cara menusuk bagian kepala (otak) menggunakan skalpel, kemudian tutup insang (operculum) dan lembaran insang digunting. Masing-masing lembaran insang baik kiri maupun kanan diletakkan diatas gelas benda, kemudian dikerok dengan skalpel dan ditetesi satu tetes larutan garam fisiologis (0,85 % NaCL) setelah itu preparat ditutup dengan gelas penutup. Preparat tersebut kemudian diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400 x, dan dihitung banyaknya Dactylogyrus sp dengan hand counter. Identifikasi Dactylogyrus sp mengacu pada pustaka dari Schaperclaus, W. 1992. Fish Disease Volume 2. Banyaknya Dactylogyrus sp kemudian dihitung prevalensi dan derajat infeksinya dengan rumus : a. Analisa Data Prevalensi Jumlah ikan yang terserang penyakit Prevalensi = x 100 % Jumlah sample ikan yang diamati b. Analisa Data Derajat Infeksi Jumlah parasit yang menyerang ikan Derajat Infeksi = x 100 % Jumlah ikan yang terserang parasit 2 3) Analisa Kualitas Perairan Pengamatan kualitas air berfungsi untuk mengetahui karakteristik dari perairan pada saat pengumpulan data di ketiga lokasi. Pengamatan kualitas air dilakukan pada setup pengambilan sampel. Kualitas air yang diukur meliputi : a. Suhu Air Suhu air diukur dengan cara inengguna kan ther mometer. Dimana thermometer dicelupkan ke dalam air tambak kurang lebih 3 — 5 menit. Kemudian dibaca skala yang ditunjukkan pada thermometer. Suhu air dinyatakan dalam °C. b. pH Air pH air diukur dengan cara menggunakan kertas pH. Air tambak diteteskan pada kertas pH dan dicocokkan dengan skala indicator yang terdapat pada indicator pH. c. Salinitas Salinitas air diukur dengan refraktometer. Prinsip refraktometer ditetesi dengan aquades agar skala indicator normal. Kemudian dibersihkan dengan kertas tissue. Air tambak di teteskan pada prisma yang telah bersih dan refraktometer ditutup. Nilai salinitas ditunjukkan pada angka skala indikator. Salmitas dinyatakan dalam (%). d. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dalam sampel tambak diukur dengan menggwlakan DO meter tipe HOMI 666 224 pada masing-masing lokasi selama pengambilan sampel. Oksigen terlarut dinyatakan dalam satuan ppm. e. Bahan Organik (NH3 dan H2S) Pengujian bahan organik dilakukan dengan cara sampel air diambil pada masing-masing lokasi selama pengambilan sampel kemudian dianalisa di laboratorium teknik lingkungan ITS Surabaya. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pengambilan sampel benih bandeng di tiap tambak pembenih di ulang sebanyak 3 kali. Parameter yang diamati adalah Dactylogyrus sp yang ditemukan. uji LSD (Least Significan Difference) dengan taraf a = 5 % (Gomez, 1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Prevalensi Dactylogyrus sp Pada Insang Benih Bandeng (chanos chanos) Populasi suatu parasit pada ikan dapat dimonitor melalui identifikasi parasit yaitu dengan cara menghitung prevalensi dan derajat infeksinya (Mulyana, 1990). Prevalensi adalah presentasi ikan yang terserang penyakit dibagi dengan jumlah sampel ikan yang diamati. Prevalensi hanya untuk mengetahui presentase jumlah ikan yang terserang penyakit disetiap lokasi. Sedangkan untuk mengetahui kelimpahan atau besarnya serangan parasit pada ikan per individu dilakukan dengan cara menghitung derajat infeksi, sehingga dapat diketahui berapa besar tingkat serangan parasit pada tiap ikan. Hasil uji statistik ANOVA (Analisis Variansi) dan LSD (Least Significant Difference) pada taraf 5 % diketahui bahwa rata-rata prevalensi Dactylogyrus sp pada insang benih bandeng (C. chanos) di desa Dalung (53,33 %) dengan Rayung (66,67 %) tidak berbeda nyata. Desa Rayung (66,67 %) dengan desa Pedurungan (86,67 %) juga tidak berbeda nyata tapi antara desa Dalung dengan dengan desa Pedurungan berbeda nyata (Tabel 1). Tabel 1 Prevalensi Ductylogyrus sp pada insang benih banding (C. chanos) di Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan. Prevalensi (%) Desa Ratarata (%) Ulangan I Ulangan II Ulangan III Dalung 40 60 60 53,33a Rayung 80 60 60 66,67ab Pedurungan 80 80 100 86,67b Analisa Data Keterangan : Angka-angka yang di ikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % berdasarkan uji LSD Data yang te lah diper oleh ber upa Prevalensi da n Derajat infeksi Dactylogyrus sp dianalisa dengan Anova (Analysis of Varians). Jika terdapat perbedaan prevalensi dan derajat infeksi antar tambak pembenih maka untuk mengetahui tambak mana yang berbeda digunakan Grafik rata-rata prevalensi Dactylogyrus sp pada insang benih bandeng (C.chanos) di kecamatan Glagah kabupaten Lamongan (Gambar 4.1) menunjukkan bahwa tingkat serangan Dactylogyrus sp yang paling tinggi terjadi di desa Pedurungan yaitu sebesar 86,67 %. 3 bahwa derajat infeksi Dactylogyrus sp pada insang benih bandeng (C. chanos) di desa Pedurungan mempunyai reta-rata derajat infeksi tertinggi (7,95 ind. Parasit/ekor), d i i kuti d e sa Ra yu n g (6 i n d. P ar asit/e kor ), dan desa Da lun g ( 2,0 6 in d. Parasit/ekor). Gambar 1. Grafik rata-rata prevalensi Dactylogyrus sp pada insang benih banding (C. chanos) di Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan. Derajat Infeksi Dactylogyrus sp Pada Insang Benih Bandeng (C chanos) Derajat infeksi adalah jumlah rata – rata parasit per ikan yang terinfeksi dinyatakan dengan parasit/ekor. Hasil uji statistik ANOVA (Analisis Vuriansi) dan LSD (Least Significant Difference) pada taraf 5 % diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata disetiap lokasi penelitian, Desa Dalung sebesar 2,06 ind. Parasitlekor, Desa Rayung sebesar 6 ind. Parasit/ekor dan Desa Pedurungan sebesar 7,95 ind. Parasit/ekor. Derajat infeksi Dactylogyrus sp di desa Pedurungan menunjukkan rata-rata yang lebih tinggi di bandingkan dengan derajat infeksi di Desa Dalung dan Desa Rayung (Tabel 4.2). Tabel 2. Derajat infeksi Dactylogyrus sp pada insang benih banding (C. chanos) di kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan. Derajat Infeksi Desa Ratarata Ulangan I Ulangan II Ulangan III Dalung 2,5 2,67 1 2,06a Rayung 6 5,67 6,33 6b 8,25 8 7,6 7,95c Pedurunga n Gambar 2. Grafik rata-rata derajat infeksi Dactylogyrus sp pada insang benih bandeng (C, chanos) di Kecamatan Glagah Kabupaten Larnongam Prevalensi dan Derajat Infeksi Dactylogyrus sp Pada Insang Benih Bandeng (Chanos chanos) Penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan pada ikan baik secara langsung atau tidak langsung. gangguan itu dapat disebabkan oleh organisme lain, pakan atau kondisi lingkungan yang kurang menunjang kehidupan ikan. Timbulnya serangan penyakit ikan di tambak merupakan basil interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan dan organisme penyakit (Afrianto&Liviawati, 1992). Hasil pengamatan mikroskopis Dactylogyrus sp yang di temukan di insang benih bandeng (C. chanos) pada semua lokasi penelitian adalah Dactylogyrus sp pada fase dewasa dengan ciri morfologi tubuh berbentuk seperti daun, mempunyai sucker tunggal dengan beberapa kait sebagai organ untuk menempel pada inang (Gambar 4.3.). Kait tersebut akan masuk ke dalam jaringan ikat pada lamela insang sehingga mengakibatkan wawa filamen insang menjadi sedikit pucat. Keterangan : Angka-angka yang di ikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % berdasarkan uji LSD Grafik rata-rata derajat infeksi Dactylogyrus sp pada insang benih bandeng (C. chanos) di kecamatan Glagah kabupaten Lamongan menunjukkan 4 III 8 8 7 I 7 8 7 8 7 II pH 8 III II 10 23 10 21 22 10 21 20 24 4,00 4,01 I 3,40 Keterangan : I II III Salinitas ( 0/oo) II II I I 4,00 3,39 4,00 4,00 3,40 4,00 III 27 27 28 27 27 28 27 28 28 Dalung Rayung Rata-rata prevalensi (86,67 %) dan derajat infeksi (7,95 ind. Parasit/ekor) di desa Pedurungan lebih tinggi di bandingkan dengan dua desa lainnya (desa Dalung prevalensi 53,33 derajat infeksi 2,06 ind. parasitlekor dan desa Rayung prevalensi 66,67 derajat infeksi 6 ind. parasit/ekor). Prevalensi Dactylogyrus sp di desa Pedurungan ini tergolong tinggi, didasarkan atas penelitian Senni (2002) bahwa nilai prevalensi di atas 70 % menunjukkan tingkat serangan parasit yang tinggi sedangkan nilai dibawah 70 % tergolong rendah. Tetapi bila dilihat pada nilai derajat infeksinya sebesar 2,06 - 7,95 parasit per ekor tergolong rendah (Tabel 4.2), didasarkan pada penelitian Desrina (2002) y 9 menyatakan bahwa derajat infeksi 4,5-8,8 parasit/ekor tergolong tidak tinggi. Selain itu berdasar penelitian Uspenskaja (1961) dalam Scharperclaus (1992) menyatakan bahwa derajat infeksi Dactylogyrus sp yang tinggi dan dapat menimbulkan kematian jika nilainya rata-rata 102,6 parasit/ekor (ukuran panjang tubuh ikan rata-rata 21,6 mm). Kisaran panjang tubuh bandeng yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5-10 cm, sehingga jika diubah dengan nilai yang sama, maka derajat infeksi yang tinggi yang dapat menyebabkan kematian bandeng 90%. Berdasarkan Tabel 4.1 prevalensi Dactylogyrus sp desa Pedurungan mempunyai nilai paling tinggi yaitu 86,67 %. Tingginya nilai tersebut di duga disebabkan oleh lingkungan 31 perairan yang buruk. Menurut Noble & Noble (1989) prevalensi parasit juga disebabkan oleh lingkungan perairan yang buruk yang menunjang parasit dapat tumbuh dan berkembang. DO (mgi) Pedurunga n Gambar 3. Daglylogyrus sp hasil penelitian yang ada di insang benih bandeng (Chanos chanos). Keterangan : kart (a), mata (b). Perbesaran 100 X. II Suhu Air ( oC) I DESA Tabel 3. Hasil Pengukuran Kualitas Air dari tambak pengambilan sampel bench bandeng (C. chanos) di Kabupaten Lamongan. = Pengukuran hari pertama = Pengukuran hari kedua = Pengukuran hari ketiga Hasil pengukuran kualitas air seperti tingginya salinitas, rendahnya DO, dan tingginya NH 3 ( Tabel 3 ) di semua lokasi penelitian, terutama desa Pedurungan menunjukkan kualitas air yang buruk. Kisaran DO yang diamati adalah 3,40- 4 ppm, pada kisaran ini ikan dapat hidup tetapi pertumbuhannya terhambat serta mengalami stres, sehingga menyebabkan turunnya daya tahan tubuh ikan bandeng. Hal ini sesuai dengan basil penelitian Afrianto dan Liviawaty (1992) yang menyatakan bahwa kisaran DO normal yang baik untuk pertumbuhan ikan adalah diatas 5 ppm. Kandungan DO yang rendah (< 5 ppm) akan mempengaruhi suplai oksigen ketubuh ikan berkurang sehingga proses respirasi juga akan terganggu dan akibatnya ikan mengalami stres. Kualitas perairan yang lain seperti halnya pH di tiap-tiap desa tersebut apabila dibandingkan dengan pH perairan yang ideal bagi kehidupan ikan ternyata masih memiliki kriteria yang layak. Hal ini dikemukakan oleh Boyd dan Lichtkoppler (1979), bahwa nilai pH yang berkisar antara 6,9 – 8,0 masih memenuhi kriteria rata-rata yang layak untuk produksi benih. Walaupun kisaran pH di tiap-tiap desa tersebut laya k untuk kehidupan benih namun justru meningkatkan prevalensi Dactylogyrus sp. Hal ini diduga bahwa kondisi pH perairan yang ideal bagi kehidupan benih tersebut cocok bagi perkembangan siklus hidup dan penyebaran Dactylogyrus sp (Schaperclaus, 1992). 5 Kisaran suhu di desa Dalung sebesar 27°C, desa Rayung berkisar antara 27-28°C, clan desa Pedurungan sebesar 28 °C dinilai tidak begitu membahayakan bagi ikan. Karena menurut Ahmad, T dan Ratnawati, E (2002) ikan bandeng masih hidup normal pada suhu 27-35 °C. Tetapi kondisi suhu yang semakin tinggi justru memberi peluang bagi berkembangnya parasit Dactylogyrus sp. Hal ini didukung oleh pernyataan Schaperclaus (1992) dimana parasit Dactylogyrus sp selain sering menyerang pada musim kemarau, juga memerlukan waktu untuk berkembangbiak antara 27 - 28 hari suhu 8°C, 10 - 15 hari suhu 12 °C, 3 - 5 hari suhu 20 °C dan 1 – 4 hari suhu 24 - 28 °C (Schaperclaus, 1992). Rata – rata penetasan telur tergantung suhu, pada suhu yang rendah maka memerlukan berbulanbulan untuk menetaskan, sedang pada suhu tinggi akan menetas sekitar 4 hari hal ini membuat penanggulangan Dactylogyrus sp sangat sulit (http//www.fishnet/disease.htm). Kondisi kua litas per airan yan g t idak be gitu bai k dise mu a loka si mengakibatkan benih bandeng menjadi stres dan menurun daya tahan tubuhnyasehingga mudah terserang parasit. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Afrianto dan Liviawaty (1992) yang menyatakan bahwa pengaruh serangan parasit te r ha da p i ka n ter ga n t u n g dar i je n is dan ju m la h m i kr o or ga n ism e ya n g menyerangnya, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi perairan saat itu dan daya tahan tubuh ikan. Sela in f aktor pe rairan, tinggin ya pr eva lensi dan d eraja t inf eksi Dactylogyrus sp di desa. Pedurungan di duga disebabkan oleh kondisi geografi lingkungan tambak pembenih. Hal ini dilihat dari keberadaan lokasi tambak desa Pedurungan paling rendah di banding dengan desa lainnya, sehingga selalu mendapat aliran air dari tambak lainnya. Kondisi demikian memungkinkan larva ektoparasit dari tambak lain masuk kedalam tambak pedurungan (Bhagawati et al, 1991). Larva yang masuk kedalam tambak siap untuk menginfeksi inang baru. Perkembangan larva ini kemudian mencapai dewasa dan matang seksual di insang ikan. Ukuran benih juga mempengaruhi tingginya nilai prevalensi dan derajat infeksi. Fenomena ini menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran ikan justru akan semakin rentan terhadap Dactylogyrus sp. Hal ini disebabkan karena pada ukuran benih semua organ tubuh belum berfungsi secara sempurna sehingga dapat dikatakan bahwa benih merupakan fase yang sangat kritis dan mudah terserang parasit (Komarudin, 1991). bandeng (chanos chanos) berturut-turut dari yang tertinggi adalah desa Pedurungan (86,67 %), desa Rayung (66,67 %) dan desa Dalung (53,33 %). Derajat infeksi Dactylogyrus sp pada insang benih banding (C. chanos) antara desa yang satu dengan yang lainnya menunjukkan perbedaan yang nyata, derajat infeksi Dactylogyrus sp di desa Pedurungan mempunyai rata-rata tertinggi (7,95 ind. Parasit/ekor), diikuti desa Rayung (6 ind. Parasit/ekor), dan desa Dalung (2,06 ind. Parasit/ekor). Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaturan sirkulasi air terhadap tambak pembenih. REFERENSI Anonim, 1993. Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Penyakit Ikan. Direktorat Bina Sumber Hayati, Direktoraty Jendral Perikanan. Jakarta. 41 p. Anonim, 1988. Studies on The Maturation and Spawning of Milk Fish in Captivity. Progress Report Oktober – December. USA. 87 p Anonim, 1990. Workshop on Larval Culture of The Milk Fish ( C hanoschanos). Gondol Research Station. Bali. Indonesia. Prepared by : The Oceanic Insatute. Hawai. 102 p. Ahmad, T, dan Ratnawati, E. 2002. Budidaya Bandeng Secara Intensq' Penebar Swadaya. Bogor. Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1992. Pengendalian Hama & Penyakit Ikan, Kanisius. Yogyakarta. 89 p. Amlacher, E. 1961. Texbook of Fish Disease (Translated by : D. A. Controy and R. L. Herman).TFH Publication Germany. 302 p. Balmer, J. H. S, 1965. Development : Eggs ang Larvae., dalam : W. S. Hoar and D. J. Randall (End), Fish Physiologi III. Academic Press. New York. KESIMPULAN DAN SARAN Bhagawati, D.,Petrus, H. T.,Siti, R., 1991. Mengenal Ektoparasit Penyebab Penyakit Ikan Pada Kolam Rakyat di Desa Beji Purwokerto. KKI Tidak di Publikasikan. Fakultas Biologi UNSOED. Purwokerto. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat prevalensi Dactylogyrus sp pada insang benih Brotowidjoyo, M. D.,1987. Parasit dan Parasitisme. Media Sarana Press. Jakarta. 6 Cahyono, B. 2000. Budidaya Ikan Air Tawar : Ikan Bandeng, Ikan Nila, Ikan Gurami. Cetakan Kelima. Kanisius. Yogyakarta. 113 p. Cameron, A. 2002. Survey 7bolbox for Aquatic Animal Diseases. A. Practical Manual and Software Package. ACIAR Monograph No.94 Chauduri, H. 1977. Observation on Artivical Fertilization of Eggs and The Embryonic and Larva Development of Milk Fish Chanos chanos. Forsskal. 13 : 95-113. Chandler, A. C. 1950. Introduction to Parasitology With Special Reference to The Parasites (?I'Afan. John Wiley & Sons. Inc. New York. Dana, D dan S. L. Angka, 1990. 11usalah Penyakit Parasit dan Bakteri PadaIkan Air Tawar Berta Cara Penanggulangannya. Bala] PenelitianPerikanan Air Tawar, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.Bogor. 10-23 p. Dana, A. 1990. Analysis of The Effect of rear in g Te mper atu re o n The Prevalence of Myxosporea in Exsperimentally Infected Common Carp (Cyprinus carpio L.) Asian Fisheries Science. 3:329-335. Dalimunthe, S. 1990. Jervis ParaW Yang Dyumpai Pada Ikan Yang Di Pelihara Di Jawa Timur. Dalam Prosiding Seminar II Penyakit Ikan dan Uclang. Ba lai Pe neliti an P er ika nan A ir Ta war , Pusat P enel itian Dan Pe nge m ban gan Pe ri kana n, B og or . 109-115 p. Dja ni , S. 1 99 3. A I asal ah P eny ak it Pa d a Dala m Budi day a Man L a ut. Pr osi din g Si m p osi u m P e r ika nan I. Ja kar ta. 15 7- 1 62 p. Dae lami, D. A. 20 01. Agar M an Se h at . Pe nebar Swa da ya , J a ka r ta . Du i jn, C. V. J. 19 7 3. Disease of Fis hes. Ilif f e B ooks. Lon d on. 37 2p. Ef f en die, M. 1. 19 9 7. Biolo g i Pe ri k an a n. Pusta ka N usata ma . Y og yka rt a. 16 3 p. Ef f en die, M. I. 1 97 8. Meto d e B iol ogi Perik an an I ( Sa udi Natu ral Hist o ry) . Fa ku lta s P er ik anan IP B. B ogor . G omez, K. A and A. A. Gomez. 19 95. Prose du r St atistik Untuk Pe neliti a n P ert ani a n . Edisi Kedua. Diter je ma h ka n Oleh E . Sja msu ddi n da n J usti ka. S. Baha r sja h. Ul P r ess. Ja kar ta. 69 8 p. Gir l, N. A, A. P n' yo n o, dan Tr id jok o, 19 86. P emij ah a n da n Pe melihar a an L arva B an de ng ( Cha n os c h an os) . Bu di da ya P antai H ( 1- 2) . Ba ndu n g. Had] , S. 197 8. Stati stik a j ilid H . Ga d jah Ma da Uni ve rsit y P re ss. Y og ya ka rt a.3 66 p. H or ri son, F. W, 19 91. Micr osc opic Anat omf n v Hine , P . M., B. K. Di ggle s, M. J. D. P ar son s, A. P rin gle da n B. B ull. 20 02. The Effe cts of St reso rs on The Diam ic s of Bona mia Ex itiosu s Hi ne , C oche n nesLau re a u & Be rt he , I nf ecti ons in Fla t Oyste rs O stre a Ch il ens is ( Phili pp i) . Jur n of Fis h Diseases. 25 : 54 5- 5 54. Kaba ta. 1 98 5. P a ra sites a nd Di se ase F ish Cult ure in t he Tro pics . Ta yl or & P ra ncis Inc. P hilade lp hi a. 318 p. K omar udi n, O. 19 8 6. K eta h an an Lim a Str ain Ik o n M as Ter ha d ap I nfek si ,Vvx os p or id ia. Bulle ti n P eneli tian P er ikana n dar at . 5( 1) :1- 3. K omar udi n, O. , O. P r asen o, da n Azwar , Z. I. 1 99 1. I nfe k si Pa ra si t Pa da Be nih I k an Ma s Y a ng Dipeli h ara di Kol am De n ga n Siste m Ae ra si. Bulle ti n P enel itian P er ikanan Dar at. 10 ( 1) : 121- 12 5. Mul ya na, R. I. Riadi , S. L. A n gka , dan A. Ru k ya n i 1 99 0. Pemak ai an Sistem Sa rin ga n Un t uk Me nc eg ah I nfek si Para sit P ad a Beni h I ka n. Dal am Prosi din g Semi n ar I I P eny akit I kan D an U da n g. Ba lai P eneli tian P er ikana n Air Ta wa s, P usat P enelit ian Dan P en g emba n ga n P er ikana n, Bada n Pe nelit ian Dan P enge m ban ga n P er ta nia n Ba gor . 16 9- 1 73 p. Moll er , H & K, A nde r s. 19 86. Disea se an d Para sites oj'A 4 arj n e Fishes. Ver lag Moller , Je rman. 7 Mo yl e . P . B. and J ose p h . J . Ce ch- Jr. 200 0. Fishes An Int ro duc tion to I chthyol o gy. 4 E dit io n. P r ent iceHall Inc . USA. Nels on, J .S. 198 4. F ish e s of T he Worl d. 2 Edit io n. J on h Wi l e y S on In c. USA. 12 1p. Nic ke ll, T. A. da n Dispe rsal Hilluf 1hi s O kla. Acad. N oble , M. S. E win g. 1 98 9. of I cht hy op ht hi ri u s ( Cilio p hor a ) . Proc. Sci. 6 9: 23- 3 5. E . R. & N ob le, G. A. 19 8 9. Para si tol o gi B iolo gi P arasit Hewa n. Edi si Kelim a. UG M. Pr e ss. Yog ya kar ta. P ost , G. 1 98 3. Tex tb oo k of F ish He al th. TFH P ubl ica ti on. Un ited St ates.25 6 p. Sant os o. B. 1 99 3. P etunj uk Pr akti s Budi day a I ka n B an den g . Ceta ka n Pe r tama. Kanisiu s. Y og ya ka rt a. 83 p.. Stic kne y, R. R . 1 99 4. Pri nc iple s of Aqu ac ult ure . J oh n Wi le y an d S on s. 5 02 p. Tr ima ri a m, A dan 1. Rus ti kawa ti, 1 99 0. Mas al ah P eny ak it Z oo pa ra sit Dalam Peme lih ar aa n B enih I kan Air Ta war. Da la m Pr osi din g Semi nar Ha ma P en ya ki t I ka n da n Udan g. Bala i P enel itia n P er ikanan Air Ta wa r , P usa t Pe nelit ian Dan P enge m ban ga n P er i kana n, B a dan P enelit ian Dan P en g emba n ga n P er taman. B ogor . 39- 4 6 p. Vent ura , M. T. da n J.M. Gri zzle , 1 98 7. Ev alu atio n of po rtal s o f e ntry of Ae romo n as hydr o phil a i n C ha n nel catfi sh. Aqu ac ultur e , 6 5 : 2 0521 4. Z on ne vel d , N., A. Hui sma n, da n J. H. B oon, 19 9 1. Pri nsi p - P rinsi p Budi day a Ik an. Gr amedi a P ust aka Utama. Ja kar ta. 33 6 p. Saani n, H. 1 96 8. Ta kson o mi du n K u ntji I dentifi k asi I kan. B inat ji pt a. Ban du n g, Seni, 2 00 1 . Deraj at Ins i den si d an Der aj at I nfeksi M yxo b olu s sp Pa da In sa n g Ben ih Karp er( Cy pri n u s carp io) di Ka bu pa ten Y eman. U ni ve rsita s Gaja h Ma da. Sch olz , T. 19 99. P ara site s i n C ult ured an d Fe ral Fi sh. Vet er inar y Pa r asi tol og y 8 4 3 17- 3 3 5 . Schap er clau s, W. 1 9 9 2. F ish Volume 2. R otter da m. Di sea se Ster ba, G. 1 98 9. F re sh w ater Fi shes of T he Worl d. V ol ume I. C osm o Pub licat i on. New Delhi. 46 9 p. Sudar t o da n L. Dha nna. 19 90. Uji B a n din g Kela ng su ng a n Hi du p B enih I kan Ban de n g (C ha n os c ha no s) R as local. B ulle tin P enelit ian Pe r ikanan Dar at. 9( 1) :1 04- 1 0 7 Su gi yon o, 1 9 9 7. Stati stik a Unt uk Pen elitia n. Ceta ka n Pe rt ama. Alf abeta . Ba nd un g. 1 9 4 p. 8